askep hisprung

32
BAB I PENDAHULUAN A; Latar Belakang Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Saraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalo pun ada sedikit sekali. Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya saraf yang dapat mendorong feses keluar dari anus Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan. Penyakit hisprung terjadi 1/5000 kelahiran hidup. Insiden hisprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung. Insiden keseluruhan dari penyakit hisprung 1:5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan (4:1). Biasanya penyakit hisprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. 1

Upload: daniar

Post on 11-Apr-2016

128 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

document

TRANSCRIPT

Page 1: askep hisprung

BAB I

PENDAHULUAN

A; Latar Belakang

Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan

usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Saraf yang

berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada

sama sekali atau kalo pun ada sedikit sekali. Namun yang jelas kelainan ini

akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung sembelit terus

menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya saraf yang dapat mendorong feses

keluar dari anus

Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di

sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi

usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot

tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang

terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak

ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak

memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang

dicerna dan terjadi penyumbatan. Faktor penyebab penyakit hisprung diduga

dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan.

Penyakit hisprung terjadi 1/5000 kelahiran hidup. Insiden hisprung di

Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000

kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat

kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi

dengan penyakit hisprung. Insiden keseluruhan dari penyakit hisprung 1:5000

kelahiran hidup, laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan

(4:1). Biasanya penyakit hisprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada

bayi prematur.

1

Page 2: askep hisprung

Selain pada anak, hisprung ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya

kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir,

muntah berwarna hijau dan konstipasi.

Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui

pemeriksaan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi,

manometri anorektal. Penatalaksanaan medik yang dapat dilakukan adalah

dengan pembedahan dan colosyomi.

B; Tujuan

1; Tujuan Umum

Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada An.P dengan

Diagnosa Medis Hirschprung, diharapkan dapat menambah pengetahuan

perawat dan mampu melakukan penerapan asuhan keperawatan pada

klien dengan penyakit Hirschprung.

2; Tujuan Khusus

Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang :

a Pengkajian keperawatan pada An. P Usia 4 tahun dengan masalah

Hirschprung.

b Diagnosa keperawatan pada An. P Usia 4 tahun dengan masalah

Hirschprung.

c Perencanaan keperawatan pada An. P Usia 4 tahun dengan masalah

Hirschprung.

d Palaksanaan keperawatan pada An. P Usia 4 tahun dengan masalah

Hirschprung.

e Evaluasi keperawatan pada An. P Usia 4 tahun dengan masalah

Hirschprung.

f Faktor penunjang dan penghambat dalam melakukan asuhan

keperawatan An. P Usia 4 tahun dengan masalah Hirschprung.

2

Page 3: askep hisprung

g Pemecahan masalah/solusi asuhan keperawatan pada An. P Usia 4

tahun dengan masalah Hirschprung.

3

Page 4: askep hisprung

BAB II

KONSEP DASAR

A; Pengertian

Hirschsprung adalah suatu kelainan ganglion usus yang dimulai dari

spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan

termasuk anus sampai rectum serta kelainan kongenital dimana tidak

terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon (Aziz,

2006).

Hirschsprung adalah suatu penyumbatan pada usus besar yang terjadi

akibat pergerakan usus yang tidak adequat karena sebagian dari usus besar

tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya (Anonim, 2007).

Hirschsprung adalah tidak adanya sel ganglion dalam rectum dan sebagian

tidak ada didalam kolon. (Suriadi, 2006)

B; Etiologi

1 Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal

eksistensi kranio kaudal pada sub mukosa dinding fleksus.

2 Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak mendorong

bahan-bagan yang dicerna dan terjadi penyumbatan.

3 Kelainan bawaan sering terjadi pada anak sindrom down

4 Tidak adanya ganglion

C; Manifestasi Klinik

1; Masa neonatal

Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir

4

Page 5: askep hisprung

1 Muntah berwarna hijau

2 Tidak mau minum

2; Distensi abdomen

1 Masa bayi dan kanak-kanak

3; Konstipasi

4; Diare berulang

5; Feses berbau khas

6; Gangguan tumbuh kembang

D; Pathway

Penyakit Hirscprung atau megakolon kongenital adalah tidak adanya

sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Hal ini

menimbulkan ketidaknormalan atau tidak adanya peristaltik yang

menyebabkan tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rektum

tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus

terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut,

menyebabkan dilatasi bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu.

Penyakit hirscprung diduga terjadi karena faktor-faktor genetik dan faktor

lingkungan, namun etiologi sebanarnya tidak diketahui. Penyakit hirscprung

dapat muncul pada sembarang usia, walaupun sering terjadi pada neonatus.

Pembentukan anus umumnya terjadi pada usia 4-6 minggu.

Sel ganglion parasimpatik dari pleksus aurbach di kolon tidak ada

5

Page 6: askep hisprung

Peristaltik segmen kolon turun dan mengenai rektum dan kolon kongenital

bagian bawah

Hipertrofi

Distensi kolon bagian proksimal

Distensi abdomen (perut membesar)

E; Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung

1; Radiologi

1; Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian

distal dan dilatasi kolon proksimal.

2; Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai

dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada

bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang

proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit

hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi barium

karena gangguan peristaltik.

2; Laboratorium : Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas kecuali jika

terjadi komplikasi, misal : enterokolitis atau sepsis (leukosit meningkat).

3; Biopsi : Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa

meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung

ganglion ini tidak ditemukan.

4; Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara

mengembangkan balon di dalam rektum)

6

Page 7: askep hisprung

5; Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat

peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.

F; Penatalaksanaan Hirschprung Pembedahan

Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula

dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus

yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-

kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila

beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan

cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang

berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel

umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur

ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke arah bawah dan

menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding

ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon

normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang

aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada

kolon berganglion dengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan

pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih

besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati

penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh.

Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya

anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.

Konservatif

Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui

pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium

dan udara.

7

Page 8: askep hisprung

Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang

terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan

umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling

distal.

G; Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Penyakit Hisprung

1 Pengkajian.

1; Identitas

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan

merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau

bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis

dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki

dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi

sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak

pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).

2; Riwayat Keperawatan.

a Keluhan utama.

Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Gejala

yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih

dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna

hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.

b Riwayat penyakit sekarang.

Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional.

Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan

ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi,

muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama

beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus

akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan

8

Page 9: askep hisprung

diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat

terjadi.

c Riwayat penyakit dahulu.

Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya

penyakit Hirschsprung.

d Riwayat kesehatan keluarga.

