asgasdgasdgsdaf

41
PRESENTASI KASUS Eritroderma Diajukan kepada : dr. Ismiralda Oke, Sp. KK. Disusun oleh : Mardiana Farhalina G1A212014 SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SODIRMAN 1

Upload: pulsewangmin

Post on 21-Nov-2015

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ghdfhdfhdfsh

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

Eritroderma

Diajukan kepada :dr. Ismiralda Oke, Sp. KK.

Disusun oleh :Mardiana FarhalinaG1A212014

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SODIRMANRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJOPURWOKERTO

2013

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Eritroderma

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinikdi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh :Mardiana FarhalinaG1A212014

Telah disetujui dan dipersentasikan Pada tanggal Agustus 2013

Mengetahui, Pembimbing

dr. Ismiralda Oke, Sp. KK.

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................Iii

DAFTAR TABEL..........................................................................................................iv

BAB I. KASUS.............................................................................................................1. Identitas Pasien...................................................................................................1. Anamnesis..........................................................................................................1. Pemeriksaan Fisik...............................................................................................1. Resume.............................................................................................................1. Diagnosis Kerja..............................................................................................1. Diagnosis Banding............................................................................................1. Terapi..............................................................................................1. Prognosis.......................................................................... 1 1 1 2 4 4 4 5 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................1. Definisi...............................................................................................................1. Etiologi dan Klasifikasi..................................................1. Patofisiologi1. Gejala Klinis1. Diagnosis 1. Diagnosis Banding1. Pemeriksaan Penunjang1. Pengobatan1. Komplikasi1. Prognosis. 6 6 6 9 11 13 13 15 16 16 16

BAB III. PEMBAHASAN............................................................................................. 18

BAB IV. KESIMPULAN.............................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 21

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kelainan Kulit..........................................................................................Gambar 2.1. Kelainan Kulit pada Eritroderma.311

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Obat yang dapat menyebabkan eritroderma.................................8

Tabel 2.2. Diagnosis banding eritroderma......................................................14

3

BAB ISTATUS PASIEN

A. IdentitasNama: Tn. BUsia: 61 tahunJenis kelamin: Laki-lakiAgama: IslamAlamat: Karang LesemPekerjaan: Buruh taniNo. rekam medis: 287049Tanggal masuk RS: 24 Juli 2013

B. Anamnesis (Autoanamnesis)Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 24 Juli 2013 pukul 10.30 WIB1. Keluhan utama: Gatal di seluruh tubuh2. Keluhan tambahan: Kulit tangan, kaki, dan badan mengelupas danterasa perih3. Riwayat penyakit sekarang :Seorang laki-laki berusia 61 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dengan keluhan gatal di seluruh tubuh sejak 2 bulan yang lalu. Gatal dirasakan setiap hari dan semakin gatal setelah aktivitas. Pasien juga mengeluh kulit tangan dan kaki mengelupas dan bersisik. Ia mengaku bahwa awalnya hanya timbul kemerahan dan perih pada tangan dan kaki namun lama kelamaan kemerahan menyebar hingga ke badan dan punggung, kemudian menjadi gatal dan semakin hari kulit semakin kering dan mengelupas.Pasien mengaku tidak pernah memiliki alergi terhadap makanan maupun obat-obatan. Pasien sudah pernah menjalani pengobatan sebelumnya dari Sp.KK dan sempat membaik, namun keluhan tersebut muncul kembali setelah obat habis.

4. Riwayat penyakit dahulua. Riwayat keluhan yang sama disangkalb. Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkalc. Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkald. Riwayat penyakit jantung disangkale. Riwayat penyakit ginjal disangkalf. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal5. Riwayat penyakit keturunana. Riwayat keluhan yang sama disangkalb. Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkalc. Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkald. Riwayat penyakit jantung disangkale. Riwayat penyakit ginjal disangkalf. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal6. Riwayat pengobatanPasien sudah pernah berobat ke Sp.KK 7. Riwayat sosial ekonomiPasien adalah seorang kepala keluarga yang tinggal bersama istri dan anaknya. Pasien bekerja sebagai buruh tani. Pasien mengaku jarang memakai alas kaki saat beraktivitas.

