arthcv

Upload: aulia-candra

Post on 16-Feb-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 arthcv

    1/4

    Dokumen ini didownloaddari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/

    Mengoptimalkan terapi antiretroviral untuk Odha yangkoinfeksi HCV

    Oleh: Tracy Swan, Treatment Action Group

    Terapi antiretroviral (ART) dapat menunda perkembangan penyakit hati pada Odha yang koinfeksi

    dengan virus hepatitis, dengan cara mempertahankan fungsi kekebalan. Sebaliknya, koinfeksi virushepatitis mempersulit pengobatan HIV, karena meningkatkan risiko terhadap hepatotoksisitas (kerusakan

    hati) terkait pengobatan dan penghentian ART.

    Selain keprihatinan terhadap hepatotoksisitas, manfaat ART untuk Odha yang koinfeksi lebih banyak

    daripada risikonya. Sebetulnya, ART adalah intervensi yang dapat menyelamatkan nyawa beberapa yang

    koinfeksi, karena kerusakan hati yang parah terkait HCV lebih cenderung terjadi pada Odha dengan

    jumlah CD4 di bawah 200. Karena kebanyakan Odha yang koinfeksi tidak mengalami hepatotoksisitas

    yang parah akibat ART, jelas bahwa pengobatan HIV tidak boleh ditunda pada Odha yang koinfeksi

    dengan virus hepatitis, walaupun pemantauan secara cermat untuk tanda dan gejala hepatotoksisitas

    diharuskan.

    Apa itu hepatotoks is itas?Beberapa pengobatan dapat menyebabkan kerusakan hati, berjenjang dari ringan hingga gawat.

    Kerusakan hati akibat penggunaan obat dapat muncul tanpa gejala, tetapi biasanya dapat ditemukan

    dengan tes laboratorium. Kerusakan sel ditandai dengan tingkat dua enzim hati (SGOT dan SGPT) yang

    tinggi. Beberapa obat dapat mengakibatkan sumbatan saluran empedu, disebut sebagai kerusakan

    kolestatik, yang ditandai dengan peningkatan tingkat gamma-glutamil dan alkalin fosfatase yang tinggi.

    Walaupun kerusakan kolestatik biasanya sembuh setelah menghentikan pengobatan, kegagalan hati dapat

    terjadi, meskipun jarang.

    Hepatotoksisitas akibat penggunaan antiretroviral (ARV) ditandai dengan peningkatan enzim hati yang

    disertai atau tidak disertai dengan gejala tambahan peradangan hati berikut ini: ikterus (sakit kuning),

    kelelahan, hilang nafsu makan, sakit perut/lambung, mual, muntah-muntah, diare, tinja berwarna muda

    dan urin keruh. Selain gejala ruam dapt mendahului atau menyertai sindrom hepatotoksisitas akibat

    nevirapine.

    Hepatotoksisitas sering muncul beberapa minggu setelah memulai rejimen atau obat ARV, tetapi dapat

    juga berkembang setelah memakai obat dalam jangka lebih panjang. Dalam banyak kasus, pasien dengan

    hepatotoksisitas dapat tetap memakai obatnya asal dipantau dengan seksama oleh dokter. Tetapi, para ahli

    mengusulkan bahwa semua obat harus dihentikan apabila dalam empat minggu pertama sejak memulai

    rejimen ART baru, tingkat enzim hati mencapai sepuluh kali lipat di atas batas normal. Melanjutkan

    penggunaan obat atau rejimen yang hepatotoksik dapat mengancam jiwa.

    Berbagai obat dari tiga golongan utama ARV yaitu, NRTI, NNRTI, dan PI, telah dikaitkan dengan

    hepatotoksisitas, dan, pada 2005, toksisitas hati yang parah bertanggung jawab atas dihentikannnya semua

    uji coba klinis antagonis CCR5 aplaviroc yang dilakukan Glaxo SmithKline.