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada

anaknya.

e Riwayat kesehatan lingkungan.

Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.

f Imunisasi.

Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit

Hirschsprung.

g Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

Nutrisi.

3; Pemeriksaan fisik.

a Sistem kardiovaskuler.

Tidak ada kelainan.

b Sistem pernapasan.

Sesak napas, distres pernapasan.

c Sistem pencernaan.

Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah

berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik.

Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu

ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau

tinja yang menyemprot.

d Sistem genitourinarius.

e Sistem saraf.

Tidak ada kelainan.

9

Page 10: askep hisprung

f Sistem lokomotor/muskuloskeletal.

Gangguan rasa nyaman.

g .Sistem endokrin.

Tidak ada kelainan.

h Sistem integumen.

Akral hangat.

i Sistem pendengaran.

Tidak ada kelainan.

Pada pengkajian anak dengan penyakit hisprung dapat ditemukan tanda

dan gejala sebagai berikut. Adanya kegagalan mengeluarkan mekonium

dalam waktu 24-28 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau, dan

konstipasi. Pada pengkajian terhadap faktor penyebab penyakit hisprung

diduga dapat terjadi karena faktor genetis dan faktor lingkungan. Penyakit

ini dapat muncul pada semua usia akan tetapi paling sering ditemukan

pada neonatus. Pada perkusi adanya kembung, apabila dilakukan colok

anus, feses akan menyemprot. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan

adanya segmen aganglionosis diantaranya: apabila segmen aganglionosis

mulai dari anus sampai sigmoid, maka termasuk tipe hisprung segmen

pendek dan apabila segmen aganglionosis melebihi sigmoid sampai

seluruh kolon maka termasuk tipe hisprung segmen panjang. Pemeriksaan

biopsi rektal digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.

Pemeriksaan manometri anorektal digunakan untuk mencatat respons

refluks sfingter internal dan eksternal.

2 Diagnosis / Masalah KeperawatanDiagnosis / Masalah Keperawatan

Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak denganDiagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan

penyakit hisprung (megakolon kongenital) antara lain:penyakit hisprung (megakolon kongenital) antara lain:

PrapembedahanPrapembedahan

1; KonstipasiKonstipasi

10

Page 11: askep hisprung

2; Kurang volume cairan dan elektrolitKurang volume cairan dan elektrolit

3; Gangguan kebutuhan nutrisiGangguan kebutuhan nutrisi

PascapembedahanPascapembedahan

1; NyeriNyeri

2; Risiko infeksiRisiko infeksi

3; Risiko komplikasi pascapembedahanRisiko komplikasi pascapembedahan

3 Rencana Tindakan KeperawatanRencana Tindakan Keperawatan

PrapembedahanPrapembedahan

1; KonstipasKonstipas

Terjadinya masalah konstipasi ini dapat disebabkan oleh obtruksi,Terjadinya masalah konstipasi ini dapat disebabkan oleh obtruksi,

tidak adanya ganglion pada usus. Rencana tindakan keperawatan yangtidak adanya ganglion pada usus. Rencana tindakan keperawatan yang

dapat dilakukan adalah mencegah atau mengatasi konstipasi dengandapat dilakukan adalah mencegah atau mengatasi konstipasi dengan

mempertahankan status hidrasi, dengan harapan feses yang keluarmempertahankan status hidrasi, dengan harapan feses yang keluar

menjadi lembek dan tanpa adanya retensimenjadi lembek dan tanpa adanya retensi

Tindakan:Tindakan:

a; Monitor terhadap fungsi usus dan karakteristik feseMonitor terhadap fungsi usus dan karakteristik fesess

b; Berikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontraBerikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontra

indikasi lainindikasi lain

c; Kolaborasi dengan dokter tentang rencana pembedahan:Kolaborasi dengan dokter tentang rencana pembedahan:

Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atauAda dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau

double barrel di mana diharapkan tonus dan ukuran usus yangdouble barrel di mana diharapkan tonus dan ukuran usus yang

dilatasi dan hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam waktudilatasi dan hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam waktu

3-4 bulan. Terdapat tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:3-4 bulan. Terdapat tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:

a; Prosedur duhamel dengan cara penarikan kolon normal keProsedur duhamel dengan cara penarikan kolon normal ke

arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang ususarah bawah dan menganastomosiskannya di belakang usus

aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubungaganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung

aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telahaganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah

ditarik.ditarik.

11

Page 12: askep hisprung

b; Prosedur swenson membuang bagian aganglionik kemudianProsedur swenson membuang bagian aganglionik kemudian

menganastomosiskan end to end pada kolon yang berganglionmenganastomosiskan end to end pada kolon yang berganglion

dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingterdengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter

dilakukan pada bagian posterior.dilakukan pada bagian posterior.

c; Prosedur soave dengan cara membiarkan dinding otot dariProsedur soave dengan cara membiarkan dinding otot dari

segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang besarafsegmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang besaraf

normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannyanormal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya

anastomosis antara kolon normal dan jaringan ototanastomosis antara kolon normal dan jaringan otot

rektosigmoid yang tersisa.rektosigmoid yang tersisa.

2; Kurang Volume Cairan dan ElektrolitKurang Volume Cairan dan Elektrolit

Kekurangan volume cairan dapat disebabkan asupan yang tidakKekurangan volume cairan dapat disebabkan asupan yang tidak

memadai sehingga dapat menimbulkan perubahan status hidrasi sepertimemadai sehingga dapat menimbulkan perubahan status hidrasi seperti

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan membran mukosa,ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan membran mukosa,

produksi, dan berat jenis urine. Maka upaya yang dapat dilakukanproduksi, dan berat jenis urine. Maka upaya yang dapat dilakukan

adalah mempertahankan status cairan tubuh.adalah mempertahankan status cairan tubuh.

Tindakan:Tindakan:

a; Lakukan monitor terhadap status hidrasi dengan cara mengukurLakukan monitor terhadap status hidrasi dengan cara mengukur

asupan dan keluaran cairan tubuh.asupan dan keluaran cairan tubuh.

b; Observasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urine, danObservasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urine, dan

status cairan.status cairan.

c; Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi.Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi.

3; Gangguan Kebutuhan NutrisiGangguan Kebutuhan Nutrisi

Gangguan kebutuhan nutrisi ini dapat timbul dengan adanyaGangguan kebutuhan nutrisi ini dapat timbul dengan adanya

perubahan status nutrisi seperti penurunan berat badan, turgor kulitperubahan status nutrisi seperti penurunan berat badan, turgor kulit

menurun, serta asupan yang kurang, maka untuk mengatasi masalahmenurun, serta asupan yang kurang, maka untuk mengatasi masalah

yang demikian dapat dilakukan dengan mempertahankan status nutrisi.yang demikian dapat dilakukan dengan mempertahankan status nutrisi.

