a.pdf
DESCRIPTION
bTRANSCRIPT
1/31
PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN BERKELANJUTAN DAN BERBASIS MASYARAKAT *)
Oleh
Prof. Dr.Ir. Achmar Mallawa, DEA.**) I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki
potensi sumberdaya ikan yang sangat besar dan memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi, dimana perairan Indonesia memiliki
27,2 % dari seluruh spesies flora dan fauna yang terdapat di dunia yang
meliputi 12,0 % mammalia, 23,8 % amphibia, 31,8 % reptilia, 44,7 % ikan,
40,0 % molluska dan 8,6 % rumput laut.
Potensi sumberdaya ikan meliputi : SDI pelagis besar, SDI pelagis
kecil, sumberdaya udang peneid dan krustasea lainnya, SDI demersal,
sumberdaya moluska dan teripang, sumberdaya cumi-cumi, sumberdaya
benih alam komersial, sumberdaya karang, sumber daya ikan konsumsi
perairan karang, sumberdaya ikan hias, sumberdaya penyu laut,
sumberdaya mammalia laut, dan sumberdaya rumput laut.
Menurut data tahun 2004, kondisi sumberdaya ikan untuk perairan laut
adalah sebagai berikut : potensi lestari (MSY) sebesar 6,4 juta ton/tahun,
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 ton/tahun atau
80 % dari MSY, dan produksi tahunan sebesar 4,7 juta ton atau 73,4 %
dari MSY, sedang untuk perairan umum yang berupa danau, waduk,
sungai dan genangan air lainnya seluas 54 juta ha memiliki potensi
perkiraan 800- 900 ribu ton/tahun, dan produksi tahunan saat ini sebesar
325 ton atau 35 % dari potensi). Untuk memanfaatkan sumberdaya ikan
Indonesia pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan
mencanangkan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan dalam rangka
pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
*) Disajikan pada lokakarya Agenda Penelitian Program COREMAP II Kabupaten Selayar, 9-10 September 2006
**) Staf Pengajar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, UNHAS, Makassar.
2/31
II. KONDISI AKTUAL SUMBERDAYA IKAN
2.1 Jenis Sumberdaya Ikan Konsumsi dan Status Pemanfaatan a. Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Jenis-jenis ikan pelagis besar yang terdapat diperairan Indonesia
antara lain : ikan tuna besar yang meliputi : mandidihang (Thunnus
albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus
alalunga), tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii), tuna ekor panjang
(Thunnus tonggol), jenis ikan pedang/setuhuk yang meliputi : ikan pedang
(Xipias gladius), setuhuk biru (Makaira mazara), setuhuk hitam (Makaira
indica), setuhuk loreng (Teptapturus audax), ikan layaran (Istiophorus
platypterus), jenis tuna kecil meliputi : ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis), dan jenis ikan tongkol yang terdiri atas Euthynnus affinis, Auxis
thazard, dan Auxis rochei, jenis ikan cucut yang meliputi : Sphyrna sp,
Carcharhinus longimanus, C.brachyurus dan lain-lain.
Ikan pelagis besar tersebar dihampir semua wilayah pengelolaan
perikanan di mana tingkat pemanfaatan berbeda-beda antar perairan.
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (2005), bahwa beberapa
wilayah pengelolaan antara lain Selat Malaka, Laut Jawa, Samudera
Pasifik telah mengalami over exploited di lain beberapa wilayah
pengelolaan antara lain Laut China Selatan, Laut Flores, Laut Banda Laut
Seram, Lautan Hindia masih pada tingkatan under exploited (Lampiran 1).
b. Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Sumberdaya ikan pelagis kecil merupakan sumberdaya neritik yang
penyebarannya terutama di perairan dekat pantai, di daerah di mana
terjadi proses penaikan massa air (up welling) dan poorly behaved karena
makanan utamanya adalah plankton sehingga kelimpahannya sangat
tergantung kepada faktor-faktor lingkungan. Sumberdaya ini dapat
membentuk biomassa yang sangat besar sehingga merupakan salah satu
sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Jenis-jenis ikan yang masuk dalam kategori sumberdaya ikan pelagis
antara lain : ikan layang (Decapterus spp), teri (Stelopohorus spp), lemuru
3/31
(Sardinella sardinella.), tembang (Sardinella longiceps), kembung
(Rastrelliger spp), ikan terbang (Cypsilurus spp) dan lain-lain.
Penyebaran ikan pelagis kecil meliputi seluruh wilayah perairan
Indonesia, namun dominansi ikan pelagis tertentu pada perairan tertentu
dapat terjadi. Data statistik menunjukkan bahwa hasil tangkapan di
perairan Samudera Hindia didominasi ikan layang, sebaliknya di perairan
Sumatera Barat dan Teluk hasil tangkapan didominasi ikan teri. Wilayah-wilayah pengelolaan yang status pengusahaannya sudah
mengalami lebih tangkap (over exploited, > 100 % dari MSY) adalah Laut
Jawa, Selat Malaka dan Laut Banda. Enam wilayah-wilayah lainnya
masih rendah (< 50 %) kecuali Selat Makassar.
c. Sumberdaya Ikan Demersal Sumberdaya ikan demersal Indonesia terdiri dari banyak jenis dan
menyebar hampir diseluruh wilayah pengelolaan, namun produktiviktas
berbeda menurut perairan. Di laut Jawa (Badrudin dkk. 1998) misalnya
terdapat kurang lebih 100 jenis ikan demersal ekonomis penting yang
termasuk kedalam 20 famili. Jenis-jenis ikan tersebut antara lain : kakap
merah/bambangan (Lutjanidae), manyung (Ariidae), gerot-gerot
(Pomadasyidae), kurisi (Nemipteridae), beloso (Synodontidae), kuniran
(Mullidae), layur (Trichiuridae), pepetek ( Leiognathidae), dan bawal putih
(Stromateidae). Dari 9 wilayah pengelolaan sumberdaya ikan demersal, 5
wilayah pengelolaan telah mengalami kelebihan tangkap (over exploited)
yaitu Selat Malaka, Laut Jawa, Laut Flores, Laut Banda, dan Samudera
Hindia, 3 wilayah pengelolaan masih tangkapan rendah (under exploited)
yaitu Laut China Selatan, Laut Seram dan Samudera Pasifik, dan satu
wilayah tangkap penuh (fully exploited) yaitu Laut Arafuru. d. Sumberdaya Udang Peneid dan Jenis Krustasea Lainnya Sumberdaya udang dan krustasea lainnya merupakan komoditas
ekspor sektor perikanan. Karena udang dan krustase lainnya merupakan
jenis-jenis sasaran (target species) yang cukup penting usaha
penangkapan di laut, maka pemanfaatannya di daerah padat nelayan
umumnya sudah tinggi atau lebih tangkap (over exploited).
