ananda-pit hidrolik.pdf

140
Sub-Tema II Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Pantai dan Pesisir Full Tema2.indb 149 24/10/2011 11:49:04

Upload: taruna-rizki-ananda

Post on 18-Dec-2015

109 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

  • Sub-Tema IIPengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Pantai dan Pesisir

    Full Tema2.indb 149 24/10/2011 11:49:04

  • Full Tema2.indb 150 24/10/2011 11:49:04

  • 151

    Respon GaRis pantai KaRena pemecah GelombanG ambanG Rendah di pantai anyeR, seRanG, banten

    dede m. sulaiman1), mahdi e. sudjana2), suprapto3)

    1Peneliti, Balai Pantai, Pusat Litbang Sumber Daya Air2Praktisi, Balai Pantai, Pusat Litbang Sumber Daya Air

    3Staf Balai Pantai, Pusat Litbang Sumber Daya AirJalan Sapan No. 37 Ciparay, Kabupaten Bandung

    [email protected], [email protected], [email protected]

    intisaRiStruktur pemecah gelombang ambang rendah akan berfungsi dengan baik apabila keberadaannya mampu memberikan perlindungan terhadap pantai di belakangnya dan respon garis pantainya cenderung maju dan bertambah lebar ke arah laut. Demikian pula gelombang yang melewati struktur tersebut mengalami pelemahan yang memungkinkan terjadinya proses sedimentasi dan mengendapkan sedimen di pantai. Dua kriteria keberhasilan penerapan pemecah gelombang tenggelam hanya dapat diketahui dari hasil monitoring secara kontinyu setelah struktur tersebut dibangun.

    Derajat submergensi dari pemecah gelombang ambang rendah sangat berpengaruh baik terhadap transmisi gelombang maupun terhadap profil pantai yang terbentuk di belakang struktur tersebut. Penempatan 3 prototip pemecah gelombang ambang rendah berbahan geotube di pantai Pasir Putih pada elevasi LWL, yang merupakan pemecah gelombang tenggelam penuh, setelah enam bulan pemasangan, ketiga prototip tersebut telah terisi pasir dan membentuk profil pantai baru di belakang struktur tersebut. Kondisi pantai di sekitar pemasangan prototip geotube memperlihatkan profil yang landai yang menunjukkan kondisi pantai yang stabil dan berbeda dengan profil pantai sebelum dipasanng struktur. Hasil simulasi model numerik untuk elevasi pemecah gelombang yang lebih tinggi, yaitu dipasang pada posisi MSL, menunjukkan pola arus yang terbentuk di belakang struktur jauh lebih tenang dari pada elevasi struktur pada posisi LWL, sehingga respon perubahan garis pantai atau salien yang terbentuk di belakang struktur pemecah gelombang ambang rendah menjadi lebih signifikan.

    Makalah ini bertujuan menyampaikan hasil kegiatan uji model lapangan pembuatan prototip pemecah gelombang ambang rendah dengan menggunakan geotube sebagai materialnya. Kinerja struktur prototip pemecah gelombang ambang rendah yang direpresentasikan oleh pola perubahan garis pantai di belakangnya dibahas berdasarkan data hasil monitoring garis pantai enam bulan setelah struktur terpasang. Sedangkan pola arus, reduksi gelombang, dan angkutan sedimen dianalisis dengan bantuan simulasi numerik menggunakan MIKE 21.

    Kata kunci: prototip, pemecah gelombang ambang rendah, perlindungan pantai, geotube, model numerik, pantai Anyer.

    Full Tema2.indb 151 24/10/2011 11:49:05

  • 152

    1. pendahUlUanPemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan pelindung pantai yang ditempatkan sejajar garis pantai dan berfungsi sebagai peredam energi gelombang sebelum mencapai pantai. Penggunaan struktur pemecah gelombang lepas pantai di Indonesia, sebagai struktur pengaman pantai sampai saat ini masih kurang populer dibandingkan dengan jenis bangunan pengaman pantai lainnya seperti groin, revetmen, atau pun tembok laut. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain struktur pemecah gelombang ini dikenal sebagai metode perlindungan pantai yang sangat mahal dan dampak estetika yang ditimbulkannya sangat mengganggu terutama untuk pantai wisata. Namun, melalui berbagai inovasi teknologi, yaitu melalui inovasi dimensi dan materialnya, dan beberapa eksperimen baik di laboratorium mapun lapangan, telah dihasilkan struktur pemecah gelombang ambang rendah, yang memilki efektifitas perlindungan yang handal dengan biaya konstruksi yang lebih murah dari pada pemecah gelombang konvensional yang terekspose. Dari segi bahan, saat ini telah banyak diproduksi geotekstil dengan berukuran besar seperti geotube atau karung pasir berbentuk bantal guling yang lebih ekonomis.

    Kajian terhadap bangunan pemecah gelombang ambang rendah dilakukan melalui serangkaian kegiatan penelitian dan pengembangan, yang diawali dengan uji model fisik di laboratorium, pembuatan prototip skala lapangan, monitoring kinerja prototip, dan pemodelan numerik. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendapatkan prototip pemecah gelombang ambang rendah yang sesuai dengan karakteristik pantai kajian; (2) mengetahui karakteristik reduksi gelombang di sekitar pemecah gelombang ber-dasarkan variasi bentuk geometris, konfigurasi penempatan, kedalaman air, tinggi dan periode gelombang; dan (3) mengetahui respon perubahan garis pantai yang terbentuk oleh adanya struktur pemecah gelombang tenggelam.

    2. tinJaUan pUstaKa

    2.1 dimensi struktur pemecah Gelombang ambang RendahAdaptasi dimensi struktur pemecah gelombang lepas pantai telah menghasilkan struktur pemecah gelombang lepas pantai tenggelam (Submerged Breakwaters) atau sering juga disebut pemecah gelombang ambang rendah (Low-Crested Breakwaters). Istilah pemecah gelombang ambang rendah (Low Crested Breakwaters) akan digunakan dalam makalah ini dan selanjutnya disebut PEGAR, yang didefinisikan sebagai struktur pelindung pantai yang dibangun sejajar pantai dengan bagian puncak berada di bawah air mendekati permukaan atau sedikit muncul di atas permukaan air rata-rata (Buccino dan Calabrese, 2007). Beberapa literatur menunjukkan adanya kecenderungan penggunaan PEGAR di berbagai negara seperti di Amerika Utara, Jepang, dam Eropa (Durgappa, 2008). Bahkan di Jepang penggunaan struktur PEGAR menjadi sangat popular dan lebih banyak digunakan dari pada breakwaters konvensional (Pilarczyk, 2003). Keunggulan PEGAR antara lain mampu mengurangi permasalahan estetika, lebih murah, sirkulasi air yang lebih baik yang memungkinkan meningkatnya kualitas air dan produktivitas biologi, dan mengurangi efek hambatan terhadap angkutan sedimen (Kularatne dkk, 2008).

    Full Tema2.indb 152 24/10/2011 11:49:05

  • 153

    2.2 Geometri dan derajat submergensi Parameter utama yang digunakan dalam menggambarkan geometri PEGAR ditunjukkan pada Gambar 2. Dalam hal ini h = tinggi struktur, d = kedalaman air, dan F= h-d merupaka tinggi jagaan, selisih antara tinggi struktur dan kedalaman air. Salah satu parameter penting dalam mendesain dan menentukan effektifitas pemecah gelombang adalah derajat submergensinya, dijelaskan dengan tiga parameter, yaitu: (1) derajat ketenggelaman (submergence)= d/h, (2) tinggi struktur relatif = h/d, dan (3) perbandingan antara tinggi jagaan terhadap kedalaman air = F/d. Derajat ketertenggelaman merupakan rasio antara kedalaman air terhadap tinggi struktur PEGAR. Untuk struktur konvensional yang terekpose, dimana tinggi puncaknya melampaui kedalaman air, rasionya adalah kurang dari satu atau d/h < 1.0. Sedangkan untuk struktur ambang rendah, rasionya lebih dari satu atau d/h> 1.0. Tinggi struktur relatif, yang merupakan rasio antara tinggi struktur terhadap kedalaman air (h/d) juga dapat dipakai sebagai parameter non-dimensi untuk menggambarkan derajat submergensi dan keterekposannya. Dengan memakai rasio tinggi relatif ini, derajat submergensi struktur adalah lebih kecil dari satu (h/d 1.0.

    Freeboard didefinisikan sebagai selisih tinggi antara struktur dan kedalaman air.;

    F ........................................................................................................ (1)

    dimana F adalah freeboard, h adalah tinggi struktur, dan d adalah kedalaman air di depan struktur, dengan persamaan (1) tersebut diperoleh nilai freeboard positif untuk pemecah gelombang terekpose dan freeboard negatif untuk PEGAR. Parameter non-dimensi untuk freeboard relatif, merupakan freeboard rasio yang didefinisikan sebagai perbandingan antara freeboard dengan kedalaman air, yaitu:

    ....................................................................................... (2)

    Gambar 1. Penampang PEGAR berbahan geotube

    (diadaptasi dari www.artificialreefs.org)

    Full Tema2.indb 153 24/10/2011 11:49:05

  • 154

    3. metodoloGi

    3.1 Karakteristik lokasi studi dan parameter desain Pantai Pasir Putih, Anyer, terletak di Pantai Barat Provinsi Banten, menghadap Selat Sunda. Secara administratif berada di Kampung Ciparay, Desa Sindanglaya, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang. Pantai berpasir putih keabuan bersumber dari sedimen yang berasal dari Sungai Cinangka yang bermuara di sebelah selatan. Sedangkan sedimen berwarna putih berasal dari pecahan karang dan cangkang biota laut yang tersebar di sekitar perairan pantai. Kondisi pantai termasuk landai dengan kemiringan antara 0,07 sampai 0,09. Meskipun terletak di antara dua headland alam yang terdiri dari bongkahan karang lapuk yang terabrasi, pantai ini mengalami erosi berat dengan laju sekitar 2 m /tahun (Puslitbang SDA, 2010).

    Dari hasil analisis kegiatan survei dan desain, diketahui arah dominan gelombang berasal dari Barat, Barat Daya, dan Barat Laut dengan tinggi gelombang maksimal masing-masing 2,56 m dan 1,93 m dan periode 4-10 detik. Pasang-surut di perairan pantai Pasir Putih bersifat semi diurnal, terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam 24 jam. Tunggang pasang (tidal range) sebesar 1,14 m, arus dominan pada saat purnama (spring tide) dan perbani (neap tide), bergerak ke Selatan dan Utara. Kecepatan arus berkisar antara 0,00 m/detik sampai dengan 0,33 m/detik. Bathimetri perairan pantai Pasir Putih, Anyer merupakan dataran karang dengan kedalaman 0-13 m.

    Gambar 2. Tipikal Pegar berbahan geotube

    Struktur pemecah gelombang ambang rendah berbahan geotube yang dipasang terdiri dari lima unit geotube, dengan rincian: tiga unit ditempatkan pada kedalaman 2 m di posisi LWL (muka air laut terendah), pada jarak sekitar 100 m dari pantai dan dua unit geotube dipasang pada kedalaman 1,5 m di posisi MSL (muka air laut rata-rata), pada jarak sekitar 40 m dari pantai Pasir Putih, Anyer.

    Full Tema2.indb 154 24/10/2011 11:49:05

  • 155

    Gambar 3. Penempatan struktur PEGAR- geotube di pantai Pasir Putih Anyer

    3.2 pemecah Gelombang ambang Rendah berbahan GeotubeDari rencana pemasangan 5 buah Pegar geotube, 3 buah geotube diantaranya dengan dimensi lebar, tinggi, dan panjang masing-masing 1,5 m, 1,2 m, dan 20 m (periksa Gambar 3) telah dipasang di Pantai pasir Putih, Anyer pada Bulan Desember 2010. Ketiga geotube dipasang berjejer sejajar garis pantai pada kedalaman 2 m dan jarak dari pantai sekitar 100 m (Gambar 3). Diantara geotube 3 dan geotube 4 dibuat celah selebar 10 m, sedangkan geotube 4 dan geotube 5 dibuat menyatu sehingga membentuk geotube dengan panjang 40 m. Ketiga geotube terpasang pada posisi LWL, karena itu prototip pemecah gelombang tersebut merupakan pemecah gelombang tenggelam penuh.Dua buah geotube tersisa, yaitu geotube 1 dan geotube 2 direncanakan dipasang pada posisi muka air rata-rata (MSL) atau pada kedalaman 1, 5 m dan jarak dari pantai sekitar 40 m (Gambar 3) Untuk kedua geotube tersebut telah dilakukan pemodelan numerik menggunakan MIKE 21 untuk menentukan posisi yang tepat dan menganalisis efektifitas dari keberadaan Pegar tersebut.

    3.3 monitoring Kinerja prototipPemantauan terhadap kinerja prototip PEGAR yang telah dipasang pada Bulan Desember 2010 dilakukan untuk merekam perubahan parameter yang terjadi dan untuk mengetahui seberapa efektif struktur tersebut dalam melindungi pantai.

