anestesi uin

43
BAB I PENDAHULUAN Syok merupakan kegagalan sirkulasi tepi menyeluruh yang mengakibatkan hipotensi jaringan.Kematian karena syok terjadi bila kejadian ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel. Terapi syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab.Ditandai oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat. Klasifikasi syok menurut etiologi : 1. Syok hipovolemik: dehidrasi, kehilangan darah, luka bakar. 2. Syok distributif: kehilangan tonus vascular (anafilaktik, septik, syok toksik). 3. Syok kardiogenik: kegagalan pompa jantung. 4. Syok obstruktif: hambatan terhadap sirkulasi olehobstruksi instrinsik atau ekstrinsik. Emboli paru,robekan aneurisma dan tamponade perikard. Syok hemoragik adalah syok hipovolemik yang disebabkan kehilangan darah yang banyak akibat perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat terbuka atau tersembunyi dalam organ tubuh, seperti perdarahan yang terjadi pada pasien dengan aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik yang akan dibahas dalam makalah ini adalah syok hipovolemik hemoragik perioperatif pada pasien aneurisma aorta abdominalis yang akan dilakukan bypass aorta abdominalis. Operasi pembuluh darah merupakan operasi yang perlu perhatian khusus, mengingat fungsi dari pembuluh darah yang

Upload: anna-k-putri

Post on 24-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Syok merupakan kegagalan sirkulasi tepi menyeluruh yang mengakibatkan hipotensi jaringan.Kematian karena syok terjadi bila kejadian ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel. Terapi syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab.Ditandai oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat.Klasifikasi syok menurut etiologi :1. Syok hipovolemik: dehidrasi, kehilangan darah,luka bakar.2. Syok distributif: kehilangan tonus vascular (anafilaktik, septik, syok toksik).3. Syok kardiogenik: kegagalan pompa jantung.4. Syok obstruktif: hambatan terhadap sirkulasi olehobstruksi instrinsik atau ekstrinsik. Emboli paru,robekan aneurisma dan tamponade perikard.

Syok hemoragik adalah syok hipovolemik yang disebabkan kehilangan darah yang banyak akibat perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat terbuka atau tersembunyi dalam organ tubuh, seperti perdarahan yang terjadi pada pasien dengan aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik yang akan dibahas dalam makalah ini adalah syok hipovolemik hemoragik perioperatif pada pasien aneurisma aorta abdominalis yang akan dilakukan bypass aorta abdominalis.Operasi pembuluh darah merupakan operasi yang perlu perhatian khusus, mengingat fungsi dari pembuluh darah yang sangat penting dalam hemodinamik dan juga perfusi Oksigen serta nutrisi ke jaringan. Oleh karena itu, operasi bedah vaskular terutama operasi pembuluh darah besar seperti aorta abdominalis, rentan kehilangan volume darah dalam jumlah yang cukup banyak durante operasi.Pasien yang kehilangan darah akan mengalami masa hipotensi sampai akhirnya pemberian infus cairan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien tersebut. Hal ini disebut sebagai syok ireversibel. Sebagian klinisi percaya bahwa pasien syok dapat diresusitasi dengan pemberian cairan, koreksi hipotermia dan pemberian obat inotropik. Tapi tetap saja masih banyak pasien yang meninggal tidak hanya karena efek akut dari syok ireversibel tapi juga dari efek syok berat yang lama.Pada makalah ini dibahas mengenai evaluasi dan penatalaksanaan awal kehilangan darah akut dengan resusitasi cairan, transfusi darah, dan penghentian perdarahan yang masih berlangsungBAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. Aneurisma Aorta

I.1 PengertianAneurisma adalah suatu dilatasi dinding arteri yang terlokalisasi.Aneurisma dapat terjadi dimana-mana dalam aorta atau pembuluh darah perifer.I.2 KlasifikasiAneurisma diklasifikasikan berdasarkan lokasi menjadi abdominalis, toraks, atau torakoabdominalis.Jenis dari aneurisma dibagi menjadi aneurisma sejati dan aneurisma palsu.Aneurisma sejati timbul akibat atrofi tunika media arteri.Dinding arteri berdilatasi tetapi tetap utuh walaupun mengalami distorsi.Aneurisma sejati ada yang berbentuk fusiformis atau sakular.Aneurisma fusiformis aterosklerotik yaitu bentuk dilatasi sirkumferensial uniformis yang lebih sering ditemukan.Aneurisma palsu atau pseudoaneurisma adalah akumulasi darah ekstravaskular disertai erupsi ketiga lapisan pembuluh darah; dinding aneurisma palsu adalah trombus dan jaringan yang berdekatan.Pseudoaneurisma paling sering disebabkan oleh cedera, infeksi atau komplikasi dari prosedur vaskular yang invasif, seperti angioplasti atau bedah vaskular.

