anlok draft teori

Upload: ginanjar-prayogo

Post on 02-Mar-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

teori lokasi

TRANSCRIPT

BAB IIKONSEP DAN TEORI

2.1 Teori LokasiTeori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi atau tau dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang alokasi secara geografis dari sumber daya yang langka, serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain Secara umum, pemilihan lokasi oleh suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti bahan baku lokal , permintaan local, bahan baku yang dapat dipindahkan, dan permintaan luar . (Hoover dan Giarratani, 2007)Menurut Cristaller dalam Zulkarnain (1933), sistem perdagangan ditentukan oleh permukiman dan transportasi. Asumsi yang digunakan adalah:a. Budaya dan Tempat Seragamb. Area Tidak Terbatasc. Aksesibilitas memadaid. Permintaan samaJohnson (1975) menyebutkan bahwa daerah cenderung mempunyai pengaruh pasar sendiri, terutama jika daerah tersebut merupakan tanah datar, luasnya pengaruh radius dapat dibatasi oleh hambatan alam, sarana transportasi yang mendukung daerah itu. Hambatan dalam pencapaian bisa disebabkan oleh struktur ruang yang kurang baik, sulitnya untuk mencapai lokasi, jalan-jalan masih becek pada musim hujan dan berdebu pada musim kemarau serta belum adanya jalur kendaraan.Menurut Robinson (1974), enam kriteria yang dilihat dari ilmu geografi yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi adalah :a. Bahan Mentahb. Sumber daya tenagac. Suply tenaga kerjad. Suply aire. Pemasaran Fasilitas TransportasiSin (1982) mengemukakan bahwa faktor pengaruh yang membagi kawasan perdagangan pusat kota dipengaruhi oleh aksesibilitas dan keterkaitan spasial. Sedangkan Morill (1982) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi kegiatan perdagangan adalah :a. Spasial atau geografis, yang berkaitan dengan karakteristik seperti ruang, jarak, aksesibilitas, ukuran, bentuk, aglomerasi dan posisi relatif lokasi dalam keseluruhan.b. Faktor-faktor lainnya yaitu ekonomi, politik, budaya sehingga saling berpengaruh antara faktor spasial dan aspasial. Selain itu juga perlu diperhatikan konsumen.Rondinelli (1985) berpendapat bahwa dalam interaksi ekonomi keterkaitan integrasi spasial yang sangat penting adalah adanya jaringan pasar melalui pelayanan komoditi, bahan baku yang berinteraksi antara pusat perdagangan dengan permukiman. Karena kota lebih banyak berfungsi sebagai tempat pemasaran (market town) maka kota merupakan penghubung utama bagi masyarakat kota dan masyarakat hinterland dalam menerima serta melayani sistem pasar produksi hinterlandnya atau sebaliknya. Pada umumnya jika ada aksesibilitas bagi pembeli maupun pedagang, maka pasar yang diciptakan oleh adanya aktifitas perekonomian akan berkembang karena dibutuhkan oleh masyarakat.Pada umumnya masyarakat suatu kota (kecil atau besar) akan berbelanja ditempat yang terekat jika barang yang diinginkan masih ditawarkan. Barang-barang tersebut lebih banyak bersifat untuk konsumen sehari-hari yang bisa dibeli tanpa harus banyak melakukan pertimbangan. Disisi lain pedagang tidak akan menjual barangnya pada pusat-pusat yang kecil jika barang tersebut tidak banyak diminati oleh masyarakat atau jika masyarakat harus mempertimbangkan dengan lebih teliti barang yang akan dibelinya (Christaller dalam Harstorn, 1992). Sedangkan menurut Diana (2003), faktor-faktor penentu berkembangnya lokasi perdagangan meliputi : Jumlah Penduduk PendukungSetiap jenis fasilitas perdagangan eceran mempunyai jumlah ambang batas penduduk atau pasar yang menjadi persyaratan dapat berkembangnya kegiatan. Jumlah penduduk pendukung dapat diketahui dari luas daerah pelayanan tetapi luas daerah layanan tidak dapat ditentukan sendiri karena faktor ini bergantung pada faktor fisik yang mempengaruhi daya tarik suatu fasilitas perdagangan. AksesibilitasAksesibilitas berkaitan dengan kemudahan pencapaian suatu lokasi melalui kendaraan umum dan pribadi serta pedestrian. Untuk fasilitas perdagangan kemudahan pencapaian lokasi, kelancaran lalu lintas dan kelengkapan fasilitas parkir merupakan syarat penentuan lokasi dan kesuksesan kegaiatan perdagangan. Keterkaitan SpasialPada kegiatan perdagangan yang bersifat generative, analisa ambang batas penduduk dan pasar menjadi halyang penting sedangkan pada lokasi perdagangan yang bersifat suscipient, analisa kaitan spasial dari kegiatan merupakan hal yang penting. JarakKecenderungan pembeli untuk berbelanja pada pusat yang dominan, namun menyukai tempat yang dekat maka faktor jarak merupakan pertimbangan penting untuk melihat kemungkinan perkembangan suatu lokasi terutama pusat perdagangan sekunder yang menunjukkan trade off antara besarnya daya tarik pusat dan jarak antara pusat. Kelengkapan Fasilitas PerdaganganKelengkapan fasilitas perdagangan menjadi faktor penentu pemilihan lokasi berbelanja konsumen. Konsumen berbelanja barang-barang tahan lama yang tidak dibeli secara tidak teratur seperti pakaian, alat-alat elektronik pada tempat perdagangan yang memiliki banyak pilihan barang yang dapat diperbandingkan. Oleh karena itu pembeli cenderung untuk berbelanja barang-barang tahan lama pada pusat perdagangan yang lebih lengkap, tetapi untuk kebutuhan standar sehari-hari seperti bahan makanan, para konsumen cenderung masih mempertimbangkan jarak yang dekat kalau terdapat fasilitas yang memadai.