    Full Tema2.indb 155 24/10/2011 11:49:06

  • 156

    Pemantauan dititikberatkan terhadap perubahan morfologi pantai dengan melakukan pengukuran profil melintang pantai diteruskan dengan pengukuran bathimetri. Pengukuran gelombang dan arus dilakukan di depan dan di belakang struktur Pegar untuk memantau transmisi gelombang sebelum dan setelah melewati struktur.

    3.4 simulasi model numerikKajian keberadaan struktur PEGAR terhadap pola arus, transmisi gelombang, dan profil pantai yang terbentuk dilakukan dengan menggunakan MIKE 21. Modul yang digunakan adalah MIKE 21 SW (Spectral Wave) untuk model gelombang, MIKE 21 HD FM (Bathimetry Meshing) untuk pola arus, dan MIKE 21 FM ST untuk angkutan sedimen. Secara umum ada 3 tahapan yang dilakukan dalam simulasi sediment transport. Tahap pertama adalah melakukan model hidrodinamika, tahap kedua adalah model gelombang, dan tahap ketiga model sediment transport. Pada penelitian ini digunakan simulasi dinamika arus di pantai Anyer menggunakan model hidrodinamika 2D dengan gaya pembangkit (generating force) pasang surut. Model ini dihitung berdasarkan solusi dari persamaan Navier-Stokes dengan persamaan pembangun yang digunakan adalah persamaan kontinuitas dan persamaan momentum.

    4. hasil KaJian dan pembahasan4.1 Respon perubahan Garis pantaiPengamatan secara visual respon garis pantai setelah pemasangan struktur PEGAR, dapat dibandingkan foto kondisi pantai pada bulan Desember 2010, yaitu kondisi eksisting saat pemasangan PEGAR dan kondisi pantai bulan Juni 2011, enam bulan setelah pemasangan struktur (Gambar 4). Profil pantai pada saat pemasangan struktur (Desember 2010) menunjukkan profil pantai yang curam, mirip dengan profil pantai setelah badai. Sedangkan profil pantai pada Juni 2011, nampak landai yang menunjukkan kondisi pantai yang stabil yang dibentuk gelombang setelah adanya struktur PEGAR di depannya.Respon garis pantai di belakang struktur PEGAR dianalisis berdasar hasil pengukuran profil melintang pantai bulan Maret 2011, Juni 2011 dan dibandingkan dengan profil pantai Juni 2010(desain prototip) dan profil pantai Desember 2010 (profil pantai existing). Hasil monitoring perubahan profil pantai ditunjukkan pada Gambar 5.

    Gambar 4. Kondisi pantai Pasir Putih pada Desember 2010 dan Juni 2011

    Full Tema2.indb 156 24/10/2011 11:49:10

  • 157

    4.2 Kondisi struktur peGaRHasil monitoring terhadap kondisi PEGAR setelah enam bulan pasca pemasangan menunjukkan bahwa keberadaan ketiga PEGAR telah tertimbun sedimen pasir seperti diilustrasikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Proses penimbunan sedimen di belakang dan di depan struktur PEGAR, diperkirakan sebagai berikut: (1) struktur telah berfungsi dengan baik dengan meredam dan mereduksi energi gelombang yang lewat di atasnya dan memungkinkan terjadinya proses sedimentasi di belakang struktur. Sebagian sedimen yang berasal dari angkutan menyusur pantai atau longshore transport dan sebagian berasal dari pantai mengendap dan tertimbun di belakang struktur PEGAR, sehingga dalam rentang waktu enam bulan sedimen tersebut menutupi seluruh badan PEGAR; (2) gelombang refleksi yang terbentuk di depan struktur PEGAR menyebabkan terjadinya gerusan lokal atau local scouring dan secara perlahan mengakibatkan ketidakstabilandan selanjutnya mengalami settlement dan tertimbun pasir yang berasal dari onshore-offshore dan longshore transport.

    Gambar 5. Profil pantai sebelum dan setelah pemasangan Geotube 4

    4.3 hasil pemodelan numerikSimulasi yang telah dilakukan adalah simulasi beberapa kasus untuk menguji pengaruh PEGAR terhadap tinggi gelombang, arus, dan keberadaan sedimen. Kasus yang diujicoba adalah (1) gelombang datang dari arah barat daya, (2) gelombang datang dari arah barat, dan (3) gelombang datang dari arah barat laut. Simulasi dilakukan untuk uji PEGAR tunggal dan PEGAR celah.

    Dari Gambar 6 dapat diketahui bahwa jika arah datang gelombang dari barat laut, maka perubahan tinggi gelombang di daerah pantai di depan PEGAR tunggal akan cenderung menyebar dan mengecil ke arah tenggara. Penggunaan PEGAR tunggal lebih efektif mengurangi tinggi gelombang di daerah pantai yaitu dari 1,3 m di laut lepas menjadi 0,3 m di pantai yang di belakang PEGAR.

    Full Tema2.indb 157 24/10/2011 11:49:10

  • 158

    Gambar 6. Perbedaan tinggi gelombang arah barat laut pada PEGAR tunggal

    (kanan) dan PEGAR celah (kiri)

    Gambar 7. Pola pergerakan arus gelombang arah barat laut pada PEGAR tunggal

    (kanan) dan PEGAR celah (kiri)

    Untuk pola arus, perbedaan signifikan terlihat pada PEGAR celah yaitu pada posisi celahnya. Terdapat pola pergerakan memutar dengan kecepatan yang kecil.

    Gambar 8. Perubahan endapan sedimen pada gelombang arah barat laut pada

    PEGAR tunggal (kanan) dan PEGAR celah (kiri)

    Full Tema2.indb 158 24/10/2011 11:49:11

  • 159

    Pada kasus perubahan sedimen dasar, terjadi penambahan di sisi selatan pantai, sesuai dengan arah datangnya energy gelombang dari arah barat laut. Untuk simulasi harian dengan penambahan 0,025 m, maka dalam 1 bulan diperkirakan akan terjadi penumpukan yang cukup besar pada daerah pantai bagian selatan. Jika gelombang datang dari arah barat, maka tinggi gelombang akan melimpasi PEGAR dan secara signifikan berkurang hingga 50% pada lokasi pantai tepat di belakang geotube. Untuk pengurangan tinggi gelombang, dari simulasi ini paling baik menggunakan PEGAR tunggal. Sedangkan untuk pola arus pada kasus ini, pada PEGAR tunggal, terdapat arus yang tidak beraturan di antara pantai dan PEGAR, namun nilainya kecil. Sedangkan pada PEGAR celah, terdapat pola arus ke arah laut lepas dengan nilai kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan pada kasus gelombang dari arah barat laut. Perubahan endapan sedimen jika gelombang datang dai arah barat, maka penambahan sedimen juga terjadi di arah selatan pantai, namun berbeda pada PEGAR celah, sebagian sedimen berada di utara pantai.

    5. disKUsiDerajat submergensi dari PEGAR sangat berpengaruh baik terhadap transmisi gelombang maupun terhadap profil pantai yang terbentuk di belakang struktur tersebut. Penempatan 3 unit PEGAR pantai Pasir Putih pada elevasi LWL, yang merupakan pemecah gelombang fully submerged, berfungsi dengan baik sebagai penahan sedimen ke arah lepas pantai, tetapi kurang efektif dalam melindungi pantai di belakangnya. Setelah enam bulan pemasangan, ketiga PEGAR tersebut telah tertimbun pasir dan membentuk profil pantai baru seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Kondisi pantai di sekitar pemasangan PEGAR memperlihatkan profil yang landai yang menunjukkan kondisi pantai yang stabil dan berbeda dengan profil pantai sebelum dipasang PEGAR yang lebih terjal (Gambar 4). Hasil simulasi model untuk elevasi PEGAR yang lebih tinggi, yaitu dipasang pada posisi MSL, seperti yang akan diterapkan pada geotube 1 dan geotube 2 menunjukkan bahwa pola arus yang terbentuk di belakang struktur jauh lebih tenang dari pada elevasi struktur pada posisi LWL, sehingga respon perubahan garis pantai atau salien yang terbentuk di belakang PEGAR menjadi lebih signifikan dan sesuai dengan tujuan penerapan struktur PEGAR tersebut.Keberhasilan dan efektifitas struktur PEGAR sebagai pelindung pantai dan pengimbuh pantai hanya dapat dicapai dengan memahami parameter lingkungan dan parameter struktur yang mempengaruhi proses erosi-akrasi melalui berbagai tahapan mulai dari uji laboratorium, prototip lapangan, dan kajian numerik (Ranasinghe dan Turner, 2005). Karena itu, kegiatan penelitian dan pengembangan ini perlu dikembangkan secara empiris, berdasarkan studi lapangan, dan fokus pada kajian parameter hidro-oseanografi dan kriteria desain dari struktur yang akan diterapkan.

    KesimpUlan 1. Tertimbunnya prototip PEGAR setelah enam bulan pemasangan diperkirakan

    terjadi karena gelombang refleksi yang terbentuk di depan struktur PEGAR menyebabkan terjadinya gerusan lokal dan secara perlahan mengalami penuru-nan atau settlement dan selanjutnya tertimbun pasir yang berasal dari onshore-offshore dan longshore transport.

    Full Tema2.indb 159 24/10/2011 11:49:11

  • 160

    2. Penggunaan struktur ambang rendah dalam perlindungan pantai memberikan beberapa keuntungan, yaitu (1) secara estetika, struktur PEGAR tidak meng-ganggu pemandangan ke arah laut, karena dipasang pada kedalaman muka air rendah, walaupun saat air surut PEGAR tidak nampak, (2) gelombang tidak dimatikan secara total sehingga respon pantai di belakang PEGAR relatif sera-gam pada arah memanjang pantai, (3) gelombang di belakang PEGAR energi-nya telah berkurang sehingga perairan di belakangnya aman untuk berenang, dan (4) dampak yang ditimbulkan PEGAR lebih kecil dari struktur PG kon-vensional, karena itu PEGAR lebih ramah lingkungan. Kelemahannya adalah karena elevasi PEGAR lebih rendah dari PG konvensional, proses perubahan garis pantai dan terbentuknya tombolo atau salient akan lebih lambat dari pada PG konvensional.

    3. Penggunaan geotube 1 dan geotube 2 yang sedikit muncul dia atas muka air rata-rata (MSL) sangat berpengaruh terhadap pantai di belakang struktur dan efektifitasnya dalam membentuk pantai lebih signifikan dari pada PEGAR yang dipasang pada elevasi muka air rendah (LWL).

    4. Perbedaan PEGAR tunggal dan bercelah pada geotube 1 dan geotube 2 menunjukkan bahwa PEGAR tunggal dapat mereduksi tinggi gelombang le-bih signifikan. Sedangkan keunggulan PEGAR bercelah lebih pada penyeba-ran sedimen yang lebih terdistribusi dibanding PEGAR tunggal.

    daFtaR pUstaKaBuccino, M. dan Calabrese, M., 2007. Conceptual Approach for Prediction of

    Wave Transmission at Low Crested Breakwaters, Journal of Waterway, Port, Coastal, and Ocean Engineering, American Society of Civil Engineering, Vol.133 No.3, pp.213-224.

    DHI, 2005. MIKE 21 Flow Model FM Hydrodynamic Module. User Guide. DHI Water and Environment, Denmark, 108 pp.

    Durgappa H.R., 2008. Coastal Protection Works, Proceedings of COPEDEC VII, Dubai, UAE

    Kularatne S.R., Kamphuis, J.W. dan Dabees, M.A., 2008. Morphodynamics Around Low Crested Breakwaters a Numerical Study, Proceedings of COPEDEC VII, Dubai, UAE.

    Pilarczyk, K.W., 2003. Design of Low Crested (Submerged) Structures- an Overview-, Proceedings of COPEDEC VI, Colombo, Sri Lanka.

    Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010. Pembuatan Prototip Pemecah Gelombang Ambang Rendah, Laporan Akhir, Bandung.

    Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2009. Uji Model Fisik Pemecah Gelombang Ambang Rendah Pantai Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Laporan Akhir, Bandung.

    Ranashinghe, R., dan Turner, I.L., 2005. Shoreline Response to Submerged Structure: A Review. Elsevier BV., Coastal Engineering 53 (2006) 65 79

    www.artificialreefs.org/ submerged breakwaters

    Full Tema2.indb 160 24/10/2011 11:49:12

  • 161

    peRbandinGan metoda peRamalan GelombanG GRoen - doRRestein denGan metoda spm

    (stUdi KasUs peRaiRan lemahabanG, JepaRa, Jawa tenGah)

    yati muliati

    Jurusan Teknik Sipil [email protected], [email protected]

    intisaRiData gelombang laut dibutuhkan dalam perencanaan struktur tepi maupun lepas pantai, selain itu juga untuk perlindungan pantai dan kawasan pesisir dari bahaya erosi. Data gelombang dapat diperoleh dari hasil pengukuran maupun pengamatan secara langsung, namun pada suatu daerah perairan, dimana tidak tersedia data gelombang, dan tidak memungkinkan dilakukan pengukuran maupun pengamatan secara langsung mengingat biaya cukup tinggi, maka tinggi dan perioda gelombang dapat diperkirakan berdasarkan data angin.

