analisis daya saing dan faktor-faktor yang … · 15 harga pasta kakao negara eksportir di belanda...

94
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ALIRAN EKSPOR KOMODITAS KAKAO OLAHAN INDONESIA AHMAD FADHLI FIRSYA DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: haxuyen

Post on 20-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI ALIRAN EKSPOR KOMODITAS KAKAO

OLAHAN INDONESIA

AHMAD FADHLI FIRSYA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di
Page 3: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dayasaing dan

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Komoditas Kakao Olahan

Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Ahmad Fadhli Firsya

NIM H14080028

Page 4: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

ABSTRAK

AHMAD FADHLI FIRSYA. Analisis Dayasaing dan Faktor-faktor yang

Memengaruhi Aliran Ekspor Komoditas Kakao Olahan Indonesia. Dibimbing

oleh YETI LIS PURNAMADEWI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dayasaing dan faktor-faktor

yang memengaruhi aliran ekspor kakao olahan Indonesia pada lima negara tujuan

ekspor Indonesia. Metode yang digunakan untuk analisis daya saing kakao olahan

Indonesia, yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA). Hasil dari analisis

RCA secara umum menunjukkan bahwa mentega, lemak, dan minyak kakao

Indonesia memiliki dayasaing yang relatif lebih baik dibandingkan dengan pasta

dan bubuk kakao pada masing-masing negara tujuan ekspor. Untuk menganalisis

faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor kakao olahan Indonesia digunakan

analisis ekonometrika dengan pendekatan Gravity Model. Variabel yang

signifikan memengaruhi aliran ekspor kakao pasta kakao Indonesia adalah GDP

pengimpor, GDP Indonesia, populasi pengimpor, populasi Indonesia, harga

ekspor pasta kakao Indonesia, nilai tukar rill rupiah, jarak ekonomi, dan bea

keluar biji kakao. Sedangkan pada komoditas mentega, lemak, dan minyak kakao

seluruh variabel tersebut berpengaruh signifikan. Sementara itu, pada komoditas

bubuk kakao terdapat dua variabel yang tidak signifikan memengaruhi aliran

ekspor bubuk kakao Indonesia yaitu GDP pengimpor dan jarak ekonomi.

Kata Kunci: Kakao, Ekspor, RCA, Model Gravitasi, Data Panel.

ABSTRACT

AHMAD FADHLI FIRSYA. Analysis of Competitiveness and the Factors

Affecting Indonesian Cocoa Exports. Supervised by YETI LIS PUNAMADEWI.

This study aims to analyze the competitiveness and factors that affect the

flow of Indonesian cocoa exports in five export destinations of Indonesia.. The

method used for the analysis of the competitiveness of Indonesian cocoa is the

Revealed Comparative Advantage (RCA). The results of the RCA analysis

generally indicate that Indonesian cocoa butter, fat, and oil has a better relatively

competitiveness compared with the cocoa paste and cocoa powder on each export

destination. To analyze the factors that affect the flow of Indonesian cocoa exports

used econometric analysis with the Gravity Model approach. Significant variables

that affecting the flow of Indonesian cocoa paste export are importer GDP, the

GDP of Indonesia, importer population, the population of Indonesia, the export

price of Indonesian cocoa paste, the real exchange rate of the IDR, economic

distance, and the duties of cocoa beans. While for the commodity cocoa butter, fat,

oil throughout these variables have a significant effect. Meanwhile, in commodity

cocoa powder there are two variables that do not significantly affect the flow of

Indonesian cocoa powder exports are importer GDP and economic distance.

Keywords: Cocoa, Export, RCA, Gravity Model, Panel Data

Page 5: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI ALIRAN EKSPOR KOMODITAS KAKAO

OLAHAN INDONESIA

AHMAD FADHLI FIRSYA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 6: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di
Page 7: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di
Page 8: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di
Page 9: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Tak lupa salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi dan

Rasul termulia Muhammad SAW beserta keluarganya dan sahabatnya yang setia

hingga akhir zaman.

Skripsi yang berjudul “Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang

Memengaruhi Aliran Ekspor Komoditas Kakao Olahan Indonesia”, ini merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen

Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk

menganalisis dayasaing dan faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor

komoditas kakao olahan Indonesia.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak

terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Firdaus dan Ibu

Syamsiah serta adik-adik tercinta dari penulis, Muhammad Haekal Firsya dan

Nada Ulfa Firsya atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu,

penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Alla Asmara, S.Pt. M.Si selaku dosen penguji utama dan Dr. Muhammad

Findi A, SE, M.E selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas saran dan

kritik yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr yang juga telah memberikan arahan dan saran

dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi

FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.

5. Keluarga KAREMATA FEM IPB, Ryan, Dudi, Dewa, Ari, Ardhi, Mia,

Tazkia, Nurul, Nia, Trisa, Triana, Linda, Garin, Baskara, Indra, dan yang

lainnya baik dari angkatan perintis sampai angkatan 11.

6. Teman satu bimbingan, Adnan, Andra, Ina, dan Tere yang telah membantu

dalam memberi masukan dan doa.

7. Teman kontrakan DR D-15, Aji, Arif, Agung, Bayu, Busrol, Pardi, dan

Samsu.

8. Fridayanti Dwi Mumpuni atas waktu, saran, kesabaran, motivasi, dan doanya.

9. Teman-teman Ilmu Ekonomi 45 atas dukungan dan motivasinya.

10. Semua Pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Ahmad Fadhli Firsya

Page 10: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di
Page 11: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Konsep Dayasaing 7

Konsep Perdagangan Internasional 9

Konsep Aliran Perdagangan Ekspor 11

Model Gravitasi (Gravity Model) 15

Studi Penelitian Terdahulu 16

Kerangka Pemikiran 21

Hipotesis Penelitian 23

METODE PENELITIAN 23

Jenis dan Sumber Data 23

Metode Analisis 24

Definisi Operasional 32

PRODUKSI DAN EKSPOR KAKAO OLAHAN INDONESIA SERTA

PERKEMBANGAN EKONOMI NEGARA TUJUAN UTAMA 33

Produksi dan Ekspor Kakao Olahan Indonesia 33

Aliran Ekspor Kakao Olahan Indonesia dan Perekonomian Negara Importir 34

HASIL DAN PEMBAHASAN 37

Analisis Dayasaing Kakao Olahan Indonesia di Negara Tujuan Utama 45

Estimasi Model Aliran Perdagangan Ekspor Kakao Olahan Indonesia 50

SIMPULAN DAN SARAN 60

Simpulan 60

Saran 61

Page 12: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 65

RIWAYAT HIDUP 78

Page 13: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan ekspor komoditas primer perkebunan tahun 2008 - 2011 2

2 Produksi negara penghasil kakao terbesar di dunia (ton) 2

3 Ekspor kakao olahan Indonesia ke negara tujuan utama tahun 2006-

2012 4

4 Impor total kakao olahan oleh negara tujuan ekspor Indonesia 2008-

2012 4

5 Selang nilai statistik Durbin-Watson serta keputusannya 32

6 Luas areal perkebunan dan produksi kakao tahun 2006-2013 33

7 Perkembangan luas areal perkebunan kakao Indonesia berdasarkan

status pengusahaannya tahun 2009-2013 34

8 Perkembangan produktivitas kakao berdasarkan status pengusahaannya

tahun 2006-2012 34

9 Produksi kakao di daerah sentra produksi di Indonesia 35

10 Perkembangan ekspor kakao olahan Indonesia berdasarkan kode HS 4

digit pada negara tujuan utama ekspor tahun 2012 37

11 Ekspor kakao olahan Indonesia ke Amerika tahun 2009-2012 38

12 Ekspor kakao olahan Indonesia ke Australia tahun 2009-2012 38

13 Ekspor kakao olahan Indonesia ke Belanda tahun 2009-2012 39

14 Ekspor kakao olahan Indonesia ke Cina tahun 2009-2012 39

15 Ekspor kakao olahan Indonesia ke Jerman tahun 2009-2012 39

16 Hasil estimasi RCA produk kakao olahan Indonesia di Amerika 45

17 Hasil estimasi RCA produk kakao olahan Indonesia di Australia 46

18 Hasil estimasi RCA produk kakao olahan Indonesia di Belanda 48

19 Hasil estimasi RCA produk kakao olahan Indonesia di Cina 48

20 Hasil estimasi RCA produk kakao olahan Indonesia di Jerman 49

21 Hasil estimasi model aliran ekspor pasta kakao Indonesia ke negara

tujuan utama 51

22 Hasil estimasi model aliran ekspor mentega, lemak dan minyak kakao

Indonesia ke negara tujuan utama 54

23 Hasil estimasi model aliran ekspor bubuk kakao Indonesia ke negara

tujuan utama 57

DAFTAR GAMBAR

1 Pendapatan domestik bruto atas harga konstan 2000 menurut lapangan

usaha tahun 2004-2013 1 2 Volume ekspor produk kakao berdasarkan kode HS 4 digit tahun 2000-

2012 3 3 Volume aliran ekspor kakao olahan dunia dan Indonesia tahun 2000-

2012 5

4 Pangsa pasar kakao olahan Indonesia di negara tujuan utama tahun

2008-2012 6 5 Kurva Perdagangan Internasional 10

Page 14: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

6 Dampak depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat

pada net ekspor 14 7 Analisis keseimbangan parsial atas biaya transportasi 16 8 Kerangka Pemikiran 22

9 Pohon Industri Kakao 36

10 Hubungan aliran ekspor kakao olahan Indonesia dan GDP riil perkapita

negara pengimpor tahun 2005-2012 40

11 Hubungan aliran ekspor kakao olahan Indonesia dan Populasi negara

pengimpor tahun 2005-2012 41 12 Hubungan aliran ekspor kakao olahan Indonesia dan harga ekspor

kakao olahan Indosia di negara importir tahun 2005-2012 42

13 Hubungan aliran ekspor kakao olahan Indonesia dan nilai tukar riil

Indonesia tahun 2005-2012 43 14 Hubungan aliran ekspor kakao olahan Indonesia dan jarak ekonomi

importir tahun 2005-2012 44 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

Belanda 47 17 Harga bubuk kakao negara eksportir di Jerman (USD/kg) 49

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis dayasaing komoditas kakao olahan Indonesia di Amerika

berdasarkan kode HS 4 digit dengan metode RCA tahun 2005-2012 65

2 Hasil analisis dayasaing komoditas kakao olahan Indonesia di Australia

berdasarkan kode HS4 digit dengan metode RCA tahun 2005-2012 66

3 Hasil analisis dayasaing komoditas kakao olahan Indonesia di Belanda

berdasarkan kode HS4 digit dengan metode RCA tahun 2005-2012 67

4 Hasil analisis dayasaing komoditas kakao olahan Indonesia di Cina

berdasarkan kode HS4 digit dengan metode RCA tahun 2005-2012 68

5 Hasil analisis dayasaing komoditas kakao olahan Indonesia di Jerman

berdasarkan kode HS4 digit dengan metode RCA tahun 2005-2012 69

6 Variabel-variabel dalam model aliran ekspor kakao olahan Indonesia

kode HS 1803 tahun 2005-2012 (dalam bentuk LN) 70

7 Variabel-variabel dalam model aliran ekspor kakao olahan Indonesia

kode HS 1804 tahun 2005-2012 (dalam bentuk LN) 71

8 Variabel-variabel dalam model aliran ekspor kakao olahan Indonesia

kode HS 1805 tahun 2005-2012 (dalam bentuk LN) 72

9 Uji Chow pada kakao dengan kode HS 1803 (Pasta Kakao) 73

10 Uji Chow pada kakao dengan kode HS 1804 (Mentega, Lemak, dan

Minyak Kakao) 73

11 Uji Chow pada kakao dengan kode HS 1805 (Bubuk Kakao) 73

12 Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor

pasta kakao (HS 1803) Indonesia ke negara tujuan utama 74

13 Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor

mentega, lemak, dan minyak kakao (HS 1804) Indonesia ke negara

tujuan utama 75

Page 15: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

14 Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor

bubuk kakao (HS 1805) Indonesia ke negara tujuan utama 76

15 Uji Normalitas pada model faktor-faktor yang memengaruhi aliran

ekspor pasta kakao (HS 1803) Indonesia ke negara tujuan utama 77

16 Uji Normalitas pada model faktor-faktor yang memengaruhi aliran

ekspor mentega, lemak, dan minya kakao (HS 1804) Indonesia ke

negara tujuan utama 77

17 Uji Normalitas pada model faktor-faktor yang memengaruhi aliran

ekspor bubuk kakao (HS 1805) Indonesia ke negara tujuan utama 77

Page 16: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di
Page 17: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara agraris dikarenakan besarnya

peranan dan kontribusi sektor pertanian bagi perekonomian Indonesia. Pertanian

dalam konteks ini diartikan luas yang terdiri dari pertanian, perkebunan,

kehutanan, perburuan, dan perikanan. Dengan cakupan yang luas tersebut sektor

pertanian memiliki andil yang besar dalam kontribusi terhadap pembentukan

Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada kurun waktu Tahun 2004-2013

sektor pertanian merupakan sektor ketiga terbesar setelah sektor industri

pengolahan dan perdagangan, hotel, dan restoran (Gambar 1).

Keterangan: * Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)

Gambar 1 Pendapatan domestik bruto atas harga konstan 2000 menurut lapangan

usaha tahun 2004-2013

Berkembangnya sektor pertanian Indonesia tidak lepas dari beberapa

komoditas unggulan pertanian tersebut, salah satunya adalah kakao. Kakao

merupakan salah satu komoditas unggulan sub sektor perkebunan dari 15

komoditas unggulan nasional yang dicanangkan untuk dikembangkan secara

besar-besaran di Indonesia. Berdasarkan nilai ekspornya kakao merupakan salah

satu komoditas perkebunan yang memiliki kontribusi terbesar ketiga setelah

minyak sawit dan karet. Pada kurun waktu 2008-2011 nilai ekspor kakao

menunjukan pertumbuhan yang positif. Nilai ekspor kakao terbesar terjadi pada

tahun 2010 yakni mencapai 1.643,7 juta US$ (Tabel 1).

0.00

100000.00

200000.00

300000.00

400000.00

500000.00

600000.00

700000.00

800000.00

Mil

liar

Ru

pia

h

1. Pertanian, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan

2. Pertambangan dan

Penggalian

3. Industri Pengolahan

4. Listrik, Gas & Air Bersih

5. Konstruksi

6. Perdagangan, Hotel &

Restoran

7. Pengangkutan dan

Komunikasi

8. Keuangan, Real Estate &

Jasa Perusahaan

9. Jasa-jasa

Page 18: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

2

Tabel 1 Perkembangan ekspor komoditas primer perkebunan tahun 2008 2011

No Komoditas Perkebunan

Nilai Ekspor Komoditas Primer Perkebunan

(juta US$)

2008 2009 2010 2011*

1 Karet 6023.3 3241.5 7326.6 11135.8

2 Minyak Sawit 12375.0 10368.0 13469.0 17261.0

−Minyak sawit (CPO) 6561.0 671.0 9085.0 10961.0

−Minyak sawit lainnya 5814.0 3658.0 4384.0 63.0

3 Kelapa 900.5 494.5 702.6 1060.7

4 Kopi 991.5 824.0 814.3 963.4

5 Teh 159.0 171.6 178.5 152.1

6 Lada 185.7 140.3 245.9 195.9

7 Tembakau 133.2 172.6 195.6 137.5

8 Kakao 1268.9 1413.5 1643.7 1172.0

9 Jambu Mete 77.8 82.7 71.6 67.7

10 Cengkeh 7.3 5.6 12.6 15.1

11 Kapas 0.7 0.7 1.0 1.0

12 Tebu (molasses) 72.4 61.8 69.2 60.1

Tebu (gula hablur) 0.8 0.6 - -

Total 22196.1 16977.4 24730.06 32222.3

Keterangan: * Angka Sementara

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013

Selain karena nilai ekspornya yang tinggi kakao menjadi komoditas

unggulan karena Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kakao terbesar

di dunia. Berdasarkan data FAOSTAT pada tahun 2007-2012 Indonesia

merupakan negara produsen kakao terbesar ke dua setelah Pantai Gading (tabel 2).

Pada kurun waktu tersebut produksi kakao Indonesia menunjukkan

kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya. Adapun produksi kakao olahan

Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2012 dengan volume yang mencapai sekitar

900.000 ton. Dengan jumlah produksi kakao nasional di atas 700.000 ton, kakao

tersebut tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri namun

juga untuk diekspor.

Tabel 2 Produksi negara penghasil kakao terbesar di dunia (ton)

Negara 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pantai Gading 1 229 908 1 382 441 1 223 153 1 301 347 1 559 441 1 713 505

Indonesia 740 006 803 593 809 583 844 626 712 200 972 336

Ghana 614 500 680 781 710 638 632 037 700 020 913 192

Nigeria 360 570 367 020 363 510 399 200 400 000 397 740

Cameroon 212 619 229 203 235 500 264 077 272 000 265 852

Brazil 201 651 202 030 218 487 235 389 248 524 138 454

Sumber: FAOSTAT, 2013

Page 19: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

3

Selama ini Indonesia telah mengekspor kakao ke berbagai Negara.

Komoditi ekspor kakao terbesar disumbang oleh cocoa beans, whole or broken,

raw or roasted atau yang dapat didefinisikan sebagai biji kakao yang volumenya

mencapai sekitar 70% dibandingkan komoditi kakao (olahan) lainnya. Selama

kurun waktu 2000-2012 nilai ekspor cocoa beans berfluktuasi meskipun masih

mengungguli produk turunan ekspor kakao lainnya. Volume ekspor biji kakao

terbesar terjadi pada tahun 2006 yang mancapai sekitar 500.000 ton (Gambar 2). Volume ekspor biji kakao yang besar tersebut belum mampu diikuti

produk turunan kakao (olahan) baik produk akhir maupun setengah jadi yaitu

cocoa butter, cocoa paste, cocoa powder, chocolate dan lainnya. Pada (Gambar 2)

terlihat secara grafis ekspor produk turunan kakao menunjukan kecenderungan

pertumbuhan yang statis. Kondisi demikan mengindikasikan bahwa belum

optimalnya ekspor produk turunan kakao olahan Indonesia.

Sumber : UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Gambar 2 Volume ekspor produk kakao berdasarkan kode HS 4 digit tahun 2000-

2012

Dalam upaya meningkatkan industri pengolahan kakao di dalam negeri,

pada tahun 2010 pemerintah mengeluarkan kebijakan pajak ekspor yang

kemudian disebut dengan Bea Keluar (BK) pada komoditi biji kakao. Kebijakan

tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

No.67/PMK.011/2010 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan BK dan

Tarif BK. Kebijakan pengenaan bea keluar terhadap ekspor biji kakao bertujuan

untuk menjamin pasokan bahan baku bagi industri pengolahan kakao di dalam

negeri. Oleh karena itu pengenaan bea keluar atas biji kakao dimaksudkan untuk

merangsang tumbuhnya industri pengolahan kakao di Indonesia yang pada

gilirannya akan meningkatkan ekspor kakao olahan Indonesia.

0

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Jum

lah

Eks

po

r (k

g)

Tahun

COCOA BEANS, WHOLE ORBROKEN, RAW OR ROASTED

COCOA SHELLS, HUSKS, SKINSAND OTHER COCOA WASTE

COCOA PASTE,WETHER, ORNOT DEFATTED

COCOA BUTTER, FAT AND OIL

COCOA POWDER, NOTCONTAINING ADDED SUGAROR OTHER SWEETENING

CHOCOLATE AND OTHER FOODPREPARATIONS CONTAININGCOCOA (+)

Page 20: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

4

Adapun negara tujuan utama ekspor kakao olahan Indonesia adalah

Amerika, Australia, Belanda, Cina, dan Jerman. Pada kurun waktu tahun 2006-

2012 ekspor produk kakao olahan Indonesia yang diserap oleh kelima negara

tersebut rata-rata mencapai 42.8% dari seluruh total ekspor produk kakao olahan

Indonesia. Adapun persentase ekspor tertinggi kakao olahan Indonesia yang

diserap oleh kelima negara tersebut terjadi pada tahun 2012, yakni mencapai 51,5

persen dari seluruh total ekspor produk kakao olahan Indonesia ke berbagai

negara (tabel 3).

Tabel 3 Ekspor kakao olahan Indonesia ke negara tujuan utama tahun 2006-2012

Tahun Volume Ekspor (1000 ton)

Ekspor Indonesia

ke negara tujuan

utama

Amerika Australia Belanda Cina Jerman (%)

2006 19.9 8.8 8.8 3.3 1.3 40.6

2007 25.1 9.5 6.8 3.2 2.4 41.4

2008 24.1 8.7 7.7 5.7 3.5 41.5

2009 16.4 5.8 4.6 4.1 3.2 38.7

2010 24.2 6.8 2.2 5.9 3.5 41.9

2011 37.1 6.3 3.2 6.3 14 44

2012 45.8 8.1 3.4 7.9 24.7 51.5

Rata-rata 27.5 7.7 5.3 5.2 7.5 42.8

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Jika dikalkulasikan, pada tahun 2008-2012 persentase rata-rata lima

negara tujuan utama ekspor kakao olahan Indonesia tersebut mampu menyerap

mencapai 36.8% dari seluruh total impor dunia (tabel 4). Selain itu, tren impor

lima negara tersebut menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap

tahunnya. Kondisi demikian mengindikasikan bahwa kebutuhan kakao olahan

pada negara-negara tersebut semakin meningkat, sehingga secara tidak langsung

akan memberi peluang bagi Indonesia sebagai negara pengekspor kakao olahan

untuk meningkatkan volume ekspornya pada lima negara tersebut.

Tabel 4 Impor total kakao olahan oleh negara tujuan ekspor Indonesia 2008-2012

Negara Volume Impor (1000 ton)

Pangsa

terhadap total

impor dunia

Amerika Australia Belanda China Jerman (%)

2008 282.6 43.3 148.7 34.6 184.6 34.4

2009 267.7 41.2 142.1 34.5 198.8 35.5

2010 305.5 43.1 175.4 44.7 237.6 37.2

2011 278.3 48.7 240.4 53.3 251.9 38

2012 253.6 45.4 209 58.4 283 38.9

Rata-rata 277.5 44.3 183.1 45.1 231.2 36.8

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Page 21: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

5

Sebagai salah satu negara produsen kakao terbesar dunia, Indonesia dapat

dikatakan masih tergolong baru dalam Industri pengolahan kakao. Hal demikian

tercermin dari rendahnya ekspor kakao olahan dibandingkan ekspor dalam bentuk

biji. Adanya kebijakan bea keluar atas ekspor biji kakao diharapkan dapat

berpengaruh pada berkembangnnya industri pengolahan kakao di Indonesia yang

pada akhirnya mampu meningkatkan ekspor kakao nya dalam bentuk olahan.

Perumusan Masalah

Kakao merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting bagi

perekonomian Indonesia. Seperti yang telah dipaparkan pada latar belakang di

bagian sebelumnya, kakao merupakan penyumbang devisa terbesar ketiga setelah

sawit dan karet dari ekspor yang dilakukan oleh Indonesia. Meskipun demikian,

komoditas ekspor kakao selama ini masih didominasi dalam bentuk biji dan

belum mampu diimbangi oleh produk turunan lainnya. Sehingga pemerintah

berkewajiban mendorong terjadinya hilirisasi atau peningkatan nilai tambah

komoditas kakao melalui produk turunan kakao tersebut.

Pada gambar 3 menunjukkan volume aliran ekspor kakao olahan Indonesia

dan dunia dari tahun 2000 hingga 2012. Pada gambar tersebut terlihat bahwa tren

ekspor kakao olahan Indonesia menunjukkan kecenderungan yang statis setiap

tahunnya. Adapun peningkatan ekspor kakao olahan Indonesia mulai terlihat pada

kurun waktu 2010-2012. Hal berbeda terjadi pada volume ekspor kakao olahan

dunia yang menunjukkan kecenderungan peningkatan setiap tahunnya pada

periode tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat

peluang bagi Indonesia sebagai salah satu eksportir kakao olahan dunia untuk

meningkatkan volume ekspornya.

Sumber: UN COMTRADE, 2014 (diolah)

Gambar 3 Volume aliran ekspor kakao olahan dunia dan Indonesia tahun 2000-

2012

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

To

n

Dunia

Indonesia

Page 22: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

6

Dalam perkembangannya, pangsa pasar kakao olahan Indonesia pada

masing-masing negara tujuan utama menunjukkan tren yang berbeda setiap

tahunnya (Gambar 4). Pangsa pasar kakao olahan Indonesia di Amerika

menunjukkan tren meningkat pada tahun 2008-2012. Sedangkan pangsa pasar

ekspor kakao olahan Indonesia di negara Belanda terus mengalami penurunan

drastis dari tahun 2008-2012. Selain itu, pangsa pasar kakao olahan Indonesia di

Jerman juga mengalami penurunan pada tahun 2008-2010. Adapun pangsa pasar

kakao olahan Indonesia di negara Australia dan Cina mengalami fluktuasi setiap

tahunnya.

Sumber : UN COMTRADE, 2014 (diolah)

Gambar 4 Pangsa pasar kakao olahan Indonesia di negara tujuan utama tahun

2008-2012

Potensi aliran ekspor kakao olahan dunia di masa mendatang sepatutnya

dapat menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan perdagangan

ekspor kakao olahannya. Namun kecenderungan peningkatan aliran kakao dunia

tersebut justru tidak diikuti oleh peningkatan peningkatan aliran ekspor kakao

olahan Indonesia secara konsisten khususnya di lima pasar utama ekspor kakao

olahan Indonesia yaitu Amerika, Australia, Belanda, Cina, dan Jerman.

Kecenderungan fluktuasi kelima negara tersebut menimbulkan ketidakpastian

tentang aliran ekspor Indonesia di masa mendatang. Berdasarkan kondisi tersebut,

maka pengembangan dayasaing diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan

perluasan pasar produk kakao olahan Indonesia.