C. Pemeriksaan Fisik1. Keadaan umum: tampak baik2. Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V53. Vital sign: tekanan darah: 130/80 mmHg nadi: 80 x/menit laju pernapasan: 20 x/menit suhu tubuh: 36,7 C4. Berat badan: 45 kg5. Tinggi badan: 160 cm6. Indeks massa tubuh: 17.6 kg/m2 (underweight)7. Status generalisa. Kepala: Simetris, mesochepal, rambut hitam dan ada beberapa putih, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut.b. Wajah:Pemeriksaan wajah dalam batas normal.c. Mata:Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, dalam batas normand. Hidung:Pada pemeriksaan hidung tidak tampak discharge, dalam batas normal.e. Mulut/ Gigi: gigi geligi lengkap, Bibir tidak sianosis, dalam batas normal.f. Telinga: Telinga tampak simetris dan tidak tampak discharge.g. Thoraks: Cor dan pulmo dalam batas normalh. Abdomen: Datar, supel, bising usus terdengar dalam batas normal, Abdomen dalam batas normal8. Status dermatologis:

Gambar 1.1. Kelainan kulitRegio dorsum, brachii dextra-sinistra, kruris dextra-sinistra, pedis dextra-sinistra: Eritem dan skuama multiple kasar dan berlapis dengan batas tidak tegas.

D. Resume1. Seorang laki-laki berusia 61 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dengan keluhan gatal di seluruh tubuh sejak 2 bulan yang lalu. Gatal dirasakan setiap hari dan semakin gatal setelah aktivitas. Pasien juga mengeluh kulit tangan dan kaki mengelupas dan bersisik. Ia mengaku bahwa awalnya hanya timbul kemerahan dan perih pada tangan dan kaki namun lama kelamaan kemerahan menyebar hingga ke badan dan punggung, kemudian menjadi gatal dan semakin hari kulit semakin kering dan mengelupas. Pasien mengaku tidak pernah memiliki alergi terhadap makanan maupun obat-obatan. Pasien sudah pernah menjalani pengobatan sebelumnya dari Sp.KK dan sempat membaik, namun keluhan tersebut muncul kembali setelah obat habis.2. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, ginjal, maupun alergi disangkal.3. Status generalis dalam batas normal.4. Status dermatologisRegio dorsum, brachii dextra-sinistra, kruris dextra-sinistra, pedis dextra-sinistra: Eritem dan skuama multiple kasar dan berlapis dengan batas tidak tegas.

