penawaran ekspor kakao

24
Makalah PENGEMBANGAN EKSPOR KAKAO Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Ekonomi Pertanian Oleh: IRLANGGANA (071510101054) BUDIDAYA PERTANIAN / AGRONOMI JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

Upload: denmaz-irlanggana

Post on 26-Jun-2015

547 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penawaran Ekspor Kakao

Makalah

PENGEMBANGAN EKSPOR KAKAO

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Tugas

Kuliah Ekonomi Pertanian

Oleh:

IRLANGGANA (071510101054)

BUDIDAYA PERTANIAN / AGRONOMI

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2009

Page 2: Penawaran Ekspor Kakao

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan dan juga salah

satu komoditas ekspor utama sektor pertanian di Indonesia. Pengembangan kakao

ke depan secara global diarahkan pada upaya mewujudkan agribisnis kakao yang

efisien dan efektif sehingga tercipta peningkatan pendapatan petani (khususnya

petani kakao) dan hasil kakao yang berdaya saing.

Indonesia merupakan produsen kakao dunia pada urutan ke-tiga (lihat

Tabel l.) Produksi kako Indonesia menurun pada tahun 2002, namun terus

meningkat hingga 2004/2005.

Tabel 1. Produksi Kakao Dunia, 2001-2005 (000 ton)

Kelompok

Negara

2001-

2002

2002-

2003

2003-

2004

2004-

2005

Cote d”Ivoire 1.264,7 1.351,5 1.407,2 1.273,0

Ghana 340,6 497,0 737,0 586,0

Indonesia 455,0 410,0 420,0 435,0

Nigeria 185,0 173,2 175,0 190,0

Total Dunia 2.868,4 3.166,7 3.521,6 3.289,0

Sumber : International Cocoa Organization, 2005

Selain produsen ke-tiga dunia, Indonesia juga merupakan negara

pengekpor kakao dunia. Pada tahun 2003/4 Indonesia merupakan pengekspor ke-

tiga dunia.

Tabel 2. Eksportir Biji Kakao, 2000/1 - 2003/2004

NO Negara

Eksportir

Jumlah Ekspor ( 000 ton)

2000/01 2001/02 2002/03 2003/04

1 Cameroon 101,56 95,63 108,19 136,08

2 Pantai

Gading

903,39 1.019,2

5

1.070,9

8

1.039,4

8

3 Ghana 306,83 284,68 310,33 608,10

4 Nigeria 149,37 160,29 145,09 161,84

Page 3: Penawaran Ekspor Kakao

5 Brazil 2,48 3,50 3,59 1,56

6 Rep.

Dominika

33,81 40,25 38,39 40,44

7 Equador 57,19 58,86 57,37 85,88

8 Venezuela 7,59 8,20 8,30 7,39

9 Indonesia 326,46 364,81 365,65 314,10

10 Malaysia 17,17 18,45 21,11 11,84

11 Papua New

Guinea

38,80 37,92 39,07 38,70

12 Lainnya 42,07 46,80 47,92 74,38

Total 1.986,7

2

2.138,6

2

2.215,9

7

2.519,8

0

Sumber : International Cocoa Organization, 2004

Jumlah produksi kakao Indonesia pada tahun 2002/2003 menurut

Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (2004), sebesar 425.000 ton sedangkan

konsumsinya sebesar 12.000 ton, kelebihan produksi ini ditawarkan Indonesia

kepada negara lain melalui kegiatan ekspor.

1.2 Permasalahan

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran ekspor kakao

Indonesia ?

2. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap penawaran ekspor

kakao Indonesia ?

3. Seberapa besar elastisitas masing-masing faktor yang mempengaruhi

penawaran ekspor kakao ?

Page 4: Penawaran Ekspor Kakao

1.3 Tujuan dan Manfaat

1. Untuk mengetahui perkembangan produksi kakao dari tahun ke tahun.

2. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi naik turunnya produksi

kakao.

3. Dapat memberikan gambaran prospek agribisnis dibidang agribisnis ke

depannya.

Page 5: Penawaran Ekspor Kakao

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Kakao merupakan tanaman tropis tahunan yang berasal dari Amerika

Selatan. Dari Amerika Selatan tanaman ini menyebar ke Amerika Utara, Afrika,

dan Asia (Anonymous, 2005). Di Indonesia, budidaya kakao diusahakan oleh

perusahaan Perkebunan Negara dan Swasta serta Perkebunan Rakyat. Lokasi

perusahaan perkebunan skala besar yang diusahakan negara terletak di Sumatera

Utara, Jawa Tengah, dan Jawa timur. Beberapa produk olahan yang dapat

dihasilkan dari kakao yaitu, cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake dan cocoa

powder.

