modul 1 anemia klp 2-1
DESCRIPTION
Modul anemiaTRANSCRIPT
Laporan Kelompok PBL
Sistem Hematologi
MODUL 1
”ANEMIA”
Disusun Oleh :
KELOMPOK II
Tutor :
dr. Zida Maulina Aini
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
Nama-nama Anggota Kelompok II
ALFAA FAHMI AZIZI (K1A1 09 018)
RIZKY AMELIA BARLIAN (K1A1 09 051)
SARAS EKA MARDANTI (K1A1 09 028)
BAPTISTA APRIYANA (K1A1 11 003)
HENNY HASTUTI (K1A1 11 008)
NUR RIDHA AYUNI (K1A1 11 015)
TENRI ANUGRAWATI (K1A1 11 019)
KRISMAYANTI (K1A1 11 027)
AFDALIA NARJIANTI (K1A1 11 037)
MUH SURIYAWAL (K1A1 11 043)
ENHA MUTHIA F (K1A1 11 048)
SAM INDRA PRASTA (K1A1 11 050)
SIDRATUL AKBAR (K1A1 11 063)
DWI WULANDARI (K1A1 11 067)
SULISTYANINGSIH BUNGASARI (K1A1 11 075)
AGUNG HARYADI (K1A1 11 078)
RESTI RAMA WULANDARI (K1A1 11 080)
MODUL I
ANEMIA
Skenario :
Seorang laki-laki umur 25 tahun, diantar oleh keluarganya ke puskesmas karena tadi
pagi tiba-tiba matanya kuning dan merasa lemah. Pada anamnesis didapat keterangan bahwa
gejala tersebut tidak disertai demam. Menurut keluarganya satu hari sebelumnya penderita
disengat serangga.
Kata sulit : -
Kata kunci :
Laki-laki 25 tahun
Mata kuning
Merasa lemah
Tidak ada riwayat demam
Sehari sebelumnya disengat serangga
Daftar Pertanyaan :
1. Apa itu anemia dan klasifikasi anemia ?
2. Bagaimana proses terjadinya Hematopoiesis (Eritropoiesis, Granulopoiesis,
Trombopoiesis ) ?
3. Jelaskan struktur dan fungsi hemoglobin !
4. Jelaskan patomekanisme gejala pada skenario ?
5. Apa Diferential Diagnosis pada scenario ?
6. Bagaimana Langkah – langkah penegakan diagnosis !
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Diferential Diagnosis Banding pada skenario?
1. Definisi Anemia dan Klasifikasi Anemia
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah
massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.
Menurut Kamus Kedokteran Dorland, anemia adalah penurunan
dibawah normal dalam jumlah eritrosit, hemoglobin atau volume sel
darah merah (packed red cells) dalam darah.(1) Dengan demikian, anemia
bukan suatu diagnosis, melainkan pencerminan dari dasar perubahan
patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
teliti, serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
Kriteria anemia menurut WHO (dikutip dari Hoftbrand AV, et al, 2001)(2)
Kelompok Kriteria Anemia (Hb)
Laki-laki dewasa < 13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil <12 g/dl
Wanita hamil < 11 g/dl
Gejala umum anemia muncul oleh karena hipoksia jaringan dan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurannya transport O2 akibat
penurunan hemoglobin. Mekanisme kompensasi yang dilakukan tubuh
yaitu :
1. Peningkatan cardiac output dan sirkulasi darah
Anemia menimbulkan hipoksia jaringan, sehingga jantung melakukan
kompensasi untuk memenuhi O2 ke jaringan dengan meningkatkan
kontraksinya ( tachycardia, tachypneu )