E. Diagnosis KerjaEritroderma

F. Diagnosis Banding1. Psoriasis Eritrodermis2. Dermatitis seboroikG. Terapi1) Non Farmakologia. Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk kulit yang gatalb. Motivasi pasien untuk memakan nutrisi Tinggi Kalori Tinggi Protein dan banyak minum air putihc. Menjaga kebersihan kulit pasien.2) Farmakologia. kortikosteroid : methyl prednisolone 10 mg 3 x seharib. Antihistamin peroral : loratadin tablet 10 mg 2 x sehari.c. Emolien lanolin 10%H. Prognosis Ad vitam: ad bonamAd sanam: ad bonamAd fungsionam: ad bonamAd kosmetikum: dubia ad malam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiEritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai adanya eritema universalis (90-100%) dan biasanya disertai skuama. Pada definisi tersebut yang mutlak harus ada adalah eritema, sedangkan skuama tidak selalu terdapat, pada mulanya tidak disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama, hiperpigmentasi. Dermatitis eksfoliativa dianggap sebagai sinonim dengan eritroderma meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda. Pada dermatitis eksfoliativa skuamanya berlapis-lapis. Eritroderma ditandai dengan warna kulit yang kemerahan dan bisa mengakibatkan pasien menggigil kedinginan karena banyak kehilangan kalori yang dilepaskan lewat lesi. Eritroderma dijelaskan sebagai dilatasi yang menyebar dari pembuluh darah kutaneus. Apabila proses inflamasi disertai dengan eritroderma secara subtansial akan meningkatkan proliferasi sel epidermal dan mengurangi waktu transit sel melalui epidermis yang bisa menimbulkan sisik bertanda. Eritroderma terdapat pada semua usia, namun umumnya terdapat pada orang dewasa dan relatif banyak terjadi di negara-negara tropis. Pria sering terkena dibanding wanita, dengan perbandingan (2-3 : 1) (Djuanda, 2007).B. Etiologi dan klasifikasiPenyebab yang umum adalah faktor genetik akibat pengobatan dengan medikamentosa tertentu dan infeksi. Penyakit ini bisa juga merupakan akibat lanjut (sekunder) dari penyakit lain, dan sisanya sebanyak 30% merupakan idiopatik. Berdasarkan penyebabnya, eritroderma dibagi menjadi 3 golongan:1) Akibat alergi obat biasanya secara sistemik.Untuk menentukanya diperlukan anamnesis mengenai riwayat masuknya obat ke dalam badan dengan berbagai cara (per oral, infus, supposituria, intravaginal, maupun obat luar seperti obat kumur). Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda (Djuanda, 2007). Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya, sulfonamide, analgetik/antipiretik dan tetrasiklin. Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan imunologik (alergik), tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanisme imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak lengkap (hapten). Obat/metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan, serum/protein dari membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap. (Umar, 2010).2) Eritroderma akibat perluasan penyakit kulitPsoriasis dapat menjadi eritroderma dengan dua cara yakni penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang teralu kuat, misalnya dengan topikal ter (Virendra N. Sehgal, 2004). Penyebab-penyebab yang paling sering ditemukan pada tahap awal suatu gangguan kulit yang menyebabkan eritroderma ialah dermatitis terutama dermatitis atopik, dermatitis kontak (alergi atau iritan) dan dermatitis stasis (gravitational eczema) dan pada bayi, dermatitis seboroik, pityriasis rubra pilaris, penyakit-penyakit blister termasuk pemphigus vulgaris dan pemphigus bullosa, Penyakit Leiner, dan limfoma sel-T kutaneus (Sezary syndrome) (Siregar, 2002). Penyakit-penyakit yang diduga menyebabkan timbulnya eritroderma yaitu :a) Psoriasis merupakan penyakit kronik residif yang ditandai dengan adanya plak eritematous, berbatas tegas dengan skuama berlapis-lapis berwarna putih keperakan dan biasanya idiopatik. Penyakit ini bisa mengenai siku, lutut, kulit kepala, dan region lumbosakral. Fenomena Koebner (yakni munculnya lesi-lesi baru akibat trauma fisis disekitar lesi lama) biasanya positif, tanda Auspitz (adanya bercak kemerahan akibat terkelupasnya skuama yang ada) juga positif, fenomena tetesan lilin (bila ada skuama digaruk, maka timbul warna putih keruh seperti tetesan lilin) positif. Bila tidak ada tanda-tanda tersebut, kausa psoriasis biasa disingkirkan (Yuan et al, 2010).b) Pitiriasis rubra pilaris merupakan penyakit eritroskuamosa yang menyerupai psoriasis dan dermatitis seboroik, dengan penyebab idiopatik. Perbedaannya terutama pada orientasi lesi yang folikuler, dengan erupsi yang relatif lebih coklat dibanding psoriasis dan dermatitis seboroik. Pitiriasis rubra jarang atau tak pernah mengenai kulit kepala, sedangkan dermatitis seboroik merupakan dermatitis yang terjadi pada daerah seboroik (daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea/lemak), seperti batok kepala, alis, kelopak mata, lekukan nasolabial, dengan kelainan kulit berupa lesi dengan batas tak teratur, dasar kemerahan, tertutup skuama agak kuning dan berminyak. Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40 tahun. Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada wanita dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan minum alcohol (Imtikhananik, 1992). Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit faktor predisposisi seperti kelelahan sterss emosional infeksi, atau defisiensi imun ((Yuan et al, 2010).).c) Dermatitis kontak alergi merupakan dermatitis yang terjadi setelah adanya kontak dengan suatu bahan, secara imunologis. Reaksi ini termasuk reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Wujud kelainan kulit bias berupa eritem/edema/vesikel yang bergerombol atau vesikel yang membasah, disertai rasa gatal. Bila kontak berjalan terus, maka dermatitis ini dapat menjalar ke daerah sekitarnya dan keseluruh tubuh (Yuan et al, 2010).

