asuhan keperawatan pada anak usia remaja

39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah disebut sebagai masa akhir anak-anak sejak usia 6 tahun. Anak merupakan individu tersendiri yang bertumbuh dan berkembang secara unik dan tidak dapat diulang setelah usianya bertambah. Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah kawin (menikah) (UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak). Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002). Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Usia sekolah dan remaja merupakan masa untuk membentuk pribadi menjadi manusia dewasa. Banyak permasalahan yang dialami pada kedua masa itu. Perawat dalam hal ini memiliki

Upload: bradonheat

Post on 25-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

asuhan keperawatan pada anak usia remaja

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang

Anak usia sekolah disebut sebagai masa akhir anak-anak sejak usia 6 tahun. Anak

merupakan individu tersendiri yang bertumbuh dan berkembang secara unik dan tidak dapat

diulang setelah usianya bertambah. Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21

tahun dan belum pernah kawin (menikah) (UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak).

Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu

tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku,

dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat

rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang

timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002).

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia

maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai

tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk

pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-

18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10

tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah

bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap

menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak

lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir

tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka

menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu

mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.

Usia sekolah dan remaja merupakan masa untuk membentuk pribadi menjadi manusia

dewasa. Banyak permasalahan yang dialami pada kedua masa itu. Perawat dalam hal ini

memiliki peran penting guna mewujudkan kesehatan yang luhur. Dari paparan tersebut, maka

dibuatlah makalah ini.

Selain itu, makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I

mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Sekolah dan Remaja.

 

 

B.  Ruang Lingkup

a.    Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Sekolah

b.    Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Remaja

 

 

C.  Tujuan

Adapaun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah

Keperawatan Anak I tentang Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Sekolah dan Remaja.

 

D.  Sistematika Penulisan

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

A.  Latar Belakang

B.  Ruang Lingkup

C.  Tujuan

D.  Sistematika Penulisan

E.   Metode Penulisan

Bab II Pembahasan

A.  Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Sekolah

B.  Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Remaja

Bab III Penutup

A.  Kesimpulan

B.  Saran

Daftar Pustaka

 

 

E.  Metode Penulisan

a.    Literatur

b.    Content Analisys (Browsing Internet)

c.    Pemikiran Kami Sendiri

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.  Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Sekolah

1.    Teori dan Konsep Anak

Anak merupakan individu tersendiri yang bertumbuh dan berkembang secara unik dan

tidak dapat diulang setelah usianya bertambah. Anak adalah seseorang yang belum mencapai

usia 21 tahun dan belum pernah kawin (menikah) (UU No. 4 tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak).Menurut Hurlock (1980) saat ini yang disebut anak bukan lagi yang

berumur 21 tahun tetapi berumur 18 tahun, dan masa dewasa dini dimulai umur 18 tahun.

Kelompok-kelompok usia anak terdiri dari 3 kelompok yaitu :

a.    Usia prasekolah    : 2 - 5 tahun

b.    Usia sekolah         : 6 - 12 tahun

c.    Usia remaja          : 13 - 18 tahun

Anak usia sekolah disebut sebagai masa akhir anak-anak sejak usia 6 tahun dengan ciri-ciri

sebagai berikut:

a.    Label yang digunakan oleh orang tua

1)   Usia yang menyulitkan karena anak tidak mau lagi menuruti perintah dan lebih

dipengaruhi oleh teman sebaya dari pada orang tua ataupun anggota keluarga lainnya.

2)   Usia tidak rapi karena anak cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh dalam

penampilan.

3)   Usia bertengkar karena banyak terjadi pertengkaran antar keluarga dan membuat suasana

rumah yang tidak menyenangkan bagi semua anggota keluarga.

 

b.    Label yang digunakan pendidik/guru

1)   Usia sekolah dasar : anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap

penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan mempelajari

perbagai ketrampilan penting tertentu baik kurikuler maupu ekstrakurikuler.

2)       Periode kritis dalam berprestasi : anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses,

tidak sukses, atau sangat sukses yang cenderung menetap sampai dewasa.

 

c.    Label yang digunakan oleh ahli psikologi

1)   Usia berkelompok : perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman-

teman sebaya sebagai anggota kelompok.

2)   Usia penyesuaian diri : anak ingin menyesuaikan dengan standar yang disetujui oleh

kelompok dalam penampilan, berbicara dan berperilaku.

3)   Usia kreatif :suatu masa yang akan menentukan apakah anak akan menjadi konformis

(pencipta karya baru) atau tidak.

4)   Usia bermain : suatu masa yang mempunyai keinginan bermain yang sangat besar karena

adanya minat dan kegiatan untuk bermain.

 

2.    Perkembangan Akhir Masa Kanak-Kanak

Tugas perkembangan akhir masa kanak-kanak menurut Havigrust :

a.    Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan umum.

b.   Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh.

c.    Belajar menyesuaikan diri dengan teman-temannya.

d.   Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.

e.    Mengembangkan ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung.

f.     Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.

g.    Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tingkatan nilai.

h.   Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga.

i.      Mencapai kebebasan pribadi.

 

 

3.    Perkembangan Usia Sekolah (Tugas Mandiri) dan Masalah Anak Usia Sekolah

a.    Bahaya Fisik

1)   Penyakit

      Penyakit palsu/khayal untuk menghindari tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

      Penyakit yang sering dialami adalah yang berhubungan dengan kebersihan diri.

 

2)   Kegemukan

Bahaya kegemukan yang dapat terjadi :

      Anak kesulitan mengikuti kegiatan bermain sehingga kehilangan kesempatan untuk

keberhasilan sosial.

      Teman-temannya sering mengganggu dan mengejek sehingga anak menjadi rendah diri.

 

3)   Kecelakaan

Meskipun tidak meninggalkan bekas fisik, kecelakaan sering dianggap sebagai

kegagalan dan anak lebih bersikap hati-hati akan bahayanya bagi psikologisnya sehingga

anak merasa takut dan hal ini dapat berkembang menjadi rasa malu yang akan mempengaruhi

hubungan sosial.

