anemia fix 2

70
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan/atau masa haemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigan bagi jaringan tubuh. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari anemia? 2. Apa saja kriteria dari anemia? 3. Apa saja derajat anemia? 4. Apa saja perkiraan anemia di Indonesia? 5. Bagaimana patofisiologi dari anemia? 6. Apa saja gejala klinis dari anemia? 7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari anemia? 8. Bagaimana Panatalaksanaan Terapi dari anemia? 9. Apa saja jenis dari anemia? 10. Bagaimana Proses keperawatan klien dengan anemia? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari anemia. 2. Untuk mengetahui beberapa kriteria dari anemia. 3. Untuk mengetahui derajat anemia. 1 | Asuhan Keperawatan Anemia

Upload: esti-wijayanti-nugroho

Post on 03-Jan-2016

45 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan/atau masa

haemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan

oksigan bagi jaringan tubuh.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari anemia?

2. Apa saja kriteria dari anemia?

3. Apa saja derajat anemia?

4. Apa saja perkiraan anemia di Indonesia?

5. Bagaimana patofisiologi dari anemia?

6. Apa saja gejala klinis dari anemia?

7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari anemia?

8. Bagaimana Panatalaksanaan Terapi dari anemia?

9. Apa saja jenis dari anemia?

10. Bagaimana Proses keperawatan klien dengan anemia?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari anemia.

2. Untuk mengetahui beberapa kriteria dari anemia.

3. Untuk mengetahui derajat anemia.

4. Mengetahui perkiraan anemia di Indonesia.

5. Untuk memahami patofisiologi dari anemia.

6. Untuk mengetahui gejala klinis dari anemia.

7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari anemia.

8. Untuk mengetahui penatalaksanaan terapi dari anemia.

9. Untuk mengetahui jenis dari anemia.

10. Untuk mengetahui proses keperawatan klien dengan gangguan anemia.

1 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian

Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan/atau masa

haemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigan

bagi jaringan tubuh.

Secara labiratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar haemoglobin

serta hitung eritrosit dan hematokrit dibawah normal.

2.2. Kriteria anemia

Untuk memenuhi definisi anemia maka perlu ditetapkan, batas hemoglobin

atau hematrokit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat

dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin dan ketinggian tempat tinggal dari

permukaan laut.

Batasan yang umum yang digunakan adalah kriteria WHO pada tahun 1968.

Dinyatakan sebagai anemia bila terdapat nilai dengan kriteria sebagai berikut.

Laki-laki dewasa Hb<13 gr/dl

Perempuan dewasa tidak hamil Hb<12 gr/dl

Perempuan hamil Hb<11 gr/dl

Anak-anak usia 6-14 tahun Hb<12 gr/dl

Anak Usia 6 bulan-6 tahun Hb<11 gr/dl

2 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Untuk kriteria anemia diklinik, rumah sakit, atau praktik klinik dinyatakan

anemia bila terdapat nilai sebagai berikut:

Hb < 10 gr/dl

Hematokrit <30%

Eritrosit <2,8 juta/mm3

2.3. Derajat anemia

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang

umum dipakai adalah sebagai berikut:

Ringan sekali Hb 10 gr/dl sampai 13 gr/dl

Ringan Hb 8 gr/dl sampai 9,9 gr/dl

Sedang Hb 6 gr/dl sampai 7,9 gr/dl

Berat Hb < 6 gr/dl

2.4. Prevalensi

Perkiraan prevalensi anemia di Indonesia menurut Husaini, dkk. Tergambar

dalam table di bawah ini.

Prevalensi Anemia di Indonesia

Kelompok populasi Angka prevalensi

1. Anak Prasekolah 30-40 %

2. Anak Usia Sekolah 25-35 %

3. Dewasa Tidak Hamil 30-40 %

4. Hamil 50-70 %

5. Laki-laki Dewasa 20-30 %

6. Pekerja berpenghasilan rendah 30-40 %

Untuk angka prevalensi anemia di dunia sangat bervariasi, tergantung pada

geografi dan taraf social ekonomi masyarakat.

3 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

2.5. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau

kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang

dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat

penyebab yang tidak di ketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan

atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam system

retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari

proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran

darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka

Hb akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas

Hb Plasma, Hb akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urine.

Pada dasarnya gejala anemia timbul Karena dua hal beriku ini:

1. Anoksia Organ Target karena berkurangnya jumlah oksigen yang

dapat di bawa oleh darah ke jaringan.

2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.

4 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Eritrosit/hemoglobin menurun

Kapasitas angkat oksigen menurun

Anoksia Organ Target Mekanisme Kompensasi tubuh

Menimbulkan gejala anemia bergantung pada organ yang terkena

Sistem Kardiovaskuler Sistem Saraf Sistem Urogenital Epitel

Meningkatkan curah jantung Redistribusi aliran darah Penurunan afinitas Hb

Terhadap oksigen dengan meningkatkan enzim 2,3 DPG (diphospo glycerade)

Menurunkan tekanan oksigen vena

Gejala anemia

(skema patogisiologi anemia, Askep Hematologi hal 39)

5 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

2.6. Gejala Klinis

Gejala anemia sangat bervariasi,tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi

tiga golongan besar yaitu sebagai berikut :

1. Gejala umum anemia

Gejala umum anemia disebut juga sindrom anemia atau anemic

syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala

yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang

sudah menurun sedemikian rupa dibawah titik tertentu. Gejala ini

timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh

terhadap penurunan Hb. Gejala-gejala tersebut apabila

diklasifikasikan menurut organ yang terkena.

a. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi,sesak

nafas saat beraktivitas, anginapektoris, dan gagal jantung.

b. Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata

berkunang-kunag, kelemahan otak, iritabilitas, lesu, serta perasaan

dingin pada ekstremitas.

c. Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun.

d. Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas menurun,

serta rambut tipis dan halus.

2. Gejala Khas masing-masing anemia

Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah

sebagai berikut :

a. Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lida, stomatitis,

angularis.

b. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue).

c. Anemia hemolitik : ikterus dan hepato plenomegali.

d. Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda

infeksi.

3. Gejala akibat penyakit dasar

Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemi. Gejala ini

timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut.

6 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing

tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis

dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.

2.7. Pemeriksaan diagnostik.

1. Pemeriksaan laboratorium hematologis

Pemeriksaan ini dilakukan secara bertahap sebagai berkut :

a. Tes penyaring : tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap

kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya

anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini

meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini.