2. Peningkatan pelepasan o2 ke jaringan.
Pada saat anemia maka terjadi penurunan transport O2 oleh
hemoglobin, sehingga gambaran klinis yang didapatkan dari pasien
biasanya lelah, lemas , pucat
3. Volume darah total dipertahankan.
Pada saat terjadi anemia, terjadi pula pengurangan volume darah
sehingga pasien menunjukkan gejala hipotensi dan pucat pada
pemeriksaan fisis
4. Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (misalnya otak,
jantung)(2),( 3)
Klasifikasi Anemia
Klasifikasi anemia berdasarkan Etiologinya :
1. Karena kehilangan darah (blood loss). Misalnya pada perdarahan akut
dan massif
2. Penurunan produksi eritrosit ( misalnya Anemia def. Fe, anemia
megaloblastik, anemia aplastik )
3. Proses penghancuran eritrosit yang meningkat (misalnya pada
anemia hemolitik intrakorpuskuler dan anemia ekstrakorpuskuler )
4. Anemia karena keganasan
5. Anemia karena penyakit kronik (penyakit ginjal)
Klasifikasi anemia berdasarkan Morfologinya :
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi,maka normositik,
mikrositik dan makrositik menunjukkan ukuran sel darah merah
sedangkan kromik menunjukkan konsentrasi Hb.
Besarnya sel: - anemia normositik: MCV 80 - 96 m3 (fl)
- anemia mikrositik : MCV < 80 m3 (fl)
- anemia makrositik: MCV > 96 m3 (fl)
Konsentrasi hemoglobin:
- anemia normokrom: MCHC 32 - 38 % / MCH 27 -
32 pg
- ane mia hipokrom : MCHC < 32 % / MCH <
27 pg (3)
I. Anemia Normositik Normokrom
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu
menderita anemia. Kadar MCV yaitu 80 - 96 m3 (fl), MCHC 32 - 38
% / MCH 27 - 32 pg
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologic
II. Anemia Makrositik Normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari
normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal.
Kadar MCV > 96 m3 (fl), MCHC 32 - 38 % / MCH 27 - 32 pg
a. Anemia Megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi vitamin B 12
b. Anemia Non-Megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
III. Anemia Mikrositik Hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Kadar MCV <
80 m3 (fl), MCHC < 32 % / MCH < 27 pg
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia mayor
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik (2),(3)
2. Hemopoeisis
Hemopoiesis adalah proses terbentuknya sel – sel darah. Sejak
beberapa minggu pertama gestasi, kantung kuning telur adalah tempat
pertama terjadinya hemopoiesis. Sejak usia 6 minggu sampai bulan ke 6-7
masa janin, hati dan limfa merupakan organ utama yang berperan dan terus
memproduksi sel darah samapai sekitar 2 minggu setelah lahir. Sumsum
tulang adalah tempat yang paling penting sejak usia 6-7 bulan kehidupan
janin dan merupakan satu-satunya sumber sel darah yang baru selama
masa anak dan dewasa yang normal. Sel-sel yang berkembang terletak di
luar sinus sumsum tulang, dansel yang matang dilepaskan ke dalam rongga
sinus, mikrosirkulasi sumsum tulang dan dengan demiian ke dalam sirkulasi
umum (Kapita Selekta Hematologi Edisi 4 ).
Hemopoiesis ada 3 yaitu :
Eritropoiesis
Eritropoiesis adalah proses pembentukan sel darah merah. Sel
darah memulai kehidupannya di dalam suatu tipe sel yang disebut sel
stem hematopoietic pluriprotein yang membentuk sel proeritroblas. Sel
proeritroblas ini terbentuk dan beberapa kali membelah sampai
membentuk sel darah merah yang matur.Sel generasi pertama disebut
basophil eritroblas.Generasi berikut sel sudah dipenuhi hemoglobin
sampai kosentrasi sekitar 34%, nucleus memadat menjadi kecil dan
sisanya diabsorsi dari sel. Pada saat yang sama reticulum endoplasma di
reabsorsi. Sel pada tahap ini disebut retikulosit karena masih
mengandung sejumlah kecil materi basofilik. Materi basofilik yang tersisa
dalam retikulosit normalnnya akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan
kemudian menjadi eritrosit dewasa.
