mk-meidy ardyan k a.pdf

11
HALAMAN PENGESAHAN Karya ilmiah ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis Karya Nama Mata Kuliah Judul Karya Ilmiah KeiJy /Wi\ Makalah Non Seminar Telah disetujui oleh dosen pengajar mata kuliah untuk diunggah di lib.ui.ac.id/unggah dan dipublikasikan sebagai karya imiah sivitas akademika Universitas Indonesia Dosen Mata Kuliah : .( janda tar/gan ) Ditetapkan di: ...f. I.?..- Tanggjd : .. Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013

Upload: trinhtu

Post on 17-Jan-2017

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MK-Meidy Ardyan K A.pdf

HALAMAN PENGESAHAN

Karya ilmiah ini diajukan oleh

Nama

NPM

Program Studi

Fakultas

Jenis Karya

Nama Mata Kuliah

Judul Karya Ilmiah

KeiJy /Wi\

Makalah Non Seminar

Telah disetujui oleh dosen pengajar mata kuliah untuk diunggah di lib.ui.ac.id/unggahdan dipublikasikan sebagai karya imiah sivitas akademika Universitas Indonesia

Dosen Mata Kuliah : .( janda tar/gan )

Ditetapkan di: ...f. I.?..-

Tanggjd : ..

Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013

Page 2: MK-Meidy Ardyan K A.pdf

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASITUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Meick AtAvfa^08 04'? 5-3 r8 7

NamaNPMProgram StudiDepartemenFakultasJenis Karya dpsiyTosis/Discrtasf/Karya Ilmiah*:

derni pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right)atas karya ilmiah saya yang berjudul:

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif iniUniversitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalambentuk pangkalan data (database}, merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selamatetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : .....Pada tanggal : ..... 1. ..... &kW3t'.\....ZQ.\Z

Yang menyatakanL

.0

* Contoh Karya Ilmiah: makalah non seminar, laporan kerja praktek, laporan magang, dll

Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013

Page 3: MK-Meidy Ardyan K A.pdf

1

Stilistika Postrealitas Novel Rafilus karya Budi Darma Meidy Ardyan Kautsar Arriv, 0806353583

ABSTRACT The aim of this study is to analyze Rafilus novel by Budi Darma. Budi

Darma is one of Indonesian novelists who has the biggest influence at his time. It is

because he is reputed as a novelist who carries the stylistics of absurdity.

Consequently, the method which is used in this study is the analysis of stylistics

method. This method is related with some definitions of absurdity and post-realist. In

addition, social problem which is happened in Indonesia is written by Budi Darma’s

post-realist style. In this novel, Budi Darma cover the understanding of absurdity

and his narration method which magical.

KEYWORDS: Budi Darma, Rafilus, Absurdity, Postrealist, Stylistics

Pendahuluan

Pada tahun 1942, seorang sastrawan bernama Albert Camus, yang disebut-sebut

sebagai salah satu dari dua sastrawan raksasa Prancis, menerbitkan sebuah buku yang

berjudul L’Etranger „Orang Asing‟. Buku itu adalah persembahan dari Camus terutama

kepada jagat kesusastraan Eropa yang tengah bergerak ke masa postrealitas. Ia menunjukkan

dirinya sebagai salah satu sastrawan avant-garde „garda depan‟, yaitu kelompok yang

mempercayai bahwa penyampaian kesenian sudah tidak cukup lagi melalui hal-hal yang

realistis. Ada beberapa jenis pengelompokkan avant-garde, yaitu surealisme, dadaisme, dan

absurditas. Pada ujung abad ke-19, orang-orang avant-garde percaya bahwa penyampaian

kesenian melalui cara realistis ibarat kaki, yang harus digantikan dengan penggunaan roda

agar perjalanan lebih cepat dan efektif (Damono dkk., 2007: 19).