    Peramalan gelombang dari data angin dapat dilakukan dengan berbagai metoda. Dalam penelitian ini dibandingkan dua metoda peramalan terhadap data hasil pengukuran, yaitu metoda Groen - Dorrestein dan metoda dari Shore Protection Manual (SPM) yang diterbitkan oleh US Army Corps of Engineer. Selanjutnya dianalisis metoda mana yang hasil peramalannya paling mendekati hasil pengukuran di lapangan. Penelitian mengambil studi kasus di perairan Lemahabang, Jepara dengan data angin selama satu tahun.

    Diharapkan hasil penelitian ini dapat menyimpulkan metoda mana yang paling sesuai digunakan khususnya untuk perairan yang ditinjau, dan umumnya untuk Laut Jawa bahkan perairan di Indonesia.

    Kata kunci: peramalan gelombang, data angin, Groen-Dorrestein, SPM.

    1. pendahUlUan

    1.1 latar belakangGelombang laut merupakan faktor penting dalam pembentukan gelombang maupun komposisi pantai. Disamping itu, informasi mengenai gelombang diperlukan dalam perancangan pelabuhan, alur pelayaran, tindakan-tindakan pencegahan erosi, bangunan-bangunan pantai, dan pekerjaan di bidang kelautan lainnya. Namun demikian, data gelombang di Indonesia sangat sulit didapat, sementara pengukuran langsung di lapangan membutuhkan biaya yang sangat besar. Salah satu alternatif untuk mendapatkan data gelombang adalah memperkirakannya dengan menggunakan data angin dari stasiun meteorologi terdekat dan peta lokasi daerah tersebut.

    Full Tema2.indb 161 24/10/2011 11:49:12

  • 162

    1.2 maksud dan tujuanMaksud penelitian ini adalah untuk meramalkan tinggi dan periode gelombang di perairan dalam dengan metode Groen-Dorrestein dan metoda Shore Protection Manual (SPM) dari Coastal Engineering Research Center, US Army Corps of Engineer, yang selanjutnya dibandingkan dengan tinggi gelombang hasil pengukuran. Tujuannya adalah untuk menunjukkan metoda mana yang paling sesuai digunakan di Perairan Laut Jawa Tengah.

    1.3 metode penelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur, pengumpulan data sekunder, meramalkan gelombang dengan dua metoda, membandingkan hasil peramalan dengan hasil pengukuran, dan menganalisis metoda mana yang hasil peramalannya paling mendekati hasil pengukuran di lapangan. Penelitian mengambil studi kasus di perairan Lemahabang, Jepara dengan data angin yang digunakan adalah selama satu tahun, yaitu tahun 1993.

    1.4 Kajian pustakaPeramalan gelombang di perairan dalam dilakukan untuk memperkirakan besar tinggi gelombang dan periodanya berdasarkan data angin. Berbagai metoda yang ada untuk peramalan gelombang umumnya menggunakan data kecepatan angin (w), durasi angin/lamanya angin bertiup (t), dan fetch efektif (Feff) di lokasi.

    Fetch adalah jarak seret angin atau jarak sumber angin atau daerah dimana kecepatan angin dan arah angin konstan, sehingga menimbulkan gelombang di laut, oleh karena itu fetch juga didefinisikan sebagai daerah pembentukan gelombang. Semakin panjang daerah pembentukannya, semakin besar pula gelombang yang dihasilkan oleh suatu angin dengan kecepatan tertentu, sampai gelombang itu mencapai kondisi yang tetap (fully developed). Daerah pembentukan gelombang dibagi dalam 8 (delapan) arah mata angin utama. Setiap mata angin utama memiliki 9 (sembilan) garis fetch dengan sudut antaranya 5o. Garis fetch ditarik dari titik pembentukan gelombang hingga menyentuh daratan (pulau). Fetch efektif untuk masing-masing arah utama dihitung dengan persamaan di bawah ini:

    i

    iieff cos

    cos.fF

    Dengan: Feff : panjang fetch efektif (m) Fi : panjang fetch ke-i (m) i : sudut antara fetch ke-i dengan arah utama (derajat)

    7/1

    z10)z(U)10(U

    )10(URU T

    23.171.0 UU A

    PDAPDAPHP

    IKP

    selanjutnya dihitung NPDA

    PDAPHPratarataIKP :

    Dengan keterangan:Feff : panjang fetch efektif (m)Fi : panjang fetch ke-i (m)i : sudut antara fetch ke-i dengan arah utama (derajat)

    Di bawah ini diuraikan landasan teori untuk 2 metoda peramalan gelombang yang akan dibandingkan.

    Full Tema2.indb 162 24/10/2011 11:49:12

  • 163

    metoda Groen dorresteinMetoda ini diambil dari pustaka berjudul Hydraulica karangan Ir.I.W.Nortier terbitan tahun 1961 dimana tidak dijumpai rumusan persamaan untuk grafik yang digunakan. Dalam grafik, kecepatan angin dimulai dari 5 m/s dan periode dimulai dari 2 sekon.

    Penggunaan grafik digunakan untuk tiga (3) kombinasi, kombinasi ke-1 adalah hubungan antara kecepatan angin (w) dan durasi angin (t), dari titik pertemuan hubungan tersebut diperoleh data Fetch ramalan, fetch ramalan ini dibandingkan dengan fetch efektif (Feff) berdasarkan lokasi yang ditinjau. Jika fetch ramalan lebih kecil dari fetch efektif di lokasi, maka hal ini memenuhi untuk mencari tinggi dan periode gelombang ramalan. Kombinasi ke-2 adalah hubungan antara Feff dan w, dari titik pertemuan hubungan tersebut diperoleh t ramalan, dimana jika t ini lebih kecil dari t di lokasi yang ditinjau, maka hubungan ini dapat memenuhi untuk mencari tinggi dan periode gelombang ramalan. Demikian halnya dengan kombinasi ke-3, yaitu hubungan antara Feff dan t, yang selanjutnya dibandingkan nilai w yang dihasilkan dengan w di lokasi. Jika w ramalan lebih kecil dari w di lokasi, maka dapat memenuhi untuk mencari tinggi dan periode gelombang ramalan. Pada Gambar 1 disajikan nomogram/grafik peramalan gelombang dari Groen dan Dorrestein.

    Gambar 1 Nomogram peramalan gelombang dari Groen dan Dorrestein.

    Full Tema2.indb 163 24/10/2011 11:49:16

  • 164

    metoda shore protection manual (spm)Metoda ini memberikan persamaan yang berbeda untuk daerah dengan fetch tak terbatas (fully developed sea) dan daerah dengan fetch tertentu (non fully developed sea). Untuk daerah dengan fetch tertentu, situasi di lokasi dapat menghasilkan kon-Untuk daerah dengan fetch tertentu, situasi di lokasi dapat menghasilkan kon-disi fetch limited atau duration limited. Pada kondisi fetch limited, angin bertiup te-tap cukup lama untuk tinggi gelombang pada daerah akhir fetch untuk mencapai ke-seimbangan. Pada kondisi duration limited tinggi gelombang ditentukan oleh lama waktu angin berhembus. Pada umumnya bentuk terjadinya gelombang merupakan kombinasi dari dua kasus tersebut.

    Secara ringkas tahapan peramalan gelombang yang dilakukan dalam metoda SPM ini disajikan pada Gambar 2 di bawah ini.

    Hm0 : HS : tinggi gelombang signifikan (m)TP : perioda gelombang (detik)F : panjang fetch efektif (m)UA : wind stress factor (kecepatan angin yang dimodifikasi)t : durasi angin (jam)

    Gambar 2. Bagan alir proses peramalan Metoda SPM.

    Wind stress factor merupakan kecepatan angin yang dimodifikasi, hasil koreksi dan konversi terkait dengan faktor ketinggian, stabilitas, dan efek lokasi, sbb. :

    Koreksi Ketinggian

    Wind stress factor dihitung dari kecepatan angin yang diukur dari ketinggian 10 m di atas permukaan. Bila data angin diukur tidak dalam ketinggian ini, koreksi perlu dilakukan dengan persamaan berikut ini (persamaan ini dapat dipakai untuk z

  • 165

    i

    iieff cos

    cos.fF

    Dengan: Feff : panjang fetch efektif (m) Fi : panjang fetch ke-i (m) i : sudut antara fetch ke-i dengan arah utama (derajat)

    7/1

    z10)z(U)10(U

    )10(URU T

    23.171.0 UU A

    PDAPDAPHP

    IKP

    selanjutnya dihitung NPDA

    PDAPHPratarataIKP :

    dengan:U(10) : Kecepatan angin pada elevasi 10 m (m/detik)U(z) : Kecepatan angin pada ketinggian pengukuran (m/detik)z : Kecepatan angin pada ketinggian pengukuran (m).

    Koreksi stabilitasKoreksi stabilitas ini berkaitan dengan perbedaan temperatur udara tempat bertiupnya angin dan air tempat terbentuknya gelombang. Persamaan koreksi stabilitas ini adalah sebagai berikut:

    i

    iieff cos

    cos.fF

    Dengan: Feff : panjang fetch efektif (m) Fi : panjang fetch ke-i (m) i : sudut antara fetch ke-i dengan arah utama (derajat)

    7/1

    z10)z(U)10(U

    )10(URU T

    23.171.0 UU A

    PDAPDAPHP

    IKP

    selanjutnya dihitung NPDA

    PDAPHPratarataIKP :

    dengan:U : Kecepatan angin setelah dikoreksi (m/detik)U(10): Kecepatan angin sebelum dikoreksi (m/ detik)RT : Koefisien stabilitas, nilainya didapat dari grafik pada SPM (Vol. I,

    Figure 3-14), atau pada makalah ini disajikan pada Gambar 3.

    Jika data temperatur udara dan air (sebagai data untuk membaca grafik) tidak dimiliki, maka dianjurkan memakai nilai RT =1.10.

    Koreksi efek lokasiKoreksi ini diperlukan bila data angin yang diperoleh berasal dari stasiun darat, bukan diukur langsung di atas permukaan laut, ataupun di tepi pantai. Untuk mengubah kecepatan angin yang bertiup di atas daratan menjadi kecepatan angin yang bertiup di atas air, digunakan grafik yang ada pada SPM (Vol I, Figure 3-15), atau pada Gambar 4 di makalah ini.

    Konversi ke wind stress factorSetelah koreksi dan konversi kecepatan di atas dilakukan, tahap selanjutnya adalah mengkonversi kecepatan angin tersebut menjadi wind stress factor, dengan meng-gunakan persamaan berikut ini.

    i

    iieff cos

    cos.fF

    Dengan: Feff : panjang fetch efektif (m) Fi : panjang fetch ke-i (m) i : sudut antara fetch ke-i dengan arah utama (derajat)

    7/1

    z10)z(U)10(U

    )10(URU T

    23.171.0 UU A

    PDAPDAPHP

    IKP

    selanjutnya dihitung NPDA

    PDAPHPratarataIKP :

    dengan:UA : Wind stress factor (m/s)U : Kecepatan angin (m/s)

    Full Tema2.indb 165 24/10/2011 11:49:16

  • 166

    Gambar 3 Grafik yang digunakan untuk melakukan koreksi stabilitas.

    Gambar 4 Grafik yang digunakan koreksi efek lokasi.

    2. hasil penelitian dan pembahasanSetelah didapat tinggi gelombang di perairan dalam (Ho) dan periode gelombang (T) dari hasil peramalan, hasil tersebut dibandingkan dengan data gelombang aktual, yaitu gelombang hasil pengukuran langsung per tiga (3) jam, dimana untuk jam yang sama diambil data tinggi gelombang ramalannya.

    Sebagai contoh untuk metoda Groen Dorrestein, diambil data dari hasil ramalan pada tanggal 3 Januari 1993 jam 02.00 sampai 09.00, dari arah Barat Laut, sbb. : jam 02-03 (t = 2 jam) didapat Ho = 0,34 m, jam 02-06 (t = 5 jam) didapat Ho = 0,46 m, jam 02-09 (t = 8 jam) didapat Ho = 0,49 m. Ketiga data tersebut dibandingkan dengan data aktual pada jam yang sama, sehingga dihasilkan selisih rata-rata sebesar 0,25 m.