Tindakan:Tindakan:

a; Monitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit, asupan.Monitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit, asupan.

b; Lakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidakLakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak

12

Page 13: askep hisprung

memungkinkan.memungkinkan.

c; Timbang berat badan setiap hari.Timbang berat badan setiap hari.

d; Lakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein, danLakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein, dan

tinggi sisa.tinggi sisa.

4; Risiko Cedera (Injuri)Risiko Cedera (Injuri)

Masalah ini dapat ditimbulkan akibat komplikasi yang ditimbulkanMasalah ini dapat ditimbulkan akibat komplikasi yang ditimbulkan

oleh penyakit hisprung seperti gawat pernafasan ajut dan enterokolitis.oleh penyakit hisprung seperti gawat pernafasan ajut dan enterokolitis.

Untuk mengatasi cedera atau injuri yang dapat disebabkan adanyaUntuk mengatasi cedera atau injuri yang dapat disebabkan adanya

komplikasi maka dapat dilakukan pemantauan dengankomplikasi maka dapat dilakukan pemantauan dengan

mempertahankan status kesehatan.mempertahankan status kesehatan.

Tindakan:Tindakan:

a; Pantau tanda vital setiap 2 jam (kalau perlu).Pantau tanda vital setiap 2 jam (kalau perlu).

b; Observasi tanda adanya perforasi usus seperti muntah,Observasi tanda adanya perforasi usus seperti muntah,

meningkatnya nyeri tekan, distensi abdomen, iritabilitas, gawatmeningkatnya nyeri tekan, distensi abdomen, iritabilitas, gawat

pernafasan, tanda adanya enterokolitis.pernafasan, tanda adanya enterokolitis.

c; Lakukan pengukuran lingkar abdomen setiap 4 jam untukLakukan pengukuran lingkar abdomen setiap 4 jam untuk

mengetahui adanya distensi abdomen.mengetahui adanya distensi abdomen.

Pascapembedahan Pascapembedahan

1; NyeriNyeri

Masalah nyeri yang dijumpai pada pascapembedahan ini dapatMasalah nyeri yang dijumpai pada pascapembedahan ini dapat

disebabkan karena efek dari insisi, hal ini dapat ditunjukan dengandisebabkan karena efek dari insisi, hal ini dapat ditunjukan dengan

adanya tanda nyeri seperti ekspresi perasaan nyeri, perubahan tandaadanya tanda nyeri seperti ekspresi perasaan nyeri, perubahan tanda

vital, pembatasan aktivitas.vital, pembatasan aktivitas.

Tindakan:Tindakan:

a; Lakukan observasi atau monitoring tanda skala nyeri.Lakukan observasi atau monitoring tanda skala nyeri.

b; Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggungLakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung

(back rub), sentuhan.(back rub), sentuhan.

c; Pertahankan posisi yang nyaman bagi pasien.Pertahankan posisi yang nyaman bagi pasien.

d; Kolaborasi dalam pemberian analgesik apabila dimungkinkan.Kolaborasi dalam pemberian analgesik apabila dimungkinkan.

13

Page 14: askep hisprung

2; Risiko InfeksiRisiko Infeksi

Risiko infeksi pascapembedahan dapat disebabkan oleh dadanyaRisiko infeksi pascapembedahan dapat disebabkan oleh dadanya

mikroorganisme yang masuk melalui insisi daerah pembedahan, ataumikroorganisme yang masuk melalui insisi daerah pembedahan, atau

kurang pengetahuan pasien dalam penatalaksanaan terapeutikkurang pengetahuan pasien dalam penatalaksanaan terapeutik

pascapembedahan.pascapembedahan.

Tindakan:Tindakan:

a; Monitor tempat insisi.Monitor tempat insisi.

b; Ganti popok yang kering untuk menghindari konstaminasi feses.Ganti popok yang kering untuk menghindari konstaminasi feses.

c; Lakukan keperawatan pada kolostomi atau perianal.Lakukan keperawatan pada kolostomi atau perianal.

d; Kolaborasi pemberian antibiotik dalam penatalaksanaanKolaborasi pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan

pengobatan terhadap mikroorganisme.pengobatan terhadap mikroorganisme.

3; Risiko Komplikasi PascapembedahanRisiko Komplikasi Pascapembedahan

Risiko komplikasi pascapembedahan pada penyakit hisprung iniRisiko komplikasi pascapembedahan pada penyakit hisprung ini

seperti adanya striktur ani, adanya perforasi, obstruksi usus,seperti adanya striktur ani, adanya perforasi, obstruksi usus,

kebocoran, dan lain-lain. Rencana yang dapat dilakukan adalahkebocoran, dan lain-lain. Rencana yang dapat dilakukan adalah

mempertahankan status pascapembedahan agar lebih baik dan tidakmempertahankan status pascapembedahan agar lebih baik dan tidak

terjadi komplikasi lebih lanjut.terjadi komplikasi lebih lanjut.

Tindakan:Tindakan:

a; Monitor tanda adanya komplikasi seperti: obstruksi usus karenaMonitor tanda adanya komplikasi seperti: obstruksi usus karena

perlengketan, volvulus, kebocoran pada anastomosis, sepsis,perlengketan, volvulus, kebocoran pada anastomosis, sepsis,

fistula, enterokolitis, frekuensi defekasi, konstipasi, pendarahanfistula, enterokolitis, frekuensi defekasi, konstipasi, pendarahan

dan lain-lain.dan lain-lain.

b; Monitor peristaltik usus.Monitor peristaltik usus.

c; Monitor tanda vital dan adanya distensi abdomen untukMonitor tanda vital dan adanya distensi abdomen untuk

mempertahankan kepatenan pemasangan naso gastrik.mempertahankan kepatenan pemasangan naso gastrik.

14

Page 15: askep hisprung

BAB III

Tinjauan Kasus

Dalam bab ini menguraikan data-data yang telah didapatkan saat dilakukan

pengkajian dan pelaksanaan asuahan keperawatan yang diberikan kepada pasien An.