Absurditas adalah cabang filsafat yang lahir pada pascaperang dunia II. Menurut

buku Absurdisme dalam Sastra Indonesia, konteks sosial politik absurdisme lahir pada masa

tersebut karena orang-orang pada masa itu tersiksa oleh kekejaman Nazi, industri kapitalis,

dan pemerintahan yang otoriter (2007: 3). Absurditas adalah kepercayaan yang didasari

bahwa kehidupan ini irasional dan tanpa makna. Pada saat Camus sukses merebut perhatian

massa dengan absurditasnya, maka teknik penceritaan absurditas menjadi populer dan

digunakan oleh sejumlah pengarang-pengarang Eropa dan Barat lainnya. Terlebih, ketika

Camus meraih Nobel Sastra pada tahun 1957, kepopulerannya dan kesuksesannya makin

terkukuhkan dan Camus menjadi terkenal sebagai pengembang filsafat absurditas dan salah

satu sastrawan terkemuka di dunia. Absurditas sebagai aliran seni terkait dengan modernism

dan terkait juga dengan eksistensialisme. Pemikiran-pemikiran tersebut dikemukakan oleh

Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013

Page 4: MK-Meidy Ardyan K A.pdf

2

Sartre, Albert Camus, yang dapat ditelusuri melalui pendahulunya seperti Kierkegard dan

Nietzsche (Damono dkk., 2007: 4).

Filsafat absurditas tentu tidak hanya populer dan tersebar di Barat, tetapi juga di

Timur dan Indonesia. Pada tahun 1960-an, muncul beberapa sastrawan Indonesia yang

mengusung absurditas. Di antaranya Budi Darma. Dewasa ini, Budi Darma adalah salah

satu sastrawan sekaligus kritikus yang terkemuka di Indonesia. Ia disebut-sebut sebagai

maestro kesusastraan modern Indonesia. Kata modern di sini menunjukkan bahwa apa yang

diusung Budi Darma adalah hal yang baru, sebuah avant-garde hasil pemikir-pemikir

intelektual Barat. Budi Darma telah mencaplok teknik absurditas yang dikembangkan

Camus untuk menciptakan novel-novelnya, salah satunya berjudul Rafilus. Istilah

mencaplok di sini berkaitan dengan pendapat Bakdi Soemanto. Menurutnya, absurditas di

Indonesia seolah jatuh dari kayangan, mirip bentuk soneta yang tiba-tiba dikenalkan oleh

Mohamad Yamin (2007: 13). Berpedoman pada pendapat ini, maka dapat dikatakan bahwa

Budi Darma adalah salah satu pembawa nilai-nilai absurditas dari Barat ke Indonesia.

Sebagai pencaplok stilistika absurditas yang lahir dan dikembangkan di Barat, akan

sangat menarik jika diteliti stilistika yang digunakan oleh Budi Darma dalam menciptakan

tulisannya. Hal yang terpenting adalah bagaimana menilai sebuah karya yang diagung-

agungkan pada masanya bahkan sampai sekarang karena karya-karya Budi Darma sering

dibahas dalam kehidupan kesusastraan Indonesia. Selain itu, akan dinilai dan dikritik juga

masalah-masalah penulisan yang dianggap menurunkan kualitas karya. Dalam hal ini, akan

digunakan kritik objektif menurut Abrams (Prihatmi, 1997: 4), yaitu kritik yang didasari

pada karya sebagai objek utama dan bahkan satu-satunya.

Sebagai falsafah yang lahir karena zaman dan lingkungan, maka analisis dan

penilaian ini juga tidak terlepas dari penggunaan kritik mimesis, yaitu kritik yang didasari

pada seberapa anggun dan berkualitaskah pengarang melakukan peniruan lingkungan.

Peniruan lingkungan dapat berupa tokoh, latar, maupun tema. Menurut De Bonald dalam

Welleck dan Austin (1995: 110), karya sastra terutama adalah ekspresi masyarakat.