Dayasaing kakao olahan Indonesia di pasar Internasional yang menjadi

andalan ekspor Indonesia tentunya akan memengaruhi perkembangan ekspor dan

nilai ekspor. Sehingga pada penelitian ini akan dianalisis posisi dayasaing kakao

olahan Indonesia. Selain itu penelitian ini juga melakukan analisis faktor-faktor

yang memengaruhi permintaan ekspor kakao olahan Indonesia ke negera-negara

tujuan utama yaitu Amerika, Australia, Belanda, Cina, dan Jerman.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan fenomena permasalahan tersebut, maka

dalam penelitian ini dirumuskan beberapa permasalahan, diantaranya:

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

2008 2009 2010 2011 2012

Pan

gsa

Eksp

or

(%)

Amerika

Australia

Belanda

China

Jerman

Page 23: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

7

1. Mengkaji perkembangan luas lahan, produksi dan ekspor kakao olahan

Indonesia serta perekonomian negara tujuan utama ekspor.

2. Menganalisis posisi dayasaing hasil kakao olahan Indonesia di negara

tujuan ekspor.

3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume aliran ekspor

kakao olahan (kode HS 4 digit) Indonesia ke Amerika, Australia, Belanda,

Cina, dan Jerman.

Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan di atas, penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan

tentang perdagangan komoditas kakao Indonesia.

2. Bagi pihak-pihak lain, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi unutk

penelitian sselanjutnya yang berkaitan dengan perdagangan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis mengenai dayasaing serta faktor-faktor yang

memengaruhi ekpor komoditas kakao olahan Indonesia. Periode waktu yang

dianalisis dalam penelitian ini dari tahun 2005-2012. Komoditi hasil olahan kakao

yang diteliti berdasarkan Harmony System (HS) 4 digit dengan kode Harmony

system sebagai berikut :

1. Pasta kakao tidak dihilangkan lemaknya atau dihilangkan lemaknya (HS

1803).

2. Mentega, lemak, dan minyak kakao (HS 1804).

3. Bubuk kakao tidak mengandung tambahan pemanis atau lainnya (HS

1805)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dayasaing

Dayasaing menurut Porter (1995) didefinisikan sebagai kemampuan suatu

perusahaan dalam suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan.

Dayasaing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu perusahaan dan sangat

tergantung pada tingkat sumberdaya relatif yang dimilikinya. Penelitian Porter

tentang keunggulan bersaing negara-negara mencakup tersedianya peranan

sumberdaya dan melihat lebih jauh kepada keadaan negara yang memengaruhi

dayasaing perusahaan-perusahaan internasional pada industri yang berbeda.

Dayasaing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar

luar negeri dan kemampuan untuk bertahan di dalam pasar tersebut. Pengertian

dayasaing juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan

Page 24: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

8

produk yang dihasilkan negara relatif terhadap kemampuan negara lain (Porter,

1990).

Pada dasarnya tingkat dayasaing suatu negara dalam perdagangan

internasional ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif

(comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive

advantage). Lebih lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai

faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai

faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan (Tambunan,

2001).

Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif dari David Ricardo merupakan

penyempurnaan dari teori keunggulan absolut Adam Smith. Teori keunggulan

komparatif (The Law of Comparative Advantage) mula-mula dikemukakan oleh

David Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki

keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan

negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa

berlangsung, selama rasio harga antarnegara masih berbeda jika dibandingkan

dengan tidak ada perdagangan.

Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasarkan teori tenagakerja

(labour theory of value) yang menyatakan bahwa hanya satu faktor produksi yang

penting yang menentukan nilai suatu komoditas yaitu tenaga kerja. Nilai suatu

komoditas adalah proporsional (secara langsung) dengan jumlah tenaga kerja

yang diperlukan untuk menghasilkannya. Menurut teori keunggulan komparatif

suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional apabila

melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut

dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara

tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.

Perdagangan internasional dapat meningkatkan output dunia karena

memungkinkan setiap negara memproduksi sesuatu yang keunggulan

komparatifnya ia kuasai. Dengan kata lain, perdagangan antara dua negara akan

menguntungkan kedua belah pihak jika masing-masing negara memproduksi dan

mengekspor produk yang keunggulan komparatifnya ia kuasai.

Menurut Simatupang (1991), konsep keunggulan komparatif merupakan

ukuran dayasaing (keunggulan) potensial. Artinya, dayasaing akan dicapai apabila

perekonomian tidak mengalami distorsi. Dengan kata lain, komoditas yang

memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara

ekonomi. Suatu Negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu

secara potensial harus mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara lain.

Teori keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif adalah suatu keunggulan yang dapat

dikembangkan, keunggulan ini harus diciptakan untuk dapat memilikinya. Jadi,

keunggulan kompetitif suatu komoditas atau sektor ekonomi terbentuk dengan

kinerja yang dimilikinya sehingga dapat unggul dari komoditas atau sektor

Page 25: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

9

ekonomi lainnya. Konsep keunggulan kompetitif pertama kali dikembangkan oleh

Porter (1990) dengan empat faktor utama yang menentukan dayasaing yaitu

kondisi faktor, kondisi permintaan, industri pendukung dan terkait, serta kondisi

strategis, struktur perusahaan dan persaingan.

Selain keempat faktor tersebut, ada dua faktor yang memengaruhi interaksi

antara keempat faktor tersebut yaitu peran pemerintah dan peran kesempatan.

Secara bersama-sama faktor-faktor tersebut membentuk sistem dalam peningkatan

keunggulan dayasaing yang disebut Porter’s Diamond Theory (Tarigan, 2005).

Konsep Perdagangan Internasional

Perdagangan Internasional merupakan perdagangan yang dilakukan oleh

penduduk suatu Negara dengan penduduk Negara lain atas dasar kesepakatan

bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu

dengan individu), antar individu dengan pemerintah suatu Negara atau pemerintah

suatu Negara dengan pemerintah Negara lain. Perdagangan internasional

tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu Negara menjadi salah satu

komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi

pengeluaran suatu Negara.

Perdagangan Internasional sebenarnya sudah ada sejak dahulu, namun

dalam ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, dimana pemenuhan kebutuhan

setempat (dalam negeri) yang tidak dapat diproduksi, dipenuhi secara barter

(pertukaran barang dengan barang lainnya yang dibutuhkan oleh kedua belah

pihak, dimana masing-masing negara tidak dapat memproduksi barang-barang

tersebut untuk kebutuhannya sendiri). Hal ini terjadi karena setiap negara dengan

negara mitra dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan

kandungan sumberdaya alam, iklim, penduduk, sumberdaya manusia, spesifikasi

tenagakerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi,

sosial dan politik, dan sebagainya. Dari perbedaan tersebut, maka atas dasar

kebutuhan yang saling menguntungkan, terjadilah proses pertukaran, yang dalam

skala luas dikenal sebagai perdagangan internasional.

Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk

memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian

halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan

perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain

motif mencari keuntungan, Krugman (2003) mengungkapkan bahwa alasan utama

terjadinya perdagangan internasional:

1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.

2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai

skala ekonomi (economic of scale).

Menurut Sukirno (2004) keuntungan dari melakukan perdagangan

internasional adalah :

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri. Beberapa

barang tidak dapat diproduksi sendiri di dalam negeri karena faktor alam

maupun pengetahuan dan teknologi.

2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi karena faktor-faktor produksi

yang dimiliki setiap negara dapat digunakan dengan lebih efisien dan

Page 26: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

10

setiap negara dapat menikmati lebih banyak barang yang dapat diproduksi

di dalam negeri.

3. Memperluas pasar-pasar industri dalam negeri. Dengan perluasan pasar,

kapasitas produksi dapat terus ditingkatkan dengan pasar yang luas

sehingga efisiensi dari skala ekonomi dapat tercapai.

4. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara mempelajari teknik

produksi dan manajemen yang lebih baik dari negara lain dan mengimpor

alat-alat dengan teknologi yang lebih canggih dari negara lain untuk

meningkatkan efisiensi.

Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu

komoditas (misal pakaian jadi) ke negara lain (misal negara B) apabila harga

domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih

rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B (Gambar 5). Struktur harga

yang terjadi di negara A lebih rendah karena produk domestiknya lebih besar

daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply

(memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai

kesempatan menjual kelebihan produksinya ke Negara lain. Di lain pihak, di

negara B kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada

produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B

lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli pakaian jadi dari

negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara

negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan

harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama. Gambar 2.1 memperlihatkan

sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara A sebesar PA,

sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi

jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar

internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat

harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess

demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB maka di Negara

A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva

ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional

sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan

mengekspor komoditas (pakaian jadi) sebesar X sedangkan negara B akan

mengimpor komoditas (pakaian jadi) sebesar M, dimana di pasar internasional

sebesar X sama dengan M yaitu Q*.

Sumber: Salvatore (1997)

Gambar 5 Kurva Perdagangan Internasional

SA DA A

PA

O QA

P*

O Q*

ES

ED

PB

SB DB

M

O QB

B

Negara A Perdagangan Negara B

X

Page 27: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

11

Keterangan:

PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional.

OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor)

tanpa perdagangan internasional.

A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa

perdagangan internasional.

X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A.

PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.

OQB : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor)

tanpa perdagangan internasional.

B : Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa

perdagangan internasional.

M : Jumlah komoditas yang diimpor oleh negara B.

P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan

internasional.

OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana

jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M).

Konsep Aliran Perdagangan Ekspor

Aliran perdagangan ekspor dari suatu negara ke negara tujuannya dapat

dipengaruhi oleh faktor-faktor penawaran maupun permintaan. Adanya aliran

perdagangan berupa ekspor ke negara-negara tujuan ekspor dapat dikarenakan

penawaran ekspor dari eksportir maupun permintaan ekspor dari negara importir.

Penawaran ekspor dan permintaan ekspor dapat diturunkan dari pengertian

penawaran atau permintaan komoditas pada suatu pasar.

Arti dari penawaran dijelaskan dalam Lipsey, Courant, dan Ragan (1999)

yaitu jumlah komoditas yang dijual oleh penjual atau supplier dalam suatu waktu

dan pada suatu pasar. Jika dalam penawaran ekspor, maka arti tersebut akan

menjadi jumlah komoditas yang dapat dijual oleh suatu negara. Semakin banyak

jumlah yang diproduksi, maka penawaran ekspor suatu negara juga meningkat.

Jumlah komoditas yang diproduksi tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan

atau kapasitas supplier (dalam hal ini adalah negara) dalam memproduksi

komoditas atau output.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa kemampuan suatu

negara dalam memproduksi output merupakan faktor penting yang memengaruhi

jumlah penawaran ekspor. Output yang dihasilkan suatu negara dapat disebut

dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP).

Seperti yang dijelaskan oleh Dornbusch, Fischer, dan Startz dalam bukunya

Makroekonomi (2008) bahwa GDP adalah nilai akhir dari semua barang dan jasa

yang diproduksi oleh suatu negara pada suatu waktu. GDP ini merupakan nilai

ouput total yang telah diproduksi (output akhir). Selanjutnya dijelaskan bahwa di

sisi produksi, output ini akan dibayarkan sebagai pembayaran atas faktor-faktor

yang digunakan selama proses produksi, seperti tenaga kerja dan modal.

GDP merupakan faktor penting dalam penawaran ekspor. Hal ini terkait

dengan meningkatnya GDP maka pembayaran untuk tenaga kerja dan modal akan

meningkat sehingga akan mendorong produktivitas dari tenaga kerja dan modal

Page 28: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

12

tersebut. Peningkatan produktivitas ini maka barang yang diproduksi akan

meningkat sehingga output nasional akan meningkat kembali, kemudian

penawaran ekspor juga meningkat.

Selain GDP, Lipsey dan Steiner (1975) menyatakan terdapat beberapa

faktor yang dapat memengaruhi penawaran dari suatu komoditas diantaranya

adalah:

1. Tujuan dari perusahaan. Tujuan dari perusahaan akan menentukan berapa

banyak suatu komoditas yang akan ditawarkan. Sebagai contoh sebuah

perusahaan obat–obatan yang lebih memilih untuk memproduksi obat-

obatan dibandingkan memproduksi racun tikus karena obat dinilai lebih

dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga obat merupakan komoditas yang

akan lebih banyak diproduksi dan ditawarkan oleh perusahaan tersebut.

2. Teknologi yang digunakan untuk produksi. Tingkat teknologi memiliki

peranan yang sangat penting di dalam menentukan banyaknya jumlah

barang yang dapat ditawarkan. Semakin modern teknologi yang

digunakan, maka akan meningkatkan efisiensi perusahaan dalam

berproduksi. Menurut Sukirno (1985), Dalam hubungannya dengan

penawaran suatu barang, kemajuan teknologi menimbulkan dua akibat,

yaitu produksi dapat ditambah dengan lebih cepat dan ongkos produksi

semakin murah, dan dengan demikian keuntungan menjadi lebih besar.

3. Harga barang itu sendiri. Dalam penawaran, harga suatu barang akan

berpengaruh secara positif. Dalam hal ini jika harga suatu barang lebih

tinggi, maka perusahaan atau produsen akan meningkatkan penawarannya

karena barang tersebut dinilai akan memberikan keuntungan yang lebih

tinggi ketika biaya faktor produksi tidak berubah.

4. Harga barang lain (subtitusi atau komplementer) Sebagai contoh, beberapa

petani jagung seharusnya dapat memilih untuk beralih beternak babi atau

menanam kedelai ketika harga jagung turun, namun nyatanya petani

tersebut memilih untuk menanam gandum.

5. Biaya faktor produksi. Perubahan pada biaya faktor produksi akan

memengaruhi penawaran akibat adanya perubahan dari keuntungan yang

akan diperoleh.

Menurut Sukirno (1985), hukum penawaran pada dasarnya menyatakan

bahwa semakin tinggi harga suatu barang, maka akan semakin banyak jumlah

barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para penjual, sebaliknya semakin

rendah harga sesuatu barang, maka semakin sedikit jumlah barang yang

ditawarkan oleh para penjual.

Untuk permintaan ekspor juga sama halnya dengan penawaran ekspor,

bahwa pengertian dari permintaan ekspor dapat diambil dari pengertian

permintaan. Pengertian dari permintaan (Lipsey, Courant, dan Ragan, 1999)

adalah jumlah suatu komoditas yang akan dibeli oleh rumah tangga sedangkan

permintaan ekspor dapat berarti jumlah suatu komoditas ekspor yang diminta oleh

suatu negara tertentu.

Lipsey dan Steiner (1975) menyatakan bahwa jumlah permintaan suatu

komoditas ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu:

1. Selera dari suatu masyrakat. Tinggi rendahnya suatu permintaan

ditentukan oleh selera atau kebiasaan dari pola hidup suatu masyarakat.

Page 29: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

13

2. Rata-rata pendapatan rumah tangga, dimana jika ada kenaikan pendapatan

rata-rata rumah tangga akan menyebabkan jumlah komoditas yang diminta

lebih banyak pada setiap harga tertentu. Jika dalam konteks perdagangan

internasional, maka pendapatan rumah tangga merupakan pendapatan

suatu negara.

3. Populasi, dimana jika ada kenaikan jumlah populasi maka permintaan

akan suatu komoditas juga meningkat pada tingkat harga tertentu.

4. Harga dari komoditi itu sendiri. Apabila harga dari suatu komoditi

mengalami kenaikan maka permintaan akan komoditi tersebut akan

berkurang. Begitu pula sebaliknya, jika harga dari suatu komoditi

mengalami penurunan makan permintaan akan menigkat.

5. Harga dari komoditas lainnya. Adanya komoditas lain yang mempunyai

kaitan erat dengan suatu barang dapat dikatakan sebagai barang subtitusi

atau barang komplementer. Adanya perbedaan harga pada komoditas lain

tersebut akan memengaruhi harga pada suatu komoditi.

Sukirno (1985) mengungkapkan bahwa hukum permintaan pada

hakekatnya merupakan suatu hipotesa yang menyatakan semakin rendah harga

dari suatu barang, maka semakin banyak permintaan atas barang tersebut.

Sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang, maka akan semakin sedikit

permintaan atas barang tersebut.

Gross Domestik Produk juga dapat diartikan sebagai pendapatan yang

diterima oleh suatu negara. Pendapatan ini dapat diukur dari nilai total barang dan

jasa yang diproduksi suatu negara. Kemudian dijelaskan pula dalam Dornbusch,

Fischer, dan Startz (2008) bahwa dari sisi konsumsi, output atau GDP ini akan

digunakan dalam kegiatan konsumsi dan investasi oleh pemerintah dan para

sektor swasta seperti eksportir. Oleh karena itu, GDP merupakan faktor yang juga

penting dalam hal permintaan ekspor, jika GDP meningkat maka pendapatan juga

meningkat, sehingga konsumsi suatu negara juga meningkat.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa populasi memiliki hubungan yang

positif dengan permintaan. Namun, dalam penelitian Kien dan Hashimoto (2005)

populasi dapat berdampak positif maupun negatif terhadap perdagangan. Hal

tersebut tergantung dari faktor mana yang lebih dominan antara efek penyerapan

atau skala ekonomi suatu populasi. Populasi yang besar menandakan besarnya

pasar domestik yang besar dan sumber penyerapan atas barang dan jasa yang

ditawarkan. Jika penyerapan dari pasar domestik lebih besar, maka akan

mengurangi perdagangan internasional. Dalam kasus tersebut hubungan populasi

terhadap perdagangan adalah negatif. Di lain sisi, pasar domestik memberi

peluang untuk mencapai skala ekonomi. Besarnya populasi secara tidak langsung

akan menciptakan pasar tenaga kerja yang besar. Ketika ada peningkatan tenaga

kerja sebagai faktor produksi maka biaya tenaga kerja dapat ditekan sehingga

produktivitas meningkat. Ketika peningkatan produktivitas lebih besar dari

peningkatan konsumsi pasar domestik, makan akan menciptakan peluang untuk

meningkatkan perdagangan internasional.

Selain GDP, harga dan populasi, nilai tukar juga memengaruhi permintaan

ekspor dari suatu negara (Mankiw, 2007). Kurs merupakan perbandingan nilai

tukar mata uang suatu negara dengan negara lain. Nilai tukar mata uang memiliki

peranan sentral dalam hubungan perdagangan internasional karena kurs dapat

membandingkan harga barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara.

Page 30: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

14

e2

e1

NX(e2) NX(e1) NX

Kurs terdiri dari dua jenis yaitu, kurs nominal (nominal exchange rate)

dan kurs riil (real exchange rate). Kurs nominal adalah harga relatif dari

matauang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dolar Amerika Serikat dan yen

jepang adalah 120 yen per dolar maka orang Amerika Serikat dapat menukar 1

dolar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya, orang Jepang yang ingin memiliki

dolar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibeli. Ketika orang-orang

mengacu pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs

nominal (Mankiw,2007).

Kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs

riil menyatakan tingkat dimana suatu negara dapat memperdagangkan barang-

barangnya di negara lain dengan kata lain nilai tukar nominal yang sudah

dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga dalam negeri dibandingkan

dengan harga-harga luar negeri. Nilai tukar riil ini dapat pula disebut dengan

Terms of Trade (TOT). Rumus dari nilai tukar dinyatakan dalam persamaan

berikut:

Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x Harga Barang Dalam Negeri

Harga Barang Luar Negeri

Jika nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terdepresiasi,

maka harga barang Indonesia di luar negeri akan menjadi relatif lebih murah

daripada harga barang yang diperdagangkan di pasar dunia. Hal tersebut

menyebabkan konsumen dunia akan meningkatkan permintaannya terhadap

komoditas ekspor Indonesia. Permintaan yang meningkat ini akan meningkatkan

harga dari komoditas tersebut. Maka dari itu dari sisi produsen, dalam jangka

panjang, jika ada kenaikan harga akan memberikan sinyal untuk terus berproduksi

hingga keuntungannya maksimal. Hal ini tentunya akan meningkatkan penawaran

ekspor. Sebaliknya, Apabila mata uang domestik terapresiasi maka harga impor

bagi penduduk domestik relatif menjadi lebih murah sedangkan bagi para

eksportir hal ini akan berdampak pada kenaikan harga produk mereka sebab

harganya menjadi relatif lebih mahal.

Pada Gambar 6 memperlihatkan pengaruh dari nilai tukar riil (e) terhadap

net ekspor (NX). Terjadinya depresiasi atau penurunan harga barang domestik di

mata dunia ditunjukkan pada penuruan e dari e1 menjadi e2. Penurunan harga

barang domestik ini mengakibatkan ekspor meningkat sehingga net ekspor (NX)

juga meningkat dari NX(e1) menjadi NX(e2).

Sumber: Mankiw, 2007.

Gambar 6 Dampak depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat

pada net ekspor

e

Page 31: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

15

Model Gravitasi (Gravity Model)

Gravity model pertama kali digunakan dalam analisis perdagangan

internasional oleh Tinberger (1962) yang menganalisis arus perdagangan di

negara-negara Eropa. Menurut Feenstra et al (1998), gravity model dapat

menjelaskan aliran perdagangan internasional dengan baik. Selanjutnya menurut

Alonso (1987) dalam Yuniarti (2007), ditemukan hubungan yang kuat dengan

menggunakan fungsi gravity dengan mengganti massa dengan populasi dan

kekuatan gravitasi dengan beberapa ukuran interaksi antara dua lokasi.

Model gravitasi didasarkan pada hukum gravitasi Newton, yang

menyatakan bahwa gaya gravitasi antara dua benda secara langsung dipengaruhi

secara proporsional oleh massa dari kedua benda dan sebaliknya secara

proporsional dipengaruhi oleh jarak kuadrat antara keduanya. Dalam konteks

perdagangan, model ini menyatakan bahwa intensitas perdagangan antara negara-

negara akan berhubungan secara positif dengan pendapatan nasional masing-

masing negara, dan berhubungan terbalik dengan jarak diantara keduanya.

Gravity model menyajikan suatu analisis yang lebih empiris dari pola

perdagangan dibandingkan model yang lebih teoritis. Model ini pada bentuk

dasarnya menjelaskan perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi

antar Negara dalam ukuran ekonominya seperti PDB dan nilai tukar. Alasan yang

melatar belakangi penggunaan gravity model adalah bahwa negara yang lebih

besar dan kaya banyak melakukan perdagangan luar negeri dibandingkan dengan

negara yang lebih kecil dan miskin di mana ada pengaruh dari jarak, namun bukan

sebagai hambatan. Sesuai dengan perumusan Newton terhadap model gravitasi

fisika yaitu “interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan

berbanding terbalik dengan jarak masing-masing”.

Fij = G

dimana :

Fij = Volume aliran perdagangan

Mi,j = Ukuran ekonomi untuk kedua negara

Dij = Jarak antara kedua negara

G = Konstanta

Jarak adalah faktor geografi yang menjadi variabel utama dalam gravity

model untuk aliran perdagangan. Dalam kaitannya dengan perdagangan, jarak

memberikan pengaruh dalam masalah biaya angkut (transportasi) produk dari titik

produksi ke titik konsumsi. Biaya angkut tersebut juga memberikan dampak

secara langsung maupun tidak langsung bagi perdagangan internasional. Variabel

jarak tersebut dapat dimodifikasi menjadi economics distance atau jarak ekonomi.

Jarak ekonomi dalam model gravitasi berpengaruh negatif terhadap aliran

perdagangan. Semakin jauh jarak, maka aliran perdagangan akan semakin rendah

karena menunjukkan biaya transportasi yang tinggi. Variabel ini menghitung jarak

geografis antara dua negara, juga memasukkan GDP negara mitra dagang atau

yang disebut weighted-average economics distance (Li et al., 2008). Adapun

rumus yang digunakan dalam menghitung jarak ekonomi yaitu:

Mi x Mj

Dij2

Page 32: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

16

Ekspor

Impor

3

5

7

9

11

13

D

Px($)

Z Z

Jarak Ekonomi = Jarak Geografis antarnegara X (∑ GDPj)

GDPj

Salvatore (1997) menjelaskan pengaruh biaya transportasi terhadap

perdagangan internasional seperti dalam Gambar 7. Sebelum dilakukan

perdagangan internasional, negara 1 akan memproduksi komoditas X sebanyak 50

unit dengan harga $5, sementara negara 2 akan memproduksi komoditas X

sebanyak 50 unit dengan harga $11. Setelah dilakukan perdagangan internasional

(tanpa biaya transportasi), harga komoditas X di negara 1 akan meningkat

sehingga negara 1 berproduksi lebih banyak kemudian kelebihan produksinya

diekspor ke negara 2. Bertambahnya kuantitas komoditas X menyebabkan harga

komoditas X di negara 2 menurun hingga harga yang berlaku di kedua negara

adalah sama yaitu sebesar $8 dengan kuantitas X yang diperdagangkan sebanyak

50 unit. Biaya transportasi akan menyebabkan harga komoditas di negara importir

yaitu negara 2 meningkat sehingga harga komoidtas X di negara 2 sebesar $9

sementara di negara 1 sebesar $7. Negara 1 akan meningkatkan produksi domestik

atas komoditas X hingga 70 unit, dimana untuk konsumsi domestik sebanyak 30

unit dan 40 unit sisanyadiekspor ke negara 2. Sedangkan di negara 2 disaat harga

$9 produksi komoditas X sebanyak 30 unit, sehingga untuk memenuhi kebutuhan

domestiknya negara 2 mengimpor 40 unit komoditas X dari negara 1.

D

100 70 50 30 30 50 70 100

Sumber : Salvatore (1996)

Gambar 7 Analisis keseimbangan parsial atas biaya transportasi

Studi Penelitian Terdahulu

Penelitian Aspek Ekonomi dan Perdagangan Komoditas Kakao

Sitanggang (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor

yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia,

Singapura, dan Thailand dalam Skema CEPT-AFTA. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa harga biji kakao di pasar internasional, harga biji kakao di

Negara 1

Negara 2 Sx

Sx

Page 33: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

17

negara tujuan, dan ekspor olahan negara tujuan berpengaruh signifikan terhadap

permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand

pada taraf lima persen. Sedangkan variabel dummy CEPT-AFTA menunjukkan

bahwa sebelum dan sesudah implementasi CEPT-AFTA, permintaan ekspor biji

kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalah berbeda nyata.