P Usia 4 Tahun Dengan Masalah Hirschprung Di Gedung Teratai Lantai III Selatan

Ruang 301 RSUP Fatmawati di Gedung Teratai Lantai 3 utara RSUP Fatmawati

Jakarta Selatan

A; Gambaran Kasus

An. P, usia 4 tahun, tanggal lahir Bogor, 22 Juli 2011, pasien belum Sekolah,

jenis kelamin pasien laki-laki, agama pasien islam, suku bangsa sunda, bahasa

yang digunakan Indonesia, alamat rumah pasien Jl. Babakan desa gombang no.

02 RT 02 RW 04 rumping kabupaten bogor, jawa barat. Pasien datang dengan

keluhan tidak bisa BAB sejak 10 hari SMRS. Keluhan tersebut disertai dengan

15

Page 16: askep hisprung

perut yang membesar, terlihat kembung dan kencang sejak 7 hari SMRS, pasien

juga muntah hijau 3 hari SMRS. Pasien BAB 1 minggu hanya sekali jika diberi

dulcolac. Orang tua menyadari perut yang membesar sudah 1 tahun SMRS,

pasien memang sulit BAB sejak 1 tahun SMRS, pasien lahir normal dan

mempunyai riwayat BAB normal 1-2 tahun.

Dari hasil pemeriksaan umum pasien TTV : Suhu: 38,6oC, Nadi : 115 x/ menit,

Pernafasan: 24 x/ menit, Tekanan darah: 100/60 mmHg, kesadaran : Compos

Mentis, lingkar kepala : 48 cm, lingkar dada: 52 cm, lingkar perut: 59 cm, lingkar

lengan atas: 11 cm, mukosa bibir kering, dan pasien tampak pucat.

Hasil pemeriksaan penunjang 1; Hasil radiologi ( 24 agustus 2015 ) : Kesan : Jantung dan paru dalam batas

normal2; Hasil laboraturium patologi tanggal

Tanggal 25 agustus 2015

Pemeriksaan Metode Hasil Satuan Nilai rujukan Hematologi

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

VER/HER

/KHER/RDW

VER

HER

KHER

Automatic

Automatic

Automatic

Automatic

Automatic

Automatic

Automatic

Automatic

11,5

37

12,6

523

4,97

73,5

23,2

31,5

g/dl

%

Ribu/ul

Ribu/ul

Juta/ul

Fl

Pg

g/dl

10,8-15,6

35-43

5,5-15,5

217-497

3,7-5,7

73-101

23-31

26-34

16

Page 17: askep hisprung

RDW

Hemotasis

APTT

Kontrol APTT

PT

Kontrol PT

INR

Fungsi hati

SGOT

SGPT

Fungsi ginjal

Ureum darah

Kreatinin darah

Gula darah sewaktu

Elektrolit darah

Natrium (darah)

Kalium (darah)

Klorida (darah)

Albumin

Golongan darah

Automatic

Mekanik

Mekanik

Mekanik

IFCC, 37’C

IFCC, 37’C

Urease

Jaffe no deprot

Hexokinase

ISE

ISE

ISE

BCG

14,0

26,7

30,7

13,5

13,6

0,99

27

6

15

0,2

56

133

3,66

101

3,10

%

Detik

Detik

Detik

Detik

u/l

u/l

mg/dl

mg/dl

mg/dl

mmol/l

mmol/l

mmol/l

g/dl

11,5-14,5

28,6-35,8

12,1-14,5

0-34

0-40

0-48

0,0-0,9

60-100

135-147

3,10-5,10

95-100

3,40-4,8

17

Page 18: askep hisprung

Aglutination A/RH +

B; Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi

Dari data hasil pengkajian diatas penulis mengangkat diagnosa

keperawatan yang ditemukan pada tanggal 26 Agustus 2015 dan

mengimplementasikan tindakan mulai tanggal 26 Agustus 2015, yaitu:

Pre operasi

1; Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake tidak adekuat dan tidak adekuatnya penyerapan di usus halus

ditandai dengan Data Subjektif ibu pasien mengatakan napsu makan pasien

menurun, ibu pasien mengatakan pasien muntah berwarna hijau 3 hari

sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan pasien mengalami

penurunan berat badan 3kg dari 12,5 kg menjadi 9,5 kg. Data Objektif

mukosa bibir pasien kering, TTV: TD : 100/60 mmHg, N : 115x/m, RR :

24x/m, S : 38,50C, LILA 11 cm, BB : 9,5 kg TB : 87 cm, IMT : 12,6, pasien

terpasang NGT dialirkan produksi ada berwarna hijau, pasien dipuasakan,

pasien rewel. Tujuan kebutuhan nutrisi pasien teratasi setalah dilakukan

tindakkan keperawatan 3x24 jam. Kriteria Hasil napsu makan pasien

membaik, perut pasien sudah tidak kembung, pasien sudah tidak muntah,

pasien sudah tidak terpasang NGT, mukosa bibir pasien lembab, IMT : 18,5

kg/m2-25 kg/m2, tidak mengalami penurunan berat badan, turgor kulit elastis.

Intervensi timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi, kaji

konjungtiva, turgor kulit, kelembaban kulit, dan kekuatan otot, motivasi

keluarga untuk memberikan makanan sedikit tapi sering, lakukan pemberianakukan pemberian

nutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkinkannutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkinkan, m, monitor hasil

laboratorium, kolaborasi dengan ahli gizi (pemberian nutrisi dengan tinggipemberian nutrisi dengan tinggi

kalori, tinggi protein, dan tinggi sisa).kalori, tinggi protein, dan tinggi sisa). Implementasi Implementasi menmenimbang berat badan

setiap hari atau sesuai indikasi, mengkaji konjungtiva, turgor kulit,

18

Page 19: askep hisprung

kelembaban kulit, dan kekuatan otot, , melakukan pemberian nutrisiakukan pemberian nutrisi

parenteral apabila secara oral tidak memungkinkanparenteral apabila secara oral tidak memungkinkan, mem, memonitor hasil

laboratorium. Evaluasi dari evaluasi tanggal 28 Agustus 2015 S :-, O : TTV:

R: TD : 90/60 mmHg, N : 10 x/m, S : 36,0oC, RR : 22 x/m, kesadaran umum

sakit sedang, kesadaran compos mentis, turgor kulit elastis, kelembapan

baik, mukosa bibir kering, pasien terpasang NGT dialirkan produkasi ada

warna hijau, pasien masih dipuasakan A : Gangguan kebutuhan nutrisi :

Kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi P : timbang BB pasien/ 3 hari,

ukur produksi NGT, kaji tanda-tanda kurang gizi, berikan nutrisi parenteral

Aminofusin pedriatik 100cc/24 jam

2; Nyeri akut berhubungan dengan refleks spasme otot sekunder akibat

gangguan viseral usus, ditandai dengan Data Subjektif ibu pasien

mengatakan pasien belum BAB sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit,

ibu pasien mengatakan perut pasien membesar dan kencang sejak 7 hari

sebelum masuk rumah sakit. Data Objektif TTV : TD : 100/60mmHg, N :