Teori Penawaran

Penawaran suatu komoditas, baik barang atau jasa merupakan jumlah

komoditas yang ingin dijual pada berbagai tingkat harga di pasar pada jangka

waktu tertentu. Hukum penawaran menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu

barang maka akan semakin banyak jumlah barang yang ditawarkan oleh para

produsen. Sebaliknya, jika harga rendah maka semakin berkurang jumlah barang

yang ditawarkan oleh produsen. Hal ini dapat diartikan adanya hubungan searah

(positif) antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah barang yang akan

dijual, ceteris paribus (Gilarso, 1993).

Banyaknya suatu komoditas yang akan dihasilkan dan ditawarkan oleh

perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tesebut antara lain : 1)

Harga barang itu sendiri, 2) Harga barang substitusi, 3) Harga faktor produksi, 4)

Teknologi , dan 5) Harapan produsen terhadap harga produksi di masa

mendatang.

Teori Perdagangan Internasional

Menurut Gonarsyah dalam Safitri (2004), ada beberapa faktor yang

mendorong timbulnya perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu negara

dengan negara lain. Faktor-faktor tersebut antara lain, 1) keinginan untuk

memperluas pemasaran komoditas ekspor, 2) memperbesar penerimaan devisa

negara bagi kegiatan pembangunan, 3) adanya perbedaan biaya relatif dalam

menghasilkan komoditas tertentu, serta 4) adanya perbedaan penawaran dan

Page 6: Penawaran Ekspor Kakao

permintaan antar negara karena tidak semua negara mampu menyediakan

kebutuhan masyarakatnya. Adam Smith dalam Tatakomara (2004), menyatakan

bahwa perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut

(absolut advantage). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki

keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditas,

namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara

lain dalam memproduksi komoditas lainnya, maka kedua negara tersebut dapat

memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi

dalam memproduksi komoditas yang memiliki keunggulan absolut, dan

menukarkannya dengan komoditas lain yang memiliki kerugian absolut.

Sedangkan Ricardo dalam Salvatore (2004), menyatakan bahwa

perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan komparatif, meskipun

sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap)

negara lain dalam memproduksi kedua komoditas, namun masih tetap terdapat

dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak.

Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan

mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan

komoditas dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang

memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditas ini memiliki kerugian

komparatif).

Teori Ekspor

Ekspor suatu negara merupakan selisih antara jumlah komoditas yang

tersedia untuk ditawarkan dengan permintaan dalam negeri dan stok pada tahun

berjalan. Menurut Soekartawi (2005), ekspor sebagai bagian dari perdagangan

internasional bisa dimungkinkan oleh beberapa kondisi, antara lain :

1) Adanya kelebihan produksi dalam negeri, sehingga kelebihan tersebut dapat

dijual ke luar negeri melalui kebijaksanaan ekspor.

2) Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun produk tersebut

hanya tersedia sedikit karena adanya kekurangan produk dalam negeri.

Page 7: Penawaran Ekspor Kakao

3) Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri daripada

penjualan di dalam negeri, dikarenakan harga di pasar dunia yang lebih

menguntungkan.

4) Adanya kebijaksanaan ekspor yang bersifat politik.

5) Adanya barter antarproduk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan

tak dapat diproduksi di dalam negeri.

Besarnya ekspor suatu komoditas di pasar internasional dalam

perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditas tersebut.

Harga yang terjadi pada pasar internasional merupakan keseimbangan antara

penawaran dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan

mempengaruhi penawaran dunia dan perubahan dalam konsumsi dunia akan

mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan

mempengaruhi harga (Salvatore, 2004).

Banyak faktor yang mempengaruhi penampilan ekspor. Menurut

Darmansyah dalam Soekartawi (2005), faktor-faktor ini adalah harga internasional

komoditas tersebut, nilai tukar uang (exchange rate), kuota ekspor-impor, kuota,

dan tarif serta nontarif.

