a.pdf

31
1/31 PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN BERKELANJUTAN DAN BERBASIS MASYARAKAT * ) Oleh Prof. Dr.Ir. Achmar Mallawa, DEA.** ) I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dimana perairan Indonesia memiliki 27,2 % dari seluruh spesies flora dan fauna yang terdapat di dunia yang meliputi 12,0 % mammalia, 23,8 % amphibia, 31,8 % reptilia, 44,7 % ikan, 40,0 % molluska dan 8,6 % rumput laut. Potensi sumberdaya ikan meliputi : SDI pelagis besar, SDI pelagis kecil, sumberdaya udang peneid dan krustasea lainnya, SDI demersal, sumberdaya moluska dan teripang, sumberdaya cumi-cumi, sumberdaya benih alam komersial, sumberdaya karang, sumber daya ikan konsumsi perairan karang, sumberdaya ikan hias, sumberdaya penyu laut, sumberdaya mammalia laut, dan sumberdaya rumput laut. Menurut data tahun 2004, kondisi sumberdaya ikan untuk perairan laut adalah sebagai berikut : potensi lestari (MSY) sebesar 6,4 juta ton/tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 ton/tahun atau 80 % dari MSY, dan produksi tahunan sebesar 4,7 juta ton atau 73,4 % dari MSY, sedang untuk perairan umum yang berupa danau, waduk, sungai dan genangan air lainnya seluas 54 juta ha memiliki potensi perkiraan 800- 900 ribu ton/tahun, dan produksi tahunan saat ini sebesar 325 ton atau 35 % dari potensi). Untuk memanfaatkan sumberdaya ikan Indonesia pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan mencanangkan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan dalam rangka pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. *) Disajikan pada lokakarya Agenda Penelitian Program COREMAP II Kabupaten Selayar, 9-10 September 2006 **) Staf Pengajar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, UNHAS, Makassar.

Upload: jhon-s-smith

Post on 02-Jan-2016

108 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

1/31

PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN BERKELANJUTAN DAN BERBASIS MASYARAKAT *)

Oleh

Prof. Dr.Ir. Achmar Mallawa, DEA.**) I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki

potensi sumberdaya ikan yang sangat besar dan memiliki

keanekaragaman hayati yang tinggi, dimana perairan Indonesia memiliki

27,2 % dari seluruh spesies flora dan fauna yang terdapat di dunia yang

meliputi 12,0 % mammalia, 23,8 % amphibia, 31,8 % reptilia, 44,7 % ikan,

40,0 % molluska dan 8,6 % rumput laut.

Potensi sumberdaya ikan meliputi : SDI pelagis besar, SDI pelagis

kecil, sumberdaya udang peneid dan krustasea lainnya, SDI demersal,

sumberdaya moluska dan teripang, sumberdaya cumi-cumi, sumberdaya

benih alam komersial, sumberdaya karang, sumber daya ikan konsumsi

perairan karang, sumberdaya ikan hias, sumberdaya penyu laut,

sumberdaya mammalia laut, dan sumberdaya rumput laut.

Menurut data tahun 2004, kondisi sumberdaya ikan untuk perairan laut

adalah sebagai berikut : potensi lestari (MSY) sebesar 6,4 juta ton/tahun,

jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 ton/tahun atau

80 % dari MSY, dan produksi tahunan sebesar 4,7 juta ton atau 73,4 %

dari MSY, sedang untuk perairan umum yang berupa danau, waduk,

sungai dan genangan air lainnya seluas 54 juta ha memiliki potensi

perkiraan 800- 900 ribu ton/tahun, dan produksi tahunan saat ini sebesar

325 ton atau 35 % dari potensi). Untuk memanfaatkan sumberdaya ikan

Indonesia pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan

mencanangkan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan dalam rangka

pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

*) Disajikan pada lokakarya Agenda Penelitian Program COREMAP II Kabupaten Selayar, 9-10 September 2006

**) Staf Pengajar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, UNHAS, Makassar.

2/31

II. KONDISI AKTUAL SUMBERDAYA IKAN

2.1 Jenis Sumberdaya Ikan Konsumsi dan Status Pemanfaatan a. Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Jenis-jenis ikan pelagis besar yang terdapat diperairan Indonesia

antara lain : ikan tuna besar yang meliputi : mandidihang (Thunnus

albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus

alalunga), tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii), tuna ekor panjang

(Thunnus tonggol), jenis ikan pedang/setuhuk yang meliputi : ikan pedang

(Xipias gladius), setuhuk biru (Makaira mazara), setuhuk hitam (Makaira

indica), setuhuk loreng (Teptapturus audax), ikan layaran (Istiophorus

platypterus), jenis tuna kecil meliputi : ikan cakalang (Katsuwonus

pelamis), dan jenis ikan tongkol yang terdiri atas Euthynnus affinis, Auxis

thazard, dan Auxis rochei, jenis ikan cucut yang meliputi : Sphyrna sp,

Carcharhinus longimanus, C.brachyurus dan lain-lain.

Ikan pelagis besar tersebar dihampir semua wilayah pengelolaan

perikanan di mana tingkat pemanfaatan berbeda-beda antar perairan.

Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (2005), bahwa beberapa

wilayah pengelolaan antara lain Selat Malaka, Laut Jawa, Samudera

Pasifik telah mengalami over exploited di lain beberapa wilayah

pengelolaan antara lain Laut China Selatan, Laut Flores, Laut Banda Laut

Seram, Lautan Hindia masih pada tingkatan under exploited (Lampiran 1).

b. Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Sumberdaya ikan pelagis kecil merupakan sumberdaya neritik yang

penyebarannya terutama di perairan dekat pantai, di daerah di mana

terjadi proses penaikan massa air (up welling) dan poorly behaved karena

makanan utamanya adalah plankton sehingga kelimpahannya sangat

tergantung kepada faktor-faktor lingkungan. Sumberdaya ini dapat

membentuk biomassa yang sangat besar sehingga merupakan salah satu

sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Jenis-jenis ikan yang masuk dalam kategori sumberdaya ikan pelagis

antara lain : ikan layang (Decapterus spp), teri (Stelopohorus spp), lemuru

3/31

(Sardinella sardinella.), tembang (Sardinella longiceps), kembung

(Rastrelliger spp), ikan terbang (Cypsilurus spp) dan lain-lain.

