anti inflamasi

18
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I UJI ANTI-INFLAMASI METODE VOLUME UDEM OLEH: KELOMPOK 3 1. ADDINA ZULFAH (170) 2. SANNIA RESTIA SARI (172) 3. MUHAMAD ISKANDAR (174) 4. RIRIN PUSPITA (175) 5. MUSTIKA SRI .H (176) 6. RANI EMILIA (177) 7. FIFI SOFIA L (181) 8. DESY NORWAHYU S (182) 9. EVY FEBRY F (183) PROGRAM PENDIDIKAN FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2013/2014

Upload: blueazura70

Post on 24-Oct-2015

330 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

doc

TRANSCRIPT

Page 1: Anti Inflamasi

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I

UJI ANTI-INFLAMASI METODE VOLUME UDEM

OLEH:

KELOMPOK 3

1. ADDINA ZULFAH (170)

2. SANNIA RESTIA SARI (172)

3. MUHAMAD ISKANDAR (174)

4. RIRIN PUSPITA (175)

5. MUSTIKA SRI .H (176)

6. RANI EMILIA (177)

7. FIFI SOFIA L (181)

8. DESY NORWAHYU S (182)

9. EVY FEBRY F (183)

PROGRAM PENDIDIKAN FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2013/2014

Page 2: Anti Inflamasi

I. Tujuan

Memahami prinsip eksperimen terhadap efek anti-inflamasi dengan menggunakan alat

plestinometer.

II. Tinjauan Pustaka

Radang (inflamasi) merupakan respon fisiologi lokal terhadap cedera jaringan. Radang

bukan suatu penyakit, melainkan suatu manifestasi terhadap suatu penyakit. Radang dapat

mempunyai pengaruh yang menguntungkan, seperti penghancuran mikroorganisme yang

masuk dan pembuatan dinding pada rongga abses, sehingga akan mencegah penyebaran

infeksi. Secara seimbang, radang juga memproduksi penyakit, misalnya abses otak akan

bertindak sebagai lesi ruangan yang menekan bangunan vital di sekitarnya, atau fibrosis

akibat radang kronis dapat mengakibatkan terjadinya distorsi jaringan yang permanen dan

menyebabkan gangguan fungsinya.

Inflamasi dapat dibedakan menjadi tiga fase, yaitu :

Radang akut, reaksi jaringan yang segera dan hanya dalam waktu yang tidak

lama, terhadap cedera jaringan.

Radang kronis, reaksi jaringan selanjutnya yang diperlama mengikuti respons

awal

Respon Imun terjadi bila jumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan

diaktifkan untuk merespon organisme asing atau subtansi antigenik

Pengobatan pasien dengan inflami mempunyai 2 tujuan utama : pertama, meringankan

rasa nyeri, yang sering kali merupakan gejala awal yang terlihat dan keluhan utama terus-

menerus dari pasien, dan kedua memperlambat atau (dalam teori membatasi proses perusakan

jaringan).pengurangan inflamasi dengan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (AINS ;

nonsteoroidal anti-inflamatori drugs= NSAIDS sering kali berakibat meredanya rasa nyeri

selama periode yang bermakna. Lebih jauh lagi, sebagian besar dari nonopioit analgesic

(aspirin,dll) juga mempunyai efek anti-inflamasi, jadi mereka tepat digunakan untuk

pengobatan inflamasi akut maupun kronis.

Page 3: Anti Inflamasi

Obat Anti-Inflamasi

Obat-obat anti inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau

mengurangi peradangan. Obat ini terbagi atas dua golongan, yaitu golongan anti inflamasi

non steroid (AINS) dan anti inflamasi steroid (AIS). Kedua golongan obat ini selain berguna

untuk mengobati juga memiliki efek samping yang dapat menimbulkan reaksi toksisitas

kronis bagi tubuh (Katzung, 1992).

Ada 2 golongan obat anti-inflamasi, yaitu :

1. Obat Anti-inflamasi Nonsteroid (OAINS)

Obat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling

banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika, dan

anti-inflamasi. OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan-

peradangan di dalam dan sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoartritis, artritis

reumatoid, dan gout artritis. Disamping itu, OAINS juga banyak pada penyakit-penyakit non-

rematik, seperti kolik empedu dan saluran kemih, trombosis serebri, infark miokardium, dan

dismenorea.

OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat

sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai banyak

persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.15 Prototip obat golongan ini adalah

aspirin, karena itu OAINS sering juga disebut sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirin-like

drug).