Adjusted R2

pada penelitian ini sebesar 96,45 persen yang berarti bahwa

perubahan pada permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura,

dan Thailand sebesar 96,45 persen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang

digunakan dalam model.

Rahmanu (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Dayasaing

Industri Pengolahan dan Hasil Olahan Kakao Indonesia”. Penelitian ini

menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk

menganalisa dayasaing olahan kakao Indonesia, metode Porter’s Diamond untuk

menganalisa faktor-faktor yang menghambat perkembangan industri pengolahan

kakao nasional, dan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk menganalisa

faktor-faktor yang memengaruhi posisi dayasaing hasil olahan kakao Indonesia.

Hasil penelitian dengan menggunakan metode RCA menunjukkan bahwa kakao

olahan Indonesia tidak memilliki keunggulan komparatif pada tahun 1988 sampai

dengan tahun 1995 dengan nilai RCA di bawah satu dan memiliki keunggulan

komparatif pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 dengan nilai RCA diatas

satu. Sedangkan hasil metode OLS menunjukkan bahwa faktor-faktor yang

memengaruhi dayasaing hasil olahan kakao Indonesia adalah harga kakao olahan,

volume ekspor kakao olahan, dan krisis ekonomi, sedangkan faktor-faktor yang

tidak berpengaruh terhadap dayasaing hasil olahan kakao Indonesia adalah

produktivitas industry pengolahan kakao. Pada variabel produktivitas industri

pengolahan kakao tidak berpengaruh terhadap dayasaing hasil olahan kakao,

karena dayasaing hasil olahan kakao lebih dipengaruhi oleh mutu dan kualitas

produk, sedangkan peningkatan produktivitas tidak menjamin peningkatan mutu

hasil olahan kakao.

Osei danYeboah (2007) dalam jurnal “Increased Cocoa Bean Exports

under Trade Liberalization: A Gravity Model Approach” menganalisis potensi

ekspor kakao 16 negara eksportir utama Amerika Serikat dengan menggunakan

Gravity Model. Model diestimasi dengan regresi data panel panel Fixed Effect

Model (FEM). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa perbedaan relative

faktor pendorong berbeda pengaruhnya bagi perdagangan. Perbedaan pendapatan

di antara negara importer dan eksportir, perbedaan factor endowment, yang diukur

melalui perbedaan GDP per kapita, dan perbandingan perekonomian antar negara

yang diukur dengan membandingkan GDP AS terhadap GDP negara eksportir

berpengaruh signifikan dan sesuai dengan hipotesis. Sedangkan nilai tukar dan

perbandingan lahan terhadap tenaga kerja tidak signifikan. Nilai tukar tidak

signifikan karena negara eksportir merupakan negara berkembang yang umumnya

menerapkan control terhapa nilai tukar.

Penelitian tentang Gravity Model dan Panel Data

Nurul Andelisa (2011) dalam skripsinya “Analisis Dayasaing dan Aliran

Ekspor Produk Crude Coconut Oil (CCO) Indonesia”. Penelitian ini mengestimasi

Page 34: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

18

faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor CCO Indonesia (dengan

pendekatan Model Gravitasi). Model diestimasi dengan regresi data panel panel

Fixed Effect (Cross). Kesimpulan dari penelitian ini adalah varibel GDP per

kapita Indonesia tidak berpengaruh nyata pada model. Variabel yang signifikan

terhadap variabel volume ekspor produk tersebut yaitu, populasi negara tujuan

ekspor, GDP per kapita riil negara tujuan ekspor, nilai tukar riil rupiah terhadap

mata uang negara tujuan dan jarak ekonomi. Nilai R squared sebesar 0,990527

dapat diinterpretasikan 99,0527 persen keragaman volume ekspor produk CCO

Indonesia dapat dijelaskan oleh lima variabel bebas yang ada di dalam model.

Selain itu, hasil fixed effect (cross) memberikan gambaran Cina merupakan pasar

paling potensial kerena memiliki rata-rata perubahan volume ekspor produk CCO

tertinggi diantara negara tujuan ekspor lainnya.

Eita dan Jordan (2007) dalam jurnal “South Africa Exports of Metal and

Articles of Base Metal: A Gravity Approach”, menganalisis faktor-faktor yang

memengaruhi aliran ekspor baja dan barang berbasis baja Afrika Selatan ke 33

negara tujuan ekspor. Faktor-faktor yang dianalisis untuk mengetahui determinan

pengaruh ekspor baja dan barang berbasis baja Afrika Selatan adalh GDP Afrika

Selatan dan negara tujuan, Populasi Afrika Selatan dan negara tujuan, jarak antara

Afrika Selatan dan negara tujuan sebagai proksi biaya transpostasi serta dummy

variabel South African Development Community (SADC) yaitu bernilai satu untuk

negara yang menjadi anggota dan bernilai nol untuk lainnya dan dummy variabel

Afrika dimana bernilai satu untuk negara anggota Afrika dan bernilai nol untuk

lainnya.

Penelitian ini menggunakan uji stasioneritas sebelum mengestimasi model

faktor-faktor yang menentukan aliran ekspor baja dan barang berbasis baja Afrika

Selatan. Jika seluruh model telah stasioner, maka metode estimasi tradisional

seperti OLS dapat dilakukan untuk mengestimasi hubungan antara variabel.

Penelitian ini melakukan uji pemilihan model terbaik dengan melakukan

Hausman Test pada data panel yang menghasilkan Fixed Effect Model (FEM)

sebagai model terbaik sementara hasil estimasi Random Effect Model (REM) tidak

konsisten. Estimasi menghasilkan GDP Afrika, GDP negara tujuan, Populasi

Afrika selatan memiliki hubungan positif dan signifikan, sedangkan populasi

negara tujuan berpengaruh negatif namun tidak signifikan. Sedangkan jarak dan

dummy variable diestimasi pada regresi tahap dua. Jarak berpengaruh negatif dan

dummy variable SADC dan Afrika berpengaruh positif terhadap aliran ekspor.

Ketiga varibel menghasilkan tanda yang sesuai dengan teori.

Yuniarti (2007) meneliti tentang determinan perdagangan bilateral

Indonesia dengan pendekatan Gravity Model yang menyimpulkan bahwa PDB

dari Negara eksportir (Yi) dan importir (Yj) mempunyai hubungan positif,

variabel jarak berpengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral, variabel

kesamaan ukuran perekonomian berpengaruh positif, variabel populasi mitra

dagang mempunyai koefisien positif, dan keanggotaan dalam area perdagangan

bebas tidak berpengaruh.

Karomah (2011) meneliti tentang dayasaing dan faktor-faktor yang

memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia di pasar internasional,

pengestimasian dengan metode Gravity Model menunjukkan bahwa faktor-faktor

yang memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia dengan negara tujuan adalah

pendapatan per kapita, jarak Indonesia dengan negara tujuan, dan pendapatan per

Page 35: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

19

kapita Indonesia. Sedangkan hasil penelitian menggunakan metode Export

Product Dynamic (EPD) menunujukkan bahwa selama periode 2002-2008 kinerja

ekspor nenas Indonesia terletak pada posisi Retreat, disebabkan pertumbuhan

pangsa ekspor nenas dari Indonesia ke dunia yang mengalami penurunan, begitu

juga dengan pangsa pasar ekspor Indonesia.

Penelitian tentang Penawaran Ekspor

Nurahmat (2011) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi

penawaran ekspor CPO Indonesia ke India. Penelitian ini menggunakan model

regresi doublelog dan metode untuk menduga parameternya adalah metode

Ordinary Least Square (OLS). variabel independen seperti volume produksi CPO

Indonesia, harga ekspor CPO Indonesia ke India, kurs riil Rupiah terhadap Dollar

Amerika, dan tarif ekspor CPO Indonesia dapat menjelaskan volume ekspor CPO

Indonesia ke India sebesar 89,3% dan sisanya sebesar 10,7% dijelaskan oleh

variabel lain yang tidak disertakan dalam model penelitian ini.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan

bahwa, besarnya ekspor CPO Indonesia ke India dikarenakan telah terjadi

pengalihan pasar CPO Indonesia dari Eropa ke Asia. Hal ini disebabkan pasar

Eropa menginginkan CPO yang sudah diolah misal biofuel, sedangkan Indonesia

belum mampu untuk memenuhi keinginan Eropa tersebut. Seluruh variabel

variabel independen yang dimasukan dalam model penelitian ini dapat

memengaruhi ekspor CPO Indonesia ke India secara statistik dengan taraf nyata

lima persen. Adapun dalam penelitian ini, dihasilkan variabel harga ekspor CPO

Indonesia ke India memiliki hubungan negatif dengan volume ekspor CPO

Indonesia ke India. Hal ini disebabkan relatif rendahnya kualitas CPO Indonesia.

Sehingga menyebabkan posisi CPO Indonesia di dunia menjadi lemah

dibandingkan negara pesaingnya, seperti Malaysia.

Junaidi (2005), manganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penawaran

ekspor teh Indonesia. Dalam penelitian ini digunakan data sekunder time series

dari tahu 1979 sampai dengan tahun 2002. Metode analisis yang digunakan adalah

metode Error Correction Model (ECM). Dalam penelitian ini digunakan

pendekatan ECM karena pendekatan ini dapat memberikan makna yang lebih luas

dari estimasi model ekonomi sebagai pengaruh perubahan variabel independen

terhadap dependen dalam hubungan jangka pendek dan jangka panjang.

Dari dugaan yang dihasilkan ECM, variabel bebas jangka pendek variabel

bebas jangka panjang yang berpengaruh secara nyata pada taraf nyata 15 persen

terhadap pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia adalah pertumbuhan

penawaran ekspor tahun sebelumnya, pertumbuhan produksi, pertumbuhan nilai

tukar, dan dummy. Volume ekspor teh dalam jangka pendek dan jangka panjang

tidak responsif terhadap seluruh variabel bebas. Hal demikian ditunjukkan dengan

nilai elastisitas yang lebih kecil dari satu.

Kustaman (2005), meneliti respon penawaran ekspor serat sabut kelapa

Indonesia. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dalam

bentuk time series. Analisis regresi adalah metode yang digunakan untuk

menganalisis hubungan antar variabel. Model persamaan yang digunakan adalah

model regresi linier berganda (ekonometrika) atau model double log. Faktor-

Page 36: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

20

faktor yang menjadi variabel pada penelitian ini adalah harga ekspor serat sabut

kelapa (US$/Kg), nilai tukar riil rupiah (Rp/US$), produk domestik bruto (Rp),

produksi sabut kelapa (Kg), jumlah ekspor serat sabut kelapa tahun sebelumnya

(Kg) dan luas areal pertanaman kelapa (ha).

Berdasarkan hasil identifikasi variabel dapat disimpulkan bahwa variabel

yang berpengaruh nyata terhadap ekspor serat sabut kelapa Indonesia adalah harga

ekspor serat sabut kelapa, nilai tukar riil rupiah, produk domestik bruto dan

produksi sabut kelapa, sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap

penawaran ekspor serat sabut kelapa Indonesia adalah lag dan luas areal

perkebunan kelapa. Respon semua variabel bebas terhadap penawaran ekspor

serat sabut kelapa Indonesia adalah inelastis.

Penelitian tentang Permintaan Ekspor

Kharunnisa (2009) meneliti tentang faktor-faktor yang memengaruhi

permintaan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia di Amerika Serikat.

Penelitian ini menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Hasil estimasi

metode OLS tersebut, variabel yang berpengaruh positif terhadap permintaan

ekspor yaitu GDP riil AS, dummy kuota dan dummy krisis global. Sedangkan

variabel yang berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor adalah harga dan

nilai tukar riil. Variabel dummy kuota dan dummy krisis global tidak sesuai

dengan teori karena mempunyai pengaruh yang positif sehingga walaupun

Indonesia sudah tidak menikmati fasilitas kuota atau kepastian pasar dan

terjadinya krisis pada negara pengimpor, permintaan ekspornya justru lebih besar

sedangkan pengaruh variabel GDP riil AS, harga ekspor, dan nilai tukar riil

terhadap permintaan ekspor sesuai dengan teori ekonomi.

Tilova (2012) meneliti faktor-faktor yang memengaruhi permintaan

batubara Indonesia di empat negara tujuan utama ekspor terbesar. Penelitian ini

menggunakan metode panel data dengan data sekunder, berupa deret waktu (time

series) dari tahun 2001 hingga tahun 2009. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa estimasi yang berpengaruh nyata pada taraf 10 persen (0,1) terhadap

permintaan ekspor batubara Indonesia adalah harga ekspor batubara negara tujuan

ekspor, GDP per kapita negara tujuan ekspor, jumlah penduduk negara tujuan

ekspor. Variabel harga ekspor batubara memiliki tanda keofisien yang tidak sesuai

dengan hipotesis. Ketidaksesuaian ini diduga karena adanya kontrak berjangka

pada penjualan dan pembelian antara batubara Indonesia dengan negara tujuan

ekspor sehingga harga yang meningkat tidak menjadi masalah bagi importir.

Variabel jumlah penduduk negara tujuan ekspor juga memiliki tanda koefisien

yang tidak sesuai dengan hipotesis. Jumlah penduduk berpengaruh negatif

terhadap permintaan ekspor batubara Indonesia. Hal tersebut diduga karena

batubara merupakan salah satu komoditi yang tidak langsung dikonsumsi

masyarakat, tetapi dikonsumsi oleh industri.

Ningrum (2006) meneliti permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode ordinary least square (OLS). Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa perkembangan ekspor pulp dan kertas Indonesia

cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Harga ekspor pulp, nilai tukar, produksi

pulp dan harga ekspor pulp tahun sebelumnya berpengaruh secara signifikan

Page 37: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

21

terhadap permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia. Variabel yang berpengaruh

paling besar dari permintaan ekspor pulp adalah varibel produksi. Hal ini dapat

dilihat dari elastisitas produksi pulp yang lebih dari satu. Apabila industri pulp

Indonesia mampu mempertahankan ketersediaan bahan baku yang terus

berkesinambungan guna menigkatkan produksi kertas dapat dipastikan bahwa

ekspor pulp Indonesia terus meningkat. Variabel yang memiliki koefisien negatif

terhadap perkembangan permintaan ekspor pulp adalah harga ekspor pulp pada

tahun itu dan harga ekspor tahun puls pada tahun sebelumnya. Hal ini berarti

peningkatan harga pulp akan menyebabkan konsumen pulp Indonesia memilih

untuk membeli pulp pada negara penghasil pulp yang yang menjual produknya

dengan harga yang lebih murah. Pada permintaan kertas, variabel yang

berpengaruh secara signifikan adalah produksi kertas, nilai tukar, variabel harga

ekspor kertas, sedangkan variabel dummy larangan ekspor kayu bulat dan

variabel harga ekspor kertas pada tahun sebelumnya tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap permintaan kertas. Variabel yang memiliki elastisitas yang

terbesar pada persamaan permintaan kertas adalahb produksi kertas yaitu nilainya

lebih dari satu.

Kerangka Pemikiran

Indonesia dikenal sebagai Negara agraris karena besarnya peran sektor

pertanian terhadap perekonomiannya. Salah satu subsektor pertanian yang

menjadi penyumbang besar bagi pendapatan Negara adalah sektor perkebunan.

Seperti yang diketahui bahwa hasil komoditas perkebunan Indonesia memiliki

orientasi pasar ekspor, sehingga subsektor tersebut menjadi sektor andalan

penyumbang devisa Negara.

Salah satu komoditas unggulan di sektor perkebunan adalah kakao. Selama

ini ekspor kakao Indonesia cenderung menunjukkan tren yang positif. Adapun

kakao yang diekspor masih didominasi dalam bentuk biji. Oleh karena itu, saat ini

pemerintah tengah berupaya untuk meningkatkan ekspor dalam bentuk lainya,

baik produk olahan setengah jadi maupun produk akhir dengan mengeluarkan

pajak ekspor atas komoditas biji kakao atau yang dikenal dengan bea keluar.

Meskipun demikian, upaya pemerintah untuk meningkatkan ekspor kakao olahan

dipasar internasional bukan tanpa hambatan. Hal tersebut ditandai oleh

berfluktuasinya aliran ekspor kakao olahan Indonesia tiap tahunnya di negera

tujuan utama ekspor. Sedangkan pada saat yang sama aliran perdagangan ekspor

kakao olahan dunia terus mengalami peningkatan.

Di pasar dunia, kualitas kakao Indonesia masih dinilai rendah, sehingga

kakao Indonesia kerap mendapatkan potongan harga sekitar 15% dari rata-rata

harga kakao dunia (Kementerian Perindustrian, 2007). Selain karena kualitas,

kakao olahan Indonesia juga mendapatkan diskriminasi pada beberapa negara

importir berupa bea masuk yang relatif lebih tinggi dibandingkan beberapa negara

pengekspor kakao lainnya. Apabila Indonesia mampu menghasilkan produk yang

mampu bersaing di pasar internasional, maka peluang Indonesia untuk bersaing di

pasar internasional akan semakin besar. Selain itu perkembangan ekonomi dunia

yang menciptakan berbagai kebijakan kerjasama perdagangan antar Negara, baik

tarif maupun non tarif ikut menentukan dayasaing setiap Negara di pasar

Page 38: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

22

internasional tersebut. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada perekonomian

Indonesia.

Untuk itu, dalam penelitian ini akan dianalisis dayasaing dan faktor-faktor

yang memengaruhi aliran ekspor komoditas kakao olahan Indonesia ke beberapa

negara tujuan ekspor utama. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi

posisi dayasaing komoditas kakao Indonesia adalah metode Revealed

Comparative Advabtage (RCA). Sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor

yang memengaruhi aliran ekspor kakao olahan Indonesia dilakukan secara

statistik dengan pendekatan Gravity Model yang diolah dengan Eviews 6. Di

dalam Gravity Model, variabel yang akan dianalisis adalah jarak ekonomi antara

Indonesia dengan negara tujuan ekspor (pengimpor), GDP negara Indonesia,

GDP negara tujuan ekspor (pengimpor), populasi Indonesia, populasi negara

tujuan ekspor (pengimpor), harga ekspor kakao olahan Indonesia, nilai tukar riil

rupiah, jarak ekonomi, dan dummy kebijakan bea keluar. Pengolahan data Di

dalam) dapat

Gambar 8 Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan salah satu

produsen biji kakao terbesar di

dunia

Aliran ekspor kakao Olahan

dunia meningkat setiap

tahunnya

Analisis posisi

dayasaing

Komoditas Kakao

Olahan Indonesia

Faktor-faktor yang

memengaruhi ekspor

komoditas kakao olahan

Indonesia

Revealad

Comparative

Advantage(RCA)

Strategi dan Rekomendasi Kebijakan Guna

Pengembangan Komoditas Kakao Indonesia

Gravity Model:

1. GDP negara pemgimpor

2. GDP Indonesia

3. Populasi negara

pengimpor

4. Populasi Indonesia

5. Nilai tukar

6. Harga ekspor kakao

olahan Indonesia

7. Jarak Ekonomi

8. Dummy bea keluar

Aliran ekspor kakao olahan Indonesia ke

negara tujuan utama berfluktuasi

Pemberlakuan bea

keluar atas biji

kakao

Page 39: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

23

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda

koefisien variabel-variabel yang memengaruhi aliran ekspor komoditas kakao

Indonesia adalah:

1. GDP negara pengimpor diduga memiliki pengaruh positif terhadap aliran

ekspor komoditas kakao olahan Indonesia.

2. GDP negara Indonesia diduga memilik pengaruh positif terhadap aliran

ekspor komoditas kakao olahan Indonesia.

3. Populasi negara pengimpor diduga dapat berpengaruh positif maupun

negatif terhadap aliran ekspor komoditas kakao olahan Indonesia.

4. Populasi negara Indonesia diduga dapat berpengaruh positif maupun

negatif terhadap aliran ekspor komoditas kakao olahan Indonesia

5. Nilai tukar riil Indonesia diduga memiliki pengaruh negatif terhadap aliran

ekspor komoditas kakao Indonesia.

6. Harga kakao olahan Indonesia diduga memiliki pengaruh negatif terhadap

aliran ekspor kakao ke olahan negara tujuan.

7. Jarak ekonomi diduga memiliki pengaruh negatif terhadap aliran ekspor

komoditas kakao olahan Indonesia.

8. Bea Keluar pada biji kakao memiliki pengaruh positif terhadap aliran

ekspor kakao olahan Indonesia.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data panel yang terdiri

dari data cross section dan time series. Data tersebut berupa data dari negara-

negara tujuan utama ekspor kakao olahan Indonesia selama kurun waktu 2005-

2012. Negara-negara tujuan utama ekspor produk kakao olahan Indonesia yaitu,

Amerika Australia, Belanda, Cina, dan Jerman. Komoditas yang menjadi objek

pada penelitian ini adalah kakao dengan kode Harmonized System 1803, 1804,

dan 1805.

Adapun data-data yang diperlukan dalam pemodelan yaitu volume ekspor

produk kakao olahan Indonesia ke negara tujuan utama ekspor (pengimpor), jarak

ekonomi antara Indonesia dengan negara pengimpor, GDP per kapita Indonesia,

GDP per kapita negara pengimpor, nilai tukar riil rupiah, populasi negara

pengimpor, populasi negara Indonesia, harga ekspor kakao olahan Indonesia, serta

jarak ekonomi Indonesia dengan negara mitra dagangnya.

Data tersebut diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya COMTRADE

(Commodity Trade Statistics Database) yang diakses melalui WITS (World

Integrated Trade Solution) untuk data nilai perdagangan ekspor kakao, CEPII

(Centre d`Etudes Prospectives et d`Informartions Internationales) untuk data

jarak antara Indonesia dan negara tujuan ekspor, World Bank untuk data nilai

tukar mata uang negara pengimpor, populasi negara pengimpor, populasi

Indonesia, serta GDP negara pengimpor dan negara Indonesia. Selain itu data

Page 40: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

24

penunjang lainnya diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat

Jenderal Perkebunan.

Metode Analisis

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah proses penelitian dan pemahaman yang

berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki maupun mengkaji suatu fenomena

sosial. Analisis dalam penelitian ini digunakan untuk mengkaji kondisi umum

pasar ekspor produk kakao olahan Indonesia di Amerika, Australia, Belanda,

Cina, dan Jerman.

Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif pada penelitian digunakan untuk menganalisis posisi

dayasaing komoditas kakao Indonesia di Amerika, Australia, Belanda, Cina, dan

Jerman digunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA). Sedangkan

untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan komoditas

kakao Indonesia ke kawasan ke Amerika, Australia, Belanda, Cina, dan Jerman

adalah analisis ekonometrika data panel dengan menggunakan Gravity Model.

Metode Revealed Comparative Advantage (RCA)

Metode Revealed Comparative Advantage merupakan salah satu metode

yang digunakan secara objektif untuk menganalisis keunggulan komparatif suatu

komoditi dalam suatu negara. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa

pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara

direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya (Batra dan Khan 2005).

Metode RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan

antarwilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh

suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap

total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai

produk dalam perdagangan dunia.

RCA = Xij/Xit …………………………………………………………….....(3.1)

Wj/Wt

Dimana:

Xij = nilai ekspor negara i akan komoditi j ke dunia

Xit = total nilai ekspor negara I ke dunia pada tahun ke- t

Wj = nilai ekspor komoditi j di dunia

Wt = total nilai ekspor dunia pada tahun ke-t

Jika nilai RCA lebih besar dari satu (RCA>1), maka negara tersebut

mempunyai keunggulan komparatif produknya. Keunggulan metode Revealed

Comparative Advantage adalah mengurangi dampak pengaruh campur tangan

Page 41: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

25

pemerintah sehingga kita dapat melihat keunggulan komparatif yang jelas suatu

produk dari waktu ke waktu. Sedangkan kelemahannya yaitu:

1. Asumsi bahwa suatu negara dianggap mengekspor semua komoditi.

2. Nilai RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola peerdagangan yang

sedang berlangsung tersebut sudah optimal.

3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang berpotensi

di masa yang akan datang.

Analisis Ekonometrika Data Panel

Dalam sebuah penelitian, terkadang akan ditemukan suatu persoalan

mengenai ketersediaan data yang mewakili variabel yang akan digunakan dalam

penelitian. Terkadang ditemukan data dalam bentuk series yang pendek dan data

dalam bentuk cross section yang terbatas juga. Dalam teori ekonometrika, kedua

kondisi tersebut dapat diatasi dengan menggunakan panel data (pooled data) agar

dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih baik (efisien). Manfaat menggunakan

penggunaan data panel adalah sebagai berikut :

1. Mampu mengukur heterogenitas individu.

2. Memberikan lebih banyak informasi, lebih bervariasi, mengurangi

kolinearitas antar variabel. Meningkatkan degrees of freedom dan lebih

efisien.

3. Lebih baik untuk study of dynamic adjustment.

4. Mampu mengidentifikasi dan menukur efek yang secara sederhana tidak

dapat diperoleh dari data cross section murni maupun data time series

murni.

5. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

6. Kelebihan fundamental panel data dibandingkan cross section maupun

time series adalah bahwa data panel akan membuat peneliti lebih fleksibel

dalam memodelkan perbedaan sifat tiap data pengamatan.

Dalam analisa ekonometrika data panel dikenal tiga macam pendekatan

yaitu pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap

(fixed effect model), dan pendekatan efek acak (random effect model). Setelah

melalui uji Chow dalam studi ini digunakan model efek tetap (fixed effect model)

(lampiran 9, 10, 11).

A. Model Pooled Least Square

Pendekatan pertama adalah pendekatan kuadrat terkecil. Pada metode ini

penggunaan data panel dengan mengumpulkan semua data cross section dan time

series lalu melakukan pendugaan (pooling). Di setiap observasi (setiap periode)

terdapat regresi sehingga datanya berdimensi tunggal. Dari data panel akan

diketahui N adalah jumlah unit cross section dan T adalah jumlah periode waktu.