    Mengingat jumlah data yang dibandingkan cukup banyak, maka dari hasil peramalan dan data hasil pengukuran, dibuat pengelompokkan data tinggi gelombang, dan dibuat tabel frekuensi kejadian gelombang dalam satu tahun, yang selanjutnya dikonversikan ke dalam prosentase, yaitu prosentase hasil peramalan (PHP) dan prosentase data aktual (PDA). Dengan menganggap data hasil pengukuran adalah data yang akurat, untuk masing-masing kelompok interval tinggi gelombang dihitung Indeks Kesalahan Peramalan (IKP),

    Full Tema2.indb 166 24/10/2011 11:49:17

  • 167

    i

    iieff cos

    cos.fF

    Dengan: Feff : panjang fetch efektif (m) Fi : panjang fetch ke-i (m) i : sudut antara fetch ke-i dengan arah utama (derajat)

    7/1

    z10)z(U)10(U

    )10(URU T

    23.171.0 UU A

    PDAPDAPHP

    IKP

    selanjutnya dihitung NPDA

    PDAPHPratarataIKP :

    selanjutnya dihitung

    i

    iieff cos

    cos.fF

    Dengan: Feff : panjang fetch efektif (m) Fi : panjang fetch ke-i (m) i : sudut antara fetch ke-i dengan arah utama (derajat)

    7/1

    z10)z(U)10(U

    )10(URU T

    23.171.0 UU A

    PDAPDAPHP

    IKP

    selanjutnya dihitung NPDA

    PDAPHPratarataIKP :

    dengan N adalah jumlah kelompok interval.

    Perhitungan IKP di atas untuk 2 metoda disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut.

    Tabel 1. Perhitungan IKP untuk Hasil Peramalan Metoda Groen-Dorrestein (1993)

    NoTinggi

    Gelombang (m)

    Peramalan Aktual IKP = PHP-

    PDA PDAFrekuensi PHP (%) Frekuensi PDA (%)

    1 0,0 0,2 171 6,59 748 28,81 0,772 0,2 0,4 1109 42,72 566 21,80 0,963 0,4 0,6 1257 48,42 710 27,35 0,774 0,6 0,8 31 1,19 328 12,63 0,915 0,8 1,0 2 0,08 81 3,12 0,976 1,0 1,2 24 0,92 34 1,31 0,307 >1,2 2 0,08 129 4,97 0,98

    Jumlah 2596 100 2596 100 5,66IKP rata-rata 0,81

    Tabel 2. Perhitungan IKP untuk Hasil Peramalan Metoda SPM

    NoTinggi

    Gelombang (m)

    Peramalan Aktual IKP = PHP-

    PDA PDAFrekuensi PHP (%) Frekuensi PDA (%)

    1 0,0 0,2 1249 48,1 748 28,81 0,672 0,2 0,4 80 3,1 566 21,80 0,863 0,4 0,6 70 2,7 710 27,35 0,904 0,6 0,8 384 14,8 328 12,63 0,175 0,8 1,0 325 12,5 81 3,12 3,06 1,0 1,2 270 10,4 34 1,31 6,947 >1,2 218 8,4 129 4,97 0,69

    Jumlah 2596 100 2596 100 13,23IKP rata-rata 1,89

    Penyimpangan dari hasil peramalan yang ditampilkan dalam bentuk Indeks Kesalahan Peramalan (IKP) untuk metoda Groen-Dorrestein menunjukkan hasil 0,81, sedangkan untuk metoda SPM menunjukan hasil 1,89.

    Hasil peramalan tinggi gelombang maksimum berdasarkan data angin tahun 1993 di perairan Lemahabang Jepara dengan metoda Groen-Dorrestein sebesar 1,23 m, dengan periode gelombang 4,3 sekon, sedangkan dengan metoda SPM tinggi gelom-bang maksimum mencapai 3,94 meter dengan periode gelombang 6,3 detik. Semen-tara itu hasil pengukuran gelombang mencapai tinggi gelombang maksimum 2,61

    Full Tema2.indb 167 24/10/2011 11:49:17

  • 168

    m dengan perioda 6,3 sekon, maka penyimpangan untuk metoda Groen-Dorrestein 43% dan Metoda SPM 45%. Nilai penyimpangan untuk kedua metoda relatif ham-pir sama, oleh karena itu kesimpulan penelitian hanya dikaitkan dengan prosentase dari frekuensi kejadian saja, yaitu dari nilai Indeks Kesalahan Peramalan.

    KesimpUlan dan saRan1. Dilihat dari nilai Indeks Kesalahan Peramalan yang lebih rendah yaitu 0,81,

    maka hasil peramalan dengan metoda Groen-Dorrestein dianggap lebih dapat mewakili hasil pengukuran, bila dibandingkan dengan metoda SPM. Dengan kata lain metoda Groen-Dorrestein lebih sesuai digunakan pada lokasi studi.

    2. Diharapkan dapat dilakukan studi yang lebih mendalam, sehingga didapatkan persamaan matematis yang digunakan dalam grafik Groen-Dorestein.

    3. Disarankan studi kasus serupa dilakukan pula untuk lokasi lain di Indonesia untuk dapat memberi gambaran yang lebih tepat dalam penggunaan metoda peramalan gelombang yang akurat di Indonesia.

    Ucapan teRima KasihUcapan terima kasih disampaikan khususnya kepada PT. Geomarindex cabang dari PT.Wiratman & Associates, salah satu anggota konsorsium konsultan yang mengerjakan pengukuran gelombang untuk proyek PLTN Muria, atas pemberian data gelombangnya sehingga penelitian ini dapat dilakukan.

    daFtaR pUstaKaAnonim, 1984, Shore Protection Manual. US. Army Corps of Engineers.Iven, 2005, Peramalan Gelombang dari Data Angin dengan Metoda Groen dan

    Dorrestein (Studi Kasus di Semarang), Teknik Sipil Itenas, Bandung.Juniati, A.T., 1995, Evaluasi Metoda Peramalan Gelombang untuk Kondisi Laut

    Jawa, Teknik Sipil ITB, Bandung.Muliati, Y., 1997, Studi Awal Perumusan Karakteristik Gelombang Laut Jawa

    (Studi Kasus Perairan Lemahabang Jepara), Teknik Sipil ITB, Bandung. Nortier, I.W., 1961, Hydraulica, Culemborg Keulen.

    Full Tema2.indb 168 24/10/2011 11:49:17

  • 169

    peninGKatan penGelolaan sUmbeR daya aiR di wilayah pantai dan pesisiR telUK bone

    denGan KebeRadaan bendUnG GeRaK tempe dan Jetis ala maRUnda

    subandi1), thomas Raya tandisau2), m. K. nizam lembah3), agus hasanie4)

    1) Individual Konsultan Pengembangan Sumber Daya Air, Makassar 90222, Indonesia

    2) Jabfung Tenaga Ahli SDA, BBWS Pompengan Jeneberang, Makassar 90222, Indonesia

    3) Ka Satker SDA SulSel II, BBWS Pompengan Jeneberang, Makassar 90222, Indonesia

    4) Pelaksana Teknik PPK OP SDA I, BBWS Pompengan Jeneberang, Makassar 90222, Indonesia [email protected]

    intisaRi

    Adanya kekeringan di musim kemarau, banjir di musim hujan, ganasnya ombak di musim badai, pendangkalan di muara Cenranae menyebabkan penduduk di pantai Cenranae Teluk Bone merasa takut bahkan tidak dapat mencari ikan, tidak dapat memanen rumput laut dan memanen ikan/udang ditambak mereka. Wajar kalau Delta Cenranae semangkin meluas areanya, mempersulit transportasi sungai dari muara ke hulu dan sebaliknya, karena banyak perahu yang kandas. Ditambah lagi bermunculan beberapa anak sungai baru di Delta Cenranae, menyebabkan semakin sulit penduduk yang tinggal di wilayah pesisir Cenranae mengendalikan saluran drainasenya.

    Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, diperlukan peningkatan pengelolaan sumber daya air terpadu, mulai dari hulu sampai kehilir sungai atau sebaliknya, antara lain; memelihara beberapa sarana sumber daya air yang sudah ada dan mengoperasikannya semaksimal mungkin, bilamana perlu, membangun sarana sumber air baru, misalnya; dam penahan sedimen, bendungan, bendung gerak Tempe, bangunan Jetti dan pemecah ombak Cenranae termasuk mengembangkan konservasi pantai dan konservasi daratan.

    Tujuannya agar masyarakat terlindungi dari bencana alam yang ditimbulkan oleh air, misalnya tanah longsor, banjir, kekeringan dan abrasi pantai. Apabila mereka bisa terhindar dari bencana dimaksud, ekonomi mereka meningkat, kesejahteraan rakyat tercapai.

    Kata Kunci: Teluk Bone, Muara Cenranae, Danau Tempe

    Full Tema2.indb 169 24/10/2011 11:49:17

  • 170

    1. penGantaR

    Gambar 1. Lokasi Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Air di Muara Cenranae Teluk Bone Sulawesi Selatan

    Gambar 1 diatas menampilkan lokasi pengelolaan sumber daya air wilayah pantai dan pesisir Teluk Bone yang akan ditingkatkan. pengelolaannya oleh Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Salah satu muara sungai di Teluk Bone adalah Muara Cenranae yang menjadi muara semua sungai yang ada di Daerah Aliran Sungai Walanae Cenranae dengan Sarana dan Prasarana seperti yang ditampilkan pada Gambar 2, yakni:

    prasarana sumber daya air : 3 danau penampung banjir yakni Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya. Ada 7 Sungai besar yakni Sungai WalanaE, Cenranae, Bila, Gilirang, Paremang dan Sungai Siwa. Anak sungai yang ada berjumlah 40 sungai antara lain : Sungai Biloka, Wettee, Tinco, dan anak sungai lainnya yang tidak disebut disini.

    sarana sda : Bendung berjumlah 11 buah yakni : Bendung Bila, Bulucenrana, Biloka, Lampulajeng, Latenreng, Lajaroko, Salobone, DaoE, Langkeme, Batusianre dan Bendung Gerak Tempe (dlm proses pembangunan, yang direncanakan akan selesai 18 Maret 2013). Hanya ada 2 Bendungan Irigasi yakni : Bendungan Irigasi Kalola dan Bendungan Irigasi Ponre Ponre termasuk beberapa kilometer Saluran Irigasinya antara lain Saluran Irigasi Bila, Ponre Ponre, Langkeme, dan sebagai-nya.

    Full Tema2.indb 170 24/10/2011 11:49:18

  • 171

    Gambar 2 : Pra Sarana dan Sarana SDA DAS Walanae Cenranae

    2. hasil penelitian dan pembahasan Peningkatan pengelolaan sumber daya air di wilayah Muara Cenranae akan dilakukan secara terpadu walaupun pelaksanaan dilakukan tahap demi tahap mulai dari pantai Muara Cenranae sampai ke hulu sungai atau sebaliknya dari hulu yang terkait dengan keterbatasan dana dan kebutuhan yang sangat mendesak. Pelaksanaanya berupa konstruksi dan non konstruksi, antara lain : 1. bendungan penahan sediment; 2. pengembangan konservasi daratan dan pantai; 3. pembangunan Bendung gerak Tempe; 4. normalisasi sungai; 5. pembangunan Jetti Muara Cenranae; 6. pembangunan pemecah ombak Cenranae, dan sebagainya yang bisa diuraikan sebagai berikut:

    1. dam penahan sedimen. Pembangunan Dam Penahan Sedimen ini sangat bermanfaat untuk menanggulangi sedimin yang mengarah ke hilir termasuk yang masuk ke Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya. karena itu perlu dibangun di hulu sungai dan ditempat tempat yang rawan longsor.

    2. pengembangan Konservasi daratan dan pantai. Pengembangan konservasi daratan berwawasan lingkungan hidup WalanaE Cenranae akan bermanfaat untuk mencegah terjadinya tanah longsor sekaligus mencegah adanya erosi. karena itu pelestarian pohon yang sudah ada akan tetap dipertahankan. Bila-mana perlu menanam sebayak mungkin pohon baru untuk mencegah erosi dan tanah longsor misalnya Pohon Matoa, Beringin, Bambu, dsb. Adanya acara acara tradisional, adanya aneka fauna dan flora setempat akan tetap dilestarikan sebagai daya tarik wisatawan yang kelak akan menjadi tujuan wisata unggulan yang akan berlanjut dengan munculnya hotel, restoran, pasar ikan, dan sebagai-

    Full Tema2.indb 171 24/10/2011 11:49:18

  • 172

    nya. Berdasarkan pemantauan lingkungan, jenis hewan dan tanaman di Danau Tempe dan sekitarnya adalah : ikan 21 jenis, burung 72 jenis, menyusui 1 jenis, Moluska 8 jenis, reptil 6 jenis dan tanaman 68 jenis. Pengembangan Konserva-si pantai dan daratan berwawasan lingkungan, mencakup kegiatan pelestarian tanaman yang sudah ada bahkan menanam baru pepohonan dan tanaman yang dianggap cocok untuk menghindari abrasi pantai, yang cocok dikembangkan adalah pohon kelapa, bakau, rumput laut, dsb. Berdasarkan pengamatan ling-kungan, banyak kehidupan yang menarik di Pantai/pesisir Cenranae, antara lain; penangkapan ikan treasional, adanya panorama alam, acara acara tradisio-nal, aneka fauna dan flora pantai Cenranae daya tarik para wisatawan dan dapat dikembangkan menjadi tujuan wisata andalan karena itu kelangsungan hidup-nya perlu kita jaga. Foto lingkungan hidup di Danau Tempe sampai ke pan-tai Cenranae ditampilkan pada Gambar 11 agar lebih memperjelas lingkungan hidup disana sampai saat ini.