I.3 Etiologi dan Lokasi terseringTempat yang paling sering adalah aorta abdominalis.Biasanya mulai dari bawah arteru renalis dan meluas ke bifurcasio aorta, kadang-kadang melibatkan arteri iliaka.Arteri ini jarang melibatkan arteri renalis. Sebagian besar aneurisma abdominalis berasal dari proses aterosklerosis.Aneurisma torasika dapat menyerang aorta torsika desendens di luar atrei subklavia kiri, aorta asendens di atas katup aorta dan arkus aorta.Aorta desendens lebih sering terkna.Penyebab yang paling sering adalah aterosklerosis dan trauma.Trauma dada biasanya pada kenadaraan bermotor, yang menyebabkan tunika intima dan media aorta ruptur.Selain itu, penyakit pada arkus aorta biasanya disebabkan oleh aterosklerotik.Nekrosis media kistik seperti sindroma Marfa, paling berat pada aorta desendens.Aneurisma majemuk sering terjadi dan dapat menyerang arteri perifer maupun viseral.Arteri poplitea merupakan areteri perifer yang paling sering diserang dan jarang terjadi anuerisma viseral. Kebanyakan aneurisma perifer dan viseral berasal dari aterosklerotik tetapi trauma dan infeksi juga merupakan faktor etiologi.

I.4 PatofisiologiPembentukan aneurisma timbul akibat degenerasi dan melemahnya tunika media arteri.Degenerasi media dapat terjadi karena keadaan-keadaan kongenital atau didapat seperti aterosklerosis atau sindrom Marfan.Dilatasi dapat juga disebabkan sebagai efek semprotan aliran darah melalui suatu plak vaskular yang menyumbat, menimbulkan aliran turbulen di distal lesi.Aneuruisma biasanya membentuk lapisan bekuan darah disepanjang dinding akibat aliran yang melambat.Trombi mural merupakan sumber emboli dan trombosis aneurisma spontan yang potensial.Predisposisi pembentukan anerurisma pada dinding arteri bisa disebabkan oleh faktor lain. Aliran turbulen pada bifurkasio ikut meningkatkan insiden aneurisma di tempat-tempat tertentu.Suplai darah melalui vasa vasorum diduga dapat terganggu diusia lanjut, hal ini memperlemah tunika media.Apapun penyebabnya, aneurisma akan semakin besar menurut hukum Laplace. Tegangan atau tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius pembuluh darah dan tekanan intraarteri. Dengan bertambahnya lebar dan radius arteri maka tekanan akan semakin meningkat sehigga menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Sehingga angka kejadian ruptur akan meningkat seiring bertambahnya ukuran aneurisma. Selain itu, pada penderita mempunyai penyakit hipertensi yang menambah tekanan dinding dan pembesaran aneurisma.

I.5 Gambaran KlinisAneurisma seringkali asimtomatik.Tanda awal penyakit ini dapat berupa komplikasi kegawatan yang mengancam jiwa, seperti ruptur, trombosis akut, atau embolisasi. Aneurisma mungkin terdeteksi saat pemeriksaan abdomen sebagai suatu massa yang biasanya berlokasi diregio umbilikalis sebelah kiri dari garis tengah.Gejala-gejala yang terlihat biasanya buruk, menandakan adanya perluasan aneurisma, perdarahan retoperitoneal kronik atau ancaman ruptur.Dapat juga ditemukan nyeri punggung atau abdomen yang berat.Obstrusi duodenum akibat aneurisma yang besar dapat dirasakan sebagai rasa yang tidak nyaman diperut atau ada gangguan pencernaan.Dapat juga terdengar bunyi bising namun nilai diagnostiknya kecil.Pada beberapa pasien, denyut nadi arteri femoralis menghilang.Pada aneurisma torasika baru menimbulkan gejala bila sudah besar, akibatnya baru ditemukan pada saat pemeriksaan radiogram dada.Gejala timbul jika sudah terdapat perluasaan aneurisma yang menekan ke struktur jaringan yang berdekatan.Kompresi pada esofagus dapat menyebabkan disfagia; kompresi pada saraf laringeus rekuren menyebabkan suara serak; distensi vena dileher dan edema kepala dan lengan dapat menunjukkan kompresi pada saraf spinal.Pada pemeriksaan teraba massa abdomen yang berpulsasi tetapi bila aneurisma ruptur mungkin denyut tidak teraba lagi. Secara khas ruptur akan disertai rasa nyeri akut abdomen atau punggung yang timbulnya berkaitan dengan tanda-tanda renjatan karena perdarahan.

