aspek etika dan hukum dalam pengelolaan informasi kesehatan pasien hiv

10
ASPEK ETIKA DAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN INFORMASI KESEHATAN PASIEN HIV AIDS June 30, 2010 at 4:03 pm (Aspek Hukum Rekam Medis ) Penyakit HIV AIDS merupakan isu etik manajemen informasi kesehatan yang sensitif. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian dapat menimbulkan AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kondisi medis berupa kumpulan tanda dan gejala yang diakibatkan oleh menurunnya atau hilangnya kekebalan tubuh karena terinfeksi HIV, sering berwujud infeksi yang bersifat ikutan (oportunistik) dan belum ditemukan vaksin serta obat penyembuhannnya. Kewajiban etik yang utama dari professional MIK maupun tenaga kesehatan adalah melindungi privasi dan kerahasiaan pasien dan melindungi hak-hak pasien dengan menjaga kerahasiaan rekam medis pasien HIV AIDS. Kaidah turunan moral bagi tenaga kesehatan adalah privacy, confidentiality, fidelity dan veracity. Privacy berarti menghormati hak privacy pasien, confidentialty berarti kewajiban menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia, fidelity berarti kesetiaan, dan veracity berarti menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Menurut Permenkes RI No. 269 tentang rekam medis pasal 10 , hal yang harus diperhatikan bagi profesional MIK dalam pengelolaan informasi pasien adalah : Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpina sarana pelayanan kesehatan Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal : Untuk kepentingan kesehatan pasien; Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum

Upload: fujimeister

Post on 28-Jun-2015

811 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASPEK ETIKA DAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN INFORMASI KESEHATAN PASIEN HIV

ASPEK ETIKA DAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN INFORMASI KESEHATAN PASIEN HIV   AIDS

June 30, 2010 at 4:03 pm (Aspek Hukum Rekam Medis)

Penyakit HIV AIDS merupakan isu etik manajemen informasi kesehatan yang sensitif. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian dapat menimbulkan AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kondisi medis berupa kumpulan tanda dan gejala yang diakibatkan oleh menurunnya atau hilangnya kekebalan tubuh karena terinfeksi HIV, sering berwujud infeksi  yang bersifat  ikutan (oportunistik) dan belum ditemukan vaksin serta obat penyembuhannnya.

Kewajiban etik yang utama dari professional MIK maupun tenaga kesehatan  adalah melindungi privasi dan kerahasiaan pasien dan melindungi hak-hak pasien dengan menjaga kerahasiaan rekam medis pasien HIV AIDS. Kaidah turunan moral bagi tenaga kesehatan adalah privacy, confidentiality, fidelity dan veracity. Privacy berarti menghormati hak privacy pasien, confidentialty berarti kewajiban menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia, fidelity berarti kesetiaan, dan veracity berarti menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran.

Menurut Permenkes RI No. 269 tentang rekam medis pasal 10 , hal yang harus diperhatikan bagi profesional MIK dalam pengelolaan informasi pasien adalah :Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpina sarana pelayanan kesehatanInformasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal :Untuk kepentingan kesehatan pasien;Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum

perintah pengadilan;Permintaan dan / atau persetujuan pasien sendiri;Permintaan institusi atau lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan;Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak      menyebutkan identitas pasien.

Pengelolaan informasi pasien HIV AIDS di tempat kerja juga diatur Menurut Kepmenaker No. KEP. 68/MEN/IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS :

Pasal 6

Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan kegiatan lainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekam medis.

Dalam kaitannya aspek hukum kerahasiaan pasien HIV AIDS , kode etik administrator perekam medis dan informasi kesehtan ( PORMIKI, 2006) adalah :

Page 2: ASPEK ETIKA DAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN INFORMASI KESEHATAN PASIEN HIV

Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang terkandung di dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan hak atas informasi pasien yang terkait dengan identittas individu atau social.Administrator informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari kode etik profesi.

Perbuatan / tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah menyebarluaskan informasi yang terkandung dalam laporan rekam medis HIV AIDS yang dapat merusak citra profesi rekam  administrator informasi kesehatan. Disisi lain rumah sakit sebagai institusi tempat dilaksanakannya pelayanan medis, memiliki Kode Etik Rumah Sakit ( Kodersi ) dalam kaitannya manajemen informasi kesehatan :

Pasal 4 : Rumah sakit harus memelihara semua catatan / arsip, baik medik maupun non medik secara baik.

Pasal 9 : Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien

Pasal 10: Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan.