    3. pembangunan bendung Gerak tempe. Bendung Gerak Tempe saat ini se-dang dibangun yang akan sangat berperan sebagai penormalisir elevasi air Da-nau Tempe sampai ke elevasi normal yaitu elevasi plus lima (+5). Sebelum ada Bendung Gerak Tempe, dimusim kemarau Danau Tempe selalu mengering. Fasilitas Bendung Gerak Tempe dapat dilihat pada Gambar 3, antara lain : a). satu pintu pelayaran. Pintu Pelayaran ini ukurannya (5x5) m, dilengkapi

    dengan satu ruang pelayaran berukuran (5x20) m yang bermanfaat untuk mengendalikan masuk keluarnya perahu nelayan atau wisatawan yang akan menuju ke danau tempe dari Teluk Bone atau sebaliknya. Sketsa sistem pengoperasiannya dapat dilihat pada Gambar 5. Apabila pintu navigasi ti-dak bisa dibuka karena terkendala dengan pasokan listrik PLN atau Genset maka perlu ada penambahan empat dermaga transito yang dilokasikan di-hulu dan dihilir Bendung Gerak Tempe. Dermaga transito ini sangat diper-lukan untuk transit nelayan atau wisatawan dari danau tempe ke Teluk Bone atau sebaliknya.

    b). empat pitu pengatur elevasi air. Pintu pengatur elevasi air ini berukuran @ (17,5x5) m bermanfaat untuk meninggikan elevasi air di hulu Bendung Gerak Tempe sampai dengan elevasi normal (+5) selama musim kemarau dengan cara menutup keempat pintunya. Dengan demikian Danau Tempe tidak akan kering lagi.

    c). satu tangga ikan Tangga ikan ini berukuran (5x3) m. tanpa dilengkapi pintu, bermanfaat untuk hilir mudiknya ikan dari Pantai dan Pesisir Cenra-nae/Teluk Bone ke Danau Tempe atau sebaliknya.

    4. normalisasi sungai. Normalisasi sungai ini meliputi mengeruk endapan yang ada disungai, memasang krip, membangun groundsill dihilir Bendung Gerak Tempe dan dihilir jembatan, dan sebagainya.

    5. bangunan Jetti muara cenranae. Pembangunan Jetti Muara Cenranae ini walaupun masih dalam gagasan, perlu dibahas dan dibangun karena dengan pembangunan Jetti ini, Delta Muara Cenranae dapat dinormalisir. Masalahnya, delta ini akan mempengaruhi tidak lancarnya pengaliran sungai ke Teluk Bone

    Full Tema2.indb 172 24/10/2011 11:49:19

  • 173

    dan terganggunya transportasi sungai bagi nelayan/wisatawan dari Danau Tempe ke Teluk Bone dan sebaliknya. Ketidak lancaran aliran sungai dari hulu ini sering menimbulkan banjir di rumah penduduk, jalan dan fasilitas umum lainnya yang oleh masyarakat banjir berasal dari Sungai Cenranae, WalanaE, dan sungai sungai lainnya. Padahal, asal banjir dari muara yang tersumbat delta yang ada di muara Cenranae Untuk itu, perlu menormalisir Muara Cenranae dengan konstruksi Jetti. Konstruksi Jetti metode Marunda seperti yang terlihat pada gambar 8, dapat dipakai sebagai acuan, karena materialnya mudah didapat didesa Cenranae, banyak memberdayakan tenaga setempat, mudah pelaksana-annya. Tiang pancang dan Matras dari bambu tujuh lapis, diatas matras bamboo diberi geotektil dan diatasnya lagi ditumpuk batu Rip Rap, tanpa harus diples-ter. Konstruksi Jettis ini, saat ini sedang dalam pelaksanaan di muara Marunda Jakarta Barat oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane tujuan ut-amanya adalah untuk mengatasi Banjir di daerah Jakarta Barat dan Cengka-reng.

    6. bangunan pemecah ombak cenranae. Pembangunan Bangunan Pemecah Ombak Cenranae ini juga masih dalam gagasan yang perlu dibahas dan di-bangun. Bangunan ini adalah sebuah pulau buatan untuk menangkis ombak masuk ke daratan melalui muara Cenranae. Pasalnya, dihilir muara Cenranae tidak ada pulau satupun seprti di Ambon, di Makasar, dsb. Bangunan pemecah ombak ini dapat mengacu ke metode Ancol yang sketsanya dapat dilihat pada Gambar 9. Bangunan ini sudah selesai dilaksanakan oleh investor pengelola wisata Ancol dan Pemda DKI Jakarta untuk melindungi kawasan wisata di dae-rah Ancol Jakarta Utara.

    Gambar 3. Fasilitas Bendung Gerak Tempe

    Full Tema2.indb 173 24/10/2011 11:49:19

  • 174

    5.00

    3.00

    1.50

    5.00

    1.50

    15 m 20 m18 m

    5 m1 m

    2 m1 m

    3 m

    1 : 3

    5 m 9 m

    19 m

    23 m

    1 m

    2 m

    3 m

    KAWAT BRONJONG1 m

    PENAMPANG MEMANJANG BENDUNG GERAK TEMPE.

    1 m

    Min WL + 3

    PONDASI TIANG PANCANG BETON

    BERTULANG1.5 m

    KAWAT BRONJONG

    Max WL + 9Normal WL + 5

    Gambar 4. Penampang Memanjang Bendung Gerak Tempe

    SISTEM PENGOPERASIAN PINTU PELAYARAN BENDUNG GERAK TEMPE

    5 M

    + 5

    + 3

    DANAUTEMPE

    3 M MuaraCenranae

    DANAU

    TEMPE

    MU

    AR

    AC

    EN

    RA

    NA

    E

    5 M

    3 M

    RUANG NAVIGASI (CHAMBER) 20 m

    Gambar 5. Sistem Pengoperasian Pintu Pelayaran Bendung Gerak Tempe

    Full Tema2.indb 174 24/10/2011 11:49:19

  • 175

    Pompanisasi Air Danau Tempe kePDAM Sengkangdan ke DaerahIrigasi DesaTempe, Belawa, Sidrap danSoppeng

    Sungai CenranaE

    S. B

    ila

    Mua

    raC

    enra

    naEJalan Inspeksi CenranaE

    Sengkang

    BoneSopeng

    2 DERMAGA

    CENRANAE 1

    RENCANA FASILITAS UMUM SETELAH BENDUNG GERAK TEMPE DAN JETI CENRANAE SELESAI

    PusatPariwisataTempe, Hotel, Restoran, Pasar Ikan, dsb.

    Danau TempeS

    unga

    iWal

    anaE

    Jala

    nIn

    spek

    siW

    alan

    aE

    Jalan Inspeksi CenranaEJa

    lan

    Insp

    eksi

    Wal

    anaE

    4 Dermaga

    Bendung Gerak Tempe

    Jala

    nR

    aya

    dan

    Jem

    bata

    n

    Gambar 6. Rencana Fasilitas Umum Setelah Bendung Gerak Tempe dan Jetti

    Muara Cenranae Selesai

    Gambar 7. Rencana Lokasi dan Arah Jetti Muara Cenranae

    Full Tema2.indb 175 24/10/2011 11:49:20

  • 176

    RENCANA BANGUNAN JETI CENRANAE METODE MARUNDA

    5 - 10 KG Batu Rubbleatau Coble

    +2,00

    + 3,50

    1 : 1,

    50 0,50

    1 : 1,50

    1,00

    EL -3,50

    2 Ton Blok Beton dan0,1-0,2 Ton Batu Rubble

    1,3

    Tia

    ngP

    anca

    ngB

    ambu

    Tuj

    uhLa

    pis

    0,50

    Lumpur Pengerukan

    Timbunan Tanah Merah 20 Cm Elev + 4 m

    Batu Rubble < 5 K gdng alas Geotekstil

    1,00

    16,00 8,90

    0,9

    Garis Batas Pantai dan Daratan

    1,20 9,303,50 4,20

    0,50

    1 : 1,5

    2,00

    32,20

    DWL + 1,29MSL + 0,60LWL + 0,00

    DasarPantaiElev - 3,50

    2 m 0,8 m

    3,3

    Matras Bambu Tujuh Lapis Lapis teratas Geotekstil

    12m

    PASIR PANTAI Gambar 8. Rencana Bangunan Jetti Cenranae Metode Marunda

    RENCANA BANGUNAN PEMECAH OMBAK CENRANAE METODE ANCOL ANCOL

    Rip Rap Batu Kali

    Dia 0,5 1 m

    Pantai2 Km di Hilir

    Muara Cenranae

    Pasir

    Geotextil

    1 : 1

    Tia

    ngP

    anca

    ngB

    alok

    Kay

    u

    Dia

    0,25

    m

    50 m

    100 m

    0,5 m

    DWL + 1,29MSL + 0,60LWL + 0,00

    Dasar PantaiElev - 3,50

    Gambar 9. Rencana Bangunan Pemecah Ombak Cenranae Metode Ancol

    Full Tema2.indb 176 24/10/2011 11:49:21

  • 177

    IKAN SIDAT / MASAPI (ANGUILLA SP)

    MEMANCING IKAN DI D. TEMPEMENJALA IKAN DI D. TEMPE

    LINGKUNGAN HIDUP SEBELUM ADA BENDUNG GERAK TEMPE DAN JETI CENRANAE (1)

    MEMANCING IKAN DI D. TEMPE MENJALA IKAN DI D. TEMPE

    MENJALA IKAN DI D. TEMPE MENJALA IKAN DI D. TEMPE

    MENJALA IKAN DI D. TEMPE

    Gambar 10. Lingkungan Hidup Sebelum ada Bendung Gerak Tempe

    dan Jetti Cenranae (1)

    Ucapan teRima KasihTerimakasih kami ucapkan kepada Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sulsel (Ir. Suprapto Budisantoso, M.Sc.) dan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (Ir. Adang Saf Achmad, CES) yang sudah membimbing pembuatan makalah ini untuk dipresentasikan ke Pertemuan Ilmiah Tahunan XXVIII yang akan diselenggarakan di Ambon tgl. 28 30 Oktober 2011.

    daFtaR pUstaKaBalai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (2009), Profil Balai Besar

    Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang, Makassar, Indonesia. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Sulawesi Selatan (2010), Data dan Informasi

    Sumber Daya Air Sulawesi Selatan 2010, Makassar, Indonesia.Directorate General of Water Resources, Construction of Muara Marunda

    Confined Disposal Facility Sub-Project of JUFM, ICB Package No. CDF-2, Bidding Documents, October 2010, Jakarta, Indonesia.

    Nippon Koei Co., Ltd and Associates (2003), Final Report, Master Plan Study on Integrated Development and Management of WalanaE Cenranae River Basin, Indonesia.

    Full Tema2.indb 177 24/10/2011 11:49:23

  • 178

    Subandi, Thomas Raya Tandisau, Chaeruddin Malik, M.K. Nizam Lembah, Water Related Risk Managementi in WalanaE Cenranae River Basin after Tempe Barrage Construction, A Papper for Internasional Hathi Seminar, 16 July 2011, Jakarta.

    PT. Aria Jasa (2011), SID Sungai Cenranee Kabupaten .Wajo Dan Bone Sulawesi Selatan. Dipresentasikan dikantor Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang, Makassar, Indonesia.

    PT Brantas Abipraya - PT Waskita Karya KSO (2010), Rencana Mutu Kontrak Pembangunan Bendung Gerak Tempe. Dipresentasikan dikantor Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang, Makassar, Indonesia.

    Unit Data Sumber Daya Air 2011, PU-Net Kementerian Pekerjaan Umum, Peta Wilayah Sungai WalanaE Cenranae

    Full Tema2.indb 178 24/10/2011 11:49:23

  • 179

    apliKasi pRodUK Geotextile containment sebaGai penGGanti batU UntUK banGUnan

    penGaman pantai

    andryan suhendra1), doyo lujeng dwiarso2) 1) Manager Teknik PT Tetrasa Geosinindo dan Dosen Universitas Bina Nusantara

    [email protected] 2) Country Manager Indonesia TenCate Geosynthetics Asia Sdn. Bhd.