I.6 Pengobatan Aneurisma abdominalis yang simtomatik yang kecil tidak harus diintervensi bedah segera.Ukuran aneurisma dipantau secara cermat dan berkala dengan palpasi, radiografi abdomen, ultrasonografi, dan CT-scan.Pembesaran anerisma sampai 6 cm dianggap sebagai indikasi untuk reseksi aneurisma elektif.Teknik dan tipe cangkok yang dipakai untuk koreksi tergantung luasnya pembuluh darah yang terserang.Jika aneurisma terletak dibawah arteri renalis dan diatas bifurcatio aorta, dipakai cangkok berbentuk tabung.Aneurisma direseksi, tunika luar dipertahankan, kemudian cangkok berbentuk tabung dianastomosis ke aorta.Jika aliran darah kolateral ke arteri mesenterika inferior tidak cukup maka arteri tersebut ditanamkan pada bagian dari cangkok berbentuk tabung dianastomosis ke aorta.Kulit aneurisma kemudian diselubungi pada cangkok guna mengurangi kehilangan darah.Jika naeurisma meluas sampai kebawah bifurkasio.Cangkok bifurkasio dari sebelah distal.Perkembangan dan peningkatan teknik baru-baru ini, mempergnakan stent endovaskular yntuk mengkoreksi aneurisma abdominalis dan aortoiliaka.Stent buatan dimasukkan kedalam arteri femoralis melalui arteri iliaka yang menuju aorta dan menyangkutkan kaitannya ke permukaan proksimal dan distal daerah aneurisma.Pengembangan balon stent pada tunika intima aorta normal mencegah masuknya aneurisma ke dalam sirkulasi.Pendekatan intervensi untuk mengoreksi aneurisma ini, mencegah risiko dan komplikasi bedah abdominal mayor, dan untuk mengembalikan dan menurunkan kehilangan darah.Namun, teknik ini dibatasi karena keefektifannya kurang.Komplikasi pendekatan ini adalah kegagalan cangkok, kebocoran disekitar stent, dan migrasi cangkok.Akhir-akhir ini pemeriksaan lanjutan yang teratur dengan CT-scan setiap 6 bulan.

I.7 PrognosisRuptur aneurisma sangat berbahaya dan memiliki prognosis yang buruk. Ruptur ke rongga peritoneum menyebabkan perdarahan; tetapi biasanya ruptur akan masuk ruang retroperitoneal dan akan menimbulkan efek temponade pada struktur-struktur yang berdekatan. Perlu dilakukan reseksi bedah.

II. Syok Hipovolemik

II.1 Cairan Tubuh dan Kehilangan DarahTerdapat cairan sedikitnya setengah dari berat badan pada orang dewasa yang sehat. Volume total cairan (dalam liter) sebanding dengan 60% berat badan (dalam kilogram) pada pria, dan 50% pada wanita. Jumlah cairan dan perkiraan volume darah berdasarkan berat badan ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Cairan Tubuh dan Volume DarahCairanPriaWanita

Total cairan tubuh600 mL/kg500 mL/kg

Whole blood66 mL/kg60 mL/kg

Plasma40 mL/kg36 mL/kg

Eritrosit26 mL/kg24 mL/kg

Respons KompensasiHilangnya darah memicu respons kompensasi tertentu yang membantu untuk mempertahankan volume darah dan perfusi jaringan. Respons yang paling awal meliputi perpindahan cairan interstisial ke dalam kapiler. Pengisian transkapiler ini dapat menggantikan sekitar 15% dari volume darah, namun hal ini menyebabkan terjadinya kekurangan cairan interstisial.Kehilangan darah yang akut juga memicu aktivasisistem renin-angiotensin-aldosteron oleh ginjal, untuk mempertahankan kadar natrium.Natrium yang dipertahankan berdistribusi dalam cairan ekstraseluler. Karena cairan interstisial menyusun sekitar 2/3 cairan ekstraseluler, natrium yang dipertahankan akan membantu menggantikan kekurangan cairan interstisial yang diakibatkan oleh pengisian transkapiler. Kemampuan natrium untuk menggantikan kekurangan cairan interstisial, bukan volume darah interstisial, merupakan alasan bahwa cairan kristaloid yang mengandung natrium klorida (cairan salin) lebih disukai sebagai cairan resusitasi untuk perdarahan akut.Dalam beberapa jam setelah onset perdarahan, sumsum tulang mulai meningkatkan produksi sel darah merah. Respons ini terbentuk secara perlahan-lahan, dan penggantian sepenuhnya eritrosit yang hilang dapat dicapai dalam 2 bulan.Respons kompensasi ini dapat mempertahankan volume darah yang adekuat pada kasus perdarahan sedang (misalnya kehilangan < 15% volume darah). Saat darah yang hilang melebihi 15% volume darah, umumnya diperlukan penggantian volume darah.

Perdarahan ProgresifPerdarahan Kelas I (kehilangan 0-15%)1. Bila tidak ada komplikasi, hanya terlihat takikardiaminimal.2. Biasanya tidak ada perubahan dalam TD, tekanan nadi,atau frekuensi napas.3. Keterlambatan pengisian kembali kapiler lebih dari 3detik sebanding dengan kehilangan volume 10%.

Perdarahan kelas II (kehilangan 15-30%) 1. Gejala klinik mencakup takikardia ( >100 detak permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit dingin dan lembab, pengisian kapiler terlambat dan sedikit cemas.2. Penurunan tekanan nadi adalah hasil dari peningkatan kadar katekolamin yang menyebabkanpeningkatan tahanan pembuluh darah tepi yang disusul denganpeningkatan TD diastolik.