115x/m, RR : 24x/m, S : 38,50C, pasein rewel, perut pasien membesar dan

kencang, pasien belum BAB sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, skala

nyeri 5. Tujuan gangguan rasa aman nyaman : Nyeri pasien teratasi setelah

dilakukan tindakkan keperawatan 1x24 jam. Kriteria Hasil pasien sudah

tidak rewel, skala nyeri pasien berkurang menjadi 1-2, perut pasien sudah

tidak kembung dan kencang, pasien sudah dapat BAB. Intervensi selidiki

laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan karakteristiknya

(dangkal, tajam, konstan), pertahankan posisi semi-fowler sesuai indikasi,

berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, nafas dalam,

latihan relaksasi, lakukan pemberian obat analgetik. Implementasi mengkaji

nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan karakteristiknya

(dangkal, tajam, konstan), mempertahankan posisi semi-fowler sesuai

19

Page 20: askep hisprung

indikasi, memberikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, nafas

dalam, latihan relaksasi, melakukan pemberian obat analgetik. Evaluasi dari

evaluasi tanggal 28 Agustus 2015 S : -, O : melakukan TTV: R: TD : 90/60

mmHg, N : 102 x/m, S : 37,0oC, RR : 22 x/m skala nyeri 3, pasien tampak

lebih tenang, perut pasien membesar dan kembung, pasien sudah BAB 1x,

A : Gangguan rasa aman nyaman : Nyeri belum teratasi, P : observasi skala

nyeri, observasi TTV, anjurkan untuk relaksasi napas dalam dan distraksi,

bila nyeri bertambah kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.

3; Gangguan eliminasi fekal : Konstipasi berhubungan dengan penurunan gerak

peristaltik, ditandai dengan Data Subjektif ibu pasien mengatakan pasien

tidak dapat BAB sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien

mengatakan pasien sulit BAB sejak 1 tahun, ibu pasien mengatakan perut

pasien membesar dan terkencang sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit,

ibu pasien mengatakan pasien BAB hanya 1 kali seminggu dengan

menggunakan obat Dulcolak. Data Objektif TTV :TD : 100/60 mmHg, N :

115x/m, RR : 24x/m, S : 38,50C, perut pasien kembung, perut pasien

membesar (lingkar perut 59 cm), pasien belum BAB sejak 10 hari sebelum

masuk rumah sakit. Tujuan gangguan eliminasi fekal : Konstipasi pasien

teratasi setelah dilakukan tindakkan keperawatan 3x24 jam, ditandai dengan

Kriteria Hasil pasien sudah dapat BAB, perut pasien sudah tidak kembung,

perut pasien sudah tidak kencang. Intervensi kaji pola eliminasi fekal pasien,

monitor terhadap fungsi usus dan karakteristik feses, berikan spoling dengan

air garam fisiologis bila tidak ada kontra indikasi lain, kolaborasi dengan

dokter tentang rencana pembedahan. Implementasi mengkaji pola eliminasi

fekal pasien, mengkaji dan mencatat fungsi usus dan karakteristik feses,

memberikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontra

indikasi lain, berkolaborasi dengan dokter tentang rencana pembedahan.

Evaluasi S : -, O : TTV : R: TD : 90/60 mmHg, N : 102 x/m, S : 37,4oC,

20

Page 21: askep hisprung

RR : 23 x/m, pasien sudah BAB 1x dan banyak, perut pasien membesar dan

kembung, A : gangguan eliminasi fekal belum teratasi, P : observasi BAB

pasien, lakukan spooling pagi sore, bila feses tidak keluar lakukan kolaborasi

dengan dokter untuk pemberian obat pencahar, lakukan kolaborasi dengan

dokter dengan tindakkan pembedahan.

4; Resiko infeksi berhubungan dengan feses yang menumpuk pada usus

ditandai dengan Data Subjektif-, Data Objektif :TTV TD : 100/60 mmHg, N

: 115x/m, RR : 24x/m, S : 38,50C, perut pasien kembung, perut pasien

membesar (lingkar perut 59 cm), pasien belum BAB sejak 10 hari sebelum

masuk rumah sakit, hasil lab: Leukosit 12,6 ribu/ul. Tujuan : resiko infeki

tidak menjadi masalah yang aktual setelah dilakukan tindakkan keperawatan

3x24 jam ditandai dengan Kriteria Hasil : tidak ditemukan tanda tanda

infeksi, TTV, TD : 90/60, N : 60-110x/m, RR : 20-40x/m, S : 36,50C-37,50C,

pasien sudah dapat BAB secara normal, tidak terjadi peningkatan leukosit

(5,5 ribu/ul- 15,5 ribu/ul). Intervensi Observasi TTV tiap shift, observasi

BAB pasien, observasi tanda-tanda infeksi, lakukan kompres air hangat bila

suhu lebih dari 37,50C, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

antibiotik. Implementasi mengobservasi TTV tiap shift, mengobservasi

BAB pasien, mengobservasi tanda-tanda infeksi, melakukan kompres air

hangat bila suhu lebih dari 37,50C, berkolaborasi dengan dokter dalam

pemberian antibiotik. Evaluasi S : -, O :TTV TD : 90/60 mmHg , N : 102

x/m, S : 37,4oC, RR : 23 x/m, pasien sudah BAB 1x, perut pasien membesar,

dan kembung, lingkar perut 59 cm, A : Resiko infeksi tidak belum teratasi,

P : observasi TTV, observasi tanda-tanda infeksi, observasi BAB, berikan

terapi antibiotik sesuai program, kolaborasi dalam tindakkan pembedahan.

Post operasi

1; Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan Data

Subjektif ibu pasien mengatakan anaknya rewel setelah operasi Data

21

Page 22: askep hisprung

Objektif TTV TD : 90/60 mmHg, N : 110x/m, RR : 23x/m, S : 37,50C,

pasein rewel, terdapat luka post operasi on colostomy terbalut oleh kasa,

skala nyeri 3, pasien post operasi hari ke 3, post rawat HCU. Tujuan nyeri

pasien teratasi setelah dilakukan tindakkan keperawatan 1x24 jam. Kriteria

Hasil pasien sudah tidak rewel, skala nyeri pasien berkurang menjadi 1-2,

luka operasi kering dan tidak ada rembesan, produksi stoma ada, TTV : TD :

90/60, N : 60-110x/m, RR : 20-40x/m, S : 36,50C-37,50C. Intervensi

Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan

karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan), pertahankan posisi semi-fowler

sesuai indikasi, berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung,

nafas dalam, latihan relaksasi, lakukan pemberian obat analgetik.