    Mekanisme hepatotoksisitas

    Sementara koinfeksi dengan virus hepatitis menambah risiko secara berarti terhadap hepatotoksisitas

    terkait ARV, beberapa faktor tambahan juga dapat menyebabkan atau meningkatkan toksisitas hati. Ini

    termasuk alkohol, toksisitas obat tertentu secara langsung, dan interaksi antara obat ARV dan penggunaan

    pengobatan penyakit lain terkait HIV, yaitu infeksi opportunistik dan kondisi psikiatris. Perbedaan

    genetik pada enzim yang menguraikan obat dan faktor tubuh yang terkait juga dapat mempengaruhi risiko

    hepatotoksisitas secara individu.

    Pada Odha yang koinfeksi, pemulihan kekebalan terkait ART dapat mengakibatkan timbulnya gejala

    hepatitis secara tiba-tiba (flare), dan ARV tertentu dapat memperburuk steatosis hati (penimbunan lemak

    di hati), sebuah kondisi yang dikaitkan dengan kerusakan hati yang lebih parah pada orang yang terinfeksivirus hepatitis C.

  • 7/23/2019 arthcv

    2/4

    Mengoptimalkan terapi antiretroviral untuk Odha yang koinfeksi HCV

    2

    Hati terlibat dalam penguraian beberapa unsur ARV, dan kerusakan hati yang parah dapat mengubah

    kemampuan metabolik atau penguraian hati. Sejauh mana kerusakan hati dapat berbeda secara luas di

    antara Odha yang koinfeksi, berjenjang dari fibrosis ringan sampai kerusakan hati parah yang disebut

    sirosis. Odha yang koinfeksi yang mempunyai kerusakan hati yang parah (didefinisikan sebagai biopsi

    Metavir skor F3 atau F4) lebih cenderung mengembangkan hepatotoksisitas terkait ARV daripada mereka

    yang mempunyai skor Metavir yang lebih rendah (F1 atau F2) dan kerusakan hati yang lebih sedikit.

    Untuk orang yang rentan dan mempunyai penyakit hati lebih lanjut, perubahan metabolik dapat

    meningkatkan atau mengurangi tingkat obat dalam darah, yang berakibat penimbunan tingkat obat yang

    toksik dibarengi dengan risiko yang lebih tinggi terhadap efek samping dan toksisitas, atau penurunan ke

    tingkat subterapeutik dan risiko lebih tinggi mengembangkan resistansi terhadap obat. Perubahan

    metabolik dapat juga meningkatkan potensi untuk interaksi antarobat.

    Tingkat ARV dan hepatotoksis itas

    Tingkat ARV dalam darah harus cukup tinggi supaya obat dapat mencapai hasilnya tanpa mengkibatkan

    toksisitas; tingkat ARV dalam darah antara takaran minimum yang efektif dan takaran yang toksik

    disebut sebagai jendela terapeutik. Takaran melebihi batas jendela terapeutik dapat memperburuk efek

    samping dan menambah toksisitas, dengan risiko pasien berhenti memakainya, atau lebih buruk lagi.Masuk akal dianggap bahwa penyebab beberapa kasus hepatotoksisitas adalah takaran yang melebihi

    jendela terapeutik secara kronis. Lebih lanjut, jendela terapeutik mungkin berbeda pada tiap orang

    tergantung pada obat yang dipakai bersamaan dan faktor genetik, imunologi, atau lingkungan.

    Penelitian farmakokinetik (PK) menilai apa yang terjadi pada obat di dalam tubuh: bagaimana obat

    diserap, diedarkan, diuraikan dan dikeluarkan. Penelitian farmakodinamik (PD) menilai aktivitas obat,

    atau apa yang dilakukan obat pada tubuh. Data dari kedua jenis penelitian diperlukan untuk menentukan

    keamanan pada hati dan takaran ARV yang tepat pada Odha yang koinfeksi. Penting bahwa Odha yang

    koinfeksi dilibatkan dan dipantau secara cermat pada penelitian tentang obat baru fase II dan III sehingga

    dalam jangka panjang data mengenai kesehatan hati dan kemampuan menerima ARV dapat dikumpulkan.

