uji obat anti inflamasi secara in vivo
TRANSCRIPT
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 1
I. PENDAHULUAN
Tanpa memandang sumber atau gagasan utama yang mengarah pada suatu molekul
kandidat obat, uji obat melibatkan serangkaian eksperimen dan penelitian pada makhluk
hidup yang dilaksanakan secara konsisten. Proses ini dinamakan skrining obat. Beragam uji
(assay) biologik pada hewan percobaan baik pada tingkat molekular, selular, organ, maupun
holistik digunakan untuk menentukan aktivitas dan selektivitas obat. Jenis dan jumlah uji
skrining awal bergantung pada tujuan farmakologi dan terapeutik. Berbagai obat anti-infeksi
akan diuji terhadap berbagai organisme penyebab infeksi, beberapa diantaranya menunjukkan
resitensi terhadap obat standar, dan berbagai obat hipoglikemik akan diuji kemampuannya
untuk menurunkan gula darah, dan sebagainya. Selain itu, kumpulan berbagai kerja lainnya
dari satu molekul juga akan diteliti untuk menentukan mekanisme kerja dan selektivitas obat.
Hal ini mempunyai keuntungan karena dapat memperlihatkan berbagai efek toksik baik yang
diduga maupun yang tidak diduga. Terkadang, seorang pengamat yang cukup teliti dapat
menemukan suatu efek terapeutik yang tidak diduga sebelumnya. Pemilihan molekul-molekul
yang akan diteliti lebih lanjut paling efisien dilakukan melalui model penyakit manusia pada
hewan percobaan. Pada umumnya, manusia memiliki obat-obatan yang adekuat untuk
berbagai keadaan dengan model perkiraan pra klinis yang baik (contohnya obat antibakterial,
penyakit hipertensi atau trombotik). Untuk penyakit yang memiliki model pra klinis yang
buruk atau yang sama sekali belum memiliki model pra klinis, seperti pada penyakit
Alzheimer, obat-obatan yang adekuat umumnya belum tersedia dan jarang terdapat terobosan
baru dalam peningkatan terapi.
Selama skrining obat berlangsung, berbagai penelitian dilakukan untuk mendapatkan
profil farmakologis obat tersebut pada tingkat molekular, selular, sistem, organ, dan
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 2
orgnisme. Pada tingkat molekuler, skrining akan dilakukan terhadap senyawa tersebut untuk
menentukan afinitas ikatan dengan reseptor pada membran sel yang mengandung berbagai
reseptor α (jika memungkinkan, pada reseptor yang terdapat pada manusia), pada berbagai
reseptor lainnya, dan pada tempat pengikatan enzim. Jika struktur kristal obat beserta
targetnya tersedia, analisis struktur biologi atau skrining virtual dengan menggunakan
komputer (computer-assisted virtual screening) dapat dilakukan untuk lebih memahami
interaksi obat dengan reseptor. Berbagai penelitian awal dapat dilakukan untuk
memperkirakan efek-efek yang mungkin akan menyebabkan metabolisme obat yang tidak
diinginkan atau komplikasi toksikologik. Pengaruhnya terhadap fungsi sel akan diteliti
untuk menentukan apakah obat tersebut bersifat agonis, agonis parsial, atau antagonis
reseptor α. Suatu jaringan terpisah (isolated tissue), terutama jaringan otot polos pembuluh
darah, digunakan untuk melihat aktivitas farmakologis dan selektivitas senyawa baru
dibandingkan dengan senyawa referensi. Pembandingan dengan obat-obatan lain juga
dilakukan pada preparat in vitro lain seperti otot polos saluran cerna dan bronkus. Pada tiap
tahapan proses ini, senyawa harus memenuhi persyaratan spesifik untuk dapat maju ke
tahapan selanjutnya.