4/31
Jenis udang peneid dan krustasea lainnya yang banyak diekploitasi
di Indonesia antara lain : udang peneid (50 jenis) yaitu : udang putih
(Penaeus merguiensis), udang jerbung (P. indicus), udang windu (P.
monodon), udang bago (P. semisulcatus), udang dogol (Metapenaeus
monoceros), udang api-api (M. eboracencis) dan lain-lain; jenis udang
karang (5 jenis) yaitu : udang Kendal (Panulirus versicolor), udang
pasir/pantung (P.homarus), udang jaka/batu (P.penicillatus), udang
cemara/mutiara (P. ornatus), udang jarak (P. polyphagus), udang bunga
(P.longiceps) dan lainnya; kepiting bakau yaitu : Scylla serrata, S. oceania,
S.transqueberica; jenis rajungan yaitu : Portunus pelagicus, P.hastatoides,
P.trilobatus, P. tenuipes, P. gracilimanus, P. sanguinolentus dan lainnya.
Untuk udang peneid, semua perairan di 9 wilayah pengelolaan sudah
mengalami lebih tangkap (over exploited), kecuali laut Banda yang tidak
ada datanya, sedang untuk udang karang (lobster), ada 5 wilayah
pengelolaan yang telah lebih tangkap yaitu : Selat Malaka, Laut China
Selatan, Laut Jawa, Laut Flores dan Laut Arafura dan 4 wilayah
pengelolaan yang under exploited yaitu : Laut Banda, Laut Seram,
Samudera Pasifik, dan Samudera Hindia, sedang untuk kepiting bakau
dan kepiting rajungan belum data secara nasional atau perwilayah
pengelolaan namun dari beberapa penelitian lokal memperlihat bahwa
kedua sumberdaya tersebut telah mengalami kelebihan tangkap (over
exploited).
Penyebaran udang peneid dan udang Karang di Indonesia disajikan
pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. e. Sumberdaya Ikan Karang Konsumsi Sumberdaya ikan karang konsumsi termasuk komoditas perikanan
yang banyak diminta baik oleh pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Karena permintaannya yang terus meningkat dan harganya yang cukup
tinggi mendorong nelayan untuk melakukan penangkapan dengan cara
legal maupun illegal yang mengakibatkan kualitas dan kuantitas
sumberdaya tersebut terus menurun. Jenis ikan karang konsumsi yang
banyak dieksplotasi antara lain famili Caesiodidae meliputi : ikan ekor
5/31
kuning (Caesio erytrogaster), pisang-pisang (C. chrysozomus); famili
Labridae yaitu ikan napoleon (Cheillinus undulatus), famili Serranidae
meliputi : kerapu (Epinephelus tauvina, E.malabaricus, E.microdon,
E.fuscoguttatus ), sunu (Plectropomus leopardus), kerapu tikus
(P.altivelis), famili Lutjanidae meliputi : Kakap (Lutjanus kasmira,
L.altifrontalis, L.johni, L.bigutatus, L.fulviflama, L.decussates, L.
argentimaculatus), famili Lethrinidae meliputi : lencam (Lethtrinus lentjam
dan L.harax) dan famili Siganidae meliputi : baronang (Siganus javus,
S.virgatus, S.canaliculatus). Dari 9 wilayah pengelolaan, 4 wilayah telah
mengalami kelebihan tangkap yaitu perairan Selat Malaka, Laut Jawa,
Laut Arafura, dan Samudera Hindia, satu wilayah eksplotasi penuh (fully
exploited) yaitu Laut Flores dan 4 wilayah kurang tangkap (under
exploited) yaitu perairan Laut China Selatan, Laut Banda, Laut Seram dan
Samudera Pasifik.
f. Sumberdaya Cumi-Cumi Cumi-cumi secara taxonomi termasuk ke dalam Chepalopoda, adalah
salah satu sumber daya non ikan yang cukup penting dalam perikanan
Indonesia. Cumi-cumi tercatat dapat ditangkap di seluruh perairan
Indonesia mulai dari Paparan Sunda, Selat Makassar, Laut Flores, Laut
Sulawesi, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda dan Laut Arafura. Jenis
cumi-cumi yang banyak tertangkap adalah Loligo edulis, jenis lain yang
juga terdapat di perairan Indonesia antara lain : L. sinensis, L. duvaucelii,
L. singhalensis, L. ujii, Sepiteuthis lessoniana, dan Nototodarus
philippinensis. Potensi cumi-cumi di Indonesia diperkirakan 28.255
ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan sekitar 75 % MSY.
Walaupun tingkat pemanfaatan rata-rata masih di bawah MSY, tetapi 8
wilayah pengelolaan yang telah mengalami kelebihan tangkap dan hanya
2 wilayah pengelolaan yang kurang tangkap yaitu Laut Seram dan Laut
Arafura.
6/31
2.2 Sumberdaya Ikan Non Konsumsi a. Sumberdaya Ikan Hias Perairan pantai tropis merupakan tempat yang baik untuk
pertumbuhan karang, dan karang merupakan tempat hidup bagi sebagian
besar ikan hias laut. Kvalvagnaes (dalam Djamali, 1998) memperkirakan
bahwa perairan Indonesia merupakan daerah terkaya akan jenis-jenis ikan
hias lautnya dibandingkan dengan beberapa negara penghasil ikan hias
lainnya, di mana Indonesia memiliki lebih kurang 253 jenis ikan hias laut.