 

4)   Kecanggungan

Anak mulai membandingkan kemampuannya dengan teman sebaya bila muncul

perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar untuk rendah diri.

 

5)   Kesederhanaan

Hal ini sering dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa memandangnya sebagai

perilaku kurang menarik sehingga anak menafsirkannya sebagai penolakan yang dapat

mempengaruhi konsep diri anak.

 

b.   Bahaya Psikologis

1)   Bahaya dalam berbicara

Ada 4 (empat) bahaya dalam berbicara yang umum terdapat pada anak-anak usia sekolah

yaitu :

      kosakata yang kurang dari rata-rata menghambat tugas-tugas di sekolah dan menghambat

komunikasi dengan orang lain

      kesalahan dalam berbicara, cacat dalam berbicara (gagap) akan membuat anak jadi sadar

diri sehingga anak hanya berbicara bila perlu saja

      anak yang kesulitan berbicara dalam bahasa yang digunakan dilingkungan sekolah akan

terhalang dalam usaha untuk berkomunikasi dan mudah merasa bahwa ia berbeda

      pembicaraan yang bersifat egosentris, mengkritik dan merendahkan orang lain, membual

akan ditentang oleh temannya

 

2)   Bahaya emosi

Anak akan dianggap tidak matang bila menunjukan pola-pola emosi yang kurang

menyenangkan seperti marah yang berlebihan, cemburu masih sangat kuat sehingga kurang

disenangi orang lain.

 

3)   Bahaya bermain

Anak yang kurang memiliki dukungan sosial akan merasa kekurangan kesempatan

untuk mempelajari permainandan olah raga untuk menjadi anggota kelompok, anak dilarang

berkhayal, dilarang melakukan kegiatan kreatif dan bermain akan menjadi anak penurut yang

kaku.

 

4)   Bahaya dalam konsep diri

Anak yang mempunyai konsep diri yang ideal biasanya merasa tidak puas terhadap diri

sendiri dan tidak puas terhadap perlakuan orang lainbila konsep sosialnya didasarkan pada

pelbagai stereotip, anak cenderung berprasangka dan bersikap diskriminatif dalam

memperlakukan orang lain. Karena konsepnya berbobot emosi dan cenderung menetap serta

terus menerus akan memberikan pengaruh buruk pada penyesuaian sosial anak.

 

5)   Bahaya moral

Bahaya umum diakitkan dengan perkembangan sikap moral dan perilaku anak-anak :

a)    perkembangan kode moral berdasarkan konsep teman-teman atau berdasarkan konsep-

konsep media massa tentang benar dan salah yang tidak sesuai dengan kode orang dewasa

b)   tidak berhasil mengembangkan suara hati sebagai pengawas perilaku

c)    disiplin yang tidak konsisten membuat anak tidak yakin akan apa yang sebaiknya

dilakukan

d)   hukuman fisik merupakan contoh agresivitas anak

e)    menganggap dukungan teman terhadap perilaku yang salah begitu memuaskan sehingga

menjadi perilaku kebiasaan

f)    tidak sabar terhadap perilaku orang lain yang salah

 

6)   Bahaya yang menyangkut minat

Bahaya yang dihubungkan dengan minat masa kanak-kanak :

      tidak berminat terhadap hal-hal yang dianggap penting oleh teman-teman sebaya

      mengembangkan sikap yang kurang baik terhadap minat yang dapat bernilai bagi dirinya,

misal kesehatan dan sekolah

 

c.    Bahaya hubungan keluarga

Kondisi-kondisi yang menyebabkan merosotnya hubungan keluarga:

1.    Sikap terhadap peran orang tua, orang tua yang kurang menyukai peran orang tua dan

merasa bahwa waktu, usaha dan uang dihabiskan oleh anak cenderung mempunyai hubungan

yang buruk dengan anak-anaknya.

2.    Harapan orang tua, kritikan orang tua pada saat anak gagal dalam melaksanakan tugas

sekolah dan harapan-harapan orang tua maka orang tua sering mengkritik, memarahi dan

bahkan menghukum anak.

3.    Metode pelatihan anak, disiplin yang otoriter pada keluarga besar dan disiplin lunak pada

keluarga kecil yang keduanya menimbulkan pertentangan dirumah dan meyebabkan

kebencian pada anak. Disiplin yang demokratis biasanya menghasilkan hubungan keluarga

yang baik.

4.    Status sosial ekonomi, bila anak merasa benda dan rumah miliknya lebih buruk dari

temannya maka anak sering menyalahkan orang tua dan orang tua cenderung membenci hal

itu.

5.    Pekerjaan orang tua, pandangan mengenai pekerjaan ayah mempengaruhi persaan anak

dan bila ibu seorang karyawan sikap terhadap ibu diwarnai oleh pandangan teman-temannya

mengenai wanita karier dan oleh banyaknya beban yang harus dilakukan di rumah.

6.    Perubahan sikap kepada orang tua, bila orang tua tidak sesuai dengan harapan idealnya

anak, anak cenderung bersikap kritis dan membandingkan orang tuanya dengan orang tua

teman-temannya.

7.    Pertentangan antar saudara, anak-anak yang merasa orang tuanya pilih kasih terhadap

saudara-saudaranya maka anak akan menentang orang tua dan saudara yang dianggap

kesayangan orang tua.

8.    Perubahan sikap terhadap sanak keluarga, anak-anak tidak menyukai sikap sanak keluarga

yang terlalu memerintah atau terlalu tua dan orang tua akan memarahi anak serta sanak

keluarga membenci sikap sianak.

9.    Orang tua tiri, anak yang membenci orang tua tiri karena teringat orang tua kandung yang

tidak serumah akan memperlihatkan sikap kritis, negativitas dan perilaku yang sulit.