Perdarahan Kelas III (kehilangan 30-40%)1. Pada titik ini, biasanya pasien sudah takipnea dantakikardia mencolok, TO sistolik turun, oliguria, perubahan status mental bermakna, misal bingung atau gaduh gelisah.2. Pada pasien tanpa cedera lain atau tanpa kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah terkecil dari kehilangandarah yang selalu menyebabkan penurunan TD sistolik.3. Sebagian besar dari pasien ini membutuhkan transfusi darah, namun keputusan memberikan darah harus didasarkan atas respons awal terhadap pemberiancairan.

Perdarahan Kelas IV (kehilangan >40%)1. Gejala-gejala mencakup: takikardia dan penurunan TDsistolik mencolok, tekanan nadi mengecil (atau tekanan diastofik tidak terukur), jumlah urin sedikit atau tidak ada, status mental depresi (atau kehilangankesadaran), kulit dingin dan pucat.2. Jumlah perdarahan ini mengancam jiwa.3. Pada pasien trauma, perdarahan biasanya dianggap sebagai penyebab syok. Walaupun demikian, ini harus dibedakan dari sebab-sebab syok lainnya, antara lain:tamponade jantung ( bunyi jantung halus, vena leher distensi), tension pneumothorax (deviasi trakea, bunyi napas berkurang pada satu sisi), dan trauma medulla spinalis (kulit hangat, takikardia tidak sebesaryang diduga, defisit neurologis).

II.2 Evaluasi KlinisEvaluasi klinis pada pasien-pasien yang mengalami perdarahan bertujuan untuk menentukan seberapa besar kekurangan volume darah dan pengaruhnya terhadap aliran sirkulasi dan fungsi organ.

Anamnesis dan Pemeriksaan FisikAnamnesis pada pasien dengan syok hemoragik dilakukan untuk mengetahui sebab dan jumlah darah yang keluar akibat terjadinya perdarahan seperti mekanisme trauma, lama perdarahan, dan kelainan yang terdapat pada pasien. Selain itu, perlu ditanyakan penanganan pre rumah sakit terutama pemberian cairan, perubahan tanda vital, dan lama penanganan yang diberikan.Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi:1. Kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokana. Sumber perdarahan biasanya terlihatb. Aliran darah kulit kepala banyak dan dapat menghasilkan perdarahan yang signifikanc. Perdarahan intrakranial terutama pada usia muda2. Dadaa. Perdarahan rongga toraks dapat ditemukan pada pemeriksaan fisikb. Hemotoraks dapat meliputi distres pernapasan, penurunan bunyi napas, dan perkusi pekakc. Tension hemothorax3. Abdomena. Perlukaan terhadap hati atau limpa adalah penyebab umum syok perdarahan. Ruptur spontan aneurisma aorta abdominal dapat juga menyebabkan perdarahan intraabdominal berat dan syokb. Darah dapat mengiritasi rongga peritoneal dan dapat menimbulkan nyeri tekan dan peritonitisc. Distensi abdominal progresif pada syok perdarahan menjadi temuan pada perdarahan intraabdominal4. Pelvisa. Fraktur dapat menyebabkan perdarahan masifb. Ekimosis pada panggul belakang dapat mengindikasikan perdarahan retroperitoneal5. Ekstremitasa. Perdarahan ekstremitas dapat terlihat atau tersembunyib. Fraktur femur dapat menyebabkan kehilangan darah signifikan6. Sistem Sarafa. Agitasi dapat dilihat pada tahap awal syok perdarahanb. Penurunan kesadaran dapat timbul apabila terjadi hipoperfusi serebral

Tanda VitalTakikardi (denyut nadi > 90 kali per menit) sering diasumsikan sebagai hal yang umum ditemukan pada pasien hipovolemik, namun pada posisi terlentang tidak dtemukan takikardi pada mayoritas pasien dengan perdarahan sedang hingga berat. Kenyataannya, dapat lebih sering ditemukan bradikardi pada perdarahan akut. Hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg) pada posisi terlentang juga merupakan penanda perdarahan akut yang tidak sensitif. Hipotensi umumnya timbul pada hipovolemia tahap lanjut, saat kehilangan darah melebihi 30% dari volume darah total. Metode yang digunakan untuk mengukur tekanan darah merupakan pertimbangan yang penting pada pasien yang mengalami perdarahan, karena pada tahap aliran rendah, pengukuran noninvasif sering memberikan nilai rendah yang palsu. Untuk mendapatkan hasil yang sebenarnya, direkomendasikan pemeriksaan intraarterial langsung untuk memonitor tekanan darah pada pasien yang mengalami perdarahan.