Pasal 11: Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien ( informed consent ) sebelum melakukan tindakan medik.

Selain itu, kerahasiaan rekam medis diatur di dalam UU Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 pasal 47 ayat (2) sebagaimana disebutkan di atas. UU tersebut memang hanya menyebut dokter, dokter gigi dan pimpinan sarana yang wajib menyimpannya sebagai rahasia, namun PP No 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran tetap mewajibkan seluruh tenaga kesehatan dan mereka yang sedang dalam pendidikan di sarana kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran.

PP No 10 tahun 1966

Pasal 3

Yang diwajibkan menyimpan rahasia kedokteran adalahTenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatanMahasiswa kedokteran , murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.

Dokter wajib menyimpan rahasia medis pasien. Hal ini berdasarkan KODEKI maupun kode etik petugas kesehatan Pasal 13 :

Page 3: ASPEK ETIKA DAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN INFORMASI KESEHATAN PASIEN HIV

‘”Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuninya tentang seorang penderita bahkan juga setelah meninggal dunia.

Pelanggaran mengenai ketentuan wajib simpan rahasia kedokteran dapat dipidana dengan pasal 322 KUHP :

Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah.

Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan jabatan adalah untuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena terbongkarnya status kesehatan.

Menurut Declaration on the Rights of the Patients yang dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sbb:Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi medis, diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lain yang sifatnya pribadi,

harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat pasien

mungkin mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan mengenai resiko kesehatan mereka.Informasi rahasia hanya boleh dibeberkan jika pasien memberikan ijin secara eksplisit atau memang bisa dapat diberikan secara hukum kepada penyedia layanan kesehatan lain hanya sebatas “apa yang harus diketahui” kecuali pasien telah mengijinkan secara eksplisit.Semua data pasien harus dilindungi. Perlindungan terhadap data harus sesuai selama penyimpanan. Substansi manusia dimana data dapat diturunkan juga harus dilindungi.

Dalam kasus dimana pasien tidak kompeten dalam membuat keputusan medis, orang lain harus diberi informasi mengenai pasien tersebut agar dapat mewakili pasien tersebut dalam membuat keputusan. Dokter secara rutin menginformasikan kepada anggota keluarga pasien yang sudah meninggal tentang penyebab kematian. Pembeberan terhadap kerahasiaan ini dibenarkan namun harus tetap dijaga seminimal mungkin, dan bagi siapa yang mendapatkan informasi rahasia tersebut harus dipastikan sadar untuk tidak mengatakannya lebih jauh lagi dari pada yang diperlukan untuk kebaikan pasien. Jika mungkin pasien harus diberitahu bahwa telah terjadi pembeberan.

Alasan lain yang dapat diterima terhadap pembeberan kerahasiaan adalah untuk memenuhi tuntutan hukum. Jika dokter dibujuk untuk memenuhi tuntutan hukum untuk membuka informasi medis

“…dokter harus melihat secara hati-hati dan kritis terhadap dengan pasien perlunya semua permintaan hukum untuk pembeberan kerahasiaan dan dari pasien. Contohnya bagi memastikan bahwa hal tersebut benar sebelum melakukannya.” terlebih dahulu meminta ijin pasien sebelum yang berwenang dipanggil. Hal ini akan lebih baik jika memang akan ada intervensi lebih jauh.

Page 4: ASPEK ETIKA DAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN INFORMASI KESEHATAN PASIEN HIV

Terhadap kerahasiaan yang diminta oleh hukum, dokter mempunyai tugas etik untuk membagi informasi dengan orang yang mungkin berada dalam bahaya karena pasien tersebut. Dua keadaan dimana hal ini dapat terjadi adalah saat pasien mengatakan kepada psikiater bahwa dia berniat menyakiti orang lain dan saat dokter yakin bahwa pasien yang dihadapinya HIV Positif namun tetap meneruskan hubungan seks yang tidak aman dengan pasangannya atau dengan orang lain.

Tuntutan terhadap pembeberan kerahasiaan yang tidak diminta oleh hukum namun harus tetap

dilakukan adalah saat dimana akan ada bahaya yang diyakini mengancam, serius dan tidak terbalikkan, tidak terhindarkan, kecuali dengan membeberkan informasi yang sebenarnya tidak boleh dibeberkan.

