asam traneksamat

34
Asam Traneksamat Sediaan: - Kapsul 250 mg - Tablet 500 mg Cara Kerja Obat: Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten dari asam aminokaproat. Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan. Indikasi: - Fibrinolisis pada menoragia, epistaksis, traumatic hyphaemia, neoplasma tertentu, komplikasi pada persalinan (obstetric complications) dan berbagai prosedur operasi termasuk operasi kandung kemih, prostatektomi atau konisasi serviks. - Hemofilia pada pencabutan gigi dan profilaksis pada angioedema herediter. Kontraindikasi : - Penderita yang hipersensitif terhadap asam traneksamat. - Penderita perdarahan subarakhnoid. - Penderita dengan riwayat tromboembolik. - Tidak diberikan pada pasien dengan pembekuan intravaskular aktif. - Penderita buta warna. Dosis: - Fibrinolisis lokal : angioneuritik edema herediter; 1 gram (oral) 2-3 x sehari. - Perdarahan abdominal setelah operasi : 1 gram 3 x sehari (injeksi IV pelan-pelan) pada 3 hari pertama, dilanjutkan pemberian oral 1 gram 3-4 x sehari (mulai pada hari ke-4 setelah operasi sampai tidak tampak hematuria secara makroskopis). Untuk mencegah perdarahan ulang dapat diberikan peroral 1 gram 3-4 x sehari selama 7 hari. - Perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemofilia : Sesaat sebelum operasi : 10 mg/kgBB (IV). Setelah operasi : 25 mg/kgBB (oral) 3-4 x sehari selama 2-8 hari. 1

Upload: suderi-shafirah-abbas

Post on 28-Nov-2015

96 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Asam Traneksamat

Sediaan:-     Kapsul 250 mg-     Tablet 500 mg

Cara Kerja Obat:Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten dari asam aminokaproat. Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan.

Indikasi:-     Fibrinolisis pada menoragia, epistaksis, traumatic hyphaemia, neoplasma tertentu, komplikasi pada

persalinan (obstetric complications) dan berbagai prosedur operasi termasuk operasi kandung kemih, prostatektomi atau konisasi serviks.

-     Hemofilia pada pencabutan gigi dan profilaksis pada angioedema herediter.

Kontraindikasi :-     Penderita yang hipersensitif terhadap asam traneksamat.-     Penderita perdarahan subarakhnoid.-     Penderita dengan riwayat tromboembolik.-     Tidak diberikan pada pasien dengan pembekuan intravaskular aktif.-     Penderita buta warna.

Dosis:-     Fibrinolisis lokal : angioneuritik edema herediter; 1 gram (oral) 2-3 x sehari.-     Perdarahan abdominal setelah operasi : 1 gram 3 x sehari (injeksi IV pelan-pelan) pada 3 hari pertama,

dilanjutkan pemberian oral 1 gram 3-4 x sehari (mulai pada hari ke-4 setelah operasi sampai tidak tampak hematuria secara makroskopis). Untuk mencegah perdarahan ulang dapat diberikan peroral 1 gram 3-4 x sehari selama 7 hari.

-     Perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemofilia :Sesaat sebelum operasi : 10 mg/kgBB (IV).Setelah operasi : 25 mg/kgBB (oral) 3-4 x sehari selama 2-8 hari.(pada penderita yang tidak dapat diberikan terapi oral dapat dilakukan terapi parenteral 10 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3-4 kali)

Peringatan dan Perhatian :-     Hati-hati jika diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal karena risiko akumulasi.-     Hati-hati jika diberikan pada penderita hematuria.-     Hati-hati penggunaan pada wanita hamil dan menyusui.-     Hati-hati pada setiap kondisi yang merupakan predisposisi trombosis.-     Hati-hati pemberian pada anak-anak.

Efek Samping :-     Gangguan pada saluran pencernaan (mual, muntah, diare) gejala ini akan hilang bila dosis dikurangi.-     Hipotensi jarang terjadi.

Obat anti pendarahan

1

1.      Obat hemostatik

a.       Aprotinin, sebagai antihemostatik diindikasikan untuk :

·         Pengobatan pasien dengan resiko tinggi kehilangan banyak darah selama bedah buka jantung dengan

sirkulasi ekstrakorporal.

·         Pengobatan pasien yang konservasi darah optimal selama bedah buka jantung merupakan prioritas

absolut.

b.      Ethamsylate

Adalah senyawa yang dapat menstabilkan membran yang menghambat enzim spesifik

postglandin dalam proses sintesanya. Obat hemostatik ini juga digunakan pada waktu operasi melahirkan

sebaik operasi lain dengan kondisi hemoragik lainnya.

c.       Carbazochrome, merupakan obat hemostatik yang diindikasikan untuk

·         Perdarahan karena penurunan resistensi kapiler dan meningkatnya permeabilitas kapiler.