Menurut hasil pengamatan di beberapa perairan di Indonesia, ikan hias
laut Indonesia di dominasi oleh 4 famili yaitu , famili Pomacanthidae
meliputi : enjiel ungu (Centropyge argi), enjiel BK (C.bicolor), enjiel hitam
(C.melas), enjiel abu-abu (Curoliki sp) dan lain-lain, famili Labridae
meliputi : bajing laut (Bodianus bilunulatus), anjing laut (Bodianus sp),
keling daun ( Cheilio enermis), keling mutiara (Coris sp) dan lainnya, famili
Acanthuridae meliputi : butana kuning (Acanthurus caeruleus), butana
kasur (A.lineatus) dan lainnya, famili Chaetodontidae meliputi : Kepe-kepe
gajah (Chaetodon lunula), kepe-kepe bulan (C.unimaculatus), kepe-kepe
pyramid (Hemithaurichthyes polylepis) dan lainnya, famili Scorpaenidae
meliputi : skorpio kembang (Dendrochirus zebra), skorpio gajah
(Nemapterois blocellata), skorpio biting (Pterois antenata), skorpio radiata
(P.radiata) dan sebagainya. Potensi ikan hias di Indonesia diperkirakan
1,5 milyar ekor yang tersebar dalam 9 wilayah pengelolaan di mana 5
wilayah pengelolaan memiliki potensi lebih besar dari 200 juta ekor yaitu
L. Flores, Teluk Tomini dan Laut Halmahera dan Laut Banda.
b. Sumberdaya Benih Alam Komersial Sumberdaya benih alam memegang peranan penting pada kegiatan
Budidaya di Indonesia khususnya budidaya laut, di mana kelangsungan
usahanya tergantung dari pasokan benih alam . Habitat dan sebaran
benih ikan alami tergantung pada sebaran induk. Jenis-jenis benih alami
yang banyak dijumpai antara lain, ikan sidat dari marga Anguilla meliputi :
Anguilla ancentralis, A. celebensis, A. borneonsis, dan A.mossambica;
ikan kakap putih, ikan kerapu, ikan bandeng dan ikan baronang. Belum
7/31
ada data yang akurat mengenai potensi dan status pemanfaatan benih
alam, namun penyebaran benih alami dan induk udang disajikan pada
Lampiran 3. 2.3 Sumberdaya Karang Indonesia Sumberdaya karang memiliki nilai dan arti yang penting dari segi
ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu sumberdaya karang banyak
memberi manfaat bagi organisme laut, yaitu sebagai tempat tinggal
sementara atau tetap (temporary or permanent home stay), tempat
mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground),
tempat berlindung bagi hewan laut dan sebagainya; tempat
berlangsungnya siklus biologi, kimiawi dan fisik secara cepat sehingga
produktivitasnya tinggi dan berbagai fungsi lainnya. Terumbu karang
dicirikan oleh saling ketergantungan dari tumbuhan dan hewan, dan
perputaran yang cepat dan efisien nutrien. Menurut Djamali dkk (1998),
bahwa terumbu karang di perairan Indonesia terdiri dari 12 suku , 52
marga dengan jumlah jenis yang sangat banyak. Sebaran karang di
Indonesia lebih banyak terdapat di sekitar pulau Sulawesi, Laut Flores dan
Laut Banda. Selain itu terdapat pula di Kepulauan Seribu, bagian barat
Sumatera sampai kepulau Weh, Kepulauan Riau, Pulau Bangka dan
Belitung, Kepulauan Karimunjawa, Teluk Lampung, Bali, Lombok, NTT,
Biak, Teluk Cenrawasih serta Kepulauan Maluku (Lampiran 5) Menurut Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut
(1998), potensi sumberdaya Karang di Indonesia mengalami penurunan
yang nyata dari tahun ketahun.
Djamali dkk ( 1998) menjelaskan bahwa dari total 6.800 km2 luas
terumbu karang di Indonesia kondisi terumbu karang menurut
perairannya bervariasi, yaitu terumbu karang kondisi baik (0,00 – 14,29
%), baik (14,81–48,28%), sedang (13,33- 60,00 %), dan buruk/jelek (13,79
– 60,00 %). Selanjutnya dikatakan bahwa terumbu karang di perairan
Selat Makassar dan Laut Flores seluas 1.078 km2 memiliki kondisi
sebagai berikut : kondisi sangat baik (14,28 %), baik (20,00 %), sedang
8/31
(24,29 %) dan buruk/jelek (41,60 %). Tandipayuk (2006) berdasarkan
penelitian karang di perairan Pulau-pulau Sembilan Kabupaten Sinjai
menjelaskan bahwa terumbu karang di daerah ini didominasi oleh karang
mati dengan tingkat penutupan rata-rata 49,59 % (20,00-70,00 %).
2.4 Potensi Sumberdaya Ikan di Selat Makassar dan Laut Flores (WWP IV) Potensi sumberdaya ikan di perairan Selat Makassar dan Laut Flores
cukup tinggi dan didominasi oleh potensi ikan pelagis kecil yaitu sekitar
65,12 % dari perkiraan potensi yang ada (Lampiran 6).
III. PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN 3.1 Pengertian Pengelolaan Perikanan/SDI Pengelolaan sumberdaya ikan merupakan suatu aspek yang sangat
menonjol disektor perikanan dan ketidak mampuan dalam pengelolaan
sumberdaya ikan/sumberdaya perikanan dapat berakibat menurunnya
pendapatan sector perikanan yang berasal dari sumber yang ada.
Mengingat pengelolaan sumberdaya ikan mempunyai cakupan yang luas
dan pengalaman kita dalam bidang pengelolaan juga masih terbatas,
maka diperlukan suatu kesamaan dalam mengartikan istilah pengelolaan
perikanan/sumberdaya ikan itu sendiri. Kata “pengelolaan” yang kita
pakai adalah terjemahan dari kata “management” yang dalam ilmu
administrasi dijelaskan bahwa unsur pokok dari managemen adalah
meliputi P.O.A.C (Planning. Organizing, Actuating, Controlling). Unsur
inipun ada dalam “fisheries managemen” namun lebih luas dan
prosesnya sendiri cukup panjang. Dalam Guideline no.4 CCRF
pengelolaan perikanan didefinisikan sebagai berikut : Pengelolaan
Perikanan adalah suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan
informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan,
alokasi sumber dan implementasinya (dengan enforcement bila
diperlukan), dalam upaya menjamin kelangsungan produktivitas serta
pencapaian tujuan pengelolaan.
9/31
Dalam pengelolaan SDI diperlukan adanya beberapa batasan yang
perlu mendapat perhatian antara lain : (1) besaran daerah pengelolaan,
(2) siapa pengelolanya dan (3) bagaimana cara pengelolaannya.
3.2 Pengelolaan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat
Pengertian pengelolaan SDI berkelanjutan adalah pengelolaan yang
mengarah kepada bagaimana SDI yang ada saat ini mampu memenuhi
kebutuhan sekarang dan kebutuhan generasi yang akan datang, di mana
aspek keberlanjutan harus meliputi aspek ekologi, sosial-ekonomi,
masyarakat dan institusi.
Pengelolaan SDI berkelanjutan tidak melarang aktifitas penangkapan
yang bersifat ekonomi/komersial, tetapi menganjurkan dengan
persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung
(carrying capacity) lingkungan perairan atau kemampuan pulih SDI (MSY),
sehingga generasi mendatang tetap memiliki asset sumberdaya alam
(SDI) yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini. Bengen (2005)
mengatakan bahwa suatu pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila
kegiatan tersebut dapat mencapai tiga tujuan pembangunan berkelanjutan
yaitu berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Berkelanjutan
secara ekologi mengandung arti, bahwa kegiatan pengelolaan SDI
dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistim, memelihara
daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya ikan termasuk
keaneka ragaman hayati (biodiversity), sehingga pemanfaatan SDI dapat
berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa
kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan
hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat,
pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan
kelembagaan
Sedang keberlanjutan secara ekonomi berarti bahwa kegiatan
pengelolaan SDI harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi,
pemeliharaan kapital, dan penggunaan SDI serta investasi secara efisien.