Penelitian pada hewan secara holistik umumnya diperlukan untuk menentukan efek
obat pada sistem organ dan model penyakit. Penelitian pengaruh semua obat baru terhadap
kardiovaskular dan ginjal umumnya pertama kali dilakukan pada hewan normal. Jika
memenuhi standar kelayakan, penelitian juga dapat dilakukan pada model penyakit. Berbagai
penelitian ini dapat memberikan anjuran mengenai perlu tidaknya dilakukan modifikasi
kimiawi lebih lanjut untuk memperoleh sifat-sifat farmakokinetik dan farmakodinamik yang
lebih diinginkan. Sebagai contoh, penelitian pada pemberian obat secara oral dapat
memperlihatkan bahwa obat ini sukar diabsorpsi atau cepat dimetabolisme dalam hati;
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 3
modifikasi untuk meningkatkan bioavailabilitas mungkin diindikasikan. Jika obat
direncanakan untuk digunakan secara menahun, perlu dilakukan kajian mengenai
perkembangan toleransi. Untuk berbagai obat yang berhubungan dengan atau memiliki
mekanisme kerja yang serupa dengan berbagai obat yang diketahui menyebabkan
ketergantungan fisik, potensi penyalahgunaannya juga perlu diteliti. Mekanisme
farmakologik untuk tiap kerja utama obat juga akan dicari. Hasil yang diinginkan dari
prosedur skrining ini (yang mungkin perlu diulang beberapa kali dengan analog atau
kongener molekul aslinya) disebut sebagai senyawa utama (lead compound), yaitu kandidat
utama untuk obat baru yang diperkirakan akan berhasil. Senyawa tersebut umumnya akan
didaftarkan dan dipatenkan baik sebagai senyawa baru (paten mengenai komposisi suatu
materi) yang bermanfaat maupun sebagai pengobatan yang baru dan berbeda dengan zat
kimiawi yang telah dikenal sebelumnya untuk suatu penyakit (paten mengenai penggunaan).
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 4
II. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Inflamasi adalah respon biologis kompleks dari jaringan vaskuler atas adanya bahaya,
seperti pathogen, kerusakkan sel, atau iritasi. Ini adalah usaha perlindungan diri organisme
untuk menghilangkan rangsangan penyebab luka dan inisiasi proses penyembuhan jaringan.
Jika inflamasi tidak ada maka luka dan infeksi tidak akan sembuh dan akan menggalami
kerusakkan yang lebih parah. Inflamsi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan
penyakit, seperti demam, atherosclerosis, dan reumathoid arthritis. (Gard, 2001)
Inflamasi adalah respon dari suatu organism terhadap pathogen dan alterasi mekanis
dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang
mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah
satu dari respon utama system kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.Radang terjadi saat suatu
mediator inflamasi (misal terdapat luka) terdeteksi oleh tubuh kita.Lalu permeabilitas sel di
tempat tersebut meningkat diikuti keluarnya cairan ke tempat inflamasi. Terjadilah
pembengkakan. Kemudian terjadi vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah perifer sehingga
aliran darah dipacu ke tempat tersebut. Akibatnya timbul warna merah dan terjadi migrasi
sel-sel darah putih sebagai pasukan pertahanan tubuh kita.
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 5
Inflamasi distimulasi oleh factor kimia (histamin, bradikinin,serotonin, leukotrien,
dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di
dalam system kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Radang dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Inflamasi non imunologis : tidak melibatkan system imun (tidak ada reaksi alergi) misalnya
karena luka, cederafisik, dsb.
b. Inflamasi imunologis : Melibatkan system imun, terjadi reaksi antigen-antibodi. Misalnya
pada asma.
Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi :
a. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk meningkatkan
performa makrofaga
b. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi
c. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 6
Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam, dll.yang disebabkan
karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi :
a. Pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah infeksi.
Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan tekanan darah
terutama pada pembuluh kecil.
b. aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endothelia dengan pembuluh darah.
c. Kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan memungkinkan
sel darah putih bermigrasi ke endothelium dan masuk ke dalam jaringan. Proses ini dikenal
sebagai ekstravasasi.
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai berikut :
tumor atau membengkak
calor atau menghangat
dolor atau nyeri
rubor atau memerah
functiolaesa atau daya pergerakan menurun, dan kemungkinan disfungsi organ
Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena
mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi dapat disertai dengan gejala panas,
kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan
mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang,
dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator yang
dilepaskan antara lain histamin, bradikinin, leukotrin, prostaglandin dan PAF.
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 7
B. PEMBAGIAN OBAT – OBATAN
Obat Antiinflamasi terbagi atas 2, yaitu :
1.Golongan Steroid
Contoh : Hidrokortison, Deksametason, Prednisone
2.Golongan AINS (non steroid)
Contoh : Parasetamol, Aspirin, Antalgin/Metampiron, AsamMefenamat, Ibuprofen
C. MEKANISME KERJA
No. Golongan Obat Mekanisme Kerja
1. Steroid Menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga tidak
terbentuk asam arakhidonat. Tidak adanya asam arakhidonat berarti tidak terbentuknya prostaglandin.
