pit dan fisssure sealent

34
2.1 Pit dan Fisura Pit adalah titik terdalam berada pada pertemuan antar beberapa groove atau akhir dari groove. Istilah pit sering berkaitan dengan fisura. Fisura adalah garis berupa celah yang dalam pada permukaan gigi (Russel C.Wheeler, 1974). Macam pit dan fisura bervariasi bentuk dan kedalamannya, dapat berupa tipe U (terbuka cukup lebar); tipe V (terbuka, namun sempit); tipe I (bentuk seperti leher botol). Bentuk pit dan fisura bentuk U cenderung dangkal, lebar sehingga mudah dibersihkan dan lebih tahan karies. Sedangkan bentuk pit dan fisura bentuk V atau I cenderung dalam, sempit dan berkelok sehingga lebih rentan karies. Bentukan ini mengakibatkan penumpukan plak, mikroorganisme dan debris. Morfologi permukaan oklusal gigi bervariasi berbagai individu. Pada umumnya bentuk oklusal pada premolar nampak dengan tiga atau empat pit. Pada molar biasanya terdapat sepuluh pit terpisah dengan fisura tambahan (M. John hick dalam J.R Pinkham, 1994: 454). 2.2 Histopatologi Karies pada Pit dan Fisura Permukaan oklusal gigi posterior merupakan daerah yang paling rawan untuk terjadinya karies. Bentuk anatiomis gigi ini yang memungkinkan terjadinya retensi 1

Upload: naayloviana

Post on 12-Apr-2016

47 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

IKGP

TRANSCRIPT

Page 1: Pit Dan Fisssure Sealent

2.1 Pit dan Fisura

Pit adalah titik terdalam berada pada pertemuan antar beberapa groove

atau akhir dari groove. Istilah pit sering berkaitan dengan fisura. Fisura adalah

garis berupa celah yang dalam pada permukaan gigi (Russel C.Wheeler, 1974).

Macam pit dan fisura bervariasi bentuk dan kedalamannya, dapat berupa tipe U

(terbuka cukup lebar); tipe V (terbuka, namun sempit); tipe I (bentuk seperti leher

botol).

Bentuk pit dan fisura bentuk U cenderung dangkal, lebar sehingga mudah

dibersihkan dan lebih tahan karies. Sedangkan bentuk pit dan fisura bentuk V atau

I cenderung dalam, sempit dan berkelok sehingga lebih rentan karies. Bentukan

ini mengakibatkan penumpukan plak, mikroorganisme dan debris.

Morfologi permukaan oklusal gigi bervariasi berbagai individu. Pada

umumnya bentuk oklusal pada premolar nampak dengan tiga atau empat pit. Pada

molar biasanya terdapat sepuluh pit terpisah dengan fisura tambahan (M. John

hick dalam J.R Pinkham, 1994: 454).

2.2 Histopatologi Karies pada Pit dan Fisura

Permukaan oklusal gigi posterior merupakan daerah yang paling rawan

untuk terjadinya karies. Bentuk anatiomis gigi ini yang memungkinkan terjadinya

retensi dan maturasi plak. Aktivitas bakteri dalam plak berakibat terjadinya

fluktuasi pH. Kondisi naiknya pH memberikan keuntungan terjadinya

penambahan mineral (remineralisasi) gigi, sedangkan turunnya pH akan berakibat

hilangnya mineral gigi. Kehilangan mineral ini merupakan suatu proses

demineralisasi jaringan keras yang menjadi tanda dan gejala sebuah penyakit (Sari

Kervanto, 2009: 9).

Gejala dini suatu karies enamel yang terlihat secra makroskopik adalah

berupa bercak putih. Bercak ini memiliki warna yang tampak sangat berbeda

dengan enamel sekitarnya yang masih sehat. Kadang-kadang lesi akan tampak

berwarna coklat disebabkan oleh materi di sekelilingnya yang terserap ke dalam

1

Page 2: Pit Dan Fisssure Sealent

pori-porinya. Baik bercak putih maupun bercak coklat bisa bertahan tahunan

lamanya (Edwina A.M. Kidd, 1992:19).

Istilah karies fisura menggambarkan adanya karies pada pit dan fisura.

Karies berawal dari dinding-dinding fisura. Karies ini membesar ukurannya dan

menyatu pada dasar fisura. Karies enamel akan melebar kearah dentin dibawahnya

sesuai dengan arah prisma enamelnya. Arah perkembangan karies ke lateral

sehingga terbentuk karies yang menggaung (Edwina A.M. Kidd, 1992:25).

Awal pembentukan karies dimulai dari fisura, yaitu bagian terdalam dan

bagian paling dasar dari permukaan gigi. Kemudian karies berlanjut ke arah

lateral dinding fisura dan lereng cusp (M. John hick dalam J.R Pinkham, 1994:

454).

Enamel pada dasar fisura merupakan daerah yang terkena karies paling

awal, karies akan menyebar sepanjang enamel, kemudian karies berlanjut hingga

dentinoenamel junction. Bila dentin terkena karies, maka perkembangan karies

menjadi lebih cepat dibandingkan saat enamel terkena lesi. Pada kavitas fisura

terjadi kehilangan mineral dan struktur pendukung dari enamel dan dentin,

sehingga secara klinis nampak karies (M. John Hick dalam J.R Pinkham, 1994:

455).

Karies secara histologi dibagi dalam zona-zona berdasarkan pemeriksaan

dengan mikroskop cahaya,

Zone 1: Zona Translusen

Zona ini tidak terlihat disemua lesi, tetapi jika ada akan terletak pada

bagian depan dan merupakan daerah perubahan awal dari gambaran normal. Zona

ini tampak tidak berstruktur, translusen berbatasan dengan zona gelap di daerah

permukaan dan enamel normal di bawahnya. Dibandingkan dengan enamel

normal, zone ini lebih porus dikarenakan proses demineralisasi.

