antrokes print

17
 Tugas Antropologi kesehatan Kesurupan dalam dunia kesehatan (sebuah kritik tentang culture bound phenomena)  NAMA : Josef Kristian Pakku NIM : K11109255 KELAS : A Jurusan promosi kesehatan dan ilmu perilaku FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Upload: yunita-setiyowati

Post on 10-Jul-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 1/17

Tugas Antropologi kesehatan

Kesurupan dalam dunia kesehatan

(sebuah kritik tentang culture bound

phenomena) 

NAMA : Josef Kristian Pakku

NIM : K11109255

KELAS : A

Jurusan promosi kesehatan dan ilmu perilaku

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 2/17

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2011

i

KATA PENGANTAR 

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

anugerah-Nya sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Makalah

dibuat dalam rangka tugas sekaligus final test untuk mata kuliah Antropologi

Kesehatan.

Dalam penulisan makalah ini tentunya penulis mendapat banyak bantuan dari

berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima

kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Sungguh merupakan suatu hal yang membahagiakan penulis dapat

menyelesaikan makalah ini, walaupun demikian penulis tetap menyadari bahwa apa

 yang tertuang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu sumbangan pemikiran

berupa kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.

Akhir kata, penulis mengucapkan selamat membaca, semoga dapat berguna bagi

semua pihak.

Makassar, Mei 2011

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 3/17

 

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..….i 

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….1 

I.1 Pendahuluan…….…………………………………………………………...1  

BAB II LANDASAN TEORI……….……………………………………………...3

II.1 Kesurupan…………………………………………………………………..3

II.2 Culture Bound Phenomena……..…………………………………………..4

II.3 Etik dan Emik ………………………………………………………………5

BAB III PEMBAHASAN…………………….……………………………………8

III.1 Kesurupan dan budaya dari tinjauan etik dan emik……………….……….8III.2 Kesurupan dan kesehatan mental masyarakat...………………………….10 

III.3 Kesurupan dalam penelitian kualitatif……………………………………11

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………….13 

IV.1 KESIMPULAN………………………………………………………….13 

IV.2 SARAN………………………………………………………………….13 

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………...………………...14

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 4/17

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Pendahuluan

Fenomena kesurupan massal seolah menjadi peristiwa yang lazim terjadi di

masyarakat Indonesia. Dalam satu bulan, peristiwa yang sama terjadi beberapa kali,

 yaitu di Yogyakarta (6/3), Surabaya (20/3), Banjarmasin (20/3), dan Bogor (21/3). Dan

peristiwa ini sudah terjadi sejak dua tahun belakangan ini. Bahkan fenomena-fenomena

ini juga terjadi di setiap bangsa dan agama. Fenomena kesurupan ini juga pernah terjadi

di Amerika Serikat sesaat setelah film horor The Exorcist diluncurkan tahun 1973.

 Amerika Utara, setidaknya ditemukan lebih dari 100 kasus kesurupan per tahuh.

Penanganannya melibatkan exorcist lintas agama, disesuaikan dengan kepercayaan

orang yang kesurupan. Katolik, Vatikan bahkan juga melakukan pendidikan khusus bagi

pastor pengusir setan. Mengutip LA Times, dalam 20 tahun terakhir, Italia sudah

melantik 300-400 pastor khusus pengusir setan (exorcist priest).

Bagi masyarakat Indonesia sendiri, fenomena kesurupan ini dikaitkan dengan gangguan

dari roh-roh halus yang mengambil alih tubuh korban selama beberapa waktu dan

membuat korban tidak sadar akan apa yang ia perbuat. Pada masyarakat kita, pahanseperti ini merupakan paham tradisional yang turun menurun dan berkembang dalam

masyarakat. Kuda lumping makan beling, aksi debus, lalu tari kecak di Bali, dimana

dalam aksi tradisional tersebut akan diperlihatkan orang-orang yang mengalami

kesurupan. Fenomena itu bagi masyarakat kita dianggap sebagai peristiwa yang lazim,

karena apabial peristiwa tersebut tanpa disertai aksi kesurupan, yang pasti kita tidak 

akan dipertontonkan pertunjukan yang menegangkan. Fenomena kesurupan tidak 

terlepas dari faktor budaya setempat, dalam hal ini sering disebut dengan culture bound

phenomena.