Dengan melakukan pooling seluruh observasi sebanyak N.T, maka dapat

dituliskan fungsi dari model kuadrat terkecil, misalnya yaitu :

Yit = α + Xit βj + εit ………………………………………(3.3)

untuk i,j = 1,2, ..., N dan t = 1, 2, ..., T

Dimana :

Page 42: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

26

Yit = Variabel endogen

Xit = Variabel eksogen

α = Intersep

β = Slope

i = Individu ke-i

t = periode tahun ke-t

ε = error/simpangan

N = jumlah unit cross section

T = jumlah periode waktu

Pendekatan yang paling sederhana untuk mengestimasi persamaan tersebut

adalah mengabaikan dimensi cross section dan time series dari data panel dan

mengestimasi data dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) yang diterapkan

dalam data yang berbentuk pool.

Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa nilai intersep masing-

masing variabel adalah sama, kemudian model ini juga mengasumsikan bahwa

slope koefisien dari dua variabel adalah identik untuk semua unit cross section.

Ini merupakan asumsi yang ketat, sehingga walaupun metode PLS (pooled least

square) menawarkan kemudahan, namun model mungkin mendistorsi gambaran

yang sebenarnya dari hubungan antara Y dan X antar unit cross section.

B. Model Efek Tetap (Fixed Effect Model)

Model efek tetap adalah model yang didapatkan dengan

mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat

mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series.

Peubah dummy dapat ditambahkan ke dalam model untuk memungkinkan

perubahan-perubahan intersep ini, lalu model diduga dengan Ordinary Least

Square (OLS), yaitu :

Yit = αiDi + βXit + εi …………………………………………………(3.4)

Dimana :

Yit = variabel endogen

Xit = variabel eksogen

α = intersep

D = variabel dummy

β = slope

i = individu ke-i

t = periode tahun ke-t

ε = error/simpangan

C. Model Efek Acak (Random Effect Model)

Penambahan variabel dummy dalam efek tetap akan dapat menimbulkan

konsekuensi yaitu akan mengurangi banyaknya degree of freedom yang pada

akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Maka untuk

mengatasinya, dapat menggunakan model efek acak. Dalam model ini, parameter

yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error.

Bentuk model efek acak dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:

Page 43: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

27

Yit = α + β Xit + εit……………………………………………………(3.5)

εit = uit + vit + wit

Dimana :

uit ~ N(0, δu2) = Komponen cross section error

vit ~ N(0, δv2) = Komponen time series error

wit ~ N(0, δw2) = Komponen combinaton error

i = individu ke-i, t = periode waktu ke-t

Dapat pula mengasumsikan bahwa error secara individual juga tidak

saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Penggunaan model

efek acak dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi

jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi

pada parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi efisien.

Dalam pengolahan data panel, terdapat pilihan untuk menggunakan

kriteria pembobotan yang berbeda-beda, yakni :

1. No weighting : Semua observasi diberi bobot yang sama.

2. Cross Section Weight : Generalized Least Square dengan menggunakan

estimasi varians residual cross section, digunakan apabila ada asumsi bahwa

terdapat cross section heterokedasticity.

3. SUR : GLS yang merupakan estimasi residual covariance

matrix cross section. Metode ini mengoreksi, baik hetereoskedastisitas

maupun autokolerasi antar unit cross section.

Perumusan Model

Salah satu metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan model gravitasi (Gravity Model). Model tersebut adalah

model yang baik untuk mengukur laju perdagangan antar daerah atau negara

secara makroekonomi. Beberapa variabel yang digunakan di dalam model GDP

riil per kapita negara Indonesia dan negara pengimpor, populasi Indonesia,

populasi negara pengimpor, harga ekspor kakao olahan Indonesia, nilai tukar riil

rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, jarak ekonomi antara Indonesia dan

negara tujuan ekspor (pengimpor), serta dummy kebijakan bea keluar biji kakao.

Sedangkan variabel dependennya adalah volume aliran perdagangan bilateral

ekspor komoditas kakao olahan antara Indonesia dengan negara mitra dagang.

Negara yang masuk dalam model dalam menganalisis permintaan ekspor

komoditas kakao adalah Indonesia sebagai negara eksportir dan Amerika,

Australia, Belanda, Cina, dan Jerman sebagai negara importir. Adapun periode

waktu yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tahun 2005-2012.

Formulasi model yang dibentuk dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Ln Xijt = β0 + β1 ln GDPt + β2 ln GDPIt + β3 ln POPt + β4 ln POPIt + β5 ln PCO

ijt + β6 ln RERt + β7 ln DISTij + BKt + ε ………………………......(3.2)

Dimana :

β0 = konstanta (Intersep)

Page 44: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

28

β1, β2, ..., β4 = Parameter masing-masing variabel yang akan diuji

Xijt = Volume ekspor komoditas kakao olahan Indonesia berdasarkan

masing-masing kode HS (1803,1804, 1804) ke negara tujuan

ekspor pada tahun t (kilogram),

GDPt = Pendapatan negara pengimpor pada tahun t (US$)

GDPIt = Pendapatan negara Indonesia pada tahun t (US$)

POPt = Populasi negara pengimpor (Jiwa)

POPIt = Populasi Indonesia pada waktu t (Jiwa)

PCOit = Harga Ekspor kakao olahan Indonesia (USS/Kg)

RERij = Nilai tukar riil mata uang Indonesia (pengekspor) terhadap US$

(Rupiah/US$),

DISTij = Jarak ekonomi dari Indonesia ke negara j (Kilometer),

BKt = dummy pemberlakuan bea keluar biji kakao

t = (1, ..., T) mulai tahun 2005-2012,

i,j = (1, ..., N) perdagangan bilateral negara i dan j,

ε = Galat (pengaruh variabel lain yang tidak termasuk di dalam

model).

Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel

Pemilihan model yang akan digunakan dalam satu penelitian perlu

dipertimbangkan secara statistik. Hal ini ditujukan untuk memperoleh dugaan

yang efisien. Ada tiga pengujian untuk menentukan model yang akan digunakan

dalam pengolahan data panel yaitu Chow Test , Hausman Test, dan LM Test.

A. Chow Test

Chow Test adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan

adalah Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana diketahui, bahwa

terkadang asumsi “setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama”

cenderung tidak realistismengingat dimungkinkan setiap unit cross section

memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai

berikut :

H0 : Model Pooled Least Square

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F-statistik

seperti yang dirumuskan oleh Chow :

CHOW = (RSSS – URSS)/(N-1)………………………………………(3.6)

(URSS)/(NT-N-K)

Dimana :

RSSS = Residual Sum Square hasil pendugaan model PLS

URSS = Unrestricted Residual Sum Square hasil pendugaan model Fixed

Effect

N = Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series

K = Jumlah variabel penjelas

Page 45: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

29

Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas

jika nilai CHOW statistik (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka

cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang

digunakan adalah model fixed effect dan begitu pula sebaliknya.

B. Hausman Test

Uji Hausman digunakan untuk membandingkan metode fixed effect

dengan random effect. Model fixed effect mengandung suatu unsur trade off yaitu

hilangnya unsur derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy. Namun

penggunaan model random effect juga harus memperhatikan ketiadaan

pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Hipotesa Hausman Test adalah

sebagai berikut :

H0 : Model Random Effect

H1 : Model Fixed Effect

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan

membandingkannya dengan Chi-Squared. Statistik Hausman dirumuskan sebagai

berikut :

m = (β - b) (Mo - Mi)-1

(β - b) ~X2(K)…………………………………(3.7)

Dimana :

β = Vektor statistik variabel fixed effect

b = Vektor statistik variabel random effect

Mo = Matriks kovarians untuk dugaan random effect

Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari X2-tabel, maka cukup

melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model

fixed effect dan begitu pula sebaliknya.

C. LM Test

LM Test atau The Breusch - Pagan LM Test digunakan sebagai

pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect Model atau Pooled

Least Square. Pengujian hipotesisnya :

H0 : Pooled Least Square

H1 : Random Effect Model

Dasar penolakan H0 dengan menggunakan statistik LM yang mengikuti

distribusi Chi-square.

Pengujian Model

Uji F-statistic

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel

independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel independen.

Page 46: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

30

Pengujian dilakukan dengan menggunakan distribusi F dengan membandingkan

antara nilai kritis F dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis.

Langkah-langkah analisis dalam pengujian hipotesis terhadap variasi nilai

variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi nilai variabel independen

adalah sebagai berikut :

1. Perumusan hipotesis.

H0 : β1 = β2 = ... = βk = 0

H1 : minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol.

2. Penentuan taraf nyata (α).

3. Membandingkan F-statistic dengan F-tabel pada α atau bandingkan probabilitas

F-statistic dengan α.

4. Penentuan penerimaan atau penolakan Ho.

Fstatistic > Ftabel pada α atau prob (F-statistic) < α : tolak H0.

Artinya, variabel-variabel independen secara serentak berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependennya.

Uji t-statistic

Pengujian hipotesis dari koefisien pada masing-masing peubah bebas

dilakukan dengan uji-t untuk mengetahui apakah masing-masing variabel

independen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya

atau tidak. Langkah-langkah analisis dalam pengujian t-statistic adalah :

1. Perumusan hipotesis.

H0 : β1 = 0

H1 : β1 ≠ 0

2. Penetuan taraf nyata (α)

3. Membandingkan t-statistic dengan t-tabel pada α atau bandingkan

probabilitas t-statistic dengan α.

4. Penentuan penolakan atau penerimaan H0.

Tstatistic > Ttabel pada α atau prob (t-statistic) < α : tolak H0.

Artinya, variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependennya.

Koefisien Determinasi

Kesesuaian model dihitung dengan nilai koefisien determinasi (R2) yang

bertujuan untuk mengukur keragaman variabel dependen yang dapat diterangkan

oleh variabel independen. R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel

independen terhadap variabel dependen.

R-Squared = RSS/TSS………………………………………………...(3.8)

Dimana :

RSS = Jumlah kuadrat regresi

TSS = Jumlah kuadrat total

Selang R2 yang digunakan adalah 0 ≤ R

2 ≤ 1. R

2 = 1 berarti 100 persen

variasi dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel

independennya. Sedangkan R2 = 0 berarti tidak satupun variabel dependen tidak

dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya.

Page 47: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

31

Pengujian Asumsi Klasik

Dalam analisis regresi, terdapat tiga asumsi yang harus diuji,pada model

yang akan digunakan yaitu multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan

autokorelasi. Selain itu, ada uji normalitas untuk mengetahui apakah error term

menyebar normal atau tidak.

Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-

variabel independen (peubah bebas) di dalam persamaan regresi. Salah satu

asumsi dari model regresi berganda adalah bahwa tidak ada hubungan linear

sempurna antara peubah bebas dalam model tersebut. Jika ada, maka dikatakn

bahwa peubah-peubah bebas tersebut berkolinearitas ganda sempurna (Juanda,

2007). Adanya multikolinearitas menyebabkan pendugaan koefisien regresi tidak

nyata walaupun nilai R2-nya besar. Hal tersebut dapat dideteksi dari nilai R

2 yang

tinggi (0,7-1), tetapi hanya sedikit sekali atau bahkan tidak terdapat koefisien

dugaan yang berpengaruh nyata. Multikolinearitas dapat diatasi dengan memberi

perlakuan General Least Square/GLS (cross section weight), sehingga parameter

dugaan pada taraf uji tertentu menjadi signifikan.

Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi penting dalam model ekonomi klasik adalah nilai varian

dari variabel bebas yang konstan yang disebut dengan homoskedastisitas. Apabila

asumsi ini tidak terpenuhi, maka nilai varian dari variabel bebas tidak lagi bersifat

konstan yang disebut heteroskedastisitas. Pengujian masalah heteroskedastisitas

dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroskedasticity Test. Sebelum

dilakukan pengujian, dibuat hipotesisi sebagai berikut :

H0 : Homoskedastisitas

H1 : Heteroskedastisitas

Pengujian dilakukan dengan melihat Probability Obs* R-Squared. Apabila

nilai Probability Obs* R-squared lebih kecil dari taraf nyata berarti terdapat

heteroskedastisitas pada model atau menolak hipotesis H0. Bila nilai Probability

Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata berarti tidak ada gejala

heteroskedastisitas pada model atau menerima hipotesis H0. Diketahui taraf nyata

(α) = 5 persen.

Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi serial antara sisaan (μt). Juanda

(2009) menjelaskan akibat adanya autokorelasi dalam model yang diestimasi yaitu

pendugaan parameter masih tetap tidak bias dan konsisten namun penduga ini

memeiliki standar error yang bias ke bawah, atau lebih kecil dari nilai yang

sebenarnya sehingga nilai statistik uji-t tinggi (overestimate). Salah satu cara

untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized

Least Square dalam estimasi model (Gujarati, 2004).

Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin-

Watson (DW). Dalam Eviews6 Guide dijelaskan bahwa jika nilai DW tersebut

Page 48: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

32

sudah lebih dari 1,5 dan mendekati 2 maka dapat dikatakan tidak ada autokorelasi.

Pada tabel 5 memperlihatkan distribusi nilai DW dimana nilai tersebut telah

disusun oleh Durbin-Watson untuk derajat keyakinan 95 persen dan 99 persen.

Tabel 5 Selang nilai statistik Durbin-Watson serta keputusannya

Nilai Durbin Watson Kesimpulan

DW < 1,10

1,10 < DW < 1,54

1.55 < DW < 2,46

2,46 < DW < 2,90

DW > 2,91

Ada Autokorelasi

Tanpa kesimpulan

Tidak ada autokorelasi

Tanpa kesimpulan

Ada autokorelasi

Sumber: Firdaus: (2004)

Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar

normal atau tidak. Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque

Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang

digunakan, maka terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar

normal. Hipotesis yang diunakan adalah:

H0 : error term menyebar normal

H1 : error term tidak meyebar normal

Definisi Operasional

Definisi operasional dari masing-masing variabel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Volume ekspor merupakan volume ekspor dari masing-masing komoditas

kakao olahan Indonesia berdasarkan kode HS 4 digit (1803, 1805, dan 1805)

ke negara mitra dagang (pengimpor) selama jangka waktu 2005-2012 dengan

satuan kilogram.

2. Nilai GDP negara mitra dagang (pengimpor) adalah produk domestik yang

dihasilkan perekonomian tersebut selama satu tahun selama periode 2005-

2012, dinyatakan dalam US$.

3. Nilai GDP negara Indonesia adalah produk domestik yang dihasilkan

perekonomian tersebut selama satu tahun selama periode 2005-2012

4. Nilai tukar riil, dinyatakan dalam mata uang Rupiah/US$.

5. Jarak ekonomi (economic distance) menjadi variabel utama gravity model

dalam aliran perdagangan. Jarak ekonomi merupakan pendekatan yang

mewakili biaya transportasi, dinyatakan dalam satuan kilometer. Biaya

transportasi meliputi ongkos pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan,

premi asuransi, serta pungutan lainnya saat komoditas yang diperdagangkan

disimpan di suatu tempat sementara (Salvatore,1997)

Jarak Ekonomi = Jarak Geografis Antarnegara X (Σ GDPj)

6. Populasi negara mitra dagang (pengimpor) adalah total penduduk di negara

pengimpor dan dinyatakan dalam jiwa.

GDPj

Page 49: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

33

7. Populasi negara Indonesia (pengekspor) adalah total penduduk di negara

pengekspor dan dinyatakan dalam Jiwa.

8. Harga kakao olahan adalah harga dimana dinegara tujuan ekspor selama

periode 2005-2012. Satuan harga ekspor adalah US$/kilogram.

PRODUKSI DAN EKSPOR KAKAO OLAHAN INDONESIA SERTA

PERKEMBANGAN EKONOMI NEGARA TUJUAN UTAMA

Produksi dan Ekspor Kakao Olahan Indonesia

Luas Lahan dan Produksi Kakao Indonesia

Selama kurun waktu tahun 2006-2013 luas areal perkebunan kakao

nasional menunjukan tren yang terus meningkat secara signifikan tiap tahunnya

(Tabel 6). Sedangkan total produksi kakao Indonesia menunjukkan tren yang

cenderung stabil. Hal demikian mengindikasikan bahwa produktivitas kakao

dalam negeri belum optimal. Luas areal dan produksi terbesar keduanya tercapai

pada tahun yang sama, yaitu tahun 2013.

Tabel 6 Luas areal perkebunan dan produksi kakao tahun 2006-2013

Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

2006 1 320 820 769 386

2007 1 379 279 740 006

2008 1 425 216 803 594

2009 1 587 136 809 583

2010 1 650 356 837 918

2011 1 732 641 712 231

2012* 1 732 955 936 266

2013** 1 736 403 938 844

Rata-rata 1 278 864 737 963

Keterangan: * Angka Sementara

** Angka Estimasi

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012

Berdasarkan status pengusahaannya, perkebunan kakao Indonesia

dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar

negara (PBN), dan perkebunan besar swasta (PBS). Perkebunan rakyat (PR)

merupakan perkebunan dengan luas areal terbesar berdasarkan status

pengusahaannya. Pada periode 2009-2013, luas areal perkebunan rakyat

menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya dengan rata-rata

persentase luas arealnya sebesar 94.41% dari total seluruh areal perkebunan

Indonesia. Luas areal perkebunan rakyat terbesar terjadi pada tahun 2012 yaitu

mencapai 1 638 540. Adapun pada periode yang sama rata-rata persentase luas

areal pada perkebunan besar negara (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS)

keduanya menunjukkan nilai yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan

Page 50: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

34

perkebunan rakyat, yaitu masing-masing nilai persentase rata-ratanya adalah

2.91% dan 2.67% (Tabel 7).

Tabel 7 Perkembangan luas areal perkebunan kakao Indonesia berdasarkan

status pengusahaannya tahun 2009-2013

Tahun

Perkebunan Rakyat

(PR)

Perkebunan Besar

Negara (PBN)

Perkebunan Besar

Swasta (PBS) Total

Luas

(Ha) (%)

Luas

(Ha) (%)

Luas

(Ha) (%)

Luas

(Ha) (%)

2009 1 491 808 93.99 49 489 3.12 45 839 2.89 1 587 136 100

2010 1 558 153 94.41 48 935 2.97 43268 2.62 1 650 356 100

2011 1 638 329 94.56 48 935 2.82 45377 2.62 1 732 641 100

2012* 1 638 540 94.55 49 013 2.83 45402 2.62 1 732 955 100

2013** 1 641 817 94.55 49 162 2.83 45424 2.62 1 736 403 100

Rata-rata 94.41

2.91

2.67

100

Keterangan : * Angka Sementara

** Angka Estimasi

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012

Selama periode tahun 2006-2012, perkembangan produktivitas

perkebunan kakao berdasarkan status pengusahaannya yaitu perkekebunan rakyat

(PR), perkebunan besar negara (PBN), dan perkebunan besar swasta (PBS)

berfluktuatif dan mempunyai kecenderungan meningkat (Tabel 8). Pada periode

tersebut tingkat pertumbuhan produktivitas PR merupakan yang terendah yaitu

dengan rata-rata pertumbuhannya hanya mencapai 0.03%. Sementara itu,

pengusahaan kakao oleh PBN dan PBS relatif lebih baik yang tercermin dari

produktivitas kakao PBN dan PBS berfluktuatif namun mempunyai

kecenderungan meningkat, masing-masing dengan rata-rata sebesar 0.71% per

tahun dan 2.62% per tahun.

Tabel 8 Perkembangan produktivitas kakao berdasarkan status pengusahaannya

tahun 2006-2012

Tahun

Perkebunan Rakyat (PR) Perkebunan Besar

Negara Perkebunan Swasta

Hasil

(Kg/Ha)

Pertumbuhan

(%)

Hasil

(Kg/Ha)

Pertumbuhan

(%)

Hasil

(Kg/Ha)

Pertumbuhan

(%)

2006 576

691

639

2007 527 -8.38 604 -12.51 692 8.25

2008 558 5.83 615 1.87 664 -3.95

2009 497 -10.91 699 13.62 720 8.37

2010 496 -0.28 710 1.53 703 -2.38

2011 394 -20.66 702 -1.06 731 4.02

2012 530 34.61 708 0.84 741 1.38

Rata-rata

pertumbuhan (%) 0.03

0.71

2.62

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012

Page 51: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

35

Berdasarkan informasi dari Kementerian Pertanian sentra produksi kakao

terbesar berada di pulau Sulawesi. Secara umum pada kurun waktu 2006-2010

Provinsi Sulawesi Tengah menjadi provinsi terbesar dalam memproduksi kakao

nasional diikuti Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan. Pada

tahun 2012 produksi kakao Sulawesi Tengah mencapai 198 682 ton (Tabel 9).

Tabel 9 Produksi kakao di daerah sentra produksi di Indonesia

No Provinsi Produksi Kakao (ton)

2008 2009 2010 2011 2012*

1 Aceh 27 295 29 130 27 625 24 596 32 647

2 Sumatera Utara 60 253 78 255 63 425 54.515 63 597

3 Sumatera Barat 32 183 33 430 49 388 44.613 58 812

4 Lampung 25 690 26 037 26 539 20.721 26 364

5 Jawa Timur 18 270 22 677 24 199 24.788 27 391

6 Sulawesi Tengah 151 949 138 149 138 306 124 777 168 401

7 Sulawesi Selatan 112 037 164 444 173 755 142 829 198 682

8 Sulawesi Barat 149 458 96 860 96 011 80.194 101 319

9 Sulawesi Tenggara 116 994 132 189 141 176 114 578 154 229

Total 694 129 721 171 740 424 631 611 831 442

Keterangan: * Angka Sementara

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012

Produk Olahan Kakao

Tanaman kakao (Theobroma cacao) dibagi dalam tiga kelompok besar

yaitu jenis Criollo, Forastero dan Trinitario. Criollo menghasilkan biji kakao

dengan aroma yang sangat kuat tanpa rasa pahit, tetapi sensitif terhadap

perubahan iklim dan serangan hama penyakit dengan jumlah produksi relatif

rendah. Berbeda dengan criollo, forastero lebih tahan perubahan iklim dan

serangan hama, jumlah produksinya relatif besar tetapi bijinya memiliki aroma

yang lemah dengan rasa yang pahit. Biji kakao Indonesia sendiri sebagian besar

masuk dalam jenis Trinitario yang merupakan hasil persilangan dari Criollo dan

Forastero. Sifat morfologi dan fisiologinya beragam, demikian juga daya dan

mutu hasilnya.

Biji kakao merupakan bahan baku produk pangan dan non pangan (obat-

obatan dan kosmetik). Biji kakao yang akan dijadikan bahan baku pangan berbeda

dalam hal penanganan pasca panennya dengan bahan baku non pangan. Untuk

bahan baku pangan, diperlukan proses fermentasi agar dapat diperoleh cita rasa

yang baik, sedangkan biji kakao yang digunakan sebagai bahan baku non pangan

tidak memerlukan proses fermentasi.

Biji-biji kakao diproses untuk menghasilkan sejumlah produk olahan

kakao, termasuk cokelat. Tahap pertama pengolahan biji kakao adalah

pemanggangan (roasting), diikuti oleh pemecahan (cracking) dan pelepasan dari

biji (de-shelling) untuk menghasilkan biji yang disebut nibs. Biji (nibs) ini

kemudian digiling dengan berbagai metode menjadi berbentuk pasta, yaitu cokelat

cair (chocolate liquor) atau pasta kakao. "Cairan" ini kemudian diproses lebih

lanjut menjadi cokelat dengan mencampurkan (lebih banyak) lemak kakao dan

Page 52: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

36

gula, kemudian dimurnikan, dihaluskan dengan coche, lalu dipanaskan dan

didinginkan berulang kali (tempered).

Metode pengolahan lain adalah dengan memisahkannya menjadi bubuk

kakao dan lemak kakao menggunakan mesin tekanan hidrolik (hydraulic

press). Biji kakao yang telah kering dipisahkan antara kulit (shell) dan liquor-

nya. Jika pasta kakao kakao ditujukan untuk produksi lemak dan bubuk,

penghalusan yang berlebihan dapat menyulitkan tahap pengepresan, tetapi jika

terlalu kasar, pengempaan menjadi tidak sempurna karena masih banyak

tertinggal damal struktur jaringan sel. Oleh karena itu, tingkat kehalusan partikel

sangatlah penting. Proses pemisahan ini menghasilkan sekitar 50% bubuk kakao

dan 50% lemak kakao. Kakao bubuk standar memiliki kandungan lemak sebesar

10-12%. Penggunaan terbesar dari lemak kakao adalah untuk membuat makanan

coklat. Sebagian kecil dari lemak kakao juga digunakan sebai obat-obatan,

kosmetik, dan sabun. Dari kulit biji dan liquor, lebih lanjut akan diperoleh

bermacam-macam produk seperti yang dapat dilihat pada gambar 9.

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008

Gambar 9 Pohon Industri Kakao

Page 53: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

37

Aliran Ekspor Kakao Olahan Indonesia dan Perekonomian Negara

Importir

Perkembangan Ekspor Kakao Olahan Menurut Jenis (Kode HS 4 digit) Pada

Negara Tujuan Ekspor

Ekspor produk kakao olahan Indonesia pada setiap negara tujuan utama

menunjukkan porsi yang berbeda-beda pada setiap jenis kakao olahan berdasarkan

kode HS 4 digit (tabel 10). Pada tahun 2012, kakao dengan kode HS 1804 yaitu

mentega, lemak, dan minyak kakao menunjukkan porsi terbesar dari seluruh

produk kakao olahan Indonesia yang diekspor pada negara tujuan utama dengan

persentase total mencapai 50.16%. Sedangkan pasta kakao (HS 1803) merupakan

produk kakao olahan dengan persentase total terbesar kedua yaitu 37.35%, lalu

dikuti dengan bubuk kakao (1805) sebesar 12.04%, serta yang terakhir adalah

cokelat dan bahan makan lainnya yang mengandung cokelat (1806) yaitu sebesar

0.45%.