2. AINS (Non Steroid) Menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2) ataupun menhambat secara selektif cox-2 saja
sehingga tidak terbentuk mediator-mediator nyeri yaitu prostaglandin dan tromboksan
D. TABEL INTERAKSI OBAT
No Nama Obat
A
Nama Obat B Mekanisme
obat A
Mekanisme obat B Interaksi obat
A+B
1. Aspirin Antasida Mengasetilasi enzim
siklooksigenase dan
menghambat pembentukan enzim cyclic
endoperoxides
Menetralisir asam lambung dengan
meningkatkan pH
Antasida meningkatkan
pH urine sehingga
klirens salisilat meningkat àdosis salisilat
dalam darah menurun
2. Aspirin Acetazolamide Mengasetilasi
enzim
Memblok enzim
karbonik anhidrase
Aspirin
menggeser
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 8
siklooksigenase dan
menghambat pembentukan
enzim cyclic endoperoxides
ikatan acetazolamid
dengan protein plasma à
akumulasi acetazolamid dalam darah à
toksisitas acetazolamid
3. Aspirin Kortikosteroid(Betamethasone) Mengasetilasi enzim siklooksigenase
dan menghambat
pembentukan enzim cyclic endoperoxides
Menyebabkan vasokonstriksi, juga berkhasiat merintangi
atau mengurangi terbentuknya cairan
peradangan dan udema setempat
Betamethasone menstimulasi metabolisme
aspirin di hati dan
meningkatkan klirens renal à kadar aspirin
menurun à turunnya
efektivitas aspirin
4. Aspirin Methotrexate Mengasetilasi
enzim siklooksigenase
dan menghambat pembentukan
enzim cyclic endoperoxides
Mengganggu aktivsi
folat dengan menginhibisi
dihidrofolatereduktase sehingga mengganggu replikasi DNA pada sel
Aspirin
menurunkan klirens ginjal
dan menggeser ikatan protein methotrexate à
kadar methotrexate
meningkat à toksisitas methotrexate
5. Aspirin Antikoagulan(warfarin) Mengasetilasi enzim
siklooksigenase dan menghambat
pembentukan enzim cyclic
endoperoxides
Mengganggu aktivasi factor pembekuan darah
yang bergantung pada vitamin K, yaitu factor, II, VII, IX, X
Meningkatkan aktivitas
antikoagulan à masa perdarahan
meningkat
6.. Aspirin Kafein Mengasetilasi enzim
siklooksigenase dan
menghambat pembentukan
-meningkatkan mobilisasi kalsium
intraselular- peningkatan akumulasi
nukleotida siklikkarena hambatan
Kafein meningkatkan
bioavaliabilitas dan laju
absorpsi dari aspirin
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 9
enzim cyclic endoperoxides
phosphodiesterase
7. Asam mefenamat
Antasida menghambat sintesa
prostaglandin dengan menghambat
kerja enzim cyclooxygenase
(COX-1 & COX-2)
Menetralisir asam lambung dengan
meningkatkan pH
Antasida akan mempercepat
absorpsi asam mefenamat
8. Diklofenak Sukralfat Menghambat
kerja enzim siklooksigenase
Melindungi permukaan
sel dari asam lambung, pepsin dan empedu.
Terjadi
penurunan absorpsi
diklofenak à efektivitas diklofenak
menurun
9. Diklofenak Methotrexate Menghambat
kerja enzim siklooksigenase
Mengganggu aktivsi
folat dengan menginhibisi dihidrofolatereduktase
sehingga mengganggu replikasi DNA pada sel
Na-diklofenak
menurunkan klirens renal methotrexate à
peningkatan kadar
methotrexate àtoksisitas methotrexate
10. Diklofenak Kolestiramin Menghambat kerja enzim
siklooksigenase
Menurunkan kadar kolesterol plasma
dengan mengikat asam empedu dalam saluran cerna
Peningkatan klirens plasma
diklofenak à absorpsi diklofenak
menurun à efektivitas
diklofenak menurun
11. Ibuprofen Lithium Menghambat
kerja enzim siklooksigenase
Menstabilkan suasana
hati (mood stabilizer)
Ibuprofen
menghambat produksi
prostaglandin à eliminasi lithium
menurun à toksisitas
lithium
12. Ibuprofen Gentamisin Menghambat Antibiotik golongan Ibuprofen
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 10
kerja enzim siklooksigenase
aminoglikosida yang bersifat bakteriostatik
dengan berikatan secara irreversibel pada sub
unit 30S dari ribosom dan karena itu menyebabkan gangguan
yang kompleks pada sintesis protein
menurunkan laju filtrasi
glomerulus à akumulasi
gentamisin à toksisitas gentamisin
13. Ibuprofen Fluconazole Menghambat kerja enzim siklooksigenase
menghambat enzim cytochrome P450, sehingga merintanqi
sintesa ergosterol
Fluconazole menginhibisi metabolisme
ibuprofen melalui
CYP2C9 à kadar ibuprofen
meningkat.