Penawaran ekspor kakao Indonesia dipengaruhi oleh berbagai macam

faktor. Faktor-faktor tersebut diperkirakan adalah produksi kakao Indonesia,

konsumsi kakao domestik, jumlah ekspor kakao tahun sebelumnya, harga kakao

domestik, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, serta situasi perekonomian

(dummy). Produksi kakao Indonesia diduga berpengaruh karena bila produksi

dalam negeri berlebih maka kelebihan ini dapat ditawarkan ke negara lain melalui

kegiatan ekspor. Naik-turunnya jumlah konsumsi kakao domestik diduga

berpengaruh terhadap jumlah penawaran ekspor kakao Indonesia. Harga kakao

internasional dan harga kakao domestik digunakan dalam penelitian ini, karena

dalam hukum penawaran maupun permintaan, harga dapat mempengaruhi jumlah

penawaran dan permintaan. Jumlah ekspor kakao pada tahun sebelumnya

digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi, karena naik turunnya jumlah

ekspor kakao pada saat ini dapat diperkirakan oleh jumlah ekspor kakao pada

tahun sebelumnya. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika merupakan faktor

Page 8: Penawaran Ekspor Kakao

pendukung yang memungkinkan terjadinya perdagangan Internasional. Serta

Situasi perekonomian sebelum dan setelah terjadinya krisis moneter (Dummy),

karena diduga mempengaruhi jumlah penawaran ekspor kakao. Kerangka

pemikiran operasional ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional

Hasil Penelitian Terdahulu

Kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh Sambudi (2005), faktor-faktor

yang mempengaruhi ekspor kopi Arabika Indonesia adalah harga ekspor kopi

Arabika, harga domestik kopi Arabika, nilai tukar rupiah terhadap dollar, trend

Model Regresi Linier Berganda

JEK = bo+ b1 PDt + b2 KDt + b3 JEt-1 + b4 HIt + b5 HDt- + b6 NTt- + b7 D + ε

Ekspor Kakao Indonesia

Diolah dengan Program SPSS

Penerapan Model : Elastisitas

Uji Hipotesis

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penawaran ekspor kakao Indonesia :

PDt = Produksi Kakao Domestik (ton) pada tahun t

KDt = Konsumsi Kakao Domestik (ton) pada tahun t

JEt-1 = Jumlah Ekspor Kakao (ton) pada tahun sebelumnya t-1

HIt = Harga Kakao Internasional (US $/ton) pada tahun t

HDt = Harga Kakao Domestik (Rp/ton) pada tahun t

Page 9: Penawaran Ekspor Kakao

waktu, pendapatan perkapita, lag ekspor, produksi, dan dummy. Semua variabel

yang terdapat dalam model ekspor masing-masing berpengaruh nyata terhadap

ekspor kecuali pendapatan perkapita dan trend waktu. Dalam jangka pendek

semua variabel dalam model ekspor memiliki nilai elastisitas kurang dari satu.

Sedangkan dalam jangka panjang ekspor kopi Arabika Indonesia responsif

terhadap perubahan harga domestik, nilai tukar, produksi, dan lag ekspor.

Sedangkan ekspor kopi Arabika Indonesia tidak responsif terhadap perubahan

harga ekspor. Peningkatan jumlah ekspor ini disebabkan oleh faktor kurs, yaitu

terdepresiasinya rupiah terhadap dollar Amerika yang membuat harga kopi

Arabika Indonesia relatif lebih murah (variabel dummy).

Karabain (2001), mengkaji perdagangan kakao Indonesia ke Malaysia.

Ekspor kakao Indonesia ke Malaysia dipengaruhi secara nyata oleh harga kakao

Indonesia ke Malaysia, konsumsi kakao Indonesia, dan tidak dipengaruhi secara

nyata oleh produksi Indonesia. Sedangkan impor kakao Malaysia dari Indonesia

secara nyata dipengaruhi oleh produksi kakao Malaysia, konsumsi kakao

Malaysia, dan pendapatan per kapita Malaysia.

PERKEMBANGAN KAKAO INDONESIA

Produksi

Produksi biji kakao Indonesia pernah mengalami penurunan pada tahun

1997 dan 1999, hal tersebut disebabkan terjadinya musim panas dan penurunan

luas areal tanaman kakao itu sendiri. Jika sebelum tahun 1987, produksi biji

kakao Indonesia didominasi oleh perkebunan besar Negara dengan porsi 50

sampai 80%, maka semenjak tahun 1987 (lebih dari 50%) pangsa pasar terbesar

untuk produksi kakao diduduki oleh Perkebunan Rakyat.