Leukopoiesis
Leukopoiesis adalah proses pembentukan sel darah putih. Sel-
sel commited selain membentuk sel darah merah juga membentuk dua
silsilah utama sel darah putih yaitu mielositik yang dimulai dengan
mieloblas dan limfositik yang dimulai dengan limfoblas. Granulosit hanya
dibentuk di dalam sum-sum tulang. Limfosit terutama di produksi
diberbagai jaringan limfogen. Sel darah putih yang dibentuk dalam
sumsum tulang disimpan di dalam sumsum sampai diperlukan dalam
sistem sirkulasi. (Fisiologi Guyton Edisi 11).
Trombopoiesis
Trombosit berasal dari fragmentasi megakariosit poliploid
raksasa yang ada di sumsum tulang. Megakariosit ini membentuk
fragmen-fragmen dalam sumsum tulang, menjadi fragmen kecil yang
dikenal sebagai platelet Atau trombosit yang selanjtnya masuk kedalam
darah.
3. Struktur dan fungsi hemoglobin
Hemoglobin merupakan singkatan dari hem dan globin. Dimana hem terdiri dari
besi dan porphirin sedangkan globin terdiri dari protein dan plasma. Hemoglobin tersusun
dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin
normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains,
sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari
beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai
gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer
(mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta
yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran
hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga
berat molekul total tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton. Tiap subunit hemoglobin
mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat
molekul oksigen
Fungsi hemoglobin menurut
a) Mengatur pertukaran O2 dengan CO2 didalam jaringan-jaringan tubuh
b) Mengambil O2 dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-jaringan tubuh
untuk dipakai sebagai bahan bakar
c) Membawa O2 dari jaringan tubuh sebagai hasil metabolism ke paru-paru untuk dibuang.
5. Patomekanisme gejala pada kasus
Mata kuning
Jika ada sengatan serangga, dapat menyebabkan toksin dalam
darah. Toksin tersebut mengakibatkan destruksi eritrosit, sehingga
hemoglobin pecah dan terjadi lisi pada hem (ini disebut hemolisis).
Jika terjadi hemolisis dalam waktu lama (terus-menerus), maka akan
terjadi anemia yang dikenal dengan anemia hemolitik. Hem yang lisis
dapat menjadi bilirubin yang dikonversi di hati dari pecahan hem +
globin, karena ada toksis pada darah, maka hem akan banyak yang
lisis sehingga produksi bilirubin meningkat => hiperbilirubinemia di
hati. Jika bilirubin meningkat di hati, maka terjadi aliran balik yang
mengakibatkan bilirubin ke darah dan mengikuti sirkulasi sampai ke
kulit dan mata => ikterus.
Lemah
Penurunan pengangkutan O2 mengakibatkan ↓sel metabolisme,
sehingga energy juga ikut menurun. Akibatnya terjadi kelemahan
penurunan pengangkutan O2 mempengaruhi an aerobic metabolisme,
yang dimana akan terjadi kekurangan ATP atau energy sehingga
mengakibatkan kelemahan.
Hubungan merasa lemah pada scenario : Pertama-tama anemia
yang ditandai penurunan eritrosit dan Hb yang mengakibatkan
penurunan pengangkutan O2. Penurunan pengangkutan O2
mengakibatkan penurunan sel metabolism sehinggaenergi juga ikut
menurun. Akibatnya terjadi kelemahan. Penurunan pengangkutan O2
mempengaruhi anaerobic metabolism yang dimana akan terjadi
kekeurangan ATP atau energy sehingga mengakibatkan kelemahan
pada penderita. Pada saat yang bersamaan juga akan terjadi
penimbunan asam laktat diotot yang mengakibatkan penderita
merasa lelah.
Penurunan pengangkatan O2 dapat juga mengakibatkan
hipoksia otak atau kekurangan O2 diotak sehingga terjadi rasa pusing
kepala atau sakit kepala pada penderita anemia.
