asma desty
DESCRIPTION
jTRANSCRIPT
PORTOFOLIO
ASMA BRONKIALE
Presentan
Dr. Destya Nora
Pendamping
Dr. Christiawaty
PROGRAM DOKTER INTERNSIP
RSUD EMBUNG FATIMAH
2015
Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta : dr. Destya Nora
No. ID dan Nama Peserta: RSUD Embung Fatimah
Topik : Asma bronkiale
Tanggal Kasus : 26-12-2014
Nama Pasien : Ny. R Nomor RM :
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Christiawaty
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Ibu 40 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 2 jam sebelum masuk rumah
sakit
Tujuan : Mengidentifikasi penyebab, perjalanan penyakit, gejala, diagnosis dan tata
laksana dari diare akut dehidrasi ringan
Bahan
Bahasan :
Tinjauan
Pustaka
Riset Kasus Audit
Cara
Membahas :
Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
Data
Pasien
Nama : Ny. R No. Reg:
Nama Klinik : RSUD Embung Fatimah Telp : (0778) 364119 Terdaftar sejak :
Data Utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
- Pasien sesak sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit
- Sesak dirasakan terus menerus tidak mempengaruhi aktifitas
- Batuk pilek sejak 2 hari
- Keluhan seperti ini sering dirasakan bila batuk pilek dan perubahan iklim yang drastis
- dalam 1 bulan bisa berulang 2-3 kali
2. Riwayat Pengobatan : terahir berobat 2 minggu yang lalu
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : pasien mengeluhkan sesak seperti ini 2 minggu yang
lalu
4. Riwayat keluarga : tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit saat ini
5. Riwayat Pekerjaan : Guru SD
6. Riwayat Lingkungan Sosial dan Fisik : -
Lain-lain:
Status Generalisata :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tensi : 130 / 90 mmHg
Nadi : 88 x/mnt
Nafas : 28 x/mnt
Suhu : 37 0C
Status Lokalis untuk dugaan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding :
Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik
Kepala : Bentuk simetris, rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokhor, diameter pupil
2 mm, refleks cahaya +/+, mata cekung -/-
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Dada :
Paru I : normochest, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada tidak ada
Pa : fremitus kiri = kanan
Pe : sonor
A : napas vesikuler, Rh -/-, Wh +/+
Jantung I : Iktus tidak terlihat
Pa : Iktus teraba 2 jari medial ICS V
Pe : batas jantung dalam batas normal
A : Bunyi jantung reg, irama teratur, bising tidak ada
Abdomen I : tidak membuncit
A : Bising Usus (+) Normal
Pa : supel, turgor kulit baik, Nyeri tekan epigastrium ( + )
Pe : timpani
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik ( CRT ) <2” / <2”
Diagnosis Kerja : Asma bronkiale persisten ringan
Pemeriksaan Penunjang :
Tidak dilakukan
Daftar Pustaka :
1. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.
2. O’Byrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006.
3. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2004
4. John M. Weiler, Sergio Bonini, Robert Coifman, Timothy Craig, Luı´s Delgado, Miguel Capa o-Filipe. Asthma & Immunology Work Group Report : Exercise-induced asthma. Iowa City, Iowa, Rome and Siena, Italy, Millville, NJ, Hershey, Pa, Porto, Portugal, and Colorado Springs, Colo : American Academy of Allergy : 2007
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis asma bronkiale
2. Identifikasi etiologi dari asma bronkiale
3. Mekanisme perjalanan penyakit asma bronkiale
4. Penanganan asma bronkiale di Rumah Sakit.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
Subjektif :
- Pasien sesak sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit
- Sesak dirasakan terus menerus tidak mempengaruhi aktifitas
- Batuk pilek sejak 2 hari
- Keluhan seperti ini sering dirasakan bila batuk pilek dan perubahan iklim yang drastis
- dalam 1 bulan bisa berulang 2-3 kali
Objektif :
Status Generalisata :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tensi : 130 / 90 mmHg
Nadi : 88 x/mnt
Nafas : 28 x/mnt
Suhu : 37 0C
Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik
Kepala : Bentuk simetris, rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, pupil isokhor, diameter pupil 2
mm, refleks cahaya +/+, mata cekung -/-
Mulut : Mukosa mulut dan bibir tidak tampak kering
Dada :
Paru I : normochest, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada tidak ada
Pa : fremitus kiri = kanan
Pe : sonor
A : napas vesikuler, Rh -/-, Wh +/+
Jantung I : Iktus tidak terlihat
Pa : Iktus teraba 2 jari medial ICS V
Pe : batas jantung dalam batas normal
A : Bunyi jantung reg, irama teratur, bising tidak ada
Abdomen I : tidak membuncit
A : Bising Usus (+) Normal
Pa : supel, turgor kulit baik
Pe : timpani
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik ( CRT ) <2” / <2”
Assesment :
A. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, yang menimbulkan gejala
episodik berulang dan mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.(American
Academy of Allergy : 2007)
Definisi asma menurut WHO pada tahun 1975, yaitu keadaan kronik yang ditandai
oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap
stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang.(Kartasasmita
CB ; 2008). Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan
inflamasi kronis salura n nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil,
dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi
berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala tersebut biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas namun
bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan. Inflamasi tersebut juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas
terhadap berbagai rangsangan.(Nataprawira HMD ; 2008)
B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah
diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis
(hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan
hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Gambar 1 : tipe asma
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
(seperti pada gambar 1)
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan
spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
http://doctorology.net/wp-content/uploads/2009/03/tipe-asma.jpg
Gambar 1 : tipe asma