Pada tabel 10 menunjukkan bahwa Amerika. Australia, dan Belanda,

merupakan negara yang cenderung mengimpor produk kakao olahan Indonesia

dalam bentuk mentega, lemak, dan minyak kakao. Hal demikan tercermin dari

besarnya volume ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao pada negara-negara

tersebut. Adapun Jerman menunjukkan kecenderungan mengimpor kakao olahan

Indonesia dalam bentuk pasta. Sedangkan Cina cenderung mengimpor kakao

olahan Indonesia dalam bubuk kakao dengan persentase yang mencapai 78.9%.

Tabel 10 Perkembangan ekspor kakao olahan Indonesia berdasarkan kode HS 4

digit pada negara tujuan utama ekspor tahun 2012

KODE HS 1803 1804 1805 1806

ton % ton % ton % ton %

Amerika 20275.62 43.74 25624.33 55.28 439.11 0.95 18.61 0.04

Australia 740.35 8.96 6283.5 76.03 1079.96 13.07 160.67 1.94

Belanda 200.2 5.83 1787.98 52.04 1446.71 42.11 0.95 0.03

Cina 924.02 11.37 563.04 6.93 6412.43 78.93 224.9 2.77

Jerman 11823.11 47.78 11350.71 45.87 1569.22 6.34 2.35 0.01

Total 33963.30 37.35 45609.56 50.16 10947.43 12.04 407.48 0.45

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Amerika merupakan pasar terbesar bagi Indonesia untuk memasarkan

produk kakao olahannya. Berdasarkan kode HS 4 digit, pada tahun2009-2012

ekspor kakao olahan Indonesia ke Amerika didominasi oleh produk kakao dengan

kode HS 1804, yaitu mentega, lemak, dan minyak kakao dengan persentase

tertinggi pada tahun 2009 yaitu mencapai 90.39% (Tabel 11). Pada periode yang

sama, untuk produk pasta kakao (HS 1803) dan bubuk kakao (1805) menunjukkan

perubahan tren ekspor pada kedua produk kakao olahan tersebut. Pasta kakao

menunjukkan tren yang meningkat secara signifikan pada periode tersebut dengan

persentase terbesar mencapai 43.57% pada tahun 2012. Sedangkan pada bubuk

kakao yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu menunjukkan tren yang menurun

dengan persentase terendah mencapai 3.49% pada tahun 2012. Adapun produk

Page 54: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

38

kakao dengan kode HS 1806, yaitu cokelat dan bahan makan lainnya yang

mengandung kakao menunjukkan kecenderungan tren yang statis.

Tabel 11 Ekspor kakao olahan Indonesia ke Amerika tahun 2009-2012

KODE HS 2009 2010 2011 2012

ton % ton % ton % ton %

1803 304.00 2.20 462.00 1.95 9734.80 23.05 20275.62 43.57

1804 12370.39 89.46 21410.21 90.39 30994.42 73.39 24612.43 52.89

1805 1119.37 8.09 1799.12 7.60 1485.92 3.52 1625.91 3.49

1806 34.27 0.25 14.85 0.06 19.74 0.05 18.61 0.04

Total 13828.03 100 23686.18 100 42234.88 100 46532.56 100

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Australia merupakan negara terbesar kedua yang menyerap produk kakao

olahan Indonesia. Pada tahun 2009-2010, aliran ekspor produk kakao olahan

Indonesia ke Australia menunjukkan tren yang berbeda pada masing-masing

produk kakao olahan (tabel 12). Adapun ekspor produk kakao olahan Indonesia ke

Australia didominasi produk kakao olahan dengan kode HS 1804 yaitu mentega,

lemak, dan minyak kakao dengan persentase terbesar mencapai 76.57% pada

tahun 2012 Selanjutnya, produk kakao olahan terbesar kedua yang diserap oleh

Australia adalah bubuk kakao (HS 1805), yang kemudian diikuti dengan pasta

kakao (HS 1803) serta cokelat dan bahan makanan lainnya (HS1806).

Tabel12 Ekspor Kakao Olahan Indonesia ke Australia tahun 2009-2012

KODE HS 2009 2010 2011 2012

ton % ton % ton % ton %

1803 807.80 13.61 597.80 8.81 787.65 12.31 740.35 9.02

1804 4015.60 67.65 5016.87 73.97 4622.85 72.26 6283.50 76.57

1805 983.75 16.57 1137.52 16.77 925.52 14.47 1079.96 13.16

1806 128.56 2.17 30.40 0.45 61.39 0.96 102.75 1.25

Total 5935.71 100 6782.59 100 6397.40 100 8206.56 100

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Belanda merupakan bagian dari negara uni eropa yang melakukan proteksi

terhadap produk kakao olahan Indonesia. Meskipun demikan, Belanda merupakan

negara terbesar ketiga yang menyerap ekspor produk kakao olahan Indonesia.

Sama halnya dengan Amerika dan Australia, aliran ekspor produk kakao olahan

Indonesia ke Belanda juga didominasi oleh produk kakao olahan dengan kode HS

1804 yaitu mentega, lemak, dan minyak kakao yang persentasenya mencapai

61.52% pada tahun 2009 dari seluruh produk kakao olahan Indonesia yang

diekspor ke Belanda (tabel 13). Meskipun demikian, pada tahun 2009-2012 aliran

ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao menunjukkan kecenderungan tren

yang menurun dengan persentase terendah yaitu mencapai 29.20% pada tahun

2010. Hal berbeda terjadi pada produk kakao dengan kode HS 1805 yaitu bubuk

kakao yang menunjukkan kecenderungan yang meningkat pada periode yang

sama.

Page 55: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

39

Tabel 13 Ekspor kakao olahan Indonesia ke Belanda tahun 2009-2012

KODE HS 2009 2010 2011 2012

ton % ton % ton % ton %

1803 1638.11 35.34 129.93 5.98 187.49 5.46 200.20 5.83

1804 2852.14 61.52 634.25 29.20 1822.73 53.13 1787.98 52.05

1805 145.58 3.14 1407.82 64.82 1420.77 41.41 1446.71 42.12

1806 - 0.00 - 0.00 0.02 0.00 0.10 0.00

Total 4635.84 100 2172.00 100 3431.01 100 3434.98 100

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Cina merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor produk kakao

olahan Indonesia dengan populasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi terbesar di

dunia. Kondisi demikan memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan

aliran ekspor produk kakao olahannya di Cina. Pada tahun 2009-2012 ekspor

produk kakao olahan Indonesia ke Cina juga menunjukkan tren yang berbeda

pada setiap produk kakao olahan. Adapun ekspor produk kakao olahan Indonesia

ke Cina cenderung didominasi produk kakao olahan dengan kode HS 1805 yaitu

bubuk kakao yang persentasenya mencapai 96.79% pada tahun 2009 (tabel 14).

Tabel 14 Ekspor kakao olahan Indonesia ke Cina tahun 2009-2012

KODE HS 2009 2010 2011 2012

ton % ton % ton % ton %

1803 42.00 1.01 737.34 12.23 1625.88 25.28 924.02 11.37

1804 3.50 0.08 13.00 0.22 285.95 4.45 563.04 6.93

1805 4044.25 96.79 5194.48 86.13 4436.10 68.98 6412.43 78.93

1806 88.73 2.12 86.44 1.43 82.88 1.29 224.90 2.77

Total 4178.48 100 6031.26 100.00 6430.81 100 8124.40 100

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Aliran ekspor kakao olahan Indonesia di Jerman berbeda dengan negara

lainnya. Pada tahun 2009-2011 produk kakao olahan Indonesia di Jerman

didominasi oleh pasta kakao (HS 1803) yang persentasenya mencapai 84.97%

pada tahun 2011 (tabel 15). Sedangkan untuk komoditas mentega, lemak, dan

minyak kakao (HS 1804) merupakan komoditas kedua terbesar, yang kemudian

diikuti dengan pasta kakao (HS 1803) serta cokelat dan bahan makanan lainnya

(HS1806).

Tabel 15 Ekspor kakao olahan Indonesia ke Jerman tahun 2009-2012

KODE HS 2009 2010 2011 2012

ton % ton % ton % ton %

1803 2654.90 83.66 2713.50 77.33 11858.41 84.97 11823.11 47.78

1804 274.90 8.66 640.40 18.25 2022.31 14.49 11350.71 45.87

1805 243.40 7.67 154.80 4.41 74.38 0.53 1569.22 6.34

1806 0.20 0.01 0.20 0.00 0.26 0.00 2.35 0.00

Total 3173.40 100 3508.90 100 13955.37 100 24745.39 100

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Page 56: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

40

Hubungan Aliran Ekspor Kakao Olahan Indonesia dan GDP Riil Per kapita

Importir

Gambar 10 menunjukkan hubungan antara aliran ekspor kakao olahan

Indonesia dan GDP riil per kapita negara tujuan utama ekspor (pengimpor).

Secara grafis hubungan yang ditunjukkan GDP riil per kapita pengimpor dan

aliran ekspor kakao olahan Indonesia secara umum menunjukkan tren yang

positif, yaitu ketika GDP riil per kapita negara pengimpor mengalami penurunan,

aliran ekspor kakao olahan Indonesia juga mengalami penurunan. Begitu juga

sebaliknya, ketika GDP riil per kapita negara pengimpor meningkat, aliran ekspor

kakao olahan Indonesia ke negara pengimpor ikut meningkat.

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Gambar 10 Hubungan aliran ekspor kakao olahan Indonesia dan GDP riil per

kapita negara pengimpor tahun 2005-2012

40000

41000

42000

43000

44000

0

10000

20000

30000

40000

50000

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor GDP Amerika

32000

34000

36000

38000

0

2000

4000

6000

8000

10000

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor GDP Australia

37000

38000

39000

40000

41000

42000

43000

0

2000

4000

6000

8000

10000

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor GDP Belanda

0

1000

2000

3000

4000

0

2000

4000

6000

8000

10000

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor GDP Cina

31000

32000

33000

34000

35000

36000

37000

38000

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Aliran Ekspor GDP Jerman

Page 57: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

41

Hubungan Aliran Ekspor Kakao Olahan Indonesia dan Populasi Importir

Pada gambar 11 menunjukkan hubungan aliran ekspor kakao olahan

Indoensia dan populasi negara-negara importir. Hampir seluruh populasi setiap

negara pengimpor mengalami peningkatan, terkecuali Jerman yang populasinya

mengalami penurunan. Tren meningkatnya populasi masing-masing negara

importir setiap tahunnya tidak selalu diikuti dengan meningkatnya aliran ekspor

kakao olahan Indonesia pada masing-masing negara importir tersebut. Pada

beberapa tahun tertentu, ketika terjadi peningkatan populasi negara negara

pengimpor, aliran ekspor kakao olahan Indonesia mengalami penurunan.

Sementara itu, pada tahun-tahun lainnya, ketika terjadi peningkatan populasi

negara pengimpor, aliran ekspor kakao olahan Indonesia ikut meningkat.

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Gambar 11 Hubungan aliran ekspor kakao olahan Indonesia dan populasi negara

pengimpor tahun 2005-2012

285.00

290.00

295.00

300.00

305.00

310.00

315.00

320.00

0

10000

20000

30000

40000

50000

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor Populasi Amerika

19.0

20.0

21.0

22.0

23.0

0

2000

4000

6000

8000

10000

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor Populasi Australia

16.0

16.2

16.4

16.6

16.8

17.0

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor Populasi Belanda

1280.0

1300.0

1320.0

1340.0

1360.0

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor Populasi Cina

81.4

81.6

81.8

82

82.2

82.4

82.6

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Aliran Ekspor Populasi Jerman

Page 58: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

42

Hubungan Aliran Ekspor Kakao Olahan Indonesia dan Harga Ekspor

Kakao Olahan Indonesia

Gambar 12 menunjukkan hubungan aliran ekspor kakao olahan Indonesia

dan harga ekspor kakao olahan Indonesia pada masing-masing negara pengimpor.

Pada gambar tersebut terlihat bahwa keduanya mengalami tren yang berfluktuasi

setiap tahunnya. Pada beberapa tahun tertentu, ketika terjadi peningkatan harga

ekspor, aliran ekspor kakao olahan Indonesia mengalami penururunan. Sedangkan

pada tahun lainnya, ketika terjadi peningkatan harga ekspor, aliran ekspor kakao

olahan Indonesia justru meningkat.

Keterangan: PCO = Harga ekspor kakao olahan Indonesia

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Gambar 12 Hubungan aliran ekspor kakao olahan Indonesia dan harga ekspor

kakao olahan Indonesia di negara importir tahun 2005-2012

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

0.0

10000.0

20000.0

30000.0

40000.0

50000.0

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

Aliran Ekspor PCO di Amerika

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

Aliran Ekspor PCO di Australia

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

Aliran Ekspor PCO di Belanda

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

Aliran Ekspor PCO di Cina

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

0.0

5000.0

10000.0

15000.0

20000.0

25000.0

30000.0

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Aliran Ekspor PCO di Jerman

Page 59: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

43

Hubungan Aliran Ekspor Kakao Olahan Indonesia dan Nilai Tukar Riil

Indonesia

Pada gambar 13 menunjukkan hubungan aliran ekspor kakao olahan

Indonesia pada negara tujuan ekspor dengan nilai tukar riil Indonesia pada tahun

2005-2012. Secara grafis terlihat bahwa ketika terjadi depresiasi pada nilai tukar

riil Indonesia, aliran ekspor kakao olahan Indonesia mengalami peningkatan.

Begitu pun sebaliknya ketika terjadi apresiasi pada nilai tukar riil Indonesia, aliran

ekspor kakao olahan Indonesia mengalami penurunan, Namun demikian, pada

tahun 2011-2012 ketika terjadi apresiasi nilai tukar riil Indonesia, aliran ekspor

kakao tetap mengalami peningkatan. Hal demikian terjadi diduga akibat adanya

dampak dari kebijakan bea keluar atas ekspor biji kakao Indonesia.

Keterangan: RER IDN = Nilai Tukar Riil Indonesia

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Gambar 13 Hubungan aliran ekspor kakao olahan Indonesia dan nilai tukar riil

Indonesia tahun 2005-2012

0.0

5000.0

10000.0

15000.0

0.0

10000.0

20000.0

30000.0

40000.0

50000.0

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor ke AmerikaRER IDN

0.0

5000.0

10000.0

15000.0

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor ke Australia

RER IDN

0.0

5000.0

10000.0

15000.0

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor ke Belanda

RER IDN

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

12000.0

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor ke Cina RER IDN

0.0

5000.0

10000.0

15000.0

0.0

10000.0

20000.0

30000.0

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Aliran Ekspor ke Jerman RER IDN

Page 60: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

44

Hubungan Aliran Ekspor Kakao Olahan Indonesia dan Jarak Ekonomi

Gambar 14 menunjukkan hubungan aliran ekspor kakao olahan Indonesia

dan jarak ekonomi Indonesia dengan negara importir. Aliran ekspor kakao olahan

Indonesia dan jarak ekonomi cenderung menalami fluktuasi. Secara umum pada

gambar 14, hubungan negatif terlihat jelas antara aliran ekspor kakao Indonesia

dan jarak ekonomi. Ketika terjadi kenaikan jarak ekonomi pada negara importir,

aliran ekspor kakao olahan Indonesia mengalami penurunan. Begitu pun

sebaliknya, ketika terjadi penurunan jarak ekonomi pada negara emportir, aliran

ekspor kakao olahan Indonesia mengalami peningkatan.

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Keterangan: DIST= Jarak Ekonomi

Gambar 14 Hubungan aliran ekspor kakao olahan Indonesia dan jarak ekonomi

importir tahun 2005-2012

55000.0

56000.0

57000.0

58000.0

59000.0

60000.0

61000.0

62000.0

0.0

10000.0

20000.0

30000.0

40000.0

50000.0

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor DIST Amerika

23000.0

23500.0

24000.0

24500.0

25000.0

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor DIST Australia

41000.0

42000.0

43000.0

44000.0

45000.0

46000.0

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor DIST Belanda

0.0

100000.0

200000.0

300000.0

400000.0

500000.0

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

Aliran Ekspor DIST Cina

47000.0

48000.0

49000.0

50000.0

51000.0

0.0

10000.0

20000.0

30000.0

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Aliran Ekspor DIST Jerman

Page 61: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

45

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Dayasaing Kakao Olahan Indonesia di Negara Tujuan Utama

Analisis RCA (Revealed Comparative Advantage) digunakan dalam

penelitian ini untuk melihat apakah Indonesia memliliki atau tidak memiliki

keunggulan komparatif pada produk kakao olahannya. Nilai RCA memberikan

gambaran dari kinerja ekspor. Jika nilai RCA yang lebih besar dari satu, maka

suatu negara atas produknya memiliki kinerja ekspor yang baik dan memiliki

keunggulan komparatif.. Sebaliknya jika nilai RCA lebih kecil dari satu, maka

suatu negara tidak memiliki keunggulan komparatif atas produknya.

Hasil estimasi RCA kakao olahan Indonesia di Amerika, Australia,

Belanda, Cina dan Jerman selama periode 2005-2012 menunjukkan fluktuasi yang

berbeda-beda pada masing-masing jenis komoditas kakao yang diekspor. Pada

tabel 16 menunjukkan hasil estimasi perhitungan RCA Indonesia di Amerika.

Pada tabel tersebut terlihat bahwa kakao olahan dalam bentuk pasta (1803) dan

mentega, lemak atau minyak (1804) memiliki nilai RCA yang lebih baik dari

bubuk kakao (1805). Pada tahun 2010-2012 nilai RCA pada komoditas pasta

kakao dan mentega, lemak, atau minyak dari kakao menunjukkan peningkatan

yang signifikan. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh kebijakan bea keluar pada

komoditas biji kakao yang diberlakukan pada tahun 2010. Namun demikian, hal

berbeda terjadi pada komoditas bubuk kakao. Pada periode yang sama nilai RCA

pada komoditas bubuk kakao justru mengalami penurunan dan memiliki nilai

RCA yang kurang dari satu. Hal demikian menunjukkan bahwa bubuk kakao

Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif di Amerika. Menurunnya nilai

RCA pada komoditas bubuk kakao diduga diakibatkan harga bubuk kakao

Indonesia yang masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara pesaing

lainnya seperti Ghana. Berdasarkan data UN COMTRADE 2014 pada tahun

2008-2012 harga rata-rata bubuk kakao Indonesia di Amerika adalah 3.48

dolar/kg, sedangkan harga bubuk kakao Ghana di Amerika adalah 3.37 dolar/kg.

Kondisi tersebut akan mempengaruhi dayasaing kakao olahan Indonesia di

Amerika.

Tabel 16 Hasil estimasi RCA produk kakao olahan Indonesia di Amerika

Tahun RCA pada komoditas kakao kode HS 4 Digit

1803 1804 1805

2005 1.537 22.672 1.216

2006 1.729 20.744 2.457

2007 4.126 24.913 5.944

2008 0.940 26.813 1.742

2009 2.189 20.540 1.596

2010 1.713 21.946 1.507

2011 8.283 35.162 0.801

2012 27.640 40.503 0.571

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Page 62: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

46

Australia merupakan pasar atau negara kedua terbesar tujuan ekspor kakao

olahan Indonesia. Pada tahun 2005-2012 nilai RCA ketiga jenis komoditas kakao

olahan Indonesia di Australia menunjukkan nilai yang lebih besar dari satu yang

berarti produk-produk kakao olahan Indonesia berada kinerja ekspor yang baik

(Tabel 17). Secara umum, produk mentega, lemak, dan minyak kakao olahan

(1804) memiliki nilai RCA yang terbesar dari ketiga jenis kakao olahan Indonesia

yang diekspor ke Australia.

Pada tabel 17 terlihat bahwa nilai RCA tertinggi pada ketiga jenis

komoditas kakao olahan Indonesia di Australia terjadi pada tahun 2008-2009.

Namun pada tahun setelahnya nilai RCA ketiga jenis kakao tersebut cenderung

mengalami penurunan. Hal demikian diduga akibat dampak luas dari krisis yang

terjadi pada tahun 2008 di Amerika.

Tabel 17 Hasil estimasi RCA produk kakao olahan Indonesia di Australia

Tahun RCA pada komoditas kakao kode HS 4 Digit

1803 1804 1805

2005 2.623 12.878 3.009

2006 2.003 14.551 2.913

2007 3.538 16.227 3.360

2008 4.030 17.289 3.062

2009 2.354 14.016 3.583

2010 1.722 14.168 3.009

2011 1.641 11.126 2.287

2012 1.595 14.159 2.779

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Selanjutnya, dayasaing kakao olahan Indonesia di Belanda sebagai negara

ketiga terbesar yang menyerap ekspor kakao olahan Indonesia dengan pangsa

pasar sekitar 8% menunjukkan nilai RCA beragam pada masing-masing jenis

kakao olahan (Tabel 18). Dari ketiga jenis kakao olahan Indonesia yang dianalisis

berdasarkan metode RCA menunjukkan bahwa pasta kakao (1803) Indonesia

memiliki nilai RCA yang lebih rendah dan dapat dikatakan tidak memilki

dayasaing di Belanda. Hal demikian diduga bukan diakibatkan harga pasta kakao

Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga negara pesaing lainnya.

Pada gambar 15 menunjukkan harga pasta kakao Indonesia relatif lebih

rendah dengan negara pesaing lainnya di Belanda. Pada tahun 2006-2011 harga

ekspor pasta kakao Indonesia di Belanda selalu lebih rendah dibandingkan harga

pasta kakao dari negara-negara pesaing lainnya. Sedangkan harga ekspor pasta

kakao Indonesia yang tertinggi terjadi pada tahun 2012, yaitu nilainya berkisar 3.9

dolar/kg Dengan harga yang relatif lebih rendah, namun pasta kakao memiliki

kecenderungan tidak berdayasaing di Belanda. Hal demikian diduga dikarenakan

adanya bea masuk pada negara uni eropa atas komoditas pasta kakao Indonesia

yang mencapai 9.6% dikarenakan kualitasnya yang dinilai rendah. Sedangkan

bagi negara pesaing lainnya seperti Pantai Gading dan Ghana bea masuk atas

kakao olahannya yang mencapai 0%. Kondisi demikian secara langsung maupun

tidak langsung akan menghambat ekspor pasta kakao Indonesia ke Belanda.

Page 63: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

47

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Gambar 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg)

Produk mentega, lemak, dan minyak kakao (1804) memiliki

kecenderungan yang menurun. Penurunan nilai RCA Indonesia pada kakao

tersebut secara drastis terjadi pada tahun 2008-2009 dengan nilai 18.327 menjadi

7.44. Kecenderungan penurunan nilai RCA pada produk mentega, lemak, dan

minyak kakao pada tahun 2008-2012 diduga diakibatkan adanya perubahan harga

pada komoditas tersebut. Pada gambar 16 terlihat pada tahun 2008 harga produk

mentega, lemak, dan minyak kakao Indonesia menjadi relatif lebih tinggi

dibandingkan dengan negara pesaingnya yaitu Pantai Gading dan Jerman.

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Gambar 16. Harga ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

Belanda (USD/kg)

Kondisi berbeda terjadi pada produk bubuk kakao Indonesia di Belanda.

Pada beberapa tahun terakhir nilai RCA bubuk kakao Indonesia di Belanda

menunjukkan tren yang positif. Produk bubuk kakao olahan Indonesia di Belanda

pada tahun 2010-2012 menunjukkan nilai RCA yang lebih besar dari satu yang

berarti bahwa kakao bubuk kakao Indonesia memiliki dayasaing di Belanda. Nilai

RCA tertinggi untuk bubuk kakao Indonesia di Belanda terjadi pada tahun 2010

yaitu sebesar 6.487.

0.00000

1.00000

2.00000

3.00000

4.00000

5.00000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pantai Gading Jerman Perancis Ghana Indonesia

0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Indonesia Jerman Pantai Gading

Page 64: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

48

Tabel 18 Hasil estimasi RCA produk kakao olahan Indonesia di Belanda

Tahun RCA pada komoditas kakao kode HS 4 Digit

1803 1804 1805

2005 6.072 12.556 0.818

2006 0.317 22.668 0.330

2007 0.109 15.093 0.143

2008 0.109 18.327 0.138

2009 1.796 7.639 0.672

2010 0.139 1.593 6.487

2011 0.139 2.942 4.619

2012 0.367 2.983 5.924

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Di Cina, produk kakao olahan Indonesia juga menunjukkan tren yang

berbeda pada masing-masing produk kakao olahan. Pada tahun 2007-2012 Bubuk

kakao memiliki nilai RCA yang lebih besar dibandingkan jenis kakao olahan

lainnya yang diekspor ke Cina (Tabel19). Nilai RCA bubuk kakao Indonesia di

Cina yang tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu mencapai 13.171. Adapun nilai

RCA Indonesia untuk pasta kakao (1803) serta mentega, lemak, dan minyak

kakao (1804) menunjukkan kecenderungan tren yang positif pada beberapa tahun

terakhir.

Tabel 19 Hasil estimasi RCA produk kakao olahan Indonesia di Cina

Tahun RCA pada komoditas kakao kode HS 4 Digit

1803 1804 1805

2005 5.770 0.424 1.690

2006 4.469 0.313 3.281

2007 1.300 0.190 7.030

2008 0.816 0.022 13.171

2009 0.049 0.051 12.949

2010 2.656 0.108 12.563

2011 3.897 1.493 7.992

2012 2.001 2.615 10.319

Sumber: UN COMTRADE, 2013(diolah)

Di Jerman, dayasaing kakao olahan Indonesia yang tercermin dari nilai

RCA juga menunjukkan tren yang beragam pada masing-masing produk kakao

olahanya (Tabel 20). Komoditas pasta kakao (1803) serta mentega, lemak, dan

minyak kakao (1804) menunjukkan tren yang relatif lebih baik dibandingkan

dengan bubuk kakao (1805). Hal demikian tercemin dari besarnya nilai RCA

kedua komoditas tersebut. Nilai RCA kedua produk tersebut pada tahun 2012

masing-masing mencapai 21.954 dan 20.835. Sedangkan nilai RCA bubuk kakao

hanya mencapai 5.705 dan pada kurun waktu 2005-2011 bubuk kakao tidak

memiliki dayasaing. Meskipun demikan, pada tahun 2012 tersebut seluruh kakao

olahan Indonesia di Jerman telah memilki dayasaing dan keunggulan komparatif.