Penyebaran ikan pelagis kecil meliputi seluruh wilayah perairan

Indonesia, namun dominansi ikan pelagis tertentu pada perairan tertentu

dapat terjadi. Data statistik menunjukkan bahwa hasil tangkapan di

perairan Samudera Hindia didominasi ikan layang, sebaliknya di perairan

Sumatera Barat dan Teluk hasil tangkapan didominasi ikan teri. Wilayah-wilayah pengelolaan yang status pengusahaannya sudah

mengalami lebih tangkap (over exploited, > 100 % dari MSY) adalah Laut

Jawa, Selat Malaka dan Laut Banda. Enam wilayah-wilayah lainnya

masih rendah (< 50 %) kecuali Selat Makassar.

c. Sumberdaya Ikan Demersal Sumberdaya ikan demersal Indonesia terdiri dari banyak jenis dan

menyebar hampir diseluruh wilayah pengelolaan, namun produktiviktas

berbeda menurut perairan. Di laut Jawa (Badrudin dkk. 1998) misalnya

terdapat kurang lebih 100 jenis ikan demersal ekonomis penting yang

termasuk kedalam 20 famili. Jenis-jenis ikan tersebut antara lain : kakap

merah/bambangan (Lutjanidae), manyung (Ariidae), gerot-gerot

(Pomadasyidae), kurisi (Nemipteridae), beloso (Synodontidae), kuniran

(Mullidae), layur (Trichiuridae), pepetek ( Leiognathidae), dan bawal putih

(Stromateidae). Dari 9 wilayah pengelolaan sumberdaya ikan demersal, 5

wilayah pengelolaan telah mengalami kelebihan tangkap (over exploited)

yaitu Selat Malaka, Laut Jawa, Laut Flores, Laut Banda, dan Samudera

Hindia, 3 wilayah pengelolaan masih tangkapan rendah (under exploited)

yaitu Laut China Selatan, Laut Seram dan Samudera Pasifik, dan satu

wilayah tangkap penuh (fully exploited) yaitu Laut Arafuru. d. Sumberdaya Udang Peneid dan Jenis Krustasea Lainnya Sumberdaya udang dan krustasea lainnya merupakan komoditas

ekspor sektor perikanan. Karena udang dan krustase lainnya merupakan

jenis-jenis sasaran (target species) yang cukup penting usaha

penangkapan di laut, maka pemanfaatannya di daerah padat nelayan

umumnya sudah tinggi atau lebih tangkap (over exploited).

4/31

Jenis udang peneid dan krustasea lainnya yang banyak diekploitasi

di Indonesia antara lain : udang peneid (50 jenis) yaitu : udang putih

(Penaeus merguiensis), udang jerbung (P. indicus), udang windu (P.

monodon), udang bago (P. semisulcatus), udang dogol (Metapenaeus

monoceros), udang api-api (M. eboracencis) dan lain-lain; jenis udang

karang (5 jenis) yaitu : udang Kendal (Panulirus versicolor), udang

pasir/pantung (P.homarus), udang jaka/batu (P.penicillatus), udang

cemara/mutiara (P. ornatus), udang jarak (P. polyphagus), udang bunga

(P.longiceps) dan lainnya; kepiting bakau yaitu : Scylla serrata, S. oceania,

S.transqueberica; jenis rajungan yaitu : Portunus pelagicus, P.hastatoides,

P.trilobatus, P. tenuipes, P. gracilimanus, P. sanguinolentus dan lainnya.

Untuk udang peneid, semua perairan di 9 wilayah pengelolaan sudah

mengalami lebih tangkap (over exploited), kecuali laut Banda yang tidak

ada datanya, sedang untuk udang karang (lobster), ada 5 wilayah

pengelolaan yang telah lebih tangkap yaitu : Selat Malaka, Laut China

Selatan, Laut Jawa, Laut Flores dan Laut Arafura dan 4 wilayah

pengelolaan yang under exploited yaitu : Laut Banda, Laut Seram,

Samudera Pasifik, dan Samudera Hindia, sedang untuk kepiting bakau

dan kepiting rajungan belum data secara nasional atau perwilayah

pengelolaan namun dari beberapa penelitian lokal memperlihat bahwa

kedua sumberdaya tersebut telah mengalami kelebihan tangkap (over

exploited).

Penyebaran udang peneid dan udang Karang di Indonesia disajikan

pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. e. Sumberdaya Ikan Karang Konsumsi Sumberdaya ikan karang konsumsi termasuk komoditas perikanan

yang banyak diminta baik oleh pasar dalam negeri maupun luar negeri.

Karena permintaannya yang terus meningkat dan harganya yang cukup

tinggi mendorong nelayan untuk melakukan penangkapan dengan cara

legal maupun illegal yang mengakibatkan kualitas dan kuantitas

sumberdaya tersebut terus menurun. Jenis ikan karang konsumsi yang

banyak dieksplotasi antara lain famili Caesiodidae meliputi : ikan ekor

5/31

kuning (Caesio erytrogaster), pisang-pisang (C. chrysozomus); famili

Labridae yaitu ikan napoleon (Cheillinus undulatus), famili Serranidae

meliputi : kerapu (Epinephelus tauvina, E.malabaricus, E.microdon,

E.fuscoguttatus ), sunu (Plectropomus leopardus), kerapu tikus

(P.altivelis), famili Lutjanidae meliputi : Kakap (Lutjanus kasmira,

L.altifrontalis, L.johni, L.bigutatus, L.fulviflama, L.decussates, L.

argentimaculatus), famili Lethrinidae meliputi : lencam (Lethtrinus lentjam

dan L.harax) dan famili Siganidae meliputi : baronang (Siganus javus,

S.virgatus, S.canaliculatus). Dari 9 wilayah pengelolaan, 4 wilayah telah

mengalami kelebihan tangkap yaitu perairan Selat Malaka, Laut Jawa,

Laut Arafura, dan Samudera Hindia, satu wilayah eksplotasi penuh (fully

exploited) yaitu Laut Flores dan 4 wilayah kurang tangkap (under

exploited) yaitu perairan Laut China Selatan, Laut Banda, Laut Seram dan

Samudera Pasifik.

f. Sumberdaya Cumi-Cumi Cumi-cumi secara taxonomi termasuk ke dalam Chepalopoda, adalah

salah satu sumber daya non ikan yang cukup penting dalam perikanan

Indonesia. Cumi-cumi tercatat dapat ditangkap di seluruh perairan

Indonesia mulai dari Paparan Sunda, Selat Makassar, Laut Flores, Laut

Sulawesi, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda dan Laut Arafura. Jenis

cumi-cumi yang banyak tertangkap adalah Loligo edulis, jenis lain yang

juga terdapat di perairan Indonesia antara lain : L. sinensis, L. duvaucelii,

L. singhalensis, L. ujii, Sepiteuthis lessoniana, dan Nototodarus

philippinensis. Potensi cumi-cumi di Indonesia diperkirakan 28.255

ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan sekitar 75 % MSY.

Walaupun tingkat pemanfaatan rata-rata masih di bawah MSY, tetapi 8

wilayah pengelolaan yang telah mengalami kelebihan tangkap dan hanya

2 wilayah pengelolaan yang kurang tangkap yaitu Laut Seram dan Laut

Arafura.

6/31

2.2 Sumberdaya Ikan Non Konsumsi a. Sumberdaya Ikan Hias Perairan pantai tropis merupakan tempat yang baik untuk

pertumbuhan karang, dan karang merupakan tempat hidup bagi sebagian

besar ikan hias laut. Kvalvagnaes (dalam Djamali, 1998) memperkirakan

bahwa perairan Indonesia merupakan daerah terkaya akan jenis-jenis ikan

hias lautnya dibandingkan dengan beberapa negara penghasil ikan hias

lainnya, di mana Indonesia memiliki lebih kurang 253 jenis ikan hias laut.