Anemia
Eritrosit & Hb
O2 pucat
Sel metabolisme Hipoksia otak
Metabolisme anaerobik
Energi Pusing
Kekurangan ATP Asam laktat
Kelemahan
Lelah
6. Diferential Diagnosis
A. Anemia Megaloblastik
Defenisi
Anemia Megaloblastik ialah anemia yang khas ditandai oleh adanya sel megaloblast
dalam sumsum tulang. Sel Megaloblast adalah sel precursor eritrosit dengan bentuk sel
yang besart disertai adanya kesenjangan pematangan sitoplasma dan inti, dimana
sitoplasma maturasinya normal tetapi inti besar dengan susunan kromosom yang longgar.
Anemia Megaloblastik disebabkan oleh gangguan pembentukan DNA pada inti
eritroblast, terutama akibat defisiensi Vit. B12 dan Asam Folat.
Etiologi
Penyebab Anemia Megaloblastik adalah sebagai berikut :
1. Defisiensi Vit, B12, dapat disebabkan :
a. Asupan Kurang
b. Malabsorpsi
c. Gangguan Metabolisme seluler
d. Infeksi
2. Defisiensi Asam Folat, dapat disebabkan karena :
a. Asupan Kurang
b. Peningkatan Kebutuhan
c. Gangguan Metabolisme Folat
d. Penurunan cadangan folat pada hati
Patomekanisme
Anemia Megaloblastik disebabkan oleh terjadinya defisiensi Vit. B12 dan Asam
Folat, dimana Vit.B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel, serta
khusus untuk Vit. B12 penting dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan sintesis
DNA pada inti eritroblast ini maka maturasi inti lebih lambat sehingga kromatin lebih
longgar dan sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel lambat.
Sel eritroblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih
longgar disebut sebagai sel megaloblast. Sel megaloblast ini fungsinya tidak normal,
dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang sehingga terjadi eritropoiesis inefektif dan
masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada terjadinya anemia.
Manifestasi klinis
Secara hematologik anemia defisiensi Vit. B12 dan Asam Folat memberikan
gambaran yang sama, tetapi defisiensi Vit. B12 disertai kelainan neurologik.
Gejala klinis yang biasanya muncul pada Anemia Megaloblastik adalah sebagai berikut :
1. Tubuh lemah, tidak bertenaga dan pucat.
2. Anemia karena eritropoiesis yang efektif
3. Ikterus ringan akibat pemecahan globin
4. Glositis dengan lidah berwarma merah, halus seperti daging, stomatitis angularis, dan
nyeri
5. Selain mengurangi pembentukan sel darah merah, kekurangan vit. B12 juga
mempengaruhi system saraf dan menyebabkan :
Kesemutan di tangan dan kaki
Hilangnya rasa ditungkai, kaki dan tangan
Pergerakan yang kaku
6. Purpuran trombositopeni karena maturasi megakariosit terganggu
7. Pada defisiensi Vit. B12 dijumpai gejala neuropati sebagai berikut :
Neuropati perifer : Mati Rasa, terbakar pada jari
Kerusakan columna Posterior : gangguan posisi, Vibrasi
Kerusakan columna Lateralis
Spastisitas dengan deep reflex hyperaktif dan gangguan serebrasi
Gejala lainnya :
Buta warna tertentu termasuk warna kuning dan biru
Luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar
Penurunan Berat badan
Warna kulit menjadi lebih gelap
Penurunan fungsi intelektual
Pemeriksaan Khusus
Untuk membedakan anemia defisiensi asam folat dan Vit. B12 dilakukan pemeriksaan
khusus :
1. Pengukuran kadar vit. B12 serum dan asam folat serum : Vitamin B12<100 pg/ml,
folat , 3 ng/ml
2. Respon terhadap replacement therapy dengan folat/B12 fisiologik
3. Ekskresi methymalonic acid (FIGLU) urine meningkat pada defisiensi folat
4. Tes supresi deoxyuridine, baik pada defisiensi B12 atau asam folat dijumpai supresi.
5. Tes untuk menilai absorpsi vit. B12 yaitu Schilling test
Terapi
Terapi utama anemia defisiensi vit. B12 dan defisiensi asam folat adalah terapi ganti
dengan vit. B12 dan asam folat meskipun demikian terapi kausal dengan perbaikan gizi
dan lain-lain harus tetap dilakukan.