14. Indometasin Probenesid Menghambat
kerja enzim siklooksigenase
Menghambat reabsorpsi
asam urat di tubulus ginjal sehingga sekresi asam urat meningkat
Probenesid
menurunkan klirens indometasin à
kadar plasma indometasin
meningkat
E. CONTOH OBAT DI PASARAN
No. Nama Obat Nama di Pasaran Nama Produsen Indikasi
1. Hidrokortison Hidrokortison Kalbe Farma Dermatitis (alergi, atopik),
neurodermatitis
2. Deksametason Dexamethasone Sampharindo Mengatasi gejala inflamasi akut,
penyakit alergi, edema serebral, arthritis rematoid.
3. Prednisone Prednison Berlico Berlico Mulia Farma
Demam rematik akut, asma bronkial, obat anti-inflamasi.
4. Parasetamol Paracetamol Errita Mengurangi rasa sakit kepala, sakit gigi dan menurunkan panas.
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 11
5. Asam salisit Aspirin Bayer Demam, sakit kepala, sakit gigi, pusing, nyeri otot
6. Antalgin Antalgin Generik INF
Untukmenghilangkan rasa sakit, terutamakolikdan
sakitsetelahoperasi.
7. Asam Mefenamat
Allogon Konimex Nyeriringan, sedangsampaiberatsepertisakitkepala, nyeriotot, artralgia (nyerisendi),
sakitgigi, osteoartitisrematoid, gout, nyerisaathaid, nyerisetelahoperasi.
8. Ibuprofen Profenal Yarindo
Farmatama
Meredakan nyeri misalnya pada sakit
gigi, sakit kepala, nyeri otot dan dismenore primer
F. UJI COBA OBAT ANTI INFLAMASI SECARA IN VIVO
1. Asam Asetat sebagai penginduksi rasa nyeri
Setelah dua minggu hewan diadaptasikan, mencit galur ICR jantan (18-25 gr) dibagi secara
acak kedalam empat kelompok, termasuk juga kedalamnya kelompok normal dan kelompok
positif kontrol, an dua kelompok sampel uji. Kelompok kontrol diberikan salin, sedangkan
kelompok positif kontrol diberikan indometasin (10mg/kg ip) 20 menit sebelum diberikan
asam asetat. Dosis sampel uji dibeirkan dalam dua variasi dosis, dimana diberikan secara
peroral 60 menti sebelum asam asetat (0.1 ml/10g) diberikan. % menit setelah injeksi IP asam
asetat dilihat tikus yang mengalami nyeri dalam rentang waktu 10 menit.
2. Tes formalin
Mencit galur ICR jantan (18-25 gr) dikelompokkan secara acak kedalam 4 grup (n=8).
Termasuk kedalamnys kelompok normal dan positif control dan kelompok sample uji.
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 12
Kelompok control hanya diberi pembawa, positf contro, indometasin (10mg/kg ip) dilarutkan
dalam tween 80 plus 0.9% (w/v) larutan salin dan diberikan secara IP pada volume 0.1ml/10
g. Satu jama sebelum pengujian, hewan ditempatkan pada kandang standar ( ukuran
30x12x13 cm) yang digunakan sebagai tempat observasi.Samepl diberikan secara peroral 60
menit sebelum injeksi formalin. Indometasin diadministrasikan 30 menit sebelum injeksi
formalin. 20 µl formalin 1% dinjeksikan pada permukaan dorsal dari tapak kaki kanan. Dan
waktu tapak kaki meregang dicatat. 5 menit setelah injeksi formalin disebut fase awal, dan
waktu 15-40 menit disebut fase akhir. Waktu yang dibutuhkan untuk meregangkan tapak kaki
dihutng dengan stopwatch. Aktivitas diukur dlam interval waktu 5 menit.