10/31
Keterlibatan pengguna (users) dalam pengelolaan sumberdaya ikan
adalah hal yang sangat penting di mana dari pengalaman di beberapa
tempat bahwa tidak ada program pengelolaan yang sukses tanpa
melibatkan pengguna. Pengguna harus mengambil bagian pada semua
fase pengembangan rencana pengelolaan dan implementasi program
pengelolaan. Keterlibatan pemakai (users) dan orang-orang berpotensi
memakainya (potential users) dan lainnya yanmg mempunyai pengaruh
besar dalam implementasi rencana pengelolaan harus secara
konfrehensif, tidak hanya dengan pemasukan ide melalui pertemuan
terbatas tetapi dengan kontak yang intensif di mana berbagai tingkatan
proses perencanaan dan kebijakan yang diambil tergantung kepada
keterlibatan stakeholders yang meliputi : penentuan tujuan (setting of
goals), survei sumberdaya (surveying resources), pendugaan pemakaian
sumberdaya (assessing resource use), review pra rencana alternatif
(reviewing pre-plan alternatives), review draft rencana (reviewing of the
draft plan), implementasi rencana (plan implementation), revisi rencana
yang akan ditetapkan (revision of an enacted plan). Keterlibatan
stakeholders dapat ditempuh melalui proses PRA (participatory research
approach) sebagai berikut : Di dalam investigasi penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya
ikan akan dilakukan Pendekatan Partisipatif (Participatory Research
Approach) yaitu hasil yang didapatkan sebelum difinalkan akan
disosialisasikan dan partisipasi masyarakat untuk mendengar dan
membahas dengan seluruh pihak terkait (Stakeholders). Kegiatan
partisipasi masyarakat meliputi: (a) pertemuan konsultasi dengan
masyarakat (Public Consultation Meeting, PCM), (b) pembahasan antar
kelompok (Focus Group Discussion, FGD), dan (c) Survei wawancara
semi tersusun (SSIS). Juga perlu dilakukan pembahasan-pembahasan di tingkat pengambil
keputusan daerah terhadap konsepsi, strategi dan skenario bagi
penyusunan rencana pengelolaan SDI. Kegiatan Perencanaan Partisipatif
Pengelolaan SDI untuk menghasilkan model rencana pengelolaan
11/31
berbasis masyarakat (community based management) seperti disajikan
pada Lampiran 1. Nikijuluw (1994) menjelaskan bahwa pengelolaan berbasis
masyarakat (Community Based Management, CBM) merupakan salah
satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam sperti ekosistim terumbu
Karang, sumberdaya perikanan, yang meletakkan pengetahuan dan dan
kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya,
sementara Carter (1996) mendefinisikannya Community-Based Resource
Management sebagai : “A strategy for achieving a people-centered
development where the focus of decision making regard to the sustainable
use of natural resources in area lies with the people in the communities of
that area” (Suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat
pada manusia, di mana pengambilan keputusan tentang keberlanjutan
sumberdaya dalam pemanfaatannya di daerah tersebut berada ditangan
masyarakat). Model penngelolaan yang berbasis masyarakat memberikan
beberapa keuntungan namun juga memiliki beberapa kelemahan
(Bengen, 2005)
Keuntungan CBM sumberdaya perikanan/SDI :
• mampu mendorong pemerataan (equity) dalam pengelolaan SDI,
• mampu merefleksikan kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik,
• mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat
yang ada,
• mampu meningkatkan efisiensi secara ekologis dan ekonomis,
• responsive dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan
lokal,
• masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola sumberdaya secara
berkelanjutan,
Kelemahan CBM sumberdaya perikanan/SDI :
• hanya dapat diterapkan dengan baik pada masyarakat yang kondisi
strukturnya masih sederhana dengan skala dan wilayah kegiatan yang
tidak luas
12/31
• tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
lingkungan,
• terjadinya kesukaran dalam implementasi karena kurang mendapat
dukungan,
• hanya efektif pada kawasan pengelolaan yang batas geografisnya jelas
dan terbatas,
• rentan terhadap intervensi luar atau peledakan permintaan SDI dan
jasa lingkungan.
Model CBM sumberdaya ikan dapat dikembangkan menuju Model Ko-
Management (Co-Management) untuk menutupi kelemahan seperti yang
diuraikan di atas dengan menambahkan beberapa prasyarat sebagai
berikut :
• masyarakat harus diberi hak dan kewajiban secara jelas (tipe SDP
yang akan dikelola, wilayah, waktu dan cara pengelolaan),
• dalam implementasi pengelolaan, hukum adat dan hukum ulayat serta
kebiasaan lokal tidak boleh dikesampingkan dan kalau perlu
diintergrasikan dalam rencana,
• perlu mempertimbangkan kecenderungan masa lalu, saat sekarang,
dan yang akan datang dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDI oleh
masyarakat,
• rencana strategi pengelolaan harus mencerminkan kebutuhan nyata
masyarakat,
3.2 Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Indonesia a. Landasan Hukum Pengelolaan SDI
Undang-undang dan peraturan peraturan yang menjadi landasan
hukum dalam melakukan pengelolaan sumberdaya ikan antara lain :
. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pasal 33
yang menyatakan bahwa tanah, air dan kekayaan yang terkandung
didalamnya digunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat,
13/31
. Konvensi Hukum Laut (United Nation Convention of Law of the Sea,
UNCLOS) tahun 1982 pasal 61 yaitu negara pantai berkewajiban
diantaranya : memastikan tidak terjadi eksploitasi yang berlebihan
terhadap sumberdaya perikanan; menjamin MSY; menjaga agar jangan
terjadi akibat negatif dari cara penangkapan tertentu terhadap jenis- jenis
kehidupan laut lainnya, dan sebagainya.
. United Nation Fish Stock Agreement oleh FAO tahun 1995 yang
mengamanahkan negara pantai dan negara penangkap ikan jarak jauh di
laut lepas (Distant Water Fishing State, DWFS) wajib : menerapkan
pendekatan kehati-hatian; mempelajari akibat dari penangkapan ikan;
menggunakan upaya-upaya konservasi dan managemen; melindungi
kategori stok target; melindungi keanekaragaman organisme; menghindari
penangkapan ikan dan kapasitas penangkapan ikan yang berlebih;
memperhatikan kepentingan nelayan kecil; melaksanakan upaya
konservasi dan managemen melalui observasi, kontrol dan pemantauan
yang efektif, dan lain-lain.
. Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) oleh FAO tahun
1995 tentang pengelolaan perikanan bertanggung jawab mengamanahkan
antara lain : negara pengguna SDI harus menjaga SDI dan
lingkungannya, hak menangkap ikan harus disertai dengan kewajiban
menangkap dengan cara yang bertanggung jawab; negara harus
mencegah terjadinya penangkapan yang berlebih; kebijakan pengelolaan
SDI harus berdasarkan bukti ilmiah ternaik yang tersedia; pelaksanaan
pengelolaan SDI harus menerapkan pendekatan kehati-hatian
(precautionary approach); pengembangan dan penerapan alat
penangkapan ikan yang selektif dan ramah lingkungan; perlu dilakukan
perlindungan terhadap habitat perikanan yang kritis; negara harus
menjamin terlaksananya pengawasan dan kepatuhan dalam pelaksanaan
pengelolaan.
. Undang-Undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan antara lain
: (1) Bab I psl 1 ayat 7 : pengelolaan perikanan adalah semua upaya,
termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,
14/31
perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya
ikan, dan inplementasi serta penegakan hukum dari peraturan per
undang-undangan di bidang perikanan yang dilakukan oleh pemerintah
atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan
produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati
; (2) Bab IV pasal 6 ayat 1 menyatakan, pengelolaan perikanan dalam
wilayah pengelolaan perikanan RI dilakukan untuk tercapainya manfaat
yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumberdaya
ikan, ayat 2 bahwa pengelolaan perikanan untuk kepentingan
penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan
hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta
masyarakat.
. Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah, “hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
dan antara pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya dalam
hal pemanfaatan sumberdaya alam, dan sumberdaya lainnya
dilaksanakan secara adil dan selaras. b. Tujuan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tujuan dari pengelolaan SDI di Indonesia sesuai dengan tujuan
pengelolaan perikanan yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 31
Tahun 2004 tentang perikanan bahwa pengelolaan perikanan dilakukan
berdasarkan azas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan,
keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.
Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan :
• meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan skala
kecil,
• meningkatkan penerimaan dan devisa negara,
• mendorong perluasan dan kesempatan kerja,
• meningkat ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan,
• mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan,
• meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing,
15/31
• meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan
ikan,
• mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan,
dan lingkungan sumberdaya ikan secara optimal dan,
• menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan,
dan tata ruang.
c. Wilayah Pengelolaan Sumberdaya Ikan Wilayah pengelolaan perikanan/SDI Republik Indonesia tertuang UU
no.31 tahun 2004 tentang perikanan Bab III pasal 5 meliputi : (1) perairan
Indonesia (territory waters), (2) ZEEI (Zona Ekonomi Esklusif Indonesia),
(3) perairan pedalaman (inland waters) meliputi sungai, danau, waduk,
rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan di wilayah RI.
Pengelolaan SDI di luar wilayah pengelolaan perikanan RI seperti
yang dimaksud di atas diselenggarakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan, persyaratan, dan/atau standar internasional yang
diterima secara umum.
Dalam rangka pengelolaan SDI, perairan Indonesia dibagi menjadi 9
Wlayah Pengelolaan Perikanan (WWP) yaitu :
(1) Selat Malaka,
(2) Laut China Selatan (Laut Natuna dan Selat Karimata),
(3) Laut Jawa,
(4) Selat Makassar dan Laut Flores,
(5) Laut Banda,
(6) Laut Arafura,
(7) Laut Seram dan Teluk Tomini,
(8) Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik,
(9) Samudera Hindia Pembagian wilayah pengelolaan perikanan dan wilayahnya disajikan di Lampiran 2.
16/31
d. Kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan Pengelolaan sumberdaya ikan di dalam wilayah pengelolaan
perikanan RI dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan
berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Selain itu
pengelolaan perikanan yang berhubungan dengan penangkapan ikan
harus mempertimbangkan hukum adat/dan atau kearifan lokal serta
memperhatikan peran serta masyarakat.
Untuk melakukan pengelolaan sumberdaya ikan secara baik dan
benar maka perlu dilakukan langkah-langkah sesuai Bab III pasal 7 UU
nomor 32 tahun 2004 sebagai berikut :
• penyusunan rencana pengelolaan sumber daya ikan, komponen
penting dari rencana pengelolaan SDI antara lain : jurisdiksi, tujuan
pengelolaan, status sumberdaya ikan dan perikanannya, riset dan
kajian stok, MCS, konsultasi stakeholders dll,
• penentuan potensi dan alokasi sumberdaya ikan,
• penentuan dan pengaturan jumlah tangkapan yang diperbolehkan,
• penentuan jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan,
• penentuan jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu
penangkapan ikan,
• penentuan daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan,
• penetapan persyaratan atau standar prosedur operasional
penangkapan ikan,
• penetapan sistim pemantauan kapal perikanan,
• penentuan jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta
penangkapan ikan berbasis budidaya,
• pencegahan pencemaran dan kerusakan sumberdaya ikan serta
lingkungannya,
• rehabilitasi dan peningkatan sumberdaya ikan serta lingkungannya, • penentuan ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh
ditangkap,
• penentuan suaka perikanan,
17/31
• penentuan jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan,
dimasukkan dan dikeluarkan ke dan dari wilayah RI, dan
• penentuan jenis-jenis ikan yang dilindungi.
3.3 Pengelolaan Terumbu Karang Secara Terpadu dan Berkelanjutan. a. Visi dan Tujuan Pengelelolaan Visi pengelolaan terumbu Karang yaitu : terumbu karang merupakan
sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana,
terpadu dan berkelanjutan dengan memelihara daya dukung dan kualitas
lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dan stakeholders guna
memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat dan pengguna
(users) secara berkelanjutan (sustainable). Untuk mewujudkan visi tersebut maka ada empat tujuan pokok
pengelolaan terumbu karang yaitu :
• Tujuan Sosial, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat dan
stakeholders mengenai pentingnya pengelolaan terumbu karang
secara terpadu dan berkelanjutan,
• Tujuan Konservasi Ekologi, yaitu melindungi dan memelihara ekosistim
terumbu karang untuk menjamin pemanfaatan secara optimal dan
berkelanjutan,
• Tujuan Ekonomi, yaitu meningkatkan pemanfaatan ekosistim terumbu
karang secara efisien dan berkelanjutan dan untuk memperbaiki
kesejahteraan masyarakat dan stakeholders, serta pembangunan
ekonomi,
• Tujuan Kelembagaan, yaitu menciptakan sistim dan mekanisme
kelembagaan yang professional, efektif dan efisien dalam
merencanakan dan mengelola terumbu karang secara terpadu dan
optimal.