Kadar hemoglobin

Indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCKC)

Apusan darah tepi.

b. Pemeriksaan rutin pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada

sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan

meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial, dan hitung

retikulosit.

c. Pemeriksaan sum-sum tulang : pemeriksaan ini harus dikerjakan

pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosa

definitif Meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak

memerlukan pemeriksaan sum-sum tulang.

d. Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini dikerjakan jika

telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah

untuk mengonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan

tersebut meliputi komponen berikut ini :

Anemia defisiensi basi : serum iron, TIBC, saturasi transferin,

dan feritin serum.

Anemia megaloblastik : asan folat darah / eritrosit, vitamin B12,

Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes Coombs, dan

elektroforesis Hb.

7 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Anemia pada leukimia akut : biasanya dilakukan pemeriksaan

sitokimia.

2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis

Pemeriksaan ini meliputi :

Faal ginjal

Faal Endokrin

asam urat

Faal hati

Biakan kuman

3. Pemeriksaan penunjang lain

Pada beberapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang

sebagai berikut:

Biopsi, kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan

histopatologi.

Radiologi : torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.

Pemeriksaan sitogenetik.

Pemeriksaan biologi molukuler (PCR= polymerase chain

reaction, FISH= Fluorescence in situ hybrydization).

2.8. Penatalaksanaan terapi

Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosa ditegakkan.

2. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.

Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah :

1. Terapi gawat darurat

Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah

jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi

sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah

perburukan payah jantung tersebut.

8 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

2. Terapi khas untuk masing-masing anemia

Terpai ini tergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya

preparat besi (tablet Fe) untuk anemia defisiensi besi.

3. Terapi kausal

Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang

menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang

disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti

cacing-tambang.

4. Terapi ex-juvantivus (empiris)

Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosa dapat dipastikan,

jika terapi ini berhasil, berarti diagnosa, dapat dikuatkan. Terapi ini

hanya dilakukan jika tak tersedia fasilitas diagnosa yang mencukupi.

Pada pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat.

Jika terdapat respon yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak

terdapat respon, maka harus dilakukan evaluasi kembali.

2.9. Jenis anemia

1. Anemia aplastik

2. Anemia defisiensi besi

3. Anemia megaloblastik

4. Anemia hemolitik

5. Anemia sel sabit

1. Anemia Aplastik

9 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan anemia

aplastik adalah sebagai berikut.

a. Pengertian

Anemia aplastik merupakan anemia normokromik normositer yang

disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang, sedemikian sehingga sel

darah yang mati tidak diganti.

Anemia aplastik adalah anemia yang disertai dengan pansitopenia

pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum

tulang dalam bentuk aplastik (sum-sum tulangnya sudah tidak berfungsi

lagi) atau hipoplastik (sum-sum tulangnya masih bisa berfungsi namun

terdapat gangguan yang bermakna) tanpa adanya infiltrasi, suspresi,

atau pendesakan sumsum tulang.

b. Insidensi

Insidensi anemia aplastik dilaporkan berbeda-beda. Di Swedia,

insidensinya adalah 4 kasus tiap satu juta anak, 61 kasus setia satu juta

orang berusia di atas 65 tahun, dan 13 kasus setiap satu juta penduduk

secara total.

c. Etiologi

Etiologi anemia aplastik beraneka ragam. Berikut ini adalah

berbagai faktor yang menjadi etiologi anemia aplastik.

Faktor genetik

10 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan

sebagian besar daripadanya diturunkan menurut hukum Mendel.

Pembagian kelompok pada faktor ini adalah sebagai berikut.

1. Anemia fanconi.

2. Diskeratosis bawaan.

3. Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit/tulang.

4. Sindrom aplastik parsial :

- Sindrom blackfand-diamond.

- Trombositopenia bawaan.

- Agranulositosis bawaan.

Obat-obatan dan bahan kimia

Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis

obat berlebihan. Obat yang sering menyebabkan anemia aplastik

adalah kloramfenikol. Sedangkan bahan kimia yang terkenal dapat

menyebabkan anemia aplastik adalah senyawa benzen.

Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau

permanen.

1. Sementara

Mononukleosis infeksiosa

Tuberkulosis

Influenza

Bruselosis

Dengue

2. Permanen

Penyebab yang terkenal adalah virus hepatitis tipe non-A

dan non-B (hepatitis C). Virus ini menyebabkan anemia.

Umumnya anemia aplastik pasca-hepatitis ini mempunyai

prognosis yang buruk.

Iradiasi

11 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Hal ini terjadi pada pengobatan penyakit keganasan dengan sinar

X. Peningkatan dosis penyinaran setiap waktu akan menyebabkan

terjadinya pansitopenia. Bila penyinaran dihentikan, sel-sel akan

berproliferasi kembali. Iradiasi dapat menyebabkan anemia aplastik

berat atau ringan.

Kelainan imunologis

Zat anti terhadap sel-sel hematopoietik dan lingkungan mikro dapat

menyebabkan aplastik.

Idiopatik

Sebagian besar (50-70%) penyebab anemia aplastik tidak diketahui

atau bersifat idiopatik.

Anemia aplastik pada keadaan atau penyakit lain

Seperti leukimia akut, hemoglobinuria, noktural paroksimal, dan

kehamilan di mana semua keadaan tersebut dapat menyebabkan

pansitopenia.

d. Patofisiologi

Mekanisme terjadi anemia aplastik diperkirakan melalui tiga faktor

berikut ini.

1. Kerusakan sel induk.

2. Kerusakan lingkungan mikro.

3. Mekanisme imunologis.

12 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Sel induk hematopoietik

Kerusakan sel induk

Gangguan lingkungan mikro

Mekanisme imunologis

Pansitopenia

Eritrosit Leukosit Trombosit

Sindrom anemia Mudah Terinfeksi Pendarahan

- Febris - kulit

- Ulkus mulut - Organ Dalam

- Faring

- Sepsis

(skema patofisiologi anemia aplastik, Askep hamatologi hal 46)

e. Gejala klinis

Gejala klinis anemia aplastik terjadi sebagai akibat adanya anemia,

leukopenia, dan trombositopenia. Gejala yang dirasakan berupa gejala

sebagai berikut.

1. Sindrom anemia : gejala anemia bervariasi, mulai dari ringan sampai

berat.