3. λ-carrageenin sebagai penginduksi udema pada tapak kaki
Mencit jantan galur ICR (18-25 gr) dipuasakan 24 jam sebelum masa percobaan dengan
tetap diberi minum. 50 µl suspensi 1% karagenan dilarutkan dalam larutan salin dinjeksikan
pada tapak kaki kanan mencit.Sampel dan indometasin dilarukan dalam tween 80 plus 0.9%
(w/v) larutan salin. Konsentrasi final dari tween 80 tidak boleh lebih dari 5% dan tidak
menyebabkan inflamasi yng berarti. 2 jam sebelum dinduksi, diberikan sampel dengan 2
tingkatan dosis secara oral. Indometasin (10 mg/kg ip) diinjeksikan 90 menit sebelum
induksi. Udema pada tapak kaki segera dihitung setlah injeksi karagenan (interval waktu
1,2,3,4,5,6 jam) dengan menggunakan pletismometer. Derajat udema dievaluasi dengan rasio
a/b
a= volume tapak kaki kanan setelh induksi karagenan
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 13
b= volume tapak kaki kanan sebelum induksi karagenan
4. Metode Panas
Tes Hot plate
Metode ini dengan menggunakan hot plate yang suhunya 55 ± 1°C. Waktu terjadi reaksi
basal hewan terhadap panan dicatat. Hewan yang menunjukkan respon melompat dalam
waktu 6-8 detik dimasukkan kedalam kelompok percobaan. 60 menit setelah administrasi
senyawa uji dan positif control, hewan dikelompokkan kedalam 6 grup dimana masing-
masingnya ditaruh pada hot plate. Waktu sampai terjadi lompat hewan coba disebut
waktu reaksi.Persentasi inhibisi sakit dihutung denga rumus:
(PIP) = ((T1-T0)/T0) x 100 àT1 =waktu setalah diberi obat
T0 = sebelum diberi obat
Tes menarik ujung ekor
Waktu reaksi basal hewan uji terhadap panas dicatat dengan melekatkan ujung ekor (jarak
1-2 cm paling ujung) pada sumber panas. Respon dilihat ketika hwean menarik ekor dari
sumber panas. Hewan yang menunjukkan respon dalam 3-5 detik dimasukkan kedlaam
percobaan. Periode waktu pemgamatan selama 15 detik. Waktu pengamatan dilakukan
setelah 30 dan 60 menti administrasi obat. Persentase inhibis dihutng dengan rumus:
(PIP) = ((T1-T0)/T0) x 100
T1 =waktu setalah diberi obat and T0 = sebelum diberi obat
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 14
5. Etil fenil propionate sebagai penginduksi edem pada telinga tikus
Tus jantan (100-150 gr) digunakan sebgai hewan coba. Edema telinga dinduksi mengoleskan
secara topical EEp dengan dosis 1mg/20 μl pertelinga pada bagian permukaan dan dalam
kedua telinga dengan mengunakan pipet otomatis. Sampel uji juga dioleskan pada telinga
denga volum yang sama seperti EEP. Waktu sebelum, 30 menit, 1 jam dan 2 jam merupakan
waktu pengamatan setelah induksi. Ketebalan telinga diukur jangka sorong.
6. Putih telur sebagai penginduksi edema
Empat grup tikus wistar jantan dan betina diberikan : grup 1, 10% propilenglikol, grup 2 dan
3 sampel uji, dan grup 4 diberikan natrium diklofenak sebagaikontrol positif (100 mg/kg po).
Setelah 30 menit, masing-masing kelompok disuntikkan dengan putih telur sebanyak 0.5 ml
pada tapak kaki kiri. Digunakan pletismometer digital untuk mengukur volume kaki yang
mengalami udema dalam perode 120 menit. Dengan interval 30, 60, 90 dan 120 menit.
G. SKRINING ASPIRIN SEBAGAI ANTI INFLAMASI SECARA IN VIVO
1. Mekanismes kerja dan efek samping Aspirin
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai aspirin atau Asetosal merupakan salah
satu senyawa yang secara luas digunakan, Asetosal digunakan sebagai obat analgetik,
antipiretik, dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan (Wilmana,1995).
Aspirin (asam asetilsalisilat) mempunyai pKa 3,5. Ini kira-kira 50% lebih kuat
daripada natrium salisilat, walaupun senyawa ini kurang mengiritasi lambung. Salisilat cepat
diabsorbsi dari lambung dan usus halus bagian atas, kadar puncak dalam plasma dicapai
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 15
dalam waktu 1-2 jam. Suasana asam di dalam lambung menyebabkan sebagian besar dari
salisilat terdapat dalam bentuk nonionisasi, sehingga memudahkan absorpsi. Walaupun
begitu, bila salisilat dalam konsentrasi tinggi memasuki sel mukosa, maka obat tersebut dapat
merusak barier mukosa. Jika pH lambung ditingkatkan oleh penyangga yang cocok sampai
pH 3,5 atau lebih, maka iritasi terhadap lambung berkurang. Aspirin diabsorbsi begitu saja
dan dihidrolisis menjadi asam asetat dan salisilat oleh esterase di dalam jaringan dan darah
(Katzung, 1997)
Prostaglandin tromboksan A2 adalah suatu produk arakidonat yang menyebabkan
trombosit untuk mengubah bentuknya, melepas granulnya dan beragregasi. Aspirin
menghambat sintesis tromboksan A2 dengan mengasetilasi secara ireversibel enzim
siklooksigenase, yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi senyawa
endoperoksida, pada dosis tepat, obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin
maupun tromboksan A2 tetapi tidak leukotrien (Katzung, 1997)
Pada dosis rendah, salisilat menunjukan aktivitas analgesik, hanya pada dosis lebih tinggi
obat-obat ini menunjukkan aktivitas anti inflamasi (Mycek dkk., 2001). Dosis optimum
analgesik atau antipiretik aspirin, lebih kecil dari dosis oral 0,6 mg yang lazim digunakan.