 

4.    Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Sekolah

1)   Pengkajian

a.    Pengkajian yang berhubungan dengan keluarga (sesuai dengan materi askep keluarga)

b.    Pengkajian yang berhubungan dengan anak usia sekolah

c.    Identitas anak

d.   Riwayat kehamilan dan persalinan

e.    Riwayat kesehatan bayi sampai saat ini

f.     Kebiasaan saat ini (pola perilaku dan kegiatan sehari-hari)

g.    Pertumbuhan dan prekembangannya saat ini (termasuk kemampuan yang telah dicapai)

h.    Pemeriksaan fisik

i.      Lengkapi dengan pengkajian focus

 

2)   Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul terdapat dua sifat, yaitu:

1.    Berhubungan dengan anak, dengan tujuan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara

optimal sesuai usia anak.

2.    Berhubungan dengan keluarga, dengan etiologi berpedoman pada lima tugas keluarga

yang bertujuan agar keluarga memahami dan memfasilitasi perkembangan anak.

 

Masalah yang dapat digunakan untuk perumusan diagnosa keperawatan yaitu :

1.    Masalah aktual/risiko

      Gangguan pemenuhan nutrisi: lebih atau kurang dari kebutuhan tubuh

      Menarik diri dari lingkungan social

      Ketidakberdayaan mengerjakan tugas sekolah

      Mudah dan sering marah

      Menurunnya atau berkurangnya minat terhadap tugas sekolah yang dibebankan

      Berontak/menentang terhadap peraturan keluarga

      Keengganan melakukan kewajiban agama

      Ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal

      Gangguan komunikasi verbal

      Gangguan pemenuhan kebersihan diri (akibat banyak waktu yang digunakan untuk

bermain)

      Nyeri (akut/kronis)

      Trauma atai cedera pada sistem integumen dan gerak

 

 

2.    Potensial atau sejahtera

      Meningkatnya kemandirian anak

      Peningkatan daya tahan tubuh

      Hubungan dalam keluarga yang harmonis

      Terpenuhinya kebutuhan anak sesuai tugas perkembangannya

      Pemeliharaan kesehatan yang optimal

 

3)   Rencana Asuhan Keperawatan

1.      Aktual

Perubahan hubungan keluarga yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat

anak yang sakit.

Tujuan : Hubungan keluarga meningkat menjadi harmonis dengan dukungan yang adekuat.

Intervensi   :

         Diskusikan tentang tugas keluarga

         Diskusikan bahaya jika hubungan keluarga tidak harmonis saat anggota keluarga sakit

         Kaji sumber dukungan keluarga yang ada disekitar keluarga

         Ajarkan anggota keluarga memberikan dukungan terhadap upaya pertolongan yang telah

dilakukan

         Ajarkan cara merawat anak dirumah

         Rujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai kemampuan keluarga

 

2.    Risiko/risiko tinggi

Risiko tinggi hubungan keluarga tidak harmonis berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga mengenal masalah yang terjadi pada anaknya.

Tujuan : ketidakharmonisan keluarga menurun.

Intervensi :

         Diskusikan faktor penyebab ketidak harmonisan keluarga

         Diskusikan tentang tugas perkembangan keluarga

         Diskusikan tentang tugas perkembangan anak yang harus dijalani

         Diskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada anak

         Diskusikan tentang alternatif mengurangi atau menyelesaikan masalah

         Ajarkan cara mengurangi atau menyelesaikan masalah

         Beri pujian bila keluarga dapat mengenali penyebab atau mampu membaut alternative

 

3.    Potensial atau sejahtera

Meningkatnya hubungan yang harmonis antar anggota keluarga.

Tujuan : dipertahankanya hubungan yang harmonis.

Intervensi :

         Anjurkan untuk mempertahankan pola komunikasi terbuka pada keluarga

         Diskusikan cara-cara penyelesaian masalah dan beri pujian atas kemampuannya

         Bantu keluarga mengenali kebutuhan anggota keluarga (anak usia sekolah)

         Diskusikan cara memenuhi kebutuhan anggota keluarga tanpa menimbulkan masalah

 

4)   Evaluasi

Evaluasi didasarakan pada tujuan yang hendalk dicapai mengacu pada kriteria hasil

yang telah ditetapkan. Perawat selalu memberi kesempatan pada keluarga untuk menilai

keberhasilannya kemudian arahkan sesuai dengan tugas perkembangan keluarga dibidang

kesehatan.

 

 

 

 

 

B.  Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Remaja

1.      Masa Remaja

Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu

tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku,

dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat

rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang

timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002).

 

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia

maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai

tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk

pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-

18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10

tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah

bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap

menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak

lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir

tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka

menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu

mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.

 

Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun

seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan  bukan sebagai

pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi

oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan

dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan

perubahan pada dimensi-dimensi tersebut.

 

2.    Dimensi Biologis

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi

pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia

mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba

memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi

aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins ataugonadotrophic hormones)

yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu:

1)        Follicle-Stimulating Hormone (FSH)

2)        Luteinizing Hormone (LH).

 

Pada anak perempuan, kedua hormone tersebut merangsang

pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormone kewanitaan. Pada anak

lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating

Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone.

 

Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem

biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa

sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara

mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan

fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka

akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia

remaja.

 

3.    Dimensi Kognitif

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli

perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan

operasi formal (period of formal operations).

 

Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha

memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja

berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak

alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir

secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi

seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan

memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri.

Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk

ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan

kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan

lingkungan sekitar mereka.

 

Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat

banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap

perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap

perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan

masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini

bisa saja diakibatkan system pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan

metode belajarmengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan

cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang

cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki

keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya.

Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya

saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk

menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.

 

4.    Dimensi Moral

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai

fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri

mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian

tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan

mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi

menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka

selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada

dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih

banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama

ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya

“kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat

bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain.

Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa

dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.

 

Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang

karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka

percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu

mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan

inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau

otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak

diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik.

 

Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan

korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi

tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai

dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak

menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai

yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika

orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika

lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.

 

 

Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternative jawaban

dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan

memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh

dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak

dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan

mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi

berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan

dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai

menajam.

 

5.    Dimensi Psikologis

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati)

bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi

dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit

untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa

memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood(swing) yang drastis pada

para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau

kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat,

hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri,

pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri

mereka (self-awareness).