2. Gejala perdarahan : paling sering timbul dalam perdarahan kulit

seperti petekie dan ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa

epistaksis (mimisan), perdarahan sub-konjungtiva, perdarahan gusi,

hematemesis melena, dan pada wanita dapat berupa menorhagia.

Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai, tetapi jika terjadi

perdarahan otak sering bersifat fatal.

3. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorokan,

febris, dan sepsis.

13 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

4. Organomegali dapat berupa hepatomegali (pembesaran hepar) dan

splenomegali (pembesaran kelenjar limpa).

f. Pemeriksaan diagnostik

Evaluasi diagnostik yang dirasakan adalah sebagai berikut.

1. Sel darah

Pada stadium awal penyaklit, pansitopenia tidak terlalu

ditemukan.

Jenis anemia adalah anemia normokromik normositer disertai

retikulositopenia.

Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda

dalam darah tepi.

Trombositopenia yang bervariasi dari ringan sampai dengan

sangat berat.

2. Laju endap darah

Laju endap darah selalu meningkat, sebanyak 62 dari 70 kasus

mempunyai laju endap darah lebih dari 100 nm dalam satu jam

pertama (Salonder, dalam IPD jilid II)

3. Faal hemostatik

Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan menjadi buruk

yang disebabkan oleh trombositopenia.

4. Sumsum tulang

Hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar secara merata

pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang yang normal

dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan diagnosis

anemia aplastik. Pemeriksaan ini harus diulang pada tempat-tempat

yang lain.

5. Lain-lain

Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, dan HbF

meningkat.

g. Komplikasi

14 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Komplikasi yang dapat terjadi sebagai dampak dari pemeriksaan

diagnostik tersebut adalah sebagai berikut.

Gagal jantung akibat anemia berat.

Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel-sel lain ikut

kena.

h. Penatalaksaan atau terapi

Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri dari

beberapa terapi sebagai berikut.

Terapi kausal

Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab.

Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang

tidak diketahui. Akan tetapi, hal ini sulit dilakukan karena tidak jelas

atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.

Terapi suportif

Terapi suportif bermanfaat untuk mengatasi kelainan yang timbul

akibat pensitopenia. Adapun bentuk terapinya adalah sebagai

berikurt.

1. Untuk mengatasi infeksi

Higiene mulut.

Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang

tepat dan akurat.

Transfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat.

2. Usaha untuk mengatasi anemia

Diberikan transfusi packed red cell (PRC) jika hemoglobin

< 7 gr/dl atau tanda payah jantung atau anemia yang sangat

simptomatik. Koreksi Hb sebesar 9-10 gr%, tidak perlu sampai

normal karena akan menekan eritropoesis internal. Pada penderita

yang akan dipersiapkan untuk transplantasi sumsum tulang

pemberian transfusi harus lebih berhati-hati.

15 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

3. Usaha untuk mengatasi perdarahan

Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat

perdarahan mayor atau trombosit <20.000/mm³.

Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang

Obat yang merasang fungsi sumsum tulang adalah sebagai

berikut.

Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanazol

dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-

12 minggu, efek samping yang dialami berupa virilisasi dan

gangguan fungsi hati.

Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah.

GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan

jumlah neutrofil.

Terapi definitif

Terapi definitif merupakan terapi yang dapat memberikan

kesembuhan jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia

aplastik terdiri atas dua jenis pilihan sebagai berikut.

1. Terapi imunosupresif, antara lain:

Pemberian anti-lymphocyte globuline (ALG) atau anti-

thymocyte globuline (ATG) dapat menekan proses

imunologis.

Terapi imunosupresif lain, yaitu pemberian

metilprednisolon dosis tinggi.

2. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif

yang memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya

sangat mahal.

16 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

3. Anemia defisiensi besi

Asuhan keperawatn yang diberikan pada klien dengan anemia defisiensi

besi adalah sebagai berikut.

a. Pengertian

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

kosongnya cadangan besi tubuh, sehingga penyediaan besi untuk

eritropoesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin

berkurang. Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering

dijumpai, terutama di negara tropis.

b. Prevalensi

Di perkirakan penderita anemia defisiensi besi di seluruh dunia

berjumlah lebih kurang sebanyak 500 juta orang. Anemia defisiensi

besi mengenai semua usia dan golongan ekonomi, walaupun jumlah

terbanyak terdapat pada anak dalam masa pertumbuhan, terutama di

negara berkembang. Di Indonesia, ada perbedaan yang nyata antara

desa dan kota. Berdasarkan hasil penelitian di desa-desa pada provinsi

Sumatera Barat; Jawa Timur; dan Bali, 50% penduduk yang menderita

anemia disebabkan oleh defisiensi besi dan 40% anemia defisiensi besi

dengan investaris cacing tambang. Di Amerika Serikat, prevalensi

anemia defisiensi besi ditemukan sebesar 0,2% pada laki-laki, 2,6%

pada wanita yang belum menopouse, dan 1,9% pada wanita yang sudah

menopouse.

17 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

c. Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan

besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan

menahun.

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun yang dapat

berasal dari :

Salauran cerna akibat dari tukak peptik kanker lambung ,

kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing

tambang.

Saluran genetalia wanita menoragi atau metroragi

Saluran kemih hematuria

Saluran nafas hemoptoe

2. Faktor nutrisi akibat kurangnya jumlah besi total sdalam makanan

atau kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak mengandung

serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).

3. Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas anak dalam

masa pertumbuhan dan kehamilan

4. Gangguan absorpsi besi gastrektomi, kolitis kronis.

d. Patofisiologi

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi, sehinga

cadangan besi semakin menurun. Apabila cadangan kosong, maka

keadaan ini disebut iron sepleted state. Apabila kekurangan besi

berlanjut terus, maka penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang,

sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia

secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient

erythropoesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer,

sehingga disebut iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi

kekurangan besi epitel serta pada beberapa enzim yang dapat

18 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

menimbulakn gejala pada kuku, epitel mulut dan faring, serta berbagai

gejala lainny

e. Gejala klinis

Gejala anemia defisiensi dapat digolongan menjadi tiga golongan

besar berikut ini.

1. Gejala umum anemia

Gejala umum yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai

pada anemia defisiensi jika kadar hemoglobin turun dibawah 7-8

g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata

berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi

besi, karena terjadi penurunan kadar hemoglobin secara perlahan-

lahan, sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok

dibandingkan dengan anemia lain yang kadar hemoglobinnya lebih

cepat.

2. Gejala khas akibat defisiensi besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi dan tidak dijumpai

pada anemia jenias lain adah sebagai berikut.

