mk-meidy ardyan k a.pdf
TRANSCRIPT
HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah ini diajukan oleh
Nama
NPM
Program Studi
Fakultas
Jenis Karya
Nama Mata Kuliah
Judul Karya Ilmiah
KeiJy /Wi\
Makalah Non Seminar
Telah disetujui oleh dosen pengajar mata kuliah untuk diunggah di lib.ui.ac.id/unggahdan dipublikasikan sebagai karya imiah sivitas akademika Universitas Indonesia
Dosen Mata Kuliah : .( janda tar/gan )
Ditetapkan di: ...f. I.?..-
Tanggjd : ..
Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASITUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Meick AtAvfa^08 04'? 5-3 r8 7
NamaNPMProgram StudiDepartemenFakultasJenis Karya dpsiyTosis/Discrtasf/Karya Ilmiah*:
derni pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right)atas karya ilmiah saya yang berjudul:
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif iniUniversitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalambentuk pangkalan data (database}, merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selamatetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : .....Pada tanggal : ..... 1. ..... &kW3t'.\....ZQ.\Z
Yang menyatakanL
.0
* Contoh Karya Ilmiah: makalah non seminar, laporan kerja praktek, laporan magang, dll
Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013
1
Stilistika Postrealitas Novel Rafilus karya Budi Darma Meidy Ardyan Kautsar Arriv, 0806353583
ABSTRACT The aim of this study is to analyze Rafilus novel by Budi Darma. Budi
Darma is one of Indonesian novelists who has the biggest influence at his time. It is
because he is reputed as a novelist who carries the stylistics of absurdity.
Consequently, the method which is used in this study is the analysis of stylistics
method. This method is related with some definitions of absurdity and post-realist. In
addition, social problem which is happened in Indonesia is written by Budi Darma’s
post-realist style. In this novel, Budi Darma cover the understanding of absurdity
and his narration method which magical.
KEYWORDS: Budi Darma, Rafilus, Absurdity, Postrealist, Stylistics
Pendahuluan
Pada tahun 1942, seorang sastrawan bernama Albert Camus, yang disebut-sebut
sebagai salah satu dari dua sastrawan raksasa Prancis, menerbitkan sebuah buku yang
berjudul L’Etranger „Orang Asing‟. Buku itu adalah persembahan dari Camus terutama
kepada jagat kesusastraan Eropa yang tengah bergerak ke masa postrealitas. Ia menunjukkan
dirinya sebagai salah satu sastrawan avant-garde „garda depan‟, yaitu kelompok yang
mempercayai bahwa penyampaian kesenian sudah tidak cukup lagi melalui hal-hal yang
realistis. Ada beberapa jenis pengelompokkan avant-garde, yaitu surealisme, dadaisme, dan
absurditas. Pada ujung abad ke-19, orang-orang avant-garde percaya bahwa penyampaian
kesenian melalui cara realistis ibarat kaki, yang harus digantikan dengan penggunaan roda
agar perjalanan lebih cepat dan efektif (Damono dkk., 2007: 19).
Absurditas adalah cabang filsafat yang lahir pada pascaperang dunia II. Menurut
buku Absurdisme dalam Sastra Indonesia, konteks sosial politik absurdisme lahir pada masa
tersebut karena orang-orang pada masa itu tersiksa oleh kekejaman Nazi, industri kapitalis,
dan pemerintahan yang otoriter (2007: 3). Absurditas adalah kepercayaan yang didasari
bahwa kehidupan ini irasional dan tanpa makna. Pada saat Camus sukses merebut perhatian
massa dengan absurditasnya, maka teknik penceritaan absurditas menjadi populer dan
digunakan oleh sejumlah pengarang-pengarang Eropa dan Barat lainnya. Terlebih, ketika
Camus meraih Nobel Sastra pada tahun 1957, kepopulerannya dan kesuksesannya makin
terkukuhkan dan Camus menjadi terkenal sebagai pengembang filsafat absurditas dan salah
satu sastrawan terkemuka di dunia. Absurditas sebagai aliran seni terkait dengan modernism
dan terkait juga dengan eksistensialisme. Pemikiran-pemikiran tersebut dikemukakan oleh
Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013
2
Sartre, Albert Camus, yang dapat ditelusuri melalui pendahulunya seperti Kierkegard dan
Nietzsche (Damono dkk., 2007: 4).