1. Untuk defisiensi vit. B12 : hydroxycobalamin IM 200 mg/hari atau 1000 mg
diberikan tiap minggu selama 7 minggu. Dosis pemeliharaan 200 mg/bulan atau 100
mg tiap 3 bulan
2. Untuk defisiensi asam folat : berikan asam folat 5 mg/hari selama 4 bulan
3. Respon terhadap terapi : retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan puncak pada hari 7-8.
Hb harus naik 2-3 g/dltiap 2 minggu.
B. Anemia Hemolitik
Definisi
Anemia Hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses
hemolisis.hemolisis adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh
darah sebelum waktunya(sebelum masa hidup rata-rata eritrosit yaitu
120 hari).
Patofisiologi
Proses hemolisis akan menimbulkan sebagai berikut :
1. Penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia.
hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan sehingga dapat diatasi oleh
mekanisme kompensasi tubuh tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba
sehingga segera menurunkan kadar hemoglobin.
2. Peningkatan hasil pemecahan eritrosit dalam tubuh.hemolisis
berdasarkan tempatnya dibagi menjadi 2 yaitu :
A. Hemolisis ekstravaskuler
Hemolisis ekstravaskuler lebih sering dijumpai
dibandingkan dengan hemolisis intravaskuler.hemolisis
terjadi pada sel makrofag dari system retikuloendothelia
(RES) terutama pada lien,hepar dan sumsum tulang karena
sel ini mengandung enzim heme oxygenase.
B. Hemolisis intravaskuler
Pemecahan eritrosit intravaskuler menyebabkan
lepasnya hemoglobin bebas ke dalam plasma.hemoglobin
bebas ini akan diikat oleh haptoglobin (suatu globulin alfa)
sehingga kadar haptoglobin plasma akan menurun.kompleks
hemoglobin-haptoglobin akan dibersihkan oleh hati dan RES
dalam beberapa menit.apabila kapasitas haptoglobin
dilampaui maka akan terjadilah hemoglobin bebas dalam
plasma yang disebut sebagai hemoglobinemia.
Pemecahan eritrosit intravaskuler akan melepaskan
banyak LDH yang terdapat dalam eritrosit sehingga serum
LDH akan meningkat.
3. Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoesis
destruksi eritrosit dalam darah tepi akan merangsang mekanisme
biofeedback (melalui eritropoetin) sehingga sumsum tulang
meningkatkan eritropoesis.sumsum tulang normal dapat
meningkatkan kemampuan eritropoesisnya 6-8 kali lipat.
Gejala Klinik
Gambaran klinik anemia hemolitik sangat bervariasi disebabkan
oleh perjalanan penyakit (akut dan kronik) dan tempat kejadian
hemolisis (intravaskuler atau ekstravaskuler)sehingga pada umumnya
dilihat dari gejala kliniknya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2
golongan,yaitu :
1. Gejala anemia hemolitik kronik herediter-familier
Gejala klinik dapat timbul berupa ikterus, splenomegali atau
hepatomegali, kholelithiasis, kelainan tulang, ulkus pada kaki, serta
timbulnya krisis.
2. Gejala anemia hemolitik akut di dapat
Gejala yang timbul berupa syok dan gagal ginjal akut : nyeri
pinggang dan perut,sakit kepala,malaise,kramp perut,sehingga
gejalanya merupai gejala abdomen akut.syok kemudian timbul
disertai prostration,oliguria sampai anuria.kelainan fisik berupa
pucat,ikterus ,takikardia dan gejala anemia berat.
Penatalaksanaan:
- Tranfusi darah periodik.
- Bila sudah berat sebaiknya dilakukan spleenoktomi, dengan
indikasi penderita yang sudah dewasa muda.
- Dilanjutkan dengan imunisasi dan pemberian “anafilaksis
penicillin” untuk pemberian jangka panjang.