Zona 2: Zona Gelap

Zona gelap merupakan daerah kedua dari perubahan email normal berada

tepat di atas zona translusen. Zona gelap lebih porus daripada zona translusen.

Pada zona gelap ini terdapat pori-pori kecil. Pori-pori ini merupakan daerah

penyembuhan temapat mineral telah didepositkan kembali.

2

Page 3: Pit Dan Fisssure Sealent

Zona 3: Badan Lesi

Zona ini merupakan daerah yang terbesar. Zona ini terletak di atas zona

gelap dan di bagian dalam permukaan karies. Daerah ini berwarna lebih gelap

karena adanya molekul air yang memasuki pori-pori jaringan dimana indeks

refraksi air berbeda dengan enamel. Volume pori-pori area ini sekitar 5% di

pinggir dan makin membesar ke pusatnya hingga 25%.

Zona 4: Zona Permukaan

Zona ini terlihat paling jelas. Volume pori-pori zona permukaan ini

berkisar 1% tapi jika karies terus berkembang maka area ini akhirnya akan hancur

dan terbentuklah kavitas. Lapisan permukaan yang relatif tidak terserang ini

berhubungan dengan sifat-sifat enamel yang mempunyai derajat remineralisasi

tinggi, kandungan fluor yang banyak, dan kemungkinan jumlah protein yang tidak

larut lebih besar disbanding dengan lapisan di bawahnya (Edwina A.M. Kidd,

1992:21-4).

Setelah enamel terkena karies, diperlukan waktu sekitar 3-4 tahun karies

berkembang hingga mencapai dentin. Perkembangan karies secara klinis

terdeteksi tergantung hilangnya ketebalan enamel dan bentukan morfologis pit dan

fisura (M. John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 456).

2.3 Perawatan Pit dan Fisura

Menurut M. John Hick (dalam J.R Pinkham, 1994: 456), sejumlah pilihan

perawatan bagi para dokter gigi dalam merawat pit dan fisura, meliputi:

a. Melalui pengamatan (observasi), menjaga oral higiene, dan pemberian

fluor

b. Pemberian sealant

Upaya pencegahan terjadinya karies permukaan gigi telah dilakukan

melalui fluoridasi air minum, aplikasi topikal fluor selama perkembangan enamel,

dan program plak kontrol. Namun tindakan ini tidak sepenuhnya efektif

menurunkan insiden karies pada pit dan fisura, dikarenakan adanya sisi anatomi

gigi yang sempit (Robert G.Craig:1979: 29).

3

Page 4: Pit Dan Fisssure Sealent

Pemberian fluor secara topikal dan sistemik, tidak banyak berpengaruh

terhadap insidensi karies pit dan fisura. Hal ini karena pit dan fisura merupakan

daerah cekungan yang dalam dan sempit. Fluor yang telah diberikan tidak cukup

kuat untuk mencegah karies. (R.J Andlaw, 1992: 58). Pemberian fluor ini terbukti

efektif bila diberikan pada permukaan gigi yang halus, dengan pit dan fisura

minimal (M. John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 455).

Upaya lain dalam pencegahan karies pit dan fisura telah dilakukan pada

ujicoba klinis pada tahun 1965 melalui penggunaan sealant pada pit dan fisura.

Tujuan sealant pada pit dan fisura adalah agar sealant berpenetrasi dan menutup

semua celah, pit dan fisura pada permukaan oklusal baik gigi sulung maupun

permanent. Area tersebut diduga menjadi tempat awal terjadinya karies dan sulit

dilakukan pembersihan secara mekanis (Robert G.Craig :1979: 29).

Indikasi pemberian sealant pada pit dan fisura adalah sebagai berikut:

a. Dalam, pit dan fisura retentif

b. Pit dan fisura dengan dekalsifikasi minimal

c. Karies pada pit dan fisura atau restorasi pada gigi sulung atau permanen

lainnya

d. Tidak adanya karies interproximal

e. Memungkinkan isolasi adekuat terhadap kontaminasi saliva

f. Umur gigi erupsi kurang dari 4 tahun.

Sedangkan kontraindikasi pemberian sealant pada pit dan fisura adalah

a. Self cleansing yang baik pada pit dan fisura

b. Terdapat tanda klinis maupun radiografis adanya karies interproximal

yang memerlukan perawatan

c. Banyaknya karies interproximal dan restorasi

d. Gigi erupsi hanya sebagian dan tidak memungkinkan isolasi dari

kontaminasi saliva

e. Umur erupsi gigi lebih dari 4 tahun.

(M. John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 459-61)

Pertimbangan lain dalam pemberian sealant juga sebaiknya diperhatikan.

Umur anak berkaitan dengan waktu awal erupsi gigi-gigi tersebut. Umur 3-4

4

Page 5: Pit Dan Fisssure Sealent

tahun merupakan waktu yang berharga untuk pemberian sealant pada geligi susu;

umur 6-7 tahun merupakan saat erupsi gigi permanen molar pertama; umur 11-13

tahun merupakan saatnya molar kedua dan premolar erupsi. Sealant segera dapat

diletakkan pada gigi tersebut secepatnya. Sealant juga seharusnya diberikan pada

gigi dewasa bila terbukti banyak konsumsi gula berlebih atau karena efek obat dan

radiasi yang mengakibatkan xerostomia (Norman O. Harris, 1999: 245-6).

2.4 Etsa Asam

Sejak tahun 1950-an sejumlah laboratorium dan klinik mempelajari tipe

asam, konsentrasi asam, dan lama pengetsaan yang bisa memberikan perlekatan

optimal bahan bonding dengan kehilangan minimal pada permukaan enamel.