Tabel 2.1. Obat yang dapat menyebabkan eritroderma (Virendra N. Sehgal, 2004)

Obat

Acetaminophen, actinomycin-Dallopurinolarsenic barbiturates captopril chloroquine diphosphate chlorpromazine cemetidine dapsone gold hydantoin sodium interferon isoniazid isotretinoin lithiumNitrofurantoin omeprazole para-amino salicylic acid penicillin phenotiazine phenytoin quinidine rifampicin streptomycin sulfadiazine sulfonylurea tetracycline thalidomide tolbutamide vancomycinmercurialsminocycline

3) Akibat penyakit sistemik termasuk keganasanEritroderma juga bisa merupakan simtom atau gejala dari penyakit sistemik: keganasan interna seperti karsinoma rectum, paru-paru, tuba fallopi, dan kolon, serta keganasan hematologi seperti limfoma, limfoblastoma, leukaemia, dan penyakit Graf. (Byer and Bachur, 2006)

C. PatofisiologiPatofisiologi terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas, yang jelas dapat diketahui adalah akibat suatu agent dalam tubuh, maka tubuh bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang universal menyebabkan aliran darah kekulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah, akibatnya penderita merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat, pengaturan suhu terganggu, kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding dengan laju metabolisme basal. Kadar metabolik basal meningkat sebagai kompensasi dari kehilangan suhu tubuh (Djuanda, 2007). Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m permukaan kulit sehari atau lebih sehingga menyebabkan kehilangan protein akibat peningkatan perfusi kulit. Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin terutama globulin merupakan kelainan khas. Hipoalbiminemia muncul akibat menurunnya sintesis atau meningkatnya metabolisme albumin. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler. Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan-bulan dapat terjadi perburukan keadaan yang progresif (Umar, 2010). Efek sistemiknya mencakup gagal jantung kongestif high-output, gangguan intestinal, pembesaran payudara, kenaikan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) dan gangguan temperatur. Peningkatan perfusi darah kulit muncul pada eritroderma yang menyebabkan disregulasi temperatur (menyebabkan kehilangan panas dan hipotermia) dan kegagalan output jantung. Epidermis yang matur secara cepat kegagalan kulit untuk menghasilkan barier permeabilitas efektif di stratum korneum. Ini akan menyebabkan kehilangan cairan transepidermal yang berlebihan. Normalnya kehilangan cairan dari kulit diperkirakan 400 ml setiap hari dengan dua pertiga dari hilangnya cairan ini dari proses transpirasi epidermis manakala sepertiga lagi dari perspirasi basal. Kekurangan barier pada eritroderma ini menyebabkan peningkatan kehilangan cairan ekstrarenal. Kehilangan cairan transepidermal sangat tinggi ketika proses pembentukan sisik (scaling) memuncak dan menurun 5-6 hari sebelum sisik menghancur. Hilangnya sisik eksfoliatif bisa mencapai 20-30 gr/hari memicu hipoalbuminemia yang biasa dijumpai pada dermatitis exfoliatifa (Ashton, 2010). Respon imun mungkin bisa berubah, sering adanya peningkatan gammaglobulin, peningkatan serum IgE pada beberapa kasus, dan CD4+ sel-T limfositopenia pada infeksi HIV. Penyakit eritroderma dapat disertai dengan/tanpa rasa gatal. Kulit dapat membaik seperti kuli normal lainnya setelah warna kemerahan, putih atau kehitaman bekas psoriasis bernanah (psoriasis postulosa) dan seluruh kulit akan menjadi merah disertai badan menggigil.D. Gejala klinis Gambar 2.1. Kelainan kulit pada eritroderma (Vanessa, 2010)1) Eritroderma akibat alergi obat biasanya secara sistemikAdanya riwayat penggunaan obat sebelum muncul gejala klinis umumnya timbul secara akut dalam waktu 10 hari sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya berupa eritema universal. Pada stadium akut tidak terdapat skuama, kemudian stadium penyembuhan baru timbul skuama. Skuama merupakan pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kult