·         Perdarahan dari kulit, membran mukosa dan internal.

·         Perdarahan sekitar mata, perdarahan nefrotik dan metroragia.

·         Perdarahan abnormal selama dan setelah pembedahan karena menurunnya resistensi kapiler.

d.      Asam Traneksamat

 Merupakan obat hemostatik yang merupakan penghambat bersaing dari aktivator plasminogen

dan penghambat plasmin. Oleh karena itu dapat membantu mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis

yang berlebihan.

Obat ini menpunyai indikasi dan mekanisme kerja ya ng sama dengan asam

aminokoproat tetapi 10 kali lebih poten dengan efek sampning yang

lebih ringan. Asam tranesamat cepat diabsorsi dari saluran cerna,

sampai 40% dari 1 dosis oral dan 90% dari 1 dosis IV diekresi melalui

urin dalam 24 jam. Obat ini dapat melalui sawar uri. 

2.      Obat hemostatik lokal

Yang termasuk dalam golongan ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan

mekanisme hemostatiknya.

a.       Hemostatik serap

1. Mekanisme kerja

Hemostatik serap ( absorbable hemostatik ) menghentikan perdarahan

dengan pembentukan suatu bekuan buatan atau memberikan jala

serat-0serat yang mempermudah bila diletakkan langsung pada pembekuan

yang berdarah. Dengan kontak pada permukaan asing trombosit akan

pecah dan membebaskan factor yang memulai proses pembekuan darah.

2.      Indikasi : hemostatik

2

golongan ini berguna untuk mengatasi perdarahan yang berasal dari

pemubuluh darah kecil saja m\isalnya kapiler dan tidak efektif untuk

menghentikan perdarahn arteri atau vena yang tekanan intra

vaskularnya cukup besar.

3.      Contoh obat

Antara lain spon, gelatin,  oksi sel ( seluloisa oksida ) dan busa fibrin insani (Kuman fibrin

foam ). Spon, gelatih, dan oksisel dapat digunakan sebagai penutup luka yang akhirnya akan diabsorpsi.

Hal ini menguntungkan karena tidsk memerlukan penyingkiran tang memungkinkan perdarahn ulang

seperti yang terjadi poada penggunaaan kain kasa. Untuk absorpsi yang sempurna pada kedua zat

diperlukan waktu 1- 6 jam. Selulosa oksida dapat memperngaruhi regenerasi tulang dan dapat

mengakibatkan pembentuksan kista bila digunakan jangka panjang pada patah tulang. Selain itu karena

dapat menghambat epitelisasi, selulosa oksida tidak dianjurkan intuk digunakan dalam jangka panjang.

Busa fibrin insani yang berbentuk spon, setah dibasahi, dengan tekanan sedikit dapta menutup permukaan

yang berdarah.

b.      Astrigen

1.      Mekanisme kerja :

Zat ini bekerja local dengan mengedepankan protein darah sehingga perdarahan dapat dihentikan

sehubungan dengan cara penggunaanya, zat ini dinamakan juga styptic.

2.      Contoh Obat :Antara lain

feri kloida, nitras argenti, asam tanat.

3.      Indikasi : Kelompok ini

digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler tetapi kurang efektif

bila dibandinbgkan dengan vasokontriktor yang digunakan local.

c.       Koagulan

1.      Mekanisme kerja

Kelompok ini pada penggunaan lopkal menimbulkan hemostatid dengan 2cara yaitu dengan

mempercepat perubahan protrombin menjadi trombindan secara langsung menggumpalkan fibrinogen.

Aktifitor protrombin,ekstrak yang mengandung aktifator protrombin dapat dibuat antara laindari jaringan

ortak yang diolah secara kering dengan asetat. Beberaparacun ular memiliki pula aktifitas tromboplastin

yang dapat menimbulkan pembekuan darah. Salah satu conto adalah russell’s vipervenomnyang sangat

efektif sebagai hemostatik local dan dapat digunakan umpamanyta untuk alveolkus gigi yang berdarah

pada pasienhemofilia.

2.      Carapemakaian

3

Untuk tujuan ini kapas dibasahi dengan larutan segar 0,1

% dan ditekankan pada alveolus sehabis ekstrasi gigi. TRombin zat ini

tersedia dalamm bentuk bubuk atau larutan untuk penggunaaan lokal.

Sediaan ini tidak boleh disuntikkan IV, sebab segara menimbiulkan

bahaya emboli.

d.      Vasokonstriktor

1.      Indikasi

Epinetrin dan norepinetrin berefek vasokontriksi , dapat digunakan untuk menghentikan

perdarahan kapiler suatu permukaan.