    [email protected]

    intisaRiSebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia yang diapit oleh dua samudra luas, abrasi terhadap garis pantai merupakan salah satu hal serius yang dihadapi oleh Indonesia. Ditambah lagi dengan banyaknya fasilitas publik di sekitar pantai, sehingga memerlukan penanganan yang tepat guna dan ekonomis. Berbagai cara dapat diterapkan untuk mengendalikan abrasi misalnya dengan membuat bangunan pantai seperti : pemecah gelombang, krib, dan dinding laut, atau dengan cara menanam tanaman pencegah abrasi seperti pohon bakau.

    Sejalan dengan perkembangan teknologi, salah satu cara lain yang relatif ramah lingkungan dan murah karena dapat memanfaatkan material setempat adalah konstruksi geotube dan geobag. Geotextile Containment adalah material yang dibuat dari bahan geotekstil dengan kuat tarik yang cukup tinggi dan sudah difabrikasi dalam keadaan sudah jadi sehingga hanya memerlukan proses pengisian dan penempatan di lokasi proyek. Disain material tersebut sudah mempertimbangkan faktor gaya yang bekerja secara internal maupun eksternal sehingga mampu bertahan baik selama proses pemasangan maupun setelah pemasangan terhadap gaya gelombang yang mengenainya. Fungsi utama Geotextile containment adalah sebagai pengganti inti bangunan pantai yang biasanya menggunakan batu, sehingga material ini bisa dikategorikan sebagai material yang ramah lingkungan dan memudahkan dalam konstruksi bangunan. Berdasarkan ukuran dan cara pelaksanaan di lapangan, geotextile containment dibedakan menjadi 3 jenis yaitu geobag, geotube dan geocontainer.

    Makalah ini membahas mengenai produk Geotextile containment serta aplikasinya untuk bangunan pengaman pantai dilengkapi dengan contoh proyek yang sudah dan sedang dikerjakan di Indonesia.

    Kata kunci: garis pantai, bangunan pengaman pantai, abrasi, geotextile containment

    Full Tema2.indb 179 24/10/2011 11:49:23

  • 180

    1. pendahUlUanIndonesia adalah negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, total garis pantai yang dimiliki Indonesia adalah 81.000 km. Garis pantai adalah batas pertemuan antara bagian laut dan daratan pada saat air laut berada pasang tertinggi. Garis laut dapat mengalami perubahan atau berkurang karena terjadinya proses abrasi yaitu terkikisnya pantai oleh gaya gelombang laut.

    Abrasi harus dikendalikan karena disekitar garis pantai terdapat banyak fasilitas publik yang harus diamankan seperti : pelabuhan, tempat rekreasi, pemukiman nelayan dan juga jalan raya. Di beberapa daerah, abrasi pantai ini sudah sangat mengkhawatirkan dan memerlukan penangananan yang mendesak (lihat gambar 1 dan gambar 2).

    Gambar 1. Abrasi di pantai utara Jawa

    (sumber : http://bisnis-jabar.com)

    Sebagai contoh beberapa ruas jalan di Bengkulu dan pantai utara pulau Jawa (gambar 1) sudah mengalami beberapa kali kerusakan akibat abrasi karena gelombang dari arah Samudera Hindia sangat kuat sekali. Demikian juga beberapa fasilitas rekreasi di Pulau Bali juga memerlukan penanganan untuk perlindungan terhadap abrasi.

    Full Tema2.indb 180 24/10/2011 11:49:23

  • 181

    Gambar 2. Abrasi mengancam bangunan rumah (sumber : http://alamendah.wordpress.com)

    Metode untuk mengendalikan terjadinya abrasi yaitu dengan membuat vegetasi di pantai (gambar 3) dan alternatif lainnya adalah dengan membuat bangunan pemecah gelombang. Dalam beberapa hal bangunan pengaman pantai adalah solusi yang cepat dan mudah untuk mengendalikan abrasi.

    Gambar 3. Hutan bakau sebagai pencegah abrasi alamiah

    (sumber : media internet)

    Full Tema2.indb 181 24/10/2011 11:49:24

  • 182

    2. banGUnan penGaman pantaiBerdasarkan bentuknya, bangunan pengaman pantai dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

    a). Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai, misalnya dinding pengaman pantai

    b). Konstruksi yang dibangun tegak lurus dan sambung ke pantai, misalnya krib, jetty dan pemcah gelombang sambung pantai

    c). Konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan sejajar dengan garis pantai.

    2.1. dinding pengaman pantaiDinding pengaman pantai adalah bangunan pantai yang dibangun sejajar dengan garis pantai yang memisahkan darat dengan laut, untuk melindungi daratan terhadap abrasi akibat hantaman gelombang. Dinding pengaman pantai secara konvensional dapat berupa susunan gabion, turap, revetmen batu seperti yang ditunjukkan pada gambar 4 ataupun dari kayu.

    Gambar 4. Pasangan batu sebagai bangunan pencegah abrasi

    (sumber : http://www.gina.gov.gy)

    2.2. KribKrib atau groin (lihat gambar 5) adalah bangunan pengaman pantai yang berfungsi untuk menangkap transport sedimen sepanjang pantai sehingga melindungi pantai dari erosi atau mencegah transpor sedimen sepanjang pantai di suatu tempat.

    Konstruksi krib dapat berupa bangunan yang terbuat dari turap kayu, gabion atau secara umum menggunakan batu. Berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi: tipe lurus, tipe T dan tipe L.

    Full Tema2.indb 182 24/10/2011 11:49:24

  • 183

    Gambar 5. Contoh bangunan krib atau groin

    (sumber : http://www.sandsaver.com)

    2.3. pemecah Gelombang lepas pantaiBangunan ini seperti terlihat pada gambar 6 dibuat sejajar dengan garis pantai dan berada pada jarak tertentu, fungsinya adalah untuk melindungi pantai dari hantaman gelombang. Bangunan ini akan mempengaruhi bentuk akhir garis pantai dibelakangnya, yaitu apabila panjang pemecah gelombang relatif lebih kecil dari jarak bangunan ke garis pantai maka akan terbentuk tonjolan daratan dari garis pantai ke arah laut (cuspate), namun apabila panjang bangunan lebih panjang maka akan terbentuk daratan yang menghubungkan garis pantai terhadap pemecah gelombang.

    Gambar 6. Contoh bangunan pemecah gelombang lepas pantai

    (Sumber : http://www.wetlandswatch.org)

    Full Tema2.indb 183 24/10/2011 11:49:24

  • 184

    2.4. JettyJetty adalah bangunan pengaman pantai yang berbentuk lurus ke arah laut dan berada pada kedua sisi dari sisi sungai yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh endapan sungai. Salah satu contoh dari bangunan Jetty ini dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini.

    Gambar 7. Contoh bangunan Jetty (Sumber : http://www.nature.nps.gov)

    3. Geotextile containmentGeotextile containment merupakan suatu konstruksi yang memadukan antara material sintetik (geotekstil) dan material alam (pasir atau Lumpur)Ada 3 jenis konstruksi geotextile containment dengan pembagian berdasarkan ukuran dan cara pelaksanaan konstruksi yaitu sebagai berikut :

    1. Geobag2. Geotube3. Geocontainer

    3.1. GeobagMerupakan jenis dari geotextile containment dengan volume yang kecil berkisar antara 0,6 hingga 2 m3 dengan proses pengisian umumnya dilakukan di atas daratan yang kemudian diletakkan di tempat rencana (lihat gambar 8).Geobag umumnya diaplikasikan pada daerah yang mengalami abrasi yang tidak terlalu berat dan yang memerlukan penanganan segera untuk jangka waktu pemakaian yang tidak terlalu panjang. Umumnya material geotekstil yang digunakan harus distabilisasikan terhadap pengaruh sinar ultra violet, namun bagaimanapun konstruksi ini tetap harus dilindungi dari pengaruh sinar matahari langsung dengan cara ditutupi dengan material lain seperti batu-batuan. Untuk penanggulangan yang cukup kompleks dimana terdapat kemungkinan terjadi kelongsoran pada lereng/timbunan di belakang konstruksi/tumpukan geobag ini, maka konstruksi ini dapat dipadukan dengan material perkuatan lain seperti geotekstil atau geogrid yang mempunyai kekuatan tarik tertentu untuk menahan gaya kelongsoran yang terjadi (gambar 9).

    Full Tema2.indb 184 24/10/2011 11:49:24

  • 185

    a. Pengisian geobag di darat b. Pemindahan geobag

    Gambar 8. Proses pengisian dan pemindahan geobag

    Gambar 9. Kombinasi geobag dengan geogrid sebagai perkuatan

    Beberapa aplikasi dari geobag dapat dilihat pada gambar 10.

    3.2. GeotubeJenis dari geotextile containment berbentuk turbular yang digunakan pada di daerah daratan atau daerah dengan tinggi air tidak terlalu dalam. Ukuran geotube juga sangat bervariasi dengan panjang berkisar antara 10 150 meter dan diameter rata rata 1 5 meter dalam kondisi bulat sempurna. Instalasi dapat dilakukan di daerah kering maupun pada kedalaman air hingga 5 meter. Gambar 11 berikut ini merupakan gambaran dari bentuk tipikal konstruksi geotube.

    Geotube merupakan struktur yang cukup banyak diaplikasikan dan dilakukan analisa untuk menanggulangi berbagai permasalahan abrasi di banyak negara, termasuk di beberapa negara di Asia seperti Korea Selatan, Singapura, Jepang, Malaysia dan negara Asia lainnya, termasuk Indonesia.

    Aplikasi dari geotube secara umum hampir sama seperti aplikasi pada geobag, yang membedakan adalah tingkat kesulitan pelaksanaan, tingkat permasalahan yang dihadapi (berkenaan berat ringannya abrasi atau erosi yang terjadi).

    Full Tema2.indb 185 24/10/2011 11:49:25

  • 186

    Gambar 10. Aplikasi Geobag

    Gambar 11. Tipikal konstruksi geotube

    (Sumber : brosur TenCate)

    Full Tema2.indb 186 24/10/2011 11:49:26

  • 187

    3.3. GeocontainerMerupakan jenis geotextile containment bervolume besar dengan proses pengisian dalam barge di atas air dan kemudian dijatuhkan ke dalam air.

    Geocontainer seperti yang ditunjukkan pada gambar 12 mempunyai ukuran diameter yang lebih besar dibandingkan jenis geotextile containment lain, umumnya disesuaikan dengan ukuran kapal hooper. Pasir atau material timbunan lainnya diisikan ke dalam geocontainer yang dilapisi geotekstil kemudian dijahit. Geocontainer dijatuhkan ke dasar laut dengan hooper. Penggunaan geocontainer umumnya untuk kedalaman air > 5 meter.

    Gambar 12. Geocontainer (Sumber : brosur TenCate)

    Beberapa proyek di dalam negeri yang telah menerapkan geotextile containment adalah sebagai berikut.

    (1). breakwater provinsi nangroe aceh darussalamGeotube diaplikasikan sebagai inti bangunan breakwater pada proyek pembangkit tenaga listrik di pantai barat Sumatera. Total panjang breakwater sekitar 750 meter yang terdiri dari dua sisi bangunan breakwater. Geotube yang digunakan adalah tipe GT1000 dengan tinggi akhir 2,5 meter dan total panjang Geotube yang diperlukan adalah 7.000 meter. Gambar potongan melintang tipikal konstruksi geotube seperti terlihat pada gambar 13 dan gambar 14 menunjukkan konstruksi geotube yang sudah selesai dilaksanakan.

    Gambar 13. Potongan melintang tipikal konstruksi geotube

    Full Tema2.indb 187 24/10/2011 11:49:26

  • 188

    Pada proyek ini penggunaan Geotube mengurangi biaya penggunaan batu sebagai inti breakwater secara signifikan.

    Gambar 14. Geotube yang sudah selesai dikerjakan

    (2). proteksi erosi dari Gelombang bonoKonstruksi Geotube sepanjang 600 meter diaplikasikan untuk melindungi dermaga dari erosi dan abrasi akibat gelombang dan arus Bono di sungai Kampar Provinsi Riau. Gambar 15 menunjukkan proses pengisian geotube yang sudah hampir selesai.

    Gambar 15. Proses pengisian konstruksi geotube

    Full Tema2.indb 188 24/10/2011 11:49:26

  • 189

    4. peRtimbanGan dalam peRancanGan Geotextile containment

    Beberapa pertimbangan dan data yang diperlukan dalam perancangan penggunaan geotextile containment sebagai sarana pencegahan dan penanggulangan erosi atau abrasi pantai dan sungai adalah sebagai berikut :

    1. Dimensi dan posisi tube pendukung dan hubungannya dengan geotube utama.

    2. Stabilitas Geotextile Containment saat bencana atau badai.

    3. Ukuran bukaan material geotekstil yang digunakan berkaitan dengan ukuran material pengisi.

    4. Kuat tarik perlu material geotekstil, termasuk juga kekuatan sambungannya terutama pada saat pengisian dan instalasi.

    5. Dimensi dan geometri Geotextile Containment setelah proses pengisian dan pemompaan.

    5. KesimpUlanKonstruksi geotextile containment merupakan salah satu alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan penggunaannya dalam mencegah dan menanggulangi abrasi dan atau erosi pada pantai ataupun lereng sungai.