Filsafat absurditas tentu tidak hanya populer dan tersebar di Barat, tetapi juga di
Timur dan Indonesia. Pada tahun 1960-an, muncul beberapa sastrawan Indonesia yang
mengusung absurditas. Di antaranya Budi Darma. Dewasa ini, Budi Darma adalah salah
satu sastrawan sekaligus kritikus yang terkemuka di Indonesia. Ia disebut-sebut sebagai
maestro kesusastraan modern Indonesia. Kata modern di sini menunjukkan bahwa apa yang
diusung Budi Darma adalah hal yang baru, sebuah avant-garde hasil pemikir-pemikir
intelektual Barat. Budi Darma telah mencaplok teknik absurditas yang dikembangkan
Camus untuk menciptakan novel-novelnya, salah satunya berjudul Rafilus. Istilah
mencaplok di sini berkaitan dengan pendapat Bakdi Soemanto. Menurutnya, absurditas di
Indonesia seolah jatuh dari kayangan, mirip bentuk soneta yang tiba-tiba dikenalkan oleh
Mohamad Yamin (2007: 13). Berpedoman pada pendapat ini, maka dapat dikatakan bahwa
Budi Darma adalah salah satu pembawa nilai-nilai absurditas dari Barat ke Indonesia.
Sebagai pencaplok stilistika absurditas yang lahir dan dikembangkan di Barat, akan
sangat menarik jika diteliti stilistika yang digunakan oleh Budi Darma dalam menciptakan
tulisannya. Hal yang terpenting adalah bagaimana menilai sebuah karya yang diagung-
agungkan pada masanya bahkan sampai sekarang karena karya-karya Budi Darma sering
dibahas dalam kehidupan kesusastraan Indonesia. Selain itu, akan dinilai dan dikritik juga
masalah-masalah penulisan yang dianggap menurunkan kualitas karya. Dalam hal ini, akan
digunakan kritik objektif menurut Abrams (Prihatmi, 1997: 4), yaitu kritik yang didasari
pada karya sebagai objek utama dan bahkan satu-satunya.
Sebagai falsafah yang lahir karena zaman dan lingkungan, maka analisis dan
penilaian ini juga tidak terlepas dari penggunaan kritik mimesis, yaitu kritik yang didasari
pada seberapa anggun dan berkualitaskah pengarang melakukan peniruan lingkungan.
Peniruan lingkungan dapat berupa tokoh, latar, maupun tema. Menurut De Bonald dalam
Welleck dan Austin (1995: 110), karya sastra terutama adalah ekspresi masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok orang yang terdiri dari berbagai kelas. Pengarang mungkin
saja mengisahkan kelas tempatnya berada, atau mungkin kelas masyarakat yang lebih
rendah atau lebih tinggi yang ia amati. Berdasarkan hal ini, akan dinilai apa yang ingin
disampaikan Budi Darma melalui masalah sosial yang diangkatnya dan akan dinilai
bagaimana Budi Darma menyampaikannya.
Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013
3
Stilistika Postrealitas Novel Rafilus karya Budi Darma
I. Stilistika Postrealitas
Stilistika adalah gaya, dari akar kata style. Stilistika berarti sebuah struktur, tetapi
tidak terbatas pada segi linguistiknya saja. Stilistika mencakup segala hal yang berkaitan
dengan unsur-unsur yang membangun sebuah teks sastra secara objektif. Menurut Sudjiman
stilistika adalah ilmu yang memiliki penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya
sastra (1984: 71). Dalam novel Rafilus, Budi Darma menggunakan gaya bernarasi yang
lancar dan mengalir. Budi Darma tidak memanfaatkan nilai absurditas sebagai pengacau
struktur bernarasinya. Gaya narasi ini mengingatkan penulis kepada pengembang absurditas,
Albert Camus. Dalam novel Sampar dan Orang Asing, Albert Camus tidak mengacaukan
struktur bahasa. Yang dikacaukan oleh Albert Camus maupun Budi Darma adalah nilai-nilai
kehidupan yang dianut oleh para tokoh-tokohnya. Novel Rafilus sudah sejak awal telah
menempatkan kisahnya pada keanehan dan keterasingan. Rafilus adalah tokoh yang aneh
dan tidak jelas, sebuah deskripsi mengenai Rafilus akan membuat pembaca bingung, apakah
Rafilus manusia atau bukan.