Dosis yang lebih besar dapat memperpanjang efeknya. Dosis lazim dapat diulang setiap 4 jam
dan dosis lebih kecil (0,3 g) setiap 3 jam. Dosis antiinflamasi rata-rata 4 g per hari dapat
ditoleransi oleh kebanyakan orang dewasa (Katzung, 2001)
Aspirin sebagai anti-inflamasi, anti-piretik, dan analgesik, tetapi juga mempunyai efek
samping pada saluran cerna. Dengan adanya aspirin, prostanoid-prostanoid tidak terbentuk,
yang mengakibatkan sekresi asam lambung meningkat dan mukus protektif berkurang.
Secara normal, prostasiklin (PGI2) menghambat sekresi asam lambung, sedangkan PGE2 dan
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 16
PGF2 merangsang sintesis mukus protektif dalam lambung dan usus kecil. Selain itu, efek
aspirin yang juga menghambat tromboxan A2 bisa mengakibatkan perdarahan pada saluran
cerna. Sehingga aspirin dapat menyebabkan distres epigastrium, ulkus, dan perdarahan (Yuan
dkk., 2006)
Efek topikal dari AINS adalah erosi gaster yang superficial dan lesi petekie.
Bagaimanapun juga, risiko ulkus gastroduodenal tidak berkurang dengan penggunaan AINS
secara parental atau rektal yang mengindikasi munculnya luka dari efek sistemik AINS pada
mukosa gastrointestinal. Risiko terbesar dari perkembangan terjadinya ulkus selama 3 bulan
pertama dari penggunaan AINS, setelah itu, risiko menurun tetapi terus-menerus terjadi
(Shrestha and Lau, 2006). Hasil evaluasi endoskopi pada penderita yang mendapatkan AINS
menunjukkan adanya iritasi mukosa lambung berupa petekie, bahkan dapat timbul ulkus pada
mukosa lambung. Secara lokal umumnya obat-obat AINS telah menyebabkan iritasi mukosa,
bila terjadi kontak selama 3 jam, dengan endoskopi tampak tanda-tanda perdarahan
mikroskopik. Secara sistemik obat-obat AINS ini menghambat pembentukan PGE2 yang
berfungsi sebagai proteksi mukosa lambung (Wongso dkk., 1992)
2. Pengujian efek inflamasi Aspirin
Pengujian efek inflamasi ini bertujuan untuk mengetahui besarnya efektivitas obat
antiinflamasi dapat menghambat udem pada hewan percobaan yang telah diinduksi oleh
karagenan. Sesuai dengan tujuan percobaan, prinsip dasar yang melandasi percobaan ini
adalah dengan penyuntikan obat uji secara subkutan pada telapak kaki belakang tikus putih
menyebabkan udem yang dapat diinhibisi oleh obat antiinflamasi (aspirin dan piroksikam)
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 17
yang telah diberikan sebelumnya. Volume udem yang terjadi diukur dengan alat
plethysmometer dan dibandingkan terhadap volume udem yang tidak diberikan obat
(kelompok kontrol dengan PGA). Aktivitas obat antiinflamasi dinilai dari persentase proteksi
yang diberikan terhadap pengukuran udem.