Page 65: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

49

Tabel 20 Hasil estimasi RCA produk kakao olahan Indonesia di Jerman

Tahun RCA pada komoditas kakao kode HS 4 Digit

1803 1804 1805

2005 0.078 1.833 0.091

2006 0.285 1.791 0.887

2007 6.876 1.785 0.995

2008 13.155 1.451 0.773

2009 8.575 0.705 0.594

2010 5.578 1.290 0.286

2011 22.042 4.092 0.192

2012 21.954 20.835 5.705

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Ekspor komoditas bubuk kakao Indonesia di Jerman merupakan produk

kakao olahan yang volumenya paling rendah diantara produk kakao olahan

Indonesia lainnya yang dianalisis pada penelitian ini (tabel 15). Hasil analisis

RCA menunjukkan pada kurun waktu 2005-2011 komoditas bubuk kakao tidak

memiliki dayasaing diduga bukan dikarenakan harga bubuk kakao lebih tinggi

dibandingkan dengan harga bubuk kakao dari negara pesaing. Hal tersebut terlihat

pada gambar 17 bahwa harga bubuk kakao Indonesia justru memiliki harga

terendah dibandingkan dengan negara pesaingnnya. Bubuk kakao Indonesia tidak

memiliki daya saing di Jerman diduga kualitas kakao Indonesia masih relatif lebih

rendah dibandingkan dengan kualitas bubuk kakao dari negara pesaing. Selain itu,

tidak berdayasaingnya komoditas bubuk kakao Indonesia

Sumber: UN COMTRADE, 2013 (diolah)

Gambar 17 Harga bubuk kakao negara eksportir di Jerman (USD/kg)

0.00000

1.00000

2.00000

3.00000

4.00000

5.00000

6.00000

7.00000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pantai Gading Spanyol Perancis

Indonesia Belanda Belgia

Page 66: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

50

Estimasi Model Aliran Ekspor Kakao Olahan Indonesia

Dalam sub-bab ini akan dibahas hasil analisis faktor-faktor yang yang

memengaruhi aliran perdagangan ekspor produk kakao olahan Indonesia pada

lima negara tujuan ekspor utama. Analisis dilakukan dengan menggunakan

analisis ekonometrika data panel dengan pendekatan gravity model yang

diestimasi dengan metode regresi data panel. Komoditas yang digunakan dalam

estimasi ini adalah kakao olahan dengan kode HS 1803,1804, dan 1805. Periode

pengamatan analisis selama 2005-2012 dengan mengestimasi delapan variabel

independen yaitu GDP Indonesia, GDP negara pengimpor, populasi Indonesia,

populasi negara pengimpor, nilai tukar riil rupiah, harga kakao olahan, jarak

ekonomi Indonesia ke negara pengimpor, dan dummy kebijakan pajak ekspor atau

bea keluar pada biji kakao.

Pemilihan model terbaik dilakukan dengan menggunakan uji Chow. Hasil

Uji Chow pada masing-masing model aliran ekspor kakao olahan Indonesia

berdasarkan kode HS 4 digit yang dianalisis menunjukkan bahwa probabilitas F

lebih kecil dari taraf nyata 5% (lampiran 9, 10, 11) sehingga keputusan yang

diambil adalah Fixed Effect Model (FEM). Sedangkan pada model aliran ekspor

produk kakao olahan Indonesia tidak dapat dilakukan uji Hausmann untuk

memilih antara Fixed Effect Model (FEM) atau Random Effect Model (REM)

sebagai model yag terbaik. Hal demikian dikarenakan jumlah cross section pada

penelitian ini kurang dari jumlah variabel yang diamati.

Uji asumsi klasik pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada masing-

masing model komoditas kakao olahan yang diestimasi terbebas dari pelanggaran

asumsi klasik (lampiran 12, 13, 14). Dari hasil estimasi diperoleh nilai Sum

squared resid weighted yang lebih besar dari Sum squared resid unweighted

sehingga dapat disimpulkan bahwa model telah terbebas dari pelanggaran asumsi

heteroskedastisitas. Sedangkan indikasi tidak terjadinya pelanggaran asumsi

multikolinearitas pada masing-masing dapat dilihat dari uji-F yang signifikan dan

R-squared yang tinggi dan hanya sedikit variabel yang tidak signifikan. Asumsi

terakhir yang harus dipenuhi adalah asumsi tidak terjadinya autokorelasi. Nilai

Durbin-Watson pada masing-masing model menunjukkan bahwa nilai Durbin-

Watson berada pada selang dimana tidaknya autokorelasi pada model, sehingga

dapat disimpulkan bahwa permasalahan autokorelasi sudah teratasi. Selain itu,

hasil uji normalitas (lampiran 15, 16, 17) menunjukkan bahwa probabilitas

Jarque-Bera pada masing-masing model komoditas kakao olahan Indonesia lebih

besar dari taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan bahwa sisaan terdistribusi normal.

Faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor pasta kakao Indonesia

(kode HS 1803)

Komoditas yang digunakan dalam estimasi ini adalah kakao olahan

dengan kode HS 1803 yaitu pasta kakao. Berdasarkan hasil estimasi analisis

ekonometrika data panel dengan pendekatan Gravity Model menunjukkan

koefisien determinasi (R-squared) yang diperoleh pada model aliran ekspor pasta

kakao Indonesia adalah sebesar 0.9403 Hal ini menunjukkan bahwa model regresi

Page 67: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

51

mampu menjelaskan 94,03 persen keragaman aliran perdagangan ekspor

sedangkan sisanya dijelaskan oleh varibel lain di luar model (Tabel 21).

Tabel 21 Hasil estimasi model aliran ekspor pasta kakao Indonesia ke negara

tujuan utama

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 4445.821 367.1927 12.10759 0.0000*

GDP -17.09703 2.781029 -6.147734 0.0000*

GDPI 76.55079 5.590603 13.69276 0.0000*

POP 8.057878 9.027110 0.892631 0.3799*

POPI -246.8711 21.82921 -11.30921 0.0000*

PCO 0.878897 0.133578 6.579662 0.0000*

RER -9.292165 0.989360 -9.392098 0.0000*

DIST -11.52651 3.436281 -3.354357 0.0024*

BK 1.966831 0.196699 9.999185 0.0000*

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.940256 Mean dependent var 74.95227

Adjusted R-squared 0.913703 S.D. dependent var 100.7696

S.E. of regression 1.183812 Sum squared resid 37.83811

F-statistic 35.41071 Durbin-Watson stat 2.057653

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.525575 Mean dependent var 13.83797

Sum squared resid 34.23825 Durbin-Watson stat 1.079459

Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 1%, 5%, dan 10%

GDP Negara Pengimpor

GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja ekonomi.

Semakin besar GDP suatu negara menunjukkan semakin besarnya kemampuan

dari negara tersebut untuk melakukan perdagangan dengan negara lain. Hasil

analisis regresi gravity model aliran ekspor pasta kakao Indonesia menunjukkan

nilai probabilitas t-statistic (0.0000), yaitu lebih kecil dari taraf nyata 5%. Hal ini

berarti bahwa GDP negara Amerika, Australia, Belanda, Cina dan Jerman

berpengaruh nyata terhadap aliran perdagangan ekspor pasta kakao Indonesia.

Peningkatan GDP negara mitra dagang diharapkan mendorong meningkatnya

permintaan ekspor akan pasta kakao Indonesia. Namun, berdasarkan hasil

estimasi koefisien GDP negara pengimpor menunjukkan tanda yang negatif yaitu

-17.0970. Hal tersebut berarti bahwa ketika terjadi kenaikan GDP negara

pengimpor sebesar 1% maka akan menurunkan aliran ekspor kakao olahan dari

Page 68: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

52

Indonesia sebesar 17.09%. Hal demikian diduga jika terjadi peningkatan GDP

negara pengimpor, maka negara tersebut akan beralih untuk membeli pasta kakao

dari negara lainnya yang memiliki kualitas kakao yang lebih baik dari kualitas

pasta kakao Indonesia.

GDP Indonesia

GDP Indonesia dalam hal ini merupakan suatu proksi yang menunjukan

tingkat produksi dari negara Indonesia. Variabel GDP Indonesia berpengaruh

nyata terhadap aliran ekspor perdagangan pasta kakao. Hal ini dapat dilihat dari

nilai probabilitas t-statistic (0.0000) yang lebih kecil dari taraf nyata 5%.

Koefisien variabel GDP Indonesia menunjukkan tanda positif dan sesuai teori

yaitu sebesar 76.55. Nilai tersebut berarti bahwa jika GDP Indonesia meningkat

1%, maka aliran perdagangan ekspor pasta kakao Indonesia akan meningkat

sebesar 76.56%.

Populasi negara pengimpor

Hasil estimasi dari variabel populasi negara pengimpor menunjukkan hasil

yang tidak signifikan pada model aliran ekspor pasta kakao Indonesia. Hal

tersebut terlihat pada tabel 21 yang menunjukkan nilai probabilitas (0.3799) yang

lebih besar dari taraf nyata 5%. Tidak berpengaruhnya populasi negara pengimpor

diduga dikarenakan pasta kakao bukanlah komoditas konsumsi rumah tangga

secara langsung. Kebutuhan pasta kakao di negara-negara mitra dagang sebagian

besar pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan

kakao di negara tersebut. Hal demikian tercermin dari besarnya ekspor kakao

olahan yang dilakukan oleh negara importir tersebut. Sehingga ketika terjadi

perubahan pada jumlah populasi di negara mitra dagang atau pengimpor tidak

memengaruhi aliran ekspor pasta kakao Indonesia.

Populasi Indonesia

Probabilitas t-statistic dari varibel populasi Indonesia (0.0000)

menunjukkan nilai yang lebih kecil dari taraf nyata 5%. Hal ini memiliki arti

bahwa variabel populasi Indonesia signifikan memengaruhi permintaan ekspor

kakao olahan Indonesia. Koefisien populasi Indonesia menunjukkan tanda

negative dan tidak sesuai hipotesiss yaitu sebesar -246.87. Nilai tersebut berarti

bahwa jika populasi Indonesia meningkat 1%, maka aliran perdagangan ekspor

akan menurun 246.87%. Hal demikian diduga populasi Indonesia yang meningkat

berpengaruh pada meningkatnya konsumsi dalam negeri. Sehingga pada akhirnya

akan mengurangi ekspor Indonesia.

Harga Ekspor Kakao Olahan Indonesia

Hasil estimasi menunjukkan probabilitas t-statistic variabel harga ekspor

pasta kakao Indonesia (0.0000) yang lebih kecil dari taraf nyata 5%. Nilai tersebut

memiliki arti bahwa harga ekspor pasta kakao Indonesia berpengaruh nyata

terhadap aliran ekspor pasta kakao Indonesia. Koefisien harga kakao olahan

Indonesia menunjukkan nilai positif, yaitu 0.8789. Jika terjadi peningkatan harga

ekspor kakao olahan sebesar 1%, maka akan meningkatkan aliran ekspor kakao

olahan Indonesia sebesar 0.87%. Kenaikan harga ekspor pasta kakao Indonesia

akan mendorong para eksportir lebih memilih untuk mengekspor kakao dalam

Page 69: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

53

bentuk olahan khususnya pasta kakao dibandingkan mengekspor kakao dalam

bentuk biji yang selama ini dilakukan. Hal demikian dikarenakan adanya nilai

tambah pada produk kakao olahan sehingga keuntungan yang akan diperoleh

menjadi lebih besar.

Nilai Tukar Riil Rupiah

Hasil estimasi variabel nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika

Serikat signifikan memengaruhi aliran perdagangan ekspor pasta kakao Indonesia

ke negara tujuan utama. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas t-statistic

(0.0000) lebih kecil dari taraf nyata 5%. Koefisien nilai tukar menunjukkan nilai

yang negatif yaitu -9.292 dan sesuai teori, hal demikian memiliki arti bahwa jika

nilai tukar riil tersebut mengalami peningkatan (terapresiasi) sebesar satu 1%,

maka akan menurunkan ekspor pasta kakao Indonesia sebesar 9.29%.

Jarak Ekonomi

Hasil estimasi variabel jarak ekonomi merupakan proksi biaya transportasi

bagi negara-negara yang melakukan perdagangan. Berdasarka hasil estimasi

vriabel jarak ekonomi berpengaruh nyata terhadap aliran perdagangan ekspor

pasta kakao Indonesia. Hal ini diperoleh dari nilai probabilitas t-statistic (0.0000)

yang lebih kecil dari taraf nyata 5%. Koefisien jarak ekonomi menunjukkan nilai

yang negatif dan sesuai hipotesis, yaitu -11.52 Jika terjadi peningkatan jarak

ekonomi sebesar 1%, maka akan menurunkan aliran ekspor pasta kakao Indonesia

sebesar -11.52 persen cateris paribus.

Dummy Kebijakan Bea Keluar

Hasil estimasi pada model aliran ekspor pasta kakao Indonesia

menunjukkan bahwa variabel dummy kebijakan bea keluar atas biji kakao yang

diberlakukan oleh pemerintah Indonesia secara signifikan memengaruhi aliran

ekspor pasta kakao Indonesia. Hal tersebut terlihat bahwa probabilitas (0.0000)

dummy bea keluar atas biji kakao lebih kecil dari taraf nyata 5%. Adapun

koefisien pada variabel kebijakan bea keluar menunjukkan tanda yang positif

dengan nilai sebesar 1.966. Hal demikian berarti bahwa dengan adanya kebijakan

bea keluar atas biji kakao, maka akan meningkatkan ekspor kakao Indonesia

dalam bentuk olahan, dalam hal ini khususnya pasta kakao.

Faktor-faktor yang memengaruhi aliran mentega, lemak dan minyak kakao

Indonesia (kode HS 1804)

Komoditas yang digunakan dalam estimasi ini adalah kakao olahan

dengan kode HS 1804 yaitu mentega, lemak, dan minyak kakao. Berdasarkan

hasil estimasi analisis ekonometrika data panel dengan pendekatan Gravity Model

menunjukkan koefisien determinasi (R-squared) yang diperoleh pada model aliran

ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao Indonesia adalah sebesar 0.9867 Hal

ini menunjukkan bahwa model regresi mampu menjelaskan 98.67% keragaman

aliran perdagangan ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao Indonesia pada

negara tujuan utama, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar

model (tabel 22).

Page 70: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

54

Tabel 22 Hasil estimasi model aliran ekspor mentega, lemak dan minyak kakao

Indonesia ke negara tujuan utama

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 5556.553 145.1328 38.28599 0.0000*

GDP -27.51553 1.071158 -25.68766 0.0000*

GDPI 93.62593 2.618221 35.75937 0.0000*

POP -14.63126 5.591459 -2.616716 0.0144*

POPI -277.2235 9.353715 -29.63780 0.0000*

PCO -0.501585 0.067543 -7.426174 0.0000*

RER -8.691834 0.210896 -41.21378 0.0000*

DIST -23.32904 1.444653 -16.14854 0.0000*

BK 1.300237 0.025231 51.53252 0.0000*

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.986789 Mean dependent var 111.6252

Adjusted R-squared 0.980918 S.D. dependent var 129.0238

S.E. of regression 1.037215 Sum squared resid 29.04700

F-statistic 168.0641 Durbin-Watson stat 1.956063

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.917319 Mean dependent var 14.17746

Sum squared resid 21.76215 Durbin-Watson stat 0.956681

Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 1%, 5%, dan 10%

GDP Negara Pengimpor

GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja ekonomi.

Semakin besar GDP suatu negara menunjukkan semakin besarnya kemampuan

dari negara tersebut untuk melakukan perdagangan dengan negara lain. Hasil

analisis regresi gravity model aliran ekspor mentega, lemak dan minyak kakao

Indonesia menunjukkan nilai probabilitas t-statistic (0.0000), yaitu lebih kecil dari

taraf nyata 5%. Hal ini berarti bahwa GDP negara Amerika, Australia, Belanda,

Cina dan Jerman berpengaruh nyata terhadap aliran perdagangan ekspor mentega,

lemak dan minyak kakao Indonesia. Peningkatan GDP negara mitra dagang

diharapkan mendorong meningkatnya aliran ekspor akan mentega, lemak dan

minyak kakao Indonesia. Namun, berdasarkan hasil estimasi koefisien GDP

negara pengimpor menunjukkan tanda yang negatif yaitu -27.5155. Hal tersebut

berarti bahwa ketika terjadi kenaikan GDP negara pengimpor sebesar 1% maka

akan menurunkan aliran ekspor mentega, lemak dan minyak kakao dari Indonesia

sebesar 27.51%. Hal demikian diduga jika GDP negara pengimpor meningkat,

Page 71: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

55

maka negara tersebut akan beralih untuk membeli mentega, lemak dan minyak

kakao dari negara lainnya yang memiliki kualitas lebih baik dari Indonesia.

GDP Indonesia

GDP Indonesia dalam hal ini merupakan suatu proksi yang menunjukan

tingkat produksi negara Indonesia. Variabel GDP Indonesia berpengaruh nyata

terhadap aliran ekspor mentega, lemak dan minyak Indonesia. Hal ini dapat dilihat

dari nilai probabilitas t-statistic (0.0000) yang lebih kecil dari taraf nyata 5%.

Koefisien variabel GDP Indonesia menunjukkan tanda positif dan sesuai teori

yaitu sebesar 93.62. Nilai tersebut berarti bahwa jika GDP Indonesia meningkat

1%, maka aliran perdagangan ekspor mentega, lemak dan minyak Indonesia akan

meningkat 93.62%.

Populasi negara pengimpor

Hasil estimasi variabel populasi negara pengimpor signifikan pada taraf

nyata 5% dengan nilai probalitas (0.0144). Koefisien populasi negara pengimpor

menunjukkan nilai yang negatif, yaitu -14.6312. Hal tersebut memiliki arti bahwa

jika terjadi kenaikan populasi pada negara pengimpor sebesar 1%, maka akan

menurunkan aliran ekspor mentega, lemak dan minyak Indonesia sebesar 14.63%.

Populasi negara pengimpor sebagai proksi kebutuhan berpengaruh negatif

diduga dengan adanya peningkatan populasi di negara pengimpor secara tidak

langsung akan meningkatkan angkatan tenaga kerja dan membuat upah tenaga

kerja di negara tersebut semakin rendah, sehingga negara tersebut akan memilih

untuk membangun industri pengolahan kakao di negaranya masing-masing

dibandingkan berinvestasi di negara lain. Oleh karena itu, ketika ada peningkatan

populasi maka akan terjadi peningkatan produksi dan pada akhirnya akan

membantu negara tersebut dalam mencukupi kebutuhan negara itu dengan

kemampuan sendiri serta mengurangi impornya. Hal ini juga telah dijelaskan

dalam penelitian Kien dan Hashimoto (2005), bahwa populasi dapat memberikan

pengaruh positif atau negatif dalam perdagangan.

Selain itu pun, kakao olahan yang diimpor masih dalam bentuk produk

olahan setengah jadi yaitu mentega, lemak dan minyak kakao yang umumnya

digunakan sebagai input Industri. Sehingga aliran ekspor ke negara mitra dagang

(pengimpor) dapat dipengaruhi oleh keberlangsungan Industri di negara-negara

importir tersebut yang pada umumnya melakukan ekspor kembali produk-produk

kakao olahannya. Hal demikian tercermin dari besarnya ekspor kakao olahan yang

dilakukan oleh negara-negara mitra dagang (pengimpor) tersebut.

Populasi Indonesia

Probabilitas t-statistic dari varibel populasi Indonesia (0.0000)

menunjukkan nilai yang lebih kecil dari taraf nyata 5%. Hal ini memiliki arti

bahwa variabel populasi Indonesia signifikan memengaruhi aliran ekspor

mentega, lemak dan minyak kakao Indonesia. Koefisien populasi Indonesia

menunjukkan tanda negatif yaitu sebesar -277.22. Nilai tersebut berarti bahwa jika

populasi Indonesia meningkat 1%, maka aliran perdagangan ekspor mentega,

lemak dan minyak kakao Indonesia akan menurun 277.22%. Hal demikian diduga

populasi Indonesia yang meningkat berpengaruh pada meningkatnya konsumsi

dalam negeri. Sehingga pada akhirnya akan mengurangi ekspor Indonesia.

Page 72: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

56

Harga Ekspor Kakao Olahan Indonesia

Probabilitas t-statistic dari variabel harga ekspor mentega, lemak dan

minyak kakao Indonesia pada negara tujuan utama menunjukkan nilai yang lebih

kecil dari taraf nyata 5% yaitu sebesar 0.000. Nilai tersebut memiliki arti bahwa

harga ekspor mentega, lemak dan minyak Indonesia berpengaruh nyata terhadap

aliran ekspor mentega, lemak dan minyak Indonesia. Koefisien harga kakao

tersebut menunjukkan nilai negatif, yaitu -0.5015. Jika terjadi peningkatan harga

ekspor kakao mentega, lemak, dan minyak kakao sebesar 1%, maka akan

menurunkan aliran ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao Indonesia sebesar

50% pada negara-negara tujuan utama. Dengan turunnya harga ekspor kakao

olahan Indonesia akan membuat produk kakao Indonesia menjadi lebih kompetitif

di pasar Internasional.

Nilai Tukar Riil

Berdasarkan hasil estimasi pada model aliran ekspor mentega, lemak dan

minyak kakao Indonesia, variabel nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika

Serikat signifikan memengaruhi aliran perdagangan ekspor mentega, lemak dan

minyak Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas t-statistic (0.0000)

lebih kecil dari taraf nyata 5%. Koefisien nilai tukar riil rupiah menunjukkan nilai

yang negatif yaitu -8.691 dan sesuai teori, hal demikian memiliki arti bahwa jika

nilai tukar riil rupiah mengalami peningkatan (terapresiasi) sebesar satu 1%,

maka akan menurunkan aliran ekspor mentega, lemak dan minyak Indonesia ke

negara tujuan utama sebesar 8.69%.

Jarak Ekonomi

Variabel jarak ekonomi merupakan proksi biaya transportasi bagi negara-

negara yang melakukan perdagangan. Berdasarkan hasil estimasi pada model

aliran ekspor mentega, lemak dan minyak kakao Indonesia menunjukkan variabel

jarak ekonomi berpengaruh nyata terhadap aliran perdagangan ekspor mentega,

lemak dan minyak kakao Indonesia. Hal ini diperoleh dari nilai probabilitas t-

statistic (0.0000) yang lebih kecil dari taraf nyata 5%. Koefisien jarak ekonomi

menunjukkan nilai yang negatif dan sesuai hipotesis, yaitu -23.32 Jika terjadi

peningkatan jarak ekonomi sebesar 1%, maka akan menurunkan aliran ekspor

mentega, lemak dan minyak kakao Indonesia sebesar -23.32%.

Dummy Kebijakan Bea Keluar

Hasil estimasi pada model aliran ekspor mentega, lemak dan minyak

kakao Indonesia menunjukkan bahwa variabel dummy kebijakan bea keluar atas

biji kakao secara signifikan memengaruhi aliran ekspor Indonesia. Hal tersebut

terlihat bahwa probabilitas (0.0000) dummy bea keluar atas biji kakao lebih kecil

dari taraf nyata 5%. Adapun koefisien pada variabel kebijakan bea keluar

menunjukkan tanda yang positif dengan nilai sebesar 1.30. Hal demikian berarti

bahwa dengan adanya kebijakan bea keluar atas biji kakao, maka akan

meningkatkan ekspor kakao Indonesia dalam bentuk olahan, dalam hal ini

mentega, lemak dan minyak kakao Indonesia. Kondisi demikian merupakan

dampak positif dari adanya kebijakan bea keluar atas biji kakao dan seseuai

seperti apa yang telah diharapkan oleh pemerintah Indonesia yaitu untuk

meningkatkan ekspor Indonesia kakao dalam bentuk olahannya.

Page 73: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

57

Faktor-faktor yang memengaruhi aliran bubuk kakao Indonesia (kode HS

1805)

Komoditas yang digunakan dalam estimasi ini adalah kakao olahan

dengan kode HS 1805 yaitu bubuk kakao. Pada tabel 23 terlihat hasil estimasi

koefisien determinasi (R-squared) yang diperoleh sebesar 0.9575. Hal demikian

menunjukkan bahwa variabel-variabel di dalam model regresi mampu

menjelaskan 95.75% keragaman aliran perdagangan ekspor bubuk kakao

Indonesia ke negara tujuan utama. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain

di luar model.

Tabel 23 Hasil estimasi model aliran ekspor bubuk kakao Indonesia ke negara

tujuan utama

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 306.8483 108.9891 2.815404 0.0088*

GDP 1.240711 3.259834 0.380606 0.7064*

POP -27.77074 2.687796 -10.33216 0.0000*

POPI 13.44352 5.586459 2.406448 0.0230*

PCO -0.146592 0.050082 -2.927060 0.0067*

RER -3.935970 1.211541 -3.248731 0.0030*

DIST -1.554584 3.008721 -0.516692 0.6094*

BK 0.391602 0.133801 2.926742 0.0067*

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.957559 Mean dependent var 19.74842

Adjusted R-squared 0.940885 S.D. dependent var 34.90984

S.E. of regression 1.098067 Sum squared resid 33.76102

F-statistic 57.43036 Durbin-Watson stat 1.789451

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.660815 Mean dependent var 13.66240

Sum squared resid 21.40283 Durbin-Watson stat 1.643952

Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 5%, dan 10%

GDP Negara Pengimpor

GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja ekonomi.

Semakin besar GDP suatu negara menunjukkan semakin besarnya kemampuan

dari negara tersebut untuk melakukan perdagangan dengan negara lain. Hasil

analisis regresi gravity model aliran ekspor bubuk kakao Indonesia menunjukkan

nilai probabilitas t-statistic (0.7064), yaitu lebih besar dari taraf nyata 5%. Hal ini

Page 74: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

58

berarti bahwa GDP negara Amerika, Australia, Belanda, Cina dan Jerman tidak

berpengaruh nyata terhadap aliran perdagangan ekspor bubuk kakao Indonesia.