…
Tentu saja saya yakin atau harus yakin, bahwa dia pasti terbentuk dari daging. Tapi sosok tubuhnya
(Rafilus), kilat wajahnya, dan caranya bergerak membuat saya tunduk untuk berpendapat bahwa dia
terbuat dari bahan lain. Tidak mungkin rasanya seseorang yang berasal-usul dari tanah nampak tegak
bagaikan besi. (Hlm. 15)
…
Makan apa dia dan bagaimana caranya makan, saya ingin tahu. Segala sesuatu pada tubuhnya
menimbulkan kesan, bahwa seluruh bagian di dalam tubuhnya hanyalah rongga kosong belaka. Saya
yakin bahwa dia mempunyai paru, hati, ginjal, limpa, pankreas, dan lain-lain. Meskipun demikian
saya selalu memperoleh kesan, bahwa dia (Rafilus) tidak memerlukan apa-apa selain minyak
pelumas. (Hlm. 18)
…
Dari deskripsi tokoh utama, maka dapat dilihat bagaimana Budi Darma menciptakan
suatu nuansa yang sangat aneh. Budi Darma memang terkenal sebagai pengarang yang
menjungkirbalikkan dunia, sehingga dunia yang ditampilkan Budi Darma adalah dunia yang
aneh, asing, meskipun sebenarnya dunia nyata itu sendiri banyak menampilkan hal yang
aneh (Damono dkk., 2007: 113). Namun, absurditas bukanlah suatu falsafah tentang
keanehan tokoh yang mesti dideskripsikan seperti halnya Budi Darma mendeskripsikan
Rafilus. Absurditas awalnya adalah cabang filsafat yang dilandasi pada keyakinan bahwa
jagat raya ini irasional dan tanpa makna. Albert Camus sendiri tidak mendeskripsikan
Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013
4
tokoh-tokohnya dengan aneh seperti yang Budi Darma lakukan. Rafilus, yang
dideskripsikan seperti robot itu, sebenarnya hanyalah deskripsi magis dari seorang manusia
sejati. Rafilus adalah manusia biasa, yang dengan keunikan-keunikan tersendiri,
dideskripsikan oleh Budi Darma seolah-olah menyerupai robot. Deskripsi seperti inilah
stilistika postrealis, yang lebih dekat kepada realisme magis alih-alih absurditas.
Tokoh „aku‟ yang mendeskripsikan Rafilus seperti robot sebenarnya adalah hal yang
biasa terjadi dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia bisa saja
mendeskrisikan manusia lain sebagai kingkong, bantal guling, atau pohon jalar. Untuk
deskripsi Rafilus, penulis berkesimpulan bahwa Budi Darma mencaplok gaya realisme
magis. Namun, secara keseluruhan novel Rafilus adalah novel absurd. Gaya realisme magis
ini hanya terdapat pada deskripsi tokoh Rafilus saja. Secara sifat dan kebiasaannya, Rafilus
adalah tokoh yang absurd. Ia sering melakukan tindakan-tindakan yang tidak logis.
…
Ternyata gelas tidak menggampar tembok, melainkan kepala Rafilus. Kebetulan dia sedang kencing
menghadap tembok. Saya terkejut, tapi nampaknya dia tidak. Dia menoleh, tersenyum, dan sambil
terus kencing, melalui matanya dia mengundang saya. Tentu saja saya tidak mengira bahwa dia
dapat kencing, sekalipun saya sadar sesadar-sadarnya bahwa dia tidak mungkin terbuat dari besi.
(Hlm.19)\
…
Tanpa saya panggil dia menoleh, kemudian mendekati saya. Dia nampak senang ketika saya
mempersilahkannya naik mobil. Sebelum saya sempat bertanya ke mana dia perlu saya antarkan, dia
sudah bertanya terlebih dahulu apakah saya tidak berkeberatan seandainya dia mengajak saya
berputar entah ke mana. Saya menyatakan tidak berkeberatan. Dia menyatakan ingin iseng pergi ke
daerah Perak tanpa tujuan tertentu. (Hlm. 21)
…
Dari dua kutipan di atas, jelas terlihat keanehan-keanehan peristiwa dan pikiran
tokoh. Rafilus bukan hanya dideskripsikan secara membingungkan, tetapi juga bertindak
membingungkan. Keinginan Rafilus untuk berjalan-jalan entah ke mana bersama tokoh „aku‟
yang baru dikenalnya pada perjamuan makan malam adalah hal yang absurd. Lalu tindakan
Rafilus untuk tersenyum pada saat kepalanya terhantam gelas juga adalah hal yang absurd.