2.      Carapemakaian

 Cara penggunaanya ialah dengan mengoleskan kapas yangtelah dibasahi dengan larutan 1: 1000

tersebut pada permukaan yangberdarah. Vasopresin, yang dihasilkn oleh hipofisis, pernah digunakan

untuk mengatasi perdarahan pasca bedah perslinan. Perkembangan terahir menunjukkan kemungkinan

kegunaanya kembali bila disuntikkan langsung ke dalam korpus uteri untuk mencegah perdarahan yang

berlebihan selama operasi korektif ginekolog.

Produk-produk Darah dan Rekombinan Faktor VIIa

          Pasien hipotensif yang tidak merespon resusitasi cairan awal membutuhkan sejumlah besar cairan

sesudah itu, mengarah pada defisiensi jalur hemostasis. Karenanya, semua pasien yang seperti itu harus

diasumsikan membutuhkan trombosit dan fresh frozen plasma(FFP). Umumnya, 2 atau 3 unit FFP dan 7-

8 unit trombosit dibutuhkan untuk setiap 5 L penggantian volume.

          Transfusi darah masif memiliki resiko potensial imunosupresi, efek-efek inflamasi, dan koagulopati

dilusi. Sepertinya, volume optimal dan kebutuhan relatif produk-produk darah untuk resusitasi masih

kontoversial. Sebagai tambahan, jumlah transfusi PRC merupakan faktor resiko independen untuk

kegagalan multi-organ paska cedera. Beberapa penulis telah mengusulkan bahwa pasien trauma

koagulopati terutama harus diresusitasi dengan penggunaan FFP yang lebih agresif, dengan transfusi yang

terdiri atas PRC, FFP dan trombosit dalam rasio 1:1:1 untuk mencegah kemajuan koagulopati dini.

          Rekombinan faktor VIIa (rFVIIa) mungkin dipertimbangkan sebagai intervensi akhir jika

koagulopati dan perdarahan yang mengancam-jiwa menetap disamping pengobatan lainnya. Ini

merupakan penggunaan rFVIIa off-label. Boffard dkk melakukan sebuah studi multicenterdimana pasien

trauma berat yang menerima 6 unit PRC dalam 4 jam setelah masuk diacak pada baik pengobatan rFVIIa

4

atau plasebo. Pada kelompok rFVIIa, jumlah transfusi sel darah secara signifikan berkurang (kira-kira 2,6

unit sel darah merah; P = 0,02), dan terdapat kecenderungan ke arah reduksi mortalitas dan komplikasi.

HEMOSTASIS

DEFENISI

Hemostasis adalah penghentian perdarahan oleh sifat fisiologis vasokontriksi dan koagulasi (Dorland,

2006). Hemostasis dan koagulasi juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian kompleks reaksi yang

menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat

cedera

KOMPONEN HEMOSTASIS

•     Pembuluh

•     Trombosit

•     Kaskade faktor koagulasi

•     Inhibitor koagulasi

•     Fibrinolisis

SUMBAT HEMOSTASIS PRIMER : Pembentukan agregasi trombosit

SUMBAT HEMOSTASIS SEKUNDER : Pembentukan fibrin

URUTAN MEKANISME HEMOSTASIS DAN KOAGULASI

Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu

menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga dengan segera aliran darah dari pembuluh darah

yang pecah akan berkurang (terjadi vasokonstriksi). Setelah itu, akan diikuti oleh adhesi trombosit, yaitu

penempelan trombosit pada kolagen. ADP (adenosin difosfat) kemudian dilepaskan oleh trombosit

kemudian ditambah dengan tromboksan A2 menyebabkan terjadinya agregasi (penempelan trombosit satu

sama lain). Proses aktivasi trombosit ini terus terjadi sampai terbentuk sumbat trombosit, disebut juga

hemostasis primer. Setelah itu dimulailah kaskade koagulasi yaitu hemostasis sekunder, diakhiri dengan

pembentukan fibrin. Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi faktor Xa. Faktor X

diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Jalur ekstrinsik dipicu oleh tissue

factor/tromboplastin. Kompleks lipoprotein tromboplastin selanjutnya bergabung dengan faktor VII

bersamaan dengan hadirnya ion kalsium yang nantinya akan mengaktifkan faktor X. Jalur intrinsik

diawali oleh keluarnya plasma atau kolagen melalui pembuluh darah yang rusak dan mengenai kulit.