C. Anemia aplastik
Anemia aplastik adalah suatu penyakit pansitopenia dengan aplasia sumsum
tulang. Tidak ada leukemia, sel-sel cancer atau abnormal cell di peredaran darah tepi atau
di sumsum tulang. Anemia aplastik adalah suatu kegagalan penyakit karena kegagalan
pembentukkan sel-sel darah akibat penurunan bilangan pluripotensial stem sel.
Etiology
Penyebab anemia aplastik di bagi 2 yaitu primer dan sekunder.Penyebab anemia
primer adalah congenital (Fanconi’s anemia) dan idiopatik acquired (67%). Penyebab
sekunder adalah bahan kimiawi,narkoba, insectisid, ionizing radiasi, infeksi dan
paroxysmal nocturnal hemoglobin.
Patomekanisme
Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui :
1. Kerusakan sel induk
2. Kerusakan lingkungan mikro
3. Mekanisme imunologik
Gejala klinik
Anemia
Pendarahan gusi
Infeksi (mulut)
Ecchymoses
Epistaxis
Lymphadenopathy & Hepatosplenomegaly (jarang)
Lab
Pansitopenia
Absence of retikulosit
Aplastic sumsum tulang dengan pertambahan jaringan lemak
Penatalaksanaan
Terapi suportif
Terapi suportif misal dengan tranfusi sel darah merah atau
trombosit perlu dilakukan untuk mengantikan sel darah merah
yang hilang.
Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang sangat baik, jika dilakukan pada
saat penderita berusia kanak-kanak. Saudara kandung atau
saudara kembar atau orang tua biasanya memiliki kecocokan
sumsum tulang lebih besar dari pada pendonor yang tidak
memiliki hubungan darah. Usia dan kecocokan sumsum tulang
akan sangat menentukan keberhasilan transplantasi hingga 80%.
Semakin tua usia penerima donor akan semakin meningkatkan
resiko penolakan terhadap sumsum tulang pendonor.
Terapi imunosupresif
Pada penderita anemia aplastik yang telah melewati masa kanak-
kanak dan tidak mungkin lagi dilakukan tranplantasi sumsum
tulang, terapi imusupresif dengan mengomsumsi obat, misal
antithymocyte globulin, siklosporin A dan oxymethalone menjadi
pilihan terbaik.
Prognosis
Prognosis bertambah buruk jika di temui ciri-ciri di bawah
Netrofil < 0.5 x 109/L
Platelet < 20x109/L
Retikulosit < 40x109/L
6. Langkah-langkah diagnostic :
a. Anamnesisb. Pemeriksaan Fisik
Ditemukan adanya ikterus Penurunan tekanan darah Nyeri punggung dan nyeri lambung
c. Pemeriksaan laboratorium Darah tepi : Hb Ü, retikulosit Ü, jumlah trombosit normal. Apus : banyak normoblast (sel darah merah yang berinti),
anisostosis, piokilositosis, sel target pear drop. Sumsum tulang : Hb F = 30-50 % (N = < 7 %) Tes Coombs : (+) antibodi rendah
7. Penatalaksanaan Differential diagnosis
Penanganan Anemia Aplastik : Terapi suportif
Terapi suportif misal dengan tranfusi sel darah merah atau trombosit perlu dilakukan untuk mengantikan sel darah merah yang hilang.
Transplantasi sumsum tulangTransplantasi sumsum tulang sangat baik, jika dilakukan pada saat penderita berusia kanak-kanak. Saudara kandung atau saudara kembar atau orang tua biasanya memiliki kecocokan sumsum tulang lebih besar dari pada pendonor yang tidak memiliki hubungan darah. Usia dan kecocokan sumsum tulang akan sangat menentukan keberhasilan transplantasi hingga 80%. Semakin tua usia penerima donor akan semakin meningkatkan resiko penolakan terhadap sumsum tulang pendonor.
Terapi imunosupresifPada penderita anemia aplastik yang telah melewati masa kanak-kanak dan tidak mungkin lagi dilakukan tranplantasi sumsum tulang, terapi imusupresif dengan mengomsumsi obat, misal antithymocyte globulin, siklosporin A dan oxymethalone menjadi pilihan terbaik.