OAINS diklasifikasikan berdasarkan waktu paruh dan reaksi kimiawinya,. Berdasarkan

waktu paruh OAINS dibedakan menjadi:

a) AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam

meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak,

indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.

b) AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen.

c) AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan

naproksen.

d) AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan tenoksikam.

e) AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon

dan oksifenbutazon. 

Page 4: Anti Inflamasi

Sedangkan menurut reaksi kimiawinya dibedakan menjadi :

1) Nonselective Cyclooxygenase Inhibitors

a) Derivat asam salisilat: aspirin, natrium salisilat, salsalat, diflunisal, cholin

magnesium trisalisilat, sulfasalazine, olsalazine

b) Derivat para-aminofenol: asetaminofen

c) Asam asetat indol dan inden: indometasin, sulindak

d) Asam heteroaryl asetat: tolmetin, diklofenak, ketorolak

e) Asam arylpropionat: ibuprofen, naproksen, flurbiprofen, ketoprofen,

fenoprofen, oxaprozin

f) Asam antranilat (fenamat): asam mefenamat, asam meklofenamat

g) Asam enolat: oksikam (piroksikam, meloksikam)

h) Alkanon: nabumet

2) Selective Cyclooxygenase II inhibitor:

a) Diaryl-subtituted pyrazoles: celecoxib

b) Asam asetat indol : etodolac

c) sulfonanilid

Obat Anti Inflamasi Steroid (AIS)

Obat ini merupakan anti-inflamasi yang sangat kuat. Karena Obat-obat ini menghambat

enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakidonat. Asam arakidonat tidak

terbentuk berarti prostaglandin juga tidak akan terbantuk. Namun, obat anti inflamasi

golongan ini tidak boleh digunakan seenaknya. Karena efek sampingnya besar. Bisa

menyebabkan moon face, hipertensi, osteoporosis dll.

Senyawa steroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki stuktur kimia tertentu

yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Suatu molekul steroid

yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal dengan nama senyawa

kortikosteroid.

Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu

glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme

glukosa, sedangkan mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. Pada manusia,

glukortikoid alami yang utama adalah kortisol atau hidrokortison, sedangkan

mineralokortikoid utama adalah aldosteron. Selain steroid alami, telah banyak disintetis

glukokortikoid sintetik, yang termasuk golongan obat yang penting karena secara luas

Page 5: Anti Inflamasi

digunakan terutama untuk pengobatan penyakit-penyakit inflasi. Contoh antara lain adalah

deksametason, prednison, metil prednisolon, triamsinolon dan betametason (Ikawati,

2006). Aldosteron adalah hormon steroid dari golongan mineral kortikoid yang disekresi dari

bagian terluar zona glomerulosa pada bagian korteks kelenjar adrenal, yang berpengaruh

terhadap tubulus distal dan collecting ductsdari ginjal sehingga terjadi peningkatan

penyerapan kembalipartikel air, ion, garam oleh ginjal dan sekresi potasium pada saat yang

bersamaan. Hal ini menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah.

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintetis protein. Molekul

hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target

hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan

membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan komformasi, lalu

bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi

RNA dan sintetis protein spesifik.

Induksi sintetis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid

Berdasarkan masa kerjanya golongan kortikosteroid dibagi menjadi :

Kortikosteroid kerja singkat dengan masa paruh < 12 jam, yang termasuk

golongan ini adalah kortisol/hidrokortison, kortison, kortikosteron, fludrokortison

Kortikosteroid kerja sedang dengan masa paruh 12 – 36 jam, yaitu

metilprednisolon, prednison, prednisolon, dan triamsinolon.

Kortikosteroid kerja lama dengan masa paruh >36 jam, adalah parametason,

betametason dan deksametason.

2.1 Karagenin

Karagenin merupakan senyawa yang dapat menginduksi cedera sel dengan melepaskan

mediator yang mengawali proses inflamasi. Udema yang terjadi akibat terlepasnya mediator

inflamasi seperti: histamin, serotin, bradikinin, dan prostagladin. Udem yang disebabkan oleh

injeksi karagenin diperkuat oleh mediator inflamasi terutama PGE1 dan PGE2 dengan cara

menurunkan permeabilitas vaskuler. Apabila permeabilitas vaskuler turun maka protein-

protein plasma dapat menuju ke jaringan yang luka sehingga terjadi udema. Karagenin

merupakan suatu mukopolisakarida yang diperoleh dari lumut laut Irlandia, Chondrus

crispus. Karagenin polisakarida berasal dari algae, suatu ekstrak rumput laut, yang memiliki

Page 6: Anti Inflamasi

sejumlah manfaat, terutama dalam industri makanan dan sejenisnya. Karagenin juga

merupakan suatu senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium dan magnesium

atau kalsium sulfat dengan galaktosa dan kopolimer 3,6 anhidrogalaktosa (Fajar RP,

2005). Menurut Guiseley et. Al, karagenin adalah polisakarida dengan rantai lurus (linier)

yang terdiri dari D-glukosa 3.6 anhidrogalaktosa dan ester sulfat.