18/31
b. Prinsip-Prinsip dan Kebijakan Pengelolaan
Pengelolaan terumbu karang disusun berdasarkan prinsip-prinsip
meliputi :
. Keseimbangan antara intensitas dan variasi pemanfaatan terumbu
karang,
. Pertimbangan pengelolaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal
dan ekonomi nasional
. Mengandalkan pelaksanaan peraturan formal dan non formal untuk
mencapai tujuan pengelolaan dan pemanfaatan terumbu karang secara
optimal, . Menciptakan insentif bagi pengelolaan yang berkeadilan dan
berkesinambungan,
. Mencari pendekatan pengelolaan secara kooporatif antara semua pihak
terkait, . Menyusun program pengelolaan berdasarkan data ilmiah yang tersedia
dan kemampuan daya dukung lingkungan,
. Pengakuan hak-hak ulayat dan pranata sosial persekutuan masyarakat
adat tentang pengelolaan terumbu karang, . Memantapkan wewenang daerah dalam pengelolaan terumbu karang
sesuai dengan otonomi daerah, Kebijakan pengelolaan terumbu karang sebagai penjabaran konsep
pengelolaan terumbu karang adalah sebagai berikut : . Mengupayakan pelestarian, perlindungan dan peningkatan kondisi
terumbu karang bagi kepentingan masyarakat pengguna (users),
. Mengembangkan kapasitas dan kapabilitas daerah dalam menyusun
dan implementasi program-program pengelolaan,
. Menyusun rencana tata ruang dan pengelolaan wilayah dalam rangka
menjamin fungsi ekologis terumbu Karang dan pertumbuhan ekonomi
kawasan,
. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar stakeholders mulai dari
perencanan, implementasi, MCS dan penegakan hukum,
19/31
. Memperbanyak kegiatan-kegiatan ekonomi kerakyatan yang sesuai
dengan sosial budaya setempat dan kelestarian terumbu karang untuk
kesejahteraan masyarakat . Mengembangkan IPTEK, penelitian, SIM, pendidikan dan pelatihan
berbasis masyarakat dan internasional,
c. Opsi Pengelolaan Menurut UNESCO (1988) bahwa untuk mempertahankan fungsi dari
ekjosistim terumbu karang, khusus produktivitasnya yang tinggi telah
dicanangkan suatu strategi pengelolaan terumbu karang dan telah
menjadi prioritas dunia yang dikenal dengan : World Conservational
Strategy. Di dalam strategi tersebut disebutkan bahwa ada lima
pendekatan dasar pengelolaan konservasi (Five Basic Approaches To
Conservational Management) yaitu :
1) Zonasi (Zoning) Penentuan untuk semua, atau bagian spesifik dari area yang dikelola,
tujuan khusus penggunan and izin masuk yang meliputi :
. Preservation Zone (Zona Perlindungan), tidak ada akses bagi orang
untuk memasuki area tersebut selain dari pengamatan penelitian yang
diperbolehkan, area diperuntukkan sebagai sumber genetic (genetic pool),
. Scientific Research Zone (Zona Penelitian Ilmiah), di mana manusia
diperbolehkan masuk hanya untuk tujuan penelitian yang diizinkan,
. Wilderness Zone (Zona Taman Laut), di mana izin masuk manusia
dibatasi, tetapi tidak diperbolehkan untuk berburu, menangkap ikan dan
mengumpulkan,
. National Park Zone (Zona Taman Nasional), dengan tingkat manusia
masuk tinggi tetapi tidak untuk berburu, penangkapan dan pengumpulan,
. Recreational Zone (Zona Rekreasi), dengan tingkat manusia masuk
tinggi dan kontrol tingkat pemburuan, penangkapan ikan dan
pengumpulan,
. General Use Zone (Zona Penggunaan Umum), di mana kegiatan
komersil, rekreasi dan mata pencaharian lainnya diperbolehkan dengan
20/31
kemungkinan pengadaan aturan untuk pengendalian jangka panjang atau
melindungi area yang lebih sensitive
2) Penutupan Secara Periodik (Periodic Closure) Hal ini dapat seperti penutupan singkat (short-term closure) selama
sebagian waktu dalam satu tahun misalnya waktu pemijahan dari berbagai
spesies, atau penutupan dalam waktu beberapa tahun untuk membuat
pulih habitat yang rusak oleh manusia atau faktor alam lainnya,
3) Pembatasan Hasil (Yield Constraints) Determinasi tingkat pemanfaatan yang diperbolehkan untuk ikan
produk laut lainnya, hal ini bisa seperti :
. memonitor hasil dan pelarangan penangkapan setelah beberapa
tangkapan telah di dapat atau, . membatasi jumlah individu atau jumlah and kapasitas kapal yang
diperbolehkan menangkap di area yang dimaksud.
4) Pembatasan Peralatan (Equipment Constraints) . Pelarangan bahan peledak, racun and teknik penangkapan dan
panen lainnya yang dapat merusak fisik terumbu karang,
. Penentuan ukuran mata jaring yang memungkinkan ikan-ikan kecil
tumbuh sampai umur siap mijah,
. Pelarangan penggunaan jangkar dengan design tertentu yang
sangat merusak,
5) Pengurangan dampak (Impact Limitations)
. Penentuan batasan bahan pencemar yang diperbolehkan,
. Penentuan jumlah penyelam, reef-walkers, jumlah kapal ukuran kecil
diperbolehkan . Dan lain-lain d. Implementasi Rencana Pengelolaan Implementasi rencana pengelolaan adalah tugas paling kritis dari
pengelolaan. Tanpa implementasi yang efektif dapat menyebabkan
kurangnya perlindungan terhadap sumberdaya perlindungan. Rencana
pengelolaan adalah dokumen yang didalamnya terkandung hak dan
21/31
kewajiban pengguna dan finalti bagi yang tidak mematuhinya. Rencana
didasarkan pada assumsi atau pendugaan bahwa apabila aktivitas
manusia dapat dikendalikan sesuai keinginan, tujuan dari rencana akan
dapat tercapai. Ada lima hal kritis di dalam implementasi rencana dari hari
ke hari sehingga perlu perhatian khusus :
. Pendidikan (Education), bagaimana meyakinkan pengguna dan
stakeholders bahwa apa yang akan dilakukan menurut rencana
pengelolaan adalah untuk kebaikan dan keuntungan mereka, dan hak dan
tanggung jawab mereka. Program pendidikan harus dirancang secara
hati-hati demi menemukan tujuan khusus dan pesan khusus untuk setiap
kelompok atau peserta, sebagai contoh : pesan yang akan disampaikan
kepada masyarakat umum harus berbeda dengan pesan yang akan
disampaikan kepada nelayan, operasional turisme, dan pegawai
pemerintah seperti yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Target grup dan jenis pesan yang disampaikan
Target Group Message
General Public Keadaan lingkungan terumbu karang, Pentingnya melindungi area terumbu
Local Fishermen Keuntungan ekonomi via pengelolaan, Ketentuan khusus rencana pengelolaan yang berkaitan dengan penangkapan ikan
Tourist Operator Aktivitas turisme yang disarankan pada area terumbu, Keuntungan khusus untuk turisme dari rencana pengelolaan, Perlindungan terumbu alami melalui konservasi memberi faedah ke turisme
Other Government Agencies Bagaimana mereka berinteraksi dalam perencanan dan mengisi tanggung jawab mereka
22/31
. Pelatihan (Training), untuk meyakinkan bahwa semua yang terlibat
dalam implementasi mengerti rencana dan telah dilatih untuk
melaksanakan tugas mereka berdasarkan itu. Untuk menjadi lebih efektif,
semua orang yang berhubungan dengan pengelolaan harus mengetahui
apa yang mereka seharusnya kerjakan, dan mengerti mengapa itu
penting dilakukan. Sejumlah program pelatihan khusus harus dirancang
untuk memenuhi tugas dan fungsi dari top management dan pengambil
keputusan, pengawas pengelolaan, staf lapang, tenaga sukarela dan
sebagainya. Topik-topik yang akan diberikan dalam pelatihan mencakup :
sasaran dan tujuan rencana, sumberdaya hayati dan ekosistim area,
karakter sosial-ekonomi area dan pengguna, issu-issu lingkungan di area
pengelolaan, latar belakang budaya dan tradisi penduduk di area, tugas
khusus dan bagaimana menjalankannya, rantai komando, prosedur dalam
kondisi darurat dan lain-lain.