sel- sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel-sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik/plak jaringan epidermis yang profus (Djuanda, 2007).2) Eritroderma akibat perluasan penyakit kulita. Eritroderma karena psoriasis (psoriasis eritrodermik)Riwayat psoriasis yang bersifat kronik dan residif dapat menjadi salah satu penyebab terjadi eritroderma. Kelainan kulit berupa skuama yang berlapis-lapis dan kasar di atas kulit yang eritematosa, sirkumskripta (Yuan, 2010). Umumnya didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninggi dari pada disekitarnya dan skuama ditempat itu lebih tebal, terdapat pitting nail berupa lekukan miliar, tanda ini hanya menyokong dan tidak patognomonis untuk psoriasis. Jika diperoleh hasil yang meragukan pada tempat yang meninggi tersebut maka dilakukan biosi untuk pemeriksaan histopatologik (Umar, 2011).Sebagian penderita tidak menunjukkan gejala klinis yang nyata. Hal tersebut karena pasien telah diberi terapi kortikosteroid. Pada saat eritrodermanya mengurang, maka mulailah tampak gejala psoriasis (Umar, 2011).b. Penyakit LeinerPenyakit Leiner atau eritroderma deskuamativum ini biasanya terjadi pada bayi usia antara 4-20 minggu. Keadaan umum penderita baik, biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritema universal disertai skuama yang kasar (Djuanda, 2007; Sarkar, 2010)3) Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasana. Sindrom SezaryPenyakit ini termasuk limfoma, ada yang berpendapat merupakan stadium dini mikosis fungoides. Penyebabnya belum diketahui, diduga berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukkan kedalam CTCL (Cutaneous T-Cell Lymphoma) (Okoduwa, et al., 2009). Penyakit ini menyerang orang dewasa, mulainya penyakit pada pria rata-rata berumur 64 tahun, sedangkan pada wanita 53 tahun. Sindrom ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang universal disertai skuama dan rasa sangat gatal. Selain itu terdapat pula infiltrasi pada kulit dan edema. Pada sepertiga hingga setengah para penderita didapati splenomegali, limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris, serta kuku yang distrofik (Okoduwa, et al., 2009).Pada pemeriksaan laboratorium sebagian besar kasus menunjukkan leukositosis, 19% dengan eosinofilia dan limfositosis. Selain itu terdapat pula limfosit atipik yang disebut sel Sezery. Sel ini besarnya 10-20, mempunyai sifat yang khas, di antaranya intinya homogen, lobular, dan tak teratur. Selain terdapat dalam darah, sel tersebut juga terdapat dalam kelenjar getah bening dan kulit.untuk menentukannya memerlukan keahlian khusus. Biopsi pada kulit juga memberi kelainan yang agak khas, yakni terdapat infiltrat pada dermis bagian atas dan terdapatnya sel Sezary (Okoduwa, et al., 2009). Pada stadium akut terjadi erupsi terjadi bercak-bercak atau eritematous yang menyeluruh disertai gejala panas, rasa tidak enak badan dan kadang-kadang gejala gastrointestinal. Warna kulit berubah dari merah muda menjadi merah gelap. Sesudah satu minggu dimulai gejala eksfoliasi (pembentukan skuama) yang khas dan biasanya dalam bentuk serpihan kulit yang halus yang meninggalkan kulit yang licin serta berwarna merah dibawahnya. Gejala ini disertai dengan pembentukan sisik yang baru ketika sisik yang lama terlepas. Kerontokan rambut dapat menyertai kelainan ini eksaserbasi sering terjadi (Bruno, 2009). E. DiagnosisDiagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan kuningkemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema; menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit dalam eritroderma di pilaris rubra pityriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL dan pityriasis rubra, ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis (Djuanda, 2007).F. Diagnosa BandingAda beberapa diagnosis banding pada eritorderma 1) Psoriasis2) Dermatitis seboroik3) Ptiriasis rubra4) Dermatitis Kontak Alergi5) Dermatitis AtopikTabel 3.2. Dignosis Banding Eritroderma (Djuanda, 2007; Umar, 2010)PsoriasisPtiriasis RubraDermatitis SeboroikDKADermatitis Atopik