Sartono Mukadis mengatakan, kesurupan sangat potensial menimpa orang-orang

 yang berpikiran labil. Kesurupan mungkin merupakan gejala skizofrenia (dalam

Maramis, 2005). Fenomena kesurupan massal yang dialami pada masyarakat kita ini

mungkin dapat dijadikan sebagai tanda gejala-gejala penyakit mental.

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 5/17

2

 Apabila gejala penyakit mental ini menyerang dan dialami oleh banyak orang,

dapat dikatakan bahwa kondisi kesehatan mental yang ada dalam masyarakat dapat

dikatakan sangat memprihatinkan, hal ini merupakan potret buram dalam masyarakat

kita. Fenomena kesurupan massal yang terjadi dalam masyarakat kita merupakan salah

satu fenomena yang unik, dimana fenomena ini menggunakan pendekatan emik 

mengacu pada pandangan warga masyarakat yang dikaji, sehingga tidak dapat

diberlakukan prinsip universalitas, dan generalisasi.

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 6/17

3

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 KESURUPAN

Kesurupan (diakses dari www.wikipedia.com tanggal 27 November 2008) adalah

sebuah fenomena di mana seseorang berada di luar kendali dari pikirannya sendiri.

Beberapa kalangan mengganggap kesurupan disebabkan oleh kekuatan gaib yang

merasuk ke dalam jiwa seseorang.

Maramis (2005) kesurupan dapat terjadi bila roh yang lain memasuki seseorang

dan menguasainya. Orang itu menjadi lain dalam hal bicara, perilaku, dan sifatnya;

perilakunya menjadi seperti kepribadian yang ”memasukinya”. 

Terdapat dua macam keadaan yang dinamakan kesurupan oleh masyarakat, yaitu:

1. Orang itu merasa bahwa di dalam dirinya ada kekuatan lain yang berdiri di samping

”aku”-nya dan yang dapat menguasainya. Jadi simultan terdapat dua kekuatan yang

 bekerja sendiri-sendiri dan orang itu berganti-ganti menjadi yang satu dan yang lain.

Kesadarannya tidak menurun. Perasaan ini berlangsung kontinu. Dalam hal ini kita

melihat suatu permulaan perpecahan kepribadian yang merupakan gejala khas bagi

skizofrenia.

2. Orang itu telah menjadi lain, ia mengidentifikasikan dirinya dengan yang lain,

 binatang atau benda. Jadi pada suatu waktu tidak terdapat dua atau lebih kekuatan di

dalam dirinya (seperti dalam hal yang pertama), tapi terjadi suatu metamorfosis yang

lengkap. Ia telah menjadi orang lain, binatang atau barang, dan ia juga bertingkah laku

seperti orang, binatang, atau barang itu. Sesudahnya terdapat amenesia total atau

sebagian. Keadaan yang kedua ini ialah disasosiasi. Bila disasosiasi ini terjadi karena

konflik dan stres psikologik, maka keadaan itu dinamakan rekasi disasosiasi (suatu sub-

 jenis dalam nerosa histerik). Bila disasosiasi itu terjadi karena pengaruh kepercayaan

dan kebudayaan, mka dinamakan kesurupan. Tidak jarang kedua keadaan ini secara

ilmiah sukar dibedakan karena kepercayaan dan kebudayaan juga dapat menimbulkan

stres dan konflik.

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 7/17

4

Biasanya kesurupan didahului oleh periode ’mediasi” disertai upacara sesuai

dengan kepercayaan dan kebudayaan setempat dan atas kehendak orang itu sendiri.