Penatalaksanaan Anemia Megaloblastik : Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat
Keberhasilan pengobatan anemia megaloblastik karena
defisiensi asam folat ditentukan oleh koreksi terhadap defisiensi
asam folatnya, menghilangkan penyakit yang mendasarinya,
meningkatkan asupan folat dan evaluasi untuk memantau keadaan
klinis penderita. Dosis lazim 1 mg per hari per oral, dan dosis tinggi
sampai 5 mg per hari untuk kasus malabsorpsi. Respon
hematologis dapat berupa terjadinya retikulosis yang nyata setelah
kurang lebih 4 hari, kemudian diikuti dnegan terkoreksinya anemia
setelah 1 sampai 2 bulan.
Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12
Respon hematologis segera terjadi setelah pemberian
vitamin B12 1mg parenteral, biasanya terjadi retikulosis pada hari
ke 4-5, kecuali jika disertai dengan penyakit inflamasi. Kebutuhan
fisiologis vitamin B12 adalah 1-5 ug/hari dan respon hematologis
telah terjadi pada pemberian vitamin B12 dosis rendah, hal ini
menunjukkan bahwa pemberian dosis rendah dapat dilakukan
sebagai tes terapeutik pada keadaan diagnosis defisiensi vitamin
B12 masih diragukan. Morfologi sumsum tulang mulai kembali
dalam beberapa jam setelah terpai dimulai.
Penatalaksanaan Anemia Hemolitik :
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan
penyebabnya. Bila karena reaksi toksik-imunologik yang didapat
diberikan adalah kortikosteroid (prednison, prednisolon), kalau perlu
dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat
diberikan obat-obat sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid.
Anemia Hemolitik Autoimun
Penatalaksanaan
Terapi inisial dengan menggunakan prednison 1-2 mg/kg
BB/hari dalam dosis terbagi. Jika terjadi anemia yang mengancam
hidup, transfusi darah harus diberikan dengan hati-hati. Keputusan
untuk melakukan transfusi harus melalui konsultasi dengan ahli
hematologi terlebih dahulu.
Apabila prednison tidak efektif dalam menanggulangi
kelainan ini, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam
periode tapering offdari prednison, maka dianjurkan untuk
dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak menolong, maka
dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis obat
imunosupresif.
Imunoglobulin dosis tinggi intravena (500 mg/kg BB/hari
selama 1-4 hari) mungkin mempunyai efektivitas tinggi dalam
mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya sebentar
(1-3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian
pengobatan ini hanya digunakan pada situasi gawat darurat dan
bila pengobatan dengan prednison merupakan kontraindikasi.
Zat-zat gizi esensial bagi penderita anemia
Asam folat
Asam folat adalah vitamin yang terdapat pada sayuran mentah, buah
segar dan daging; tetapi proses memasak biasanya dapat merusak
vitamin ini
Cyanocobalamin
Sianokobalamin merupakan bentuk utama vitamin B12. Beberapa bahan
dan produk nabati yang mengandung vitamin B12 adalah sayuran dari
daun komprey, oncom dari bungkil kacang tanah, tempe, tauco dan
kecap.
Zat Besi
Jumlah seluruh besi di dalam tubuh orang dewasa terdapat sekitar 3.5 g,
di mana 70 persennya terdapat dalam hemoglobin, 25 persennya
merupakan besi cadangan (iron storage) yang terdiri dari feritin edan
homossiderin terdapat dalam hati, limfa dan sum-sum tulang. Sumber
besi di antaranya adalah: telur, daging, ikan, tepung, gandum,roti
sayuran hijau, hati, bayam, kacang-kacangan, kentang, jagung dan otot.
DAFTAR PUSTAKA
(1) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi V. Jakarta : Internal Publishing, 2009(2) Materi Kuliah Anemia (3) Kapita Selekta Hematologi Edisi 4(4) Fisiologi Guyton Edisi 11(5)