Menurut hasil pengamatan di beberapa perairan di Indonesia, ikan hias

laut Indonesia di dominasi oleh 4 famili yaitu , famili Pomacanthidae

meliputi : enjiel ungu (Centropyge argi), enjiel BK (C.bicolor), enjiel hitam

(C.melas), enjiel abu-abu (Curoliki sp) dan lain-lain, famili Labridae

meliputi : bajing laut (Bodianus bilunulatus), anjing laut (Bodianus sp),

keling daun ( Cheilio enermis), keling mutiara (Coris sp) dan lainnya, famili

Acanthuridae meliputi : butana kuning (Acanthurus caeruleus), butana

kasur (A.lineatus) dan lainnya, famili Chaetodontidae meliputi : Kepe-kepe

gajah (Chaetodon lunula), kepe-kepe bulan (C.unimaculatus), kepe-kepe

pyramid (Hemithaurichthyes polylepis) dan lainnya, famili Scorpaenidae

meliputi : skorpio kembang (Dendrochirus zebra), skorpio gajah

(Nemapterois blocellata), skorpio biting (Pterois antenata), skorpio radiata

(P.radiata) dan sebagainya. Potensi ikan hias di Indonesia diperkirakan

1,5 milyar ekor yang tersebar dalam 9 wilayah pengelolaan di mana 5

wilayah pengelolaan memiliki potensi lebih besar dari 200 juta ekor yaitu

L. Flores, Teluk Tomini dan Laut Halmahera dan Laut Banda.

b. Sumberdaya Benih Alam Komersial Sumberdaya benih alam memegang peranan penting pada kegiatan

Budidaya di Indonesia khususnya budidaya laut, di mana kelangsungan

usahanya tergantung dari pasokan benih alam . Habitat dan sebaran

benih ikan alami tergantung pada sebaran induk. Jenis-jenis benih alami

yang banyak dijumpai antara lain, ikan sidat dari marga Anguilla meliputi :

Anguilla ancentralis, A. celebensis, A. borneonsis, dan A.mossambica;

ikan kakap putih, ikan kerapu, ikan bandeng dan ikan baronang. Belum

7/31

ada data yang akurat mengenai potensi dan status pemanfaatan benih

alam, namun penyebaran benih alami dan induk udang disajikan pada

Lampiran 3. 2.3 Sumberdaya Karang Indonesia Sumberdaya karang memiliki nilai dan arti yang penting dari segi

ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu sumberdaya karang banyak

memberi manfaat bagi organisme laut, yaitu sebagai tempat tinggal

sementara atau tetap (temporary or permanent home stay), tempat

mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground),

tempat berlindung bagi hewan laut dan sebagainya; tempat

berlangsungnya siklus biologi, kimiawi dan fisik secara cepat sehingga

produktivitasnya tinggi dan berbagai fungsi lainnya. Terumbu karang

dicirikan oleh saling ketergantungan dari tumbuhan dan hewan, dan

perputaran yang cepat dan efisien nutrien. Menurut Djamali dkk (1998),

bahwa terumbu karang di perairan Indonesia terdiri dari 12 suku , 52

marga dengan jumlah jenis yang sangat banyak. Sebaran karang di

Indonesia lebih banyak terdapat di sekitar pulau Sulawesi, Laut Flores dan

Laut Banda. Selain itu terdapat pula di Kepulauan Seribu, bagian barat

Sumatera sampai kepulau Weh, Kepulauan Riau, Pulau Bangka dan

Belitung, Kepulauan Karimunjawa, Teluk Lampung, Bali, Lombok, NTT,

Biak, Teluk Cenrawasih serta Kepulauan Maluku (Lampiran 5) Menurut Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut

(1998), potensi sumberdaya Karang di Indonesia mengalami penurunan

yang nyata dari tahun ketahun.

Djamali dkk ( 1998) menjelaskan bahwa dari total 6.800 km2 luas

terumbu karang di Indonesia kondisi terumbu karang menurut

perairannya bervariasi, yaitu terumbu karang kondisi baik (0,00 – 14,29

%), baik (14,81–48,28%), sedang (13,33- 60,00 %), dan buruk/jelek (13,79

– 60,00 %). Selanjutnya dikatakan bahwa terumbu karang di perairan

Selat Makassar dan Laut Flores seluas 1.078 km2 memiliki kondisi

sebagai berikut : kondisi sangat baik (14,28 %), baik (20,00 %), sedang

8/31

(24,29 %) dan buruk/jelek (41,60 %). Tandipayuk (2006) berdasarkan

penelitian karang di perairan Pulau-pulau Sembilan Kabupaten Sinjai

menjelaskan bahwa terumbu karang di daerah ini didominasi oleh karang

mati dengan tingkat penutupan rata-rata 49,59 % (20,00-70,00 %).

2.4 Potensi Sumberdaya Ikan di Selat Makassar dan Laut Flores (WWP IV) Potensi sumberdaya ikan di perairan Selat Makassar dan Laut Flores

cukup tinggi dan didominasi oleh potensi ikan pelagis kecil yaitu sekitar

65,12 % dari perkiraan potensi yang ada (Lampiran 6).

III. PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN 3.1 Pengertian Pengelolaan Perikanan/SDI Pengelolaan sumberdaya ikan merupakan suatu aspek yang sangat

menonjol disektor perikanan dan ketidak mampuan dalam pengelolaan

sumberdaya ikan/sumberdaya perikanan dapat berakibat menurunnya

pendapatan sector perikanan yang berasal dari sumber yang ada.

Mengingat pengelolaan sumberdaya ikan mempunyai cakupan yang luas

dan pengalaman kita dalam bidang pengelolaan juga masih terbatas,

maka diperlukan suatu kesamaan dalam mengartikan istilah pengelolaan

perikanan/sumberdaya ikan itu sendiri. Kata “pengelolaan” yang kita

pakai adalah terjemahan dari kata “management” yang dalam ilmu

administrasi dijelaskan bahwa unsur pokok dari managemen adalah

meliputi P.O.A.C (Planning. Organizing, Actuating, Controlling). Unsur

inipun ada dalam “fisheries managemen” namun lebih luas dan

prosesnya sendiri cukup panjang. Dalam Guideline no.4 CCRF

pengelolaan perikanan didefinisikan sebagai berikut : Pengelolaan

Perikanan adalah suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan

informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan,

alokasi sumber dan implementasinya (dengan enforcement bila

diperlukan), dalam upaya menjamin kelangsungan produktivitas serta

pencapaian tujuan pengelolaan.

9/31

Dalam pengelolaan SDI diperlukan adanya beberapa batasan yang

perlu mendapat perhatian antara lain : (1) besaran daerah pengelolaan,

(2) siapa pengelolanya dan (3) bagaimana cara pengelolaannya.