Perdagangan Kakao Indonesia

Pengembangan tanaman kakao di Indonesia hingga tahun 2003 telah

mencapai 964.223 ha dengan produksi 698.816 ton biji kakao kering yang

diperkirakan pada tahun 2005 naik menjadi 992.448 ha dengan produksi 652.396

ton biji kakao kering, tersebar di 31 propinsi. Indonesia pada saat ini sebagai

negara produsen kakao terbesar ke-tiga dunia setelah Cote d’Ivoire dan Ghana.

Jumlah petani kakao mencakup 1,098 juta kepala keluarga. Ekspor komoditi

Page 10: Penawaran Ekspor Kakao

kakao mencapai nilai US $ 546,56 juta dengan volume 0,367 juta ton pada tahun

2004 (Departemen Pertanian, 2006).

Kelembagaan yang menangani perkakaoan di Indonesia meliputi Asosiasi

Petani Kakao Indonesia (APKAI) yang mewakili petani, Asosiasi Kakao

Indonesia (ASKINDO) yang mewakili pengusaha, Direktorat Jenderal

Perkebunan yang mewakili pemerintah, dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

(PUSLITKOKA) yang mewakili lembaga penelitian.

Menurut Askindo 2006, sebagian besar petani kakao belum menjual

langsung hasil panennya kepada perusahaan. Hal ini disebabkan antara lain, (1)

tempat tinggal petani relatif tersebar dan (2) jumlah produksi kakao seorang petani

setiap kali panen relatif sedikit (satu sampai lima kilogram per dua minggu).

Mata rantai perdagangan kakao dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini.

Petani kakao yang bertempat tinggal jauh dari Ibukota

Kecamatan/Kabupaten biasanya menjual kakao mereka kepada para pedagang

pengumpul, karena jumlah kakao yang akan dijual petani tidak lebih dari 20 kg

(Departeman Pertanian dalam Karabain, 2001), sehingga menjual langsung

kepada para pedagang menjadi tidak efisien, karena memerlukan ongkos angkut

relatif besar. Hal ini akan terus berlangsung selama pengetahuan petani terhadap

informasi mengenai kualitas, mutu, serta harga jual kurang. Oleh karena itu

pemerintah perlu memberikan informasi atau penyuluhan mengenai penanganan

pascapanen agar hasil produksi mereka menjadi lebih baik sehingga akan

memperoleh harga jual yang lebih tinggi.

Pedagang antarkota disini adalah para pedagang yang membeli kakao pada

suatu daerah kemudian menjualnya kembali ke luar kota/daerah yang

membutuhkan suplai barang. Usaha dagang yang dimaksud adalah usaha yang

bergerak pada jual beli biji kakao, sedangkan pedagang perantara dapat diartikan

sebagai pedagang kecil, yang umumnya mereka tidak khusus berusaha sebagai

pedagang hasil pertanian artinya hanya sebagai usaha sampingan.

Perdagangan Kakao Dunia

Perdagangan kakao dunia didominasi oleh biji kakao dan produk akhir

(cokelat), sedangkan produk antara (cacao butter, cocoa powder, dan cocoa

Page 11: Penawaran Ekspor Kakao

paste) volumenya relatif kecil. Tahun 2001/02, volume ekspor biji kakao

mencapai 2,12 juta ton dan re-ekspor 235 ribu ton. Pada periode yang sama,

volume ekspor produk akhir (cokelat) mencapai 2,9 juta ton. Sementara volume

ekspor kakao butter, kakao powder, dan kakao paste masing-masing sebesar 528

ribu ton, 594 ribu ton, dan 341 ribu ton (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia,

2004).

Eksportir utama biji kakao dunia tahun 2003/04 ditempati oleh Pantai

Gading dengan total ekspor 1 juta ton. Eksportir terbesar berikutnya adalah

Ghana, Indonesia, dan Nigeria dengan volume masing-masing 608 ribu ton,

314 ribu ton, dan 161 ribu ton. Di sisi lain, importir terbesar biji kakao dunia

adalah Belanda dengan volume 561 ribu ton, diikuti Amerika Serikat, Jerman,

Malaysia, Prancis, Belgia, dan Inggris dengan volume impor masing-masing

488 ribu ton, 212 ribu ton, 181 ribu ton, 154 ribu ton, 139 ribu ton dan 138 ribu

ton. Belanda sebagai importir terbesar biji kakao sekaligus berperan sebagai re-

ekspor terbesar biji kakao dunia dengan volume 78,2 ribu ton.

