anamnesi1
DESCRIPTION
anamnesisTRANSCRIPT
GAGAL JANTUNG
Septriani Bukang
Nim 102009086
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
E-mail: [email protected]
PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%
wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7
perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di
masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya
terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita
dengan penurunan fungsi jantung.1
Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis
serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda – tanda klinis pada tahap awal penyakit.
Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta
perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup,
penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan
kelangsungan hidup.1
A. Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara antara dokter dengan pasien/penderita atau
keluarganya/orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien, mengenai semua
data info yang berhubungan dengan penyakitnya. Anamnesis terbagi menjadi dua
jenis, yaitu :
Autoanamnesis, yaitu wawancara yang dilakukan antara dokter dan pasiennya secara
langsung, dimana pasien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan
menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien
sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia
rasakan.
Alloanamnesis, yaitu wawancara yang dilakukan antara dokter dan orang yang
mempunyai hubungan dekat dengan pasien, seperti keluarga, pembantu, atau
babysitter, dikarenakan pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit
untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, sehingga perlu orang
lain untuk menceritakan permasalahnnya.
Pada anamnesis ditanya :
- Biodata pasien
- Identitas Pasien.
- Menanyakan kepada pasien : Nama lengkap pasien, umur,tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat, pendidikan,agama, pekerjaan,suku bangsa.
Data yang lain harus ditanyakan kepada pasien dengan jelas.
Keluhan utama.
- Keluhan utama pasien, yaitu keluhan yang menjadi alasan pasien datang ke
dokter. Pada penderita gagal jantung, umumnya keluhan utamanya berupa
kelemahan saat beraktivitas dan sesak nafas
- Keluhan tambahan
Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan utama
dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan
fisik penderita secara PQRST, yaitu :
- P = Provoking incident. Kelemahan fisik terjadi saat melakukan aktivitas
ringan sampai berat sesuai dengan derajat gangguan pada jantung (lihat
klasifikasi jantung)
- Q = Quality of Pain. Seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan
aktivitas yang dirasakan atau digambarkan penderita. Biasanya setiap
beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat atau
otot bantu pernapasan).
- R = Region; radiation, relief. Apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau
mempengaruhi keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disertai
ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
- S = Severity (Scale) of Pain. Kaji tentang kemampuan penderita dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan penderita dalam
beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
- T = Time. Sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas
biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat
beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat
beraktivitas.
Riwayat penyakit dahulu
Pada riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya
pasien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, infark
miokardium, diabetes melitus, dan hiperlipidemia. Tanyakan juga mengenai
obat-obatan yang biasa diminum oleh pasien pada masa yang lalu dan masih
relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diuretik, nitrat,
penghambat beta bloker, dan antihipertensi. Catat adanya efek samping yang
terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali pasien
menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat penyakit keluarga, tanyakan pada pasien tentang penyakit
yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama
pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada
orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko utama
terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Tanyakan mengenai situasi tempat pasien bekerja dan lingkungannya.
Kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya
minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan
tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan
jenis rokok.
Pengkajian Psikososial
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga, pekerjaan, maupun
kesulitan biaya ekonomi. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan
oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa
jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung
dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia atau tampak
kebingungan.
B. Pemeriksaan
- Fisik
a. Menilai kesadaran umum pasien: kompos mentis (sadar sepenuhnya), apatis
(pasien tampak segan, acuh tak acuh terhadap lingkunganya), delirium
(penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik, dan siklus tidur bangun yang
terganggu),Somnolen (keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila
dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur lagi), sopor/stupor
(keadaan mengantuk yang dalam, pasien masih dapat dibangunkan tetapi dengan
rangsangan yang kuat, rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna
dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik).
b. Kesakitan yang dialami pasien, dapat dilihat dari raut wajah pasien dan keluhan
pasien ketika datang.
c. Tanda- Tanda Vital
d. B1 (Breathing/pernapasan)
Pada penderita gagal jantung, ditemukan gejala-gejala kongesti vaskular pulmonal
meliputi dispneu, ortopneu, dispneu nokturnal paroksismal, batuk, dan edema
pulmonal akut.