3.2 Pengelolaan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat

Pengertian pengelolaan SDI berkelanjutan adalah pengelolaan yang

mengarah kepada bagaimana SDI yang ada saat ini mampu memenuhi

kebutuhan sekarang dan kebutuhan generasi yang akan datang, di mana

aspek keberlanjutan harus meliputi aspek ekologi, sosial-ekonomi,

masyarakat dan institusi.

Pengelolaan SDI berkelanjutan tidak melarang aktifitas penangkapan

yang bersifat ekonomi/komersial, tetapi menganjurkan dengan

persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung

(carrying capacity) lingkungan perairan atau kemampuan pulih SDI (MSY),

sehingga generasi mendatang tetap memiliki asset sumberdaya alam

(SDI) yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini. Bengen (2005)

mengatakan bahwa suatu pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila

kegiatan tersebut dapat mencapai tiga tujuan pembangunan berkelanjutan

yaitu berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Berkelanjutan

secara ekologi mengandung arti, bahwa kegiatan pengelolaan SDI

dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistim, memelihara

daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya ikan termasuk

keaneka ragaman hayati (biodiversity), sehingga pemanfaatan SDI dapat

berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa

kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan

hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat,

pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan

kelembagaan

Sedang keberlanjutan secara ekonomi berarti bahwa kegiatan

pengelolaan SDI harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi,

pemeliharaan kapital, dan penggunaan SDI serta investasi secara efisien.

10/31

Keterlibatan pengguna (users) dalam pengelolaan sumberdaya ikan

adalah hal yang sangat penting di mana dari pengalaman di beberapa

tempat bahwa tidak ada program pengelolaan yang sukses tanpa

melibatkan pengguna. Pengguna harus mengambil bagian pada semua

fase pengembangan rencana pengelolaan dan implementasi program

pengelolaan. Keterlibatan pemakai (users) dan orang-orang berpotensi

memakainya (potential users) dan lainnya yanmg mempunyai pengaruh

besar dalam implementasi rencana pengelolaan harus secara

konfrehensif, tidak hanya dengan pemasukan ide melalui pertemuan

terbatas tetapi dengan kontak yang intensif di mana berbagai tingkatan

proses perencanaan dan kebijakan yang diambil tergantung kepada

keterlibatan stakeholders yang meliputi : penentuan tujuan (setting of

goals), survei sumberdaya (surveying resources), pendugaan pemakaian

sumberdaya (assessing resource use), review pra rencana alternatif

(reviewing pre-plan alternatives), review draft rencana (reviewing of the

draft plan), implementasi rencana (plan implementation), revisi rencana

yang akan ditetapkan (revision of an enacted plan). Keterlibatan

stakeholders dapat ditempuh melalui proses PRA (participatory research

approach) sebagai berikut : Di dalam investigasi penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya

ikan akan dilakukan Pendekatan Partisipatif (Participatory Research

Approach) yaitu hasil yang didapatkan sebelum difinalkan akan

disosialisasikan dan partisipasi masyarakat untuk mendengar dan

membahas dengan seluruh pihak terkait (Stakeholders). Kegiatan

partisipasi masyarakat meliputi: (a) pertemuan konsultasi dengan

masyarakat (Public Consultation Meeting, PCM), (b) pembahasan antar

kelompok (Focus Group Discussion, FGD), dan (c) Survei wawancara

semi tersusun (SSIS). Juga perlu dilakukan pembahasan-pembahasan di tingkat pengambil

keputusan daerah terhadap konsepsi, strategi dan skenario bagi

penyusunan rencana pengelolaan SDI. Kegiatan Perencanaan Partisipatif

Pengelolaan SDI untuk menghasilkan model rencana pengelolaan

11/31

berbasis masyarakat (community based management) seperti disajikan

pada Lampiran 1. Nikijuluw (1994) menjelaskan bahwa pengelolaan berbasis

masyarakat (Community Based Management, CBM) merupakan salah

satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam sperti ekosistim terumbu

Karang, sumberdaya perikanan, yang meletakkan pengetahuan dan dan

kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya,

sementara Carter (1996) mendefinisikannya Community-Based Resource

Management sebagai : “A strategy for achieving a people-centered

development where the focus of decision making regard to the sustainable

use of natural resources in area lies with the people in the communities of

that area” (Suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat

pada manusia, di mana pengambilan keputusan tentang keberlanjutan

sumberdaya dalam pemanfaatannya di daerah tersebut berada ditangan

masyarakat). Model penngelolaan yang berbasis masyarakat memberikan

beberapa keuntungan namun juga memiliki beberapa kelemahan

(Bengen, 2005)

Keuntungan CBM sumberdaya perikanan/SDI :

• mampu mendorong pemerataan (equity) dalam pengelolaan SDI,

• mampu merefleksikan kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik,

• mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat

yang ada,

• mampu meningkatkan efisiensi secara ekologis dan ekonomis,

• responsive dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan

lokal,

• masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola sumberdaya secara

berkelanjutan,

Kelemahan CBM sumberdaya perikanan/SDI :

• hanya dapat diterapkan dengan baik pada masyarakat yang kondisi

strukturnya masih sederhana dengan skala dan wilayah kegiatan yang

tidak luas

12/31

• tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya

lingkungan,

• terjadinya kesukaran dalam implementasi karena kurang mendapat

dukungan,

• hanya efektif pada kawasan pengelolaan yang batas geografisnya jelas

dan terbatas,

• rentan terhadap intervensi luar atau peledakan permintaan SDI dan

jasa lingkungan.

Model CBM sumberdaya ikan dapat dikembangkan menuju Model Ko-

Management (Co-Management) untuk menutupi kelemahan seperti yang

diuraikan di atas dengan menambahkan beberapa prasyarat sebagai

berikut :

• masyarakat harus diberi hak dan kewajiban secara jelas (tipe SDP

yang akan dikelola, wilayah, waktu dan cara pengelolaan),

• dalam implementasi pengelolaan, hukum adat dan hukum ulayat serta

kebiasaan lokal tidak boleh dikesampingkan dan kalau perlu

diintergrasikan dalam rencana,

• perlu mempertimbangkan kecenderungan masa lalu, saat sekarang,

dan yang akan datang dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDI oleh

masyarakat,

• rencana strategi pengelolaan harus mencerminkan kebutuhan nyata

masyarakat,

3.2 Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Indonesia a. Landasan Hukum Pengelolaan SDI

Undang-undang dan peraturan peraturan yang menjadi landasan

hukum dalam melakukan pengelolaan sumberdaya ikan antara lain :

. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pasal 33

yang menyatakan bahwa tanah, air dan kekayaan yang terkandung

didalamnya digunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat,

13/31

. Konvensi Hukum Laut (United Nation Convention of Law of the Sea,

UNCLOS) tahun 1982 pasal 61 yaitu negara pantai berkewajiban

diantaranya : memastikan tidak terjadi eksploitasi yang berlebihan

terhadap sumberdaya perikanan; menjamin MSY; menjaga agar jangan

terjadi akibat negatif dari cara penangkapan tertentu terhadap jenis- jenis

kehidupan laut lainnya, dan sebagainya.