Dua kejadian ini adalah kejadian yang disengajakan aneh, sebuah keanehan yang tersurat.
Dalam novel ini, tokoh-tokoh dipermainkan secara intens sehingga Budi Darma terlihat
sebagai dalang dan tokoh-tokohnya adalah anak buahnya yang menunggu dikisahkan.
Namun, tokoh-tokoh itu juga terkadang terasa hidup, dan memiliki kedalaman makna
tersendiri. Rafilus adalah tokoh yang baik hati. Ia sering berbuat baik kepada orang lain.
Meskipun demikian, Rafilus adalah tokoh yang mengalami penderitaan di penghujung cerita.
Kematian Rafilus adalah hal yang juga aneh. Bahkan, kehidupannya pun aneh. Kematian
Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013
5
Rafilus adalah gaya surealis, yang tidak mungkin terjadi di dunia ini. Budi Darma
mengisahkan Rafilus yang mati dengan mengenaskan. Di bawah ini ada dua kutipan yang
menjelaskan Rafilus pada awal novel dan Rafilus pada akhir novel.
…
Rafilus telah mati dua kali. Kemarin dia mati. Hari ini, tanpa pernah hidup kembali, dia mati lagi.
Padahal, semenjak bertemu dengan dia untuk pertama kalinya beberapa bulan lalu, saya mendapat
kesan bahwa dia tidak akan mati. Andaikata tumbang, paling-paling dia hanya berkarat. (Hlm. 14)
…
Sekali lagi dia terlanggar kereta api. Ternyata memang dia besi. Andaikata tidak, seluruh tubuhnya
pasti sudah hancur. Tubuh Rafilus masih utuh, masih benar-benar utuh, padahal ambulansnya sudah
hancur-lebur. Kepala Rafilus menggelinding lagi, seolah memang sudah tidak sudi lagi bersatu
dengan tubuhnya. Entah dengan cara bagaimana, kepalanya meloncat ke tiang, menancap, dan
mengejek orang-orang yang mendekatinya. (Hlm. 186)
…
Dari kutipan di atas, terutama kutipan yang kedua, dapat ditarik kesimpulan bahwa
novel Rafilus juga mengambil stilistika surealisme. Rafilus yang kepalanya menggelinding
dan menancap di tiang adalah sebuah peristiwa yang surealis. Peristiwa seperti ini memang
sangat baik untuk meningkatkan kadar keanehan, sehingga dalam novel ini tidak semata-
mata hanya absurditas yang digarap oleh Budi Darma. Stilistika-stilistika ini, yaitu
surealisme, absurditas, dan realisme magis, adalah stilistika postrealitas yang berkembang
dan berakar pada filosofi Barat. Semangat kekaburan dan ketidakjelasan dalam karya Budi
Darma agaknya memiliki akar filosofi tertentu, yang berkaitan dengan semangat jaman kita
di Indonesia. Ada kekecewaan pengarang terhadap berbagai situasi batas yang dialami
masyarakat bangsa ini (Taum, 2003: 124)
Budi Darma dalam hal stilistika telah mencampuradukkan berbagai macam pilihan
stilistika postrealitas. Hal ini adalah keuntungan yang dimiliki oleh pengarang generasi
pertengahan abad ke-20. Kelahiran-kelahiran genre baru yang ada untuk mendobrak genre
lama telah hadir sebagai bagian dari perubahan zaman kesusastraan. Pada kesempatan ini,
Budi Darma mencaplok absurditas, surealisme, dan realisme magis secara bersama-sama.
Sebagai bagian peradaban Timur, stilistika-stilistika yang digunakan Budi Darma bukanlah
hasil peresapan terhadap lingkungan seperti yang Albert Camus rasakan, tetapi lebih kepada
hasil pengamatan dan pembelajaran terhadap genre-genre yang telah lahir di Barat. Pada
novel Rafilus, telah jelas terlihat bagaimana suatu peradaban kesusastraan di Barat bisa
begitu mempengaruhi cara mengarang para sastrawan Indonesia, khususnya Budi Darma.
Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013
6
II. Problematika Sosial dan Absurditas dalam Rafilus
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, absurditas adalah sebuah cabang filsafat
yang lahir karena lingkungan. Oleh karena itu, membahas karya absurd tidak akan lengkap
jika tidak menilainya atau mengkritiknya dari segi kritik mimesis. Kritik mimesis mencakup
segala hal yang berkaitan dengan kualitas karya dengan alam dan lingkungan yang ditirunya.
Setiap pengarang pasti ingin menyampaikan sesuatu melalui karya sastranya, entah itu
tersirat atau tersurat. Maka dari itu, pada subbab ini, akan dibahas dan dinilai hal-hal apa
saja yang ingin diangkat oleh Budi Darma dan mengapa itu menjadi fokus isu sosial Budi
Darma.
Rafilus telah mati dua kali. Kemarin dia mati. Hari ini, tanpa pernah hidup kembali, dia mati lagi.
Padahal, semenjak bertemu dengan dia untuk pertama kali beberapa bulan lalu, saya mendapat kesan
bahwa dia tidak akan mati. Andaikata tumbang, paling-paling dia hanya berkarat. (Rafilus, Bab II
paragraf awal)
Rafilus adalah tokoh yang telah mati dua kali—sebuah ketidaklogisan eksposisi
tokoh. Absurditas sendiri adalah sebuah kesia-siaan—sebuah cabang filsafat yang didasari
pada keyakinan bahwa jagat raya ini irasional dan tanpa makna. Tentang keanehan dan
ketidaklogisan, adalah dampak lanjutan dari keyakinan terhadap kesia-siaan itu. Dengan
definisi absurditas ini, membaca Rafilus telah menjatuhkan saya pada sebuah pernyataan
yang sifatnya gamblang dan tentatif: Rafilus adalah novel yang sok absurd.
Novel Rafilus adalah novel yang berkaitan erat dengan masalah identitas. Novel ini
begitu dekat dengan kehidupan kita karena novel ini memiliki latar di Surabaya. Selain
nama Rafilus, nama tokoh-tokoh lainnya begitu Indonesia, misalnya Jumarup, Pawestri,
Gandari, Munandir, dan sebagainya. Yang ingin diangkat Budi Darma adalah masalah sosial
dari kelas menengah ke bawah. Selain itu, karena novel ini ditulis pada tahun 1987, maka
suasana-suasana yang ditampilkan pun sebagaimana suasana Indonesia pada tahun-tahun
tersebut. Seperti yang ada di sampul belakang novel ini, Budi Darma tidak ingin
mengungkapkan gejala-gejala manusia sebagai gejala sosial, melainkan gejala umum. Di
bawah ini akan dikutip masalah-masalah umum yang diangkat oleh Budi Darma. Tentu saja
masalah-masalah ini masih dalam cakupan absurditas dan oleh karena itu banyak masalah-
masalah umum. Rafilus adalah seorang tokoh yang berasal dari kelas menengah ke bawah.
Ia adalah simbol dari keabstrakan manusia, khususnya manusia Indonesia. Rafilus memiliki
Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013
7
beberapa pengalaman unik di kehidupannya. Pengalaman itu adalah upaya Budi Darma
untuk menyampaikan sesuatu. Di bawah ini akan dikutip suatu problematika sosial yang
dilalui oleh Rafilus.
Dia mengetahui bahwa Rafilus ternyata seorang pengarang. Akan tetapi seperti pernah dikatakan
dalam salah satu suratnya, Rafilus tidak mempunyai otak cemerlang. Betapa pun meledak-ledaknya
keinginan Rafilus untuk menjadi pengarang yang bukan sembarangan, otaknya tidak
mengijinkannya. Mungkin saja orang akan tertarik pada tulisannya, akan tetapi tidak akan ada orang
yang memperhatikan bahwa yang menulis adalah seorang bernama Rafilus, kecuali orang-orang
yang sudah terlanjur mengenal dia. Orang tidak akan sengaja mencari tulisannya tapi hanya sekedar
membacanya tanpa mengetahui siapa penulisnya. Bagi mereka tidak ada manusia bernama Rafilus,
apalagi pengarang bernama demikian. (Hlm. 167)
Dari kutipan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Budi Darma ingin mengangkat
tema kepengarangan. Budi Darma bermaksud menyampaikan bahwa pengarang kadang
tidak dianggap lagi dan tidak jadi hal yang penting. Dalam poin ini, Budi Darma telah
mengangkat tema yang baik karena masalah pengarang dan masyarakat telah banyak
dibahas oleh para kritikus dan teoretikus dari masa lalu. Budi Darma ingin mengangkat isu
mengenai: apakah pengarang, pada kesusastraan dunia ini, lebih penting dari karya-karya
yang dihasilkannya? Menurut Goenawan Μohamad, pengarang adalah bayang-bayang bagi
karya yang dihasilkannya. Ia mengambil contoh karya Sitti Nurbaya karangan Μarah Roesli.