Paparan kolagen yang rusak akan mengubah faktor XII menjadi faktor XII yang teraktivasi. Selanjutnya

faktor XIIa akan bekerja secara enzimatik dan mengaktifkan faktor XI. Faktor XIa akan mengubah faktor

IX menjadi faktor IXa. Setelah itu, faktor IXa akan bekerja sama dengan lipoprotein trombosit, faktor

VIII, serta ion kalsium untuk mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa. Setelah itu, faktor Xa yang

5

dihasilkan dua jalur berbeda itu akan memasuki jalur bersama. Faktor Xa akan berikatan dengan

fosfolipid trombosit, ion kalsium, dan juga faktor V sehingga membentuk aktivator protrombin.

Selanjutnya senyawa itu akan mengubah protrombin menjadi trombin. Trombin selanjutnya akan

mengubah fibrinogen menjadi fibrin (longgar), dan akhirnya dengan bantuan fakor VIIa dan ion kalsium,

fibrin tersebut menjadi kuat. Fibrin inilah yang akan menjerat sumbat trombosit sehingga menjadi kuat.

Selanjutnya apabila sudah tidak dibutuhkan lagi, bekuan darah akan dilisiskan melalui proses fibrinolitik.

Proses ini dimulai dengan adanya proaktivator plasminogen yang kemudian dikatalis menjadi aktivator

plasminogen dengan adanya enzim streptokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa. Selanjutnya

plasminogen akan diubah menjadi plasmin dengan bantuan enzim seperti urokinase. Plasmin inilah yang

akan mendegradasi fibrinogen/fibrin menjadi fibrin degradation product

SISTEM HEMOSTASIS

I.  Sistem Pembuluh Darah

Fungsinya :

1.   Kontraksi pembuluh darah.

2.   Aktivasi pembekuan darah dengan memproduksi tromboplastin.

3.   Aktivasi trombosit dengan memproduksi faktor von Willebrand.

4.   Trombotik : melepaskan aktivator plasminogen.

II. Sistem Trombosit

 Fungsinya :

1.   Memelihara supaya pembuluh darah tetap utuh setelah trauma pada endotel.

2.   Mengawali penyumbatan pembuluh darah dengan membentuk sumbat primer.

3.   Stabilisasi sumbat trombosit (fibrin), melalui beberapa tahap:

§ Adhesi trombosit.

§ Agregasi trombosit.

§ Reaksi pelepasan (release).

III. Sistem Pembekuan Darah

¥ Pembekuan terjadi oleh karena interaksi antara pro-koagulan (faktor pembeku), fosfolipid dan ion

¥ Pro koagulan antara lain :

§ Substrat : fibrinogen (F I).

§ Kofaktor : FIII, FV, FVIII, HMWK.

§ Enzim : faktor koagulasi yang lain.

6

IV. Sistem Fibrinolisis

1.   Proaktivator plasminogen diubah menjadi aktivator plasminogen.

2.   Aktivator plasminogen akan mengubah plasminogen menjadi plasmin.

3.   Plasmin menghidrolisis fibrinogen dan fibrin menjadi fibrin degradation product (FDP).

HOMEOSTATIC HEMOSTASIS adalah mekanisme fisiologis yang mempertahankan darah dalam

bentuk cairan di dalam sirkulasi, yang menggambarkan suatu kesetimbangan yang baik antara perdarahan

dan pembekuan

HEMOSTASIS, (Virchow’s Triad)

Kerjasama 3 komponen : pembuluh darah, aliran darah dan darah

MEKANISME HEMOSTASIS

Istilah hemostasis berarti pencegahan hilangnya darah. Bila pembuluh darah mengalami cidera atau

pecah, hemostasis akan terjadi. Peristiwa ini terjadi melalui beberapa cara yaitu : vasokonstriksi

pembuluh darah yang cidera, pembentukan sumbat trombosit, pembekuan darah, dan pertumbuhan

jaringan ikat kedalam bekuan darah untuk menutup pembuluh yang luka secara permanen. Kerja

mekanisme pembekuan in vivo ini diimbangi oleh reaksi-reaksi pembatas yang normalnya mencegah

mencegah terjadinya pembekuan di pembuluh yang tidak mengalami cidera dan mempertahankan darah

berada dalam keadaan selalu cair.

Vasokonstriksi pembuluh darah

Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak

menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah dari pembuluh darah yang pecah

barkurang. Kontraksi terjadi akibat refleks syaraf dan spasme miogenik setempat. Refleks saraf

dicetuskan oleh rasa nyeri atau lewat impuls lain dari pembuluh darah yang rusak. Kontraksi miogenik

yang sebagian besar menyebabkan refleks saraf ini, terjadi karena kerusakan pada dinding pembuluh

darah yang menimbulkan transmisi potensial aksi sepanjang pembuluh darah. Konstriksi suatu arterioul

menyebabkan tertutupnya lumen arteri.