Masyarakat adalah sekelompok orang yang terdiri dari berbagai kelas. Pengarang mungkin

saja mengisahkan kelas tempatnya berada, atau mungkin kelas masyarakat yang lebih

rendah atau lebih tinggi yang ia amati. Berdasarkan hal ini, akan dinilai apa yang ingin

disampaikan Budi Darma melalui masalah sosial yang diangkatnya dan akan dinilai

bagaimana Budi Darma menyampaikannya.

Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013

Page 5: MK-Meidy Ardyan K A.pdf

3

Stilistika Postrealitas Novel Rafilus karya Budi Darma

I. Stilistika Postrealitas

Stilistika adalah gaya, dari akar kata style. Stilistika berarti sebuah struktur, tetapi

tidak terbatas pada segi linguistiknya saja. Stilistika mencakup segala hal yang berkaitan

dengan unsur-unsur yang membangun sebuah teks sastra secara objektif. Menurut Sudjiman

stilistika adalah ilmu yang memiliki penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya

sastra (1984: 71). Dalam novel Rafilus, Budi Darma menggunakan gaya bernarasi yang

lancar dan mengalir. Budi Darma tidak memanfaatkan nilai absurditas sebagai pengacau

struktur bernarasinya. Gaya narasi ini mengingatkan penulis kepada pengembang absurditas,

Albert Camus. Dalam novel Sampar dan Orang Asing, Albert Camus tidak mengacaukan

struktur bahasa. Yang dikacaukan oleh Albert Camus maupun Budi Darma adalah nilai-nilai

kehidupan yang dianut oleh para tokoh-tokohnya. Novel Rafilus sudah sejak awal telah

menempatkan kisahnya pada keanehan dan keterasingan. Rafilus adalah tokoh yang aneh

dan tidak jelas, sebuah deskripsi mengenai Rafilus akan membuat pembaca bingung, apakah

Rafilus manusia atau bukan.

Tentu saja saya yakin atau harus yakin, bahwa dia pasti terbentuk dari daging. Tapi sosok tubuhnya

(Rafilus), kilat wajahnya, dan caranya bergerak membuat saya tunduk untuk berpendapat bahwa dia

terbuat dari bahan lain. Tidak mungkin rasanya seseorang yang berasal-usul dari tanah nampak tegak

bagaikan besi. (Hlm. 15)

Makan apa dia dan bagaimana caranya makan, saya ingin tahu. Segala sesuatu pada tubuhnya

menimbulkan kesan, bahwa seluruh bagian di dalam tubuhnya hanyalah rongga kosong belaka. Saya

yakin bahwa dia mempunyai paru, hati, ginjal, limpa, pankreas, dan lain-lain. Meskipun demikian

saya selalu memperoleh kesan, bahwa dia (Rafilus) tidak memerlukan apa-apa selain minyak

pelumas. (Hlm. 18)

Dari deskripsi tokoh utama, maka dapat dilihat bagaimana Budi Darma menciptakan

suatu nuansa yang sangat aneh. Budi Darma memang terkenal sebagai pengarang yang

menjungkirbalikkan dunia, sehingga dunia yang ditampilkan Budi Darma adalah dunia yang

aneh, asing, meskipun sebenarnya dunia nyata itu sendiri banyak menampilkan hal yang

aneh (Damono dkk., 2007: 113). Namun, absurditas bukanlah suatu falsafah tentang

keanehan tokoh yang mesti dideskripsikan seperti halnya Budi Darma mendeskripsikan

Rafilus. Absurditas awalnya adalah cabang filsafat yang dilandasi pada keyakinan bahwa

jagat raya ini irasional dan tanpa makna. Albert Camus sendiri tidak mendeskripsikan

Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013

Page 6: MK-Meidy Ardyan K A.pdf

4

tokoh-tokohnya dengan aneh seperti yang Budi Darma lakukan. Rafilus, yang

dideskripsikan seperti robot itu, sebenarnya hanyalah deskripsi magis dari seorang manusia

sejati. Rafilus adalah manusia biasa, yang dengan keunikan-keunikan tersendiri,

dideskripsikan oleh Budi Darma seolah-olah menyerupai robot. Deskripsi seperti inilah

stilistika postrealis, yang lebih dekat kepada realisme magis alih-alih absurditas.