Dalam kasus pasien HIV positif pembeberan informai kepada pasangan atau partner seksnya saat itu bukanlah sesuatu yang tidak etis, dan bahkan dibenarkan jika pasien tidak bersedia menginformasikannya kepada orang (orang-orang) tersebut bahwa dia (mereka) dalam resiko. Pembenaran dari pembeberan informasi haruslah berdasar: partner beresiko terinfeksi HIV namun tidak mengetahui kemungkinan terinfeksi; pasien menolak memberi tahu pasangan seksnya; pasien menolak bantuan dokter untuk melakukannya; dan dokter telah mengatakan kepada pasien untuk memberitahu pasangannya. Dokter harus mengungkapkan status penderita HIV pada anak, orangtua, pengasuh atau pasien itu sendiri. Perlu dilakukan konseling untuk mengatasi efek psikologis dan efek medis dari penyakit, termasuk didalamnya diskusi antara pasien dan konselor.Pasien harus melaporkan dan mengungkapkan mengenai penyakitnya baik kepada keluarga, teman, dan lainnya.

Dalam kaitannya dengan pengungkapan informasi HIV AIDS terdapat 3 masalah etik, yaitu ;1. Pelanggaran prinsip kebutuhan untuk mengetahui ( need-to-know principle ).2. Penyalahgunaan surat persetujuan atau otorisasi yang tidak tertentu ( blanket authorization).3. Pelanggaran privasi yang terjadi sebagai akibat dari prosedur pengungkapan sekunder ( secondary release ).

Rekam medis bersifat rahasia. Pelepasan informasi pasien menular maupun HIV AIDS dapat diberikan dengan tetap memperhatikan tujuan maupun kegunaan dari pelepasan informasi tersebut. Hal ini sesuai dengan UU Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 memberikan peluang pengungkapan informasi kesehatan secara terbatas, yaitu dalam pasal 48 ayat (2):1. untuk kepentingan kesehatan pasien2. untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum3. permintaan pasien sendiri4. berdasarkan ketentuan undang-undang

Alasan lain yang diperbolehkan untuk membuka rahasia kedokteran adalah ( Dewi, 2008 Hal 257 ):1. Keadaan memaksa

Page 5: ASPEK ETIKA DAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN INFORMASI KESEHATAN PASIEN HIV

Hal ini diatur di dalam pasal 48 KUHP : Siapapun tak terpidana jika melakukan tindakan karena didorong oleh keadaan terpaksa.Keadaan ini dapat pula disebut ” overmatch” yang oleh Prof. Moeliono terdapat dua pengertian ;

Absolute Overmatch

Seseorang dikatakan di dalam keadaan terpaksa apabila ia dihadapkan kepada kekerasan untuk tekanan jasmani atau rohani sedemikian, hingga ia kehilangan kehendak untuk melakukan suatu hal lain daripada satu-satunya tindak pidana yang merupakan pelanggaran hukum.

Nisbi Overmatch

Keadaan memaksa timbul karena adanya tekanan rohani sehingga yang bersangkutan berbuat suatu hal yang pasti tidak akan diperbuatnya, jika keadaan terpaksa atau darurat tersebut tidak ada.1. Perintah Jabatan

Pasal 170 KUHP memberikan batasan terkait dengan perintah jabatan sebagai berikut :

1. ” Mereka yang karena pekerjaannya, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka”.2. ”Hakim menentukan sah atau tidaknya alasan untuk permintaan tersebut, maka pengadilan negeri yang memutuskan apakah alasan yang dikemukakan saksi atau saksi ahli untuk tidak berbicara iti, layak dan dapat diterima atau tidak”,3. Ketentuan Undang-Undang

Pengecualian terhadap wajib simpan rahasia kedokteran juga berlak pada kondisi –kondisi darurat seperti wabah dan bencana alam, kaitannya dalam masalah ini adalah wabah penyakit HIV AIDS. Seorang dokter maupun petugas kesehatan tidak boleh membiarkan bencana terjadi tanpa penanganan yang semestinya hal ini diatur dalam UU No 6 Tahun 1962 tentang wabah. Undang-undang ini mewajibkan dokter dan petugs kesehatan lainnya untuk segera melaporkan kondisi-kondisi luar biasa karena wabah penyakit dan penyebarannya, sehingga segera bisa ditanggulangi.

Hal lain yang merupakan pengecualian wajib simpan rahasia kedokteran adalah ;1. Jika ada persetujuan dari pasien untuk dibuka informasi tersebut2. Jika dilakukan komunikasi dokter lain atau perawatlain dari pasien tersebut3. Jika informasi tersebut tidak tergolong ke dalam informasi yang sifatnta rahasia4. Tujuan dari komunukasi adlah pengobatan.