Koilorikia adalah kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh,

bergaris-garis vertikal, dan menjadi cekung sehingga mirip seperti

sendok.

Atrofi papila lidah permukaan lidah menjadi licin dan mengilap

karena papil lidah menghilang.

Stomatitis angularis adanya peradangan pada sudut mulut,

sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

Disfagia nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.

3. Gejala penyakit dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit

yang menjadi penyebab anemia defisiensi. Misalnya pada anemia

19 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis

membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning.

f. Pemeriksaan laboratorium

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang

dapat dijumpai adalah sebagai berikut.

1. Kadar hemoglobin (Hb) dan indeks eritrosit. Didapatkan anemia

mikrositer hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari ringan

sampai berat, RDW meningkat yang menunjukkan adanya

anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan

sebelum kadar Hb menurun. Apusan darah nenunjukkan anemia

mikrositer hipokromik, anisositosis, poikilositosis anulosit, leukosit,

dan trombosit normal, retikulosit rendah.

2. Kadar besi serum menurun < 50 mg/dl, total iron binding capacity

(TIBC) meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

3. Kadar serum feritin. Jika terdapat inflamasi, maka feritin serum

sampai dengan 60 Ug/dl.

4. Protoporfirin eritrosit meingkat (> 100 Ug/dl).

5. Sumsum tulang. Menunjukkan hiperplasia normoblastik dengan

normoblast kecil-kecil dominan.

g. Penatalaksanaan medis/terapi

Terapi pada anemia defisiensi besi dapat berupa terapi-terapi

berikut ini.

Terapi kausal

Terapi kausal tergantung pada penyebabnya, misalnya pengobatan

cacing tambang, hemoroid, dan menoragi.

Pemberian preparat besi (tablet Fe) untuk mengganti kekurangan

besi dalam tubuh.

Pemberian preparat besi biasanya diberikan secara per oral atau

parenteral.

20 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Besi per oral

Pengobatan melalui per oral jelas aman dan murah

dibandingkan dengan parenteral. Besi melalui oral harus memenuhi

syarat bahwa tiap tablet atau kapsul berisi 50-100 mg besi

elemental yang mudah dilepaskan dalam lingkungan asam, mudah

diabsorpsi dalam bentuk fero, dan kurang efek samping. Ada

empat bentuk garam besi yang dapat diberikan melalui oral yaitu

sulfat, glukonat, fumarat, dan suksinat. Efek samping yang terjadi

biasanya pirosis dan konstipasi. Pengobatan yang diberikan sampai

enam bulan setelah kadar Hb normal untuk mengisi cadangan isi

besi tubuh.

Besi parenteral

Diberikan bila ada indikasi seperti malabsorpi, kurang

toleransi melalui oral, klien kurang kooperatif, dan memerlukan

peningkatan Hb secara cepat (pre operasi, hamil trimester terakhir).

Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex dan iron

sorbitol citic acis complex yang dapat diberikan secara IM dalam

atau IV. Efek samping pada pemberian intramuskular biasanya

sakit pada bekas suntikan sedangkan pemberian intravena bisa

terjadi renjatan atau tromboplebitis.

Pengobatan lain

Pengobatan lain yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut.

1. Diet sebaiknya diberikan makanan bergizi yang tinggi protein

terutama protein hewani.

2. Vitamin C diberikan 3x 100 mg per hari untuk meningkatkan

absorpsi besi.

3. Transfusi darah indikasi pemberian transfusi darah pada anemia

kekurangan besi adalah :

Adanya penyakit jantung anemik;

21 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Anemia yang simptomatik;

Penderita memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat

4. Anemia megaloblastik

Asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan anemia

megaloblastik adalah sebagia berikut.

a. Pengertian

Anemia megaloblastik adalah anemia yang khas ditandai adanya

sel megaloblast dalam sumsum tulang. Sel megaloblast adalah sel

prepursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai adanya kes,

dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar denagan susunan

kromosom yang longgar.

b. Insiden

Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh anemia pernisiosa

banyak dijumpai pada orang-orang Skandinavia, Inggris, dan Irlandia

dengan angka kejadian 90 kasus tiap 100.000 penduduk per tahun.

Pernah dilakukan adanya anemia pernisiosa pada penduduk Afrika

Selatan, Daratan China, dan Arab. Belum pernah dilaporkan tentang

kejadian anemia pernisiosa di Indonesia.

c. Etiologi

Penyebab anemia megaloblastik adalah sebgai berikut:

22 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

1. Defisiensi vitamin B12

a. Asupan kurang : pada vegetarian

b. Malabsopsi

c. Gangguan pada metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas

2. Defisiensi asam folat

3. Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat.

4. Gangguan sintesis DNA yang merupakan akibat dari proses berikut ini.

a. Definisi enzim kongentinal

b. Di dapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.

d. Klasifikasi

Menurut penyebabnya anemia megabolik di bagi menjadi beberapa

jenis, yaitu :

Anemia megabolik karena defisiensi vitamin B12

1. Penderita yang tidak makan daging hewan atau ikan,telur,serta susu

yang mengandung vitamin B12.

2. Adanya malabsorpsi akibat kelainan pada organ berikut ini.

Kelainan lambung (anemia pernisiosa,kelainan kongenital faktor

intrinsik,serta gastrektomi total atau parsial ).

Kelainan usus (intestinal loop syndrome,tropical sprue,dan post

reseksin ileum).

Anemia Megaloblstik karena Defisiensi Asam Folat

1. Disebabkan oleh makanan yang kurang gizi asam folat, terutama pada

orang tua, fakir miskin, gastektomi parsial, dan anemia akibat hanya

minum susu kambing.

2. Malabsopsi asam folat karena penyakit usus.

3. Kebutuhan yang meningkat akibat keadaan fisiologis (hamil, laktasi,

prematuritas) dan keadaan patologis (anemia hemolitik, keganasan,

serta penyakit kolagen).

23 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

4. Ekskresi asam folat yang berlebihan lewat urine, biasanya terjadi pada

penyakit hati yang aktif atau kegagalan faal jantung.