2.2 Teori Von ThunenVon Thunen (1826) mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.Asumsi dasar teori Von Thunen :1. Suatu daerah terisolasi (Isolated state) terdiri dari suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dg daerah pedalamannya dan merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian.2. Single market, daerah perkotaan merupakan daerah penjualan kelebihan produksi daerah pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain.3. Single destination, daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya kedaerah lain kecuali ke daerah perkotaan.4. Maximum oriented, daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan yang terdapat didaerah perkotaan.5. Daerah pertanian hanya memiliki satu macam moda transportasi6. Equidistant, biaya angkut ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dg jarak yang ditempuh(dalam bentuk segar)

2.3 Pengertian Kegiatan PerdaganganKegiatan penduduk dalam perekonomian suatu kota secara umum dijalin oleh tiga faktor yang mempunyai arti penting di dalam kehidupan suatu kota, yaitu kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. Ketiga kegiatan utama tersebut merupakan mata rantai yang saling berkaitan satu sama lain (Ratcliff dalam Karyani, 1992:61). Kegiatan produksi merupakan kegiatan menghasilkan barang atau jasa dari bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Pihak yang melakukan kegiatan produksi ini disebut produsen. Kegiatan konsumsi merupakan kegiatan permintaan dari pihak yang memakai/menghabiskan barang/jasa. Pihak ini biasa disebut konsumen. Sedangkan kegiatan distribusi ialah kegiatan yang menghubungkan atau mempertemukan kegiatan produksi dengan kegiatan konsumen. Kegiatan inilah yang kemudian lebih dikenal sebagai kegiatan pedagang.2.4 Pengertian RetailRetail berasal dari bahasa Perancis , ritellier, yang berarti memotong atau memecah sesuatu (Utami, 2006:4). Retail yang dimaksudkan adalah tempat pendistribusian kebutuhan bahan pangan, sandang, maupun papan dalam lingkup lebih kecil sebagai salah satu penghubung antara pedangan besar dengan konsumen akhir (Ibid, 2006:5). Mengacu Perpres No. 112 Tahun 2007, Kegiatan eceran (retail) selalu memberikan kontribusi terhadap perekonomian di semua struktur perekonomian yang dianut. Dalam Perpres No. 112 Tahun 2007 juga dibahas pengertian Pasar Tradisional dan Pasar Moderna. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, BUMN, dan BUMD termasuk kerja sama dengan swastab. Pasar Modern adalah took dengan system pelayanan mandiri yang menjual beberapa macam barang secara eceran. Toko modern dibagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan luasnya Minimarket ( Luas Lantai < 400m2 ) Supermarket ( Luas 400m2 5000m2) Departemen Store (Luas >400m2) Perkulakan (Luas >5000m2)