HematokritPenggunaan hematokrit (dan konsentrasi hemoglobin dalam darah) untuk menentukan luasnya perdarahan akut cukup sering dilakukan meskipun tidak pada tempatnya. Perubahan kadar hematokrit tidak terlalu berkorelasi dengan kurangnya volume darah dan eritrosit pada perdarahan akut. Perdarahan akut meliputi kehilangan whole blood, dengan penurunan yang proporsional pada volume plasma dan eritrosit. Akibatnya, hematokrit tidak akan berubah secara signifikan pada periode awal setelah darah hilang. Bila resusitasi volume tidak dilakukan, pada akhirnya hematokrit akan menurun karena hipovolemia mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, sehingga memicu ginjal untuk mempertahankan natrium dan air dan menambah volume plasma. Proses ini dimulai pada 8 hingga 12 jam setelah perdarahan akut dan diperlukan beberapa hari untuk benar-benar terbentuk.

II.3 Penatalaksanaan Syok HemorargikPenatalaksanaan pasien dengan syok hemoragik adalah resusitasi cairan. Selain itu dicari sumber perdarahan dan dilakukan usaha menghentikan perdarahan yang terjadi. Seperti halnya resusitasi kasus lain, jalan napas dan pernapasan (airway dan breathing) tetap diperhatikan.Kombinasi dari syok dan gagal napas mengakibatkan mortalitas yang sangat tinggi. Dengan demikian setiap pasien syok harus diberikan oksigen tinggi menggunakan masker. Bila pernapasan tidak adekuat, intubasi secepatnya dilakukan. Perdarahan luar yang terlihat segera dikontrol dengan penekanan lokal. Bila usaha resusitasi menunjukkan kemungkinan perdarahan intraabdominal atau perdarahan intratorakal yang sedang berlangsung. Pemeriksaan yang rumit seminimal mungkin dilakukan dan usaha operasi definitif secepatnya dilakukan.

II.4 Dasar Resusitasi CairanKeberhasilan dalam penanganan pasien dengan hipovolemi ditentukan oleh penggantian cairan dengan cepat, di mana angka kematian akibat syok hipovolemik secara langsung berhubungan dengan derajat dan durasi hipoperfusi organ. Di bawah ini dibahas mengenai resusitasi cairan dan hal-hal yang berhubungan.

Kanulasi VenaHal yang perlu dipikirkan dalam resusitasi cairan adalah akses pemberian cairan. Pada pasien dengan trauma multipel berat syok hemoragik, akses vena diperlukan untuk mengembalikan cairan yang hilang. Faktor yang mempengaruhi akses vena adalah letak anatomis vena, beratnya cedera pada tubuh serta kemampuan dan pengalaman dokter yang menolong. Akses vena tidak boleh diberikan pada ekstremitas yang terluka. Jika terdapat cedera pada tubuh dibawah difragma, akses vena setidaknya pada vena yang berhulu pada vena kave superior. Pada pasien dengan trauma dada dan abdomen, akses vena diberikan pada satu vena di atas dan satu vena di bawah diafragma. Kateter yang digunakan sebaiknya yang pendek dengan diameter yang besar. Terdapat kecenderungan untuk melakukan kanulasi vena sentral untuk resusitasi karena vena yang lebih besar memungkinkan jumlah cairan masuk lebih banyak. Walaupun begitu laju volume infus tidak bergantung pada besar vena melainkan pada panjang kateter vena. Kateter yang digunakan pada kanulasi vena sentral panjangnya bisa mencapai 15-20 cm sementara kateter vena perifer hanya 5 cm saja.Dengan begitu untuk resusitasi cairan pada hipovolemi, kanulasi vena perifer pendek lebih dipilih dibanding kanulasi vena sentral yang panjang.Diameter kateter yang besar akan menghasilkan laju yang lebih cepat. Laju yang sangat cepat dapat dicapai dengan penggunaan kateter introducer. Panjang kateter ini adalah 12,5-15 cm dengan diameter 2,7-3 mm. Kateter introducer umumnya digunakan pada pemasangan kateter vena sentral tapi alat ini dapat digunakan bila diinginkan laju infus yang cepat. Dengan gaya gravitasi, laju cairan viskositas rendah bebas sel lewat kateter ini mencapai 15 ml/detik, sedikit lebih rendah dari kateter vena biasa dengan diameter 3 mm yaitu 18 ml/detik.Menurut acuan dari ATLS, pada kasus syok hemoragik, akses vena yang disarankan adalah dua infus vena dengan diameter besar. Pilihan pertama adalah infus perifer seperti vena pergelangan tangan dan punggung tangan, pada fosa antekubiti dan vena savena. Tempat lain yang jarang dipilih adalah vena femoralis dan jugularis. Vena subklavia dan jugular interna sebaiknya tidak secara rutin diberikan pada syok hipovolemik. Komplikasinya tinggi dan keberhasilannya rendah karena vena sering kolaps. Akses cairan melalui vena perifer dapat menjadi sulit pada pasien syok hipovolemik dengan vena yang sudah kolaps, edema, kegemukan, jaringan parut, riwayat penggunaan obat intravena dan luka bakar. Pada keadaan tertentu akses vena sentral dengan kateter diameter besar dapat dicoba pada vena femoral secara perkutan atau vena seksi. Akses vena subklavia menyediakan akses cepat dan aman di tangan ahli. Komplikasi tersering adalah pneumotoraks. Pneumotoraks terjadi pada paru kiri karena secara anatomis pleura pada paru kiri lebih tinggi. Komplikasi lainnya seperti perforasi vena atau arteri atau emboli udara vena. Pada pasien trauma, akses vena jugular jarang digunakan karena kecurigaan trauma servikal.