Perkembangan Konsumsi Kakao Dunia

Konsumsi kakao dapat dibedakan antara konsumsi biji kakao dan

konsumsi cokelat. Konsumsi biji kakao dihitung berdasarkan kapasitas

pengolahan atau grinding capacity, sedangkan konsumsi cokelat dihitung

berdasarkan indeks per kapita.

Dalam perdagangan kakao, konsumsi biji kakaolah yang berkaitan

langsung dengan produksi dan interaksi keduanya menentukan harga kakao dunia.

Harga kakao bergerak naik jika konsumsi biji kakao lebih besar dari produksinya

dan sebaliknya harga kakao akan merosot apabila konsumsi biji kakao lebih kecil

dari produksi.

Konsumsi biji kakao dunia sedikit berfluktuasi dengan kecenderungan

terus meningkat. Negara konsumen utama biji kakao dunia adalah Belanda yang

mengkonsumsi 445 ribu ton pada tahun 2000/01. Konsumsi negara ini menurun

menjadi 418 ribu ton tahun 2001/02 dan 440 ribu ton tahun 2002/03. Namun

kembali meningkat pada tahun 2003/04 menjadi 445 ribu ton.

Page 12: Penawaran Ekspor Kakao

Konsumen besar lainnya adalah Amerika Serikat, diikuti Pantai Gading,

Jerman, dan Brazil yang masing masing mengkonsumsi 440 ribu ton, 265 ribu

ton, 225 ribu ton, dan 205 ribu ton pada tahun 2000/01. Tahun 2001/02 dan

2002/03 konsumsi negara-negara konsumen utama kakao dunia ini relatif stabil,

dan sedikit mengalami penurunan.

Sementara itu konsumsi cokelat dunia masih didominasi oleh negara-

negara maju terutama masyarakat Eropa yang tingkat konsumsi rata-ratanya sudah

lebih dari 1,87kg per kapita per tahun. Konsumsi per kapita tertinggi ditempati

oleh Belgia dengan tingkat konsumsi 5,34 kg/kapita/tahun, diikuti Eslandia,

Irlandia, Luxembur, dan Austria masing-masing 4,88 kg, 4,77 kg, 4,36 kg dan

4,05 kg/kapita/tahun (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004) .

Page 13: Penawaran Ekspor Kakao

BAB III. PEMBAHASAN

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kakao

Indonesia

1) Produksi Kakao Domestik

Variabel produksi kakao Indonesia memiliki pengaruh yang positif dengan

nilai koefisien sebesar 0,255 dan nilai thitung sebesar 1,813 (lebih besar dari ttabel

1,771) nyata pada taraf kepercayaan 95%. Koefisien regresi tersebut berarti jika

terjadi peningkatan produksi kakao domestik sebesar satu ton dengan asumsi

variabel bebas lainnya tidak berubah (ceteris paribus), maka akan meningkatkan

volume penawaran ekspor kakao Indonesia sebesar 0,255 ton.

Nilai elastisitas produksi kakao domestik Indonesia adalah sebesar 0,327,

artinya apabila produksi kakao domestik ditingkatkan sebesar 1 persen, maka

penawaran ekspor kakao Indonesia akan meningkat sebesar 0,327 persen. Nilai

elastisitas sebesar 0,327 (< 1) menunjukkan bahwa produksi kakao domestik

bersifat inelastis, artinya apabila produksi kakao domestik ditingkatkan maka

peningkatan ekspor kakao Indonesia tidak terlalu besar. Keadaan ini menunjukkan

bahwa volume penawaran ekspor kakao Indonesia bersifat tidak responsif

terhadap produksi kakao domestik.

2) Harga Kakao Domestik

Koefisien regresi dari variabel harga domestik adalah sebesar -0,041 dan

nilai thitung sebesar 2,712 (lebih besar dari ttabel 2,650), nyata pada taraf kepercayaan

99%. Tanda koefisien regresi yang bersifat negatif ini memberi arti bahwa jika

terjadi peningkatan harga kakao domestik sebesar Rp. 1 per ton dengan asumsi

variabel bebas lainnya tidak berubah (ceteris paribus), maka akan menurunkan

volume penawaran ekspor kakao Indonesia sebesar 2,712 ton.

