draft yapen

Upload: frans-edward-ricardo

Post on 19-Jul-2015

368 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Menurut Purbo Hadiwijoyo (1976), Geologi Tata Lingkungan adalah salah satu cabang dari ilmu geologi yang menyangkut pemanfaatan sumber kekayaan bumi, berhubungan dengan proses geologi yang erat kaitannya dengan daerah sekitar permukiman dan tidak terpisahkan dari keahlian dalam menentukan besar-kecilnya pengaruh pemanfaatan sumber kekayaan alam terhadap alam lingkungan. Dalam pengaplikasian ilmu geologi untuk tata lingkungan ataupun tata guna lahan, baik berupa pengembangan potensi kekayaan alam ataupun mitigasi bencana alam pada suatu daerah , peranan peta geologi menjadi data dasar utama dalam proses analisis suatu kawasan. Analisis lingkungan suatu wilayah tidak akan lepas dari prosesproses alam yang membentuk wilayah tersebut dan bahkan yang masih terus berlangsung hingga saat ini. Informasi berupa data fisiografis, kondisi tektonik, penyebaran jenis batuan dengan variasi umur yang berbeda / stratigrafi , struktur, dan kondisi fisik berupa topografi dan aliran sungai menjadi analisis awal dalam penentuan kawasan potensi SDA ataupun kawasan rawan bencana. Secara lebih spesifik, dalam geologi tata lingkungan akan disajikan peta yang lebih mendetail sesuai dengan arah tujuan dari pembuatan peta yang selanjutnya akan kita sebut sebagai Peta Satuan Kesesuaian Lahan ( SKL ). Dalam laporan ini, kami akan memfokuskan analisis dan pembutan SKL untuk kepentingan potensi Sumber Daya Alam Mineral dan MIGAS pada daerah Yapen Waropen, Provinsi Papua Barat, Papua. Dengan pengetahuan geologi serta data-data yang berhubungan dengan kepentingan analisis wilayah tersebut, kami mencoba untuk mengkaji kondisi alam wilayah Kabupaten Yapen sesuai dengan prinsip-prinsip geologi yang mengarah kepada penentuan daerah yang memiliki potensi SDA Mineral dan

FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020

Page 1

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

Migas untuk tata lingkungan di wilayah tersebut melalui sudut pandang geologi yang memperhatikan aspek sumber daya alam sebagai indikator utama dalam pemetaan.

1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan Peta SKL wilayah Kabupaten Yapen Waropen adalah untuk menentukan wilayah-wilayah dengan potensi sumber daya minyak dan gas bumi . 1.3 Lokasi Secara geografis atau garis astronomi letak Kabupaten Kepulauan Yapen berada pada 13446 13754 Bujur Timur dan 0127 0258 Lintang Selatan. Kabupaten Kepulauan Yapen adalah salah satu wilayah administrasi yang berada di Provinsi Papua yang memiliki karakteristik sebagai kabupaten kepulauan, terletak pada pertengahan Teluk Cenderawasih. Secara administrasi Kabupaten Kepulauan Yapen memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Biak Numfor; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Waropen; Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Manokwari; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Mamberamo.

1.4 Permasalahan Permasalahan yang didapat yaitu keadaan Geologi Yapen yang kompleks dengan lithologi yang beragam, struktur struktur sesar yang menyebar pada daerah selatan lembar peta regional, sehingga cukup sulit dalam menarik batas batas Satuan Kesesuaian Lahan.

FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020

Page 2

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

Selain itu dalam menentukan daerah yang memiliki Potensi Sumber Daya Alam, masih sulit dilakukan karena kekurangan data- data yang tersedia di dalam menentukan apakah daerah tersebut memilki potensi atau tidak, sedangkan data yang didapatkan berupa data tentative yang tidak valid dan dapat diajukan acuan yang pasti di dalam memberikan nilai potensi yang tepat dan sesuai .

1.5 Metode Pemecahan Untuk mencapai tujuan dan pemecahan masalah, pembuatan laporan ini dilaksanakan dengan metode analisis peta Geologi regional lembar Yapen dan sekitarnya berupa litologi dan struktur yang mendukung dalam penentuan daerah yang memilki potensi Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi. Selain itu juga dengan pengumpulan data yang telah ada guna mendukung dalam pembuatan laporan ini.

FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020

Page 3

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

BAB II ISI

Potensi Energi Potensi sumberdaya energi di Papua yang potensial tersedia memang cukup besar, namun berapa besar potensi riil sebenarnya belum dapat dipastikan. Baru sebagian kecil energi yang dimanfaatkan, dimana energi yang telah diketahui dapat dilihat pada tabel 1, sedangkan peta lokasi pembangkit listrik di Propinsi Papua dapat dilihat pada gambar 5.

Minyak dan Gas Cadangan minyak dan gas bumi di Indonesia berhubungan erat dengan cekungan sedimen berumur Tersier. Di sekitar Propinsi Papua telah diidentifikasi sejumlah cekungan yang penyebarannya berada di sebelah utara maupun selatan Papua . Dua (2) buah cekungan di sebelah utara Jayapura belum pernah dilakukan pemboran, tiga (3) cekungan telah dilakukanFRANS EDWARD RICARDO 072.08.020 Page 4

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

pemboran tetapi belum menghasilkan penemuan, satu (1) buah cekungan sudah menghasilkan penemuan tetapi belum sampai pada tahap produksi, dan dua (2) buah cekungan telah berproduksi. Potensi Migas di Papua cukup menjanjikan, sebagian cadangan yang terdapat di daerah Kepala Burung dan Bintuni telah berproduksi, sedangkan daerah lainnya masih dalam tahap eksplorasi. Ekploitasi minyak dan gas bumi dilakukan melalui beberapa lapangan minyak dan gas bumi di sekitar Sorong seperti lapangan Klamono, Linda, Salawati dan sekitar Bintuni. Produksi dari lapangan minyak tersebut umumnya masih relatif kecil. Ekplorasi untuk menemukan cadangan baru terus dilakukan dengan mempergunakan berbagai cara seperti pemetaan, geofisika (seismik) maupun pemboran. Akhir-akhir ini telah ditemukan pula cadangan gas yang cukup besar di sekitar Bintuni (Wiriagar). Cadangan gas ini disamping sebagai sumber energi juga dapat dipergunakan sebagai bahan baku untuk industri petrokimia. Sumber daya energi berupa Minyak Bumi, Gas Bumi, Panasbumi, Batubara, Tenaga Air, Tenaga Matahari (solar) di Papua umumnya belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Minyak bumi dan gas bumi (Migas) pada saat ini masih menjadi andalan utama sebagai sumberdaya energi baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun sebagai komoditas eksport. Energi Selain Minyak dan Gas Cadangan minyak dan gas bumi terbatas, karena itu perlu dimanfaatkan sumberdaya energi lainnya seperti tenaga air, tenaga matahari yang potensinya cukup besar di Papua. Untuk mengatasi hal ini program Konservasi, Diversifikasi dan Intensifikasi energi perlu ditingkatkan keberhasilannya. Sungai-sungai di Papua baik yang besar maupun kecil dapat dimanfaatkan untuk tenaga listrik. Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dari Jepang (lihat Tabel 2 dan Gambar 7) Sungai Mamberamo diperkirakan dapat menghasilkan tenaga listrik sebesar kurang lebih 10.000 MW. Dari sekian banyak sungai hanya sebagian kecil saja yang sudah dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, itupun untuk pembangkit listrik skala kecil seperti PLTM. HalFRANS EDWARD RICARDO 072.08.020 Page 5

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

ini disebabkan selain diperlukan modal besar dan teknologi tinggi juga jumlah penduduk sedikit dan tersebar serta kondisi geografis yang cukup sulit.

Dari penelitian awal oleh Kanwil Departemen Pertambangan dan Energi propinsi Papua, danau Paniai dapat menghasilkan 300 MW. Selain tenaga air, tenaga surya telah banyak dimanfaatkan untuk tenaga listrik terutama untuk penerangan bagi penduduk di daerah terpencil jauh dari jangkauan listrik PLN. Sumber energi baru lain yang ke depan perlu dikaji untuk pengembangannya ialah Tenaga Bayu (Angin) karena teknologinyapun telah tersedia demi penerapan dan pemanfaatannya.

FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020

Page 6

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

Potensi sumber daya alam di Pulau Yapen Waropen ini tidak lepas dari kondisi geologi daerah tersebut. Persoalan yang paling mendasar adalah asal usul dan genesis terbentuknya cekungan sedimen Papua. Papua berisi sejumlah cekungan, Kepala Burung Papua telah menjadi fokus eksplorasi. Dua cekungan di Kepala Burung, yang Salawati dan cekungan Bintuni, terbukti memiliki propinsi hidrokarbon. Papua menunjukkan potensi hidrokarbon yang sangat baik. Batuan Karbonat yang berumur Miosen sebelumnya dianggap habis di Cekungan Salawati mungkin telah mengalami kehidupan. Keberadaan Terumbu kais yang berukuran dan berjumlah besar dan belum dib or berada di lepas pantai sebelah selatan Kepala Burung. Cekungan Salawati dan Bintuni ini berlokasi di bagian utara lempeng Indo-Australia dan terletak di kawasan kepala burung Irian. Cekungan Salawati adalah cekungan berbentuk asimetrik berarah timur barat yang berbatasan dengan Sesar Sorong disebelah utara dan barat, Geatingklin Karbonat Miosen Misool-Onin dibagian selatan dan Platform Ayamaru disebelah timur cekungan. Sementara Cekungan Bintuni adalah cekungan asimetrik berarah utara selatan berbatasan dengan Lengguru Fold Belt di sebelah timur, Blok Kemum dan Sesar Sorong di sebelah utara, Sesar Tarera Aiduna sebelah selatan dan Geantiklin Onin-Misool disebalah barat. Perkins dan Livsey (1993) menginterpretasi Cekungan Bintuni merupakan cekungan-cekungan fore deep, akan tetapi Cekungan Bintuni dapat juga di interpretasi cekungan foreland yang dalam. Kedua cekungan ini merekam semua aspek sejarah stratigrafi dan peristiwa tektonik Irian Jaya mulai zaman Paleozoik hingga Resen. Sejarah Stratigrafi dan Peristiwa Tektonik Irian Jaya Batuan dasar penyusun kedua cekungan ini adalah Formasi Kemum turbidit yang berumur SilurDevon. Formasi ini terlipatkan dan termetamorfkan pada umur Devon akhir hingga Karbon

FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020

Page 7

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

awal dan kemudian diintrusi oleh granitoid pada umur karbon akhir dan permo-trias. (Piagram dan Davies, 1987). Berdasarkan tektonik yang terjadi di Irian Jaya, stratigrafi penyusun kedua cekungan ini dapat dibagi dalam beberapa tahapan tektonik yaitu, (A) Tahap Pemisahan Gondwana dan Asia (B) Tahap Tumbukan Lempeng Australia dan Pasifik (C) Tahap Pembalikan Zona Subduksi. A. Tahap Pemisahan Gondwana dan Asia Tahap pemisahan Gondwana dan Asia berlangsung pada umur Paleozoik akhir menghasilkan pembentukan Samudera Tethys. Pemisahan ini dibagi menjadi 2 periode pengendapan yaitu Pre-rift, Syn-Rift dan Pasive Margin (Post-Rift). Prerift (Paleozoikum) Pada periode prerift diendapkan secara tidak selaras sedimen Paleozoikum Kelompok Aifam pada lingkungan laut dangkal, paparan, hingga fluvial deltaic. Kelompok ini berumur Karbon hingga Perm Akhir dan terdiri atas 3 formasi batuan dari tua ke muda yaitu Aimau, Aifat dan Ainim. Formasi Aimau terdiri atas perselingan batupasir dan shale, Formasi Aifat terdiri atas shale berwarna hitam, gampingan dan berfosil, sementara Formasi Aimau terdiri atas batulempung lanauan dan batupasir yang banyak mengandung material coal (Pieters et al, 1983). Kelompok ini tersebar luas pada bagian kepala burung, tetapi tidak terlihat dipengaruhi oleh metamorfisme. kelompok ini lebih terdeformasi dan termetamorfkan pada bagian Leher Burung. Pada bagian Tubuh Burung Kelompok Aifam ini setara dengan Formasi Aiduna, yang terdiri atas batuan silisiklastik dan batubara. Formasi Aiduna ini berumur Karbon Akhir hingga Perm dan diendapkan pada lingkungan fluvial hingga delta. (Visser & Hermes, 1962; Dow et al., 1988) Beberapa penulis mengkategorikan kelompok Aifam ini kedalam periode rifting umur paleozoikum, tapi untuk menghindari kesalahpahaman pada tajuk pembahasan ini penulis memasukan kelompok ini sebagai prerift sebelum fase tektonik rifting yang terjadi di umur Mesozoikum.FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020 Page 8