Pada orang lain kesurupan terjadi secara spontan. Fenomena kesurupan massal yang

terjadi dalam masyarakat dapat digambarkan seperti fenomena tepuk tangan, dimana

apabila ada salah satu yang bertepuk tangan yang lain juga mengikuti perilaku bertepuk 

tangan. Dalam fenomena ini ada efek sugesti yang terjadi pada orang lain, dimana orang

tersebut akan berperilaku yang sama dengan orang yang sebelumnya.

II.2 CULTURE BOUND PHENOMENA 

Culture Bond Phenomena merupakan fenomena atau kondisi (keadaan) yang

terikat pada kebudayaan setempat. Pada PPDGJ-1, mencatumkan beberapa fenomena yang terkait dengan budaya, dengan perincian sebagai berikut:

1. Amok 

2. Koro

3. Latah.

4. Kesurupan.

5. Kondisi (keadaan) lain.

II. 3 BUDAYA 

Budaya (Barnouw dalam Matsumoto hal.25) adalah sekumpulan sikap, nilai,

keyakinan, dan perilaku yang sama-sama dimiliki oleh sekelompok orang, yang

dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui bahasa bahasa atau

sarana komunikasi lain. Kebudayaan yaitu asil ngremba kaning akalipun manungsa ing

dalem nyekapi kekebetahaning agesang ingkang kapurba dening papan saha wekdal.

(Hasil dari manusia dari akalnya untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal kebutuhan

fisik maupun psikis ;terjemahan bebas). Perbedaan yang mencolok dari budaya populer

dan budaya asli adalah adanya emik dan etik, Bila kebudayaan asli mempunyai unsur

emik dan etik sedangkan budaya populer hanyalah kebudayaan sesaat yang tidak 

mengakar dimasyarakat dan sifatnya untuk menyenankan audensi. Biasanya fenomena

kebudayaan populer yang menjadikan ukuran–ukuran kewajaran menjadi rusak.

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 8/17

5

II.4 ETIK DAN EMIK 

Menurut Matsumoto Emik adalah temuan-temuan yang tampak berbeda

antarbudaya, dengan demikian emik menunjuk pada kebenaran yang bersifat khas

 budaya. Sedangkan Etik adalah temuan-temuan yang nampaknya konsisten pada

 berbagai budaya dengan kata lain etik mengacu pada kebenaran atau prinsip universal.

Etik adalah aspek kehidupan yang muncul secara konsisten pada semua budaya,

sedangkan emic aspek kehidupan yang muncul pada satu budaya tertentu (dalam

Dayaksini dan Yuniardi, 2008).

Menurut Segall (1990) Etik sebagai titik pandang dalam mempelajari budaya dari

luar sistem budaya tersebut, dan merupakan pendekatan awal dalam mempelajari suatu

sistem yang asing. Sedangkan emik sebagai titik pandang merupakan studi perilaku daridalam sistem budaya tersebut (dalam Dayaksini dan Yuniardi, 2008).

Kaplan dan Manners (1999:256-258) telah memberikan acuan bahwa pendekatan emik 

adalah pengkategorian fenomena budaya menurut warga setempat (pemilik budaya)

sedangkan etik adalah kategori menurut peneliti dengan mengacu pada konsep-konsep

sebelumnya. Peneliti bisa menggunakan salah satu pendekatan dan atau gabungan

keduanya. Yang penting, bagi peneliti budaya perlu memperhatikan konsistensi

pemanfaatan pendekatan keduanya agar tidak terjadi campur aduk. Istilah etik dan

emik dalam pandangan Marvin Harris (1992:34) akan berhubungan pula dengan

masalah objektif dan subyektif. Etik bersifat sangat tertutup dalam hat makna, seperti

halnya prinsip objektif. Namun, emik tidak bisa disejajarkan dengan subyektif.

Masalahnya, deskripsi budaya secara emik dapat bersifat objektif dan juga subyektif.

Hal ini tergantung siapa dan bagaimana peneliti mampu atau tidak merangkum semua

gejala yang ada. Maka perbedaan subyektif dan obyektif tergantung dalam

penggunaannya. Istilah etik biasanya diterapkan dalam ilmu yang membutuhkan

pengamatan, tetapi emik dapat diterapkan sehingga menghasilkan deskripsi

subyektif/objektif.