Sementara itu dokter dan petugas medis diperkenankan mebuka rahasia pasiennya secara terbatas kepada pihak tertentu asal memenuhi 3 syarat ( Dewi, 2008 Hal 264 ):1. Syarat keterbatasan para pihak yang relevan saja. Misalnya kepada suami / Istri, pengadilan, pihak yang mungkin akan ketularan atau terpapar penyakit tersebut.2. Syarat keterbatasan informasi, yakni hanya dibuka sejauh yang diperlukan saja.

Page 6: ASPEK ETIKA DAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN INFORMASI KESEHATAN PASIEN HIV

3. Syarat keterbatasan persyaratan, yakni hanya dibuka informasi jika ada persyaratan-persyaratan tertentu saja seperti misalnya :Ada resiko penularan penyakitSecara medis informasi tersebut layak dibuka ( Fuady dalam Dewi, 2008 :264 )

Sedangkan pasal 12 Permenkes 749a menyatakan bahwa:

pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien dengan ijin tertulis pasien.

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat memaparkan isi rekam medis tanpa seijin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Oleh karena pasien adalah pemilik ”isi rekam medis”, maka sarana kesehatan dapat menyerahkan dengan lebih tidak ragu-ragu, yaitu dapat dalam bentuk fotokopi rekam medis ataupun dalam bentuk surat keterangan yang memuat resume perjalanan penyakit dan perawatannya selama di sarana kesehatan tersebut. Rekam medis asli hanya dapat dibawa keluar sarana kesehatan atas perintah pengadilan. Sedangkan kepada pihak ketiga, setelah memperoleh persetujuan pasien, informasi yang disampaikan harus memenuhi prinsip ”need to know”, yaitu minimal tapi mencukupi, relevan dan akurat.

Di bidang keamanan rekam medis, Permenkes No 749a/MENKES/ PER/XII/1989 menyatakan dalam pasal 13, bahwa pimpinan sarana kesehatan bertanggungjawab atas (a) hilangnya, rusaknya, atau pemalsuan rekam medis, (b) penggunaan oleh orang / Badan yang tidak  berhak.

Menurut dr. Tonang Sebenarnyalah secara yuridis tidak berhak membuka/mengetahui medical-record. itu hak pasien dan/atau keluarga terdekatnya yang memiliki kuasa. Rekam medis bisa dibuka / diketahui bila :1. Pasien/keluarga memberikan kuasa kepada saya secara tertulis2. Saya adalah bagian dari Tim dokter yang merawat pasien tersebut, atau mendapatkan kuasa dari dokter / RS yang merawatnya untuk suatu tujuan tertentu yang rasional dan layak dipertanggung jawabkan (termasuk untuk urusan pendidikan, penelitian dan kepentingan managerial RS).3. Karena perintah pengadilan, saya ditugasi menjadi saksi ahli Dengan semakin banyaknya pengidap AIDS yang hidup dalam jangka waktu yang lebih lama, semakin banyak pula ditemukan kasus-kasus di pengadilan yang berkaitan dengan AIDS.

Kepercayaan merupakan standar legal dan etis dari kerahasiaan dimana profesi kesehatan harus menjaganya. Tanpa pemahaman bahwa pembeberan tersebut akan selalu dijaga kerahasiaannya, pasien mungkin akan menahan informasi pribadi yang dapat mempersulit dokter dalam usahanya memberikan intervensi efektif atau dalam mencapai tujuan kesehatan publiktertentu.

Ada banyak kesulitan yang timbul didalam menjaga kerahasiaan informasi pasien yang sensitif HIV AIDS terutama pada masyarakat Timur yang memiliki kecenderungan untuk berbagi informasi. Namun dengan sosialiasi dan penanganan yang baik petugas kesehatan dan medis

Page 7: ASPEK ETIKA DAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN INFORMASI KESEHATAN PASIEN HIV

diharapkan dapat memberikan pengertian terutama pada mereka yang tingkat pendidikannya rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Alexandra I, 2008. Etika dan Hukum Kesehatan, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher

Hatta, Gemala R, 2008. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana Pelayanan Kesehatan, Jakarta : UI Press.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan  No. 269 / MENKES/ PER/III  Tahun 2008 tentang Rekam Medis.

Republik Indonesia, Undang – Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: KEP. 68 / MEN/IV/2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/ AIDS di Tempat Kerja

______________, 2006. Panduan Etika Medis, Yogyakarta : TIM Penerjemah PSKI FK UMY

http://www. tonang.staff.uns.ac.id