Tanda negatif (-) dari variabel ini sesuai dengan hipotesis yang

dikemukakan sebelumnya. Harga kakao domestik bila dibandingkan dengan harga

kakao internasional dapat dikatakan rendah, apalagi ditambah dengan adanya

automatic detention yang diberlakukan oleh Amerika terhadap kakao Indonesia.

Jika harga kakao domestik tinggi maka akan menurunkan penawaran ekspor

Page 14: Penawaran Ekspor Kakao

kakao Indonesia ataupun sebaliknya. Oleh karena itu harga kakao Indonesia yang

rendah menarik minat para negara pengimpor dan para eksportir akan

meningkatkan penawaran ekspor kakao ke negara-negara lain.

Nilai elastisitas harga kakao domestik Indonesia adalah sebesar -0,543,

artinya apabila harga kakao domestik ditingkatkan sebesar 1 persen, maka

penawaran ekspor kakao Indonesia akan berkurang sebesar 0,543 persen. Nilai

elastisitas sebesar 0,543 (lebih kecil dari 1) menunjukkan bahwa harga kakao

domestik bersifat inelastis. Keadaan ini menunjukkan ekspor kakao Indonesia

tidak terlalu responsif terhadap harga kakao domestik.

3) Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS

Variabel nilai tukar memiliki pengaruh yang positif terhadap penawaran

ekspor kakao Indonesia dengan nilai koefisien sebesar 19,913 dan nilai thitung

sebesar 2,590 (lebih besar dari ttabel 1,771), nyata pada taraf kepercayaan 95%.

Tanda koefisien regresi yang bersifat positif ini mengartikan bahwa jika terjadi

penguatan nilai tukar sebesar satu satuan dengan asumsi variabel bebas lainnya

tidak berubah (ceteris paribus), maka akan meningkatkan volume penawaran

ekspor kakao Indonesia sebesar 19,913 satuan. Atau dengan kata lain nilai tukar

rupiah memiliki pengaruh yang nyata terhadap jumlah ekspor kakao Indonesia,

pada taraf kepercayaan 95%.

Tanda positif (+) dari variabel ini sesuai dengan hipotesis yang

dikemukakan sebelumnya. Keadaan ekonomi Indonesia yang belum sepenuhnya

pulih dari krisis moneter serta situasi politik yang bergejolak menyebabkan nilai

tukar rupiah terhadap dollar AS melemah. Terdepresiasinya nilai tukar rupiah

memungkinkan harga komoditas dalam negeri menjadi lebih murah sehingga daya

saing komoditas pertanian Indonesia di pasar luar negeri menjadi semakin

meningkat. Oleh karena itu penawaran ekspor kakao Indonesia dapat meningkat.

Elastisitas sebesar 0,376 (lebih kecil dari 1) menunjukkan bahwa nilai

tukar rupiah bersifat inelastis terhadap volume penawaran ekspor kakao

Indonesia. Ini dapat diartikan bahwa peningkatan volume ekspor kakao Indonesia

tidak responsif terhadap perubahan nilai tukar rupiah.

Page 15: Penawaran Ekspor Kakao

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut :

1) Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran ekspor

kakao Indonesia adalah produksi kakao domestik, harga kakao domestik, dan

nilai tukar.

2) Koefisien regresi variabel produksi kakao domestik, harga kakao domestik,

dan nilai tukar, masing-masing adalah +0,255, -0,041, dan + 19.913.

3) Nilai elastisitas dari variabel produksi kakao domestik, harga kakao domestik,

dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS secara berturut-turut adalah sebesar

0,327, 0,543, dan 0,376

4.2 Saran

Saran untuk meningkatkan penawaran ekspor kakao Indonesia di masa

yang akan datang, adalah 1) pemerintah perlu mempertimbangkan kembali

pemberlakuan pajak ekspor untuk kakao, 2)menghapus beberapa pungutan yang

bermasalah, seperti pungutan antar pulau, pungutan antar daerah, dan

sumbanganpihak ke-tiga

Page 16: Penawaran Ekspor Kakao

DAFTAR PUSTAKA

Assosiasi Kakao Indonesia. 2005. Prospek Agroindustri Kakao Indonesia Di Pasaran Dunia Sampai Dengan 2010. ASKINDO : Jakarta

Downey, W. David dan Steven P. Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Erlangga : Jakarta

Anonim. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. http: //www.litbang.Deptan.go.id

Bun. 2005. Kakao Dunia Kurang Sempurna Tanpa Kakao Indonesia. http: //www.kapanlagi.com