Etik/emik sebenarnya merupakan landasan penelitian yang berusaha memahami

tingkah laku manusia. Tingkah laku tersebut penuh dengan makna, karena di dalamnya

terdapat aneka simbol. Karenanya, tinggal dari mana kita akan melihat perilaku budaya

tersebut, jika perilaku dilihat dari keadaan sesungguhnya menurut pemilik budaya,

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 9/17

6

itulah pemanfaatan emik, begitu sebaliknya. Pendekatan etik dan emik pada dasarnya

merefer pada sudut pandang penelitian budaya itu sendiri. Jika peneliti mendasarkan

pada sudut pandang partisipan (informan setempat) berarti menggunakan emik dan

 bila menggunakan sudut pandang observer (peneliti) berarti menggunakan etik.

Pernyataan emik akan lebih akurat apabila mampu mengungkap persamaan dan

perbedaan pendapat di lapangan, selanjutnya dikategorikan dan dicari sigifikansi dan

makna secara penuh. Berarti emik lebih memandang makna budaya lebih aspiratif.

Sebaliknya, pemaparan budaya etik lebih tergantung pada kejelian observer

menampilkan suatu komunitas secara ilmiah. Berarti pernyataan etik tidak dapat salah

manakala peneliti teliti dalam membangun konsep. Etik akan keliru apabila observer

gagal menjawab semua pertanyaan penelitian yang telah dibangun sebelumnya. Jikapeneliti budaya memanfaatkan pendekatan etik, pada akhirnya harus melakukan

generalisasi. Pada saat itu, penelifi akan melakukan beberapa hat, yaitu:

(a) pengelompokan secara sistematis seluruh data, seluruh data kebudayaan ke dalam

sistem tunggal;

(b) menyediakan kriteria untuk klasifikasi setiap unsur data;

(c) mengorganisakan data yang telah diklaiisikasikan ke dalam tipe-tipe tertentu;

(d) mempelajari, menemukan, dan menguraikan setia data ke dalam kerangka sistem

 yang telah dibuat sebelum mempelajari kebudayaan.

Sebaliknya, pendekatan emik merupakan esensi yang sahih untuk fenomena

kebudayaan pada suatu waktu tertentu. Pendekatan ini relevan sebagai usaha untuk 

mengungkap pola kebudayaan menurut persepsi pemilik budaya. Pendekatan emik 

menegaskan bahwa makna budaya dari “orang dalam” (internal). Berbeda dengan etik,

peneliti “berdiri di luar” (eksternal) fenomena budaya. Emik akan terkait dengan

keseluruhan unsur budaya. Jika emik lebih menekankan kenisbian, etik bersikap

mutlak.

Levi-Strauss (Harris, 1999:32) pendekatan etik dianggap kurang natural dan emik 

lebih natural dalam merepresentasikan fenomena budaya. Istilah etik juga sejajar

dengan pengertian outsider dan emik senada dengan insider fenomena budaya. Dalam

istilah Rappaport, etik sejajar dengan deskripsi budaya secara disebut sebagai

pendekatan. Positivistik adalah pendekatan didasarkan pada pemikiran filosofi Comte.

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 10/17

  7 

Secara sangat sederhana, emik mengacu pada pandangan warga masyarakat yang dikaji,

sedangkan etik mengacu pada pandangan si peneliti. Kontruksi emik adalah deskripsi

dan analisis yang dilakukan dalam konteks skema dan kategori konseptual yang

dianggap bermakna oleh partisipan dalam suatu kejadian atau situasi yang

dideskripsikan dan dianalisis. Kontruksi etik adalah deskripsi dan analisis yang

dilakukan dalam konteks skema dan kategori konseptual yang dianggap bermakna oleh

komunitas penganut ilmiah. Emic berlaku dengan benar istilah "emic" jika dan hanya

 jika sudah sesuai dengan persepsi dan pemahaman yang dianggap tepat oleh Insider's

 budaya.