 

Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa

orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau

mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri

mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri

mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan

dan ketenaran. Remaja putrid akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya

orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan

membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia

16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering

dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain

tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun

dipikirkannya.

 

Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi

tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk

menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.

 

Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali

mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering

dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat

jangka pendek atau jangka panjang.

 

Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka,

akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu

bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat

dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jatidiri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh

dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan.

Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana

menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara

akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh

para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu.

 

Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja. Dari beberapa

dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang telah dijelaskan diatas maka

terdapat kemungkinan – kemungkinan perilaku yang bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya

adalah perilaku yang mengundang resiko dan berdampak negative pada remaja. Perilaku yang

mengundang resiko pada masa remaja misalnya seperti penggunaan alcohol, tembakau dan

zat lainnya; aktivitas social yang berganti-ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya

seperti balapan, selancar udara, dan layang gantung (Kaplan dan Sadock, 1997).

 

Alasan perilaku yang mengundang resiko adalah bermacam-macam dan berhubungan

dengan dinamika fobia balik ( conterphobic dynamic), rasa takut dianggap tidak cakap, perlu

untuk menegaskan identitas maskulin dan dinamika kelompok seperti tekanan teman sebaya.

 

6.    Remaja Dan Rokok

Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing.

Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain

pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun orang – orang

disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak

negatif bagi tubuh penghisapnya.

 

Beberapa motivasi yang melatarbelakangi seseorang merokok adalah untuk mendapat

pengakuan (anticipatory beliefs), untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs), dan

menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma ( permissive beliefs/ fasilitative)

(Joewana, 2004). Hal ini sejalan dengan kegiatan merokok yang dilakukan oleh remaja yang

biasanya dilakukan didepan orang lain, terutama dilakukan di depan kelompoknya karena

mereka sangat tertarik kepada kelompok sebayanyaatau dengan kata lain terikat dengan

kelompoknya.

 

Penyebab Remaja Merokok

1)      Pengaruh Orangtua

Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari

rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-

anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok

dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer &

Corado dalam Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294).

2)      Pengaruh teman.

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar

kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta

tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-

temannya atau bahkan temanteman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut

yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat

87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula

dengan remaja non perokok (Al Bachri, 1991).

 

3)      Faktor Kepribadian.

Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa

sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang

bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial.

Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi

pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Atkinson,1999).

 

4)      Pengaruh Iklan.

Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok

adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk

mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO,

tahun IX,1991).

 

7.    Penyimpangan Seks Pada Remaja

Kita telah ketahui bahwa kebebasan bergaul remaja sangatlah diperlukan agar mereka

tidak "kuper" dan "jomblo" yang biasanya jadi anak mama. "Banyak teman maka banyak

pengetahuan". Namun tidak semua teman kita sejalan dengan apa yang kita inginkan.

Mungkin mereka suka hura-hura, suka dengan yang berbau pornografi, dan tentu saja ada

yang bersikap terpuji. benar agar kita tidak terjerumus ke pergaulan bebas yang menyesatkan.

Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang

di dalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat

berpengaruh terhadap pembentukan diri remaja itu sendiri. Masa remaja dapat dicirikan

dengan banyaknya rasa ingin tahu pada diri seseorang dalam berbagai hal, tidak terkecuali

bidang seks.

 

Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, organ reproduksipun mengalami

perkembangan dan pada akhirnya akan mengalami kematangan. Kematangan organ

reproduksi dan perkembangan psikologis remaja yang mulai menyukai lawan jenisnya serta

arus media informasi baik elektronik maupun non elektronik akan sangat berpengaruh

terhadap perilaku seksual individu remaja tersebut.

 

Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal

kematangan organ reproduksi pada remaja adalah masalah kehamilan yang terjadi pada

remaja diluar pernikahan. Apalagi apabila Kehamilan tersebut terjadi pada usia sekolah.

Siswi yang mengalami kehamilan biasanya mendapatkan respon dari dua pihak. Pertama

yaitu dari pihak sekolah, biasanya jika terjadi kehamilan pada siswi, maka yang sampai saat

ini terjadi adalah sekolah meresponya dengan sangat buruk dan berujung dengan

dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah. Kedua yaitu dari lingkungan di mana siswi

tersebut tinggal, lingkungan akan cenderung mencemooh dan mengucilkan siswi tersebut.

Hal tersebut terjadi jika karena masih kuatnya nilai norma kehidupan masyarakat kita.

 

Kehamilan remaja adalah isu yang saat ini mendapat perhatian pemerintah. Karena

masalah kehamilan remaja tidak hanya membebani remaja sebagai individu dan bayi mereka

namun juga mempengaruhi secara luas pada seluruh strata di masyarakat dan juga

membebani sumber-sumber kesejahteraan. Namun, alasan-alasannya tidak sepenuhnya

dimengerti. Beberapa sebab kehamilan termasuk rendahnya pengetahuan tentang keluarga

berencana, perbedaan budaya yang menempatkan harga diri remaja di lingkungannya,

perasaan remaja akan ketidakamanan atau impulsifisitas, ketergantungan kebutuhan, dan

keinginan yang sangat untuk mendapatkan kebebasan. Selain masalah kehamilan pada remaja

masalah yang juga sangat menggelisahkan berbagai kalangan dan juga banyak terjadi pada

masa remaja adalah banyaknya remaja yang mengidap HIV/AIDS.

 

Data dan Fakta HIV/AIDS

Dilihat dari jumlah pengidap dan peningkatan jumlahnya dari waktu ke waktu, maka

dewasa ini HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency

Syndrome) sudah dapat dianggap sebagai ancaman hidup bagi masyarakat Indonesia.

Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan sampai Juni 2003 jumlah pengidap HIV/AIDS

atau ODHA (Orang Yang Hidup Dengan HIV/AIDS) di Indonesia adalah 3.647 orang terdiri

dari pengidap HIV 2.559 dan penderita AIDS 1.088 orang. Dari jumlah tersebut, kelompok

usia 15 - 19 berjumlah 151 orang (4,14%); 19-24 berjumlah 930 orang (25,50%). Ini

berarti bahwa jumlah terbanyak penderita HIV/AIDS adalah remaja dan orang muda. Dari

data tersebut, dilaporkan yang sudah meninggal karena AIDS secara umum adalah 394 orang

(Subdit PMS & AIDS, Ditjen PPM & PL, Depkes R.I.).

 

Diperkirakan setiap hari ada 8.219 orang di dunia yang meninggal karena

AIDS, sedangkan di kawasan Asia Pacific mencapai angka1.192orang. Data dan fakta

tersebut belum mencerminkan keadaan yang sebenarnya, melainkan hanya merupakan

"puncak gunung es", artinya, yang kelihatan atau dilaporkan hanya sedikit, sementara yang

tidak kelihatan atau tidak dilaporkan jumlahnya berkali-kali lipat. Para ahli memperkirakan

bahwa jumlah sebenarnya bisa 100 kali lipat.

 

Remaja dan HIV/AIDS

Penularan virus HIV ternyata menyebar sangat cepat di kalangan remaja dan kaum

muda. Penularan HIV di Indonesia terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak

aman, yaitu sebanyak 2.112(58%) kasus. Dari beberapa penelitian terungkap bahwa semakin

lama semakin banyak remaja di bawah usia 18 tahun yang sudah melakukan hubungan seks.

Cara penularan lainnya adalah melalui jarum suntik (pemakaian jarum suntik secara

bergantian pada pemakai narkoba, yaitu sebesar 815 (22,3%) kasus dan melalui transfusi

darah 4 (0,10%) kasus). FKUl-RSCM melaporkan bahwa lebih dari 75% kasus infeksi HIV

di kalangan remaja terjadi di kalangan pengguna narkotika. Jumlah ini merupakan kenaikan

menyolok dibanding beberapa tahun yang lalu.

 

Beberapa penyebab rentannya remaja terhadap HIV/AIDS adalah:

1.    Kurangnya informasi yang benar mengenai perilaku seks yang aman dan

upaya pencegahan yang bisa dilakukan oleh remaja dan kaum muda. Kurangnya informasi ini

disebabkan adanya nilai-nilai agama, budaya, moralitas dan lainlain, sehingga remaja

seringkali tidak memperoleh informasi maupun pelayanan kesehatan reproduksi yang

sesungguhnya dapat membantu remaja terlindung dari berbagai resiko, termasuk penularan

HIV/AIDS.

2.    Perubahan fisik dan emosional pada remaja yang mempengaruhi dorongan seksual.

Kondisi ini mendorong remaja untuk mencari tahu dan mencoba-coba sesuatu yang baru,

termasuk melakukan hubungan seks dan penggunaan narkoba.

3.    Adanya informasi yang menyuguhkan kenikmatan hidup yang diperoleh melalui seks,

alkohol, narkoba, dan sebagainya yang disampaikan melalui berbagai media cetak atau

elektronik.

4.    Adanya tekanan dari teman sebaya untuk melakukan hubungan seks, misalnya untuk

membuktikan bahwa mereka adalah jantan.

5.    Resiko HIV/AIDS sukar dimengerti oleh remaja, karena HIV/AIDS mempunyai periode

inkubasi yang panjang, gejala awalnya tidak segera terlihat.

6.    Informasi mengenai penularan dan pencegahan HIV/AIDS rupanya juga belum cukup

menyebar di kalangan remaja. Banyak remaja masih mempunyai pandangan yang salah

mengenai HIV/AIDS.

7.    Remaja pada umumnya kurang mempunyai akses ke tempat pelayanan kesehatan

reproduksi dibanding orang dewasa. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya remaja yang

terkena HIV/AIDS tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi, kemudian menyebar ke remaja

lain, sehingga sulit dikontrol.

Apa sih HIV dan AIDS?

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Merupakan virus

penyebab AIDS yang melemahka sistem kekebalan tubuh. AIDS adalah singkatan dari

Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan kumpulan dari beberapa gejala

akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV sehingga orang yang

telah terinfeksi HIV mudah diserang berbagai penyakit yang bisa mengancam hidupnya.

 

Perjalanan Infeksi HIV

HIV menular melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian, jarum suntik bekas

pakai, jarum suntik yang tidak steril, melakukan hubungan seks berganti-ganti pasangan, atau

proses penularan dari ibu ke bayi melalui proses : hamil, melahirkan, dan menyusui. Setelah

masuk dan menginfeksi manusia selama 2 minggu sampai 6 bulan ( 3 bulan pada 95% kasus)

merupakan masa antara masuknya HIV ke dalam tubuh sampai terbentuknya antibody

(penangkal penyakit) terhadap HIV atau disebut juga HIV Positif. Pada fase ini HIV

sudah dapat ditularkan kepada orang lain walaupun hasil tes masih negatif. Fase ini disebut

fase jendela. Setelah melalaui fase jendela. Selama 3 – 10 tahun setelah  terinfeksi HIV,

Seseorang yang telah mengidap HIV Positif tidak akan menampakkan gejala, tampak sehat,

dan dapat beraktifitas seperti biasa. Baru setelah 1- 2 tahun kemudian mulai timbul infeksi

opportunistik ( penyakit lain yang muncul karena sistem kekebalan tubuh menurun). Obat

ARV ( Anti RetroViral ) yang diminum pada fase ini dapat menekan pertumbuhan HIV.

Akan tetapi obat ini tidak dapat menghilangkan HIV dari dalam tubuh.