Implementasi Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0-

10) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan), pertahankan posisi semi-

fowler sesuai indikasi, berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan

punggung, nafas dalam, latihan relaksasi, lakukan pemberian obat analgetik.

Evaluasi S :-, O : TTV R: TD : 90/60 mmHg, N : 98 x/m, S : 36,0 oC

RR : 20 x/m, skala nyeri 2, karakteristik nyeri hilang timbul, pasien sudah

tidak rewel, A : Nyeri akut teratasi, P : Intervensi dihentikan, pasien rencana

pulang.

2; Resiko infeksi berhubungan dengan tindakkan invasif ditandai dengan Data

Subjektif -, Data Objektif TTV TD : 90/70 mmHg, N : 112x/m, RR : 24x/m,

S : 370C, pasien post operasi on colostomy hari ke 3, post rawat HCU,

terdapat luka operasi tertutup kasa, rembes tidak ada, hasil lab: Leukosit 11,9

ribu/ul. Tujuan resiko infeki tidak menjadi masalah yang aktual setelah

dilakukan tindakkan keperawatan 3x24 jam ditandai dengan Kriteria Hasil

tidak ditemukan tanda tanda infeksi pada luka operasi dan daerah sekitar

luka operasi, TTV TD : 90/60, N : 60-110x/m, RR : 20-40x/m, S : 36,50C-

37,50C, tidak ditemukan tanda-tanda iritasi pada sekitar stoma, tidak terjadi

peningkatan leukosit (5,5 ribu/ul- 15,5 ribu/ul). Intervensi observasi TTV

22

Page 23: askep hisprung

tiap shift, observasi tanda-tanda infeksi pada luka post operasi, daerah

sekitar luka post operasi, lakukan perawatan luka dengan prinsip steril,

lakukan perawatan kantong kolostomi jika kantong rembes, lakukan

penggantian kantong, lakukan edukasi kepada keluarga mengenai perawatan

stoma dan kantong kolostomi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

antibiotik. Implementasi mengobservasi TTV tiap shift, mengobservasi

tanda-tanda infeksi pada luka post operasi, daerah sekitar luka post operasi,

melakukan perawatan luka dengan prinsip steril, melakukan perawatan

kantong kolostomi jika kantong rembes, melakukan penggantian kantong,

melakukan edukasi kepada keluarga mengenai perawatan stoma dan kantong

kolostomi, berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.

Evaluasi S : -, O : TTV R: TD : 90/60 mmHg, N : 98 x/m, S : 36,0 oC, RR :

20 x/m, tidak ditemukan tanda tanda infeksi disekitar luka operasi, tidak

ditemukan tanda-tanda iritasi disekitar stoma, A : Resiko infeksi tidak

menjadi masalah yang aktual, P : edukasi kembali ibu pasien mengenai

perawatan kantong kolostomi dirumah

23

Page 24: askep hisprung

BAB IV

Pembahasan

Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan yang ditemukan

antara asuhan keperawatan yang ditemukan pada teori dengan masalah asuhan

keperawatan yang ditemukan pada pasien An. P Usia 4 Tahun Dengan Masalah

Hirschprung Di Gedung Teratai Lantai III Selatan Ruang 301 RSUP Fatmawati di

Gedung Teratai Lantai 3 utara RSUP Fatmawati Jakarta Selatan.

A; Pengkajian

Dalam teori penyebab terjadinya Hirschprung adalah kegagalan sel neural pada

masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kranio kaudal pada sub

mukosa dinding fleksus, segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik

tidak mendorong bahan-bagan yang dicerna dan terjadi penyumbatan, kelainan

bawaan sering terjadi pada anak sindrom down, tidak adanya ganglion.

Pada kasus An. P disebabkan karna tidak adanya ganglion sejak usia 3 tahun,

pasien mempunyai riwayat BAB normal pada usia 1 sampai 2 tahun. Sejak 1

tahun SMRS perut pasien membesar, 7 hari SMRS orang tua pasien mengatakan

24

Page 25: askep hisprung

perut anaknya kembung dan terlihat kencang, 3 hari SMRS pasien muntah

berwarna hijau, pasien belum BAB selama 10 hari SMRS, dan pasien selama ini

BAB 1 minggu sekali jika diberi dulcolac.

Perbandingan hasil pengkajian dengan teori yang didapat :

Pada saat pengkajian keluhan utama pasien adalah pasien tidak bisa BAB sejak

10 hari SMRS. Keluhan tersebut disertai dengan perut yang membesar, terlihat

kembung dan kencang sejak 7 hari SMRS, pasien juga muntah hijau 3 hari

SMRS. Pasien BAB 1 minggu hanya sekali jika diberi dulcolac. Orang tua

menyadari perut yang membesar sudah 1 tahun SMRS, pasien memang sulit

BAB sejak 1 tahun SMRS, pasien lahir normal dan mempunyai riwayat BAB

normal 1-2 tahun.

Pada teori dijelaskan tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian

rektosigmoid kolon. Hal ini menimbulkan ketidaknormalan atau tidak adanya

peristaltik yang menyebabkan tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu,

sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara normal.

Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut,

menyebabkan dilatasi bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu.

Sesuai dengan teori yang dijelaskan diatas, pasien mengalami distensi abdomen

atau perut membesar karena tidak adanya sel-sel ganglion sehingga tidak ada

gerak peristaltik yang dapat mendorong feses keluar.

Pasien juga mengalami muntah berwarna hijau ini dikarenakan oleh penyerapan

yang tidak maksimal pada usus karana banyaknya feses yang menumpuk pada

usus.

Pada kasus ditemukan berat badan pasien 9,5 kg, seharusnya berat badan anak

usia 4 tahun berat badannya 13,5kg-16kg, ini dikarenakan penyerapan nutrisi

pada usus halus kurang maksimal dikarenakan banyaknya feses yang menumpuk

pada usus pasien karena pasien belum BAB sejak 10 hari.

25

Page 26: askep hisprung

Pada kasus pasien mengalami peningkatan suhu tubuh 38,6oC ini dikarenakan

pasien mengalami peradangan pada usus karena feses yang tidak dapat

dikeluarkan.

C; Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi

Pre operasiPre operasi

1; Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake tidak adekuat dan tidak adekuatnya penyerapan di usus halus.