Berdasarkan kandungan sulfatnya, karagenan dibedakan menjadi 2 fraksi, yaitu kappa-

karagenan dengan kandungan sulfat kurang dari 28% dan iota-karagenan dengan kandungan

sulfat lebih dari 30%. Sedangkan menurut Peterson and Johnson, berdasarkan struktur

pendulangan unit polisakarida, karagenan dapat dibagi menjadi tiga fraksi utama (k-

(kappa),λ-(Lambda), dan ί-(iota) karagenan. Secara prinsip fraksi-fraksi karagenan ini

berbeda dalam nomor dan posisi grup ester. (Jatilaksono, 2007). Senyawa-senyawa yang

dapat digunakan untuk menginduksi inflamasi antara lain formalin dan ovalbumin, mustard,

kaolin, racun ular, polivinilpirolidin, yeast, dan mediator kimia inflamasi seperti histamin,

serotonin, atau bradikinin serta enzim hidrolitik seperti kolagenase, tripsin, lipase,

fosofolipase, A2, elastase, danhyaluronidase. Namun Karagenin lebih sering digunakan

karena  tidak meimbulkan kerusakan jaringan, tidak menimbulkan bekas, serta menimbulkan

respon yang paling peka terhadap obat antiflamasi dibandingkan senyawa iritan lainnya. Pada

proses pembentukan udema, karagenin akan menginduksi cedera sel denagan dilepaskannya

mediator yang mengawali proses inflamasi. Udema yang disebabkan induksi karagenin dapat

bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam (Sumarny dan

Rahayu, cit Mukhlisoh, 1998). Karagenin bersifat sebagai pengembang, tidak diabsorbsi,

tidak merusak sel, jika karagenin habis maka sel akan kembali ke bentuk semula.

2.2 Natrium Diklofenak

Natrium diklofenak adalah obat antiinflamasi yang mekanisme kerjanya

juga menghambat enzim siklooksigenase. Diklofenak adalah derivat sederhana dari

asam fenilasetat yang menyerupai flurbiprofen dan meclofenamate. Obat ini

adalah penghambat siklooksigenase yang relatif non-selektif dan kuat, juga mengurangi

bioavaibilitas asam arakidonat. Obat ini memiliki sifat-sifat antiinflamasi,

analgesik, dan antipiretik. Obat ini cepat diserap sesudah pemberian secara

oral, tetapi bioavailabilitas sistemiknya hanya antara 30-70% karena

metabolisme lintas pertama (Katzung, 2002). Absorpsi obat ini melalui saluran cerna

berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan

mengalami efek lintas awal (first pass effect) sebesar 40-50%. Walaupun waktu

Page 7: Anti Inflamasi

paruh singkat yakni 1 sampai dengan 2 jam (Katzung, 2002). Efek samping yang

lazim adalah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala seperti semua obat AINS,

pemakaian obat ini harus berhati-hati pada penderita tukak lambung (Wilmana, 1995).

III. Prosedur Pelaksanaan Praktikum

Alat :1. Pletismometer2. Spuit3. Sonde4. Spidol

Bahan :1. Tikus2. Larutan Karagenin 1%3. Aquadest 2,5 ml/20 g BB (kontrol negatif)4. Na diklofenak 6,75 mg/kg BB (kontrol positif)5. Infus Rimpang temu putih 5 % (dosis 0,625g/ kg BB)6. Infus Rimpang Temu putih 10 %(dosis 1,25 g/kg BB)7. Infus Rimpang Temu putih 20 % (dosis 2,5 g/kg BB)

Prosedur Kerja :1. Mula-mula semua hewan uji dipuasakn 6-8 jam. Pengosongan lambung bermanfaat terhadap

absorbsi obat. Keberadaan makanan dalam GIT sering kali menggangu proses absorbsi, sehingga terjadi manipulasi efek obat