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga,
spora jamur, bakteri dan polusi)
Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Manifestasi Klinis
Riwayat penyakit/gejala :
- Bersifat episodik,seringkali reveribel dengan atau tanpa pengobatan
- Gejala berupa batuk,sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
- Gejala/timbul/memburuk terutama malam/dini hari
- Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
- Respons terhadap pemberian bronkodilator
D. Patofisiologi
1 Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang diprovokasi
mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi seperti histamin, triptase, prostaglandin
D2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh
saraf aferen lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang
ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia kronik dari otot polos,
pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Namun,dapat juga timbul
pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi sekret yang banyak, tebal dan lengket
pengendapan protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.(
Pusponegoro HD : 2005)
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh penyempitan
saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon trakeobronkial. Salah satu
mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas adalah kecenderungan untuk
bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudian
dapat menimbulkan hiperinflasi toraks. (Gambar 4) Perubahan ini meningkatkan kerja
pernafasan agar tetap dapat mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan
rendahnya compliance pada kedua paru. Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot
diafragma dan interkostal, secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya
menjadi tidak optimal . Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan
timbulnya kelelahan dan gagal nafas.(Pusponegoro HD : 2005)
Gambar 4. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik
Sumber : ADAM ; 2007
2 Hiperaktivitas saluran respiratori
Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang menyebabkan
penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun dapat berhubungan
dengan perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi sekunder serta berpengaruh terhadap
kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafas
yang terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut. (Pusponegoro HD ; 2005)
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian
histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunan Forced
Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat
dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease
(COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun
adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti
histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel
lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.(Pusponegoro HD ;
2005)
3 Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini
disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot
polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat
bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos
dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.(Pusponegoro
HD ; 2005)
Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui hipotesis
pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas mengalami kekakuan
bila dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang merupakan
fase terlambat, dan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang menetap atau persisten.
Kekakuan dari daya kontraksi, yang timbul sekunder terhadap inflamasi saluran nafas,
kemudian menyebabkan timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoil
elastis.(Pusponegoro HD ; 2005)
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan protein
kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi, sama
seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan inflamasi ini dapat
memberikan efek ke otot polos secara langsung ataupun sekunder terhadap geometri saluran
nafas.(Pusponegoro HD ; 2005)
4 Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran
nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma
kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu
ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten
pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.
(Pusponegoro HD ; 2005)
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatan
volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketan dari
sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat juga penumpukan
sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan
DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis.(Pusponegoro HD ; 2005)
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu mekanisme
terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan mekanisme patofisologi
hingga terjadi sekresi sel granulasi. Degranulasi sel Goblet yang dicetuskan oleh stimulus
lingkungan, diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan neuropeptidase lokal atau aktivitas
jalur refleks kolinergik. Kemungkinan besar yang lebih penting adalah degranulasi yang
diprovokasi oleh mediator inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil
elastase, kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease.(Pusponegoro
HD ; 2005)
5 Keterbatasan aliran udara ireversibel
Penebalan saluran nafas, yang merupakan karakteristik asma, terjadi pada bagian
kartilago dan membranosa dari saluran nafas, juga terjadi perubahan pada elastik dan
hilangnya hubungan antara saluran nafas dengan parenkim di sekitarnya, penebalan dinding
saluran nafas, ini menjelaskan mekanisme timbulnya penyempitan saluran nafas yang gagal
untuk kembali normal dan terjadi terus menerus. Kekakuan otot polos menyebabkan aliran
udara pernafasan terhambat hingga menjadi ireversibel.(Medical Communications
Resources, Inc ; 2006)
6 Eksaserbasi
Faktor yang dapat mencetuskan sehingga terjadi eksaserbasi dan yang dapat
menyebabkan bronkokonstriksi, seperti udara dingin, kabut, olahraga. Stimulus yang dapat
menyebabkan inflamasi saluran nafas seperti pemaparan alergen, virus saluran nafas.