PenyebabidiopatikidiopatikIdopatikSetelah kontak dengan suatu bahanRiwayatatopi

Lesi-Plak eritem berbatas tegas-Skuama berlapis-lapis berwarna putih perak-Fenomena tetesan lilin-Folikuler-Erupsi lebih cokelat

-Batas tidak teratur-Dasar kemerahan-Skuama agak kuning dan berminyak-Eritem/Edem/vesikel-Gatal-Papul kering-Gatal-Intergineus-Ekskoriasi-Likenifikasi-HiperpigmeNtasi

TempatSiku, lutut, kulit kepala, region lumbosakralJarang mengenai kulit kepalaBanyak di daerah yang mengadung kelenjar sebasea (kelapa, alis, kelopak mata, lekukan nasolabial)Di tempat pajananBanyaktempat

G. Pemeriksaan Penunjang1) Pemeriksaan LaboratoriumPada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan gamma globulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat, leukositosis, maupun anemia ringan (Umar, 2011).2) HistopatologiPada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan (Djuanda, 2007). Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma (Djuanda, 2007).Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T mmatang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papilerdapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superficial juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya (Djuanda, 2007).H. PengobatanUmumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 3 x 10 mg- 4 x 10 mg. Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari beberapa minggu. Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis mula prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan etretinat. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti golongan I (Djuanda, 2007).Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang baik. Dosis prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary pengobatannya terdiri atas kortikosteroid dan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2- 6 mg sehari. Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin 10% (Umar, 2010)I. Komplikasi1. Gagal jantung2. Gagal ginjal.3. Kematian mendadak akibat hipotermia sentral (Djuanda, 2007).J. PrognosisPrognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya. Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah obat penggunaan obat dihentikan dan diberikan terapi yang sesuai. Prognosis kasus akibat gangguan sistemik yang mendasarinya seperti limfoma akan tergantung pada kondisi keberhasilan pengobatan. Eritroderma disebabkan oleh dermatosa akhirnya dapat diatasi dengan pengobatan, tetapi mungkin timbul kekambuhan. Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak terduga,dapat bertahan dalam waktu yang lama, sering kali disertai dengan kondisi yang lemah (Vanessa, 2010).Eritroderma karena alergi obat secara sistemik, prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan golongan yang lain. Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, penderita akan mengalami ketergantungan kortikosteroid (Ashton, 2010)Sindrome Sezary prognosisnya buruk, penderita pria umumya akan meninggal setelah 5 tahun, sedangkan penderita wanita setelah 10 tahun. Kematian disebabkan oleh infeksi atau penyakit berkembang menjadi mikosis fungoides (Ashton, 2010).

BAB IIIPEMBAHASAN

Diagnosa eritroderma dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan status dermatologis. Berdasarkan anamnesis yang didapatkan, pasien mengeluh gatal di seluruh tubuh sejak 2 bulan yang lalu. Gatal dirasakan setiap hari dan semakin gatal setelah aktivitas. Pasien juga mengeluh kulit tangan dan kaki mengelupas dan bersisik. Ia mengaku bahwa awalnya hanya timbul kemerahan dan perih pada tangan dan kaki namun lama kelamaan kemerahan menyebar hingga ke badan dan punggung, kemudian menjadi gatal dan semakin hari kulit semakin kering dan mengelupas. Biasanya sesudah dua minggu dari gejala eritema, timbul gejala eksfoliasi (pembentukan skuama) yang khas dan biasanya dalam bentuk serpihan kulit yang meninggalkan kulit yang licin serta berwarna merah dibawahnya. Gejala ini disertai dengan pembentukan sisik yang baru ketika sisik yang lama terlepas (Bruno, 2009).Pasien mengaku tidak pernah memiliki alergi terhadap makanan maupun obat-obatan. Pasien sudah pernah menjalani pengobatan sebelumnya dari Sp.KK dan sempat membaik, namun keluhan tersebut muncul kembali setelah obat habis.Pada eritroderma gejala dimulai dengan makula eritematosa meluas sampai seluruh tubuh disertai dengan sensasi gatal dan panas di sekujur tubuh. Bercak eritem tersebut biasanya mencapai keseluruhan permukaan tubuh dalam 12-48 jam tanpa disertai skuama. Selanjutnya diikuti dengan timbulnya deskuamasi dalam 2 6 hari, seringkali dimulai di daerah-daerah lipatan kulit. Seluruh kulit tampak kemerahan, mengkilat dan mengelupas serta teraba panas pada palpasi. Pada eritroderma yang disebabkan oleh erupsi obat biasanya timbul dalam waktu singkat. Penderita merasa kulitnya gatal atau kadang-kadang terasa panas seperti terbakar. Setelah eritroderma berlangsung beberapa minggu, rambut kepala dan tubuh bisa rontok, juga kuku jadi menebal dan kasar, namun pada kasus ini, pasien tidak mengalami kerontokan rambut yang berarti (Djuanda, 2007). Sebelumnya pasien mengaku keluhan diawali dengan gatal-gatal pada jari-jari tangan kemudian menyebar pada daerah kepala hingga keseluruh tubuh. Kulit menjadi kering, mengelupas dan bahkan terlihat seperti berminyak. Pasien memiliki riwayat psoriasis. Pada pemeriksaan dermatologis, tidak didapatkan bahwa Fenomena Koebner (yakni munculnya lesi-lesi baru akibat trauma fisis disekitar lesi lama) biasanya positif, namun terdapat tanda Auspitz (adanya bercak kemerahan akibat terkelupasnya skuama yang ada) juga positif, dan fenomena tetesan lilin (bila ada skuama digaruk, maka timbul warna putih keruh seperti tetesan lilin) positif. Sehingga dapat ditegakkan bahwa eritroderma pada pasien ini disebabkan karena psoriasis (Byer an Bachur, 2006; Yuan, 2010). Tujuan penatalaksanaan eritroderma adalah untuk mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit dan mencegah infeksi tetapi bersifat individual serta suportif dan harus segera dimulai begitu diagnosisnya ditegakan. Pasien harus dirawat di rumah sakit dan tirah baring. Suhu kamar yang nyaman harus dipertahankan karena pasien tidak memiliki kontrol termolegulasi yang normal sebagai akibat dari fluktuasi suhu karena vasodilatasi dan kehilangan cairan lewat evaporasi. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan karena terjadinya kehilangan air dan protein yang cukup besar dari permukaan kulit. Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep emolien lanolin 10%. Pada pasien ini diberikan kortikosteroid sistemik yaitu methylprednisolon,dan antihistamin loratadin, sedangkan obat topikal yang diberikan adalah Inerson + asam salisilat 3%+ LCD 5%+vaselin yang dibuat dalam bentuk krim racikan (Djuanda, 2007; Umar, 2010).

