laporan pendahuluan hisprung desease

25
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: HIRSCHPRUNG DISEASE PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXIX

Upload: syaza-nadhifa

Post on 16-Dec-2015

1.432 views

Category:

Documents


277 download

DESCRIPTION

laporan pendahuluan hisprung

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: HIRSCHPRUNG DISEASE

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXIX

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

2015

HIRSCHPRUNG DISEASE1. PENGERTIAN

Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus, mulai dari sfingter anal internal ke arah proksimal dengan panjang segmen tertentu, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Kelainan ini dikenal sebagai congenital aganglionesis, aganglionic megacolon, atau Hirschsprungs disease.Hircshprung adalah malformasi kongenital di mana saraf dari ujung distal usus tidak ada (Sacharin, 2002).Hircshprung disebut juga penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanyasel sel gangglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan( Betz, Cecily &Sowden : 2000 )

Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat distensi dan penderita kelihatan menderita2. ETIOLOGIPenyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus (Budi, 2010).3. PATOFISIOLOGIMasalah utama dari penyakit ini adalah inervasi dari usus yang mengalami gangguan terutama pada segmen anal termasuk mulai dari lokasi sfingter sampai internus ke arah proksimal. Inervasi kolon berasal dari dua saraf yaitu saraf intrinsik dan saraf ekstrinsik, saraf ekstrinsik simpatis berasal dari medula spinalis, sedangkan yang parasimpatis untuk kolon sebelah kanan berasal dari nervus vagus, sedangkan yang sebelah kiri berasal dari S2, S3, S4. Persarafan dari segmen anal dan sfingter internus berasal dari sraf simpatis L5 dan saraf parasimpatis S1, S2, S3. Persarafan simpatis akan menghambat kontraksi dari usus sedangkan persarafan para simpatis akan mengaktifkan aktifitas peristaltik dari kolon. Saraf intrinsik berasal dari saraf parasimpatis ganglion pleksus submukosa meisner dan ganglion mienterikus aurbach, yang terletak diantara otot yang sirkuler dan longitudinal.Secara sederhana, patofisiologi penyakit hirschprung adalah sebagai berikut.Kegagalanmigrasi ganglion selcraniocaudal (5-12 minggu)Pembentukan syaraf parasimpatis pada segmen usus besar tidak sempurna (agangglionik)

Tidakadanyasel ganglion parasimpatisotonom (pleksusmeissnerdanAuerbach)Hirschprung (segmenpanjang :melebihi sigmoid, seluruhkolon/usushalus&segmenpendek)

Hipertrofi otot colon

Kegagalan sfinter anal internal relaksasipada sub proximal

(zona peralihan antara usus

Motilitas usus menurun dan persyarafan)

Terjadi konstipasi atau obstipasiPenebalan dinding colon

Colon distal berdilatasi hebatAkumulasi feses dan gas

Dilatasi colon distal

Tindakan operasi

Mikroorganisme berkembang

MegacolonLuka terbuka (terpasang stoma)Biak di daerah colonAkumulasi enterocolitis Peningkatan peristaltik pada

Terputusnya colon proksimal

kontinuitasDiare

Hipertrofi otot colon dan distensi abdomen

jaringanOutput cairan dan

elektrolit berlebihStagnansi makananmenekan difragma Pengeluaran Dehidrasi Berat Impuls ke SSP

zat vasoaktif

Ekspansi paru menurun

(bradikinin,

Merangsang

serotonin)

vomiting

center

Sesak napas

Rangsang reseptor syaraf Nausea dan vomitus

bebas

Anoreksia

Rangsang thalamus

Cortex serebri

4. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah: Dalam rentang waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama bayiyang berbentuk seperti pasirberwarna hijau kehitaman), malas makan, muntah yang berwarna hijau, pembesaran perut (perut menjadi buncit)distensi abdomen, konstipasi, dan diaremeningkatSedangkan, gejala pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun) adalah sebagai berikut:a. Tidak dapat meningkatkan berat badan

b. Konstipasi (sembelit)

c. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)

d. Diare cair yang keluar seperti disemprot

e. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :

a. Konstipasi (sembelit)

b. Kotoran berbentuk pita

c. Berbau busuk

d. Pembesaran perut

e. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)

f. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemiaPada anak-dewasaa. Konstipasib. Distensi abdomenc. Dinding abdomen tipisd. Aktivitasperistaltikmenurune. Terjadi malnutrisi dan pertumbuhannya terhambat5. KLASIFIKASIa. Hirschprung segmenp endek : meliputi colon sigmoid, rektum, dananal canal, tipeinilebih seringdideritaolehlaki-lakisertaseringditemukanb. Hirschprung segmen panjang: tidak ditemukan sel-selganglionik hampir diseluruh colon atau seluruh colon tidak memiliki ganglion (aganglionik colon total), biasanya melebihi sigmoid, kadang-kadang sampai usus halus6. DIAGNOSADiagnosis yang diperoleh terutama dengan teknik radiografi dan ultrasound. Studi tentang penilaian kolonik transit sangat berguna dalam menentukan kemampuan fisik tubuh untuk menahan daya yang dapat merubah posisi megakolon dari bentuk istirahat atau untuk merubah bentuk..Dalam tes ini, pasien diharuskan menelan larutan yang mengandung bolus kontras radio-opaq. Dari sini didapatkan film dalam jangka waktu1,3 dan 5 jam kemudian. Pasien dengan kelembaman kolon dapat dikenal pasti dari penilaian yang terbentukdi sepanjang usus besar, sementara pasien obstruksi berlebihan akan mengakumulasi penilaian pada tempat tertentu. Suatu colonscopy bisa juga digunakan untuk menegaskan penyebab obstruksi secara mekanikal. Monometri anorektal bisa membantu dalam membedakan bentuk kongenital dan didapat. Biopsi rektal direkomendasi untuk diagnosis akhir bagi penyakit Hirschprung.7. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan konservatif.

a)Pembedahan

Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap.Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau doublebarrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur pembedahan :1. Prosedur Duhamel

Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut.2. Prosedur Swenson

Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior. 3. Prosedur Soave

Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa4. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan dilatasi anus dan pembersihan rongga anorektal dengan povidon-iodine, mukosa rektum diinsisi melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata. Dengan diseksi tumpul rongga submukosa yang terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah proksimal. Mukosa yang telah terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus sehingga terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa.

Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemendekan dan operasi lebih singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding dapat diberikan lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada. Akan tetapi masih didapatkan komplikasi enterokolitis, konstipasi dan striktur anastomosis.

5. Posterior Sagital Neurektomi Repair for Hirschsprung DiseaseTeknik ini diperkenalkan oleh Rochadi, 2005. Setelah dilakukan desinfeksi pada daerah anogluteal kemudian daerah operasi ditutup duk steril. Irisan pertama dimulai dengan irisan kulit intergluteal dilanjutkan membuka lapisan-lapisan otot yang menyusun muscle complex secara tumpul dan tajam sehingga terlihat dinding rektum. Lapisan otot dinding rektum dibuka memanjang sampai terlihat lapisan mukosa menyembul dari irisan operasi. Identifikasi daerah setinggi linea dentata dilakukan dengan cara memasukkan jari telunjuk tangan kiri ke anus. Panjang irisan adalah 1 cm proksimal linea dentata sampai zone transisi yang ditandai dengan adanya perubahan diameter dinding rektum. Supaya tidak melukai mukosa rektum maka setelah mukosa menyembul, muskularis dinding rektum dipisahkan dari mukosa dengan cara tumpul sehingga lapisan muskularis benar-benar telah terpisah dari mukosa. Strip muskularis dinding rektum dengan lebar 0,5 cm dilepaskan dari mukosa sepanjang zone spastik sampai zone transisi. Material ini dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan pewarnaan hematoksilin-eosin guna identifikasi sel ganglion Auerbach dan Meissner.Tehnik Posterior Sagittal Repair for Hirschsprungs Disease ini dilakukan satu tahap, tanpa kolostomi dan tanpa pull through.

b)Konservatif

Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.c) TindakanbedahsementaraKolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung

1. Radiologi

a. Foto Polos Abdomen

Pemeriksaan foto polos abdomen, terlihat tanda-tanda obstruksi usus letak rendah. Umumnya gambaran kolon sulit dibedakan dengan gambaran usus halus. Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon proksimal.Penyakit Hirschsprung pada neonatus cenderung menampilkan gambaran obstruksi usus letak rendah. Daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara. Pada pasien bayi dan anak gambaran distensi kolon dan massa feses lebih jelas dapat terlihat.

