artikel 1-dampak perubahan iklim terhadap penyakit antraknosa pada tanaman kakao

4
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Penyakit Antraknosa pada Tanaman Kakao Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasakan waktu yang lama pada lokasi tertentu. Perubahan iklim dapat mempengaruhi banyak hal yang ada di wilayah tersebut. Penyebab adanya perubahan iklim ini dapat terjadi karena pemanasan global. Pemanasan global dapat ditandai dengan adanya suhu semakin meningkat, curah hujan tidak menentu, dan peningkatan permukaan air laut. Hal ini disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca yakni CO2, CH4, N2O dan CFC (Chloro fluoro carbon. Dengan adanya perubahan dan perbedaan iklim ini berakibat pada sektor pertanian salah satunya sektor perkebunan. Pengaruhnya dapat berupa kekeirngan, kebanjiran dan serangan hama penyakit. Komoditas perebunan yang dapat diserang antara lain kakao dan kopi. Kerugiannya seperti penurunan produktivitas dan daya tahan tanaman sehingga menjadi lebih rentan terhadap hama dan penyakit (direktorat perlindungan perkebunan, 2013). Salah satu penyakit yang menyerang tanaman kakao karena perubahan iklim ialah penyakit antraknosa. Penyakit ini berasal dari jamur Colletotrichum gloeosporioides. Jamur ini tersebar di semua negara yang merupakan parasit lemah dan menyerang bermacam-macam tanaman. Serangan penyakit antraknosa dapat terjadi secara ringan pada daun muda dengan memperlihatkan gejala bintik-bintik nekrosis berwarna coklat. Bintik nekrosis akan menjadi bercak berlubang dengan halo berwarna kuning. Pada daun yang lebih tua, bintik nekrosis berkembang menjadi bercak nekrosis yang beraturan. Pada daun-daun muda yang terserang berat, biasanya mudah mengalami kerontokan sehingga menyebabkan ranting gundul. Apabila serangan terjadi beberapa kali, akan terbentuk ranting-ranting seperti kipas dengan ruas yang pendek. Keadaan biasanya segera diikuti dengan kematian ranting. Pada buah, Buah muda lebih rentan terhadap infeksi jamur dari pada buah dewasa. Infeksi pada buah muda menimbulkan gejala kelayuan dengan bintik- bintik cokelat. Bintik tersebut segera berkembang menjadi bercak cokelat yang berlekuk (antraknosa). Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Antraknosa Pada dasarnya serangan penyakit, sesuai dengan konsep “Segitiga Penyakit”, hanya dapat terjadi jika ke-tiga faktor, yaitu patogen, inang dan lingkungan, mendukung perkembangan penyakit. Inang dalam kondisi yang rentan, patogen yang bersifat virulen (daya infeksi tinggi) dan jumlah yang cukup, serta lingkungan yang mendukung akan menyebabkan terjadinya serangan penyakit. Lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit berupa komponen lingkungan abiotik dan biotik. Lingkungan abiotik adalah suhu, kelembaban, dan cahaya. Sedangkan lingkungan biotik adalah musuh alami, organisme kompetitor, dan lain-lain.