BAB IVKESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien adalah seorang laki-laki berusia 61 tahun dengan diagnosis Eritroderma.2. Dari hasil anamnesis didapatkan kemungkinan penyebab dari eritroderma pada pasien ini adalah akibat psoriasis.3. Penatalaksanaan pasien ini meliputi terapi farmakologi dan non-farmakologi. Pengobatan farmakologi terbagi menjadi sistemik dan topikal.1) Non Farmakologid. Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk kulit yang gatale. Motivasi pasien untuk memakan nutrisi Tinggi Kalori Tinggi Protein dan banyak minum air putihf. Menjaga kebersihan kulit pasien.2) Farmakologid. kortikosteroid : methyl prednisolone 10 mg 3 x seharie. Antihistamin peroral : loratadin tablet 10 mg 2 x sehari.f. Emolien lanolin 10%4. Prognosis pasien eritroderma tergantung penyebabnya. Pada pasien ini eritroderma disebabkan akibat penyakit psoriasis sehingga memiliki prognosis baik, namun dapat terjadi kekambuhan. Akan tetapi dari segi kosmetik prognosisnya cenderung kurang baik kerena bekas dari kelainan kulit akan lama menghilang.5. DAFTAR PUSTAKA Ashton, Robert. 2010. Erythroderma. UCSF Dermatology. Available at: http://www.dermatology.ucsf.edu/education_training/140.01ClinicalDermatology/MODULES%20UCSF/Erythroderma.pdf. Diakses pada 1 Agustus 2013.Bruno TF, Grewal P. Erythroderma: a dermatologic emergency.CJEM. May 2009;11(3):244-6Byer RL, Bachur RG. Clinical deterioration among patients with fever and erythroderma.Pediatrics. Dec 2006;118(6):2450-60Djuanda, A. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: FKUI. 198-200.Okoduwa, C. W C Lambert,R A Schwartz,E Kubeyinje,A Eitokpah,Smeeta Sinha,W Chen. 2009. Erythroderma : Review of A Potentially Life Threatening Dermatosis. Indian J Dermatol. 54(1). 16.Sanusi, Umar. 2010. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis). American Academy of Dermatology,American College of Physicians, andAmerican Medical Association.. Medscape. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1106906-overview#a0104. Diakses tanggal 27 Juli 2013Sarkar R, Garg VK. Erythroderma in children. Indian J Dermatol Venereol Leprol. Jul-Aug 2010;76(4):341-7Shimizu H. Shimizus textbook of dermatology. 1 sted. Hokkaido: NakayamaShoten Publishers; 2007.p; 122-25, 98-101Siregar, 2002. Eritroderma. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.Vanessa. 2010 Erytrodherma. Textbook of Dermatology.. Fourth edition. Blackwell Scientific Publications.Virendra N. Sehgal, Govind Srivastava, Kabir Sardana. 2004. Erythroderma or exfoliative dermatitis: a synopsis. International Journal of Dermatology. 39-47.Yuan XY, Guo JY, Dang YP, Qiao L, Liu W. Erythroderma: A clinical-etiological study of 82 cases.Eur J Dermatol. May-Jun 2010;20(3):373-7