Definisi : suatu keadaan ketika individu yang tidak puasa mengalami atau

beresiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan

asupan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat

untuk kebutuhan metabolik. (Carpenito, Lynda Juall, 2007)

Pembahasan : penumpukan feses pada usus mengakibatkan penyerapan: penumpukan feses pada usus mengakibatkan penyerapan

nutrisi pada pasien berkurang sehingga mempengaruhi pertumbuhan pasien.nutrisi pada pasien berkurang sehingga mempengaruhi pertumbuhan pasien.

Pada pasien ditemukan berat badan pasien menurun 3kg dari 12,5kg kePada pasien ditemukan berat badan pasien menurun 3kg dari 12,5kg ke

9,5kg, LILA 11 cm, dan saat ini pasien dipuasakan karena produksi NGT9,5kg, LILA 11 cm, dan saat ini pasien dipuasakan karena produksi NGT

pasien berwarna hijau, pasien belum BAB selama 10 hari, pasien berwarna hijau, pasien belum BAB selama 10 hari, Pasien

mendapatkan cairan parenteral kaen 1B 900cc/24 jam dan Memberikan

aminosteril 150 cc/24 jam.

Intervensi : semua yang ada di intervensi diteori dapat diterapkan dalam

kasus ini, namun observasi dan perubahan perubahan berat badan harus

dipantau dengan baik, sehingga dapat mempermudah intervensi selanjutnya.

Implementasi keperawatan : dalam pelaksaan tindakkan keperawatan tidak

semua intervensi di implementasikan karena tidak sesuai dengan kondisi

pasien, intervensi yang tidak dilakukan adalah motivasi keluarga untuk

memberikan makanan sedikit tapi sering dan lakukan pemberian nutrisi

parenteral. Intervensi ini tidak dilakukan karena pasien terpasang NGT dan

dialirkan, produksi NGT berwarna hijau sehingga pasien dipuasakan.

Evaluasi : Dari hasil evaluasi terakhir tanggal 28 Agustus 2015 masalah

26

Page 27: askep hisprung

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi

Faktor pendukung : keluarga kooperatif dalam tindakan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat maupun dokter.

Faktor penghambat : anak rewel dan tidak bisa diam saat dilakukan

tindakan keperawatan.

Solusi : lebih ditingkatkan dalam komunikasi terapetik dengan anak.

2; Nyeri akut berhubungan dengan refleks spasme otot sekunder akibat

gangguan viseral usus..

Definisi : Keadaan ketika individu mengalami sensasi yang tidak

menyenangkan dalam berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya.

(Carpenito, Lynda Juall, 2006).

Pembahasan : feses yang tidak dapat keluar dan menumpuk dalam usus feses yang tidak dapat keluar dan menumpuk dalam usus

dapat membuat perut pasien bertambah besar dan kencang sehinggadapat membuat perut pasien bertambah besar dan kencang sehingga

membuat pasien tidak nyaman. Pada pasien ditemukan membuat pasien tidak nyaman. Pada pasien ditemukan TTV : TD :

100/60mmHg, N : 115x/m, RR : 24x/m, S : 38,50C, pasein rewel, perut

pasien membesar dan kencang, pasien belum BAB sejak 10 hari sebelum

masuk rumah sakit, skala nyeri 5.

Intervensi : semua yang ada di intervensi diteori dapat diterapkan dalam

kasus ini, namun observasi dan perubahan tingkat nyeri harus dipantau

dengan baik, sehingga dapat mempermudah intervensi selanjutnya.

Implementasi keperawatan : semua yang ada di intervensi diteori dapat

diImplementasikan dalam kasus ini.

Evaluasi : Dari hasil evaluasi terakhir tanggal 28 Agustus 2015 nyeri akut

belum teratasi

Faktor pendukung : keluarga kooperatif dalam tindakan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat maupun dokter.

Faktor penghambat : anak rewel dan tidak bisa diam saat dilakukan

tindakan keperawatan.

27

Page 28: askep hisprung

Solusi : lebih ditingkatkan dalam komunikasi terapetik dengan anak.

3; Gangguan eliminasi fekal : Konstipasi berhubungan dengan penurunan gerak

peristaltik.

Definisi : keadaan dimana individu mengalami stasis usus besar, yang

mengakibatkan eliminasi yang jarang (dua kali atau kurang dalam

seminggu).

Pembahasan : penumpukan feses yang telalu banyak dan dalam waktu yang

lama dapat menyebabkan feses menjadi keras sehingga semakin sulit

dikeluarkan. Pada pasien ditemukan pasein belum BAB selama 10 hari.

Intervensi : semua yang ada di intervensi diteori dapat diterapkan dalam

kasus ini, namun observasi dan perubahan tingkat nyeri harus dipantau

dengan baik, sehingga dapat mempermudah intervensi selanjutnya.

Implementasi keperawatan : semua yang ada di intervensi diteori dapat

diImplementasikan dalam kasus ini.

Evaluasi : Dari hasil evaluasi terakhir tanggal 28 Agustus 2015 ganggaun

eliminasi fekal belum teratasi

Faktor pendukung : keluarga kooperatif dalam tindakan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat maupun dokter.

Faktor penghambat : anak rewel dan tidak bisa diam saat dilakukan

tindakan keperawatan.

Solusi : lebih ditingkatkan dalam komunikasi terapetik dengan anak.

4; Resiko infeksi berhubungan dengan feses yang menumpuk pada usus.

Definisi : Dimana individu beresiko terkena agen oprtunistik/patogenis

(virus, jamur, bakteri, protozoa, parasit) dari berbagai sumber baik dalam

ataupun luar tubuh. (Carpenito, Lynda Juall, 2001).

Pembahasan : Pembahasan : feses yang menumpuk pada usus yang terlalu banyak danfeses yang menumpuk pada usus yang terlalu banyak dan

lama dapat menyebabkan infeksi pada usus karana feses merupakan sisa sisalama dapat menyebabkan infeksi pada usus karana feses merupakan sisa sisa

28

Page 29: askep hisprung

makanan yang tidak diserap.makanan yang tidak diserap.

Intervensi : semua yang ada di intervensi diteori dapat diterapkan dalam

kasus ini, namun observasi dan perubahan tingkat nyeri harus dipantau

dengan baik, sehingga dapat mempermudah intervensi selanjutnya.

Implementasi keperawatan : semua yang ada di intervensi diteori dapat

diImplementasikan dalam kasus ini.