Aliran Cairan ResusitasiTerdapat tiga jenis cairan resusitasi, yaitu:1. Cairan yang mengandung sel darah merah (whole blood dan konsentrat eritrosit/ packed cells)2. Cairan yang mengandung molekul-molekul besar yang kemampuan terbatas untuk keluar dari pembuluh darah (cairan koloid)3. Cairan yang hanya mengandung elektrolit (natrium dan klorida) dan molekul-molekul kecil yang dapat keluar masuk pembuluh darah secara bebas (cairan kristaloid)Laju aliran ketiga jenis cairan resusitasi ini bergantung pada viskositasnya. Cairan yang mengandung sel darah merah adalah satu-satunya cairan resusitasi yang memiliki viskositas lebih tinggi dari air. Viskositas yang tinggi ini adalah akibat dari kepadatan eritrosit atau hematokrit. Dengan demikian laju aliran whole blood lebih rendah dari air dan albumin 5% sementara aliran packedRBCs adalah yang paling lambat. Aliran yang lambat ini dapat ditingkatkan dengan pemberian tekanan pada kolf darah menggunakan manset. Dapat juga ditambahkan cairan garam faal pada infus yang dapat menurunkan viskositas darah. Kesalahpahaman yang sering terjadi adalah pernyataan bahwa laju aliran koloid lebih rendah dibanding laju aliran cairan kristaloid atau air. Viskositas adalah fungsi dari densitas sel sehingga laju aliran cairan tanpa sel sama dengan laju aliran air.

II.5 Strategi ResusitasiResusitasi yang dilakukan dalam mengatasi syok hemorargik terdrir atas dua tahap yaitu resusitasi dini (early resuscitation) dan resusitasi lambat (late resuscitation). Pembagian kedua tahapan ini dikarenakan adanya suatu siklus yang menyebabkan resusitasi tidak dapat dilakukan hanya di awal saja. Ketika terjadi syok hemorargik dan dilakukan resusitasi cairan, akan terjadi dilusi dari sel darah merah yang akan mengurangi pengantaran oksigen. Hal tersebut akan menyebabkan hipotermia dan koagulopati. Selain itu, cairantubuh yang meningkat akan meningkatkan tekanan darah, dan karena adanya efek reversal dari vasokonstriksi pembuluh darah akan menyebabkan perdarahan yang semakin banyak sehingga membutuhkan lebih banyak cairan resusitasi. Pada akhirnya, siklus kenaikan tekanan darah dalam waktu singkat, perdarahan yang makin banyak, dan kembali ke hipotensi akan terjadi terus menerus bila resusitasi tidak dilakukan dalam dua tahap.Resusitasi dini dilakukan ketika perdarahan aktif masih berlangsung pada pasien. Resusitasi lambat dilakukan setelah seluruh perdarahan dapat dikontrol. Karena dilakukan pada kondisi yang berbeda, maka tujuan dari kedua resusitasi ini berbeda.Tujuan dari resusitasi dini adalah: Mempertahankan tekanan darah sistolik pada level 80-100 mmHg. Mempertahankan hematokrit 25-30%. Mempertahankan PT dan PTT pada kisaran normal. Mempertahankan trombosit > 50.000. Mempertahankan kalsium terionisasi serum dalam batas normal. Mempertahankan suhu > 35C. Mempertahankan fungsi oksimetri denyut. Mencegah peningkatan serum laktat. Mencegah perburukan asidosis.Setelah perdarahan terkontrol, resusitasi akan memasuki fase selanjutnya yaitu fase lambat. Tujuan dari resusitasi fase lambat adalah: 6 Mempertahankan tekanan darah sistolik di atas 100 mmHg. Mempertahankan hematokrit di atas batas transfusi individu. Normalisasi status koagulasi. Normalisasi keseimbangan elektrolit. Normalisasi temperatur tubuh. Mengembalikan output urin ke batas normal. Maksimalisasi curah jantung dengan metode invasif maupun non invasif. Memperbaiki asidosis sistemik. Menurunkan laktat ke batas normal. Pada saat resusitasi fase lambat ini dilakukan, pemberian cairan tetap dilakukan sampai diyakini sudah terjadi perfusi sistemik yang adekuat. Tujuan utama penggantian cairan pada kehilangan darah akut adalah mempertahankan ambilan oksigen (VO2) oleh jaringan dan mempertahankan kelangsungan metabolisme aerobik.4 Cairan pengganti logikanya sesuai dengan cairan yang keluar atau yang mendekati. Kontroversi masih terjadi seputar penggunaan cairan kristaloid maupun koloid sebagai pengembang plasma. Pendukung koloid berpendapat bahwa resusitasi menggunakan koloid lebih cepat dan aman bagi paru-paru. Sementara pengguna kristaloid berpendapat bahwa kristaloid lebih tepat menangani syok karena menggantikan cairan intravaskular dan ekstravaskular (karena pada syok terjadi pengecilan volume cairan ekstraselular). Kristaloid lebih murah walaupun dibutuhkan volume yang lebih besar (dibutuhkan 2-4 kali cairan kristaloid agar efek resusitasinya sama dengan koloid). Cairan koloid memiliki efek alergi lebih sedikit. Walaupun begitu tidak terdapat bukti yang mengharuskan seseorang menggunakan salah satu cairan. Penggunaan kedua cairan bersama-sama sering digunakan dalam klinis sehari-hari.Kehilangan darah akut mempengaruhi dua komponen yaitu curah jantung dan konsentrasi hemoglobin dalam darah. Dengan begitu resusitasi mencakup bagaimana cara meningkatkan curah jantung dan mengoreksi kekurangan hemoglobin.