Asam fosfor dengan konsentrasi 35-40% dengan aplikasi selama 15-20 detik

untuk gigi permanen dan gigi sulung telah memberikan perlekatan yang bagus,

dengan kehilangan minimal pada permukaan enamel.

Etsa asam pada permukaan enamel menghasilkan sejumlah porositas.

Dengan adanya porositas ini, maka bahan sealant masuk ke dalam porositas yang

telah dibuat. Dengan demikian terjadi retensi mekanis antara enamel yang dietsa

dengan bahan sealant (M. John hick dalam J.R Pinkham, 1994: 470).

Aplikasi asam fosfor selama satu menit menghilangkan kira-kira 10

milimikron email permukaan dan etsa permukaan dibawahnya sampai kedalaman

20 milimikron. Etsa menghasilkan kedalaman 20 milimikron. Etsa menghasilkan

lapisan porus sehingga resin dapat mengalir masuk; porositas ini memberikan

permukaan retensi mekanis yang sangat baik (R.J Andlaw, 1992: 58).

Menurut Carline Paarmann (1991), pemberian etsa asam fosfor selama

satu menit dapat menghilangkan mineral permukaan gigi dengan kedalaman 15-25

milimikron. Dan secara klinis warna nampak pudar, putih seperti kapur atau

seperti warna es. Hasil etsa berupa resin tag yang berperan penting dalam retensi

dan keberhasilan aplikasi sealant.

Tahapan penting dalam aplikasi sealant adalah pada saat pengetsaan

dilakukan. Bila saliva dibiarkan kontak dengan bahan etsa, maka proses etsa akan

terhambat. Karena adanya kontak dengan saliva, proses remineralisasi gigi segera

5

Page 6: Pit Dan Fisssure Sealent

terjadi. Bila kontak saliva terjadi, maka etsa ulang dilakukan selama 20-30 detik.

Bahan etsa yang digunakan adalah asam fosfor dengan konsentrasi 35-37% dan

dilakukan aplikasi selama 30-60 detik.

Dentin kondisioner merupakan bahan yang digunakan untuk

meningkatkan perlekatan bahan glass ionomer dan dentin, dengan cara

menghilangkan smear layer dentin. Bahan yang biasanya digunakan adalah asam

poliakrilat 10 % yang diaplikasikan selama 20 detik (Carline Paarmann, 1991:14).

Bahan material sealant tidak hanya secara sederhana melekat di atas

permukaan enamel, tetapi melalui penetrasi bahan ke dalam mikroporositas yang

terbentuk selama proses pengetsaan. Infiltrasi etsa pada enamel menghasilkan

bentukan resin tag dimana menyediakan retensi mekanis bahan sealant. Resin tag

yang terbentuk selama pengetsaan memiliki kedalaman 25-50 mikrometer.

Resin tag mempunyai sejumlah fungsi. Resin tag menyediakan retensi

mekanis bagi bahan sealant. Bis-GMA adalah bahan material sealant yang tidak

larut asam dan menyediakan proteksi terhadap adanya pembentukan karies selama

adanya ikatan resin dan enamel. Ikatan resin dan enamel merupakan barier

terhadap kolonisasi bakteri, menutupi fisura dan menghalangi terjebaknya sisa

makanan ke dalam fisura (M. John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 471-2).

2.5 Bahan Penutup Pit dan Fisura

Terdapat beberapa bentukan pit dan fisura, seperti telah dijelaskan

sebelumnya. Bahan sealant yang ada diaplikasikan untuk menutupi bentukan

anatomi tersebut, guna mencegah masuknya bakteri, food debris ke dalam pit dan

fisura (Carline Paarmann, 1991:10).

Pencegahan karies pada permukaan gigi terutama, pit dan fisura perlu

perhatian khusus. Hal ini dikarenakan bagian ini merupakan daerah yang paling

rentan karies. Prevalensi karies oklusal pada anak-anak terbanyak ditemukan pada

permukaan pit dan fisura. Area ini sering tidak terjangkau oleh bulu sikat gigi.

Molar pertama merupakan gigi permanen yang memiliki waktu terlama berada

dalam rongga mulut.

6

Page 7: Pit Dan Fisssure Sealent

Sealant diaplikasikan pada pit dan fisura guna menutup dan melindungi

dari karies. Bahan sealant dibedakan menurut bahan dasar yang digunakan,

metode polimerisasi, dan ada tidaknya kandungan fluoride. Meskipun kebanyakan

sealant di pasaran, bahan sealant berbahan dasar dan memiliki komposisi kimia

sama, namun hal ini penting guna mengetahui keefektifan dan kemampuan retensi

masing-masing bahan tersebut.

Kemampuan sealant untuk melepaskan fluoride, pada permukaan pit dan

fisura akan memberikan keuntungan tersendiri pada bahan sealant semen ionomer.

Semen ionomer disarankan sebagai bahan ideal untuk menutup pit dan fisura

karena memiliki kemampuan melepas fluoride dan melekat pada enamel

(Subramaniam, 2008).

2.6 Bahan Sealant Berbasis Resin

a. Bahan matriks resin

Bahan matriksnya adalah bisfenol A-glisidil metakrilat (bis-GMA), suatu

resin dimetakrilat. Karena bis-GMA memiliki berat molekul yang lebih tinggi dari

metal metakrilat, kepadatan gugus metakrilat berikatan ganda adalah lebih rendah

dalam monomer bis-GMA, suatu faktor yang mengurangi pengerutan

polimerisasi. Penggunaan dimetakrilat juga menyebabkan bertambahnya ikatan

silang dan perbaikan sifat polimer (Kenneth J Anusavice, 2004: 230).

Bis-GMA, urethane dimetrakilat (UEDMA), dan trietil glikol dimetakrilat

(TEGDMA) adalah dimetakrilat yang umum digunakan dalam komposit gigi.