Tidak berpengaruhnya GDP negara pengimpor terhadap produk kakao

olahan Indonesia diduga disebabkan oleh orientasi impor produk kakao dalam

bentuk biji pada negara pengimpor tersebut. Hal demikian dapat dilihat dari

adanya kebijakan bea masuk pada produk biji kakao sebesar nol persen,

sedangkan 7%-9% untuk produk kakao olahan Indonesia. Dengan adanya

kebijaka bea masuk tersebut negara pengimpor mendapatkan potongan harga atas

komoditas kakao olahan Indonesia yang diekspor ke negara-negara tersebut.

Populasi negara pengimpor

Hasil estimasi variabel populasi negara pengimpor signifikan pada taraf

nyata 5% dengan nilai probalitas (0.0000). Koefisien populasi negara pengimpor

menunjukkan nilai yang negatif, yaitu -27.7707. Hal tersebut memiliki arti bahwa

jika terjadi kenaikan populasi pada negara pengimpor sebesar 1%, maka akan

menurunkan aliran ekspor bubuk Indonesia sebesar 27.77%.

Populasi negara pengimpor sebagai proksi kebutuhan berpengaruh negatif

diduga dengan adanya peningkatan populasi di negara pengimpor secara tidak

langsung akan meningkatkan angkatan tenaga kerja dan membuat upah tenaga

kerja di negara tersebut semakin rendah, sehingga negara tersebut akan memilih

untuk membangun industri pengolahan kakao di negaranya masing-masing

dibandingkan berinvestasi di negara lain. Oleh karena itu, ketika ada peningkatan

populasi maka akan terjadi peningkatan produksi dan pada akhirnya akan

membantu negara tersebut dalam mencukupi kebutuhan negara itu dengan

kemampuan sendiri serta mengurangi impornya. Hal demikian tercermin dari

besarnya ekspor kakao olahan yang dilakukan oleh negara-negara tersebut. Hal ini

juga telah dijelaskan dalam penelitian Kien dan Hashimoto (2005), bahwa

populasi dapat memberikan pengaruh positif atau negatif dalam perdagangan.

Selain itu pun, kakao olahan yang diimpor masih dalam bentuk produk

olahan setengah jadi yang umumnya digunakan sebagai input Industri. Sehingga

aliran ekspor ke negara mitra dagang (pengimpor) dapat dipengaruhi oleh

keberlangsungan Industri di negara-negara importir tersebut yang pada umumnya

melakukan ekspor kembali produk-produk kakao olahannya.

Populasi Indonesia

Hasil estimasi menunjukkan bahwa probabilitas t-statistic dari variabel

populasi Indonesia (0.0230) menunjukkan nilai yang lebih kecil dari taraf nyata

5%. Hal ini memiliki arti bahwa variabel populasi Indonesia signifikan

memengaruhi aliran ekspor kakao olahan Indonesia. Koefisien populasi Indonesia

menunjukkan tanda positif yaitu sebesar 13.44. Nilai tersebut berarti bahwa jika

populasi Indonesia meningkat 1%, maka aliran perdagangan ekspor akan

meningkat 13.44%.

Harga Ekspor Kakao Olahan Indonesia

Hasil estimasi probabilitas t-statistic variabel harga ekspor bubuk kakao

Indonesia (0.0067) yang lebih kecil dari taraf nyata 5%. Nilai tersebut memiliki

arti bahwa harga ekspor bubuk kakao Indonesia berpengaruh nyata terhadap aliran

ekspor Indonesia. Koefisien harga bubuk kakao Indonesia menunjukkan nilai

Page 75: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

59

negatif, yaitu -0.1465. Jika terjadi peningkatan harga ekspor kakao olahan sebesar

1%, maka akan menurunkan aliran ekspor kakao olahan Indonesia sebesar 0.14%.

Dengan turunnya harga ekspor kakao olahan Indonesia akan membuat produk

kakao Indonesia menjadi lebih kompetitif.

Nilai Tukar Riil

Berdasarkan hasil estimasi, variabel nilai tukar riil rupiah signifikan

memengaruhi aliran perdagangan ekspor bubuk kakao Indonesia. Hal ini

ditunjukkan dari nilai probabilitas t-statistic (0.0030) lebih kecil dari taraf nyata

5%. Koefisien nilai tukar menunjukkan nilai yang negatif yaitu -3.935, hal

demikian memiliki arti bahwa jika nilai tukar riil tersebut mengalami peningkatan

(terapresiasi) sebesar satu 1%, maka akan menurunkan ekspor bubuk kakao

Indonesia sebesar 3.93%.

Jarak Ekonomi

Variabel jarak ekonomi merupakan proksi biaya transportasi bagi negara-

negara yang melakukan perdagangan. Berdasarkan hasil estimasi variabel jarak

ekonomi tidak berpengaruh nyata terhadap aliran perdagangan ekspor bubuk

kakao Indonesia. Hal ini diperoleh dari nilai probabilitas t-statistic (0.6094) yang

lebih besar dari taraf nyata 5%. Koefisien jarak ekonomi menunjukkan nilai yang

negatif dan sesuai hipotesis, yaitu -1.55 Jika terjadi peningkatan jarak ekonomi

sebesar 1%, maka akan ekspor bubuk kakao Indonesia sebesar 1.55%.

Variabel jarak ekonomi merupakan proksi biaya transportasi bagi negara-

negara yang melakukan perdagangan. Tidak berpengaruhnya variabel jarak

ekonomi terhadap permintaan ekspor kakao olahan Indonesia diduga akibat

adanya biaya-biaya transaksi lain diluar biaya transportasi seperti adanya

kebijakan pemotongan harga kakao Indonesia oleh negara pengimpor, sehingga

biaya transaksi yang diterima oleh negara pengimpor menjadi lebih rendah. Hal

demikian akan membuat jarak ekonomi tidak berpengaruh. Adapun pengaruh

lainnya diduga dikarenakan keuntungan yang diperoleh dari perdagangan lebih

besar dari pada jarak ekonomi sehingga jarak ekonomi tidak menjadi suatu

masalah.

Dummy Kebijakan Bea Keluar

Hasil estimasi pada model aliran ekspor bubuk kakao Indonesia

menunjukkan bahwa variabel dummy kebijakan bea keluar atas biji kakao secara

signifikan memengaruhi aliran ekspor bubuk Indonesia. Hal tersebut terlihat

bahwa probabilitas (0.0067) dummy bea keluar atas biji kakao lebih kecil dari

taraf nyata 5%. Adapun koefisien pada variabel kebijakan bea keluar

menunjukkan tanda yang positif dengan nilai sebesar 0.39. Hal demikian berarti

bahwa dengan adanya kebijakan bea keluar atas biji kakao, maka akan

meningkatkan ekspor kakao Indonesia dalam bentuk olahan, dalam hal ini bubuk

kakao Indonesia. Kondisi tersebut merupakan dampak positif dari adanya

kebijakan bea keluar atas biji kakao dan seseuai seperti apa yang telah diharapkan

oleh pemerintah Indonesia yaitu untuk meningkatkan ekspor Indonesia kakao

dalam bentuk olahannya.

Page 76: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

60

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Dalam lima tahun terakhir baik produksi maupun luas lahan perkebunan kakao

mengalami peningkatan dimana perkebunan rakyat (PR) mendominasi rata-

rata 94.41% dari total luas areal perkebunan kakao Indonesia. Namun

demikian produktivitas kakao perkebunan rakyat lebih rendah dibandingkan

dengan perkebunan besar negara (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS),

begitu juga dalam hal rata-rata pertumbuhannya. Pertumbuhan produktivitas

PBS merupakan yang paling tinggi.

2. Berdasarkan kode HS 4 digit terdapat tiga jenis produk kakao olahan

Indonesia yang diekspor dalam jumlah yang relatif besar diantaranya adalah

kakao dalam bentuk pasta, mentega (butter) atau lemak, dan bubuk. Namun

demikian masih lebih kecil dibandingkan dengan ekspor dalam bentuk biji.

Disamping itu dalam beberapa tahun terakhir ekspor kakao olahan Indonesia

cenderung stagnan dibandingkan dengan ekspor kakao olahan dunia yang

cenderung meningkat tajam. Tujuan utama ekspor olahan Indonesia untuk

kode HS 1803 dan 1804 adalah Amerika Serikat, sedangkan untuk kode HS

1805, tujuan utama ekspornya adalah Cina. Dalam delapan tahun terakhir

secara total ekspor kakao olahan Indonesia ke Amerika, Jerman, dan Cina

cenderung meningkat. Sementara itu, ekspor kakao olahan tersebut ke Belanda

cenderung turun dan dan ke Australia cenderung berfluktuasi.

3. Dalam delapan tahun terakhir, perkembangan ekonomi di negara tujuan

ekspor utama khususnya GDP riil per kapita dan populasi relatif tidak jauh

berbeda. Nilai GPD riil per kapita Australia, Cina, dan Jerman cenderung

meningkat, sementara GDP riil per kapita Belanda dan Amerika berfluktuasi.

Untuk populasi, kecuali Jerman, di negara tujuan ekspor lainnya (Amerika,

Australia, Belanda, dan Cina) populasi penduduknya cenderung meningkat.

Untuk harga ekspor kakao olahan Indonesia di negara tujuan utama cenderung

berfluktuasi, kecuali di Cina harga ekspor kakao olahan Indonesia tersebut

cenderung meningkat. Untuk nilai tukar rill, di semua negara tujuan utama

ekspor, nilai tukar riil Indonesia cenderung menurun. Jarak ekonomi ke

Australia, Cina, dan Jerman cenderung meningkat, sedangkan jarak ekonomi

ke Amerika dan Belanda cenderung menurun.

4. Hasil analisis dayasaing produk kakao olahan Indonesia di negara-negara

tujuan ekspor dengan metode RCA menunjukan bahwa kakao dengan kode

HS 1804 yaitu mentega, lemak dan minyak kakao secara umum memiliki

daya saing yang terbaik dan tertinggi di negara tujuan utama ekspor kecuali di

Cina. Di China, produk kakao olahan Indonesia yang berdayasaing hanya

kakao olahan dalam bentuk bubuk (HS 1805) dan nilai dayasaingnya tertinggi

diibandingkan di negara tujuan ekspor lainnya. Sementara, di Jerman, produk

kakao olahan Indonesia yang berdayasaing tinggi adalah kakao olahan dalam

bentuk pasta (HS 1803) dan nilai dayasaingnya relatif lebih tinggi

diibandingkan di negara tujuan ekspor lainnya. Nilai daya saing untuk semua

jenis kakao olahan dalam lima tahun terakhir berfluktuasi.

Page 77: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

61

5. Dengan pendekatan Gravity Model diketahui bahwa faktor-faktor yang

memengaruhi aliran ekspor kakao olahan Indonesia ke negara tujuan ekspor

berbeda-beda pada masing-masing komoditas kakao olahan. Namun secara

umum dapat dilihat bahwa, terdapat empat faktor yang memengaruhi secara

signifikan aliran ekspor semua jenis kakao olahan (HS 1803, HS 1804 dan HS

1805) yaitu populasi penduduk Indonesia, harga ekspor kakao olahan

Indonesia di negara tujuan ekspor, nilai tukar riil Indonesia dan dummy bea

keluar atas biji kakao Indonesia. Variabel populasi penduduk indonesia, harga

ekspor kakao olahan Indonesia di negara tujuan dan nilai tukar riil Indonesia

berpengaruh secara negatif terhadap aliran ekspor kakao olahan indonesia

kecuali populasi penduduk indonesia untuk ekspor bubuk kakao (HS 1805);

sedangkan bea keluar berpengaruh positif yang artinya pemberlakuan

kebijakan pengenaan bea keluar pada komoditas biji kakao telah memberikan

pengaruh positif terhadap ekspor kakao olahan Indonesia. Variabel lainnya

yang ada dalam model (GDP riil per kapita Indonesia dan negara tujuan

ekspor, populasi negara tujuan ekspor dan jarak ekonomi) berpengaruh

signikan terhadap aliran ekspor kakao olahan jenis mentega, lemak, dan

minyak kakao Indonesia (HS 1804) dengan arah yang negatif kecuali untuk

GDP riil per kapita Indonesia berpengaruh positif. Keempat variabel tersebut

juga berpengaruh siginifikan terhadap aliran ekspor kakao olahan dalam

bentuk pasta (HS 1803) dan bubuk kako (HS 1805), kecuali populasi

penduduk negara tujuan ekspor untuk HS 1803 dan kecuali jarak ekonomi

untuk HS 1805.

Saran

1. Berdasarkan hasil perhitungan RCA, prioritas ekspor kakao olahan Indonesia

adalah mentega, lemak, dan minyak kakao (HS 1804) dengan prioritas negara

tujuan adalah Amerika, Australia dan Belanda. Produk kakao olahan lainnya

yaitu bubuk kakao (HS 1805) khususnya ke China dan pasta (HS 1803)

khususnya ke Jerman juga harus didiorong ekspornya. Untuk menjaga dan

meningkatkan dayasaing Indonesia melalui pihak terkait untuk tetap

mempertahan kebijakan bea keluar pada komoditi biji kakao. Selain itu,

pemerintah Indonesia diharapkan mampu menyelesaikan sikap diskriminatif

uni eropa dan negara mitra dagang lainnya atas kebijakan bea masuk pada

produk kakao olahan Indonesia.

2. Adanya pengenaan bea masuk atas kakao olahan Indonesia di beberapa negara

mitra dagang dikarenakan mutu produksi kakao Indonesia dinilai rendah. Oleh

karena itu diperlukan revitalisasi dan investasi di sektor industri kakao

Indonesia agar mampu meningkatkan produksi sekaligus mutu kakao yang

baik.

3. Faktor GDP negara tujuan utama (importir) merupakan faktor eksternal

terhadap aliran perdagangan ekspor kakao olahan Indonesia. Dari hasil

estimasi data panel menunjukkan bahwa GDP negara pengimpor berpengaruh

negatif atau bahkan tidak berpengaruh untuk bubuk kakao terhadap aliran

ekspor kakao olahan Indonesia. Jika terjadi peningkatan GDP pada negara

tujuan utama, maka aliran ekspor kakao olahan Indonesia akan menurun pada

Page 78: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

62

negara tersebut. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperhatikan kondisi

perkonomian negara tujuan utama agar tetap dapat mengendalikan ekspor

kakao olahan Indonesia.

4. Indonesia diharapkan mampu terus meningkatkan GDP setiap tahun. Dengan

GDP yang semakin tinggi, maka kemampuan untuk menghasilkan suatu

barang khususnya kakao olahan juga akan semakin tinggi, sehingga Indonesia

mampu menigkatkan ekspor kakao olahannya.

5. Pemerintah harus menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Dengan nilai tukar

yang stabil, maka harga ekspor kakao olahan Indonesia tetap stabil. Sehingga

tidak akan merugikan para petani maupun pengusaha kakao olahan Indonesia.

Selain itu, dengan nilai tukar yang stabil akan menjaga permintaan kakao

olahan dari luar negeri tetap tinggi.

6. Indonesia diharapkan dapat meningkatkan infrastruktur dan teknologi

khususnya untuk keperluan distribusi barang dan jasa agar kendala jarak dapat

teratasi. Sehingga pada akhirnya akan tercapai efisiensi dalam perdagangan

Internasional.

Page 79: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

63

DAFTAR PUSTAKA

Andelesia, Nurul. 2011. Analisis Dayasaing dan Aliran Ekspor Produk Crude

Coconut Oil (CCO) Indonesia. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (ID)

Badan Pusat Statistik 2013. Tabel Pendapatan domestik bruto atas harga konstan

2000 menurut lapangan usaha. www.bps.go.id [Februari-April 2013].

Batra dan Khan Z. 2005. Revealed Comparative Advantages: An Analysis for

India and China. Jurnal Indian Council For Research On international

Economics Relations (ICRIER) 2005 (Agustus): 5-6 (IND)

Centre d`Etudes Prospectives et d`Informartions Internationales.

http://www.cepii.fr/welcome_en.asp [Februari-April 2013].

Dornbusch R, Fischer S, dan Start R. 2008. Makroekonomi. Mirazudin RI,

penerjemah. Wibisono Y, editor. Tangerang (ID): Penerbit PT Media Global

Edukasi. Terjemahan dari : MacroEconomics. Ed ke-10

Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian.

http://ditjenbun.deptan.go.id/ [Februari-April 2013].

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta

(ID): Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian.

Eita, J.H. dan Jordaan A.C. 2007. South Africa Exports of Metal and Articles of

Base Metal: A Grivity Model Approach. Journal for Studies in Economics

and Econometrics 31 (3): 81-96

Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): PT.

Bumi Aksara

Food And Agriculture Organization Of The United Nations. http://faostat.fao.org/

[Februari-April 2013].

Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometric. Fouth Edition. New York : McGraw Hill

Companies, Inc

Juanda B. 2009. Metodelogi Penelitian: Ekonomi dan Bisnis. Bogor (ID): IPB Pr.

Junaidi M. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penawaran Ekspor

The Indonesia. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor. (ID)

Karomah ABM. 2011. Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Aliran Ekspor Nenas Indonesia di Pasar Internasional. [Skripsi]. Bogor :

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (ID)

Kementerian Keuangan. 2012. Kajian Perkembangan Perekonomian Kakao

Nasional Pasca Pengenaan Bea Keluar Biji Kakao (Juni):1-8 (ID)

Kien N.T dan Hashimoto. 2005. Economic Analysis of ASEAN Free Trade Area

by a Country Panel Data. Discussion Paper 05-12. Osaka University, Osaka.

[JPN]

Khairunnisa S. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan

Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di Amerika Serikat.

[Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor. (ID)

Kustaman PH. 2005. Analisis Serat Serabut Kelapa. [Skripsi]. Bogor : Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (ID)

Li, Song, dan Zhau. 2008. Component Trade and China’s Global Economics

Integration [Paper]. United Kingdom: United Nations University.

Page 80: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

64

Lipsey RG dan Steiner PO. 1975. Economics. Fourth Edition. New York: Harper

and Row, Publisher, Inc.(US)

Mankiw G. 2009. Makroekonomi. Liza F dan Nurmawan I, penerjemah; Wardani

W, Barnadi D, Saat S, editor. Jakart (ID): Erlangga. Terjemahan dari:

Macroeconomics. Ed ke-6

Ningrum AWP. 2006. Analisis Permintaan Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia.

[Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor. (ID)

Nurahmat D. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penawaran Ekspor

CPO Indonesia ke India. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (ID)

Oktaviani R dan Novianti T. 2009. Teori Perdagangan dan Aplikasinya di

Indonesia Bagian I. Bogor (ID): Departemen Ilmu Ekonomi, Institut

Pertanian Bogor.

Rahmanu, Riza. 2009. Analisi Day Saing Industri Pengolahan dan Hasil Olahan

Kakao Indonesia. [Skripsi] Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Salvatore, D. 1996. Ekonomi Internasional. Munandar H, penerjemah; Sumiharti

Y, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : International

Economics. Ed ke-5.

Sitanggang VE.2009. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruh Permintaan

Ekspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam

skema Cept-AFTA. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor. (ID)

Sukirno, S. 1985. Teori Pengantar Makroekonomi. Jakarta.(ID) : FEUI dan Bima

Grafika.

Sukirno, S. 1985. Teori Pengantar Mikroekonomi. Jakarta.(ID) : FEUI dan Bima

Grafika.

Tilova R. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Batu Bara

Indonesia di Empat Negara Tujuan Ekspor Terbesar. [Skripsi]. Bogor :

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (ID)

United Nations Commodity Trade Statistics Database. www.un.COMTRADE.org

[Juli-Septemberl 2013].

United Nation Commodity Trade Statistics. 2013. UNCOMTRADE Database.

[UNCOMTRADE Online]. http://COMTRADE.un.org [Februari-Mei 2013].

Wahyudi T, Pangabean TR, dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao :

Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta. (ID) : Penerbar

Swadaya.

World Bank. http://www.worldbank.org/ [Juli-September 2013].

Yeboah, Osei-Agyeman, Shaik S, Wozniak S dan Allen A.J. 2007. Increased

Cocoa Bean Export under Trade Liberalization: A Gravity Model Approach.

Jurnal IDEAS Department of Economics, College of Liberal Arts and

Sciences.

Page 81: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

65

Lampiran 1 Hasil analisis dayasaing komoditas kakao olahan Indonesia di

Amerika berdasarkan kode HS 4 digit dengan metode RCA

tahun 2005-2012

Kode

HS Tahun

Ekspor total

kakao olahan

Indonesia ke

negara j US$

(Xij)

Ekspor total

seluruh produk

Indonesia ke

negara j US$

(Xi)

Ekspor total

kakao olahan

dunia ke

negara j US$

(Wj)

Ekspor total seluruh

produk dunia ke

negara j US$ (Wj)

RCA

1803 2005 1152.1 12946648.5 100284.6 1732320798.0 1.537

1803 2006 1666.5 14342140.3 128993.6 1918997094.0 1.729

1803 2007 3596.2 15208274.9 115593.4 2017120776.0 4.126

1803 2008 1152.8 16712682.9 158871.3 2164834031.0 0.940

1803 2009 3401.5 13650990.8 182315.9 1601895815.0 2.189

1803 2010 4617.6 17392279.0 304720.9 1966496750.0 1.713

1803 2011 26378.6 19991946.6 360411.6 2262585634.0 8.283

1803 2012 82798.4 18839700.9 371091.4 2333805233.0 27.640

1804 2005 68186.5 12946648.5 402426.9 1732320798.0 22.672

1804 2006 61549.8 14342140.3 397004.0 1918997094.0 20.744

1804 2007 74196.2 15208274.9 395002.4 2017120776.0 24.913

1804 2008 137637.3 16712682.9 664929.6 2164834031.0 26.813

1804 2009 94531.1 13650990.8 540057.3 1601895815.0 20.540

1804 2010 114071.3 17392279.0 587706.1 1966496750.0 21.946

1804 2011 140863.3 19991946.6 453386.8 2262585634.0 35.162

1804 2012 77542.2 18839700.9 237160.9 2333805233.0 40.503

1805 2005 1789.8 12946648.5 196874.0 1732320798.0 1.216

1805 2006 3194.1 14342140.3 173965.4 1918997094.0 2.457

1805 2007 8221.1 15208274.9 183442.9 2017120776.0 5.944

1805 2008 2604.8 16712682.9 193671.5 2164834031.0 1.742

1805 2009 3179.3 13650990.8 233782.2 1601895815.0 1.596

1805 2010 6513.7 17392279.0 488559.4 1966496750.0 1.507

1805 2011 3726.5 19991946.6 526383.6 2262585634.0 0.801

1805 2012 2303.2 18839700.9 499373.2 2333805233.0 0.571

Page 82: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

66

Lampiran 2 Hasil analisis dayasaing komoditas kakao olahan Indonesia di

Australia berdasarkan kode HS 4 digit dengan metode RCA

tahun 2005-2012

Kode

HS Tahun

Ekspor total

kakao olahan

Indonesia j

US$ (Xij)

Ekspor total

seluruh produk

Indonesia ke

negara j US$

(Xi)

Ekspor total

kakao olahan

dunia ke

negara j US$

(Wj)

Ekspor total seluruh

produk dunia ke

negara j US$ (Wj)

RCA

1803 2005 1291.0 2793227.6 20884.7 118503632.6 2.623

1803 2006 1422.2 3426463.0 27370.2 132107888.1 2.003

1803 2007 4267.3 4048152.1 46185.5 155034967.0 3.538

1803 2008 5069.4 4449404.0 53953.7 190860428.8 4.030

1803 2009 3459.9 3612151.4 64395.6 158279741.7 2.354

1803 2010 3152.1 4773269.0 72025.4 187867705.9 1.722

1803 2011 3757.5 6098803.5 87662.1 233511555.3 1.641

1803 2012 2612.4 6554598.7 62354.3 249482123.1 1.595

1804 2005 23623.0 2793227.6 77824.5 118503632.6 12.878

1804 2006 27593.7 3426463.0 73115.3 132107888.1 14.551

1804 2007 30890.1 4048152.1 72905.5 155034967.0 16.227

1804 2008 37044.1 4449404.0 91910.8 190860428.8 17.289

1804 2009 27020.4 3612151.4 84474.0 158279741.7 14.016

1804 2010 33822.8 4773269.0 93958.0 187867705.9 14.168

1804 2011 20421.0 6098803.5 70274.0 233511555.3 11.126

1804 2012 18350.6 6554598.7 49329.1 249482123.1 14.159

1805 2005 1376.0 2793227.6 19403.3 118503632.6 3.009

1805 2006 1147.4 3426463.0 15188.1 132107888.1 2.913

1805 2007 1336.8 4048152.1 15238.5 155034967.0 3.360

1805 2008 1285.4 4449404.0 18006.5 190860428.8 3.062

1805 2009 1890.0 3612151.4 23111.6 158279741.7 3.583

1805 2010 2964.3 4773269.0 38769.2 187867705.9 3.009

1805 2011 4007.8 6098803.5 67109.5 233511555.3 2.287

1805 2012 4823.7 6554598.7 66067.3 249482123.1 2.779

Page 83: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

67

Lampiran 3 Hasil analisis dayasaing komoditas kakao olahan Indonesia di

Belanda berdasarkan kode HS 4 digit dengan metode RCA

tahun 2005-2012

Kode

HS Tahun

Ekspor total

kakao olahan

Indonesia j

US$ (Xij)

Ekspor total

seluruh produk

Indonesia ke

negara j US$

(Xi)

Ekspor total

kakao olahan

dunia ke

negara j US$

(Wj)

Ekspor total seluruh

produk dunia ke

negara j US$ (Wj)