Meningkatkan Curah JantungKonsekuensi dari curah jantung yang menurun jauh lebih membahayakan dari konsekuensi anemia, jadi prioritas pertama dalam penatalaksanaan pasien dengan perdarahan adalah meningkatkan curah jantung.Cairan resusitasi dan curah jantungKemampuan setiap jenis cairan untuk meningkatkan curah jantung dinilai dengan mengukur dan membandingkan infus whole blood (1 unit = 450 ml), packed cells (2 unit = 500 ml), dextran-40 (500 ml). Didapatkan efek infus ketiga cairan ini selama satu jam dalam meningkatkan curah jantung adalah sama. Sedangkan kemampuan cairan Ringer laktat (1 L) adalah dua kali cairan lainnya. Bila dibandingkan volume per volume maka cairan koloid adalah yang paling efektif. Koloid dua kali lebih efektif dibanding whole blood, enam kali lebih efektif dari packed cells dan delapan kali lebih efektif dibanding cairan kristaloid (RL). Kemampuan darah yang terbatas untuk meningkatkan curah jantung adalah karena efek viskositas darah. Jika peningkatan curah jantung adalah prioritas pertama dalam penatalaksanaan perdarahan akut maka darah bukanlah cairan yang dipilih sebagai terapi awal resusitasi cairan.Cairan koloid dan kristaloidKedua jenis cairan ini memiliki viskositas mendekati air karena keduanya tidak mengandung sel. Perbedaan keduanya adalah pada distribusi volume cairannya. Cairan kristaloid tersusun atas natrium yang terdistribusi merata pada cairan ekstraselular. Plasma darah mewakili 20% cairan ekstraselular sehingga cairan kristaloid yang mengisi pembuluh darah hanya 20% cairan yang masuk. Delapan puluh persen sisanya akan keluar ke cairan interstisial. Cairan koloid di lain pihak akan menambah volume plasma karena molekul koloid yang besar tidak dengan mudah keluar pembuluh darah. Sekitar 75 atau 80% cairan infus koloid akan tetap berada di ruang vaskular dan menambah volume plasma paling tidak pada jam-jam awal infus. Peningkatan curah jantung adalah efek dari peningkatan preload (peningkatan volume darah) dan efek penurunan afterload (efek dilusi dari viskositas darah). Berikut poin penting dalam resusitasi cairan: Cairan koloid lebih efektif dari whole blood, packed cells dan cairan kristaloid untuk meningkatkan curah jantung Konsentrat eritrosit relatif tidak efektif untuk meningkatkan curah jantung sehingga sebaiknya tidak digunakan sendirian pada resusitasi Cairan koloid menambah volume plasma sementara cairan kristaloid menambah volume interstisial Untuk mendapatkan efek yang sama pada curah jantung, volume infus cairan kristaloid setidaknya tiga kali lebih banyak dari volume infus cairan koloid

Memperkirakan volume cairan totalPendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut: Memperkirakan jumlah volume darah normal. Caranya adalah dengan menghitung berat badan dikali 66 ml (laki-laki) atau 60 ml (perempuan). Memperkirakan jumlah darah yang keluar. Kelas I bila kehilangan darah < 15% volume darah, kelas II bila kehilangan darah 15-30% volume darah, kelas III bila kehilangan darah 30-40% dan kelas IV bila kehilangan darah lebih dari 40% volume darah. Menghitung defisit volume dengan mengkalikan volume darah normal dikali % kehilangan darah Menghitung jumlah cairan untuk masing-masing jenis cairan yang dibutuhkan dengan anggapan bahwa peningkatan volume darah adalah 100% volume infus whole blood, 50-75% volume infus cairan koloid dan 20-25% volume infus cairan kristaloid. Volume resusitasi setiap cairan dihitung dari defisit volume dibagi persen retensi cairan. Sebagai contoh jika defisit volume 2 L dan cairan resusitasi yang digunakan adalah koloid (50-75% tertahan di intra vaskular) maka volume resusitasi adalah 2/0,75 = 3 L hingga 2/0,5 = 4 L cairan koloid.