Pembentukan sumbat trombosit

Perbaikan oleh trombosit terhadap pembuluh darah yang rusak didasarkan pada fungsi penting dari

trombosit itu sendiri. Pada saat trombosit bersinggungan dengan pembuluh darah yang rusak misalnya

dengan serabut kolagen atau dengan sel endotel yang rusak, trombosit akan berubah sifat secara drastis.

Trombosit mulai membengkak, bentuknya irreguler dengan tonjolan yang mencuat ke permukaan.

Trombosit menjadi lengket dan melekat pada serabut kolagen dan mensekresi ADP. Enzimnya

membentuk tromboksan A, sejenis prostaglandin yang disekresikan kedalam darah oleh trombosit. ADP

dan tromboksan A kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan sehingga dapat melekat pada

7

trombosit yang semula aktif. Dengan demikian pada setiap lubang luka akan terbentuksiklus aktivasi

trombosit yang akan menjadi sumbat trombosit pada dinding pembuluh.

Pembentukan bekuan darah

Bekuan mulai terbentuk dalam 15-20 detik bila trauma pembuluh sangat hebat dan dalam 1-2 menit bila

trauma pembuluh kecil. Banyak sekali zat yang mempengaruhi proses pembekuan darah salah satunya

disebut dengan zat prokoagulan yang mempermudah terjadinya pembekuan dan sebaliknya zat yang

menghambat proses pembekuan disebut dengan zet antikoagulan. Dalam keadaan normal zat

antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak membeku. Tetapi bila pembuluh darah rusak aktivitas

prokoagulan didaerah yang rusak meningkat dan bekuan akan terbentuk. Pada dasarnya secara umum

proses pembekuan darah melalui tiga langkah utama yaitu pembentukan aktivator protombin sebagai

reaksi terhadap pecahnya pembuluh darah, perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisa oleh

aktivator protombin, dan perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin oleh trombin yang akan menyaring

trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi bekuan darah.

a.      Pembentukan aktivator protombin

Aktivator protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Pada jalur

ekstrinsik pembentukan dimulai dengan adanya peristiwa trauma pada dinding pembuluh darah

sedangkan pada jalur intrinsik, pembentukan aktivator protombin berawal pada darah itu sendiri.

Langkah-langkah mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan

1.      Pelepasan tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang luka. Yaitu fosfolipid dan satu

glikoprotein yang berfungsi sebagai enzim proteolitik.

2. Pengaktifan faktor X yang dimulai dengan adanya penggabungan glikoprotein jaringan dengan faktor VII

dan bersama fosfolipid bekerja sebagai enzim membentuk faktor X yang teraktivasi.

3.   Terjadinya ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X yang teraktivasi yang dilepaskan dari

tromboplastin jaringan . Kemudian berikatan dengan faktor V untuk membentuk suatu senyawa yang

disebut aktivator protombin.

Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan

Langkah-langkah mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan

1.      Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma. Bila faktor

XII terganggu misalnya karena berkontak dengan kolagen, maka ia akan berubah menjadi bentuk baru

sebagai enzim proteolitik yang disebut dengan faktor XII yang teraktivasi.

2.      Pengaktifan faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik

terhadap faktor XI. Pada reaksi ini diperlukan HMW kinogen dan dipercepat oleh prekalikrein.

8

3.      Pengaktifan faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi bekerja secara

enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.

4.      Pengaktifan faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang bekerja sama dengan faktor VIII dan

fosfolipid trombosit dari trombosit yang rusak untuk mengaktifkan faktor X.

5.      Kerja dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan aktivator protombin. Langkah dalam jalur

intrinsic ini pada prinsipnya sama dengan langkah terakhir dalam jalur ekstrinsik. Faktor X yang

teraktivasi bergabung dengan faktor V dan fosfolipid trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang

disebut dengan activator protombin. Perbedaannya hanya terletak pada fosfolipid yang dalam hal ini

berasal dari trombosit yang rusak dan bukan dari jaringan yang rusak. Aktivator protombin dalam

beberapa detik mengawali pemecahan protombin menjadi trombin dan dilanjutkan dengan proses

pembekuan selanjutnya.

b.      Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh activator protombin.

Setelah activator protombin terbentuk sebagai akibat pecahnya pembuluh darah, activator protombin akan

menyebabkan perubahan protombin menjadi trombin yang selanjutnya akan menyebabkan polimerisasi

molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam 10-15 detik berikutnya. Pembentukan

activator protombin adalah faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah. Protombin adalah protein

plasma, suatu alfa 2 globulin yang dibentuk terus menerus di hati dan selalu dipakai untuk pembekuan

darah. Vitamin K diperlukan oleh hati untuk pembekuan protombin. Aktivator protombin sangat

berpengaruh terhadap pembentukan trombin dari protombin. Yang kecepatannya berbanding lurus dangan

jumlahnya. Kecepatan pembekuan sebanding dengan trombin yang terbentuk.

c.       Perubahan fibrinogen menjadi fibrin.