    Beberapa data mengenai kadar obat pada orang dengan kerusakan hati parah tersedia. Pada 2003, FDA

    (Badan Pengawas Obat dan Makanan di AS) menerbitkan panduan kepada industri tentang pelaksanaanPK pada orang dengan kerusakan hati (didefinisikan sebagai sirosis ringan sampai sedang berdasarkan

    sistim skor Child-Pugh). FDA menyarankan (bukan mengharuskan) penelitian ini dilakukan, ketika

    metabolisme dan/atau penguraian hati bertanggung jawab untuk bagian bermakna (>20 persen) dari obat

    yang terserap atau pengeluaran obat induk atau metabolit aktif. Tambahannya, walaupun ketika kurang

    dari 20 persen obat atau metabolit aktif dikeluarkan, secara tegas FDA menyarankan bahwa perusahaan

    sebaiknya melakukan penelitian ini bila etiket, kepustakaan atau informasi yang tersedia berpendapat

    bahwa obat ini mempunyai jendela terapeutik yang sempit.

    Walaupun penelitian kerusakan hati yang dilaksanakan hingga kini telah memberi informasi yang

    bermanfaat, hasil penelitian ini tidak berlaku untuk semua yang koinfeksi, hanya untuk mereka yang telah

    berkembang menjadi sirosis. Tingkat ARV pada Odha yang mempunyai kerusakan hati ringan hingga

    sedang tidak diteliti, dan semua ARV yang telah disetujui telah diteliti pada orang dengan sirosis.Sebelum disetujui, FDA harus meminta bahwa penelitian PK tentang ARV dilakukan pada Odha yang

    koinfeksi dengan tingkat kerusakan hati yang berbeda, terutama pada mereka yang mempunyai kerusakan

    hati yang lebih parah seperti peralihan ke fibrosis dan sirosis. Yang ideal, asal tidak ada perhatian penting

    mengenai keamanan obat, penelitian PK pada Odha yang koinfeksi harus dimulai sebelum percobaan fase

    III dan program akses secara lebih luas diluncurkan.

    Penelitian PK hanya merupakan langkah awal menuju optimalisasi ART untuk Odha yang koinfeksi. Data

    tambahan diperlukan, terutama untuk penilaian jangka waktu lebih panjang mengenai tingkat ARV, efek

    samping, keamanan, kemanjuran, kemampuan ditolerir dan perkembangan penyakit hati pada Odha yang

    koinfeksi.

  • 7/23/2019 arthcv

    3/4

    Mengoptimalkan terapi antiretroviral untuk Odha yang koinfeksi HCV

    3

    Al ternati f terhadap biopsi d iper lukan

    Tetapi tantangan besar dalam merancang penelitian semacam itu adalah belum ada cara yang murah dan

    tidak invasif untuk menilai kerusakan hati dalam penelitian dan upaya klinis. Biopsi hati adalah cara

    terbaik untuk menentukan apa yang terjadi pada jaringan hati, tetapi tindakan ini mahal, invasif dan dapat

    menyakitkan, serta membawa risiko komplikasi yang rendah walau jarang hal ini dapat mengancam

    jiwa. Penelitian yang berlanjut menilai beberapa alternatif terhadap biopsi hati, tetapi tidak satu pun siapmenggantikan standar terbaik (standar mas) ini.

    Satu solusi yang potensial meliputi penggunaan kombinasi tes darah yang dikenal sebagai panel serum

    biomarker, untuk menilai sejauh mana kerusakan hati dalam praktek klinis. Meskipun banyak pakar tidak

    berpendapat bahwa panel serum biomarker adalah pengganti biopsi hati yang praktis, panel ini

    kemungkinan akan dipakai di klinik. Satu cara untuk mengerti nilai dari panel ini adalah dengan

    melibatkan Odha yang koinfeksi yang sudah dibiopsi ke dalam penelitian PK, kemudian membandingkan

    hasil tes serum biomarkerdengan biopsi. Apabila ditemukan korelasi hasil yang baik antara biopsi

    dengan panel serum biomarker, ini berarti data yang berharga dan berhubungan secara klinis dapat

    dikumpulkan.