Upload: sabila-rahmawati

Post on 06-Nov-2015

18 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

perubahan iklim terhadap tanaman perkebunan

TRANSCRIPT

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Penyakit Antraknosa pada Tanaman KakaoIklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasakan waktu yang lama pada lokasi tertentu. Perubahan iklim dapat mempengaruhi banyak hal yang ada di wilayah tersebut. Penyebab adanya perubahan iklim ini dapat terjadi karena pemanasan global. Pemanasan global dapat ditandai dengan adanya suhu semakin meningkat, curah hujan tidak menentu, dan peningkatan permukaan air laut. Hal ini disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca yakni CO2, CH4, N2O dan CFC (Chloro fluoro carbon. Dengan adanya perubahan dan perbedaan iklim ini berakibat pada sektor pertanian salah satunya sektor perkebunan. Pengaruhnya dapat berupa kekeirngan, kebanjiran dan serangan hama penyakit. Komoditas perebunan yang dapat diserang antara lain kakao dan kopi. Kerugiannya seperti penurunan produktivitas dan daya tahan tanaman sehingga menjadi lebih rentan terhadap hama dan penyakit (direktorat perlindungan perkebunan, 2013).Salah satu penyakit yang menyerang tanaman kakao karena perubahan iklim ialah penyakit antraknosa. Penyakit ini berasal dari jamur Colletotrichum gloeosporioides. Jamur ini tersebar di semua negara yang merupakan parasit lemah dan menyerang bermacam-macam tanaman. Serangan penyakit antraknosa dapat terjadi secara ringan pada daun muda dengan memperlihatkan gejala bintik-bintik nekrosis berwarna coklat. Bintik nekrosis akan menjadi bercak berlubang dengan halo berwarna kuning. Pada daun yang lebih tua, bintik nekrosis berkembang menjadi bercak nekrosis yang beraturan. Pada daun-daun muda yang terserang berat, biasanya mudah mengalami kerontokan sehingga menyebabkan ranting gundul. Apabila serangan terjadi beberapa kali, akan terbentuk ranting-ranting seperti kipas dengan ruas yang pendek. Keadaan biasanya segera diikuti dengan kematian ranting. Pada buah, Buah muda lebih rentan terhadap infeksi jamur dari pada buah dewasa. Infeksi pada buah muda menimbulkan gejala kelayuan dengan bintik-bintik cokelat. Bintik tersebut segera berkembang menjadi bercak cokelat yang berlekuk (antraknosa).Pengaruh Perubahan Iklim terhadap AntraknosaPada dasarnya serangan penyakit, sesuai dengan konsep Segitiga Penyakit, hanya dapat terjadi jika ke-tiga faktor, yaitu patogen, inang dan lingkungan, mendukung perkembangan penyakit. Inang dalam kondisi yang rentan, patogen yang bersifat virulen (daya infeksi tinggi) dan jumlah yang cukup, serta lingkungan yang mendukung akan menyebabkan terjadinya serangan penyakit. Lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit berupa komponen lingkungan abiotik dan biotik. Lingkungan abiotik adalah suhu, kelembaban, dan cahaya. Sedangkan lingkungan biotik adalah musuh alami, organisme kompetitor, dan lain-lain. Dari konsep segitiga penyakit tersebut tampak jelas bahwa iklim sebagai faktor lingkungan abiotik sangat berpengaruh terhadap proses timbulnya penyakit. Pengaruh faktor iklim terhadap patogen bisa terhadap siklus hidup patogen, virulensi (daya infeksi), penularan, dan reproduksi patogen. Dari konsep tersebut jelas sekali bahwa perubahan salah satu komponen akan berpengaruh terhadap intensitas serangan hama dan penyakit. Pengaruh perubahan iklim akan sangat spesifik untuk masing masing penyakit (Wiyono, 2007). Penyakit Antraknosa pada tanaman kakao, merupakan parasit lemah, yang hanya dapat mengadakan infeksi pada jaringan tanaman yang menjadi lemah karena faktor lingkungan yang kurang menguntungkan, seperti kurangnya pohon pelindung, kesuburan tanah yang rendah, atau tanaman yang menjadi lemah karena infeksi pathogen lain (Semangun, 1991). Perubahan pada beberapa faktor iklim akan menyebabkan perubahan pada penyakit antraknosa.Faktor-faktor iklim yang dapat menyebabkan penyakit anktraknosa:1.Suhu dan Curah hujanAntraknosa menyebar dengan membentuk konidia. Konidia dihasilkan dari bercak-bercak pada daun. Konidia tersebar akibat terbawa oleh air hujan, angin dan serangga. Di dalam air konidia sudah berkecambah dalam waktu 3 jam, sehingga hujan sekecil apapun dapat mendukung terjadinya infeksi. Ini berarti perkembangan penyakit berkaitan erat dengan jumlah hari hujan. Semakin banyak jumlah hari hujan semakin tinggi serangan penyakit antraknosa (Sukamto, 2009). Penyakit dapat bertahan secara laten pada kakao sepanjang tahun pada daun sakit yang tidak gugur atau pada ranting sakit yang masih hidup. Hujan yang turun setelah periode kering dapat merangsang tanaman kakao untuk membentuk daun-daun baru. Kondisi yang demikian ini juga cocok untuk merangsang sporulasi jamur yang dalam keadaan laten. Dengan tersedianya inang dan inoculum pada saat yang bersamaan maka sangat memungkinkan terjadinya epidemik (Sukamto, 2009). Disamping curah hujan, perkembangan antraknosa juga dipengaruhi oleh suhu. Untuk perkecambahan, infeksi, dan sporulasi dibutuhkan suhu optimum sebesar 29.5oc (Sukamto, 2009). Melihat dua kondisi diatas diperkirakan penyakit antraknosa akan berkembang pada perkebunan kakao di dataran menengah dan tinggi. Kondisi ini terjadi karena suhu muka bumi semakin meningkat, sehingga daerah-daerah yang tadinya bersuhu rendah berpotensi terhadap serangan antraknosa karena peningkatan suhu. Peningkatan suhu juga merangsang tanaman untuk melakukan evaporasi. Proses ini akan menyebabkan tanaman menjadi lemah bila terjadi anomali iklim ekstrim berupa musim kemarau yang berkepanjangan. Bila kondisi tanaman lemah antraknosa mudah berkembang.2.Cahaya MatahariPenyakit antraknosa berkembang pesat pada kebun-kebun yang mendapat sinar matahari langsung. Untuk menghindari hal tersebut maka penanaman tanaman pelindung perlu dilakukan. Tanaman pelindung berfungsi untuk menghindari cahaya matahari langsung mengenai perkebunan kakao. Bila kondisi suhu meningkat, musim kemarau lebih panjang, maka penanaman tanaman pelindung harus ditanam lebih rapat. Hal ini untuk mencegah terjadinya evaporasi yang berlebihan pada tanaman kakao. Namun perlu diperhatikan pula bila tanaman pelindung terlalu rapat dapat menyebabkan OPT lain berkembang baik, misalnyaHelopeltisdan penggerek buah kakao (PBK). Oleh sebab itu pemangkasan menjadi penting untuk diperhatikan. Menurut Sukamto (2009) pertanaman yang naungannya kurang baik atau tanpa naungan, akan mendapatkan gangguan penyakit antraknosa yang berat karena suhu di sekitar tanaman cukup tinggi. Perubahan iklim, yang salah satu dampaknya adalah meningkatnya suhu udara, akan menjadi faktor pendukung dari perkembangan penyakit antraknosa.Daftar PustakaKoesmaryono, Y. dan Y. Sugiarto. 2010. Dampak Variabilitas dan Perubahan Iklim Terhadap Perkembangan Hama Dan Penyakit Tanaman Padi. Bagian Agrometeorologi, Departemen Geofisika Dan Meteorologi, Fakultas Mipa, Institut Pertanian Bogor. Bogor.Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Cetakan ke-3.Sukamto, S. 2009. Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir: Penendalian Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta.Untung, K. 2007. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada Uniersity Press. Yogyakarta.Wiyono, S. 2007. Perubahan Iklim dan Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman. Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga Bogor. Makalahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Iklim. Diakses tanggal 15 April 2014.