Monomer dengan berat molekul tinggi, khususnya bis-GMA amatlah kental pada

temperature ruang. Penggunaan monomer pengental penting untuk memperoleh

tingkat pengisi yang tinggi dan menghasilkan konsistensi pasta yang dapat

digunakan secara klinis. Pengencer bisa berupa monomer metakrilat dan monomer

dimetakrilat (Kenneth J Anusavice, 2004: 230).

Kebanyakan bahan resin saat ini menggunakan molekul bis-GMA, yang

merupakan monomer dimetakrilat yang disintesis oleh reaksi antara bisfenol-A

dan glisidil metakrilat. Reaksi ini dikatalisasi melalui sistem amine-peroksida

(Lloyd Baum, 1997: 254).

7

Page 8: Pit Dan Fisssure Sealent

b. Partikel bahan pengisi

Dimasukkannya partikel bahan pengisi ke dalam suatu matriks secara

nyata meningkatkan sifat bahan matriks bila partikel pengisi benar-benar

berikatan dengan matriks. Penyerapan air dan koefisiensi termal dari komposit

juga lebih kecil dibandingkan dengan resin tanpa bahan pengisi. Sifat mekanis

seperti kekuatan kompresi, kekuatan tarik, dan modulus elastis membaik, begitu

juga ketahanan aus. Semua perbaikan ini terjadi dengan peningkatan volume

fraksi bahan pengisi (Kenneth J Anusavice, 2004: 230-1).

Bis-GMA saat ini merupakan matriks resin pilihan sebagai bahan sealant.

Bisa dengan atau tanpa bahan pengisi. Penambahan bahan pengisi meliputi serpih

kaca mikroskopis, partikel quartz dan bahan pengisi lainnya. Bahan ini membuat

sealant lebih tahan terhadap abrasi (Norman O. Harris, 1999: 246).

Bahan yang digunakan bahan pengisi makro adalah partikel-partikel halus

dari komponen silika, cristalin quartz, atau silikat glass boron. Quartz telah

digunakan secara luas sebagai bahan pengisi. Quartz memiliki keunggulan sebagai

bahan kimia yang kuat. Sementara sifat radiopak bahan pengisi disebabkan oleh

sejumlah kaca dan porselen yang mengandung logam berat seperti barium,

strontium dan zirconium. Penambahan bahan pengisi mengurangi pengerutan

pada saat polimerisasi dan menambah kekerasan (Lloyd Baum, 1997: 254).

c. Bahan coupling

Bahan pengisi sangatlah penting berikatan dengan matriks resin. Hal ini

memungkinkan matriks polimer lebih fleksibel dalam meneruskan tekanan ke

partikel yang lebih kaku. Ikatan antara 2 fase komposit diperoleh dengan bahan

coupling. Aplikasi bahan coupling yang tepat dapat meningkatan sifat mekanis

dan fisik serta memberikan kestabilan hidrolitik dengan mencegah air menembus

sepanjang antar bahan pengisi dan resin. γ-metakriloksipropiltrimetoksi silane

adalah bahan yang sering digunakan sebagai bahan coupling (Kenneth J

Anusavice, 2004: 230-1).

d. Penghambat

Untuk mencegah polimerisasi spontan dari monomer, bahan penghambat

ditambahkan pada sistem resin. Penghambat ini mempunyai potensi reaksi kuat

8

Page 9: Pit Dan Fisssure Sealent

dengan radikal bebas. Bila radikal bebas telah terbentuk, bahan penghambat akan

bereaksi dengan radikal bebas kemudian menghambat perpanjangan rantai dengan

mengakhiri kemampuan radikal bebas untuk mengawali proses polimerisasi.

Bahan penghambat yang umum digunakan adalah butylated hydroxytoluene

(Kenneth J. Anusavice, 2004: 232).

e. Sifat bahan resin

Secara umum resin memiliki sifat mekanis yang baik, kelarutan bahan

resin sangat rendah. Sifat termis bahan resin sebagai isolator termis yang baik.

Bahan resin memiliki koefisien termal yang tinggi. Kebanyakan resin bersifat

radiopaque (E.C Combe, 1992: 176-7).

Resin memiliki karakteristik warna yang dapat disesuaikan dengan

kebutuhan perawatan. Sifat mekanis yang baik sehingga dapat digunakan pada

gigi dengan beban kunyah besar. Terjadinya pengerutan selama proses

polimerisasi yang tinggi menyebabkan kelemahan klinis dan sering menyebabkan

kegagalan. Kebocoran tepi akibat pengerutan dalam proses polimerisasi dapat

menyebabkan karies sekunder. Pemolesan bahan harus bagus karena kekasaran

pada permukaan komposit dapat dijadikan tempat menempelnya plak (Kenneth J

Anusavice, 2004: 247).

f. Indikasi fisure sealant berbasis resin

Penggunaan sealant berbasis resin digukanan pada hal berikut:

a. Digunakan pada geligi permanen

b. Kekuatan kunyah besar

c. Insidensi karies relatif rendah

d. Gigi sudah erupsi sempurna

e. Area bebas kontaminasi atau mudah dikontrol

f. Pasien kooperatif, karena banyaknya tahapan yang membutuhkan waktu

lebih lama.

2.7 Pengerasan Sealant Berbasis Resin

Terdapat dua tipe bis-GMA yaitu yang mengalami polimerisasi setelah

pencampuran komponen katalis dan yang mengalami polimerisasi hanya setelah

9

Page 10: Pit Dan Fisssure Sealent

sumber sinar yang sesuai. Sampai sekarang sinar ultraviolet (panjang gelombang

365 nm) telah digunakan, tetapi telah banyak digantikan oleh sinar tampak (biru)

dengan panjang gelombang 430-490 nm (R.J Andlaw, 1992: 58).