RCA

1803 2005 3830.2 1863234.6 105158.5 310591343.9 6.072

1803 2006 192.2 2074568.2 104672.3 358509533.5 0.317

1803 2007 76.9 2343437.1 126764.8 421367715.8 0.109

1803 2008 116.4 3009098.6 174948.6 494936571.1 0.109

1803 2009 1858.0 2400954.9 164650.8 382190421.8 1.796

1803 2010 220.1 2498753.6 279343.5 439986633.0 0.139

1803 2011 356.7 3132320.2 404731.1 492837632.2 0.139

1803 2012 764.3 3647874.8 286431.4 501134302.5 0.367

1804 2005 16015.8 1863234.6 212633.0 310591343.9 12.556

1804 2006 31288.1 2074568.2 238530.9 358509533.5 22.668

1804 2007 28545.7 2343437.1 340070.0 421367715.8 15.093

1804 2008 50430.1 3009098.6 452603.6 494936571.1 18.327

1804 2009 19302.3 2400954.9 402204.7 382190421.8 7.639

1804 2010 3138.1 2498753.6 346955.1 439986633.0 1.593

1804 2011 8093.6 3132320.2 432855.2 492837632.2 2.942

1804 2012 5941.2 3647874.8 273604.8 501134302.5 2.983

1805 2005 355.5 1863234.6 72463.1 310591343.9 0.818

1805 2006 80.4 2074568.2 42103.6 358509533.5 0.330

1805 2007 31.6 2343437.1 39576.7 421367715.8 0.143

1805 2008 28.0 3009098.6 33440.8 494936571.1 0.138

1805 2009 248.3 2400954.9 58820.4 382190421.8 0.672

1805 2010 4556.7 2498753.6 123690.3 439986633.0 6.487

1805 2011 6331.4 3132320.2 215691.5 492837632.2 4.619

1805 2012 6764.9 3647874.8 156869.5 501134302.5 5.924

Page 84: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

68

Lampiran 4 Hasil analisis dayasaing komoditas kakao olahan Indonesia di

Cina berdasarkan kode HS 4 digit dengan metode RCA tahun

2005-2012

Kode

HS Tahun

Ekspor total

kakao olahan

Indonesia j

US$ (Xij)

Ekspor total

seluruh produk

Indonesia ke

negara j US$

(Xi)

Ekspor total

kakao olahan

dunia ke

negara j US$

(Wj)

Ekspor total seluruh

produk dunia ke

negara j US$ (Wj)

RCA

1803 2005 1357.2 8436960.2 16862.3 604789857.4 5.770

1803 2006 1212.2 9605743.2 20276.6 718128033.7 4.469

1803 2007 383.6 12464206.9 20598.0 870342243.8 1.300

1803 2008 389.5 14322934.8 34657.9 1040100961.0 0.816

1803 2009 32.2 13663782.6 43950.3 919141231.8 0.049

1803 2010 2870.1 20795188.5 66998.8 1289133668.0 2.656

1803 2011 7549.4 31337083.9 100191.7 1620780483.0 3.897

1803 2012 3201.6 31935986.4 83938.7 1675269315.0 2.001

1804 2005 87.1 8436960.2 14741.2 604789857.4 0.424

1804 2006 82.8 9605743.2 19769.5 718128033.7 0.313

1804 2007 57.2 12464206.9 21024.2 870342243.8 0.190

1804 2008 10.1 14322934.8 33862.3 1040100961.0 0.022

1804 2009 20.0 13663782.6 26495.6 919141231.8 0.051

1804 2010 72.4 20795188.5 41498.6 1289133668.0 0.108

1804 2011 1205.3 31337083.9 41756.4 1620780483.0 1.493

1804 2012 1762.6 31935986.4 35355.6 1675269315.0 2.615

1805 2005 324.0 8436960.2 13742.7 604789857.4 1.690

1805 2006 552.6 9605743.2 12589.1 718128033.7 3.281

1805 2007 1684.4 12464206.9 16729.8 870342243.8 7.030

1805 2008 4320.6 14322934.8 23822.3 1040100961.0 13.171

1805 2009 7331.1 13663782.6 38085.0 919141231.8 12.949

1805 2010 16527.4 20795188.5 81552.1 1289133668.0 12.563

1805 2011 17215.3 31337083.9 111412.6 1620780483.0 7.992

1805 2012 27413.0 31935986.4 139360.7 1675269315.0 10.319

Page 85: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

69

Lampiran 5 Hasil analisis dayasaing komoditas kakao olahan Indonesia di

Jerman berdasarkan Kode HS 4 digit dengan metode RCA

tahun 2005-2012

Kode

HS Tahun

Ekspor total

kakao olahan

Indonesia j

US$ (Xij)

Ekspor total

seluruh produk

Indonesia ke

negara j US$

(Xi)

Ekspor total

kakao olahan

dunia ke

negara j US$

(Wj)

Ekspor total seluruh

produk dunia ke

negara j US$ (Wj)

RCA

1803 2005 32.0 3028284.0 104985.0 779819058.0 0.078

1803 2006 112.0 3527820.0 102702.0 922213393.0 0.285

1803 2007 3868.0 4310869.0 138222.0 1059307813.0 6.876

1803 2008 9523.0 4596282.0 189661.0 1204209307.0 13.155

1803 2009 8905.0 3760277.0 259147.0 938363080.0 8.575

1803 2010 10891.7 4767312.0 436966.8 1066816752.0 5.578

1803 2011 46163.1 5899222.5 447430.7 1260297537.0 22.042

1803 2012 41425.9 5139491.4 430757.6 1173287645.0 21.954

1804 2005 2509.0 3028284.0 352538.0 779819058.0 1.833

1804 2006 2356.0 3527820.0 343890.0 922213393.0 1.791

1804 2007 3059.0 4310869.0 421220.0 1059307813.0 1.785

1804 2008 3039.0 4596282.0 548671.0 1204209307.0 1.451

1804 2009 1578.0 3760277.0 558637.0 938363080.0 0.705

1804 2010 3135.9 4767312.0 543807.6 1066816752.0 1.290

1804 2011 9406.4 5899222.5 491072.9 1260297537.0 4.092

1804 2012 36220.5 5139491.4 396860.4 1173287645.0 20.835

1805 2005 31.0 3028284.0 87529.0 779819058.0 0.091

1805 2006 238.0 3527820.0 70174.0 922213393.0 0.887

1805 2007 340.0 4310869.0 83928.0 1059307813.0 0.995

1805 2008 270.0 4596282.0 91504.0 1204209307.0 0.773

1805 2009 254.0 3760277.0 106634.0 938363080.0 0.594

1805 2010 210.7 4767312.0 164606.0 1066816752.0 0.286

1805 2011 217.3 5899222.5 241898.5 1260297537.0 0.192

1805 2012 5659.3 5139491.4 226466.2 1173287645.0 5.705

Page 86: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

70

Lampiran 6 Variabel-variabel dalam model aliran ekspor kakao olahan

Indonesia kode HS 1803 tahun 2005-2012 (dalam bentuk LN)

Tahun Negara VOL PCO GDP GDPI POP POPI ER DIST BK

2005 Amerika 14.40 -0.45 10.66 7.15 19.50 19.23 9.18 10.96 1

2006 Amerika 14.52 -0.19 10.67 7.19 19.51 19.24 9.03 10.97 1

2007 Amerika 15.36 -0.26 10.68 7.24 19.52 19.26 9.00 10.98 1

2008 Amerika 14.11 -0.16 10.67 7.28 19.53 19.27 9.00 11.01 1

2009 Amerika 14.06 0.98 10.63 7.31 19.54 19.29 9.02 11.01 1

2010 Amerika 14.17 1.18 10.65 7.36 19.55 19.30 8.85 11.02 0

2011 Amerika 15.72 1.36 10.66 7.41 19.56 19.31 8.79 11.02 0

2012 Amerika 16.80 1.43 10.67 7.46 19.56 19.32 8.84 11.02 0

2005 Australia 13.17 0.90 10.43 7.15 16.83 19.23 9.18 10.10 1

2006 Australia 13.28 0.88 10.45 7.19 16.85 19.24 9.03 10.12 1

2007 Australia 14.12 1.15 10.47 7.24 16.86 19.26 9.00 10.12 1

2008 Australia 13.96 1.48 10.49 7.28 16.88 19.27 9.00 10.11 1

2009 Australia 13.60 1.45 10.49 7.31 16.90 19.29 9.02 10.08 1

2010 Australia 13.30 1.66 10.50 7.36 16.91 19.30 8.85 10.09 0

2011 Australia 13.58 1.56 10.51 7.41 16.92 19.31 8.79 10.09 0

2012 Australia 13.51 1.26 10.53 7.46 16.94 19.32 8.84 10.08 0

2005 Belanda 14.60 0.56 7.46 7.15 20.99 19.23 9.18 13.03 1

2006 Belanda 13.21 -1.05 7.57 7.19 20.99 19.24 9.03 12.94 1

2007 Belanda 11.98 -0.73 7.70 7.24 21.00 19.26 9.00 12.84 1

2008 Belanda 12.68 -1.01 7.78 7.28 21.00 19.27 9.00 12.76 1

2009 Belanda 14.31 0.13 7.87 7.31 21.01 19.29 9.02 12.65 1

2010 Belanda 11.77 0.53 7.96 7.36 21.01 19.30 8.85 12.57 0

2011 Belanda 12.14 0.64 8.05 7.41 21.02 19.31 8.79 12.50 0

2012 Belanda 12.21 1.34 8.12 7.46 21.02 19.32 8.84 12.44 0

2005 Cina 14.83 -0.71 10.42 7.15 18.23 19.23 9.18 10.83 1

2006 Cina 14.72 -0.71 10.46 7.19 18.23 19.24 9.03 10.82 1

2007 Cina 13.56 -0.70 10.49 7.24 18.23 19.26 9.00 10.81 1

2008 Cina 13.30 -0.43 10.50 7.28 18.22 19.27 9.00 10.81 1

2009 Cina 10.65 -0.27 10.45 7.31 18.22 19.29 9.02 10.83 1

2010 Cina 13.51 1.36 10.50 7.36 18.22 19.30 8.85 10.80 0

2011 Cina 14.30 1.54 10.53 7.41 18.22 19.31 8.79 10.79 0

2012 Cina 13.74 1.24 10.53 7.46 18.22 19.32 8.84 10.79 0

2005 Jerman 10.62 -0.25 10.57 7.15 16.61 19.23 9.18 10.69 1

2006 Jerman 12.60 -0.97 10.61 7.19 16.61 19.24 9.03 10.68 1

2007 Jerman 14.16 1.01 10.64 7.24 16.61 19.26 9.00 10.67 1

2008 Jerman 14.78 1.29 10.66 7.28 16.62 19.27 9.00 10.67 1

2009 Jerman 14.79 1.21 10.61 7.31 16.62 19.29 9.02 10.68 1

2010 Jerman 14.81 1.39 10.63 7.36 16.63 19.30 8.85 10.69 0

2011 Jerman 16.29 1.36 10.63 7.41 16.63 19.31 8.79 10.70 0

2012 Jerman 16.29 1.25 10.62 7.46 16.63 19.32 8.84 10.72 0

Page 87: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

71

Lampiran 7 Variabel-variabel dalam model aliran ekspor kakao olahan

Indonesia Kode HS 1804 tahun 2005-2012 (dalam bentuk LN)

Tahun Negara VOL PCO GDP GDPI POP POPI ER DIST Bea

2005 Amerika 16.62 1.42 10.66 7.15 19.50 19.23 9.18 10.96 1

2006 Amerika 16.55 1.38 10.67 7.19 19.51 19.24 9.03 10.97 1

2007 Amerika 16.59 1.54 10.68 7.24 19.52 19.26 9.00 10.98 1

2008 Amerika 16.85 1.89 10.67 7.28 19.53 19.27 9.00 11.01 1

2009 Amerika 16.44 1.93 10.63 7.31 19.54 19.29 9.02 11.01 1

2010 Amerika 16.87 1.69 10.65 7.36 19.55 19.30 8.85 11.02 0

2011 Amerika 17.20 1.56 10.66 7.41 19.56 19.31 8.79 11.02 0

2012 Amerika 17.06 1.11 10.67 7.46 19.56 19.32 8.84 11.02 0

2005 Australia 15.54 1.44 10.43 7.15 16.83 19.23 9.18 10.10 1

2006 Australia 15.71 1.42 10.45 7.19 16.85 19.24 9.03 10.12 1

2007 Australia 15.69 1.56 10.47 7.24 16.86 19.26 9.00 10.12 1

2008 Australia 15.63 1.80 10.49 7.28 16.88 19.27 9.00 10.11 1

2009 Australia 15.21 1.91 10.49 7.31 16.90 19.29 9.02 10.08 1

2010 Australia 15.43 1.91 10.50 7.36 16.91 19.30 8.85 10.09 0

2011 Australia 15.35 1.49 10.51 7.41 16.92 19.31 8.79 10.09 0

2012 Australia 15.65 1.07 10.53 7.46 16.94 19.32 8.84 10.08 0

2005 Belanda 15.17 1.41 7.46 7.15 20.99 19.23 9.18 13.03 1

2006 Belanda 15.90 1.36 7.57 7.19 20.99 19.24 9.03 12.94 1

2007 Belanda 15.60 1.57 7.70 7.24 21.00 19.26 9.00 12.84 1

2008 Belanda 15.81 1.93 7.78 7.28 21.00 19.27 9.00 12.76 1

2009 Belanda 14.86 1.91 7.87 7.31 21.01 19.29 9.02 12.65 1

2010 Belanda 13.36 1.60 7.96 7.36 21.01 19.30 8.85 12.57 0

2011 Belanda 14.42 1.49 8.05 7.41 21.02 19.31 8.79 12.50 0

2012 Belanda 14.40 1.20 8.12 7.46 21.02 19.32 8.84 12.44 0

2005 Cina 9.92 1.45 10.42 7.15 18.23 19.23 9.18 10.83 1

2006 Cina 9.74 1.59 10.46 7.19 18.23 19.24 9.03 10.82 1

2007 Cina 9.31 1.65 10.49 7.24 18.23 19.26 9.00 10.81 1

2008 Cina 7.13 2.09 10.50 7.28 18.22 19.27 9.00 10.81 1

2009 Cina 8.16 1.74 10.45 7.31 18.22 19.29 9.02 10.83 1

2010 Cina 9.47 1.72 10.50 7.36 18.22 19.30 8.85 10.80 0

2011 Cina 12.56 1.44 10.53 7.41 18.22 19.31 8.79 10.79 0

2012 Cina 13.24 1.14 10.53 7.46 18.22 19.32 8.84 10.79 0

2005 Jerman 13.31 1.42 10.57 7.15 16.61 19.23 9.18 10.69 1

2006 Jerman 13.27 1.40 10.61 7.19 16.61 19.24 9.03 10.68 1

2007 Jerman 13.27 1.66 10.64 7.24 16.61 19.26 9.00 10.67 1

2008 Jerman 13.17 1.76 10.66 7.28 16.62 19.27 9.00 10.67 1

2009 Jerman 12.52 1.75 10.61 7.31 16.62 19.29 9.02 10.68 1

2010 Jerman 13.37 1.59 10.63 7.36 16.63 19.30 8.85 10.69 0

2011 Jerman 14.52 1.54 10.63 7.41 16.63 19.31 8.79 10.70 0

2012 Jerman 16.24 1.16 10.62 7.46 16.63 19.32 8.84 10.72 0

Page 88: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

72

Lampiran 8 Variabel-variabel dalam model aliran ekspor kakao olahan

Indonesia Kode HS 1805 tahun 2005-2012 (dalam Bentuk LN)

Tahun Negara VOL PCO GDP GDPI POP POPI ER DIST Bea

2005 Amerika 14.08 0.31 10.66 7.15 19.50 19.23 9.18 10.96 1

2006 Amerika 14.70 0.28 10.67 7.19 19.51 19.24 9.03 10.97 1

2007 Amerika 15.31 0.61 10.68 7.24 19.52 19.26 9.00 10.98 1

2008 Amerika 14.48 0.29 10.67 7.28 19.53 19.27 9.00 11.01 1

2009 Amerika 14.11 0.87 10.63 7.31 19.54 19.29 9.02 11.01 1

2010 Amerika 14.33 1.36 10.65 7.36 19.55 19.30 8.85 11.02 0

2011 Amerika 13.61 1.52 10.66 7.41 19.56 19.31 8.79 11.02 0

2012 Amerika 12.99 1.66 10.67 7.46 19.56 19.32 8.84 11.02 0

2005 Australia 13.85 0.29 10.43 7.15 16.83 19.23 9.18 10.10 1

2006 Australia 14.27 -0.32 10.45 7.19 16.85 19.24 9.03 10.12 1

2007 Australia 14.29 -0.18 10.47 7.24 16.86 19.26 9.00 10.12 1

2008 Australia 14.15 -0.08 10.49 7.28 16.88 19.27 9.00 10.11 1

2009 Australia 13.80 0.65 10.49 7.31 16.90 19.29 9.02 10.08 1

2010 Australia 13.94 0.96 10.50 7.36 16.91 19.30 8.85 10.09 0

2011 Australia 13.74 1.47 10.51 7.41 16.92 19.31 8.79 10.09 0

2012 Australia 13.89 1.50 10.53 7.46 16.94 19.32 8.84 10.08 0

2005 Belanda 12.83 -0.05 7.46 7.15 20.99 19.23 9.18 13.03 1

2006 Belanda 12.44 -1.15 7.57 7.19 20.99 19.24 9.03 12.94 1

2007 Belanda 13.41 -3.06 7.70 7.24 21.00 19.26 9.00 12.84 1

2008 Belanda 11.08 -0.84 7.78 7.28 21.00 19.27 9.00 12.76 1

2009 Belanda 11.89 0.53 7.87 7.31 21.01 19.29 9.02 12.65 1

2010 Belanda 14.16 1.17 7.96 7.36 21.01 19.30 8.85 12.57 0

2011 Belanda 14.17 1.49 8.05 7.41 21.02 19.31 8.79 12.50 0

2012 Belanda 14.18 1.54 8.12 7.46 21.02 19.32 8.84 12.44 0

2005 Cina 12.79 -0.10 10.42 7.15 18.23 19.23 9.18 10.83 1

2006 Cina 13.67 -0.45 10.46 7.19 18.23 19.24 9.03 10.82 1

2007 Cina 14.71 -0.37 10.49 7.24 18.23 19.26 9.00 10.81 1

2008 Cina 15.45 -0.17 10.50 7.28 18.22 19.27 9.00 10.81 1

2009 Cina 15.21 0.59 10.45 7.31 18.22 19.29 9.02 10.83 1

2010 Cina 15.46 1.16 10.50 7.36 18.22 19.30 8.85 10.80 0

2011 Cina 15.31 1.36 10.53 7.41 18.22 19.31 8.79 10.79 0

2012 Cina 15.67 1.45 10.53 7.46 18.22 19.32 8.84 10.79 0

2005 Jerman 10.03 0.31 10.57 7.15 16.61 19.23 9.18 10.69 1

2006 Jerman 13.06 -0.68 10.61 7.19 16.61 19.24 9.03 10.68 1

2007 Jerman 12.94 -0.20 10.64 7.24 16.61 19.26 9.00 10.67 1

2008 Jerman 12.66 -0.15 10.66 7.28 16.62 19.27 9.00 10.67 1

2009 Jerman 12.40 0.04 10.61 7.31 16.62 19.29 9.02 10.68 1

2010 Jerman 11.95 0.31 10.63 7.36 16.63 19.30 8.85 10.69 0

2011 Jerman 11.22 1.07 10.63 7.41 16.63 19.31 8.79 10.70 0

2012 Jerman 14.27 1.28 10.62 7.46 16.63 19.32 8.84 10.72 0

Page 89: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

73

Lampiran 9 Uji Chow pada kakao dengan kode HS 1803 (Pasta Kakao)

Redundant Fixed Effects Tests

Equation: EQ01

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 12.734254 (4,27) 0.0000

Lampiran 10 Uji Chow pada kakao dengan kode Kode HS 1804 (Mentega,

Lemak, dan Minyak Kakao)

Redundant Fixed Effects Tests

Equation: EQ01

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 51.663258 (4,27) 0.0000

Lampiran 11 Uji Chow pada kakao dengan kode kode HS 1805 (Bubuk

Kakao)

Redundant Fixed Effects Tests

Equation: EQ02

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 107.854079 (4,28) 0.0000

Page 90: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

74

Lampiran 12 Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi aliran

ekspor pasta kakao (HS 1803) Indonesia ke negara tujuan

utama

Dependent Variable: VOL

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 06/23/14 Time: 19:34

Sample: 2005 2012

Periods included: 8

Cross-sections included: 5

Total panel (balanced) observations: 40

Linear estimation after one-step weighting matrix

Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 4445.821 367.1927 12.10759 0.0000

GDP -17.09703 2.781029 -6.147734 0.0000

GDPI 76.55079 5.590603 13.69276 0.0000

POP 8.057878 9.027110 0.892631 0.3799

POPI -246.8711 21.82921 -11.30921 0.0000

PCO 0.878897 0.133578 6.579662 0.0000

ER -9.292165 0.989360 -9.392098 0.0000

DIST -11.52651 3.436281 -3.354357 0.0024

BK 1.966831 0.196699 9.999185 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.940256 Mean dependent var 74.95227

Adjusted R-squared 0.913703 S.D. dependent var 100.7696

S.E. of regression 1.183812 Sum squared resid 37.83811

F-statistic 35.41071 Durbin-Watson stat 2.057653

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.525575 Mean dependent var 13.83797

Sum squared resid 34.23825 Durbin-Watson stat 1.079459

Page 91: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

75

Lampiran 13 Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi aliran

ekspor mentega, lemak, dan minyak (HS 1804) Indonesia ke

negara tujuan utama

Dependent Variable: VOL

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 06/20/14 Time: 06:53

Sample: 2005 2012

Periods included: 8

Cross-sections included: 5

Total panel (balanced) observations: 40

Linear estimation after one-step weighting matrix

White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)

WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 5556.553 145.1328 38.28599 0.0000

GDP -27.51553 1.071158 -25.68766 0.0000

GDPI 93.62593 2.618221 35.75937 0.0000

POP -14.63126 5.591459 -2.616716 0.0144

POPI -277.2235 9.353715 -29.63780 0.0000

PCO -0.501585 0.067543 -7.426174 0.0000

ER -8.691834 0.210896 -41.21378 0.0000

DIST -23.32904 1.444653 -16.14854 0.0000

BK 1.300237 0.025231 51.53252 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.986789 Mean dependent var 111.6252

Adjusted R-squared 0.980918 S.D. dependent var 129.0238

S.E. of regression 1.037215 Sum squared resid 29.04700

F-statistic 168.0641 Durbin-Watson stat 1.956063

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.917319 Mean dependent var 14.17746

Sum squared resid 21.76215 Durbin-Watson stat 0.956681

Page 92: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

76

Lampiran 14 Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi aliran

ekspor bubuk kakao (HS 1805) Indonesia ke negara tujuan

utama

Dependent Variable: VOL

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 06/23/14 Time: 19:35

Sample: 2005 2012

Periods included: 8

Cross-sections included: 5

Total panel (balanced) observations: 40

Linear estimation after one-step weighting matrix

White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)

WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 306.8483 108.9891 2.815404 0.0088

GDP 1.240711 3.259834 0.380606 0.7064

POP -27.77074 2.687796 -10.33216 0.0000

POPI 13.44352 5.586459 2.406448 0.0230

PCO -0.146592 0.050082 -2.927060 0.0067

ER -3.935970 1.211541 -3.248731 0.0030

DIST -1.554584 3.008721 -0.516692 0.6094

BK 0.391602 0.133801 2.926742 0.0067

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.957559 Mean dependent var 19.74842

Adjusted R-squared 0.940885 S.D. dependent var 34.90984

S.E. of regression 1.098067 Sum squared resid 33.76102

F-statistic 57.43036 Durbin-Watson stat 1.789451

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.660815 Mean dependent var 13.66240

Sum squared resid 21.40283 Durbin-Watson stat 1.643952

Page 93: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

77

Lampiran 15 Uji Normalitas pada model faktor-faktor yang memengaruhi

aliran ekspor pasta kakao (HS 1803) Indonesia ke negara

tujuan utama

Lampiran 16 Uji Normalitas pada model faktor-faktor yang memengaruhi

aliran ekspor mentega, lemak, dan minyak (HS 1804)

Indonesia ke negara tujuan utama

Lampiran 17 Uji Normalitas pada model faktor-faktor yang memengaruhi

aliran ekspor bubuk kakao (HS 1805) Indonesia ke negara

tujuan utama

0

1

2

3

4

5

6

-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5

Series: Standardized Residuals

Sample 2005 2012

Observations 40

Mean -1.48e-15

Median -0.082569

Maximum 1.680815

Minimum -1.696500

Std. Dev. 0.984991

Skewness -0.019887

Kurtosis 1.823304

Jarque-Bera 2.310327

Probability 0.315006

0

1

2

3

4

5

6

7

8

-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5

Series: Standardized Residuals

Sample 2005 2012

Observations 40

Mean 7.66e-16

Median 0.075324

Maximum 1.363544

Minimum -2.176301

Std. Dev. 0.863015

Skewness -0.762383

Kurtosis 3.054454

Jarque-Bera 3.879797

Probability 0.143719

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

-2 -1 0 1

Series: Standardized Residuals

Sample 2005 2012

Observations 40

Mean -2.56e-15

Median 0.141049

Maximum 1.621960

Minimum -2.045597

Std. Dev. 0.930412

Skewness -0.572820

Kurtosis 2.773091

Jarque-Bera 2.273299

Probability 0.320892

Page 94: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · 15 Harga pasta kakao negara eksportir di Belanda (USD/kg) 47 16 Harga Ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao negara eksportir di

78

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 1990. Penulis

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Firdaus dan

Ibu Syamsiah. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 47 Jakarta dan pada

tahun yang sama penulis lulus masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu

Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi yaitu

organisasi kepecintalaman KAREMATA FEM IPB sebagai anggota muda pada

tahun 2010 dan ketua divisi pelatihan dan pengembangan tahun 2011. Pada tahun

2009-2011 penulis juga aktif dalam himpunan mahasiswa HIPOTESA sebagai

staff divisi DISTRO. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan

diantanranya Masa Perkenalan Departemen Ilmu Ekonomi (MPDIE), HIPOTEX-

R 2010, Susur Pantai 2010 KEREMATA, dan lainnya.