. United Nation Fish Stock Agreement oleh FAO tahun 1995 yang

mengamanahkan negara pantai dan negara penangkap ikan jarak jauh di

laut lepas (Distant Water Fishing State, DWFS) wajib : menerapkan

pendekatan kehati-hatian; mempelajari akibat dari penangkapan ikan;

menggunakan upaya-upaya konservasi dan managemen; melindungi

kategori stok target; melindungi keanekaragaman organisme; menghindari

penangkapan ikan dan kapasitas penangkapan ikan yang berlebih;

memperhatikan kepentingan nelayan kecil; melaksanakan upaya

konservasi dan managemen melalui observasi, kontrol dan pemantauan

yang efektif, dan lain-lain.

. Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) oleh FAO tahun

1995 tentang pengelolaan perikanan bertanggung jawab mengamanahkan

antara lain : negara pengguna SDI harus menjaga SDI dan

lingkungannya, hak menangkap ikan harus disertai dengan kewajiban

menangkap dengan cara yang bertanggung jawab; negara harus

mencegah terjadinya penangkapan yang berlebih; kebijakan pengelolaan

SDI harus berdasarkan bukti ilmiah ternaik yang tersedia; pelaksanaan

pengelolaan SDI harus menerapkan pendekatan kehati-hatian

(precautionary approach); pengembangan dan penerapan alat

penangkapan ikan yang selektif dan ramah lingkungan; perlu dilakukan

perlindungan terhadap habitat perikanan yang kritis; negara harus

menjamin terlaksananya pengawasan dan kepatuhan dalam pelaksanaan

pengelolaan.

. Undang-Undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan antara lain

: (1) Bab I psl 1 ayat 7 : pengelolaan perikanan adalah semua upaya,

termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,

14/31

perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya

ikan, dan inplementasi serta penegakan hukum dari peraturan per

undang-undangan di bidang perikanan yang dilakukan oleh pemerintah

atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan

produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati

; (2) Bab IV pasal 6 ayat 1 menyatakan, pengelolaan perikanan dalam

wilayah pengelolaan perikanan RI dilakukan untuk tercapainya manfaat

yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumberdaya

ikan, ayat 2 bahwa pengelolaan perikanan untuk kepentingan

penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan

hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta

masyarakat.

. Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan

daerah, “hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah

dan antara pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya dalam

hal pemanfaatan sumberdaya alam, dan sumberdaya lainnya

dilaksanakan secara adil dan selaras. b. Tujuan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tujuan dari pengelolaan SDI di Indonesia sesuai dengan tujuan

pengelolaan perikanan yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 31

Tahun 2004 tentang perikanan bahwa pengelolaan perikanan dilakukan

berdasarkan azas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan,

keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.

Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan :

• meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan skala

kecil,

• meningkatkan penerimaan dan devisa negara,

• mendorong perluasan dan kesempatan kerja,

• meningkat ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan,

• mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan,

• meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing,

15/31

• meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan

ikan,

• mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan,

dan lingkungan sumberdaya ikan secara optimal dan,

• menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan,

dan tata ruang.

c. Wilayah Pengelolaan Sumberdaya Ikan Wilayah pengelolaan perikanan/SDI Republik Indonesia tertuang UU

no.31 tahun 2004 tentang perikanan Bab III pasal 5 meliputi : (1) perairan

Indonesia (territory waters), (2) ZEEI (Zona Ekonomi Esklusif Indonesia),

(3) perairan pedalaman (inland waters) meliputi sungai, danau, waduk,

rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan di wilayah RI.

Pengelolaan SDI di luar wilayah pengelolaan perikanan RI seperti

yang dimaksud di atas diselenggarakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan, persyaratan, dan/atau standar internasional yang

diterima secara umum.

Dalam rangka pengelolaan SDI, perairan Indonesia dibagi menjadi 9

Wlayah Pengelolaan Perikanan (WWP) yaitu :

(1) Selat Malaka,

(2) Laut China Selatan (Laut Natuna dan Selat Karimata),

(3) Laut Jawa,

(4) Selat Makassar dan Laut Flores,

(5) Laut Banda,

(6) Laut Arafura,

(7) Laut Seram dan Teluk Tomini,

(8) Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik,

(9) Samudera Hindia Pembagian wilayah pengelolaan perikanan dan wilayahnya disajikan di Lampiran 2.

16/31

d. Kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan Pengelolaan sumberdaya ikan di dalam wilayah pengelolaan

perikanan RI dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan

berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Selain itu

pengelolaan perikanan yang berhubungan dengan penangkapan ikan

harus mempertimbangkan hukum adat/dan atau kearifan lokal serta

memperhatikan peran serta masyarakat.

Untuk melakukan pengelolaan sumberdaya ikan secara baik dan

benar maka perlu dilakukan langkah-langkah sesuai Bab III pasal 7 UU

nomor 32 tahun 2004 sebagai berikut :

• penyusunan rencana pengelolaan sumber daya ikan, komponen

penting dari rencana pengelolaan SDI antara lain : jurisdiksi, tujuan

pengelolaan, status sumberdaya ikan dan perikanannya, riset dan

kajian stok, MCS, konsultasi stakeholders dll,

• penentuan potensi dan alokasi sumberdaya ikan,

• penentuan dan pengaturan jumlah tangkapan yang diperbolehkan,

• penentuan jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan,

• penentuan jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu

penangkapan ikan,

• penentuan daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan,

• penetapan persyaratan atau standar prosedur operasional

penangkapan ikan,

• penetapan sistim pemantauan kapal perikanan,

• penentuan jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta

penangkapan ikan berbasis budidaya,

• pencegahan pencemaran dan kerusakan sumberdaya ikan serta

lingkungannya,

• rehabilitasi dan peningkatan sumberdaya ikan serta lingkungannya, • penentuan ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh

ditangkap,

• penentuan suaka perikanan,

17/31

• penentuan jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan,

dimasukkan dan dikeluarkan ke dan dari wilayah RI, dan

• penentuan jenis-jenis ikan yang dilindungi.

3.3 Pengelolaan Terumbu Karang Secara Terpadu dan Berkelanjutan. a. Visi dan Tujuan Pengelelolaan Visi pengelolaan terumbu Karang yaitu : terumbu karang merupakan

sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana,

terpadu dan berkelanjutan dengan memelihara daya dukung dan kualitas

lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dan stakeholders guna

memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat dan pengguna

(users) secara berkelanjutan (sustainable). Untuk mewujudkan visi tersebut maka ada empat tujuan pokok

pengelolaan terumbu karang yaitu :

• Tujuan Sosial, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat dan

stakeholders mengenai pentingnya pengelolaan terumbu karang

secara terpadu dan berkelanjutan,

• Tujuan Konservasi Ekologi, yaitu melindungi dan memelihara ekosistim

terumbu karang untuk menjamin pemanfaatan secara optimal dan

berkelanjutan,

• Tujuan Ekonomi, yaitu meningkatkan pemanfaatan ekosistim terumbu

karang secara efisien dan berkelanjutan dan untuk memperbaiki

kesejahteraan masyarakat dan stakeholders, serta pembangunan

ekonomi,

• Tujuan Kelembagaan, yaitu menciptakan sistim dan mekanisme

kelembagaan yang professional, efektif dan efisien dalam

merencanakan dan mengelola terumbu karang secara terpadu dan

optimal.