5. Obat-obat antikonvulsan dan sitostatik tertentu.

Anemia Megaloblastik karena Kombinasi Defisiensi Vitamin B12

dan Asam Folat Merupakan anemia megaloblastik akibat defisiensi enzim

kongenital atau pada eritroleukemia.

e. Patofisiologi

Timbulnya megaloblastik adalah akibat gangguan maturasi inti sel

karena terjadi gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defisiensi

asam folat dan vitamin B12, dimana vitamin B12 dan asam folat

berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk

vitamin B12 penting dalam pembentukan mielin. Akibat gangguan

sintesis DNA pada inti eritoblast ini, maka maturasi inti lebih lambat,

sehingga kromatin lebih longgar dan sel lebih menjadi besar karena

pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih

besarseta susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel

megaloblast. Sel megaloblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan

saat masih dalam sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis da masa

hidup eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang

berujung pada terjadinya anemia.

f. Gejala Klinis

Gejala klinis yang biasanya muncul pada anema megaloblastik

adalah sebagai berikut:

1. Anemia karena eritropoesis yang inefektif.

2. Ikterus ringan akibat pemecahan globin.

3. Glositis dengan lidah berwarna merah, seperti daging (buffy tongue),

stomatitis angularis.

4. Purpura trombositopeni karena maturasi megakariosit terganggu.

24 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

5. Pada defisiensi vitami B12 dijumpai gejala neuropati sebagai berikut.

Neuropati perifer: mati rasa, terbakar pada jari.

Kerusakan kolumna posterior: gangguan posisi, vibrasi.

Kerusakan kolumna lateralis: spastisitas dengan deep reflex

hiperaktif dan gangguan serebrasi.

g. Laboratorium

1. Hemoglobin menurun, dari ringan sampai berat (3-4 g/dl).

2. Di jumpai makrosit berbentuk oval dengan poikilositosis berat, MCV

meningkat 110-125 fl, sedangkan retikulosit normal.

3. Biasanya dijumpai leukopenia ringan dengan hipersegmentasi

neutrofil.

4. Kadang-kadang dijumpai trombositopenia ringan.

5. Pada pemeriksaan sumsum tulang dapat dijumpai adanya gejala

sebagai berikut.

Hiperplasia eritroid dengan sel megaloblast.

Giant metamyelocyte.

Sel megakarosit besar.

Cadangan besi sumsum tulang menigkat.

6. Kadar bilirubin indirek serum dan LDH meningkat.

h. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan-pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah sebagai

berikut:

1. Untuk kekurangan vitamin B12 yang dilakukan adalah :

Anamnesis makanan.

Tes absorpsi vitamin B12 dengan dan tanpa faktor.

Penentuan fakto intrinsik dan antibodi terhadap sel parietal

lambung.

25 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Endoskopi foto saluran makanan bagian atas.

Analisis cairan lambung.

2. Untuk kekurangan asam folat yang dilakukan adalah sebagai berikut.

Anamnesis makanan.

Tes-tes malabsopsi.

Biopsi jejenum.

Tanda-tanda penyakit dasar penyebab.

i. Penatalaksanaan medis/terapi

Terapi pengobatan yang biasa digunakan adalah sebagai berikut.

Terapi suportif

Transfusi bila ada hipoksia dan suspensi trombosit bila

trombositopenia mengancam jiwa.

Terapi untuk defisiensi vitamin B12

Terapi yang sering digunakan untuk mengatasi defisiensi vitamin

B12 adalah sebagai berikut.

1. Diberikan vitamin B12 100-1.000 Ug intramuskular sehari selama

dua minggu, selanjutnya 100-1.000 Ug IM setiap bulan. Bila ada

kelainan neurologis, terlebih dahulu diberikan sebulan sekali. Bila

penderita sensitif terhadap pemberian suntikan dapat diberikan

secara oral 1.000 Ug sekali sehari, asal tidak terdapat gangguan

absorpsi.

2. Transfusi darah sebaiknya dihindari, kecuali bila ada dugaan

kegagalan faal jantung, hipotensi postural, renjatan, atau infeksi

berat. Bila diperlukan transfungsi darah sebaiknya diberikan

eritrosit yang diendapkan.

Terapi untuk defisiensi asam folat

Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama empat bulan, asal

tidak terdapat gangguan absorpsi.

Terapi penyakit dasar

Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik.

26 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

3. Anemia hemolitik

Asuhan keperawatan pada klien dengan anemia hemolitik adalah sebagai

berikut.

a. Pengertian

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses

hemolisis, yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum

waktunya.

b. Insidensi

Anemia hemolitik merupakan anemia yang tidak terlalu sering

dikumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang

tepat. Pada kasus-kasus penyakit dalam yang dirawat RSUD Sanglah pada

tahun 1997, anemia hemolitik merupakan 6% dari kasus anemia,

menempati urutan ketiga setelah anemia aplastik dan anemia sekunder

karena keganasan hematologis.

c. Klasifikasi

Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua

golongan besar sebagai berikut.

27 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

1. Anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit sendiri

(intrakorpuskular), yang sebagian besar bersifat hereditas-familiar.

2. Anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit (ekstrakorpuskular),

yang sebagaian besar bersifat didapatkan.

d. Etiologi

Anemia hemolitik dapat disebabkan adalah sebagai berikut.

Anemia sel sabit;

Malaria;

Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir;

Reaksi transfuse.

e. Patofisiologi

Proses hemolisis akan menimbulkan beberapa gejala berikut ini.

1. Penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia.

Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi oleh

mekanisme kompensasi tubuh, akan tetapi dapat terjadi tiba-tiba,

sehingga segera menurunkan kadar hemoglobin.

2. Peningkatan hasil emecahan eritrosit dalam tubuh. Hemolisis

berdasarkan tempatnya dibagi menjadi dua.

Hemolisis ekstravaskuler

Hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem retikuloendotelial

(RES) terutama pada lien, hepar, dan sumsum tulang karena sel ini

mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi karena

kerusakan membran, presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma, dan

menurunnya fleksibilitas eritrosit. Pemecahan eritrosit ini akan

menghasilkan globin yang akan dikembalikan ke protein pool,

serta besi yang dikembalikan ke makrofag selanjutnya akan

digunakan kembali, sedangkan protoporfirin akan menghasilkan

gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan

albumin menjadi bilirubin indirek, mengalami konjugasi dalam hati

menjadi bilirubin direk kemudian dibuang melalui empedu

28 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam feses dan

urobilinogen dalam urine.

Hemolisis intravaskuler

Pemecahan eritrosit intravaskuler menyebabkan lepasnya

hemoglobin bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan

diikat oleh hepatoglobin, sehingga kadar hepatoglobin plasma akan

menurun. Apabila kapasitas hepatoglobin dilampaui, maka

terjadilah hemoglobin bebas dalam plasma yang disebut sebagai

hemoglobinema. Hemoglobin bebas akan mengalami oksidasi

menjadi metemoglobin sehingga menjadi metemoglobinema.