2.7.1 Pengerasan Sealant Berbasis Resin secara Otomatis

Proses ini kadang disebut dengan cold curing, chemical curing, atau self

curing. Bahan yang dipasok dalam 2 pasta, satu mengandung inisiator benzoil

peroksida dan lainnya mengandung amin tersier. Bila kedua pasta diaduk, amin

bereaksi dengan benzoil peroksida untuk membentuk radikal bebas dan

polimerisasi tambahan dimulai (Kenneth J. Anusavice, 2004: 232).

Sealant bis-GMA dipolimerisasi oleh bahan amina organik akselerator

yang terdiri atas dua sistem komponen. Komponen pertama berisi bis-GMA tipe

monomer dan inisiator benzoil peroksida, dan komponen kedua berisi tipe

monomer bis-GMA dengan akselerator 5% amina organik. Monomer bis-GMA

dilarutkan dengan monomer metal metakrilat. Sebuah bahan sealant komersil

berisi pigmen putih, dimana mengandung 40% bahan partikel quartz dengan

diameter rata-rata 2 mikrometer. Kedua komponen tadi bercampur sebelum

diaplikasikan ke gigi dan berpolimerisasi ikatan silang sebagai reaksi sederhana

(Norman O.Harris, 1979: 30)

Pada bahan ini operator tidak memiliki kemampuan mengendalikan waktu

kerja setelah bahan diaduk. Jadi pembentukan kontur restorasi harus diselesaikan

begitu tahap inisiasi selesai. Jadi proses polimerisasi terus-menerus terganggu

sampai operator telah menyelesaikan proses pembentukan kontur restorasi

(Kenneth J. Anusavice, 2004: 235).

2.7.2 Pengerasan Sealant Berbasis Resin dengan Sinar

Radikal bebas pemula reaksi polimerisasi terdiri atas foto-inisiator dan

activator amin terdapat dalam satu pasta. Bila tidak terkena sinar, maka kedua

komponen tersebut tidak bereaksi. Pemaparan terhadap sinar dengan panjang

gelombang yang tepat (468 nm) merangsang fotoinisiator berinteraksi dengan

amin untuk membentuk radikal bebas yang mengawali polimerisasi tambahan.

10

Page 11: Pit Dan Fisssure Sealent

Foto-inisiator yang digunakan adalah camphoroquinone. Sumber sinar

modern biasanya berasal dari bohlam tungsten halogen melalui suatu filter sinar

ultra merah dan spectrum sinar tampak dengan panjang gelombang 500 nm

(Gambar10). Waktu polimerisasi sekitar 20-60 detik. Untuk mengimbangi

penurunan intensitas sinar, waktu pemaparan harus diperpanjang 2 atau 3 kali

(Kenneth J. Anusavice, 2004: 232-5).

Saat ini telah tersedia bahan fissure sealant berbasis resin dalam syringe

yang akan berpolimerisasi setelah diaktivasi dengan sinar (Gambar 9). Sealant bis-

GMA berpolimerisasi dengan sinar ultraviolet (340-400 nm) adalah satu sistem

tanpa diperlukan adanya pencampuran. Tiga bahan kental monomer bis-GMA

dilarutkan dengan 1 bagian monomer metil metakrilat. Dengan aktivator berupa

2% benzoin metil eter (Robert G. Craig, 1979: 30).

2.8 Teknik Aplikasi Fissure Sealant Berbasis Resin

2.8.1 Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure

sealant menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)

Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:

a. Memiliki kemampuan abrasif ringan

b. Tanpa ada pencampur bahan perasa

c. Tidak mengandung minyak

d. Tidak mengandung Fluor

e. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain

f. Memiliki kemampuan poles yang bagus

2.8.2 Pembilasan dengan air

Syarat air:

a. Air bersih

b. Air tidak mengandung mineral

c. Air tidak mengandung bahan kontaminan

2.8.3 Isolasi gigi

Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam

2.8.4 Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.

Syarat udara :

11

Page 12: Pit Dan Fisssure Sealent

a. Udara harus kering

b. Udara tidak membawa air (tidak lembab)

c. Udara tidak mengandung minyak

d. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan

langsung ke permukaan gigi.

2.8.4 Lakukan pengetsaan pada permukaan gigi

a. Lama etsa tergantung petunjuk pabrik

b. Jika jenis etsa yang digunakan adalah gel, maka etsa bentuk gel tersebut

harus dipertahankan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa

telah cukup.

c. Jika jenis etsa yang digunakan adalah berbentuk cair, maka etsa bentuk

cair tersebut harus terus-menerus diberikan pada permukaan gigi yang

dietsa hingga waktu etsa telah cukup.

2.8.5 Pembilasan dengan air selama 60 detik

Syarat air sama dengan point 2.

2.8.6 Pengeringan dengan udara setelah pengetsaan permukaan pit dan fisura

a. Syarat udara sama dengan point 3.

b. Cek keberhasilan pengetsaan dengan mengeringkannya dengan udara,

permukaan yang teretsa akan tampak lebih putih

c. Jika tidak berhasil, ulangi proses etsa

d. Letakkan cotton roll baru, dan keringkan

e. Keringkan dengan udara selama 20-30 detik

2.8.7 Aplikasi bahan sealant

a. Self curing: campurkan kedua bagian komponen bahan, polimerisasi akan

terjadi selama 60-90 detik.

b. Light curing: aplikasi dengan alat pabrikan (semacam syringe), aplikasi

penyinaran pada bahan, polimerisasi akan terjadi dalam 20-30 detik.

2.8.8 Evaluasi permukaan oklusal

a. Cek oklusi dengan articulating paper

b. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)

(Donna Lesser, 2001)

12

Page 13: Pit Dan Fisssure Sealent

2.9 Bahan Sealant Semen Ionomer Kaca

Semen ionomer kaca adalah nama generik dari sekelompok bahan yang

menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini

mendapatkan namanya dari formulanya yaitu suatu bubuk kaca dan asam ionomer

yang mengandung gugus karboksil. Juga disebut sebagai semen polialkenoat.