    Jenis material pengisi berupa pasir ataupun lumpur yang relatif mudah didapatkan sehingga membuat konstruksi ini cukup efektif dan ekonomis.

    daFtaR pUstaKaBrosur-brosur geosintetik (TenCate)Escalante, S.A. and Pimentel, A.S., Coastal Dune Stabilization Using Geotextile

    Tubes at Las Coloradas, Geosynthetic Magazines February March 2008Koerner, R.M., Designing With Geosynthetics, 5th edition, 2005, Pearson Prentice

    Hall

    Lawson, C.R., Geotextile containment for hydraulic and environmental engineer-ing (proceeding of thes 8th International Conference on Geosynthetics) Yokohama 2006

    Full Tema2.indb 189 24/10/2011 11:49:26

  • 190

    laJU pendanGKalan telUK losaRi di Kota maKassaR

    Kamaruddin Umar, abd. nasser hasan,

    abd. wahab, Zahimu wahid, andi muh. saleh,

    mappile

    intisaRiTeluk Losari merupakan salah satu spot penting di Kota Makassar. Dalam beberapa tahun terakhir, teluk tersebut terus mengalami pendangkalan yang signifikan. Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis proses pendangkalan yang terjadi. Survei lapangan berupa pengukuran perubahan batimetri, pola arus pasang surut dan angkutan sedimen selama periode 4 bulan telah dilakukan secara intensif.

    Hasil pengukuran menunjukkan bahwa arus pasang surut adalah bolak-balik dari Utara-Selatan dan sebaliknya, sedangkan arus residu sepanjang perairan Losari ke arah Utara sehingga menyebabkan angkutan sedimen terdistribusi sepanjang perairan pantai. Teramati pula arus yang senantiasa membelok ke arah teluk dan membawa sedimen. Sedimen melayang yang terperangkap dalam teluk cenderung terkonsolidasi sehingga menjadi penyebab pendangkalan dalam teluk. Hasil pengukuran cross-section di beberapa titik dalam teluk menunjukkan bahwa proses pendangkalan sudah tidak terlalu signifikan. Hasil pengukuran sedimen susur pantai juga menunjukkan bahwa hanyutan sedimen relatif kecil. Sebagai contoh, pada Juli 2009 diperoleh volume rata-rata 0,050 ml/jam/m2 ke utara sedangkan volume sedimen yang ke selatan rata-rata 0,01476 ml/jam/m2 dan pada bulan November 2009 volume rata-rata 0,6833 ml/jam/m2 ke utara sedangkan yang ke selatan rata-rata 0,9572 ml/jam/m2 .

    Hasil-hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa proses pendangkalan pada Teluk Losari pada saat ini berlangsung lambat dikarenakan dengan terbangunnya waduk Bili-bili, Longstorage berperan penting dalam memperlambat proses pendangkalan ini.

    1. pendahUlUan

    latar belakangBentuk profil pantai pesisir dan dasar laut selalu mengalami perubahan. Perubahan ini sangat tergantung pada kondisi dan karakteristik wilayah daratan pada satu sisi, dan kondisi serta karakteristik wilayah perairan pada sisi yang lain. Dalam hal ini kondisi dan karakteristik wilayah daratan ditentukan oleh posisi, relief permukaan dan karakteristik batuan. Sedangkan kondisi dan karakteristik wilayah perairan ditentukan oleh faktor-faktor hidroceanografi terutama pasang surut, gelombang

    Full Tema2.indb 190 24/10/2011 11:49:27

  • 191

    dan arus, namun kondisi kerusakan yang terjadi pada wilayah darat dan laut penyebabnya lebih dominan adalah karena campur tangan manusia yang begitu besar tanpa memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan.Pantai atau Teluk Losari terletak pada posisi 05o 8 LS dan 119o 24 2 BT. Saat ini merupakan kawasan pantai wisata dan kawasan untuk sarana olahraga air.Sungai Jeneberang sebelum dibangunnya Sand Pocket menurut peneliti JICA, besar sedimen pada tahun 1996 adalah sebesar 576.600 m3/ Tahun, dan menurun menjadi 389.976 m3/ tahun setelah Sand Pocket dioperasikan, sedangkan sedimen yang masuk ke Bendungan Bili-bili berjumlah 340.485 m3/ tahun (Elly, 2000). Canal Jongaya Panampu serta adanya abrasi pada pantai terbuka seperti, Tanjung Bayang, dan Tanjung Merdeka / Tanjung Bunga berperan sebagai pensuplai sedimen, umumnya berupa material yang berukuran pasir, lanau, atau lempung. Material-material tersebut akan dimuntahkan pada muara Sungai Jeneberang dan sebagian kecil dari Canal Jongaya Panampu. Hasil muntahan tersebut ada langsung diendapkan dimuara sungai membentuk delta, ada yang diendapkan pada pantai di sekitar muara sungai membentuk spit, ada juga yang akan terbawa arus yang dibangkitkan oleh ombak atau oleh pasang surut dan diendapkan pada tempat yang jauh dari muara sungai, tergantung dari kelajuan arus tersebut.Proses Akresi Pantai Losari telah terjadi bahkan sebelum Bendungan Bili-Bili dioperasikan, Sakka (1996) dalam studinya mengamati bahwa angkutan sedimen muatan dasar (bed load) dan muatan layang (suspended load) sepanjang mintakat tepian pada umumnya ke arah ke utara. Suriamihardja dkk (2004) mengamati hasil prediksi angkutan sedimen yang terjadi 14 tahun terakhir berkisar antara 0,114 sampai 37,471 m3/jam. Dalam pengamatannya memperjelas studi sebelumnya bahwa angkutan sedimen kurang dari 15,1m3/jam dominan ke utara. Sebagian material tersebut terutama yang berukuran pasir diendapkan disekitar muara dengan membentuk lidah (spit) yang menjulur ke utara dan disebut Tanjung Bunga. Sedangkan material yang berukuran halus terbawa arus terus ke utara dan sebagian akan mengendap di Teluk Losari yang dikhawatirkan akan terjadi perubahan yang bersifat negatif yaitu terjadinya pengdangkalan disamping mengancam kawasan wisata pantai dan sarana olahraga air.

    2. RUmUsan masalah dan tUJUan penelitianAngkutan sedimen terutama muatan layang (suspended load transport) yang bergerak ke arah utara dan mengendap di pantai utara muara Sungai jeneberang akan meyebabkan perubahan profil pantai. Penelitian ini ditunjuk untuk meneliti laju pandangkalan pantai utara muara Sungai Jeneberang yaitu Teluk Losari sampai bangunan Makassar Golden Hotel diluar spit Tanjung Bunga. Oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Berapa besar pertambahan sedimentasi (akresi) dengan simulasi transpormasi

    gelombang (difraksi gelombang) Pada Teluk Losari Makassar. 2. Bagaimana keseimbangan angkutan sedimen pada daerah tersebut akibat peng-

    aruh pola angkutan sedimen.

    Full Tema2.indb 191 24/10/2011 11:49:27

  • 192

    a. tujuan penelitian ini adalah untuk :1. Untuk menganalisis laju pendangkalan dan pola angkutan sedimen pada

    Pantai/ Teluk Losari Makassar.2. Untuk menganalisis volume sedimen yang terendapkan diluar spit Tan-

    jung Bunga dan pada Teluk Losari Makassar.

    b. batasan masalahAgar pembahasan tidak meluas, maka penelitian dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :a. Penelitian ini dilakukan pada pantai depan rumah jabatan Walikota Teluk

    Losari sampai diluar spit Tanjung Bungab. Pengukuran langsung dilapangan dengan menggunakan alat Echosonder

    type dengan grid ditentukan sesuai kondisi lapangan antara 25m sampai dengan 50m.

    c. Benda uji material sedimen yang terendapkan untuk penentuan ukuran butiran dilakukan dengan analisis ayakan dilaboratorium

    d. Simulasi transformasi gelombang (difraksi gelombang) e. Perhitungan angkutan sedimen berdasarkan data sekunder yang terse-

    dia seperti data hidrologidan klimatologi serta melakukan pengukuran lapangan seperti pengukuran angkutan angkutan sedimen dan arus pasut pada musim kemarau dan musim hujan.

    3. metode penelitiana. Jenis dan tempat penelitianPenelitian ini meliputi pengumpulan data sekunder berupa data perubahan pantai, angin, ombak, arus, angkutan sedimen, yang akan dilaksanakan selama 4 bulan dengan kegiatan pengukuran elevasi pantai sekali dalam tiap bulan dan pengmbilan sampel sedimen. Tempat penelitian mulai didalam Teluk Losari dari muara Canal Jongaya Panampu (Jembatan Metro) sampai pada samping Makassar Golden Hotel, kemudian keluar sejajar dengan spit Tanjung Bunga. Posisi pengambilan Benchmark pada TTG.0083, elevasi + 2,343 yang terletak disudut Fort Rotterdam (Benteng Ujung Pandang).

    b. waktu penelitianPenelitian ini disesuaikan dengan iklim selama 4 bulan yaitu dari musim kemarau sampai musim penghujan sehingga fluktuasi perubahan angin, arus, pasang surut, ombak, dan angkutan sedimen dapat diketahui dengan prosedur sebagai berikut :1. Pengukuran Batimetri

    a. Dilaksanakan sebanyak 4 kali.b. Pelaksanakan pertama dilakukan pada bulan Juli 2006 dengan total grid

    kurag lebih 200 titik dengan interval 25 sampai dengan 50m.c. Pelaksanakan kedua dan ketiga dilakukan pada bulan Agustus, dan Sep-

    tember 2005 dengan masing-masing total grid kurang lebih 50 titik dengan interval disesuaikan crossing hasil penelitian batimetri pertama.

    Full Tema2.indb 192 24/10/2011 11:49:27

  • 193

    d. Pelaksanaan kelima dilakukan pada bulan November 2006, pelaksanaan-nya sama dengan pelaksanaan penelitian pertama.

    2. Pengambilan sedimen a. Pengambilan sedimen suspended dilakukan bersama saat pengukuran bati-

    metri pada 8 lokasi dengan kedalaman kurang lebih 50 cm sampai dari 100 cm.

    b. Pengambilan sedimen bed-load dilakukan sebanyak 2 kali yaitu saat pen-gukuran pertama, dan saat pengukuran terakhir dengan pemasangan alat pengangkat sedimen sesuai arah angin dipasang selama 24 jam.

    c. Pengambilan klasifikasi butiran dilakukan pada 8 lokasi dilaksanakan pada bulan Juli 2006 dan bulan November 2006.

    3. Pengukuran elevasi muka air laut Pengukuran dilakukan selama 5 kali bersamaan saat pengukuran batimetri dengan interval pengamatan setiap 2 menit

    4. Pengukuran kecepatan arusa. Pengkuran dilakukan 2 kali yaitu pada saat pasang dan pada saat surut.b. Pelaksanaan dilakukan dengan memakai 2 pesawat thedolid yang diarah-

    kan pada pelampung dengan interval pembacaan sudut setiap 2 menit se-lama 1 jam.

    c. alatAlat yang digunakan dalam penelitian ini baik penelitian lapangan maupun dilaboratorium yaitu :a. Alat ukur Echosounder type Garmin Sounder 178 C dan GPS b. Layang arus (pelampung)c. Alat ukur waterpassd. Alat ukur theodolithe. Alat transportasi pengukuran (perahu/motor boat)f. Alat penangkap sedimeng. Oven dan saringan (ayakan) standar untuk analis distribusi butiranh. Rambu pasang suruti. Stop watchj. Crab samplek. Handy Tolky

    d. prosedur penelitianProsedur penelitian lapangan, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :1. pengumpulan data sekunder

    a. Kondisi anginAngin merupakan pembangkit gelombang laut.Oleh karena itu, data angin dapat dipergunakan untuk memperkirakan tinggi dan arah gelombang dilokasi. Data angin yang diperlukan adalah data angin maksimum harian

    Full Tema2.indb 193 24/10/2011 11:49:27

  • 194

    tiap jam yang diperoleh dari kantor stasiun Balai Meteorologi dan Geofisika (BMG) Wilayah IV Makassar. Data yang diambil dari hasil pengukuran ini meliputi kecepatan dan arah. Output yang diperoleh adalah Mawar Angin (Wind Rose).

    b. Kondisi BatimetriBatimetri merupakan gambaran elevasi permukaan dasar pantai dan perubahan garis pantai. Data Batimetri digunakan data pengukuran Nippon-Coy pada pekerjaan Amdal Pelabuhan Makassar tahun 1994 yang diperoleh dari Bapade/Bapedal Kota Makassar. Output yang diperoleh adalah peta Batimetri.

    c. Kondisi angkutan sedimenAngkutan sedimen dipantai sangat dipengaruhi oleh dinamika ombak dan arus mintakat hampasan serta ukuran sedimen. Data angkutan sedimen dasar (bed load) dan muatang layang (suspended load) didasarkan pada hasil pemgamatan Sakka (1996). Output yang diperoleh adalah sedimen transpor.