Hemoglobin bebas akan keluar melalui urine sehingga terjadi

hemoglubinuria. Pemecahan eritrosit intravaskuler akan

melepaskan banyak LDH yang terdapat dalam eritrosit, sehingga

serum LDH akan meningkat.

Hemoglobin

Hem Globin

Besi Protoporfin Genangan protein

Makrofag (RES) CO Bilirubin tidak konjugasi Reutilisasi

Hati

Reutilisasi Udara habis

Bilirubin terkonjugasi

Empedu

Urobilinogen Sterkobilinogen

29 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Urine Feses

( Skema pemecahan erirosit ekstravaskuler, Askep Hematologi hal 61)

Hemoglobin

Hemoglobin bebas dalam plasma (hemoglobinemia)

Kompleks Hb- Kompleks Hb- Metemoglobinemia Hemoglobinuria

Hepatoglobin Hemopeksin

Epitl tubulus

Clearance oleh RES Clearance oleh RES

Hemosiderinuria

(Skema Pemecahan eritrosit Intravaskular, Askep Hematologi hal 62)

3. Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoesis.

Destruksi eritrosit dalam darah tepi akan merangsang mekanisme bio-

feedback sehingga sumsum tulang meningkatkan eritropoesis.

Peningkatan eritropoesis ditandai oleh peningkatan jumlah eritoblast

dalam sumsum tulang, sehingga terjadi hiperplasia normoblastik.

30 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

4. Anemia sel sabit

a. Pengertian

Anemia sel sabit merupakan gangguan resesif otosom yang

disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, satu buah

dari masing-masing orang tua. Hemoglobin yang cacat itu disebut

hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi speprti

sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah.

b. Insidensi

Di Amerika Selatan, anemia sel sabit terutama mengenai orang

Amerika keturunan Afrika, yaitu 1 di antara 375 bayi. Selain itu juga

didapatkan pada penduduk Mediterania, Karibia, dan keturuan Amerika

Selatan dan Tengah yang mempunyai nenek moyang Arab dan India

Timur.

c. Etiologi

Ada beberapa faktor yang dianggap sebagai perangsang

terbentuknya sel sabit, yaitu strees fisik, demam, dan trauma.

d. Patofisiologi

31 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

Adanya defek pada molekul hemoglobin di mana defek tersebut

merupakan satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin. Oleh

karena itu hemoglobin A normal mengandung dua rantai alfa dan dua

rantai beta, maka terdapat dua gen untuk sintesis tiap rantai. Hemoglobin

yang cacat tersebut diberi nama hemoglobin S (HbS). HbS ini menjadi

kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen

berkadar rendah. Sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan

kemampuannya berubah bentuk sewaktu melewati pembuluh yang

sempit, sehingga aliran darah ke jaringan seitarnya tersumbat. Hal ini

menyebabkan iskemia dan infark di berbagai organ tubuh, terutama

tulang dan limpa. Adanya iskemia dan infark di berbagai organ tubuh

menyebabkan serangan nyeri.

Gambaran klinis yang umum terjadi pada anemi sel sabit adalah

sebagai berikut:

1. Terdapat tanda-tanda sistemik anemia.

2. Nyeri hebat akibat sumbatan vaskuler pada serangan-serangan

penyakit.

3. Demam.

4. Pembesaran jantung, disritmia, dan gagal jantung pada anemia kronis.

5. Infeksi bakteri berulang.

6. Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati.

e. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada masalah ini

adalah sebagai berikut.

1. Terjadi penurunan hematokrit, hemoglobin, dan hitung sel darah

merah.

2. Pemeriksaan prenatal mengidentifikasi adanya status homozigot pada

janin.

f. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang biasanya dilakukan adalah sebagai berikut.

32 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

1. Antibiotik profilaktik yang diberikan untuk mencengah infeksi.

2. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah

merah.

3. Bila terjadi krisis sel sabit tetapi yang utama adalah hidrasi dan

analgetik.

4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang

membutuhkan oksigen.

5. Transfusi sel darah merah pada keadaan tertentu saja, yaitu krisis

aplastik bila hemoglobin klien turun dratis, krisis nyeri hebat yang

tidak berespons dengan terapi apa pun selama beberapa hari, tindakan

prabedah untuk mengencerkan sel sabit, dan sebagai usaha mencengah

terjadinya krisis selama paruh akhir masa kehamilan.

g. Komplikasi

Komplikasi anemia sel sabit meliputi infeksi, hipoksia, iskemia,

episode trombosit, stroke, gagal ginjal, serta priapismus (nyeri abnormal

dan ereksi penis terus-menerus).

2.10 Proses Keperawatan Klien Dengan Anemia

Proses keperawatan pada klien dengan anemia diawali dengan pengkajian,

diagnosis, kriteria evaluasi,dan rencana intervensi.

A. Pengkajian Data Dasar

1. Riwayat atau adanya faktor-faktor penyebab pada sistem.

Kardiovaskuler:

- Adanya penyakit sel sabit.

- takikardi.

- angina CHF (akibat kerja jantung yang berlebuhan).

- menstruasi berat.

- palpitasi.

Integumen.

- Kuli pucat.

33 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

- Pada kulit hitam pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan.

- Kulit seperti berlilin.

- Turgor kulit buruk, kering,kisut,hilang elastisitas.

Pencernaan:

- Kehilangan darah kronis.

- Riwayat ulkus gastik kronik.

- Perdarahan GI kronis.

- Defisiensi nutrisi.

- Anoreksia.

- Mual muntah.

- Disfagia.

Pernapasan

- Dipsnea.

- Takipnea.

- Ortipnea.

Neorologi

-Penggunaan kemoterapi.

-vertigo.

-Ketidakmampuan berkonsentrasi.

-insomnia.

-sensasi menjadi dingin.

Pengindraan:

- Penglihatan berkunang-kunang.

- Penurunan penglihatan.

- Hemoragi retina

Muskulus Skeletal:

- Keterbatasan dalam mobilisasi.

- Kelemahan keseimbangan.

- Kelelahan (menunjukkan hipoksia jaringan)

Neurologi:

- Sakit kepala ringan

34 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

- Peka rangsang

-

Pernapasan

-Napas pendek pada istirahat dan aktifitas (menunjukan kerusakan

fungsi miokard karena hipoksemia).