Foto Polos Abdomen Penderita Hirschprungb. Foto Barium Enema

Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.Terdapat tiga jenis gambaran zona transisi yang dijumpai pada foto enema barium :

Abrupt, perubahan mendadak

Cone, bentuk seperti corong atau kerucut

Funnel, bentuk seperti cerobong

2. Laboratorium

a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet preoperatif.c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.3. Patologi Anatomis (Biopsi)Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Padapenyakithirschprung ganglion initidakditemukan.8. KONSEP ASUHAN KEPERAWATANA. PengkajianMenurut Suriadi (2001:242) fokus pengkajian yang dilakukan padapenyakit hischprung adalah :

1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah lahir,biasanya ada keterlambatan.

2. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.

3. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.

a. Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret.

b. Keadaan turgor kulit biasanya menurun

c. Peningkatan atau penurunan berat badan.

d. Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral

4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif padabagian proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltikusus.

5. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan

a. Anak : Kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping yang digunakan.

b. Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress menghadapipenyakit anaknya.

6. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan albuminjuga perlu dilakukan untuk mengkaji indikasi terjadinya anemia, infeksi dan kurangnya asupan protein.

Menurut Wong (2004:507) mengungkapkan pengkajian pada penyakit hischprung yang perlu ditambahkan selain uraian diatas yaitu :

1.Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas, keluhan utama, pengkajian pola fungsional dan keluhan tambahan.

2.Monitor bowel elimination pattern : adanya konstipasi, pengeluaranmekonium yang terlambat lebih dari 24 jam, pengeluaran feses yangberbentuk pita dan berbau busuk.

3.Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen, lingkarabdomen semakin besar seiring dengan pertambahan besarnya distensi abdomen.

4.Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal mempengaruhi keadaan umum klien.

5. Observasi manifestasi penyakit hirschprung

a. Periode bayi baru lahir

1) Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah lahir.

2) Menolak untuk minum air.

3) Muntah berwarna empedu

4) Distensi abdomen

b. Masa bayi

1) Ketidakadekuatan penembahan berta badan

2) Konstipasi

3) Distensi abdomen

4) Episode diare dan muntah

5)Tanda tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis : diare berdarah, letargi berat)

c. Masa kanak kanak

1) Konstipasi.

2) Feses berbau menyengat dan seperti karbon.

3) Distensi abdomen.

4) Anak biasanya tidak mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan yang buruk.

6. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian

a. Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan gambaran obstruksi usus letak rendah.

b. Biopsi rektal : menunjukan aganglionosis otot rectum.

c.Manometri anorectal : ada kenaikan tekanan paradoks karena rektum dikembangkan / tekanan gagal menurun.

Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat terutama yang berhubungan dengan pola defekasi.

1. Kaji status hidrasi dan nutrisi umum

a. Monitor bowel elimination pattern

b. Ukur lingkar abdomen

c. Observasi manifestasi penyakit hischprung

2. Periode bayi baru lahir

a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 48 jam setelah lahir

b. Menolak untuk minum air

c. Muntah berwarna empedu / hijau-Distensi abdomen

3. Masa bayi

a. Ketidakadekuatan penambahan berat badan

b. Konstipasi

c. Distensi abdomen

d. Episode diare dan muntah

e. Tanda tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis)

f. Diare berdarah

g. Demam dan Letargi berat

4. Masa kanak kanak (gejala lebih kronis)

a. Konstipasi

b. Feses berbau menyengat seperti karbon

c. Distensi abdomen

d. Masa fekal dapat teraba

e. Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan & pertumbuhan yang buruk

B. Diagnosa Keperawatan1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru.

2. Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.

4. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion usus.

5. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual.

6. Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit

C. Intervensi1. Dx 1 : Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paruKriteria Hasil :

1) Frekuensi pernafasan dalam batas normal

2) Irama nafas sesuai yang diharapkan

3) Ekspansi dada simetris

4) Bernafas mudah

5) Keadaan inspirasi

Intervensi :1) Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan.

2) Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan.

3) Monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.