 

HIV tidak menular melalui

a.    Gigitan nyamuk atau serangga lain

b.    Keringat, Sentuhan, Pelukan, ataupun Ciuman

c.    Berenang bersama

d.   Terpapar batuk atau bersin

e.    Berbagi makanan atau menggunakan alat makan bersama

f.     Memakai toilet bergantian

Mengetahui status HIV

Status HIV hanya dapat diketahui melalui Konseling dan Testing HIV Sukarela

           Testing HIV merupakan pengambilan darah dan pemeriksaan laboratorium disertai

konseling pre dan pasca testing HIV

           Konseling dan Testing HIV Sukarela dilakukan dengan prinsip tanpa paksaan, rahasia,

tidak membeda-bedakan serta terjamin kualitasnya

Manfaat Konseling dan Testing HIV Sukarela :

           Mendapat informasi, pelayanan, dan perawatan sesuai kebutuhan masing-masing sedini

mungkin

           Dukungan untuk perubahan perilaku yang lebih sehat dan aman dari penularan HIV

 

Sudah adakah obat untuk HIV?

Obat ARV (Anti Retro Viral) dapat mengendalikan pertumbuhan jumlah HIV dan

meningkatkan daya tahan tubuh untuk memperpanjang usia hidup ODHA ( Orang dengan

HIV dan AIDS).

Obat ARV tidak dapat menyembuhkan Odha karena tidak bisa menghilangkan HIV

dalam tubuh Odha harus minum obat ARV secara rutin pada jam tertentu setiap hari

dan seumur hidup.

Sejak tahun 2007 terdapat 75 rumah sakit rujukan bagi Odha diseluruh Indonesia yang

menyediakan obat ARV

 

8.    Remaja Dan Penyalahgunaan Minuman Keras dan Narkoba

Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN),jumlah kasus penyalahgunaan

Narkoba di Indonesia dari tahun 1998 - 2003 adalah 20.301 orang, di mana 70% diantaranya

berusia antara 15 -19 tahun.

a.    Definisi dan Macam-macam Narkoba

Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya)

adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum,

dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan

perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan

psikologis.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik

sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun

1997).

 

Yang termasuk jenis Narkotika adalah :

1.    Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat,

morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja.

2.    Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran campuran

dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.

3.    Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan

perubahan pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang No. 5/1997). Zat yang

termasuk psikotropika antara lain :

         Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin,

Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic

Alis Diethylamide), dsb.

         Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun

sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat mengganggu

sistim syaraf pusat, seperti: Alkohol.

 

b.   Apakah Alkohol itu?

Alkohol adalah zat penekan susuan syaraf pusat meskipun dalam jumlah kecil mungkin

mempunyai efek stimulasi ringan Bahan psikoaktif yang terdapat dalam alkohol adalah etil

alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi madu, gula sari buah atau umbi umbian. Nama

yangpopuler : minuman keras (miras), kamput, tomi (topi miring), cap tikus, balo dll.

Minuman beralkohol mempunyai kadar yang berbeda-beda, misalnya bir dan sod

alkohol (1-7% alkohol), anggur (10-15% alkohol) dan minuman keras yang biasa disebut

dengan spirit (35-55% alkohol). Konsentrasi alkohol dalam darah dicapai dalam 30 – 90

menit setelah diminum.

 

Dari beberapa penelitian alkohol dapat menyebabkan :

1.    Kecelakaan lalu lintas

2.    Luka bakar

3.    Kasus penganiayaan anak

4.    Bunuh diri

5.    Kecelakaan kerja

 

Di Indonesia penjualan minuman beralkohol di batasi dan yang boleh membeli adalah

mereka yang telah berumur 21 tahun. Beberapa etnik di Indonesia menggunakan minuman

beralkohol pada acara tertentu dalam jumlah yang sedikit. Mereka juga memproduksi

minuman beralkohol dengan nama yang bermacam ragam misalnya : tuak, minuman cap

tikus, ciu dll.

 

c.    Pengaruh Terhadap Tubuh (Fisik dan Mental)

Pengaruh alkohol terhadap tubuh bervariasi, tergantung pada beberapa factor yaitu :

         Jenis dan jumlah alkohol yang dikonsumsi

         Usia, berat badan, dan jenis kelamin

         Makanan yang ada di dalam lambung

         Pengalaman seseorang minum-minuman beralkohol

         Situasi dimana orang minum-minuman beralkohol

 

d.   Pengaruh jangka pendek

Walaupun pengaruh terhadap individu berbeda-beda, terdapat hubungan antara

konsentrasi alkohol di dalam darah (Blood Alkohol Concentration – BAC) dan efeknya.

Euphoria ringan dan stimulasi terhadap perilaku lebih aktif seiring dengan meningkatnya

konsentrasi alkohol di dalam darah. Sayangnya orang banyak beranggapan bahwa

penampilan mereka menjadi lebih baik dan mereka mengabaikan efek buruknya.

 

e.    Resiko intoksikasi (”mabuk”)

Gejala intoksikasi alkohol yang paling umum adalah ”mabuk”, ”teler” sehingga dapat

menyebabkan cedera dan kematian. Penurunan kesadaran seperti koma dapat terjadi pada

keracunan alkohol yang berat demikian juga henti nafas dan kematian.

 

Selain kematian, efek jangka pendek alkohol dapat menyebabkan hilangny

produktifitas kerja (misalnya ”teler, kecelakaan akibat ngebut). Sebagai tambahan, alkohol

dapat menyebabkan perilaku kriminal. 70 % dari narapidana menggunakan alkohol sebelum

melakukan tindak kekerasan dan lebih dari 40 % kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi

oleh alkohol

 

f.     Pengaruh Jangka Panjang

Mengkonsumsi alkohol berlebiha dalam jangka panjang dapat menyebabkan :

      Kerusakan jantung

      Tekanan Darah Tinggi

      Stroke

      Kerusakan hati

      Kanker saluran pencernaan

      Gangguan pencernaan lainnya (misalnya tukak lambung)

      Impotensi dan berkurangnya kesuburan

      Meningkatnya resiko terkena kanker payudara

      Kesulitan tidur

      Kerusakan otak dengan perubahan kepribadian dan suasana perasaan

      Sulit dalam mengingat dan berkonsentrasi

Sebagai tambahan terhadap masalah kesehatan, alkohol juga berdampak terhadap

hubungan sesama, finansial, pekerjaan, dan juga menimbulkan masalah hokum

 

g.    Toleransi dan Ketergantungan

Pengguna alkohol yang terus menerus dapat mengalami toleransi dan ketergantungan.