2. Salah satu belakang tikus diberi tanda , kemudian diukur volume dengan cara mencelupkannya kedalam tabung air raksa pada alat pletismometersampai dengan batas tanda tersebut

3. Pemberian bahan uji semua kelompok diberikan masing –masing bahan uji secara per oral 2,5 ml/200 g BB

4. Selang 10-15 menit,kemudian pada masing-masing tikus diberikan penginduksi udem larutan karagenin 1 % 0,1 ml secara subcutan pada bagian dorsal kaki yang sama

5. Volume kaki tikus diukur kembali pada setiap interval waktu 5 menit sampai efek udemnya hilang

6. Data-data yang perlu dicatat adalah :a. Mula kerja dan durasi aksi bahan penginduksib. Mula kerja dan durasi aksi obat antiinflamasi

IV. Hasil Pengamatan

Dosis Tikus I

BB : 94 g

Aquadest : 0,729 g

Tikus II

BB : 108 g

Na diklofenak : 50 mg/50 ml

Page 8: Anti Inflamasi

Dosis : 6,75 mg/kg BB

à16,75 mg x 108g/1000 g = 0,729 ml

Tikus III

BB 113 g

Infus rimpang temu putih 5 %

Dosis : 0,625 g/kg BB

à625 mg x113 g/1000 g = 0,07 g

Sediaan yang diambil : 0,07 gx 100 ml/ 5 g = 1,4 ml

Tikus IV

BB : 121 g

Infus rimpang temu putih 10 %

Dosis : 1,25 g/kg BB

à1250 mg x 121 g/1000 g = 151,25 mg =0,15 g

Sedian yang diambil : 0,15 g / 10 g x 100 ml = 1,5 ml

Tikus V

BB : 101 g

Infus rimpang temu putih 20 %

Dosis : 2,5 g/kg BB

à2500mg x 101 g/ 1000 g = 252 mg = 0,252 g

Sedian yang diambil : 0,252 g x 100 ml / 20 g =1,26 ml

Page 9: Anti Inflamasi

Volume Udem

Kelompok Volume Udem Pada Kaki Tikus Rata2Volume Udem

% Hamba

tan

Awal Setelah Diberi Air Suling + Penginduksi Radang

Volume Udem

0 15 30 45 60 0 15 30 45 60

Kontrol Negative

(aquadest)

0.2 ml

0,56 0,53 0,53 0,50 0,86 0,3 0,27 0,27 0,24 0,6 O,336 -

Kontrol Positif

(Na Diklofenak)

0,3 ml

0,66 0,70 0,60 0,40 0,56 0,36 0,4 0,3 0,1 0,26 0,284 -

Infus 5 %

0,4 ml

1,4 0,73 0,73 0,46 0,53 1 0,33 0,33 0,06 0,13 0,37 -10,12%

Infus 10 %

0,43 ml

0,3 O,76 0,86 0,73 0,46 -0,13

0,33 0,43 0,3 0,03 0,192 42,86%

Infus 20 %

0,3 ml

1,6 0,4 0,70 0,73 0,26 0,2 0,1 0,4 0,43 -0,04 0,238 29,17%

V. Pembahasan

Inflamasi (radang) biasanya dibagi menjadi tiga fase : inflamasi akut , respon imun, dan

inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan proses awal respon awal terhadap cedera. Respon

imun terjadi bila jumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon

organisme asing atau subtansi antigenic. Bila suatu jaringan mengalami inflamasi maka akan

timbul gejala sebagai berikut :

a) Eritema (kemerahan)

Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari proses inflamasi. Darah berkumpul pada

daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator-mediator kimia tubuh (kinin,

prostaglandin, histamin)

b) Edema (pembengkakan)

Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma merembes ke dalam

jaringan intestinal pada tempat cedera. Kinin mendilatasi arteriol meningkatkan

permeabilitas kapiler

c) Kolor (panas)

Page 10: Anti Inflamasi

Panas pada tempat inflamasi disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah dan

mungkin juga karena pirogen (substansi yang menimbulkan demam) yang

mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus

d) Dolor (nyeri)

Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator kimia

e) Functio laesa (hilangnya fungsi )

Karena penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri, yang

mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1996).

Dalam praktikum ini obat anti-inflamasi yang digunakan, yaitu Na-Diklofenat

dan infus rimpang temu putih dengan kadar 5%, 10% dan 20 %. Pengamatan ini

bertujuan untuk melihat apakah infus rimpang temu putih memberikan efek anti-

inflamasi atau tidak dan pada kadar berapa efek anti-inflamasinya di dapatkan. Oleh

sebab itu obat ini akan dibandingkan dengan Na-Diklofenat, yaitu suatu obat yang

telah diketahui memberikan efek anti-inflamasi.