Seringkali, orang hanya membicarakan karya Sitti Nurbaya tanpa membicarakan Μarah
Roesli sama sekali.
Penjelasan tersebut adalah salah satu dari hal yang ingin diungkapkan Budi Darma.
Pada intinya, Budi Darma adalah seorang pengarang yang suka mengangkat hal-hal kecil
dan sangat sehari-hari. Μasalah-masalah yang diangkat Budi Darma begitu dekat dengan
masalah keseharian manusia, dan seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Budi Darma
adalah pengarang yang mengangkat masalah sosial sebagai gejala umum. Pada kutipan
selanjutnya, akan terlihat bagaimana Budi Darma mengangkat satu masalah lagi mengenai
kehidupan sosial yang relatif adalah hal yang kecil.
Sebagai tambahan, Budi Darma pernah menggolongkan karya Samuel Beckett dan
Harold Pinter sebagai sastra kabur alih-alih sastra absurd (Darma dkk., 2003: 122). Memang,
ada chaos tentang bagaimana sebenarnya sastra absurd dan apakah benar karya Rafilus
adalah karya absurd. Dalam pengalaman membaca saya, di antara, sebut saja karya absurd
yang dikarang oleh Albert Ćamus, Orang Asing dan Rafilus terdapat perbedaan penciptaan
tokoh. Rafilus adalah tokoh yang “dibom” oleh tindakan-tindakan aneh dan deskripsi-
deskripsi aneh, sedangkan Mersault tidak dideskripsikan seperti itu. Mersault, tokoh utama
Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013
8
dalam novel Orang Asing, tidak dideskripsikan secara aneh, ia hanya dikisahkan dengan
begitu impresif dan secara pelan digambarkan bahwa Mersault memiliki pandangan hidup
yang sama dengan nilai-nilai absurditas. Μaka dari itu, identitas karya Rafilus masih dapat
dibahas secara lebih panjang lebar.
Kesimpulan
Budi Darma adalah sastrawan yang mengusung absurditas sebagai pondasi utama
karyanya. Akan tetapi, ia juga mengusung stilistika-stilistika postrealitas lainnya seperti
surealisme dan realisme magis. Hal itu dapat terlihat pada deskripsi Rafilus yang terkesan
magis alih-alih absurd dan kematian Rafilus yang lebih terlihat surealis. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa Budi Darma adalah sastrawan pengusung absurditas yang menggunakan
teknik surealisme dan realisme magis sebagai penghiasnya. Masalah-masalah yang diangkat
oleh Budi Darma adalah masalah-masalah kelas menengah ke bawah. Masalah sosial ini
sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia. Misalnya masalah sehari-hari
tukang pos, seorang perempuan janda, dan seorang pria yang sangat ingin memiliki anak.
Dari segi ini, Budi Darma adalah pengarang Timur yang mengambil stilistika Eropa, yang
jauhnya hampir setengah dunia dengan Indonesia, untuk mengisahkan kejadian-kejadian
yang paling dekat dengan kehidupan Indonesia.
Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013
9
Daftar Pustaka
Camus, Albert. 1999. Mite Sisifus: Pergulatan dengan Absurditas. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Camus, Albert. 2010. The Outsider: Sang Pemberontak. Surabaya: Penerbit Liris.
Damono, Sapardi Djoko (dkk.). 2007. Absurdisme dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa
Darma, Budi. 1988. Rafilus. Jakarta: Balai Pustaka.
Darma, Budi. 2003. Obsesi Perempuan Berkumis. Jakarta: Metafor Intermedia.
Stilistika postrealitas ..., Meidy Ardyan K A, FIB UI, 2013