aspek psikologis keluarga pada pasien dengan kondisi vegetative state

Upload: oktaviano-satria-p

Post on 09-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bhp

TRANSCRIPT

Aspek Psikologis keluarga pada pasien dengan kondisi vegetative statePada kondisi pasien dengan vegetative state dimana sangat membutuhkan tahap perawatan secara total, maka membutuhkan dukungan keluarga yang sangat besar, namun keluarga yang merawat juga memerlukan adaptasi dengan kondisi tersebut dan mampu berdamai dengan proses yang sulit. Keluarga pasien pada kondisi vegetative state adalah seseorang yang membutuhkan perawatan, seringkali keluarga diabaikan, padahal mereka merupakan bagian yang penting dalam kesuksesan perawatan dirumah (Mc.Adam & Punthillo, 2009).Kondisi vegetative state membutuhkan perawatan secara total dan berlangsung lama, sehinggakeluarga pasien diharapkan mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut. Menurut Dyk & Sutherland (1998), keluarga memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dalam merawat keluarganya yang berada pada fase terminal, sesuai dengan teori Calista Roy (Tomey & Aligood, 2006) yang menyatakan bahwa penyakit kritis mengakibatkan gangguan dalam hidup, gangguan tersebut membutuhkan proses kompensatori yang menghasilkan adaptasi terhadap kejadian tersebut, adaptasi dapat secara positif atau negatif, sempurna atau tidak sempurna tergantung kejadian selama periode kritis berlangsung, keluarga harus mampu beradaptasi terhadap setiap perubahan pasien.Proses adaptasi dan respon keluarga dalam melakukan pendampingan perawatan pada pasien vegetative state akan mempengaruhi keluarga secara kegiatan sehari-hari baik secara psikis ataupun psiokologis. Menurut Titler (2006), kondisi keluarga pasien menampilkan karakteristik : mudah tersinggung, emosi yang labil, ketakutan dan kecemasan. Keadaan tersebut dapat mengganggu hubungan dan perubahan peran dalam keluarga.Gregonio (2005) menyelidiki 76 keluarga yang anggota keluarganya mengalami kondisi vegetative state, mereka menunjukkan > 50% keluarga mengalami depresi, hipokondria, bunuh diri, kelemasan dan keemasan. Selain itu juga keluarga mengalami kesedihan, ketakutan, kepenatan, ketidakpastian, perasaan bersalah karena adanya perubahan dalam hubungan keluarga, konflik peran keluarga, dan hilangnya komunikasi dengan anggota keluarga.Yu-Ying Tang (2002) menyebutkan bahwa karakteristik keluarga juga mempengaruhi pengalaman yang mereka rasakan : usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, status pekerjaan, hubungan dengan pasien, masalah yang dihadapi, lama perawatan, dan status fungsi pasien.

Menurut Davidson (2009), kecemasan lebih tinggi terjadi pada anggota keluarga perempuan yang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan keluarga, dan yang sering terjadi adalah kecemaan situasional, suatu kecemasan yang erat hubungannya dengan kebutuhan pasien pada saat itu.