Trombin merupakan enzim protein yang mempunyai kemampuan proteolitik dan bekerja terhadap

fibrinogen dengan cara melepaskan 4 peptida yang berberat molekul kecil dari setiap molekul fibrinogen

sehingga terbentuk molekul fibrin monomer yang mempunyai kemampuan otomatis berpolimerisasi

dengan molekul fibrin monomer lain sehingga terbentuk retikulum dari bekuan. Pada tingkat awal dari

polimerisasi, molekul-molekul fibrin monomer saling berikatan melalui ikatan non kovalen yang lemah

sehingga bekuan yang dihasilkan tidaklah kuat daan mudah diceraiberaikan. Oleh karena itu untuk

memperkuat jalinan fibrin tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam bentuk globulin plasma.

Globulin plasma dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor pemantap

fibrin dapat bekerja terhadap benang fibrin harus diaktifkan lebih dahulu. Kemudian zat yang telah aktif

ini bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan kovalen diantara molekul fibrin monomer dan

9

menimbulkan jembatan silang multiple diantara benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga

menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.

Gangguan pembekuan dapat terjadi oleh karena gangguan pada tahap pertama, kedua atau ketiga

ataupun karena adanya antikoagulansia yang beredar di dalam darah atau karena proses pembekuan dalam

pembuluh darah.

GANGGUAN TAHAP PERTAMA

            Gangguan ini dapat disebabkan kekurangan faktor pembekuan yang bekerja pada tahap tersebut.

Kekurangan faktor pembekuan pada tahap pertama dapat diketahui dari pemeriksaan SPT (serum

prothrombin time) atauprothrombin consumption time). PTT (Partial thromboplastin time), pemeriksaan

TGT (thromboplastin generation test).Bila terdapat kekurangan faktor pembekuan dalam tahap pertama

maka SPT kurang dari 40 detik (normal lebih dari 40 detik), PTT dan TGT memanjang atau abnormal.

            Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama terdapat pada penyakit :

d.      Hemofilia A (kekurangan faktor VIII)

e.       Hemofilia B (kekurangan faktor IX)

f.       Penyakit von Willebrand ( pseudohemofilia, hemofilia vaskular)

GANGGUAN TAHAP KEDUA

            Gangguan ini ditetapkan dengan pemeri8ksaan T (plasma prothrombin time) dengan lebih dahulu

dibuktikan bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama normal atau dengan perkataan lain tromboplastin

yang dibentuk cukup. Bila PTT lebih dari 20 detik (normal 20 detik), berarti bahwa faktor pembekuan

tahap kedua ( II, V, VII, X) kurang.

Untuk penentuan faktor mana yang kurang, maka masing-0masing faktor harus diselidiki lebih lanjut.

ETIOLOGI

3.      Faktor kongenital

Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan tersebut menurun.

4.      Faktor didapat

Biasanya disebabkan defisiensi faktor II (prothrombin), yang terdapat pada keadaan sebagai berikut:

f.       Neonatus, terutama yang kurang bulan yaitu karena fungsi hati yang belum sempurna sehingga

pembentukan faktor pembekuan II mengalami gangguan.

g.      Defisiensi vitamin K. Hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula biliaris, absorbsi

vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri usus.

h.      Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain.

i.        Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik terhadap prothrombin.

10

j.        Disseminated intravaskular coagulation (DIC)

GANGGUAN TAHAP TIGA

            Untuk menentukan adanya kelainan pembekuan pada tahap tiga harus dibuktikan dahulu bahwa

mekanisme pembekuan tahap pertama dan kedua berjalan normal.

            Gangguan pada tahap tiga ini biasanya ialah kekurangan fibrinogen. Pemeriksaan kadar fibrinogen

dapat dilakukan kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif ialah dengan menentukan thrombin time.

Bila thrombin time memanjang (normal kurang dari 15-20 detik) berarti terdapat hipofibrinogenemia.

Secara kuantitatif ialah dengan mengukur kadar fibrinogen dalam plasma (normal 250-350 mg%)

            Kekurangan fibrinogen ini dapat kongenital dan bersifat resesif autosomal atau didapat misalnya

setelah mengalami operasi berat, solusio plasenta, DIC

            Gejalanya sama seperti kekurangan faktor pembekuan yang lain.