Robert Lawless membahas istilah emik dan etik dalam kerangka model folk dan

model analisis. Model folk adalah representasi stereotipikal, normatif, dan tidak kritikaldari realitas yang dimiliki bersama oleh para anggota suatu kebudayaan. Dan model

analisis adalah representasi profesional, eksplanatoris, dan komprehensif dari realitas

 yang diakui oleh komunitas ilmiah.

Emik dan etik tidak ada kaitannya dengan ontologi. Kejadian, situasi, hubungan

dan fakta, tidak pernah terkait dengan emik maupun etik. Kejadian-kejadian dan entitas

 yang termasuk kedalam dunia empiris semata-mata hanya kejadian dan entitas. Suatu

deskripsi, analisis, eksplanasi, atau klaim tertentu terhadap pengetahuan adalah emik 

atau etik haruslah didasarkan semata-mata pada dasar-dasar epistemologi.

Marvin Haris membedakan pernyataan emik dan etik  atas dasar epistemologi, yaitu”

kerja emik mencapai tingkat tertinggi tatkala mengangkat informan native pada ststus

penilai tertiggi bagi kecukupan deskripsi dan analisis pengamat. Pengujian kecukupan

dari analisis emik adalah kemampuannya menghasilkan pernyataan-pernyataan yangt

daapat diterima native sebagai nyata, bermakna, atau sesuai. Kerja etik mencapai

tingkat tertinggi tatkala mengangkat pengamat kepada status penilai tertinggi dari

kategori-kategori dan konsep-konsep yang digunaakan dalam deskripsi dan

analisis”(1979:32). 

Pembedaan antara data yang diperoleh atas dasar wawancara dan pengamatan saja

tidak dengan sendirinya mencukupi untuk membangun status emik atau etik dari

deskripsi dan analisis. Melainkan, deskripsi dan analisis tersebut harus diukur dengan

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 11/17

8

menggunakan standar-standar lain yakni penilaian dari native untuk emik dan

evaluasi dari antropologi untuk etik.

BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Kesurupan dan budaya dari tinjauan etik dan emik

Fenomena kesurupan yang terjadi dalam masyarakat, merupakan salah satu

culture bond fenomena yang ada pada masyarakat. Kesurupan yang terjadi dalam

tradisi kuda lumping, dimana seorang penari kuda lumping akan didahului oleh periode

’mediasi” disertai upacara sesuai dengan kepercayaan dan kebudayaan setempat dan

atas kehendak orang itu sendiri. Dalam hal ini penari berusaha untuk memanggil

kekuatan gaib yang merasuk ke dalam jiwa seseorang. Kekuatan ini akan

diidentifikasikan ke dalam dirinya, sehingga orang tersebut akan bertingkah laku

seperti obyek yang ia masukkan kedalam dirinya (bertingkah laku seperti binatang,

 benda atau orang). Namun kondisi ini tidak berlangsung lama, namun bersifat

situasional, dalam arti kondisi kesurupan akan terjadi apabila dalam kondisi-kondisitertentu. Pada kasus kuda lumping ini seorang penari akan menjadi kesurupan hanya

saat ia melakukan pementasan tari kuda lumping. Begitu juga kasus-kasus kesurupan

 yang masih memiliki kekentalan budaya. Kasus kesurupan yang terjadi dalam tradisi

kuda lumping ini mungkin akan menjadi lebih baik apabila didekati dengan pendekatan

secara emik. Dalam hal ini kasus kuda lumping ini dianggap sebagai kasus unik yang

mungkin hanya terdapat pada budaya tertentu, oleh karena ini kasus kesurupan yang

terjadi dalam tradisi kuda lumping ini dimasukkan dalam culture bond phenomena,

namun upaya memasukkan kesurupan sebagai culture bond phenomena, tidak tepat

dan masih bersifat prematur. Ketidaktepatan disini terjadi dari alasan bahwa kukltur