Bahan dalam semen ionomer kaca terdiri atas bubuk dan cairan.

a. Bubuk semen ionomer kaca

Bubuk adalah kaca kalsium fluoroaluminosilikat yang larut dalam asam.

Komposisi dari bubuk semen ionomer kaca adalah silica, alumina, aluminium

fluoride, calsium fluoride, sodium fluoride, dan aluminium phosphate. Bahan-

bahan mentah digabung sehingga membentuk kaca yang seragam dengan

memanaskannya samapi temperature 1100-1500 ºC. Lanthanum, strontium,

barium, atau oksida seng ditambahkan untuk menimbulkan sifat radiopak

(Kenneth J. Anusavice, 2004: 449).

b. Cairan semen ionomer kaca

Cairan yang digunakan untuk semen ini adalah larutan asam poliakrilat

dengan konsentrasi 50%. Cairannya cukup kental dan cenderung membentuk gel

setelah beberapa waktu. Pada sebagian besar semen, asam poliakrilat dalam cairan

adalah dalam bentuk kopolimer dengan asam itikonik, maleik atau trikarbalik.

Asam-asam ini cenderung menambah reaktivitas dari cairan, mengurangi

kekentalan, dan mengurangi kecenderungan membentuk gel. Selain itu,

memperbaiki karakteristik manipulasi dan meningkatkan waktu kerja dan

memperpendek waktu pengerasan (Lloyd Baum, 1997: 254).

c. Pengerasan

Ketika bubuk dan cairan dicampur untuk membentuk suatu pasta (gambar

2), permukan partikel kaca akan terpajan asam. Ion-ion kalsium, aluminium,

natrium dan fluorin dilepaskan ke dalam media yang bersifat cair. Rantai asam

poliakrilat akan berikatan silang dengan ion-ion kalsium dan membentuk masa

yang padat.

13

Page 14: Pit Dan Fisssure Sealent

Selama 24 jam berikutnya, terbentuk fase baru dimana ion-ion aluminium

menjadi terikat dalam campuran semen. Ini membuat semen menjadi lebih kaku.

Ion natrium dan fluorin tidak berperan serta di dalam ikatan silang dari semen.

Beberapa ion natrium dapat menngantikan ion-ion hidrogen dari gugus karboksil,

sementara sisanya bergabung dengan ion-ion fluorin membentuk natrium fluoride

yang menyebar merata di dalam semen yang mengeras (Kenneth J. Anusavice,

2004: 451).

Mekanisme pengikatan ionomer kaca dengan struktur gigi belum dapat

diterangkan dengan jelas. Meskipun demikian, perekatan ini diduga terutama

melibatkan proses kelasi dari gugus karboksil dari poliasam dengan kalsium di

kristal apatit pada enamel dan dentin. Ikatan antara semen dengan enamel selalu

lebih besar daripada ikatannya dengan dentin, mungkin karena kandungan

anorganiknya enamel yang lebih banyak dan homogenitasnya lebih besar

(Kenneth J. Anusavice, 2004: 452).

d. Sifat semen ionomer kaca

Semen ini memiliki sifat kekerasan yang baik, namun jauh inferior

dibanding kekerasan bahan resin. Kemampuan adhesi melibatkan proses kelasi

dari gugus karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit enamel dan

dentin. Semen ini memiliki sifat anti karies karena kemampuannya melepaskan

fluor. Dalam proses pengerasan harus dihindarkan dari saliva karena mudah larut

dalam cairan dan menurunkan kemampuan adhesi. Ikatan fisiko kimiawi antara

bahan dan permukaan gigi sangat baik sehingga mengurangi kebocoran tepi

tumpatan (Kenneth J. Anusavice, 2004: 453).

e. Indikasi fisure sealant semen ionomer kaca

Indikasi penggunaan Fissure sealant dengan semen ionomer kaca sebagai berikut:

a. Digunakan pada geligi sulung

b. Kekuatan kunyah relatif tidak besar

c. Pada insidensi karies tinggi

d. Gigi yang belum erupsi sempurna

e. Area yang kontaminasi sulit dihindari

f. Pasien kurang kooperatif

14

Page 15: Pit Dan Fisssure Sealent

2.10 Teknik Aplikasi Fissure Sealant dengan Sealant Semen Ionomer Kaca

2.10.1 Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure

sealant menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)

Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:

a. Memiliki kemampuan abrasif ringan

b. Tanpa ada pencampur bahan perasa

c. Tidak mengandung minyak

d. Tidak mengandung Fluor

e. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain

f. Memiliki kemampuan poles yang bagus

2.10.2 Pembilasan dengan air

Syarat air:

a. Air bersih

b. Air tidak mengandung mineral

c. Air tidak mengandung bahan kontaminan

2.10.3 Isolasi gigi

Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam

2.10.4 Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.

Syarat udara :

a. Udara harus kering

b. Udara tidak membawa air (tidak lembab)

c. Udara tidak mengandung minyak

d. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan

langsung ke permukaan gigi.

2.10.5 Aplikasi bahan dentin kondisioner selama 10-20 detik (tergantung instruksi

pabrik). Hal ini akan menghilangkan plak dan pelikel dan mempersiapkan

semen beradaptasi dengan baik dengan permukaan gigi dan memberikan

perlekatan yang bagus (Gambar 3).

2.10.6 Pembilasan dengan air selama 60 detik

Syarat air sama dengan point 2.

15

Page 16: Pit Dan Fisssure Sealent

2.10.7 Pengeringan dengan udara setelah aplikasi dentin kondisioner permukaan

pit dan fisura dilakukan pembilasan

a. Syarat udara sama dengan point 3.

b. Keringkan dengan udara selama 20-30 detik

2.10.8 Aplikasikan bahan SIK pada pit dan fisura (Gambar 4).

2.10.9 Segera aplikasi bahan varnish setelah aplikasi fissure sealant dilakukan

(Gambar 5).