FAKTOR – FAKTOR PEMBEKUAN

I                 : Fibrinogen

II                           : Protrombin

III                          : Tromboplastin

IV              : Ion Ca

V              : Proekselerin, Faktor labil, Globulin akseletor

VII            : Prokonvertin, SPCA, Faktor stabil

VIII           :  Faktor anti hemofilia (AHF), Faktor  antihemofilia A, Globulin    antihemofilia (AHG)

IX              : Faktor     Christmas, Faktor      antihemofilia B

X               : Faktor Stuart-Power

XI              : Turunan tromboplasti plasma (PTA), Faktor antihemofilia C

XII            : Faktor Hageman, Faktor gelas

XIII           : Faktor penstabil fibrin, Faktor Laki-Lorand

11

12

13

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagaimana kita ketahui,sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan yang jumlahnya berbeda-beda

tergantung usia dan jenis kelamin serta banyaknya lemak di dalam tubuh. Dengan makan dan minum

tubuh mendapatkan air, elektrolit serta nutrien-nutrien yang lain. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan

elektrolit yang masuk setara dengan jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan dan elektrolit dari tubuh

dapat berupa urin, tinja, keringan dan uap air pada saat bernapas.

Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukka air, elektrolit serta zat-zat makanan ke dalam

tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus berpuasa lama, karena pembedahan saluran cerna,

perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan

kebutuhan akan air da elektrolit akan terpenuhi. Selain itu terapi cairan juga dapat digunakan untuk

memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau juga digunakan untuk menjaga keseimbangan asam

basa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Cairan Tubuh

Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler seperti manusia atau hewan

yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.

II. Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit

A. Distribusi cairan tubuh

Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk hidup. Persentase air tubuh total

(Total Body Water) terhadap berat badan berubah sesuai umur, menurun cepat pada awal kehidupan. Pada

saat lahir, TBW 78% berat badan. Pada beberapa bulan pertama kehidupan, TBW turun cepat mendekati

kadar dewasa 55-60 % berat badan pada saat usia 1 tahun. Pada masa pubertas, terjadi perubahan TBW

selanjutnya. Karena lemak mempunyai kadar air yang lebih rendah, persentase TBW terhadap berat badan

lebih rendah pada wanita dewasa yang mempunyai lebih banyak lemak tubuh (55%) daripada laki-laki,

yang mempunyai sedikit lemak. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular

dan kompartemen ekstraselular. 

Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa, sekitar dua pertiga

dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki

dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya

14

merupakan cairan intraselular. Cairan intraseluler terlibat dalam proses metabolik yang menghasilkan

energi yang berasal dari nutrien-nutrien dalam cairan tubuh.

Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler berperan dalam

mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang bersifat

toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar

setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. 

Cairan ekstraselular dibagi menjadi :

o Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada orang dewasa.

Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.

o Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma). Rata-rata volume

darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah

merah, sel darah putih dan platelet.

o Cairan transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial,

pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan

transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang

transeluler.

 

Table 1. Distribusi cairan tubuh

B. Komponen cairan tubuh

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.

Elektrolit

Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit dibedakan

menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu

sama (diukur dalam miliekuivalen).

15

Kation : Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam

cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang

memompa keluar sodium dan potassium ini.

Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam mengatur

keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam tubuh

58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-

180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram

NaCl). 

Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel.

Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan

terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan

diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air

akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah

kegagalan sirkulasi.

Kalium

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di dalam terapi

gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana

99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan

protein didalam sel. 

Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium

sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter,

faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.

Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat faeces dan sekitar

20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin.

Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da

hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak

terdapat dalam sel.

Magnesium

Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan + 10 mg/hari.

Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

16

Anion: Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),

sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).

Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme.

Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam

bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

Non elektrolit

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya termasuk penting

adalah kreatinin dan bilirubin.

C. Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transpor pasif dan

aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energy sedangkan mekanisme transpor aktif

membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme

transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:

a. Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel (permeabel selektif)

dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh

membran sel dan kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh

kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun

tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama

disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah

disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.

b. Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke

arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk

berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan

hidrostatik.

17

c. Pompa Natrium Kalium

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium keluar melalui

membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa

natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

 

D. Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres akibat operasi,

kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit atau traktus

gastrointestinal.

Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam

bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml

dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan

paru-paru.

I. Perubahan cairan tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan volume

a. Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum. Penyebab

paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan

drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi,

inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat

akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang

lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik

(130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik

merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik

sekitar 5-10% dari kasus.

18

Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi

natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen

intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.

Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih

banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih

banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen

intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume

intravaskular.15

Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih

sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih

banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular

berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.15

b. Kelebihan volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic (pemberian cairan

intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena

glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan

pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika

terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.10

2. Perubahan konsentrasi

a. Hiponatremia

Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat dibilang hiponatremia.

Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan

henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia

ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal,

diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi

dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk

pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12

Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan untuk

hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan

rumus :

Na= Na1 – Na0 x TBW

19

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan

Na0 = Na serum yang aktual

TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

b. Hipernatremia

Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar natrium > 160 mg/L

maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat

disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan),

asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5%

dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12

c. Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular

ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia

dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi

postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi

faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam

(untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring

oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).13

Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :

K = K1 – K0 x 0,25 x BB

K = kalium yang dibutuhkan

K1 = serum kalium yang diinginkan

K0 = serum kalium yang terukur

BB = berat badan (kg)

d. Hiperkalemia

Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi

ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama

melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,

perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10

menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.

3. Perubahan komposisi

20

a. Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)

Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar pada

pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan

nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan

penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek

pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene

trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.

b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)

Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut,

konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang

cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai,

analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.

c. Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)

Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat. Penyebab yang

paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat.

Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum

adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi

sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan

bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

d. Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)

Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh

hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat

defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian

kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH,

PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

II. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien

bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan postoperatif.

A. Faktor-faktor preoperatif

1. Kondisi yang telah ada

Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat operasi.

21

2. Prosedur diagnostik

Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat menyebabkan ekskresi

cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis 

osmotik.

3. Pemberian obat

Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit

4. Preparasi bedah

Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari traktus

gastrointestinal.

5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

6. Restriksi cairan preoperatif

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar 300-500 mL.

Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan abnormal

cairan.

7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya

Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

B. Faktor-faktor intraoperatif

1. Induksi anestesi

Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif karena hilangnya

mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.

2. Kehilangan darah yang abnormal

3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan ekstraselular ke

dinding dan lumen usus saat operasi)

4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang besar dan

prosedur operasi yang berkepanjangan)

C. Faktor-faktor postoperatif

1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

2. Peningkatan katabolisme jaringan

22

3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif

4. Risiko atau adanya ileus postoperatif

III. Terapi Cairan

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis

dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena.

Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan,

mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan

yang pindah ke rongga ketiga.

Terapi cairan resusitasi

Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau ekspansi cepat

dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka

bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer

Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa

diberikan 2-3 L dalam 10 menit. 

Terapi rumatan 

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang dewasa rata-rata

membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+=

1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan

urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan

insensible water losses. 

Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus yang

hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan

KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer’s dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung

hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan

mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.

Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena seperti sudah dijelaskan

kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus

konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat

mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.

Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar tubuh.

Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :

• 6-8 ml/kg untuk bedah besar

• 4-6 ml/kg untuk bedah sedang

• 2-4 ml/kg untuk bedah kecil

23

A. Jenis-Jenis Cairan

1. Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan kristaloid bila diberikan

dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid

untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar

20-30 menit.

Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan

walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang

terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan

kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat

mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar

bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke

ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit

cairan di ruang interstitiel.

Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid akan

masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi

jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian

cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.

2. Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau “plasma

expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan

aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)

dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat

terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan

kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

a. Koloid alami: 

Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan

plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi

24

protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin. 

b. Koloid sintetis:

1. Dextran:

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat

molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media

sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan

Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat

menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat

mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan

melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match,

waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi

anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

 

2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310

mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan

dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini

juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang).

Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan

volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena

potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak

mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita

gawat.

3. Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari

hidrolisa kolagen binatang.

Ada 3 macam gelatin, yaitu:

- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

- Urea linked gelatin

- Oxypoly gelatin

B. Terapi Cairan Preoperatif

25

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus diperhitungkan dan

sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang

masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua

berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti garam

fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi

yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa

yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan

sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik,

dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi

cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.

 

C. Terapi Cairan Intraoperatif

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar ditambah dengan

kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi).

Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.

1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi, katarak)

cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.

2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan sebanyak 2

ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma

pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer

Laktat atau Normosol-R.

3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar

ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.

D. Terapi Cairan Postoperatif

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk penderita di

daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak

dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses

katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang

cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu

26

pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian

karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan

pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan

pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi cairan ini

berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.

2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:

- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C

suhu tubuh

- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.

- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan

humidifikasi.

3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum selesai. Bila

kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya

angkut oksigen.

4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut. Monitoring organ-

organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran,

diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

BAB III

KESIMPULAN

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh didalamnya terkandung

nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel, sehingga amat penting dalam

menunjang kehidupan.

Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan ditambah lagi puasa

sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang

umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan

postoperatif.

Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume dan komposisi

normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan

pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan

kristaloid dan cairan koloid.

27