. Pengawasan (Surveillance) Pengawasan harus menghasilkan rekaman dari penggunaan area
pengelolaan dan pelanggaran nyata dari rencana pengelolaan. Rekaman
tersebut dapat digunakan dasar untuk operasi penegakan hukum dan
memungkinkan efektifnya rencana dan implementasinya dapat dianalis
kembali.
. Penegakan hukum (Enforcement) Catatan pelanggaran harus diikuti oleh pendapat dan saran atau
melalui penuntutan untuk menerapkan aspek hukum yang telah ada
dalam rencana dan aturan-aturan.
. Pemantauan (Monitoring) Program pemantauan harus menghitung menurut selang waktu
tertentu kondisi lingkungan pada beberapa lokasi area pengelolaan.
Aspek yang akan dipantau harus dipilih secara teliti untuk menghindari
pengambilan data massif dan berulang. Data yang diambil harus
menjawab apakah tujuan yang dicanangkan dalam rencana pengelolaan
berhasil dengan baik, sebagai contoh seperti disajikan pada Tabel 2.
23/31
Tabel 2. Tujuan pengelolaan dan tipe data pemantauan
Tujuan Pengelolaan Monitor
Mempertahankan keberlanjutan panen ikan (hasil tangkapan)
Hasil tangkapan, usaha penangkapan, populasi ikan, dan rata-rata ukuran ikan pada area terpilih
Mempertahankan atau memulihkan kondisi Karang
Penutupan karang dan keanekaragaman pada area terpilih
. Melihat kembali rencana (Plan Review) Sesuatu rencana direfleksikan oleh pengetahuan dari situasi yang
terjadi pda saat persiapan perencanaan. Implementasi dari rencana
secara teori mempertahankan atau merubah suatu situasi ke situasi yang
diprediksi dan diinginkan oleh perencana. Pengalaman sepertinya
memperlihatkan bahwa walaupun beberapa tujuan dapat tercapai, tetapi
lainnya tidak. Plan review harus mencakup topik-topik sebagai berikut :
. Apakah semua tujuan telah tercapai ?,
. Apakah tujuan-tujuan masih sesuai ?
. Apakah para pengguna mematuhi rencana ?
. Apakah ada indikasi berdasarkan hasil penelitian ilmiah atau
pengalaman pengelolaan, secara lokal atau di mana saja, bahwa
sebagian atau seluruh rencana harus dimodifikasi. Apabila review
mengindikasikan bahwa rencana harus direvisi atau implementasi rencana
baru, maka prosedur perencanaannya harus kembali ke awal proses.
IV. PENUTUP . Potensi sumberdaya ikan di Indonesia cukup tinggi hanya saja
pemanfaatannya tidak merata baik antar kelompok SDI yang berbeda
dalam satu wilayah pengelolaan perikanan, maupun antar kelompok SDI
yang sama dalam wilayah pengelolaan perikanan yang berbeda sehingga
perlu dilakukan upaya-upaya pengelolaan yang sungguh-sungguh sesuai
yang diperintahkan oleh undang-undang nasional dan peraturan-peraturan
internsional,
24/31
. Pengelolaan sumberdaya ikan yang dilakukan hendaknya berdasarkan
azas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan,
keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan,
. Pengelolaan sumber daya ikan dilaksanakan bertujuan : meningkatkan
taraf hidup nelayan kecil/pembudidaya ikan skala kecil; mendorong
perluasan dan kesempatan kerja, mencapai pemanfaatan sumberdaya
ikan secara optimal; meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan
daya saing; meningkatkan ketersediaan dan konsumsi protein hewani, . Pengelolaan sumberdaya ikan dapat menjadi efektif dan efisien apabila
melibatkan users dan stakeholders lainnya di dalam proses perencanaan,
implementasi, monitoring, surveillance dan sebagainya . Model pengelolaan sumberdaya ikan yang akan dilakukan pada suatu
hendaknya mengacu kepada aspek biologi (biological considerations),
aspek fisik (physical considerations), aspek ekonomi (economical
considerations), aspek budaya dan kearifan lokal (cultural considerations),
. Model atau tipe pengelolaan sumberdaya ikan yang dilakukan pada
suatu areal perairan hendaknya selalu dievaluasi, apa berhasil, apa gagal,
apa perlu direvisi, apa perlu diganti, dan harus berdasarkan kajian-kajian ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G., 2005. Merajut Keterpaduan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Timur Indonesia Bagi Pembangunan Kelautan Berkelanjutan. Disajikan pada Seminar Makassar Maritime Meeting, Makassar.
Cacaud, P., 2001. Review of Legal Issues and Preliminary Draft Fisheries Law. FAO-Indonesia Technical Cooperation Programme, Rome-Jakarta.
Carter, R.W., 1988. Coastal Environment : An Introduction to the Physical, Ecological and Cultural Systems of Coastlines. Acad. Press Inc. San Diego, USA.
Djalal, H., 2003. Indonesia dan Perjanjian Perikanan Internasional. Program Kerjasama Teknik FAO-Indonesia, Bantuan Dalam Perundang-Undangan Kelautan, Makassar.