- Dispnea, dikarakteristikan dengan pernapasan cepat, dangkal, dan keadaan yang
menunjukkan bahwa pasien sulit mendapatkan udara yang cukup, yang menekan
pasien. Terkadang pasien mengeluh adanya insomnia, gelisah, atau kelemahan,
yang disebabkan oleh dispnea.
- Ortopnea, adalah ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea,
merupakan keluhan umum lainnya dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan
dengan penyakit jantung.
- Dispnea Nokturnal Paroksismal, adalah keluhan napas pendek yang hebat, yang
terjadi pada malam hari.
- Batuk, merupakan salah satu gejala dari kongesti vaskular pulmonal yang sering
tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat
produktif, tetapi biasanya kering dan batuk pendek.
- Edema Pulmonal, dicirikan oleh dispnea hebat, ortopnea, ansietas, sianosis,
berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, sering nyeri dada, sputum berwarna
merah muda dan berbusa.
e. B2 (Blood)
- Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemaha fisik, dan
adanya edema ekstremitas.
- Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
- Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan
apabila penyebab kelainan jantung adalah kelainan katup.
- Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali)
- Penurunan curah jantung : kegagalan ventrikel kiri juga dihubungkan dengan
gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah jantung. Klien
dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan berkonsentrasi,
defisit memori, atau penurunan toleransi latihan.
- Bunyi jantung dan crackles : tanda fisik yang berhubungan dengan kegagalan
ventrikel kiri berupa bunyi jantung ketiga dan keempat (S3 san S4) dan crakles
pada paru-paru. Bunyi S4 menunjukkan adanya penurunan komplians
miokardium. Bunyi S3 (gallop ventrikel) menunjukkan adanya kegagalan
ventrikel jika ada penyakit jantung. Sedangkan crackles atau ronkhi basah halus
umunya terdengar pada dasar posterior paru dan merupakan bukti adanya
kegagalan pada ventrikel kiri jantung.
- Perubahan nadi : pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukkan
denyut nadi cepat dan lemah.
f. B3 (Brain)
Kesadaran pasien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer
apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat.
g. B4 (Bladder)
Pengukuran volume urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Adanya
oliguria merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.
h. B5 (Bowel)
- Hepatomegali : terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan
terdorong ke dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan pada diafragma
sehingga terjadi distres pernapasan.
- Anoreksia : terjadi karena pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga
abdomen.
i. B6 (Bone)
Edema : merupakan tanda terjadinya disfungsi ventrikel, terutama pada ventrikel
kanan. Edem akan ditemukan secara primer pada pergelangan kaki dan akan
terus berlanjut ke bagian atas tungkai bila kegagalan makin buruk.
Mudah lelah : terjadi karena curah jantung yang berkurang dapat menghambat
sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan
sisa hasil katabolisme.
Denyut vena jugularis juga dianalisis untuk mengevaluasi fungsi jantung kanan.
Pada tekanan vena normal, maka denjut vena m aksimal paling baik diamati bila
tubuh ditinggikan hingga membentuk sudut sekitar 15sampai 30 derajat. Gelombang
vena lemah dan naik turun dengan tiga komponen positif: gelombang a, c dan ѵ.
Gelombang a dihasilkan oleh kontraksi atrium; gelombang c sesuai degan permulaan
kontraksi ventrikel dan terjadi akibat penonjolan katup trikuspidalis kedalam atrium
kanan; gelombang ѵ sesuai dengan fase pengisian atrium saat ejeksi ventrikel, yaitu
sebelum katup trikupidalis membuka. Gelombang c ini sukar dikendali pada ven
jugularis karena amplitudonya rendah.
Penyakit katup trikuspidalis menyebabkan perubahan bentuk gelombang yang
dapat diramalkan. Stenosis trikuspidalis akan menghalangi aliran darah dari atrium
kanan ke ventrikel kanan, memaksa atrium kanan menghasilkan tekanan yang lebih
besar saat kontraksi dan menimbulkan gelombang a raksasa. Insufisiensi katup
trikuspidalis selama sistolik ventrikel akan menimbulkan airan gelombang retrograd
yang besar sehingga merusak gelombang c dan gelombang ѵ, gelombang ini disebut
gelombang ѵ besar. Beberapa jenis disitmia jantung juga mengubah bentuk
gelombang vena dengn mengganggu kontraksi atrium dan ventrikel yang teratur dan
berurutan.