Tokoh „aku‟ yang mendeskripsikan Rafilus seperti robot sebenarnya adalah hal yang

biasa terjadi dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia bisa saja

mendeskrisikan manusia lain sebagai kingkong, bantal guling, atau pohon jalar. Untuk

deskripsi Rafilus, penulis berkesimpulan bahwa Budi Darma mencaplok gaya realisme

magis. Namun, secara keseluruhan novel Rafilus adalah novel absurd. Gaya realisme magis

ini hanya terdapat pada deskripsi tokoh Rafilus saja. Secara sifat dan kebiasaannya, Rafilus

adalah tokoh yang absurd. Ia sering melakukan tindakan-tindakan yang tidak logis.

Ternyata gelas tidak menggampar tembok, melainkan kepala Rafilus. Kebetulan dia sedang kencing

menghadap tembok. Saya terkejut, tapi nampaknya dia tidak. Dia menoleh, tersenyum, dan sambil

terus kencing, melalui matanya dia mengundang saya. Tentu saja saya tidak mengira bahwa dia

dapat kencing, sekalipun saya sadar sesadar-sadarnya bahwa dia tidak mungkin terbuat dari besi.

(Hlm.19)\

Tanpa saya panggil dia menoleh, kemudian mendekati saya. Dia nampak senang ketika saya

mempersilahkannya naik mobil. Sebelum saya sempat bertanya ke mana dia perlu saya antarkan, dia

sudah bertanya terlebih dahulu apakah saya tidak berkeberatan seandainya dia mengajak saya

berputar entah ke mana. Saya menyatakan tidak berkeberatan. Dia menyatakan ingin iseng pergi ke

daerah Perak tanpa tujuan tertentu. (Hlm. 21)

Dari dua kutipan di atas, jelas terlihat keanehan-keanehan peristiwa dan pikiran

tokoh. Rafilus bukan hanya dideskripsikan secara membingungkan, tetapi juga bertindak

membingungkan. Keinginan Rafilus untuk berjalan-jalan entah ke mana bersama tokoh „aku‟

yang baru dikenalnya pada perjamuan makan malam adalah hal yang absurd. Lalu tindakan

Rafilus untuk tersenyum pada saat kepalanya terhantam gelas juga adalah hal yang absurd.

Dua kejadian ini adalah kejadian yang disengajakan aneh, sebuah keanehan yang tersurat.

Dalam novel ini, tokoh-tokoh dipermainkan secara intens sehingga Budi Darma terlihat

sebagai dalang dan tokoh-tokohnya adalah anak buahnya yang menunggu dikisahkan.

Namun, tokoh-tokoh itu juga terkadang terasa hidup, dan memiliki kedalaman makna

tersendiri. Rafilus adalah tokoh yang baik hati. Ia sering berbuat baik kepada orang lain.

Meskipun demikian, Rafilus adalah tokoh yang mengalami penderitaan di penghujung cerita.

Kematian Rafilus adalah hal yang juga aneh. Bahkan, kehidupannya pun aneh. Kematian

Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013

Page 7: MK-Meidy Ardyan K A.pdf

5

Rafilus adalah gaya surealis, yang tidak mungkin terjadi di dunia ini. Budi Darma

mengisahkan Rafilus yang mati dengan mengenaskan. Di bawah ini ada dua kutipan yang

menjelaskan Rafilus pada awal novel dan Rafilus pada akhir novel.

Rafilus telah mati dua kali. Kemarin dia mati. Hari ini, tanpa pernah hidup kembali, dia mati lagi.