    2. data primera. Observasi (pengamatan lapangan)

    Observasi lapangan dilakukan foto-foto lokasi penelitian dengan menggunakan seperangkat alat foto digital otomatis dengan posisi pengambilan dari Hotel Sedona. Pengamatan lapangan juga dilakukan untuk mengamati arah ombak. Output pengamatan lapangan dapat diprediksi arah datangnya ombak.

    b. Pengukuran BatimetriPengukuran Batimetri akan dimulai pada Teluk Losari muara Canal Jongaya Panampu kearah utara sampai pada bagian luar spit Tanjung Bunga dengan jarak grid kurang lebih 50 m dan total titik grid kurang lebih 200 titik. Pengukuran menggunakan perahu dengan menggunakan seperangkat alat Ecgosounder dan GPS (Global Positioning System). Pengukuran dilakukan dengan terlebih dahulu memasang patok utama benchmark (BM). Pengamatan pasang surut dikontrol dengan seperangkat alat waterpass. Pengolahan hasil pengukuran batimetri dan pengukutan pasang surut. Output hasil pengukuran batimetri adalah peta batimetri kondisi saat ini.

    c. Pengukuran Arus Pasang SurutPengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan pelampung. Pengamatan dilakukan dengan melepas layang arus (pelampung) hingga jarak yang telah ditentukan dan mengukur selang waktu yang dibutuhkan hingga mencapai jarak yang telah ditentukan tersebut. Pengukuran pergerakan arah arus dilakukan dengan menggunakan alat ukur waterpass untuk posisi pelampung dan alat ukur Theodolit untuk mengukur sudut yang dibentuk pada setiap posisis pergerakan pelampung. Dari hasil pengukuran dapat dihitung kecepatan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

    =

    atau untuk sejumlah titik pengukuran dengan rumus :

    =

    Full Tema2.indb 194 24/10/2011 11:49:27

  • 195

    sehingga akan diperoleh kecepatan rata-rata dengan persamaan :

    Pengukuran dilakukan 4 kali yaitu pada jam 09.00, 11.00, 13.00. dan 15.00 dengan interval pengukuran setiap 2 jam. Output yang diperoleh adalah kecepatan dan jejak arus pasang surut.

    d. Pengambilan Sampel SedimenCara mengambil sampel sedimen pada 5 titik pada areal penelitian dengan crab sample. Sampel sedimen yang diperoleh kemudian dianalisis dilaboratorium bahan politeknik Negeri Ujung Pandang dengan cara sampel dioven dan selanjutnya sampel diayak (disaring) dengan ayakan standar. Output yang diperoleh adalah distribusi diameter sedimen untuk memperoleh klasifikasi material sedimen.

    3. modeling Modeling dilakukan dengan menggunakan kata yaitu :a. Data Batimetri b. Data AnginOutput yang diperoleh adalah :1. Pola sirkulasi2. Pola sedimentasi3. Refraksi gelombang

    4. angin

    Wind Rose Makassar Selama Tahun 1999-2009

    Wind Rose Makassar pada bulan Juli, Agustus, September,dan November

    Tahun 2009

    5. curah hujan

    Diagram Rata-rata Hujan Bulanan Stasiun Kelas 1 Hasanuddin Makasar

    Full Tema2.indb 195 24/10/2011 11:49:27

  • 196

    4. hasil dan pembahasan

    Parameter Oceanografi

    1. pasang surutPengukuran kecepatan arus pasut dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2009, dan pada tanggal 19 November 2009 di bagian Utara Muara JeneBerang sepanjang Pantai Losari

    Ramalan Pasang Surut Makassar Juli 2009

    2. batimetriBatimetri perairan Losari umumnya landai mulai dari Tanjung Merdeka hingga Pantai Losari, Tetapi didalam Teluk kedalaman berkisar 1 hingga 3 meter seperti ditunjukkan pada gambar.

    Kondisi Batimetri perairan Pantai

    Losari 2009Cross Section Batimetri perairan Pantai

    Losari Juli-November 2009

    3. cross sectionCross Section (penampang lintang) dilakukan untuk melihat profil topografi dasar perairan hingga permukaan laut.

    Full Tema2.indb 196 24/10/2011 11:49:28

  • 197

    Profil Melintang F-F Bulan Juli

    November 2009Profil Melintang G-G Bulan Juli

    November 2009

    Profil Melintang H-H Bulan Juli

    November 2009Profil Melintang I-I Bulan Juli

    November 2009

    4. ombakSepanjang pantai losari ombak pada umumnya membentuk pola sesuai arah angin.

    Pola Arus dan Refraksi ombak arah

    Barat pada saat pasangPola Arus dan Refraksi ombak arah

    Barat Laut pada saat pasang

    Pola Arus dan Refraksi ombak arah

    Barat Daya pada saat pasangPola Arus dan Refraksi ombak arah

    Barat pada saat surut

    Full Tema2.indb 197 24/10/2011 11:49:29

  • 198

    Pola Arus dan Refraksi ombak arah

    Barat Daya pada saat pasangPola Arus dan Refraksi ombak arah

    Barat pada saat surut

    5. arusArus-arus yang terbangkit pada umumnya didominasi arus pasang surut. Pengukuran Arus Pasut dilakukan tanggal 14 Agustus 2009 dan tanggal 19 November 2009.

    Kecepatan Arus pada saat menuju pasang Posisi Pengamatan Jejak Arus

    pada saat pasang

    6. sedimen

    Hasil pengukuran sedimen susur pantai Selama 24 Jam. Pada bulan Juli 2009 (0,050 ml/jam/m2 ke utara, ke selatan

    0,10476 ml/jam/m2)utara selatan

    Hasil pengukuran sedimen susur pantai Selama 24 Jam. Pada bulan Juli 2009 (0,050 ml/jam/m2 ke utara, ke selatan 0,10476 ml/jam/m2)lepas pantai dan

    tepi pantai

    Full Tema2.indb 198 24/10/2011 11:49:29

  • 199

    Hasil pengukuran sedimen susur pantai Selama 24 Jam Pada bulan November

    2009 (0,06833 ml/jam/m2 ke utara, ke selatan 0,9572 ml/jam/m2) utara

    selatan

    Hasil pengukuran sedimen susur pantai Selama 24 Jam Pada bulan November

    2009 (0,55 ml/jam/m2 ke utara, ke selatan 0,5833 ml/jam/m2) lepas

    pantai/tepi pantai

    Berdasarkan hasil pengukuran sedimen pada ruas F-F ke pantai menunjukkan perubahan tidak terlalu signifikan yaitu 0,0000004 m3/jam atau 0,003456 m3/tahun, hasil pengukuran ruas F-F dan G-G sebesar 0,0000018 m3/jam atau 0,01552 m3/tahun, hasil pengukuran ruas G-G dan H-H sebesar 0,0000080 m3/jam atau 0,06912 m3/tahun.dan hasil pengukuran H-H dan I-I sebesar 0,000054 m3/jam atau 0,46656 m3/tahun.

    Rata-rata angkutan sedimen yang terjadi bulan Juli-November 2009 di Teluk Losari diprediksi sebesar 0,0000642 m3/jam atau 0,554688 m3/tahun.

    5. KesimpUlan dan saRan

    Kesimpulan1. Pendangkalan akibat pengendapan angkutan sedimen muatan layang di Teluk

    Losari, hasil menunjukkan bahwa angkutan sedimen sepanjang Teluk Losari sampai diluar Spit Tanjung Merdeka mempunyai kecenderungan pengendapan dibeberapa lokasi dalam teluk dan terjadi erosi pada lokasi lain, menunjukkan bahwa ada perimbangan dinamik antara suply sedimen dengan penggerusan (erosi).

    2. Hasil pengukuran susur pantai pada bulan Juli 2009 diperoleh volume rata-rata sekitar 0,050 ml/jam/m2 ke utara. Sedangkan volume sedimen ke selatan rata-rata sekitar 0,10476 ml/jam/m2, sedangkan hasil pengukuran susur pantai pada bulan November 2009 diperoleh volume rata-rata sekitar 0,6833 ml/jam/m2 ke utara sedangkan volume sedimen ke selatan rata-rata sekitar 0,9572 ml/jam/m2.

    3. Hasil pengukuran sedimen lintas pantai pada bulan Juli 2009 diperoleh volume rata-rata 0,2714 ml/jam/m2 ke lepas pantai sedangkan sedimen yang ke tepi pantai diprediksi dengan volume rata-rata 0,3167 ml/jam/m2. Sedangkan pen-gukuran pada bulan November 2009 diperoleh volume rata-rata 0,55 ml/jam/m2 ke lepas pantai, sedangkan ke pantai diprediksi dengan volume rata-rata 0,5833 ml/jam/m2.

    Full Tema2.indb 199 24/10/2011 11:49:30

  • 200

    saran1. Diharapkan penelitian selanjutnya pengambilan data sedimen secara propors-

    ional dilakukan pada bulan-bulan dengan curah hujan tinggi dan curah hujan rendah, sehingga data yang diperoleh representatip.

    2. Hasil yang diperoleh dari pengukuran sebaiknya dibuat untuk simulasi model numerik.

    3. Penilitan ini dilaksanakan sebelum adanya revitalisasi Pantai Losari.

    daFtaR pUstaKaArifin H. Abd. Majid, 2005. Dampak Sedimentasi Sungai Jeneberang Terhadap

    Kelancaran Transportasi Laut. Tesis tidak diterbitkan, Makassar, Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

    Bambang Triadmojo, 1990. Teknik pantai. Beta Offset, Yogyakarta.Bonnefille, R. 1980. Cours dHydraulique Maritime. Massa, Paris

    CERC. 1984. Shore Protection Manual. US Army Coastal Engineering Research Center, Washington (SPM, 1984)

    Kushari. 2004. Model Perubahan Topografi Dasar Laut Akibat Pengaruh Gelombang dan Arus Dekat Pantai Tanjung Bunga Makassar Prov. Sulawesi Selatan, Teknik Sipil Program Pasca Sarjana Unhas.

    Mehta, A.J. 1984. Caracterization of cochesifs Sedimen Properties and Transport Processor in Estuasries, Bab 15 dari Estaurine Cohesive Sedimen Dynamik

    Sakka, 1996. Angkutan Sedimen Muatan Alas dan Muatan Layang Sepanjang Mintakat.PSL Unhas.

    Sakka, Suriamiharja. D.A, Amiruddin. 1997. Model Selebaran Muntahan Bahan Terlarut dan Tersuspensi dari Suatu Muara Sungai ke Perairan Pantai. Proseding Seminar Kelautan LIPI. Unhas Ambon, h. 340-346

    Soetanto.S.1987. Study Literatur Mengenai Angkutan Sedimen. Fakultas Teknik Universitas Kristen Petra.

    Suriamiharja. D.A,1999. Monitoring Angkutan Sedimen Alas dan Beban Layang pada Alur Sungai Jeneberang. Proyek RPL Dam Bili-Bili oleh Fakultas Teknik Geofisika Unhas. Makassar

    Suriamiharja. DA, dkk. 2004. Pembangunan Tanjung Bunga pada Ekosistem Perairan Pantai.Disampaikan pada seminar ilmiah Biologi Indonesia tanggal 12 April.

    Triatdmojo, B. 1999. Teknik Pantai.Beta Offset, Yogyakarta.Wiegel, R.L 1964. Oceanographical Engineering, Prentice-Hall. Inc/Englewood

    Cliffs, N.J

    Full Tema2.indb 200 24/10/2011 11:49:30

  • 201

    tRansmisi dan ReFleKsi GelombanG pada pemecah GelombanG ambanG Rendah Ganda

    tUmpUKan batU

    bambang surendro1), nur yuwono2), suseno darsono3)1) Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang

    Email : [email protected]) Guru Besar pada Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM, Jogjakarta

    Email : [email protected]) Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang

    Email : sdarsonohotmail.com

    intisaRiPerlindungan pantai yang pengembangannya dititikberatkan untuk wisata, perencanaan perlindungannya selain bertujuan untuk menjaga kerusakan pantai juga perlu dipikirkan tentang keaslian dan keindahan daerah pantai. Bangunan pelindung pantai yang dapat memenuhi tujuan tersebut diantaranya adalah pemecah gelombang ambang rendah (sumerged breakwater). Beberapa kelebihan/ keuntungan penggunaan pemecah gelombang ambang rendah (sumerged breakwater) sebagai berikut : 1) tidak mengganggu keindahan pantai, 2) karena konstruksi di bawah muka air, maka apabila ada gelombang datang sebagian energi gelombang terserap, sebagian akan direfleksikan, dan sebagian yang lain akan ditransmisikan, sehingga di pantai masih terjadi gelombang. 3) pemecah gelombang ambang rendah tu