4) Palpasi ekspansi paru

5) Auskultasi suara pernafasan

Oxygen therapy1) Atur peralatan oksigenasi

2) Monitor aliran oksigen

3) Pertahankan jalan nafas yang paten

4) Pertahankan posisi pasien

2. Dx 2 : Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringanKriteria hasil :

1) Mengenali faktor penyebab

2) Menggunakan metode pencegahan

3) Menggunakan metode pencegahan nonanalgetik untuk mengurangi nyeri.

4) Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan

5) Mengenali gejala gejala nyeri

Intervensi:1)Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi ,karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atauberatnya nyeri dan faktor faktor presipitasi.

2)Observasi isyarat isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.

3) Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri.

4)Kontrol faktor faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan ,penyinaran).

5)Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi, guided imagery, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas)

Analgetik administration1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelumpemberian obat.

2) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi

3) Pilih analgetik yang diperlukan/kombinasi dari analgetik ketikapemberian lebih dari satu.

4) Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri.3. Dx 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak adekuat dan rangsangan muntah.Kriteria hasil :

1) Stamina

2) Tenaga

3) Kekuatan menggenggam

4) Penyembuhan jaringan

5) Daya tahan tubuh

6) Pertumbuhan

Intervensi :1) Timbang Berat badan

2) Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI

3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C

4) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kaloridan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Monitoring nutrisi1) Monitor turgor kulit

2) Monitor mual dan muntah

3) Monitor intake nutrisi

4) Monitor pertumbuhan dan perkembangan4. Dx 4 : Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion ususKriteria hasil :

1) Pola eliminasi dalam batas normal

2) Warna feses dalam batas normal

3) Feses lunak / lembut dan berbentuk

4) Bau feses dalam batas normal (tidak menyengat)

5) Konstipasi tidak terjadi

Intervensi :1) Tetapkan alasan dilakukan tindakan pembersihan sistempencernaan.

2) Pilih pemberian enema yang tepat

3) Jelaskan prosedur pada pasien

4) Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat oral

5) Catat keuntungan dari pemberian enema laxatif

6) Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut kejang atau keinginan untuk defekasi.

5. Dx 5 : Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual.Kriteria hasil :

1) Keseimbangan intake dan output 24 jam

2) Berat badan stabil

3) Tidak ada mata cekung

4) Kelembaban kulit dalam batas normal

5) Membran mukosa lembab

Intervensi :1) Timbang popok jika diperlukan

2) Pertahankan intake dan output yang akurat

3)Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadiadekuat, tekanan darah)

4) Monitor vital sign

5) Kolaborasikan pemberian cairan IV

6) Dorong masukan oral

7) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

6. Dx 6 : Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakitKriteria hasil :

1) Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi

2) Menjelaskan proses penularan penyakit

3)Menjelaskan faktor yang mempengaruhipenularan serta penatalaksanaannya

4) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

5) Menunjukan perilaku hidup sehat

Intervensi :1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local

2) Monitor kerentanan terhadap infeksi

3)Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase

4) Inspeksi kondisi luka / insisi bedah

5) Dorong masukan nutrisi yang cukup

6) Dorong istirahatDAFTAR PUSTAKABetz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002.Buku Saku Keperawatan Pediatrik.Edisi ke-3. Jakarta : EGC.Carpenito , Lynda juall. 1997 .Buku saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Corputty, Elfianto. D, dkk. 2015. Gambaran Pasien Hirschsprung di RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU Manado Periode Januari 2010-September 2014.

Corwin, Elizabeth J. 2000.Buku Saku Patofisiologi.Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta : EGC.

Gonzalo, David Hernandez dan Thomas Plesec. 2013. Hirschsprung Disease and Use of Calretinin in Inadequate Rectal Suction Biopsies. CINAHL with Full Text, EBSCOhost (accessed April 21, 2014).Kartono, Darmawan. 2004.Penyakit Hirschsprung.Jakarta : Sagung Seto.

Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III, EGC, Jakarta.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.

Octavia, Putu Dewi dan I Made Darmajaya.2012. Teknik Operasi Dua Tahap pada Kasus Penyakit Hirschsprung Diagnosis Terlambat di RSUP Sangalah: Studi Deskriptif Tahun 2010-2012. Wong, Donna L. 2003.Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi 4 Jakarta : EGC.Cemas

Perubahan Pola Eliminasi

Resti kerusakan integritas kulit

Gangguan keseimbangan dan elektrolit

Pola napas tidak efektif

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Gangguan rasa nyaman : Nyeri