Integumen

- Pucat pada kulit dan membran mukosa dan dasar kuku

2. Pemeriksaan diagnosa

Jumlah darah lengkap dibawah nilai normal (hemoglobin,

hematokrit, trombosit, dan sel darah merah).

Feritin dan zat besi serum rendah pada anemia defisiensi zat besi.

Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa.

Hemoglobin elektroforesis: mengidentifikasi tipe struktur

hemoglobin.

Masa perdarahan memanjang.

Aspirasi sumsum tulang : sel mungkin tampak berubah dalam

jumlah, ukuran, dan bentuk.

Tes schiling digunakan untuk mendiagnosis defisiensi vitamin B12

3. Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan rencana pengobatan.

B. Diagnosis Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

komponen seluler yang diperlukan untuk pengirima oksigen atau

nutrisi ke sel.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kegagalan untuk mencerna.

3. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diit

sebagai efek samping terapi obat.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan sekunder.

35 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

No. DiagnosaBatasan

karakteristikIntervensi Rasional Kriteria Evaluasi

1. Perubahan perfusi

jaringan

berhubungan dengan

penurunan

komponen seluler

yang diperlukan

untuk pengirima

oksigen atau nutrisi

ke sel.

1. Palpitasi

2. Kulit Pucat,

membran mukosa

kering

3. Ekstremitas

dingin.

4. Penurunan urin

output.

5. Mual, muntah,

dan distensi

abdomen.

6. Perubahan

tekanan darah,

pengisian kapiler

lambat.

Mandiri

1. Awasi tanda vital,

kaji pengisian

kapiler, warna kulit,

membran mukosa,

dan dasar kuku.

2. Tinggikan tempat

tidur sesuai

toleransi.

3. Awasi upaya

pernapasan ;

auskultasi bunyi

napas.

4. Selidiki keluhan

nyeri dada, palpitasi.

5. Kaji adanya respon

verbal yang

1. Memberikan informasi

tentang derajat atau

keadekutan perfusi jaringan

dan membantu menentukan

kebutuhan intervensi.

2. Meningkatkan ekspansi

paru dan memaksimalkan

oksigenasi untuk kebutuhan

seluler.

3. Dispnea, gemericik

menunjukkan gagal jantung

kanan karena regangan

jantung lama atau

peningkatan kompensasi

curah jantung.

4. Iskemia seluler

Klien menunjukan

perfusi jaringan yang

adekuat dengan

kriteria:

1. Tanda Vital stabil.

2. Membran Mukosa

warna merah

muda.

3. Pengisian kapiler

baik.

4. Urine output

adekuat.

5. Status Mental

Normal.

36 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

7. Ketidakmampuan

berkonsentrasi,

disorientasi

melambat, mudah

terangsang, agitasi,

gangguan memori,

dan bingung.

6. Catat keluhan rasa

dingin, pertahankan

suhu lingkungan dan

tubuh hangat sesuai

indikasi.

7. Hindari penggunaan

bantalan penghangat

atau botol air panas.

Ukur suhu air,

mandi dengan

termometer.

Kolaborasi:

8. Awasi pemeriksaan

memengaruhi jaringan

miokardial.

5. Dapat mengindikasikan

gangguan fungsi serebral

karena hipoksia atau

defisiensi vitamin B12.

6. Vasokontriksi menurunkan

sirkulasi perifer.

Kenyamanan klien atau

kebutuhan rasa hangat harus

seimbang dengan

kebutuhan untuk

menghindari panas

berlebihan pencetus

vasodilatasi.

7. Termoreseptor jaringan

dermal dangkal karena

gangguan oksigen.

8. Mengidentifikasi defisiensi

37 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

laboratorium (Hb,

Ht, jumlah sel darah

merah, dan AGD).

9. Berikan sel darah

merah lengkap atau

packed, produk

darah sesuai

indikasi, dan awasi

secara katat untuk

komplikasi transfusi.

10. Berikan oksigen

tambahan sesuai

indikasi.

11. Siapkan intervensi

pembedahan sesuai

indikasi.

dan kebutuhan pengobatan

atau respon terhadap terapi.

9. Peningkatan jumlah sel

pembawa oksigen,

memperbaiki defisiensi

untuk menurunkan resiko

perdarahan.

10. Memaksimalkan transpor

oksigen ke jaringan.

11. Transpalansi sumsum

tulang dilakukan pada

kegagalan sumsum tulang

atau anemia aplastik.

2. Intoleransi aktivitas

berhubungan dengan

1. Kelemahan dan

Mandiri

1. Kaji kemampuan

klien untuk

1. Mengetahui pemilihan 1. Klien melaporkan

38 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

ketidak seimbangan

antara suplai

oksigen dengan

kebutuhan

kelelahan.

2. Mengeluh

penurunan

toleransi aktivitas

atau latihan.

3. Lebih banyak

memerlukan

istirahat atau tidur.

4. Palpitasi,

takikardi, dan

peningkatan

tekanan darah.

melakukan

tugas/aktivitas sehari-

hari norma, catat

laporan kelelahan dan

keletihan, kesulitan

menyelesaikan tugas.

2. Kaji

kehilangan/gangguan

keseimbangan gaya

jalan, kelemahan otot.

3. Awasi tekanan darah,

nadi, pernafasan

selama dan sesudah

aktivitas, serta catat

respons terhadap

tingkat aktivitas.

4. Berikan lingkungan

intervensi.

2. Menunjukan perubahan

neurologis karena defisiensi

vitamin B12 memengaruhi

keamanan klien.

3. Manifestasi kardiopulmonal

dari upaya jantung dan paru

untuk membawa jumlah

oksigen adekuat ke

jaringan.

4. Meningkatkan istirahat

untuk menurunkan

kebutuhan oksigen tubuh

dan menurunkan regangan

jantung dan paru.

5. Hipotensi postural atau

hipoksia serebral dapat

peningkatan

toleransi

aktivitas.

2. Klien

menunjukan

penurunan tanda

fisiologis

intoleransi, yaitu

nadi,

pernapassan, dan

tekanan darah

masih dalam

rentan normal

klien.

39 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

yang tenang,

pertahankan tirah

baring bila

diindikasikan. Pantau

dan batasi

pengunjung, telepon,

dan gangguan

berulang tindakan

yang tidak

direncanakan.

5. Ubah posisi klien

dengan perlahan dan

pantau terhadap

pusing.