Tabel 4. Estimasi Volume ResusitasiTahapan DeterminasiJumlah Volume

1. Estimasi volume darah normal (BV)BV 70 ml/KgBB

2. Estimasi % volume darah yang hilangKelas I: < 15%Kelas II: 15-30%Kelas III: 30-40%Kelas IV: > 40%

3. Kalkulasi defisit volume (VD)VD = BV x % BV yang hilang

4. Determinasi volume resusitasi (RV)RV = VD x 1 (koloid) = VD x 3 (kristaloid)

Setelah volume penggantian total dihitung, kecepatan penggantian cairan dihitung berdasarkan kondisi klinis pasien.

Pemantauan ResusitasiSelama resusitasi perlu dipantau laju jantung, tekanan darah, frekuensi napas, urin yang keluar, status mental dan suhu tubuh. Vena sentral dapat digunakan untuk memantau preload pada ventrikel kanan. Pemeriksaan laboratorium rutin termasuk diantaranya gas darah, elektrolit dan keseimbangan asam basa, fungsi hati dan ginjal, gula darah, hematologi dan koagulasi rutin. Kadar laktat cukup sering digunakan untuk mengetahui efektivitas dukungan kardiovaskular.

II.6. Transfusi DarahTujuan dasar pemberian transfusi darah adalah oksigenasi jairngan tubuh. Dengan meningkatkan nilai Hb maka kapasitas pengangkutan oksigen ikut meningkat. Keadaan itu menjamin suplai oksigen ke jaringan yang mengalami hipoksia.

Rekomendasi transfusi sel darah merah1. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hb 150 mg/dl. Indikasi (1) kadar fibrinogen 50%, sehingga dibutuhkan pemberian transfusi darah. Pemberian transfusi bertujuan untuk meningkatkan kapasitas transport O2 dan volum intravaskular .tetapi untuk meningkatkan volume intravaskular bisa diberikan cairan kristaloid atau koloid. Pada pasien ini mendapatkan cairan sebagai berikut :

Berdasarkan pemberian cairan pada pasien di atas sudah sesuai untuk mengatasi syok dan kebutuhan cairan selama operasi. karena berdasarkan perhitungan cairan yang di atas pasien membutuhkan cairan untuk Maintenance durante operasi sebesar 5000 ml, tetapi karena adanya kondisi Hb dan Ht pasien yang kurang dari normal, maka ditambahkan transfusi darah sebesar 250 cc. Lalu, kondisi syok yang sempat dialami pasien kurang lebih 3000 ml perdarahan ( > 50% EBV), sudah diberikan 1500 PRC serta 500 cc FFP. Meskipun hal ini kurang mencukupi untuk menggantikan darah yang keluar, tetapi jumlah darah ditambah cairan yang ditambahkan kepada pasien melalui kanulasi vena perifer dan sentral ini, bisa menaikkan dan menstabilkan kerja jantung dan menjaga Hb pasien yang rendah yaitu 7,3 gr/dl dengan Ht 23 % untuk terus mendistribusi kan O2 ke jaringan serta menjaga hemodinamik pasien selama operasi.

KEADAAN POST OPERASI Tekanan darah: 167/87 mmHgNadi: 75 X/menit, regulerSaturasi O2 : 100%Refleks: (-)/(-)Muntah: (-)Pasien diantar ke ICUPasien masuk ruang pulih dengan kesadaran apatis, jalan nafas tidak ada masalah, pernapasan spontan tetapi belum adekuat. Lalu pasien dikirim ke ICU

DAFTAR PUSTAKA

1. Secher NH, Pawelczyk, Ludbrook J, editors. Blood loss and shock. London: Edward Arnold; 1994. p: 165-82.2. Marino PL. The ICU book. 3rd edition. Philadelphia: Lippincott williams&wilkins; 2007. p: 211-29.3. Corwin HL, Hebert PC. Physiology of anemia and red blood cell transfusion. Dalam: Spiess BD, Spence RK, Shander A. Perioperative Transfusion Medicine, ed 2. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. hal 67-75.4. Miller RD. Transfusion therapy. Dalam: Miller RD. Millers Anesthesia, ed 6. USA: Elsevier Churchill Livingstone. 2005. hal 1799-830.5. Transfusi darah. Departemen Kesehatan RI.6. American Society of Anesthesiologists Task Force on Perioperative Blood Transfusion and Adjuvant Therapies. Practice guidelines for perioperative blood transfusion and adjuvant therapies. Anesthesiology 2006;105:198-208.7. Hallett JW, Mills JL, Earnshaw JJ, Reekers JA, Rooke TW, editor.Comprehensive vascular and endovascular surgery. 2nd ed. Philadelphia:Mosby, Inc.;2009.8. Weintraub NL. Understanding Abdominal Aortic Aneurysm. N Engl J Med.2009;361(11):11146.9. Ernst CB. Abdominal Aortic Aneurysm. N Engl J Med. 1993;328(16):116772.