2.5 Teori Lokasi Retail ModernDalam menetukan lokasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah pemilihan komunitas. Keputusan ini bergantung pada potensi pertumbuhan ekonomi. Hal selanjutnya yang harus dipertimbangkan adalah letak geografisnya. Setelah itu ritel harus menetukan sebuah lokasi strategis yang spesifik. Karakter spesifik adalah kondisi sosio ekonomis sekitar yang meliputi arus lalu lintas, harga tanah, peraturan kawasan dan aksesibilitas. Pertimbangan lainnya adalah adanya pesaing sekitar ritel. (Utami, 2006:61)Lebih lanjut menurut Utami (2006:114) mengklasifikasikan lokasi ritel ke dalam 3 jenis dasar lokasi yang bisa dipilih:1. Pusat perbelanjaan2. Lokasi di kota besar/ditengah kota (CBD/central business district)3. Lokasi bebas (freestanding)2.6Teori Lokasi Ritel BebasMenurut (Davidson et.al, 1980:103-109) keputusan pemilihan lokasi ritel memiliki hirarki sebagai berikut:1. Regional DecisionRegional Decision adalah suatu analisis regional yang bertujuan untuk mengidentifikasi luas area yang relative Homogeneus dengan menggunakan beberapa variable yaitu.a. Kondisi Populasib. Jaringan Kotac. Karakteristik lingkungand. Target pasare. Karakteristik ekonomi ( Daya dukung tenaga kerja)f. Budaya Lokalg. Kompetisih. Tingkat kejenuhani. Daya Beli2. Market area DecisionMarket area decision dapat digunakan sebagai bagian dari analisis strategic untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dari lingkungan perusahaan ritel dan tahap screening dalam proses pemilihan pasar baru. Data geografi yang diperhatikan adalah:a. Dimensi Populasib. Transportasi public dan jaringan jalanc. Karakteristik ekonomi dan daya beli efektifd. Potensi pasare. Selera konsumenf. Intensitas Persaingang. Kemampuan distribusih. Karakteristik Lingkungani. Batasan Peraturan dan zonasij. Iklim Bisnis3. Trade Area DecisionArea perdagangan adalah wilayah geografis yang berdekatan yang menyumbangkan sebagian besar jumlah penjualan dan konsumen. Area perdagangan bisa dibagi menjadi tiga polygon yaitu zona utama, zona sekunder, dan zona tersier (cincin terluar).a. Zona utama merupakan area geografis dimana pusat perbelanjaan atau toko memperoleh 60% - 65% tingkat penjualan dari total konsumen.b. Zona sekunder merupakan area geografis yang menyumbangkan 20% tingkat penjualan dari total konsumen.c. Sedangkan zona tersier merupakan zona dimana pengunjung hanya sesekali saja untuk berbelanja di pusat perdagangan. Beberapa alasan mengapa pengunjung di zona ini mendatangi pusat perbelanjaan yang jauh secara jarak dari rumah yaitu ketersediaan akses jalan bebas hambatan, toko berada pada jalan menuju tempat kerja, dan toko berada dekat dengan daerah wisata. (Diktat Kuliah Analisa Lokasi Keruangan)4. Site DecisionTahap akhir dalam site decision, didasarkan pada analisa strategic yang didasarkan pada beberapa faktor yang memberikan return on investment (ROI) paling tinggi. Beberapa faktor tersebut meliputi:a. Profil tapak (ukuran dan bentuk)b. Kebutuhan sewa/harga tanahc. Rasio parkird. Arus pejalan kakie. Akses public transportasif. Visibilitasg. Akses menuju area perdagangan2.6 Teori HottelingMuncul sebagai kelemahan teori lokasi yang mengasumsikan bahwa karakter demand dalam suatu ruang (space) adalah seragam Pengembangan dari konsep least-cost location dengan mempertimbangkan ketergantungan lokasi Produsen dalam memilih lokasi industri berprilaku untuk menguasai market area seluas-luasnya yang dipengaruhi oleh perilaku konsumen dan keputusan berlokasi produsen lainnya Kontributor pemikiran: Fetter (1942), Hotteling (1929).Locational Interdependence, Pada kondisi inelastic demanda. Industri A pertama kali memasuki market, kemudian industri B berkompetisi dengan A.b. Jika keduanya berlokasi di tengah, maka market area terbagi sama dari kedua industri.c. Jika B berpindah ke kanan, harga di kanan lebih rendah dibandingkan dengan harga di tengah.d. Jika, demand-nya inelastic (membeli produk pada harga berapa pun) maka B tidak mendapat keuntungan dari perubahan lokasi ini.Gambar 1. Kondisi Permintaan inelactic

Locational Interdependence, Pada kondisi elastic demanda. Dua industri A dan B berkolusi memonopoli pasar dan berlokasi pada posisi kuartil.b. Keduanya membagi market area sama luasnya Perbandingan dengan lokasi di tengah, biaya angkut di lokasi kuartil lebih besar dibadingkan dengan lokasi yang di tengah.c. Keuntungan berlokasi di kuartil melebihi berbagai kemungkinan alternatif lainnya.d. Pemikiran Hotteling dikritik oleh Devletoglou (1965) bahwa market area yang dipisahkan oleh garis indiferen adalah tidak realistis.

Gambar 2. Locational Interdependence pada elastic demand