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

Menurut Hamilton 1978; Dow dan Sukamto, 1984, pada zama Karbon-Perm Salawati merupakan suatu paparan benua Australia. Selanjutnya pada zaman Trias hingga Kapur (Mesozoikum) disebagian daerah Salawati tidak terjadi proses sedimentasi tetapi sebaliknya terjadi erosi pada Formasi Aifam (Visser dan Hermes, 1962). Hal ini disebabkan oleh adanya pengangkatan yang ditandai dengan terjadinya intrusi granitoid (Froidevaux, 1977; Brash dkk, 1991) Syn-Rift (Mesozoikum) Sedimen kontinental yang diendapkan pada periode rift umur Mesozoikum adalah sedimen Formasi Tipuma. Formasi ini berumur Trias hingga Jura Awal didominasi oleh batupasir fluvial dan shale. Formasi ini semakin menebal pada graben-graben yang terbentuk pada fase tektonik continental rifting di sepanjang batas utara lempeng Australia. Hamilton 1979 mengemukakan terjadinya rifting dimulai pada umur Jura, sementara penulis melihat Formasi Tipuma umur Trias merupakan endapan rift pertama. Rekaman yang jelas sedimen rift pertama terbentuk ini dapat dilihat pada kolom stratigrafi umum cekungan Irian Jaya. Setidaknya berdasarkan Hamilton 1979 pada kisaran umur ini, terdapat dua komponen utama rifting pada batas kontinental Australia yaitu pada bagian utara dan bagian barat laut Kontinental Australia. Rifting pada bagian utara saat ini dapat diperkirakan dibatasi oleh batas yang kompleks, berupa Palung New Guinea, Fold Belt Papua, dan Sorong-Koor Suture. Sementara rifting yang terjadi pada bagian barat laut dapat diperkirakan dibatasi oleh Timor through hingga Aru trough. Passive Margin/Post- Rift (Mesozoikum) Tahap ini ditandai oleh seafloor spreading pada umur Jura hingga terpecahnya Kontinental Australia pada bagian timur laut menjadi lempeng-lempeng kontinen berukuran kecil (mikro kontinen). Seafloor spreading ini didukung oleh pola-pola Anomali Magnetik pada Cekungan Wharton dan sedimen-sedimen pada Cekungan Browse, Sahul dan Merauke Platform yang berumur Jura atau lebih muda.FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020 Page 9

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

Pada masa ini bagian timur laut Kontinen Australia masih bertindak sebagai passive margin dengan diendapkannya Kelompok Formasi Kembelangan. Kelompok Formasi ini diendapkan sebagai sekuen passive margin yang menindih secara selaras di atas pengendapan sekuen rift (syn-rift) Formasi Tipuma (Dow et al., 1988; Paris, 1994). Formasi ini berumur Jura Awal hingga Kapur akhir dan tersusun atas perselingan batupasir dan batulempung (shale) pada lingkungan deltaik hingga lingkungan laut tertutup. Dibagian leher dan tubuh burung, kelompok ini dibagi ke dalam empat formasi (Pigram dan Panggabean 1983), yaitu Formasi Kopai, Batupasir Woniwogi, Batulempung Piniya, dan Batupasir Ekmai yang tersusun oleh perselingan batulanau karbonatan dan batulempung pada bagian bawah, dan batupasir kuarsa halus glouconitic dengan sedikit serpih pada bagian atas. Pada bagian Kepala Burung, Kelompok Kembelangan ini hanya dibagi menjadi dua formasi saja yaitu Formasi Kemblangan Bawah berumur Jura dan Formasi Jass (Dow et al, 1988) yang mulai diendapkan pada umur Jura Akhir hingga Kapur Akhir. Formasi Jass ini terdiri dari batupasir kuarsa dan batulempung gampingan pada lingkungan inner-outer sublitoral. Berdasarkan data lapangan Wiriagar, Bintuni (Paul and Hermany 1988) diatas Formasi Kemblangan ini dijumpai pengendapan batulempung berwarna coklat gelap sebagai endapan maksimum transgresi laut pertama sejak berlangsungnya rifting umur Trias hingga Jura. Kemudian sebuah ketidakselarasan berumur Kapur awal muncul memisahkan Formasi Kemblangan bawah berumur Jura dengan Formasi Jass berumur Kapur diatasnya. Berdasarkan data cekungan Salawati (Satyana, 2003), Formasi Tipuma dan Kembelangan hanya ditemukan pada bagian selatan Cekungan Salawati, karena pengangkatan umur Kapur akhir yang menghasilkan erosional pada sedimen yang lebih tua atau malah tidak terjadinya pengendapan. Kelompok ini diendapkan hingga terjadi pengurangan suplai sedimen pada umur Kapur Akhir sehingga memberikan jalan untuk berkembangya batuan karbonat (Batugamping New Guinea ).

FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020

Page 10

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

Catatan: Batugamping New Guinea terdiri atas: (1) Formasi Waripi (Paleosen-Eosen) , (2) Formasi Faumai (Eosen), (3) Formasi Sirga (Oligosen Akhir), (4) Formasi Kais (Oligosen-Miosen Tengah), dan 5) Formasi Imskin (Paleosen- Miosen Tengah). B. Tahap Tumbukan Lempeng Australia dan Pasifik (Paleogen) Berdasarkan Satyana, 2003, sedimen yang diendapkan pada umur tersier di cekungan Salawati dimulai pada umur Paleosen dengan diendapkannya hanya di daerah selatan cekungan yaitu Formasi Imskin yang terdiri atas batu lanau gampingan lingkungan laut dalam. Berdasarkan Kolom Stratigrafi Irian Jaya yang dimodifikasi dari Piagram and Pangabean, 1984, Formasi Imskin yang berumur Paleosen hanya ditemukan pada daerah leher burung, sementara formasi yang diendapkan pada cekungan Salawati dan Bintuni adalah Formasi Waripi. Berdasarkan data lapangan Wariagar, Bintuni (Paul & Hermany 1988) formasi yang diendapkan pada umur Paleosen ini tersusun atas batupasir dan batulempung karbonatan, dan batulempung Formasi Waripi. Periode Eosen hingga Oligosen ditandai oleh kemunculan batuan transgresif karbonat Formasi Faumai. Formasi ini terdiri dari batugamping tebal kaya akan foraminifera, batugamping marmeran, dolostone, dan beberapa batupasir kuarsa. Formasi Faumai diendapkan pada lingkungan laut dangkal dengan energi sedang. Sebuah ketidakselarasan muncul pada kolom stratigrafi dari lapangan Wariagar, Bintuni (Paul & Hermany, 1988) yang berumur Oligosen Akhir. Pada kolom stratigrafi Irian jaya (Piagram and Pangabean, 1984), ketidakselarasan ini justru terjadi lebih awal yaitu pada umur Oligosen Awal. Ketidakselarasan ini menandakan terjadinya peristiwa kompresi, yang membagi Formasi Faumai dengan formasi diatasnya (Formasi Sirga dan Kais). Fase kompresi ini terjadi akibat tumbukan Lempeng Australia dan Pasifik yang terjadi pada umur Eosen. Pada umur Eosen akhir Lempeng Australia bagian utara, bergerak ke arah utara dan menyusup sebagai subduksi terhadap kerak samudera dari lempeng pasifik dan kemudian membentuk busur busur kepulauan (island arc) di bagian utara Irian Jaya.

FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020

Page 11

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

Pada tahap tektonik ini Irian Jaya masih berperan sebagai passive margin dan masih mengendapkan Formasi Batugamping New Guinea Formasi Faumai. Proses subduksi ini terus berlanjut ke arah utara hingga akhirnya kerak samudera dari lempeng Australia termakan habis (overriding plate) oleh lempeng samudera pasifik. Proses ini berlanjut hingga terjadinya collision pada umur Oligosen antara Lempeng Australia dan busur kepulauan (island arc) Samudera Pasifik. Proses collision ini dikenal dengan nama ophiolite obduction dengan ditemukannya rangkaian ophiolite yang naik pada Lempeng Benua Australia di Pulau New Guinea yang menghasilkan ophiolite belt central range pada bagian tubuh burung. Pada tahap tektonik ini diendapkan Formasi Sirga pada lingkungan fluvial hingga laut dangkal. Formasi ini adalah satu-satunya formasi silisiklastik yang diendapkan di Irian Jaya pada umur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal. Formasi Sirga ini ditemukan pada cekungan-cekungan kepala burung (cekungan Salawati dan Bintuni) dan cekungan pada badan burung, sebagai hasil dari fase regresi akibat aktivitas orogenesa dari tahap tektonik ophiolite obduction di utara Benua Australia. Formasi Sirga terekam berkembang baik tidak selaras diatas Formasi Faumai pada cekungan Salawati dan Bintuni, tetapi selaras pada cekungan di badan burung (lihat kolom stratigrafi Irian Jaya). Formasi ini tersusun atas batupasir kuarsa berukuran kasar hingga sedang dan batulanau, dibeberapa tempat ditemukan butiran dengan ukuran kerakal. Pada Lapangan Wiriagar, Formasi ini diwakilkan oleh litologi karbonat rework. Setelah pengendapan formasi Sirga, masih pada lingkungan laut dangkal diendapkan secara selaras batugamping Formasi Kais. Formasi ini merupakan batugamping paparan yang tebal berumur Miosen setempat kaya akan alga dan koral. Formasi ini berkembang pada lingkungan yang bervariasi, dari lagoon, bank hingga facies laut dalam, menghasilkan variasi tipe karbonat yang banyak dari karbonat yang berenergi rendah, kaya akan organic material, hingga karbonat dengan energi yang tinggi. C. Tahap Pembalikan Zona Subduksi (Neogen) Dewey & Bird (1970), Hamilton (1979), Milsom (1985), Dow et al., (1988), dan Katili (1991) menyatakan bahwa telah terjadi pembalikan arah subduksi. Pada mulanya lempeng AustraliaFRANS EDWARD RICARDO 072.08.020 Page 12

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

menunjam ke dalam Lempeng Pasifik ke arah utara, tetapi setelah tumbukan (collision) terjadi perubahan arah subduksi, dimana Lempeng Pasifik menujam ke dalam Lempeng Australia ke arah selatan yang kini dikenal sebagai Palung New Guinea. Berdasarkan skema model tektonik kepala burung yang disajikan oleh MA Endarto, umur penujaman Palung New Guinea ke arah selatan ini berumur Miosen. Hal ini diperkuat oleh kemunculan pertama sedimen klastik tebal setelah pengendapan Batugamping New Guinea Formasi Kais yang terekam pada kolom stratigrafi Irian Jaya. Formasi silisiklastik halus karbonatan ini dikenal dengan nama Formasi Klasafet. Formasi ini di endapkan di lingkungan lagoon dan dapat ditemukan pada cekungan2 di kepala hingga leher burung. Tahap tektonik Collision umur Neogene ini menghasilkan New Guinea Mobile Belt dan Lengguru Fold Belt, sesar-sesar aktif strike-slip (Sesar Sorong, Terera, dan sebagainya) dan cekungancekungan foreland seperti Salawati dan Buntuni di wilayah kepala burung. Sedimen klastik yang mengisi cekungan foreland ini terdiri atas Formasi Klasafet pada wilayah kepala dan leher burung, serta Formasi Buru pada wilayah tubuh burung. Kemudian diendapkan batuan siliklastik yang paling muda umur Pleistosen yaitu Formasi Klasaman dan Steenkol dengan sisipan konglomerat Sele. Konglomerat ini hanya diendapkan pada cekungan Salawati sebagai produk erosional zona deformasi sepanjang Sesar Sorong.

FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020

Page 13

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

Tabel Cekungan di Indonesia yang Berproduksi Minyak dan Gas

FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020

Page 14

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

Peta Cekungan Sedimen di Indonesia

Peta Potensi Hidrokarbon di Provinsi Papua

FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020

Page 15

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

Selain kita memahami cekungan sedimen yang berkembang pada deerah penelitian, potensi Sumber Daya Minyak dan Gas sangat erat kaitannya dengan Petroleum System yang dimiliki daerah tersebut. Suatu daerah dikatakan berpotensi memiliki sumber daya minyak dan gas bumi apabila memenuhi Ke 5 Petroleum System. Petroleum System (Sistem Minyak dan Gas Bumi) Faktor-faktor yang menjadi perhatian studi Petroleum System adalah : 1. batuan sumber (source rocks) 2. Pematangan (maturasi) 3. Reservoir, 4. Migrasi 5. Timing 6. Perangkap (trap) 7. batuan penyekat (sealing rock) dan 8. fracture gradient.

1. SOURCE ROCKS Source rocks adalah endapan sedimen yang mengandung bahan-bahan organik yang dapat menghasilan minyak dan gas bumi ketika endapan tersebut tertimbun dan terpanaskan.

Bahan-bahan organik yang terdapat didalam endapan sedimen selanjutnya dikenal dengan kerogen (dalam bahasa Yunani berarti penghasil lilin).

Terdapat empat tipe kerogen: Tipe I: bahan- bahan organic kerogen Tipe I merupakan alga dari lingkungan pegendapan lacustrine dan lagoon.Tipe I ini dapat mengkasilkan minyak ringan (light oil)FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020 Page 16

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

dengan kuallitas yang bagus serta mampu menghasilkan gas. Tipe II: merupakan campuran material tumbuhan serta mikroorganisme laut. Tipe ini merupakan bahan utama minyak bumi serta gas. Tipe III: Tanaman darat dalam endapan yang mengandung batu bara. Tipe ini umumnya menghasilkan gas dan sedikit minyak. Tipe IV: bahan-bahan tanaman yang teroksidasi. Tipe ini tidak bisa menghasilkan minyak dan gas.

Kandungan kerogen dari suatu source rock dikenal dengan TOC (Total Organic Carbon), dimana standar minimal untuk 'keekonomisan' harus lebih besar dari 0.5%.

Implikasi penting dari pengetahuan tipe kerogen dari sebuah prospek adalah kita dapat memprediksikan jenis hidrokarbon yang mungkin dihasilkan (minyak, gas, minyak & gas bahkan tidak ada migas).

2. MATURASI Maturasi adalah proses perubahan secara biologi, fisika, dan kimia dari kerogen menjadi minyak dan gas bumi.

Proses maturasi berawal sejak endapan sedimen yang kaya bahan organic terendapkan. Pada tahapan ini, terjadi reaksi pada temperatur rendah yang melibatkan bakteri anaerobic yang mereduksi oksigen, nitrogen dan belerang sehingga menghasilkan konsentrasi hidrokarbon.

Proses ini terus berlangsung sampai suhu batuan mencapai 50 derajat celcius. Selanjutnya, efek peningkatan temperatur menjadi sangat berpengaruh sejalan dengan tingkat reaksi dari bahan-bahan organik kerogen.

Karena temperatur terus mengingkat sejalan dengan bertambahnya kedalaman, efekFRANS EDWARD RICARDO 072.08.020 Page 17

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

pemanasan secara alamiah ditentukan oleh seberapa dalam batuan sumber tertimbun (gradien geothermal).

Gambar dibawah ini menunjukkan proporsi relatif dari minyak dan gas untuk kerogen tipe II, yang tertimbun di daerah dengan gradien geothermal sekitar 35 C km -1 .

from OpenLearn - LearningSpace

Terlihat bahwa minyak bumi secara signifikan dapat dihasilkan diatas temperature 50 C atau pada kedalaman sekitar 1200m lalu terhenti pada suhu 180 derajat atau pada kedalaman 5200m. Sedangkan gas terbentuk secara signifikan sejalan dengan bertambahnya temperature/kedalaman.

FRANS EDWARD RICARDO 072.08.020

Page 18

DRAFT GEOLOGI TATA LINGKUNGAN POTENSI SDA MINERAL DAN MIGAS DAERAH YAPEN WAROPEN

Gas yang dihasilkan karena factor temperatur disebut dengan termogenic gas, sedangkan yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri (suhu rendah, kedalaman dangkal