18/31

b. Prinsip-Prinsip dan Kebijakan Pengelolaan

Pengelolaan terumbu karang disusun berdasarkan prinsip-prinsip

meliputi :

. Keseimbangan antara intensitas dan variasi pemanfaatan terumbu

karang,

. Pertimbangan pengelolaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal

dan ekonomi nasional

. Mengandalkan pelaksanaan peraturan formal dan non formal untuk

mencapai tujuan pengelolaan dan pemanfaatan terumbu karang secara

optimal, . Menciptakan insentif bagi pengelolaan yang berkeadilan dan

berkesinambungan,

. Mencari pendekatan pengelolaan secara kooporatif antara semua pihak

terkait, . Menyusun program pengelolaan berdasarkan data ilmiah yang tersedia

dan kemampuan daya dukung lingkungan,

. Pengakuan hak-hak ulayat dan pranata sosial persekutuan masyarakat

adat tentang pengelolaan terumbu karang, . Memantapkan wewenang daerah dalam pengelolaan terumbu karang

sesuai dengan otonomi daerah, Kebijakan pengelolaan terumbu karang sebagai penjabaran konsep

pengelolaan terumbu karang adalah sebagai berikut : . Mengupayakan pelestarian, perlindungan dan peningkatan kondisi

terumbu karang bagi kepentingan masyarakat pengguna (users),

. Mengembangkan kapasitas dan kapabilitas daerah dalam menyusun

dan implementasi program-program pengelolaan,

. Menyusun rencana tata ruang dan pengelolaan wilayah dalam rangka

menjamin fungsi ekologis terumbu Karang dan pertumbuhan ekonomi

kawasan,

. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar stakeholders mulai dari

perencanan, implementasi, MCS dan penegakan hukum,

19/31

. Memperbanyak kegiatan-kegiatan ekonomi kerakyatan yang sesuai

dengan sosial budaya setempat dan kelestarian terumbu karang untuk

kesejahteraan masyarakat . Mengembangkan IPTEK, penelitian, SIM, pendidikan dan pelatihan

berbasis masyarakat dan internasional,

c. Opsi Pengelolaan Menurut UNESCO (1988) bahwa untuk mempertahankan fungsi dari

ekjosistim terumbu karang, khusus produktivitasnya yang tinggi telah

dicanangkan suatu strategi pengelolaan terumbu karang dan telah

menjadi prioritas dunia yang dikenal dengan : World Conservational

Strategy. Di dalam strategi tersebut disebutkan bahwa ada lima

pendekatan dasar pengelolaan konservasi (Five Basic Approaches To

Conservational Management) yaitu :

1) Zonasi (Zoning) Penentuan untuk semua, atau bagian spesifik dari area yang dikelola,

tujuan khusus penggunan and izin masuk yang meliputi :

. Preservation Zone (Zona Perlindungan), tidak ada akses bagi orang

untuk memasuki area tersebut selain dari pengamatan penelitian yang

diperbolehkan, area diperuntukkan sebagai sumber genetic (genetic pool),

. Scientific Research Zone (Zona Penelitian Ilmiah), di mana manusia

diperbolehkan masuk hanya untuk tujuan penelitian yang diizinkan,

. Wilderness Zone (Zona Taman Laut), di mana izin masuk manusia

dibatasi, tetapi tidak diperbolehkan untuk berburu, menangkap ikan dan

mengumpulkan,

. National Park Zone (Zona Taman Nasional), dengan tingkat manusia

masuk tinggi tetapi tidak untuk berburu, penangkapan dan pengumpulan,

. Recreational Zone (Zona Rekreasi), dengan tingkat manusia masuk

tinggi dan kontrol tingkat pemburuan, penangkapan ikan dan

pengumpulan,

. General Use Zone (Zona Penggunaan Umum), di mana kegiatan

komersil, rekreasi dan mata pencaharian lainnya diperbolehkan dengan

20/31

kemungkinan pengadaan aturan untuk pengendalian jangka panjang atau

melindungi area yang lebih sensitive

2) Penutupan Secara Periodik (Periodic Closure) Hal ini dapat seperti penutupan singkat (short-term closure) selama

sebagian waktu dalam satu tahun misalnya waktu pemijahan dari berbagai

spesies, atau penutupan dalam waktu beberapa tahun untuk membuat

pulih habitat yang rusak oleh manusia atau faktor alam lainnya,

3) Pembatasan Hasil (Yield Constraints) Determinasi tingkat pemanfaatan yang diperbolehkan untuk ikan

produk laut lainnya, hal ini bisa seperti :

. memonitor hasil dan pelarangan penangkapan setelah beberapa

tangkapan telah di dapat atau, . membatasi jumlah individu atau jumlah and kapasitas kapal yang

diperbolehkan menangkap di area yang dimaksud.

4) Pembatasan Peralatan (Equipment Constraints) . Pelarangan bahan peledak, racun and teknik penangkapan dan

panen lainnya yang dapat merusak fisik terumbu karang,

. Penentuan ukuran mata jaring yang memungkinkan ikan-ikan kecil

tumbuh sampai umur siap mijah,

. Pelarangan penggunaan jangkar dengan design tertentu yang

sangat merusak,

5) Pengurangan dampak (Impact Limitations)

. Penentuan batasan bahan pencemar yang diperbolehkan,

. Penentuan jumlah penyelam, reef-walkers, jumlah kapal ukuran kecil

diperbolehkan . Dan lain-lain d. Implementasi Rencana Pengelolaan Implementasi rencana pengelolaan adalah tugas paling kritis dari

pengelolaan. Tanpa implementasi yang efektif dapat menyebabkan

kurangnya perlindungan terhadap sumberdaya perlindungan. Rencana

pengelolaan adalah dokumen yang didalamnya terkandung hak dan

21/31

kewajiban pengguna dan finalti bagi yang tidak mematuhinya. Rencana

didasarkan pada assumsi atau pendugaan bahwa apabila aktivitas

manusia dapat dikendalikan sesuai keinginan, tujuan dari rencana akan

dapat tercapai. Ada lima hal kritis di dalam implementasi rencana dari hari

ke hari sehingga perlu perhatian khusus :

. Pendidikan (Education), bagaimana meyakinkan pengguna dan

stakeholders bahwa apa yang akan dilakukan menurut rencana

pengelolaan adalah untuk kebaikan dan keuntungan mereka, dan hak dan

tanggung jawab mereka. Program pendidikan harus dirancang secara

hati-hati demi menemukan tujuan khusus dan pesan khusus untuk setiap

kelompok atau peserta, sebagai contoh : pesan yang akan disampaikan

kepada masyarakat umum harus berbeda dengan pesan yang akan

disampaikan kepada nelayan, operasional turisme, dan pegawai

pemerintah seperti yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Target grup dan jenis pesan yang disampaikan