2.10.10 Evaluasi permukaan oklusal

a. Cek oklusi dengan articulating paper

b. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)

(Departemen Kesehatan North Sidney, 2008)

III. PEMBAHASAN

Sealant pada gigi telah terbukti memiliki keefektifan tinggi dalam

pencegahan karies oleh bahan sealant didasarkan penutupan pit dan fisura

sehingga mikroflora dalam pit dan fisura tdak dapat menjangkau nutrisi yang

dibutuhkan. Retensi adekuat sealant diperlukan untuk menutupi permukaan gigi

terutama pada area yang dalam, pit dan fisura yang tidak teratur, dan aplikasinya

dilakukan pada daerah yang bersih dan kering saat prosedur dilakukan.

Kebanyakan sealant yang tersedia di pasaran adalah berbasis resin.

Pemberian sealant berbasis resin memerlukan teknik khusus dan dipengaruhi

banyak faktor. Seperti kekooperatifan pasien, ketrampilan operator dan

kontaminasi area tindakan. Perlunya etsa pada prosedur sealant resin membuat

sulit dilakukannya etsa pada molar yang erupsinya sebagian (Subramaniam,

2008).

Menurut cara lama, etsa pada gigi sulung dilakukan selama 1 menit dan

1,5 menit pada gigi permanent. Pada studi klinis lain, diperoleh hasil bahwa lama

etsa dengan bahan etsa yang serupa selama 20 detik memiliki kemampuan yang

sama dengan etsa selam 1 dan 1,5 menit. selama 10 detik pada permukaan yang

16

Page 17: Pit Dan Fisssure Sealent

dietsa. Pastikan aliran air benar-benar mengenai bahan etsa dan tidak teserap dulu

oleh cotton roll. Setelah dilakukan aliran air, dilakukan pengeringan dengan

semprot udara untuk menghilangkan air (Norman O. Harris, 1999: 247).

Menghindari kontaminasi saliva selama prosedur sealant sangat penting,

proteksi saliva saat melakukan etsa merupakan kunci sukses dalam perawatan.

Pada umumnya, isolasi dapat dilakukan melalui dua metode yaitu melalui

penggunaan rubber dam dan isolasi dengan cotton roll (M John Hick dalam J.R

Pinkham, 1994: 474).

Bentukan hasil etsa menghasilkan struktur yang memungkinkan

penetrasinya ke dalam enamel dan membentuk ikatan mekanikal yang efektif.

Kerugian dari bahan resin adalah retensi pada struktur gigi hanya tergantung pada

jumlah perlekatan mekanisnya. 15-20 detik pengetsaan memberikan retensi yang

cukup bagi perlekatan sealant.

Beberapa penelitian menunjukkan semen ionomer kaca memiliki

kemampuan mencegah karies, dengan manipulasi lebih mudah, dan aplikasinya

tidak memerlukan proses etsa terlebih dahulu. Semen ionomer kaca lebih

memungkinkan dilakukannya sealant pada kondisi-kondisi sulit. Sulitnya kontrol

terhadap kondisi lembab pada gigi yang belum erupsi sempurna, dan sulitnya

manajemen pasien anak adalah beberapa kesulitan aplikasi sealant. Aplikasi yang

mudah sangat mengurangi waktu tindakan. Bahan yang kompatibel dan

mempunyai koefisien termal yang lebih rendah dari struktur gigi. Keuntungan

glass ionomer lainnya adalah kemudahan penggunaan dalam program

kemasyarakatan karena waktunya cepat dan efektif.

Penambahan warna pada sealant meningkatkan persepsi saat aplikasi dan

saat control berikutnya. Sebagai sealant yang terlihat, memberikan keuntungan

untuk melihat adanya kehilangan sealant. Warna putih lebih estetis dan lebih

diterima pasien.

Pada studi yang dilakukan pada aplikasi berbahan resin setelah 1 tahun

diperoleh 14,6% retensi utuh, 39,9% retensi sebagian, dan 46% sealant telah

hilang. HampIr setengah apliaksi sealant pada anak-anak menghilang.

Pertimbangan kegagalan sealant resin mungkin karena buruknya teknik

17

Page 18: Pit Dan Fisssure Sealent

penempatan, control kelembaban, tidak adekuatnya saat pembersihan dan

pengeringan.

Pada studi yang sama, sealant dilakukan dengan semen ionomer kaca

diperoleh hasil 13,1% retensi utuh, 49% retensi sebagian dan 37,9% retensi selant

telah hilang. Lebih dari setengah aplikasi sealant pada anak-anak menghilang.

Kegagalan retensi semen ionomer kaca dikarenakan jeleknya retensi bahan

sealant. Semen ionomer kaca tidak melekat adekuat pada gigi. Mungkin kontak

dengan saliva sebelum proses setting glass ionomer mengakibatkan degenerasi

bahan sealant dan kehilangan awal bahan sealant tersebut.

Pemberian sealant pada awal-awal erupsi memerlukan frekuensi lebih

sering untuk reaplikasi ulang pemberian fissure sealant. Resin melekat pada

enamel melalui etsa asam yang menyediakan perlekatan mekanis yang lebih kuat

dibandingkan perlekatan pada semen ionomer kaca. Dengan alasan ini, semen

ionomer kaca sebagai fissure sealant sering tidak berhasil diletakkan pada fisura

yang tidak dalam. Bagaimanapun aplikasinya, dengan segera akan hilang oleh

abrasi atau erosi.