Pertama-tama tikus coba diberikan Na-Diklofenat dan infus rimpang temu

putih dengan kadar 5%, 10% dan 20 %. . Setelah beberapa saat, tikus coba diberi

obat karagenin yaitu obat yang memberikan efek inflamasi. Dari pengamatan ini

didapatkan hasil sebagai berikut :

Tikus 1 dengan kontrol (-) Aquadest à memberikan volume udem yang besar.

Hal ini dikarenakan tikus 1 mengalami inflamasi setelah diberikan karagenin dan

aquades tidak memberikan efek apapun.

Tikus 2 dengan kontrol (+) Na-Diklofenat à memberikan volume udem 0,284.

Tikus ini mengalami inflamasi setelah diberikan karagenin, namun efek inflamasi

itu telah diminimalisir oleh Na-Diklofenat yang telah diketahui memberikan efek

anti-inflamasi.

Tikus 3 dengan pemberian infus 5% à memberikan volume udem yang lebih

besar dari pada kontrol (-) aquadest dan % hambatan yang di dapat hasilnya

negatif (-). Hal ini menunjukkan bahwa pada kadar 5% infus rimpang temu putih

belum memberikan efek anti-inflamasi

Tikus 4 dengan pemberian infus 10% à memberikan volume udem yang lebih

kecil dari pada kontrol (-) aquadest dan % hambatan yang di dapat hasilnya positif

(+). Hal ini menunjukkan bahwa pada kadar 10% infus rimpang temu putih

memberikan efek anti-inflamasi .

Page 11: Anti Inflamasi

Tikus 5 dengan pemberian infus 20% à memberikan volume udem yang lebih

kecil dari pada kontrol (-) aquadest dan % hambatan yang di dapat hasilnya positif

(+). Hal ini menunjukkan bahwa pada kadar 20% infus rimpang temu putih

memberikan efek anti-inflamasi.

Berdasarkan pengamatan ini, efek anti-inflamasi pada kadar 10% lebih besar

dibandingkan dengan kadar 20% padahal pada kadar 20 % seharusnya memberikan

efek anti-inflamasi yang lebih besar. Hal ini mungkin saja terjadi kesalahan waktu

melakukan pengamatan atau pada saat memberikan sediaan pada hewan coba. Efek

anti-inflamasi yang dihasilkan oleh infus rimpang temu putih di sebabkan oleh zat

kurkumin yang terkandung didalam rimpang temu putih.

Didalam tumbuhan rimpang temu putih memiliki zat berkhasiat kurkumin

yaitu zat yang sangat aktif dalam menghambat peradangan baik secara akut maupun

kronis pada hewan coba, hal ini dikarekan kurkumin memiliki strukutur yang hampir

sama dengan fenilbutason dan kortison yang merupakan obat anti-inflamasi yang

paling kuat efeknya.

Rimpang temu putih dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Curcuma

Jenis : Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe

Nama lain : Curcuma pallida, Costus nigricans,Roscoea nigro-

ciliata, Roscea lutea, temu putih (melayu),fung ngo suk (tionghoa).

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan

air pada suhu 90o C selama 15 menit.

Page 12: Anti Inflamasi

VI. Kesimpulan

Dari hasil praktikum pada pemberian infus rimpang temu putih dengan

konsentrasi yang berbeda-beda (5%,10%,20%) didapatkan hasil pada pemberian infus

rimpang temu putih 10 % yang memberikan efek anti-inflamasi terbesar.

VII. SARAN

1. Pada praktikum selanjutnya hendaknya praktikan lebih teliti dalam mengamati

perubahan yang terjadi pada hewan coba.

2. Praktikan hendaknya telah memiliki bekal pengetahuan tentang obat yang akan

digunakan sehingga praktikan akan lebih memahami efek seharusnya obat pada

hewan.

Page 13: Anti Inflamasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Goodman & Gilman.2011. Manual farmakologi dan Terapi. Jakarta:Penerbit Buku

Kedokteran EGC

2. Katzung, Bertram.G .2007.Farmakologi dasar Klinik.Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

3. http://backupccrc.wordpress.com/ensiklopedia/eksiklopedia-tanaman-anti-kanker/t/

temu-putih-curcuma-zedoaria/