Olahraga dan hiperventilasi pernafasan dengan keadaan udara dingin dan kering
menyebabkan bronkokonstriksi dan pelepasan sel lokal dan mediator inflamasi seperti
histamin, leukotrien yang dapat menstimulasi otot polos. Stimulus yang hanya menyebabkan
bronkokonstriksi tidak akan memperburuk respon bronkial yang diakibatkan oleh stimulus
yang lain, sehingga hanya bersifat sementara saja. Eksaserbasi asma dapat timbul selama
beberapa hari. Sebagian besar berhubungan dengan infeksi saluran nafas, yang paling sering
adalah common cold oleh Rhinovirus yang dapat menginduksi respon inflamasi
intrapulmoner. Pada pasien asma, inflamasi terjadi dengan derajat obstruksi yang bervariasi
serta dapat memperberat hipereaktivitas bronkial. Respon inflamasi ini melibatkan aktivasi
dan masuknya eosinofil dan atau neutrofil yang dimediasi oleh pelepasan sitokin atau
kemokin T atau sel epitel bronkial. Selain itu, paparan alergen juga mencetuskan eksaserbasi
pada pasien asma.(Medical Communications Resources, Inc ; 2006)
7 Asma nokturnal
Saat dilakukan biopsi transbronkial, membuktikan adanya akumulasi eosinofil dan
makrofag di alveolus dan jaringan peribronkial pada malam hari dan adanya inflamasi pada
saluran nafas perifer diperkuat dengan bukti bahwa adanya gangguan bila pasien asma tidur
dalam posisi supine.(Medical Communications Resources, Inc ; 2006)
8 Abnormalitas gas darah
Asma hanya mempengaruhi proses pertukaran gas bila serangan berat. Berat
ringannya hpoksemia arteri, dapat menggambarkan beratnya obstruksi saluran nafas yang
terjadi secara tidak merata di seluruh paru. Hipokapnea yang ditemukan pada serangan asma
ringan sampai sedang, dapat dilihat dari usaha bernafas yang lebih. Peningkatan PCO2 arteri
mengindikasikan sedang terjadi obstruksi berat dan ini dapat menghambat pergerakan otot
pernafasan dan usaha bernafas ( keracunan CO2)sehingga dapat timbul gagal nafas dan mati.
(Medical Communications Resources, Inc ; 2006)
E. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah:
1. Pneumothoraks
Keadaan ini dapat menyebabkan paru kolaps yang berujung dengan gagal napas
2. Atelektasis
3. Aspergilosis
4. Gagal napas
5. Bronkhitis
6. Fraktur iga
F. Pemeriksaan Penunjang
Umumya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai
asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi,
sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan
persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal
paru digunakan untuk menilai ;
- Obstruksi jalan napas
- Reversibiliti kelainan faal paru
- Variabiliti faal paru, sebagai peniliaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan napas
Parameter dan metode untuk menilai faal paru adalah pemeriksaan spirometri dan
arus puncak ekspirasi (APE).
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa
(KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar.
Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan
instruksi operator yang jelas dan kooeperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat,
diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas
diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP<75% atau VEP1<80% nilai prediksi.
Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang
lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat
murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan
kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah
digunakan/dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di
rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan
ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.
G. Pemeriksaan Fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmanin dapat normal.
Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling serig ditemukan adalah mengi pada auskultasi.
Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran
objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas, edema dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru
yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja
pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walupun
demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi
biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar biacara,takikardi, hiperniflasi
dan penggunan otot bantu napas.
H. Pencegahan
Menghindari faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma:
Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu
(anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap rokok.
Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian β2 agonist.
Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen
dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari,
asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan
kering, olahraga, menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis,
sinusitis, dan gastroesofageal refluks).
Plan :
Diagnosis : asma bronkiale persisten ringan
Pengobatan :
- Saat di Rumah Sakit :
O2 nasal canul 3L/m
Inhalasi : combivent 1 ampul : flexotide 1 ampul : NaCL 1cc 10 menit
sebanyak 3x jarak 15 menit
- Obat Untuk di Rumah :
Salbutamol 3x2mg
Ambroxol 3x30mg
Ctm 3x4mg
Pendidikan :
- Memberikan edukasi khususnya kepada keluarga mengenai faktor penyebab asma
bronkiale dan penatalaksanaan awal yang tepat.
- Memberikan edukasi tentang pencegahannya
Konsultasi
Konsultasi tidak dilakukan
Rujukan
Saat ini pasien belum perlu dirujuk.