Efek pencegahan karies dari sealant semen ionomer kaca tergantung pada

retensi dan kemampuan melepaskan fluoridenya. Fluoride yang dilepaskan

mencegah perkembangan karies setelah bahan sealant nampak menghilang. Secara

mikroskopis, kemampuan ion fluoride yang menyebar pada enamel memberikan

daya tahan terhadap proses demineralisasi (Subramaniam, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Andlaw, RJ and Rock. 1992. Perawatan Gigi Anak. Alih bahasa: Agus Djaya dari A Manual of Pedodontics. Jakarta: EGC

Anusavice, Kenneth J. 1994. Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta: EGCBaum, Lloyd. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Alih bahasa oleh Prof. Dr.

drg Rasinta Tarigan. Jakarta: EGCCombe, E.C. 1992. Sari Dental Material. Diterjemahkan drg. Slamet Tarigan, MS,

PhD. Jakarta: Balai PustakaCraig, Robert G. 1979. Dental Materials. London: Mosby CompanyDepartement of Health North Sidney. 2008. Pit and Fissure Sealants: Use of in

Oral Health Service NSW. Diakses dari http://www.health.nsw.gov.au/policies/pd/2008/pdf/PD2008_028.pdf

18

Page 19: Pit Dan Fisssure Sealent

pada 8 Juni 2009Ganesh, Mahadevan MDS, et al. 2007. Comparative Evaluation of The Marginal

Sealing Ability of Fuji VII and Concise as Pit and Fissure Sealants. The Journal Contemporary Dental Practice, diakses dari http://www.thejcdp.com/issue033/ganesh/ganesh.pdf pada 8 Juni 2009.

Harris, O Norman. 1999. Primary Preventive Dentistry Fifth Edition. USA: Appleton & Lange

Kervanto, Sari. 2009. Arresting Occlusal Enamel Caries Lesions with Pit and Fisura Sealants. Academic Dissertation Faculty of Medicine, University of Helsinki. Diakses dari https://oa.doria.fi/bitstream/handle/10024/43707/arrestin.pdf?sequence=1 pada 8 Juni 2009

Kidd, Edwina A. M dan Bechal, Sally Joyston.1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Terjemahan Narlan Sumawinata dan Safrida Faruk dari Essential of Dental Caries (1992). Jakarta: EGC

Lesser, Donna, RDH, BS. 2001. An Overview of Dental Sealants. Diakses dari http://www.adha.org/downloads/sup_sealant.pdf pada 8 Juni 2009

Lucas, J, Dr . 2008. Fuji VII Pink or White. Diakses dari http://www.gcasia.info/australia/brochures/pdfs/7704_FUJI%20VII_NEW%20FORMAT.pdf pada 8 Juni 2009

Nunn, J.H. 2000. British Society of Paediatric Dentistry: A Policy Document on Fissure Sealants in Paediatric Dentistry. International Journal of Paediatric Dentistry diakses dari http://www.bspd.co.uk/publication-19.pdf pada 8 Juni 2009

Paarmann, Carline, RDH, MEd. 1991. Application of Pit and Fissure Sealants. Diakses dari http://www.pte.idaho.gov/Forms_Publications/Health/Curriculum/DentalApplicationOfPitAndFissureSealants.pdf pada 6 juni 2009.

Pinkham, J.R. 1994. Pediatryc Dentistry, Infancy Trough Adolescence second edition. Philadelphia: W.B Saunders Co

Subramaniam P. 2008. Retention of Resin Based Sealant and Glass Ionomer used as a Fissure Sealant: a Comparative Study. Jurnal Indian Soc. Pedodontics Prevent Departemen diakses dari http://www.jisppd.com/temp/JIndianSocPedodPrevDent263114-3280171_090641.pdf pada 8 Juni 2009

Walsh, Laurence J, Prof. 2006. Pit and Fissure Sealant: Current Evidence and Concepts. Dental Practice Journal. Diakses dari https://espace.library.uq.edu.au/eserv/UQ:13804/Sealants_2006.pdf pada 8 Juni 2009

Wheeler, Russel C, DDS, FACD. 1974. Dental Anatomy, Physiology and Occlusion. Philadelphia : W.B Saunders Company

19

Page 20: Pit Dan Fisssure Sealent

20

Page 21: Pit Dan Fisssure Sealent

TAHAPAN APLIKASI FISSURE SEALANT BERBASIS SEMEN IONOMER KACA (Gambar 1-6)

(Dr J. Lucas dalam www. gcasia.info, 2008)Gambar 1. Gigi molar yang baru erupsi

setelah dilakukan penyikatan guna

menghilangkan plak dan debris.

Gambar 2. Pencampuran bahan fissure

sealant hingga merata.

Gambar 3. Pemberian kondisioner setelah

gigi dibersihkan dan dikeringkan.

Gambar 4. Aplikasi bahan pada pit dan

fisura.

Gambar 5. Aplikasi bahan varnish segera

setelah aplikasi bahan selesai.

Gambar 6. gigi molar yang telah dilakukan

fissure sealant.

21

Page 22: Pit Dan Fisssure Sealent

TAHAPAN APLIKASI FISSURE SEALANT BERBASIS RESIN (Gambar 7-12)

(Dr. Crist Bryant dalam Donna Lesser, RDH, BS. 2001)Gambar 7. Pit dan fisura pada gigi.

Gambar 8. Gigi molar yang telah dilakukan fissure

sealant dengan fissure sealant berbasis resin.

Gambar 9. Bahan fissure sealant berbasis resin

(light cure).

Gambar 10. Aplikasi sinar tampak untuk

membantu proses polimerisasi fissure sealant

berbasis resin

Gambar 11. Gigi-gigi yang telah dilakukan fissure

sealant berbasis resin berwarna pink sebelum

polimerisasi.

Gambar 12. Gigi-gigi yang telah dilakukan fissure

sealant berbasis resin sewarna gigi setelah

polimerisasi.

22

Page 23: Pit Dan Fisssure Sealent

23