Padahal, semenjak bertemu dengan dia untuk pertama kalinya beberapa bulan lalu, saya mendapat

kesan bahwa dia tidak akan mati. Andaikata tumbang, paling-paling dia hanya berkarat. (Hlm. 14)

Sekali lagi dia terlanggar kereta api. Ternyata memang dia besi. Andaikata tidak, seluruh tubuhnya

pasti sudah hancur. Tubuh Rafilus masih utuh, masih benar-benar utuh, padahal ambulansnya sudah

hancur-lebur. Kepala Rafilus menggelinding lagi, seolah memang sudah tidak sudi lagi bersatu

dengan tubuhnya. Entah dengan cara bagaimana, kepalanya meloncat ke tiang, menancap, dan

mengejek orang-orang yang mendekatinya. (Hlm. 186)

Dari kutipan di atas, terutama kutipan yang kedua, dapat ditarik kesimpulan bahwa

novel Rafilus juga mengambil stilistika surealisme. Rafilus yang kepalanya menggelinding

dan menancap di tiang adalah sebuah peristiwa yang surealis. Peristiwa seperti ini memang

sangat baik untuk meningkatkan kadar keanehan, sehingga dalam novel ini tidak semata-

mata hanya absurditas yang digarap oleh Budi Darma. Stilistika-stilistika ini, yaitu

surealisme, absurditas, dan realisme magis, adalah stilistika postrealitas yang berkembang

dan berakar pada filosofi Barat. Semangat kekaburan dan ketidakjelasan dalam karya Budi

Darma agaknya memiliki akar filosofi tertentu, yang berkaitan dengan semangat jaman kita

di Indonesia. Ada kekecewaan pengarang terhadap berbagai situasi batas yang dialami

masyarakat bangsa ini (Taum, 2003: 124)

Budi Darma dalam hal stilistika telah mencampuradukkan berbagai macam pilihan

stilistika postrealitas. Hal ini adalah keuntungan yang dimiliki oleh pengarang generasi

pertengahan abad ke-20. Kelahiran-kelahiran genre baru yang ada untuk mendobrak genre

lama telah hadir sebagai bagian dari perubahan zaman kesusastraan. Pada kesempatan ini,

Budi Darma mencaplok absurditas, surealisme, dan realisme magis secara bersama-sama.

Sebagai bagian peradaban Timur, stilistika-stilistika yang digunakan Budi Darma bukanlah

hasil peresapan terhadap lingkungan seperti yang Albert Camus rasakan, tetapi lebih kepada

hasil pengamatan dan pembelajaran terhadap genre-genre yang telah lahir di Barat. Pada

novel Rafilus, telah jelas terlihat bagaimana suatu peradaban kesusastraan di Barat bisa

begitu mempengaruhi cara mengarang para sastrawan Indonesia, khususnya Budi Darma.

Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013

Page 8: MK-Meidy Ardyan K A.pdf

6

II. Problematika Sosial dan Absurditas dalam Rafilus

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, absurditas adalah sebuah cabang filsafat

yang lahir karena lingkungan. Oleh karena itu, membahas karya absurd tidak akan lengkap

jika tidak menilainya atau mengkritiknya dari segi kritik mimesis. Kritik mimesis mencakup

segala hal yang berkaitan dengan kualitas karya dengan alam dan lingkungan yang ditirunya.

Setiap pengarang pasti ingin menyampaikan sesuatu melalui karya sastranya, entah itu

tersirat atau tersurat. Maka dari itu, pada subbab ini, akan dibahas dan dinilai hal-hal apa

saja yang ingin diangkat oleh Budi Darma dan mengapa itu menjadi fokus isu sosial Budi

Darma.

Rafilus telah mati dua kali. Kemarin dia mati. Hari ini, tanpa pernah hidup kembali, dia mati lagi.