(budaya) membentuk pengalaman dari gangguan psikologis, baik dalam menentukan

ekpresi dari symptom/ gejala-gejala ganggguan yang bersifat universal dan dalam

menyumbang terhadap munculnya gangguan yang bersifat spesifik budaya (dalam

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 12/17

9

Dayaksini dan Yuniardi, 2008). Pendekatan emik dalam kasus kesurupan yang terjadi

pada tradisi kuda lumping membuat peneliti mampu membuat point of view 

 berdasarkan budaya setempat, sehingga keunikan dalam kasus ini tidak dapat

digeneralisasikan pada budaya yang lain, yang berarti bahwa ritual kesurupan dalam

tradisi kuda lumping adalah suatu perilaku emik yang khas dan benar hanya pada

komunitas penari kuda lumping. Pendekatan emik dalam fenomena ini dapat dikatakan

sebagai pendekatan yang paling tepat dan bijak, karena pendekatan ini emik mengacu

pada pandangan warga masyarakat yang dikaji. Namun dalam deskripsi budaya secara

emik dapat bersifat objektif dan subyektif, tergantung bagaimana peneliti mampu atau

tidak merangkum semua gejala yang ada.yang berarti analisis yang dilakukan peneliti

dapat menjadi obyektif atau subyektif, tergantung dari pemahaman peneliti dalammerangkum dan memandang fenomena yang terjadi, sehingga peneliti akan menjadi

obyektif, apabila ia dapat mendeskripsikan dan menganalisis fenomena yang terjadi

dari berdasarkan pandangan masyarakat yang dikaji. Kesurupan yang terjadi dalam

tradisi kuda lumping ini yang menjadi aspek kehidupan yang hanya muncul pada

 budaya tertentu. Menyikapi kasus kesurupan massal yang marak belakangan ini di

masyarakat, mungkin akan memberikan dua sudut pandang (point of view) yang

 berbeda. Kita dapat melihat kasus kesurupan massal ini dengan menggunakan

pendekatan etik maupun pendekatan emik.

Pada bangsa kita, dimana tradisi kepercayaan yang begitu kuat mengakar,

membuat perilaku kita tidak lepas dari hasil-hasil budaya tersebut. Animisme

kepercayaan tentang adanya roh-roh membuat perilaku kesurupan sebagai perwujudan

dari refleksi kepercayaan ini. Perilaku kesurupan dalam tradisi kuda lumping mungkin

tidak bisa didekati dengan pendekatan etik namun dapat dilakukan dengan pendekatan

emik. Fenomena kesurupan massal yang terjadi akhir-akhir ini dimasyarakat,

merupakan salah satu culture bond phenomena, yang mana dalam PPDGJ, dimasukkan

dalam gangguan mental terkait dengan budaya. Upaya memasukkan kesurupan

kedalam PPDGJ merupakan salah satu cara pendekatan etik, karena adanya aspek 

universalitas dan generalisasi terhadap fenomena yang ada. Pada dunia klinis

kesurupan dipandang sebagai mekanisme yang dilakukan seseorang yang sering disebut

disasosiasi, dimana merupakan suatu mekanime yang dapat menimbulkan kepribadian

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 13/17

10

ganda. Keadaan disasosiasi karena stres, dinamakan reaksi disasosiasi. Keadaan dengan

disasosiasi karena pengaruh kepercayaan dan kebudayaan dinamakan kesurupan.

Dalam kesurupan terjadi metamorfose total, penderita sudah menjadi seperti

kepribadian yang dianggap memasukinya. Pada beberapa penelitian tentang kesurupan

menyebutkan bahwa kesurupan terjadi karena muncul kecemasaan massal. Pada

kesurupan massal yang terjadi di lingkungan sekolah ini disebabkan munculnya

kecemasan massal ketika menjelang ujian atau ketika sekolah kena gusur. Di Indonesia

itu sendiri kesurupan massal masih dipandang sebagai fenomena masuknya roh dan

menguasai seseorang. Tradisi dan kekentalan kepercayaan dan kebudayaan masih

 banyak mempengaruhi cara pandang dari masyarakat tentang fenomena kesurupan,

sehingga pendekatan etik dianggap kurang mampu atau gagal menjawab semuapertanyaan penelitian yang telah dibangun sebelumnya. Pernyataan etik tidak dapat

salah manakala peneliti teliti dalam membangun konsep.