Secara prosedural, tahapan-tahapan yang dilakukan dalam percobaan ini akan dibahas lebih
lanjut. Pertama-tama, sebelum percobaan dimulai, masing-masing tikus dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol (PGA), kelompok uji 1 (aspirin), dan
kelompok uji 2 (piroksikam). Tikus kemudian ditimbang bobot badannya menggunakan
timbangan hewan dan diberikan tanda pengenal pada bagian ekor berupa urutan agar mudah
untuk diklasifikasikan dan dibedakan. Selain itu, pada kaki belakang bagian kiri diberikan
tanda batas untuk setiap tikus dengan spidol, agar pemasukan kaki ke dalam air raksa setiap
kali selalu sama, sehingga analisis data yang dilakukan lebih akurat dan sebagai batas
masuknya kaki ke dalam air raksa. Hewan yang digunakan dalam percobaan ini adalah tikus
karena tikus memiliki luas permukaan kaki yang lebih besar dibanding mencit, sehingga akan
mempermudah pengukuran dan mudah disuntik secara subplantar, sedangkan jika digunakan
mencit, kaki mencit harus dipotong tiap kali uji. Selain itu, tikus lebih resisten terhadap
infeksi, sehingga dapat diketahui obat uji yang berperan dalam efek antiinflamasi. Menurut
literatur penggunaan tikus sebagai hewan uji mempunyai keunggulan, antara lain: banyak
gen-nya tikus relatif mirip dengan manusia, sehingga jika pengujian dilakukan pada manusia,
akan memberikan hasil yang sama. Kemampuan berkembang biak tikus sangat tinggi, relatif
cocok untuk digunakan dalam eksperimen massal. Tipe bentuk badan tikus kecil, mudah
dipelihara dan obat yang digunakan di badannya dapat relatif cepat termanifestasi, sehingga
efek yang dihasilkan dapat diteliti dan memiliki akurasi yang tinggi.
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 18
Setelah proses ini, kaki belakang tikus dimasukkan sampai tanda batas ke dalam air raksa
yang telah diberi cairan metilen blue agar memudahkan dalam membaca volume yang
tersambung dengan alat plethysmometer. Kenaikan volume air raksa yang terbaca pada alat
dicatat dan dinyatakan sebagai volume dasar, kenaikan volume air raksa diperoleh dari hasil
pengurangan volume air raksa setelah dimasukkan kaki tikus dan sebelum dimasukkan kaki
tikus. Pada proses ini diusahakan agar air raksa tidak tumpah karena akan mempengaruhi
proses pembacaan volume air raksa. Selain itu, air raksa jangan terlalu kontak dengan kulit,
karena air raksa termasuk logam berat yang bisa merusak jaringan atau pigmen kulit, jadi
proses yang dilakukan harus hati-hati. Pengukuran volume ini menggunakan air raksa sebagai
cairannya karena air raksa memiliki sifat yang sensitif jika ada pergerakan atau sedikit
guncangan, sehingga akurasi data dapat tercapai. Selain itu, air raksa memiliki sifat kohesi
yang besar sehingga tidak menempel pada kulit kaki tikus, semua kelebihan air raksa ini
diharapkan dapat meningkatkan keakuratan pembacaan volume pada alat.
Tahapan selanjutnya, tikus diberikan larutan control berupa PGA pada tikus 1, larutan aspirin
pada tikus 2, dan larutan piroksikam pada tikus 3 secara peroral dengan menggunakan sonde
khusus untuk tikus yang lebih besar dibandingkan sonde untuk mencit. Tikus didiamkan
selama satu jam untuk mendistribusikan larutan control dan uji ke sel target. Larutan aspirin
dan piroksikam berperan sebagai larutan uji 1 dan uji 2 yang berperan sebagai obat
antiinflamasi.
Mekanisme radang diawali dari terjadi kerusakan membrane sel akibat rangsangan mekanis,
kimia dan fisika kemudian menuju fosfolipida (membrane sel) terdapat enzim fosfolipase
yang akan mengeluarkan asam arakidonat. Dengan adanya enzim siklooksigensae maka asam
arakidonat akan dirubah menjadi prostaglandin. Siklooksigenase mensintesa siklik
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 19
endoperoksida yang akan dibagi menjadi dua produk COX 1 dan COX 2. COX 1 berisi
tromboksan ,protasiklik (yang dapat menghambat produksi asam lambung yang berfungsi
untuk melindugi mukosa lambung). COX 2 (asam meloksikam) berisi prostaglandin
(penyebab peradangan). Sedangkan lipooksigenase akan mengubah asam hidroperoksida
yang merupakan precursor leukotrien LTA (senyawa yang dijumpai pada keadaan
antifilaksis) kemudian memproduksi LBT 4 (penyebab peradangan) dan LTC4,LTD4 dan
LTE4.