Padahal, semenjak bertemu dengan dia untuk pertama kali beberapa bulan lalu, saya mendapat kesan

bahwa dia tidak akan mati. Andaikata tumbang, paling-paling dia hanya berkarat. (Rafilus, Bab II

paragraf awal)

Rafilus adalah tokoh yang telah mati dua kali—sebuah ketidaklogisan eksposisi

tokoh. Absurditas sendiri adalah sebuah kesia-siaan—sebuah cabang filsafat yang didasari

pada keyakinan bahwa jagat raya ini irasional dan tanpa makna. Tentang keanehan dan

ketidaklogisan, adalah dampak lanjutan dari keyakinan terhadap kesia-siaan itu. Dengan

definisi absurditas ini, membaca Rafilus telah menjatuhkan saya pada sebuah pernyataan

yang sifatnya gamblang dan tentatif: Rafilus adalah novel yang sok absurd.

Novel Rafilus adalah novel yang berkaitan erat dengan masalah identitas. Novel ini

begitu dekat dengan kehidupan kita karena novel ini memiliki latar di Surabaya. Selain

nama Rafilus, nama tokoh-tokoh lainnya begitu Indonesia, misalnya Jumarup, Pawestri,

Gandari, Munandir, dan sebagainya. Yang ingin diangkat Budi Darma adalah masalah sosial

dari kelas menengah ke bawah. Selain itu, karena novel ini ditulis pada tahun 1987, maka

suasana-suasana yang ditampilkan pun sebagaimana suasana Indonesia pada tahun-tahun

tersebut. Seperti yang ada di sampul belakang novel ini, Budi Darma tidak ingin

mengungkapkan gejala-gejala manusia sebagai gejala sosial, melainkan gejala umum. Di

bawah ini akan dikutip masalah-masalah umum yang diangkat oleh Budi Darma. Tentu saja

masalah-masalah ini masih dalam cakupan absurditas dan oleh karena itu banyak masalah-

masalah umum. Rafilus adalah seorang tokoh yang berasal dari kelas menengah ke bawah.

Ia adalah simbol dari keabstrakan manusia, khususnya manusia Indonesia. Rafilus memiliki

Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013

Page 9: MK-Meidy Ardyan K A.pdf

7

beberapa pengalaman unik di kehidupannya. Pengalaman itu adalah upaya Budi Darma

untuk menyampaikan sesuatu. Di bawah ini akan dikutip suatu problematika sosial yang

dilalui oleh Rafilus.

Dia mengetahui bahwa Rafilus ternyata seorang pengarang. Akan tetapi seperti pernah dikatakan

dalam salah satu suratnya, Rafilus tidak mempunyai otak cemerlang. Betapa pun meledak-ledaknya

keinginan Rafilus untuk menjadi pengarang yang bukan sembarangan, otaknya tidak

mengijinkannya. Mungkin saja orang akan tertarik pada tulisannya, akan tetapi tidak akan ada orang

yang memperhatikan bahwa yang menulis adalah seorang bernama Rafilus, kecuali orang-orang

yang sudah terlanjur mengenal dia. Orang tidak akan sengaja mencari tulisannya tapi hanya sekedar

membacanya tanpa mengetahui siapa penulisnya. Bagi mereka tidak ada manusia bernama Rafilus,

apalagi pengarang bernama demikian. (Hlm. 167)

Dari kutipan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Budi Darma ingin mengangkat

tema kepengarangan. Budi Darma bermaksud menyampaikan bahwa pengarang kadang

tidak dianggap lagi dan tidak jadi hal yang penting. Dalam poin ini, Budi Darma telah

mengangkat tema yang baik karena masalah pengarang dan masyarakat telah banyak

dibahas oleh para kritikus dan teoretikus dari masa lalu. Budi Darma ingin mengangkat isu

mengenai: apakah pengarang, pada kesusastraan dunia ini, lebih penting dari karya-karya

yang dihasilkannya? Menurut Goenawan Μohamad, pengarang adalah bayang-bayang bagi

karya yang dihasilkannya. Ia mengambil contoh karya Sitti Nurbaya karangan Μarah Roesli.