Fenomena kesurupan massal yang juga pernah terjadi Amerika serikat, dipandang

sebagai gangguan mental yang terjadi di masyarakat. Budaya Amerika yang sangat

mengagungkan rasionalime dan upaya menampilkan suatu komunitas secara ilmiah.

Fenomena kesurupan yang terjadi di Amerika serikat, dipandang sebagai fenomena

 yang tidak terjadi dalam budaya masyarakat Amerika, sehingga pendekatan etik dalam

menyikapi fenomena kesurupan massal di Amerika dianggap sebagai pendekatan yang

 baik dan bijak.

III.2.Kesurupan dan Kesehatan Mental Masyarakat.

Dalam beberapa penelitian mendeskripsikan beberapa latar belakang terjadinya

kasus kesurupan massal dalam masyarakat, salah satu yang menjadi latar belakang

terjadinya kesurupan massal, ialah kesurupan massal yang terjadi di lingkungan sekolah

 yang disebabkan munculnya kecemasan massal ketika menjelang ujian atau ketika

sekolah kena gusur. Upaya memunculkan kecemasaan massal dalam kasus kesurupan

merupakan salah satu upaya yang dilakukan pendekatan etik. Pada pendekatan

kuantitatif, yang menjadi dasar dari pendekatan etik, kasus kesurupan massal ini

mungkin akan menjadi tepat apabila kasus ini ditinjau dengan upaya kita dalam

mencari data-data (dalam hal ini kecemasaan massal), sebagai penyebab terjadinya

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 14/17

11

kesurupan massal. Namun beberapa kasus kesurupan yang terjadi khususnya

dalam masyarakat kita tidak dapat dijawab dengan upaya mengkaitkan kecemasan

massal, sehingga upaya untuk menentukan apakah fenomena kesurupan dalam

masyarakat sebagai gangguan mental, merupakan salah satu tindakkan gegabah dan

tidak bijak dari peneliti. Perlunya menentukan kriteria atau syarat-syarat untuk 

memasukan fenomena kesurupan ke dalam gangguan mental (PPDGJ).

III.3.Kesurupan dalam Penelitian Kualitatif 

Berdasarkan pemaparan sebelumnya kita dapat mengetahui bahwa fenomena

kesurupan merupakan salah satu culture bond phenomena, sehingga pendekatan emik 

dipandang mampu menggali keunikkan fenomena dari suatu budaya dan mampumelihat dari dalam.

Menurut Hendrarso (2007) , menyatakan beberapa karakteristik khusus yang

dimiliki oleh penelitian kualitatif (Taylor & Bogdan, 1984; marshall & Rossman, 1989;

Silverman, 1993):

Bersifat induktif, yaitu mendasarkan pada prosedur logika yang berawal dari

proposisi khusus sebagai hasil pengamatan dan berakhir pada suatu kesimpulan

(pengetahuan baru) hipotesis yang bersifat umum. Dalam hal ini konsep-konsep,

pengertian dan pemahaman didasarkan pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru)

hipotesis yang bersifat umum. Dalam hal ini konsep-konsep, pengertian-pengertian dan

pemahaman didasarkan pada pola-pola yang ditemui dalam data.

Melihat pada setting dan manusia sebagai suatu kesatuan, yaitu mempelajari manusia

dalam konteks dan situasi di mana mereka berada. Oleh karena itu, manusia dan setting

tidak disederhanakan ke dalam variabel, tetapi dilihat sebagai suatu kesatuan yang

paling berhubungan.