Target Group Message

General Public Keadaan lingkungan terumbu karang, Pentingnya melindungi area terumbu

Local Fishermen Keuntungan ekonomi via pengelolaan, Ketentuan khusus rencana pengelolaan yang berkaitan dengan penangkapan ikan

Tourist Operator Aktivitas turisme yang disarankan pada area terumbu, Keuntungan khusus untuk turisme dari rencana pengelolaan, Perlindungan terumbu alami melalui konservasi memberi faedah ke turisme

Other Government Agencies Bagaimana mereka berinteraksi dalam perencanan dan mengisi tanggung jawab mereka

22/31

. Pelatihan (Training), untuk meyakinkan bahwa semua yang terlibat

dalam implementasi mengerti rencana dan telah dilatih untuk

melaksanakan tugas mereka berdasarkan itu. Untuk menjadi lebih efektif,

semua orang yang berhubungan dengan pengelolaan harus mengetahui

apa yang mereka seharusnya kerjakan, dan mengerti mengapa itu

penting dilakukan. Sejumlah program pelatihan khusus harus dirancang

untuk memenuhi tugas dan fungsi dari top management dan pengambil

keputusan, pengawas pengelolaan, staf lapang, tenaga sukarela dan

sebagainya. Topik-topik yang akan diberikan dalam pelatihan mencakup :

sasaran dan tujuan rencana, sumberdaya hayati dan ekosistim area,

karakter sosial-ekonomi area dan pengguna, issu-issu lingkungan di area

pengelolaan, latar belakang budaya dan tradisi penduduk di area, tugas

khusus dan bagaimana menjalankannya, rantai komando, prosedur dalam

kondisi darurat dan lain-lain.

. Pengawasan (Surveillance) Pengawasan harus menghasilkan rekaman dari penggunaan area

pengelolaan dan pelanggaran nyata dari rencana pengelolaan. Rekaman

tersebut dapat digunakan dasar untuk operasi penegakan hukum dan

memungkinkan efektifnya rencana dan implementasinya dapat dianalis

kembali.

. Penegakan hukum (Enforcement) Catatan pelanggaran harus diikuti oleh pendapat dan saran atau

melalui penuntutan untuk menerapkan aspek hukum yang telah ada

dalam rencana dan aturan-aturan.

. Pemantauan (Monitoring) Program pemantauan harus menghitung menurut selang waktu

tertentu kondisi lingkungan pada beberapa lokasi area pengelolaan.

Aspek yang akan dipantau harus dipilih secara teliti untuk menghindari

pengambilan data massif dan berulang. Data yang diambil harus

menjawab apakah tujuan yang dicanangkan dalam rencana pengelolaan

berhasil dengan baik, sebagai contoh seperti disajikan pada Tabel 2.

23/31

Tabel 2. Tujuan pengelolaan dan tipe data pemantauan

Tujuan Pengelolaan Monitor

Mempertahankan keberlanjutan panen ikan (hasil tangkapan)

Hasil tangkapan, usaha penangkapan, populasi ikan, dan rata-rata ukuran ikan pada area terpilih

Mempertahankan atau memulihkan kondisi Karang

Penutupan karang dan keanekaragaman pada area terpilih

. Melihat kembali rencana (Plan Review) Sesuatu rencana direfleksikan oleh pengetahuan dari situasi yang

terjadi pda saat persiapan perencanaan. Implementasi dari rencana

secara teori mempertahankan atau merubah suatu situasi ke situasi yang

diprediksi dan diinginkan oleh perencana. Pengalaman sepertinya

memperlihatkan bahwa walaupun beberapa tujuan dapat tercapai, tetapi

lainnya tidak. Plan review harus mencakup topik-topik sebagai berikut :

. Apakah semua tujuan telah tercapai ?,

. Apakah tujuan-tujuan masih sesuai ?

. Apakah para pengguna mematuhi rencana ?

. Apakah ada indikasi berdasarkan hasil penelitian ilmiah atau

pengalaman pengelolaan, secara lokal atau di mana saja, bahwa

sebagian atau seluruh rencana harus dimodifikasi. Apabila review

mengindikasikan bahwa rencana harus direvisi atau implementasi rencana

baru, maka prosedur perencanaannya harus kembali ke awal proses.

IV. PENUTUP . Potensi sumberdaya ikan di Indonesia cukup tinggi hanya saja

pemanfaatannya tidak merata baik antar kelompok SDI yang berbeda

dalam satu wilayah pengelolaan perikanan, maupun antar kelompok SDI

yang sama dalam wilayah pengelolaan perikanan yang berbeda sehingga

perlu dilakukan upaya-upaya pengelolaan yang sungguh-sungguh sesuai

yang diperintahkan oleh undang-undang nasional dan peraturan-peraturan

internsional,

24/31

. Pengelolaan sumberdaya ikan yang dilakukan hendaknya berdasarkan

azas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan,

keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan,

. Pengelolaan sumber daya ikan dilaksanakan bertujuan : meningkatkan

taraf hidup nelayan kecil/pembudidaya ikan skala kecil; mendorong

perluasan dan kesempatan kerja, mencapai pemanfaatan sumberdaya

ikan secara optimal; meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan

daya saing; meningkatkan ketersediaan dan konsumsi protein hewani, . Pengelolaan sumberdaya ikan dapat menjadi efektif dan efisien apabila

melibatkan users dan stakeholders lainnya di dalam proses perencanaan,

implementasi, monitoring, surveillance dan sebagainya . Model pengelolaan sumberdaya ikan yang akan dilakukan pada suatu

hendaknya mengacu kepada aspek biologi (biological considerations),

aspek fisik (physical considerations), aspek ekonomi (economical

considerations), aspek budaya dan kearifan lokal (cultural considerations),

. Model atau tipe pengelolaan sumberdaya ikan yang dilakukan pada

suatu areal perairan hendaknya selalu dievaluasi, apa berhasil, apa gagal,

apa perlu direvisi, apa perlu diganti, dan harus berdasarkan kajian-kajian ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G., 2005. Merajut Keterpaduan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Timur Indonesia Bagi Pembangunan Kelautan Berkelanjutan. Disajikan pada Seminar Makassar Maritime Meeting, Makassar.

Cacaud, P., 2001. Review of Legal Issues and Preliminary Draft Fisheries Law. FAO-Indonesia Technical Cooperation Programme, Rome-Jakarta.

Carter, R.W., 1988. Coastal Environment : An Introduction to the Physical, Ecological and Cultural Systems of Coastlines. Acad. Press Inc. San Diego, USA.

Djalal, H., 2003. Indonesia dan Perjanjian Perikanan Internasional. Program Kerjasama Teknik FAO-Indonesia, Bantuan Dalam Perundang-Undangan Kelautan, Makassar.