Seringkali, orang hanya membicarakan karya Sitti Nurbaya tanpa membicarakan Μarah

Roesli sama sekali.

Penjelasan tersebut adalah salah satu dari hal yang ingin diungkapkan Budi Darma.

Pada intinya, Budi Darma adalah seorang pengarang yang suka mengangkat hal-hal kecil

dan sangat sehari-hari. Μasalah-masalah yang diangkat Budi Darma begitu dekat dengan

masalah keseharian manusia, dan seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Budi Darma

adalah pengarang yang mengangkat masalah sosial sebagai gejala umum. Pada kutipan

selanjutnya, akan terlihat bagaimana Budi Darma mengangkat satu masalah lagi mengenai

kehidupan sosial yang relatif adalah hal yang kecil.

Sebagai tambahan, Budi Darma pernah menggolongkan karya Samuel Beckett dan

Harold Pinter sebagai sastra kabur alih-alih sastra absurd (Darma dkk., 2003: 122). Memang,

ada chaos tentang bagaimana sebenarnya sastra absurd dan apakah benar karya Rafilus

adalah karya absurd. Dalam pengalaman membaca saya, di antara, sebut saja karya absurd

yang dikarang oleh Albert Ćamus, Orang Asing dan Rafilus terdapat perbedaan penciptaan

tokoh. Rafilus adalah tokoh yang “dibom” oleh tindakan-tindakan aneh dan deskripsi-

deskripsi aneh, sedangkan Mersault tidak dideskripsikan seperti itu. Mersault, tokoh utama

Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013

Page 10: MK-Meidy Ardyan K A.pdf

8

dalam novel Orang Asing, tidak dideskripsikan secara aneh, ia hanya dikisahkan dengan

begitu impresif dan secara pelan digambarkan bahwa Mersault memiliki pandangan hidup

yang sama dengan nilai-nilai absurditas. Μaka dari itu, identitas karya Rafilus masih dapat

dibahas secara lebih panjang lebar.

Kesimpulan

Budi Darma adalah sastrawan yang mengusung absurditas sebagai pondasi utama

karyanya. Akan tetapi, ia juga mengusung stilistika-stilistika postrealitas lainnya seperti

surealisme dan realisme magis. Hal itu dapat terlihat pada deskripsi Rafilus yang terkesan

magis alih-alih absurd dan kematian Rafilus yang lebih terlihat surealis. Dapat ditarik

kesimpulan bahwa Budi Darma adalah sastrawan pengusung absurditas yang menggunakan

teknik surealisme dan realisme magis sebagai penghiasnya. Masalah-masalah yang diangkat

oleh Budi Darma adalah masalah-masalah kelas menengah ke bawah. Masalah sosial ini

sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia. Misalnya masalah sehari-hari

tukang pos, seorang perempuan janda, dan seorang pria yang sangat ingin memiliki anak.

Dari segi ini, Budi Darma adalah pengarang Timur yang mengambil stilistika Eropa, yang

jauhnya hampir setengah dunia dengan Indonesia, untuk mengisahkan kejadian-kejadian

yang paling dekat dengan kehidupan Indonesia.

Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013

Page 11: MK-Meidy Ardyan K A.pdf

9

Daftar Pustaka

Camus, Albert. 1999. Mite Sisifus: Pergulatan dengan Absurditas. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Camus, Albert. 2010. The Outsider: Sang Pemberontak. Surabaya: Penerbit Liris.

Damono, Sapardi Djoko (dkk.). 2007. Absurdisme dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Pusat

Bahasa

Darma, Budi. 1988. Rafilus. Jakarta: Balai Pustaka.

Darma, Budi. 2003. Obsesi Perempuan Berkumis. Jakarta: Metafor Intermedia.

Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013