    Tingkat obat pentingLebih banyak penelitian mengenai kadar ARV pada Odha yang koinfeksi juga dibutuhkan, terutama

    karena banyak data bertentangan yang terkumpul dari banyak penelitian PK kecil mengenai obat tunggal.

    Contohnya, Dominguez dan rekan melaporkan bahwa peserta yang koinfeksi mempunyai tingkat

    lopinavir/r yang lebih rendah secara berarti dibandingkan dengan yang hanya terinfeksi HIV pada

    Hepadose, sebuah penelitian PK baru-baru ini mengukur tingkat PI dan NNRTI pada 132 Odha, 70 di

    antaranya koinfeksi. Hepadose mengukur endapan (trough) PI dan NNRTI dalam darah pada 132 peserta

    (troughadalah tingkat obat terendah dalam darah sesaat sebelum dosis berikutnya). Tetapi sebuah

    penelitian lain dari Dickinson dan rekan tidak menemukan perbedaan tingkat lopinavir/r dalam darah

    secara berarti berdasarkan status HCV, atau bahkan di antara yang sirosis.3,4

    Hepadose juga menemukan tingkat endapan efavirenz, nevirapine dan nelfinavir yang lebih tinggi secara

    berarti pada Odha yang koinfeksi dibandingkan dengan yang hanya terinfeksi HIV. Secara khusus,penelitian ini melihat tingkat endapan efavirenz and nevirapine yang melebihi batas terapeutik secara

    berarti pada 56 persen pasien yang koinfeksi dengan skor fibrosis F0 sampai F3, dan 86 persennya F4 (vs.

    24 persen hanya terinfeksi HIV saja).3

    Penelitian lain sudah melaporkan penemuan serupa. Jeantils dan rekan menemukan tingkat endapan

    efavirenz melebihi batas pada 6 dari 12 Odha yang koinfeksi. Berdasarkan itu, para penyelidik berhasil

    mengurangi takaran efavirenz dari 600mg hingga 400 mg per hari.5

    Sampai lebih banyak data tersedia mengenai tingkat ARV dalam koinfeksi, therapeutic drug monitoring

    (TDM) mungkin berguna untuk Odha yang koinfeksi, terutama mereka yang mempunyai kerusakan hati

    yang parah, dan pasien yang mempunyai tingkat enzim hati yang tinggi, efek samping atau kerusakan

    virologis. Penelitian TDM menyediakan tingkat PI dan/atau NNRTI (analog nukleosida, yang menjadi

    aktif hanya di dalam sel, membutuhkan tes intrasel untuk mengukur kepekatan obat) dalam darah secaraindividu. Berdasarkan itu, takaran disesuaikan sesuai kebutuhan. Sayang sekali, TDM merupakan ukuran

    secara individu, dan tidak berlaku untuk orang lain selain peserta yang sedang diteliti. TDM lebih sering

    dipakai di Eropa daripada di AS; di luar percobaan klinis di AS sulit didapat dan mahal.

    Ringkasan: Optimizing Antiretroviral Therapy for HCV Coinfected People, TAGline Vol. 12, No.2,

    Desember 2006 http://aidsinfonyc.org/tag/tagline/0612.html#8

    Sumber:

    1. Aranzabal L, Casado J, Quereda C, et al. HAART-associated hepatotoxicity in HIV/HCV co-infected patientswith advanced chronic liver disease or cirrhosis. Abstract TuPe1.1C38. 3rd International AIDS Society

    Conference on HIV Pathogenesis and Treatment, Rio de Janeiro, Brazil. July 2005.