Toleransi adalah peningkatan penggunaan alkohol dari jumlah yang kecil menjadi lebih besar

untuk mendapatkan pengaruh yang sama. Sedangkan ketergantungan adalah keadaan dimana

alkohol menjadi bagian yang penting dalam kehidupannya, banyak waktu yang terbuang

karena memikirkan (cara mendapatkan, mengkonsumsi dan bagaimana cara berhenti).

Pengguna alkohol akan mengalami kesulitan bagaimana cara menghentikan atau

mengendalikan jumlah alkohol yang dikonsumsi.

 

h.   Gejala Putus Alkohol

Seseorang yang mengalami ketergantungan secara fisik terhadap alkohol akan

mengalami gejala putus alkohol apabila menghentikan atau mengurangi penggunaannya.

Gejala biasanya terjadi mulai 6 – 24 jam setelah minum yang terakhir. Gejala ini dapat

berlangsung selama 5 hari, diantaranya adalah :

      Gemetar

      Mual

      Cemas

      Depresi

      Berkeringat yang banyak

      Nyeri kepala

      Sulit tidur (berlangsung beberapa minggu)

 

Gejala putus alkohol sangat berbahaya. Orang yang minum lebih dari 8 standar minum

perhari dianjurkan untuk berkonsultasi ke dokter (sebelum memutuskan untuk berhenti

minum) untuk mendapatkan terapi medis guna mencegah komplikasi

 

 

 

 

 

i.      Sedangkan berdasarkan efeknya, narkoba bisa dibedakan menjadi tiga:

1.    Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional

tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tak

sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa mengakibatkan kematian. Jenis narkoba depresan

antara lain opioda, dan berbagai turunannya seperti morphin dan heroin. Contoh yang

popular sekarang adalah Putaw.

2.    Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Jenis

stimulan: Kafein, Kokain, Amphetamin. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah Shabu-

shabu dan Ekstasi.

3.    Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau mengakibatkan

halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan

psilocybin dari jamur-jamuran. Selain itu ada jugayang diramu di laboratorium seperti LSD.

Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau ganja.

 

j.     Penyalahgunaan Narkoba

Kebanyakan zat dalam narkoba sebenarnya digunakan untuk pengobatan dan

penelitian. Tetapi karena berbagai alasan –mulai dari keinginan untuk dicoba-coba, ikut

trend/gaya, lambing status social, ingin melupakan persoalan dll. maka narkoba kemudian

disalahgunakan. Penggunaan terus menerus dan berlanjut akan menyebabkan ketergantungan

atau dependensi yang disebut juga dengan kecanduan. Tingkatan penyalahgunaan biasanya

sebagai berikut:

1)      coba-coba;

2)      senang-senang;

3)      menggunakan pada saat atau keadaan tertentu;

4)      penyalahgunaan;

5)      ketergantungan.

 

 

 

 

k.   Dampak Penyalahgunaan Narkoba

Bila narkoba digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah

ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan mengakibatkan

gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP)

dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal.

Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung pada jenis narkoba

yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak

kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial seseorang.

 

Dampak Fisik:

1.    Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan

kesadaran, kerusakan syaraf tepi.

2.    Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot

jantung, gangguan peredaran darah.

3.    Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim.

4.    Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran

bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.

5.    Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat,

pengecilan hati dan sulit tidur.

6.    Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti:

penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan

fungsi seksual.

7.    Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan

periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).

8.    Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara

bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga

saat ini belum ada obatnya.

9.    Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi

narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan

kematian.

 

Dampak Psikis:

1.    Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah

2.    Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga

3.    Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal

4.    Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan

5.    Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri

 

Dampak Sosiai:

1.    Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan

2.    Merepotkan dan menjadi beban keluarga

3.    Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram

 

Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan

mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak

mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat

untuk mengkonsumsi (bahasa gaulnya sugest). Gejata fisik dan psikologis ini juga berkaitan

dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah,

manipulatif, dll.

 

l.      Bahaya Narkoba Bagi Remaja

Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa

dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk

perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa anak-anak dan

remaja rusak karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah masa depannya.

 

 

Pada masa remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya

hidup, serta bersenang-senang besar sekali. Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar

saja, tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba.

Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok

usia remaja.

 

Masalah menjadi lebih gawat lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular

dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba

melalui jarum suntik secara bergantian. Bangsa ini akan kehilangan remaja yang sangat

banyak akibat penyalahgunaan narkoba dan merebaknya HIV/AIDS. Kehilangan remaja

sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa.

 

10.     Menangani Masalah yang Terjadi pada Remaja

Selain ketiga masalah psikososial yang sering terjadi pada remaja seperti yang

disebutkan dan dibahas diatas terdapat pula masalah masalah lain pada remaja seperti

tawuran, kenakalan remaja, kecemasan, menarik diri, kesulitan belajar, depresi dll.

Semua masalah tersebut perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat

remaja merupakan calon penerus generasi bangsa. Ditangan remaja lah masa depan bangsa

ini digantungkan. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah

semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain :

Peran Orangtua :

1.    Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita

2.    Membekali anak dengan dasar moral dan agama

3.    Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua – anak

4.    Menjalin kerjasama yang baik dengan guru

5.    Menjai tokoh panutan bagi anak baik dalam perilaku maupun dalam hal menjaga

lingkungan yang sehat

6.    Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak

7.    Hindarkan anak dari NAPZA

Peran Guru :

1.    Bersahabat dengan siswa

2.    Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman

3.    Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler

4.    Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga

5.    Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP

6.    Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas

7.    Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain

8.    Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempat

9.    Mewaspadai adanya provokator

10.                        Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah

11.                        Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat

dalah hal fisik, mental, spiritual dan social

12.                        Meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA

 

Peran Pemerintah dan masyarakat :

1.    Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti

2.    Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga

dan bermain

3.    Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas

4.    Memberikan keteladanan

5.    Menanggulangi NAPZA, dengan menerapkan peraturan dan hukumnya secara tegas

6.    Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan

 

Peran Media :

1.    Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)

2.    Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)

3.    Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas biaya khusus

untuk remaja

 Bunuh diri

Depresi, penyalahgunaan obat-obatan atau alkohol dan agresi bisa menjadi tanda-tanda

remaja ingin melakukan bunuh diri. Remaja seperti ini dapat menjadi tidak tertarik pada

kegiatan biasanya, menarik diri dari keluarga dan teman-teman, tidur atau makan lebih atau

kurang dari biasanya, mengeluh tentang sakit dan nyeri, kehilangan minat di sekolah dan

biasanya banyak berbicara tentang bunuh diri lebih sering dari biasanya.