Memahami perilaku manusia dari sudut pandang mereka sendiri (sudut pandang

 yang diteliti). Hal ini dilakukan dengan cara melakukan empati pada orang-orang yang

diteliti dalam upaya memahami bagaimana mereka melihat berbagai hal dalam

kehidupannya. Lebih mementingkan proses penelitian daripada hasil penelitian. Oleh

karena itu, bukan pemahaman mutlak yang dicari, tetapi pemahaman mendalam

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 15/17

12

tentang kehidupan sosial. Menekankan validitas data sehingga ditekankan pada dunia

empiris. Penelitian dirancang sedemikian rupa agar data yang diperoleh benar-benar

mencerminkan apa yang dilakukan dan dikatakan yang diteliti. Dalam hal ini data

 bukannya tidak akurat, tetapi prosedurnya yang tidak distandarisasi.

Bersifat humanistis, yaitu memahami secara pribadi orang yang diteliti dan ikut

mengalami apa yang dialami orang yang diteliti dalam kehidupan sehari-hari.

Semua aspek kehidupan sosial dan manusia dianggap berharga dan penting untuk 

dipahami karena dianggap bersifat spesifik dan unik (diambil dari Suyanto dan Sutinah,

2004). Berdasarkan karakteriskktik penelitian kualitatif yang disampaikan diatas, dapat

dikatakan bahwa penelitian kualitatif, menggunakan pendekatan emik, karena dalam

penelitian kualitataif ini berusaha untuk menggali fenomena yang unik dan spesifik,

serta berusaha untuk merefer sudut pandang penelitian budaya itu sendiri. Jika peneliti

mendasarkan pada sudut pandang partisipan (informan setempat) maka dikatakan

emik. Fenomena kesurupan yang terjadi dalam masyarakat, terutama di Indonesia,

 yang sangat kental akan segi budaya dan kepercayaan, dapat digambarkan secara

holistik dan lebih bijak, jika menggunakan pendekatan emik. Penelitian kualitatif pada

fenomena kesurupan mampu mendeskripsikan fenomena yang ada dari sudut pandang

 budaya setempat.

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 16/17

13

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

IV. 1 KESIMPULAN

Fenomena kesurupan massal yang dialami pada masyarakat kita ini mungkin

dapat dijadikan sebagai tanda gejala-gejala penyakit mental. Apabila gejala penyakit

mental ini menyerang dan dialami oleh banyak orang, dapat dikatakan bahwa kondisi

kesehatan mental yang ada dalam masyarakat dapat dikatakan sangat memprihatinkan,

hal ini merupakan potret buram dalam masyarakat kita.

IV.2 SARAN

Sebaiknya, untuk menghindari fenomena-fenomena seperti kesurupan massal,

dapat dilakukan dengan memperketat penjagaan diri, dalam hal ini memperkokoh iman

kepercayaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan semakin mendekatkan diri

kepadanya dalam setiap situasi dan kondisi.

5/10/2018 Antrokes Print - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/antrokes-print 17/17

14

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J.W. 2003. Research Design Qualitative, Quantitative And Mixed Methods

 Approachs Second Edition. Landon: Sage Publications.

Muslih, M, 2004. Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka

Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarata: Belukar

Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Poerwandari, E.K. 2007. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta:

LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

 www.pskmp.site88.net/pdf/mphamka.pdf, diakses tanggal 3 November, 2008

 www.bpurwoko.staff.ugm.ac.id, diakses tanggal 3 November, 2008

 www.bkn.go.id/sample/evaluasi, diakses tanggal 31 Agustus 2006.

http://fisip.untirta.ac.id/teguh/?p=19 diakes tanggal 27 November 2008

http://ragambudayanusantara.blogspot.com/2008/09/definisi-emik-dan-etik.htmldiakes tanggal 27 november 2008

http://64.203.71.11/kompas-cetak/0603/24/utama/2536389.htm

http://pksbanjarmasin.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemi

d=31

http://itha.wordpress.com/2007/08/16/fenomena-kesurupan-sebagai-suatu-bentuk-

histeria/

Maramis, W. F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga

University Press.: Surabaya.

Dayaksini, T & Yuniardi, S. 2004. Psikologi Lintas Budaya Edisi Revisi.

UMM Press: malang