25/31
Djamali, A dan H. Mubarak, 1998. Sumberdaya Ikan Konsumsi Perairan Karang in Potensi dan Penyebaran SDI Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok SDI Laut ,LIPI, Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, 2004. Strategi Akselerasi Pengembangan Perikanan Tangkap Dalam Mendukung Gerbang Mina Bahari, Makalah, Makassar.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, 2005. Pemacuan Stok Ikan Dalam Upaya Peningkatan Produksi Perikanan Tangkap, Makalah Seminar, Makassar.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, 2005. Undang-Undang RI nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, 2006. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Dalam Rangka Pengelolaan Perikanan Yang Bertanggung Jawab Sebagai Upaya Penanggulangan Konflik Nelayan. Makalah Seminar, Makassar.
Gillett, R., 2001. Revising Fisheries Legislation in Indonesia : Fisheries Management, FAO-Indonesia Technical Cooperation Programme. Rome-Jakarta.
Martosubroto, P., 2001. Pengelolaan Perikanan : Tinjauan Singkat Dalam Kaitannya Dengan Peraturan Perundangan. Makalah, FAO-DGCF Regional Workshop on Fisheries Legislation, Makassar.
Nikijuluw, V.P.H., 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. P3R, Jakarta.
Poramoy, R.S and M.J. Williams, 1994. Fisheries Co-Management and Small Scale Fisheries : A Policy Brief, ICLARM, Manila
Pratikto, W.A., 2005. Strategi Kebijakan Pengelolaan Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Rangka Otonomi Daerah. Makalah Seminar, Makassar.
Tandipayuk, L.S., 2006. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Terumbu Karang Berkelanjutan di Perairan Pulau-Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Desertasi, Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Soedharma, D., 2005. Strategi Pengelolaan Ekosistim Terumbu Karang dan Mangrove Untuk Menunjang Kestabilan Ekosistim Bahari di Perairan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Makalah Seminar, Makassar.
Sulthan, M., 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. Desertasi, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
UNESCO, 1986. The Application Of Digital Remote Sensing Techniques in Coral Reefs, Oceanographic and Estuarine Studies. Unesco Report In Marine Sciencis Workshop, Townsville, Australia.
UNESCO, 1988. Coral Reef Management Handbook. Editors : R.A. Kenchington and B.E.T, Hudson, Townsville, Australia
26/31
Lampiran 1. Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di 9 WPP No
KELOMPOK SBD IKAN
WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN Malaka China S Jawa L Flores Banda Seram Pasifik Arafura Hindia
1 Pelagis Besar Potensi JTB Produksi Pemanfaatan
27,7 22,1 36,2 OE
66,1 52,9 35,2 UE
55,0 44,0
137,8 OE
193,6 154,9
85,1 UE
104,1
83,3 29,1 UE
106,5
85,2 37,5 UE
175,3 140,2 153,4
OE
50,9 40,7 34,6 UE
366,2 293,0 188,3
UE 2 Pelagis Kecil
Potensi JTB Produksi Pemanfaatan
147,3 117,8 132.7
OE
621,5 497,2 205,5
UE
340,0 272,0 507,5
OE
605,4 484,4 333,4
UE
132,0 105,6 146,5
OE
379,4 303,6 119,4
UE
364,8 307,8
62,5 UE
468,7 374,9
12,3 UE
526,6 421,3
26,6 UE
3 Ikan Demersal Potensi JTB Produksi Pemanfaatan
82,4 66,9
146,3 OE
334,8 267,8
54,7 UE
375,2 300,2 334,9
OE
87,2 69,8
167,4 OE
9,3 7,6
43,2 OE
88,8 71,1 32,1 UE
54,9 43,9 15,3 UE
202,3 161,9 156,6
FE
135,1 108,1 134,8
OE 4 Udang Peneid
Potensi JTB Produksi Pemanfaatan
11,4 9,1
49,5 OE
10,0 8,0
70,5 OE
11,4 9,1
52,8 OE
4,8 3,8
36,9 OE
- - - -
0,9 0,7 1,1 OE
2,5 2,0 2,2 OE
43,1 34,5 36,7 OE
10,7 8,6
10,2 OE
5 Ikan Karang Potensi JTB Produksi Pemanfaatan
5,0 4,0
21,5 OE
21,6 17,3 7,9 UE
9,5 7,6
45,2 OE
34,1 27,3 24,1
FE
32,1 25,7 6,2 UE
12,5 10,0 4,6 UE
14,5 11,6 2,2 UE
3,1 2,5
22,6 OE
12,9 10,3 19,4 OE
6 Lobster Potensi JTB Produksi Pemanfaatan
0,4 0,3 0,9 OE
0,4 0,3 1,2 OE
0,5 0,4 0,9 OE
0,7 0,5 0,7 OE
0,4 0,3 0,7 OE
0,3 0,2 0,0 UE
0,4 0,3 0,0 UE
0,1 0,1 0,2 OE
1,6 1,3 0,2 UE
7 Cumi-cumi Potensi JTB Produksi Pemanfaatan
1,9 1,5 3,2 OE
2,7 2,2 4,9 OE
5,0 4,0
12,1 OE
3,9 3,1 6,0 OE
0,1
0,08 3,5 OE
7,1 5,7 2,9 UE
0,5 0,4 1,5 OE
3,4 2,7 0,3 UE
3,8 3,0 6,3 OE
Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP (2005) Keterangan : Potensi, JTB dan produksi dalam 103 ton/tahun OE = over eksploited, UE = under exploited, FE = fully exploited
Lampiran 2 . Kegiatan Perencanaan Partisipatif Pengelolaan SDI No Tipe Metoda/Peserta 1. Public
Consultation Meeting (PCM)
1. Pihak pemerintah dan non pemerintah, 2. Model pertemuan lokakarya untuk membahas dan menjaring informasi dan ide, 3. Satu kali selama studi.
2. Focus Group Discussion (FGD) dan SSIS
1. FGD, peserta bervariasi, sebagian besar kelompok non pemerintah, SSIS, individu dari berbagai pihak baik pemerintah maupun non pemerintah,
2.FGD, Diskusi kelompok tidak resmi, SSIS, wawancara semi tersusun yang berkaitan erat dengan topik-topik khusus,
3. FGD akan disesuaikan dengan jumlah kabupaten.
31/31
Lampiran 7. Potensi SDI di Selat Makassar dan Laut Flores No Kelompok
Sumberdaya Potensi
(ribu ton) Produksi (ribu ton)
Pemanfaatan(%)
1 Pelagis Besar 193,64 85,10 43,962 Pelagis Kecil 605.44 333,35 55,063 Demersal 87.70 87,20 > 1004 Ikan Karang Konsumsi 34,10 24,15 70,705 Udang Peneaid 4,80 4,80 > 1006 Lobster 0,70 0,65 92,867 Cumi-cumi 3,88 3,88 > 100 TOTAL 929,72 655,45 70,50Sumber : Dirjen Tangkap, DKP, 2005