6. Priolitaskan jadwal

asuhan keperawatan

menyebabkan pusing.

6. Mempertahankan tingkat

energi dan meningkatkan

regangan pada sistem

jantung dan pernapasan.

7. Membantu bila perlu.

8. Stres kardiopulmonal

berlebihan dapat

menimbulkan kegagalan

atau dekompensasi.

40 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

untuk meningkatkan

istirahat.

7. Berikan bantuan

dalam aktivitas bila

perlu.

8. Anjurkan klien untuk

menghentikan

aktivitas bila.

3. Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan dengan

kegagalan untuk

mencerna makanan.

1. Penurunan berat

badan.

2. Penurunan

lipatan kulit

trisep.

3. Perubahan gusi,

membran

Mandiri

1. Kaji riwayat nutrisi,

termasuk makanan

yang disukai.

2. Observasi dan catat

masukan makanan

klien.

3. Timbang berat

1. Mengidentifikasi defisiensi

dan menentukan intervensi.

2. Mengawasi masukan kalori.

3. Mengawasi penurunan berat

badan dan efektifitas

intervensi nutrisi.

4. Makan sedikit dapat

1. Menunjukan

peningkatan berat

badan ataub berat

badan stabnil

dengan nilai

laboratorium

normal.

41 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

mukosa mulut.

4. Penurunan

toleransi untuk

aktivitas serta

kehamilan dan

kehilangan

tonus otot.

badan tiap hari.

4. Berikan makan

sedikit namun

frekuensinya sering.

5. Observasi dan catat

kejadian mual

muntah, flatus, dan

gejala lain yang

berhubungan.

6. Berikan dan bantu

higiene mulut yang

baik sebelum dan

sesudah makan.

Kolaborasi

7. Konsul dengan ahli

gizi.

8. Pantau pemeriksaan

laboratorium:

Hb/Ht, BUN,

menurunkan kelemahan dan

meningkatkan pemasukan,

juga mencegah distensi

gaster.

5. Gejala GI dapat

menunjukan efek anemia

(hipoksia) pada organ.

6. Meningkatkan nafsu

makan dan pemasukan

oral, menurunkan

pertumbuhan bakteri, dan

meminimalakan

kemungkinan infeksi.

7. Membantu dalam membuat

rencana diet untuk

memenuhi kebutuhan

individual.

8. Meningkatkan efektivitas

program pengobatan.

2. Memakan

makanan tinggi

protein, kalolri

dan vitamin.

3. Menghindari

makananyang

menyebabkan

iritasi lambung.

4. Mengembangkan

rencana makan

yang

memperbaiki

nutrisi optimal.

5. Tidak mengalami

tanda mal nutrisi.

6. Menunjukan

perilaku

perubahan pola

hidup untuk

42 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

albumin, protein,

transferin, besi

serum, B12, asam

folat.

9. Berikan obat sesuai

indikasi:

Vitamin dan suplemen

mineral;

Tambahan besi oral.

10. Berikan diet halu;

rendah serat;

menghindari

makanan panas,

pedas, atau terlalu

asam.

11. Berikan suplemen

nutrisi.

9. Kebutuhan penggantian

bergantung pada tipe

anemia atau adanya

masukan oral yang buruk.

- Berguna pada anemia

defisiensi besi.

10. Bila ada lesi oral, nyeri

dapat membatasi tipe

makanan yang dapat

ditoleransi klien.

11. Meningkatkan masukan

protein dan kalori.

mempertahankan

berat badan

normal.

Mandiri

1. Tingkatkan cuci 1. Mencegah kontaminasi 1. Meningkatnya

43 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

4. Risiko tinggi infeksi

berhubungan dengan

pertahanan sekunder

yang tidak adekuat.

tangan yang baik

oleh pemberi

perawatan dan klien.

2. Pertahankan teknik

aseptik ketat pada

prosedur/perawatan

luka.

3. Pantau tanda vital

dengan ketat.

4. Tingkatkan masukan

nutrisi adekuat.

5. Batasi pengunjung

sesuai indikasi.

silang.

2. Menurunkan risiko infeksi.

3. Deteksi dini adanya tanda-

tanda infeksi.

4. Meningkatkan pertahanan

alamiah.

5. Menurunkan pemajanan

terhadap patogen infeksi

lain.

penyembuhan

luka.

2. Bebas drainase

purulen.

3. Tidak ada

eritema.

4. Tidak ada

demam.

44 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan/atau masa

haemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk

menyediakan oksigan bagi jaringan tubuh.

Batasan yang umum yang digunakan adalah kriteria WHO pada

tahun 1968. Dinyatakan sebagai anemia bila terdapat nilai dengan

Kriteria sebagai berikut.

Laki-laki dewasa Hb<13 gr/dl

Perempuan dewasa tidak hamil Hb<12 gr/dl

Perempuan hamil Hb<11 gr/dl

Anak-anak usia 6-14 tahun Hb<12 gr/dl

Anak Usia 6 bulan-6 tahun Hb<11 gr/dl

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat

anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut:

Ringan sekali Hb 10 gr/dl sampai 13 gr/dl

Ringan Hb 8 gr/dl sampai 9,9 gr/dl

Sedang Hb 6 gr/dl sampai 7,9 gr/dl

Berat Hb < 6 gr/dl

Pada dasarnya gejala anemia timbul Karena dua hal beriku ini:

1. Anoksia Organ Target karena berkurangnya jumlah oksigen yang

dapat di bawa oleh darah ke jaringan.

2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.

Gejala umum anemia disebut juga sindrom anemia atau anemic

syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang

45 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a

timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah

menurun sedemikain rupa dibawah titik tertentu.

Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia

adalah sebagai berikut :

e. Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lida, stomatitis,

angularis.

f. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue).

g. Anemia hemolitik : ikterus dan hepato plenomegali.

h. Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda

infeksi.

Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemi. Gejala ini

timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut.

4.2 Saran

Penulis menyadari, dalam penyusunan makalah ini belum sepenuhnya

sempurna. Untuk itu dapat kiranya memberikan kritik dan saran mengenai

makalah ini. Walaupun demikian penulis berharap semoga makalah ini

bermanfaat bagi kita semua.

Dengan adanya makalah ini diharapkan bahwa perawat mampu

mengkaji klien dengan gangguan anemia dengan baik dan benar sesuai

dengan asuhan keperawatan yang ada.

46 | A s u h a n K e p e r a w a t a n A n e m i a