    http://aidsinfonyc.org/tag/tagline/0612.html#8http://aidsinfonyc.org/tag/tagline/0612.html#8http://aidsinfonyc.org/tag/tagline/0612.html#8
  • 7/23/2019 arthcv

    4/4

    Mengoptimalkan terapi antiretroviral untuk Odha yang koinfeksi HCV

    4

    2. Food and Drug Administration. Guidance for Industry. Pharmacokinetics in Patients with Impaired HepaticFunction: Study Design, Data Analysis, and Impact on Dosing and Labeling. May 2003.www.fda.gov/cder/guidance/3625fnl.doc (accessed on 7th October 2005)

    3. Dominguez S, Peytavin G, Guiguet M, et al. The HEPADOSE Study: evaluation of protease inhibitors and nonnucleoside analogue plasma concentrations in HIV/HCV and HIV infected patients. Abstract WePp0305. 3rd

    International AIDS Society Conference on HIV Pathogenesis and Treatment, Rio de Janeiro, Brazil. July 2005.

    4. Dickinson L, Micheli V, Meraviglia P, et al. The impact of co-infection with Hepatitis C or Hepatitis B onlopinavir pharmacokinetics in patients infected with HIV. Abstract WePe3.2C06. 3rd International AIDS SocietyConference on HIV Pathogenesis and Treatment, Rio de Janeiro, Brazil. July 2005.

    5. Jeantils V, Wade A, Touitou H, et al. Therapeutic drug monitoring of efavirenz (EFV) in HIV-1 infected patientstreated with efavirenz containing regimen. Abstract H-1995. 43rd Interscience Conference on Antimicrobial

    Agents and Chemotherapy. Chicago, Illinois. 2003.

    Penelitian yang lebih baik, alat yang lebih baikdiperlukan

    Dengan adanya prevalensi koinfeksi dengan virus hepatitis di antara Odha,

    diperlukan secara mendesak informasi yang lebih banyak tentang tingkat obat,

    keamanan jangka panjang dan kemampuan ARV ditoleransi oleh para Odha.

    FDA harus bertindak lebih dari menyarankan penelitian PK tentang ARV padapasien yang mempunyai kerusakan hati, dengan meminta penelitian PK pada

    Odha yang koinfeksi yang mempunyai kerusakan hati sedang hingga parah

    sebelum obat tersebut disetujui. Ketika dibutuhkan, sponsor harus mendukung

    penelitian PK mengenai ARV yang disetujui.

    Data berjangka lebih lama diperlukan, karena makin lama tingkat obat dapat

    bertambah atau kerusakan hati dapat berlanjut, sehingga mengubah keamanan-

    nya, kemampuan ditoleransi dan kemanjuran ARV tersebut.

    Odha yang koinfeksi pada penelitian tahap II hingga IV harus dipantau secara

    seksama apabila kita ingin menentukan keamanan, kemanjuran dan kemam-

    puan ARV tersebut ditoleransi.

    Alat baru juga diperlukan untuk menyederhanakan penilaian kerusakan hati,

    dan membuat hasil PK yang lebih terkait secara klinis untuk pasien yang belum

    pernah dibiopsi. Kemitraan antara peneliti publik dan swasta harus mendukung

    pengembangan dan peyakinan panel non-invasive serum biomarker. Para

    perancang dan sponsor penelitian kelompok jangka panjang perlu meng-

    gabungkan panel serum biomarker sebagai tindak lanjut pada peserta yang

    koinfeksi. Aktivis dan pembuat kebijakan harus melanjutkan kerja sama

    mereka untuk meningkatkan persyaratan sebelum dan sesudah persetujuan.

    Etiket obat harus mencerminkan kurangnya data yang spesifik terhadap Odha

    yang koinfeksi karena komitmen sebelum dan sesudah pemasaran tidak

    lengkap.

    Usulan HCV lain dapat diakses di:http://www.treatmentactiongroup.org/

    http://www.treatmentactiongroup.org/http://www.treatmentactiongroup.org/http://www.treatmentactiongroup.org/