 

 Depresi

Mood jelek dan kemarahan bisa menimpa remaja mana pun. Bila terjadi dalam waktu

panjang, perilaku atau perubahan suasana hati tersebut bisa menyebabkan remaja mengalami

depresi.

Jika tidak diobati, depresi dapat menyebabkan masalah di sekolah dan rumah,

penyalahgunaan obat, alkohol atau kecanduan internet, gangguan makan, kecelakaan diri,

kekerasan atau perilaku berbahaya, bahkan yang lebih buruk bunuh diri.

Gejala bisa berupa kesedihan luar biasa, putus asa, rasa bersalah, gelisah, merasa tidak

berharga, sulit berkonsentrasi, menarik diri dari lingkungan, kehilangan minat dalam

aktivitas, jarang menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman, makan atau tidur

terlalu banyak atau terlalu sedikit, banyak menangis, atau bahkan melarikan diri dari rumah.

 

 Gangguan makan

Remaja perempuan biasanya terobsesi memiliki tubuh yang sempurna hingga akhirnya

berbagai cara dilakukan bahkan hingga akhirnya menyebabkan gangguan makan seperti

anorexia nervosa, bulimia nervosa atau binge eating disorder.

Remaja yang anoreksia akan makan sangat sedikit, karena khawatir menjadi gemuk dan

mengalami masalah kesehatan jangka panjang seperti penurunan berat badan yang parah,

penghentian siklus menstruasi, pertumbuhan terhambat, kulit sangat kering dan rambut

rontok. Remaja dengan gangguan makan mungkin merasa kesepian, malu, cemas dan depresi,

serta memiliki citra diri yang sangat rendah.

 

11.    Asuhan Keperawatan pada Klien Usia Remaja

a.    Pengkajian

1)   Pengkajian yang berhubungan dengan Keluarga

      Identitas

      Riwayat & tahap perkmbangan keluarga

      Lingkungan

      Struktur keluarga

      Fungsi keluarga

      Penyebab masalah keluarga dan koping yang dilakukan keluarga

 

2)   Pengkajian yang berhubungan dengan anak

      Status kesehatan sekarang dan masa lalu

      Pola persepsi pemeliharaan kesehatan

      Pola aktivitas dan latihan

      Pola nutrisi

      Pola eliminasi

      Pola istirahat

      Pola kognitif persepsual

      Pola toleransi stress/koping

      Pola seksualitas dan reproduksi

      Pola peran dan hubungan

      Pola nilai dan kenyakinan

      Penampilan umum

      Perilaku selama wawancara

      Pola komunikasi & Pola asuh orang tua

      Kemampuan interaksi

      Stresor jangka pendek & jangka panjang

 

b.   Masalah keperawatan yang mungkin muncul ;

1)        Koping individu tidak efektif

2)        Perilaku destruktif

3)        Depresi

4)        Nutrisi kurang/lebih

5)        Resiko terjadi cedera

6)        Resiko terjadi penyimpangan seksual

7)        Kurang perawatan diri

8)        Distress spiritual

9)        Resiko penyalahgunaan obat

10)    Potensial peningkatan kebugaran fisik

11)    Potensial peningkatan aktualitasi diri.

12)    Konflik keluarga

13)    Gangguan citra tubuh

 

c.    Intervensi Keperawatan

Resiko Tinggi Konflik keluarga (hubungan keluarga tidak harmonis berhubungan dengan

ketidakmampuan mengenal masalah yang terjadi pada remaja.

Perencanaan.

1)        Diskusikan faktor penyebab

2)        Diskusikan tugas perkembangan keluarga

3)        Diskusikan tugas perkembangan anak yang harus di jalani

4)        Diskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada remaja

5)        Diskusikan tentang alternatif mengurangi atau menyelesaikan masalah

6)        Ajarkan cara mengurangi atau menyelesaikan masalah

7)        Berikan pujian bila keluarga dapat mengenali penyebab atau mampu membuat alternatif

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Anak usia sekolah disebut sebagai masa akhir anak-anak sejak usia 6 tahun. Anak

merupakan individu tersendiri yang bertumbuh dan berkembang secara unik dan tidak dapat

diulang setelah usianya bertambah. Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21

tahun dan belum pernah kawin (menikah) (UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak).

 

Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu

tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku,

dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat

rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang

timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002).

 

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia

maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai

tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk

pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-

18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10

tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah

bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap

menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak

lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir

tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka

menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu

mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.

 

 

B.     Saran

Usia sekolah dan remaja merupakan suatu masa yang penting untuk bersikap mandiri dan

dewasa. Perlu peran perawat yang baik di sini, agar pertumbuhan remaja menjadi lebih sehat,

cerdas, dan memiliki masa depan yang cemerlang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

      http://ikhwanramadansiregar.blogspot.com/2011/06/masalah-yang-sering-terjadi-pada-

para.html

      http://ayam65.wordpress.com/2008/06/16/askep-remaja-2/

      http://luviony.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-pada-remaja-dengan.html

      http://yuudi.blogspot.com/2011/05/asuhan-keperawatan-keluarga-dengan-anak.html

      http://komunitasradit.blogspot.com/2009/11/asuhan-keperawatan-pada-kelompok-

khusus.html

      Green, S. D, Thomas, J. D. (2008). Interdisciplinary collaboration and the electronic

medical record, Journal Pediatric Nursing, vol. 34 pp. 225-228, diperoleh

melalui http://proquest.umi.com/pqdweb