Evaluasi : Dari hasil evaluasi terakhir tanggal 28 Agustus 2015 resiko

infeksi tidak menjadi masalah yang aktual.

Faktor pendukung : keluarga kooperatif dalam tindakan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat maupun dokter.

Faktor penghambat : anak rewel dan tidak bisa diam saat dilakukan

tindakan keperawatan.

Solusi : lebih ditingkatkan dalam komunikasi terapetik dengan anak.

Post operasi Post operasi

1; Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi.

Definisi : Keadaan ketika individu mengalami sensasi yang tidak

menyenangkan dalam berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya.

(Carpenito, Lynda Juall, 2006).

Pembahasan : Masalah nyeri yang dijumpai pada pascapembedahan iniMasalah nyeri yang dijumpai pada pascapembedahan ini

dapat disebabkan karena efek dari insisi, hal ini dapat ditunjukan dengandapat disebabkan karena efek dari insisi, hal ini dapat ditunjukan dengan

adanya tanda nyeri seperti ekspresi perasaan nyeri, perubahan tanda vital,adanya tanda nyeri seperti ekspresi perasaan nyeri, perubahan tanda vital,

pembatasan aktivitas.pembatasan aktivitas. Pada kasus ditemukan Pada kasus ditemukan TTV : : TD : 90/60 mmHg,,

N:110x/m, , RR : 23x/m, , S : 37,50C, p, pasein rewel, terdapat luka post operasi

on colostomy terbalut oleh kasa, s, skala nyeri 3, pasien post operasi hari ke 3,

post rawat HCU.

Intervensi : semua yang ada di intervensi diteori dapat diterapkan dalam

kasus ini, namun observasi dan perubahan tingkat nyeri harus dipantau

29

Page 30: askep hisprung

dengan baik, sehingga dapat mempermudah intervensi selanjutnya.

Implementasi keperawatan : semua yang ada di intervensi diteori dapat

diImplementasikan dalam kasus ini.

Evaluasi : Dari hasil evaluasi terakhir tanggal 28 Agustus 2015 nyeri akut

belum teratasi

Faktor pendukung : keluarga kooperatif dalam tindakan keperawatan yang

dilakukan oleh perawat maupun dokter.

Faktor penghambat : anak rewel dan tidak bisa diam saat dilakukan

tindakan keperawatan.

Solusi : lebih ditingkatkan dalam komunikasi terapetik dengan anak.

2; Resiko infeksi berhubungan dengan tindakkan invasif.

Definisi : Dimana individu beresiko terkena agen oprtunistik/patogenis

(virus, jamur, bakteri, protozoa, parasit) dari berbagai sumber baik dalam

ataupun luar tubuh. (Carpenito, Lynda Juall, 2001).

Pembahasan : r: risiko infeksi pascapembedahan dapat disebabkan olehisiko infeksi pascapembedahan dapat disebabkan oleh

dadanya mikroorganisme yang masuk melalui insisi daerah pembedahan,dadanya mikroorganisme yang masuk melalui insisi daerah pembedahan,

atau kurang pengetahuan pasien dalam penatalaksanaan terapeutikatau kurang pengetahuan pasien dalam penatalaksanaan terapeutik

pascapembedahan.pascapembedahan. Sehingga harus diperhatikan dalam pemberian antibiotik Sehingga harus diperhatikan dalam pemberian antibiotik

dan saat melakukan perawatan kantong kolostomi serta saat melakukandan saat melakukan perawatan kantong kolostomi serta saat melakukan

perawatan luka. perawatan luka. Pada kasus ditemukan pasien post operasi pembuatan

kolostomi, terdapat luka jahitan, tertutup kasa.

Intervensi : semua yang ada di intervensi diteori dapat diterapkan dalam

kasus ini, namun observasi dan perubahan tingkat nyeri harus dipantau

dengan baik, sehingga dapat mempermudah intervensi selanjutnya.

Implementasi keperawatan : semua yang ada di intervensi diteori dapat

diImplementasikan dalam kasus ini.

Evaluasi : Dari hasil evaluasi terakhir tanggal 28 Agustus 2015 resiko

infeksi tidak menjadi masalah yang aktual.

Faktor pendukung : keluarga kooperatif dalam tindakan keperawatan yang

30

Page 31: askep hisprung

dilakukan oleh perawat maupun dokter.

Faktor penghambat : anak rewel dan tidak bisa diam saat dilakukan

tindakan keperawatan.

Solusi : lebih ditingkatkan dalam komunikasi terapetik dengan anak.

BAB V

PENUTUP

A; Simpulan Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien An. P Usia 4

Tahun Dengan Masalah Hirschprung Di Gedung Teratai Lantai III Selatan Ruang

301 RSUP Fatmawati di Gedung Teratai Lantai 3 utara RSUP Fatmawati Jakarta

Selatan, didapatkan kesimpulan yaitu :Pada proses pengkajian pada pasien dengan Efusi Pleura ditemukan

keluhan tidak bisa BAB disertai dengan perut yang membesar, terlihat kembung

dan kencang, pasien juga muntah berwarna hijau. Cara pengumpulan data

diperoleh melalui metode wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik, klien dan

keluarga klien koperatif saat dilakukan wawancara.

31

Page 32: askep hisprung

Dari hasil pengkajian ditemukan 4 diagnosa keperawatan pre operasi dan

2 diagnosa post operasi, namun diagnosa yang menjadi prioritas yaitu :

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.Intervensi keperawatan pada sudah di rencanakan sesuai dengan diagnosa

dan kondisi pasien.Implementasi keperawatan pada An. P sudah dilakukan dengan baik

sesuai dengan intervensi dan kondisi pasien saat akan dilakukan implementasi.

Pasien kurang komperatif sehingga perlu pendekatan dan komunikasi terapetik

yang baik dan keluarga klien kooperatif saat dilakukan tindakan keperawatan.

Evaluasi dari tindakan keperawatan semua masalah pasien teratasi

B; SaranBerdasarkan perumusan dan hambatan selama melakukan asuhan keperawatan

penulis menemukan beberapa saran untuk dijadikan bahan pertimbangan yang

mungkin dapat berguna bagi usaha peningkatan mutu pelayanan keperawatan di

masa mendatang, saran yang dapat penulis kemukan sebagai berikut : diharapkan

perawat dapat memperhatikan lebih memperhatikan lagi kondisi pasien misalnya

dalam mengkaji pernapasan pasien, mengukur lingkar perut, serta melakukan

perawatan kolostomi dan memberikan edukasi mengenai perawatan kolostomi

dirumah agar masalah keperawatan pasien dapat teratasi.

32