25/31

Djamali, A dan H. Mubarak, 1998. Sumberdaya Ikan Konsumsi Perairan Karang in Potensi dan Penyebaran SDI Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok SDI Laut ,LIPI, Jakarta.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, 2004. Strategi Akselerasi Pengembangan Perikanan Tangkap Dalam Mendukung Gerbang Mina Bahari, Makalah, Makassar.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, 2005. Pemacuan Stok Ikan Dalam Upaya Peningkatan Produksi Perikanan Tangkap, Makalah Seminar, Makassar.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, 2005. Undang-Undang RI nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, 2006. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Dalam Rangka Pengelolaan Perikanan Yang Bertanggung Jawab Sebagai Upaya Penanggulangan Konflik Nelayan. Makalah Seminar, Makassar.

Gillett, R., 2001. Revising Fisheries Legislation in Indonesia : Fisheries Management, FAO-Indonesia Technical Cooperation Programme. Rome-Jakarta.

Martosubroto, P., 2001. Pengelolaan Perikanan : Tinjauan Singkat Dalam Kaitannya Dengan Peraturan Perundangan. Makalah, FAO-DGCF Regional Workshop on Fisheries Legislation, Makassar.

Nikijuluw, V.P.H., 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. P3R, Jakarta.

Poramoy, R.S and M.J. Williams, 1994. Fisheries Co-Management and Small Scale Fisheries : A Policy Brief, ICLARM, Manila

Pratikto, W.A., 2005. Strategi Kebijakan Pengelolaan Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Rangka Otonomi Daerah. Makalah Seminar, Makassar.

Tandipayuk, L.S., 2006. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Terumbu Karang Berkelanjutan di Perairan Pulau-Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Desertasi, Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

Soedharma, D., 2005. Strategi Pengelolaan Ekosistim Terumbu Karang dan Mangrove Untuk Menunjang Kestabilan Ekosistim Bahari di Perairan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Makalah Seminar, Makassar.

Sulthan, M., 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. Desertasi, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

UNESCO, 1986. The Application Of Digital Remote Sensing Techniques in Coral Reefs, Oceanographic and Estuarine Studies. Unesco Report In Marine Sciencis Workshop, Townsville, Australia.

UNESCO, 1988. Coral Reef Management Handbook. Editors : R.A. Kenchington and B.E.T, Hudson, Townsville, Australia

26/31

Lampiran 1. Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di 9 WPP No

KELOMPOK SBD IKAN

WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN Malaka China S Jawa L Flores Banda Seram Pasifik Arafura Hindia

1 Pelagis Besar Potensi JTB Produksi Pemanfaatan

27,7 22,1 36,2 OE

66,1 52,9 35,2 UE

55,0 44,0

137,8 OE

193,6 154,9

85,1 UE

104,1

83,3 29,1 UE

106,5

85,2 37,5 UE

175,3 140,2 153,4

OE

50,9 40,7 34,6 UE

366,2 293,0 188,3

UE 2 Pelagis Kecil

Potensi JTB Produksi Pemanfaatan

147,3 117,8 132.7

OE

621,5 497,2 205,5

UE

340,0 272,0 507,5

OE

605,4 484,4 333,4

UE

132,0 105,6 146,5

OE

379,4 303,6 119,4

UE

364,8 307,8

62,5 UE

468,7 374,9

12,3 UE

526,6 421,3

26,6 UE

3 Ikan Demersal Potensi JTB Produksi Pemanfaatan

82,4 66,9

146,3 OE

334,8 267,8

54,7 UE

375,2 300,2 334,9

OE

87,2 69,8

167,4 OE

9,3 7,6

43,2 OE

88,8 71,1 32,1 UE

54,9 43,9 15,3 UE

202,3 161,9 156,6

FE

135,1 108,1 134,8

OE 4 Udang Peneid

Potensi JTB Produksi Pemanfaatan

11,4 9,1

49,5 OE

10,0 8,0

70,5 OE

11,4 9,1

52,8 OE

4,8 3,8

36,9 OE

- - - -

0,9 0,7 1,1 OE

2,5 2,0 2,2 OE

43,1 34,5 36,7 OE

10,7 8,6

10,2 OE

5 Ikan Karang Potensi JTB Produksi Pemanfaatan

5,0 4,0

21,5 OE

21,6 17,3 7,9 UE

9,5 7,6

45,2 OE

34,1 27,3 24,1

FE

32,1 25,7 6,2 UE

12,5 10,0 4,6 UE

14,5 11,6 2,2 UE

3,1 2,5

22,6 OE

12,9 10,3 19,4 OE

6 Lobster Potensi JTB Produksi Pemanfaatan

0,4 0,3 0,9 OE

0,4 0,3 1,2 OE

0,5 0,4 0,9 OE

0,7 0,5 0,7 OE

0,4 0,3 0,7 OE

0,3 0,2 0,0 UE

0,4 0,3 0,0 UE

0,1 0,1 0,2 OE

1,6 1,3 0,2 UE

7 Cumi-cumi Potensi JTB Produksi Pemanfaatan

1,9 1,5 3,2 OE

2,7 2,2 4,9 OE

5,0 4,0

12,1 OE

3,9 3,1 6,0 OE

0,1

0,08 3,5 OE

7,1 5,7 2,9 UE

0,5 0,4 1,5 OE

3,4 2,7 0,3 UE

3,8 3,0 6,3 OE

Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP (2005) Keterangan : Potensi, JTB dan produksi dalam 103 ton/tahun OE = over eksploited, UE = under exploited, FE = fully exploited

Lampiran 2 . Kegiatan Perencanaan Partisipatif Pengelolaan SDI No Tipe Metoda/Peserta 1. Public

Consultation Meeting (PCM)

1. Pihak pemerintah dan non pemerintah, 2. Model pertemuan lokakarya untuk membahas dan menjaring informasi dan ide, 3. Satu kali selama studi.

2. Focus Group Discussion (FGD) dan SSIS

1. FGD, peserta bervariasi, sebagian besar kelompok non pemerintah, SSIS, individu dari berbagai pihak baik pemerintah maupun non pemerintah,

2.FGD, Diskusi kelompok tidak resmi, SSIS, wawancara semi tersusun yang berkaitan erat dengan topik-topik khusus,

3. FGD akan disesuaikan dengan jumlah kabupaten.

27/31

Lampiran 3. Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

28/31

Lampiran 4. Peta penyebaran sumberdaya udang penaeid di Indonesia

29/31

Lampiran 5. Peta penyebaran udang Karang di Indonesia

30/31

Lampiran 6. Peta penyebaran sumberdaya Karang di Indonesia

31/31

Lampiran 7. Potensi SDI di Selat Makassar dan Laut Flores No Kelompok

Sumberdaya Potensi

(ribu ton) Produksi (ribu ton)

Pemanfaatan(%)

1 Pelagis Besar 193,64 85,10 43,962 Pelagis Kecil 605.44 333,35 55,063 Demersal 87.70 87,20 > 1004 Ikan Karang Konsumsi 34,10 24,15 70,705 Udang Peneaid 4,80 4,80 > 1006 Lobster 0,70 0,65 92,867 Cumi-cumi 3,88 3,88 > 100 TOTAL 929,72 655,45 70,50Sumber : Dirjen Tangkap, DKP, 2005