Ciri- ciri terjadinya radang adanya rubor (rasa nyeri), kalor (panas), dolor (kemerahan), tumor
(bengkak) dan adanya keterbatasan gerak yang akan menjadi semakin parah apabila tidak
segera diobati. Obat antiradang dibagi menjadi steroid dan nonsteroid. Pengunaaan obat
nonsteroid lebih dianjurkan untuk radang ringan baru setelah tidak ada penurunan digunakan
obat steroid. Efek samping dari obat nonsteroid adalah dapat meningkatkan asam lambung
oleh karena itu diberikan setelah makan. Efek samping dari obat steroid lebih berbahaya dari
nonsteroid karena menyebabkan cushing (tensi cairan yang berlebih), osteoporosis,
menghambat pertumbuhan, immunosukresif dan moonface pada wajah,terjadi lisis
karbohidrat dan trigliserida yang menyebabkan hiperglikemia sehingga kadar insulin
meningkat. Dari percobaan ini, dapat dihitung persentasi inhibisi radang yang dihasilkan dari
inflamasi terhadap kelompok tikus uji dosis 1 (Aspirin) sebesar 72,84% dan dosis uji 2
(Piroksikam) sebesar 72,06 %. Persentase inhibisi radang dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
% inhibisi=(% radang kontrol- % obat)/(% radang kontrol) ×100%
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 20
Pada kelompok uji aspirin dan piroksikam, terlihat bahwa obat antiinflamasi memberikan
efek dengan menginhibisi peradangan yang timbul pada telapak kaki tikus. Efek yang
diberikan oleh obat antiinflamasi berupa inhibisi peradangan terhadap kedua kelompok uji
tikus tersebut dapat dihitung dengan menghitung persentasi inhibisi radang. Jika
dibandingkan kedua kelompok uji, yaitu aspirin dan piroksikam dalam hal menginhibisi
terjadi inflamasi, maka aspirin memiliki efek antiinflamasi lebih efektif dibandingkan dengan
piroksikam karena nilai persentasi radang aspirin (72,84%) lebih besar dibandingkan dengan
piroksikam (72,06 %).
III. KESIMPULAN
1. Skrining Obat yaitu uji obat melibatkan serangkaian eksperimen dan penelitian pada
makhluk hidup yang dilaksanakan secara konsisten. Beragam uji (assay) biologik pada hewan
percobaan baik pada tingkat molekular, selular, organ, maupun holistik digunakan untuk
menentukan aktivitas dan selektivitas obat.
2. Inflamasi adalah respon biologis kompleks dari jaringan vaskuler atas adanya bahaya,
seperti pathogen, kerusakkan sel, atau iritasi. Anti inflamasi adalah obat yang dapat
menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala
inflamasi dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 21
terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas
vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang, dengan gejala panas, kemerahan, bengkak,
nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin,
leukotrin, prostaglandin dan PAF. Obat Antiinflamasi terbagi atas 2, yaitu Golongan Steroid,
contohnya Hidrokortison, Deksametason, Prednisone. Dan Golongan AINS (non steroid)
contohmya Parasetamol, Aspirin, Antalgin/Metampiron, AsamMefenamat, Ibuprofen
3. Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai aspirin atau Asetosal merupakan salah satu
senyawa yang secara luas digunakan, Asetosal digunakan sebagai obat analgetik, antipiretik,
dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan.
4. Dari hasil Pengujian efek inflamasi Aspirin secara in vivo dengan menggunakan hewan
coba tikus didapatkan bahwa aspirin memiliki efek antiinflamasi lebih efektif dibandingkan
dengan piroksikam karena nilai persentasi radang aspirin (72,84%) lebih besar dibandingkan
dengan piroksikam (72,06 %).
DAFTAR PUSTAKA
1. Anton. R. (ed). 2003. Monographs The Scientific Foundation for Herbal Medical
product, European Scientific Cooperative on Phytotherapy. United Kingdom. 107-
111.
2. ESCOP Monographs, (2003). The Scientific Foundation for Herbal Medicinal
Products, Thieme. United Kingdom.
3. Katzung, B.G. Basic and Clinical Pharmacology 10th edition, Development and
Regulation of Drugs, LANGE McGraw Hill, September 2006
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014
Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 22
4. Mitchell, R.N. and Cotran, R.S. 2003.. “Acute and chronic inflammation”. Dalam S.
L. Robbins and V. Kumar, Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia:
Elsevier Saunders.
5. Tatro, D. (2009). Drug Interaction Facts. The authority on drug interactions.
6. Tjay, T.H. dan Rahardja, K. Obat-Obat Penting: khasiat, penggunaan dan efek
sampingnya. Farmakologi Umum. PT Elex Media Komputindo. Jakarta, 2007. hal: 3
– 4
7. Wirasuta, I.M.A.G., Tren Perkembangan Dunia Farmasi, 18 Desember 2009, Artikel
tersedia dari: http://gelgel-wirasuta.blogspot.com/2009/12/tren-perkembangan-dunia-
farmasi-tempat.html. diakses pada 10 November 2014