Bunyi Jantung
Askultasi dada memungkinkan pengenalan bunyi jantung normal, abnormal,
bisisn dan ekstrakardia. Bunyi jantung normal akibat getaran volume darah dan bilik-
bilik jantung pada penutupan katup. Bunyi jantung pertama berkaitan dengan
penutupan katup semilunaris. Oleh karena itu buyi jantung petama (S1) terdengar
dengan permulaan sistol ventrikel, pada saat ini tekanan venrikel meningkat melebihi
tekanan atrium dan menutup katup mitralis dan trikuspidalis. Pada kasus stenosis
mitral terdengar bunyi S1 yang abnormal dan lebih keras akibat kekekuan daun-daun
katup.
Bunyi jantung kedua (S2) terdengar pada permulaan relaksasi ventrikel karena
tekanan ventrikel turun sampai dibawah tekanan arteri pulmonalis dan aorta, sehingga
katup pulmonalis dan aorta tertutup. Biasanya ejeksi ventrikel kanan sedikit lebih
lama dari ejeksi ventrikel kirisehingga katup menutup secara asinkron. Katup aorta
menutup sebelum katup pulmonal menutup sehingga keadaan ini menimbulkan
pemisahan (splitting) bunyo penutupan fisiologis yang normal.inspirasi akan
membesarka splitting fisiologis karena pengembalian darah melalui pembuluh vena
kejantung kanan meningkat sehingga jumlah darah yang dikeluarkan dari ventrikel
kanan juga meningkat. Pada waktu ekspirasi, splitting tidak begitu jelas atau hilang
sama sekali.
Splitting paradoksikal abnormal menunjukkan penutupan katup pulmonalis
sebelum penutupan katup aorta. Dijumpai respons yang berlawanan terhadap
pernapasan; yaitu splitting paling jelas saat ekspirasi dan berkurang pada saat
inspirasi. Splitting paradoksal seperti ini ditemukan pada waktu pengaktifan ventrikel
kiri mengalami hambatan (seperti pada blok berkas cabang kiri) atau pada ejeksi
ventrikel kiri yang memanjang (seperti pada stenosis aorta).
Terdapat dua bunyi jantung lain yang kadang-kadang dapat terdengar selama
diastolik ventrikel. Bunyi jantung ketiga dan keempat (S3, S4) dapat terjadi
manifestasi fisiologis tetapi biasanya berkaitan dengan penyakit jantung tertentu;
penampilan patologis S3 dan S4 disebut sebagai irama gallop. Istilah ini dapat
digunakan karena tambahan bunyi jantung lain tersebut merangsang timbulnya irama
gallop seperti derap lari kuda. S3 terjadi selama periode pengisan ventrikel cepat
sehingga disebut sebagai gallop ventrikel apabila abnormal. Walaupun bunyi jantung
ini dapat normal pada ankan dan dewasa muda, tetapi biasanya merupakan temuan
patologis yang dihasilkan oleh disfungsi jantung terutama kegagalan ventrikel.
Bunyi S4 timbul pada waktu sistolik atrium dan disebut gallop atrium. Bunyi
S4 biasanya sangat pelan atau tidak terdengar sama sekali, bunyi ini timbul sesaat
sebelum bunyi jantung pertama. Galiop atrium terdengar bila resistensi ventrikel
terhadap pengisisn atrium meningkat akibat kurangnya peregangan dinding ventrikel
atau peningkatan volume ventrikel.
Bising jantung timbul akibat aliran turbulen dalam bilik dan balam pembuluh
darah jantung. Aliran turbulen ini bila melalui steruktur yang abnormal (penyempitan
lubang katup, insufisiensi katup atau dilatasi segmen arteri), atau akibat aliran darah
yang cepat sekali melalui struktur yang normal. Bising jantung digambarka menurut:
intensitas, lokasi atau dareha tempat bunyi itu terdengar paling keras dan sifat-
sifatnya.
Bising diastolik terjadi sesudah bunyi S2 saat relaksasi ventrikel. Bising
stenosis mitralis dan insufisiensi aorta terjadi selama diastolik. Bising sistolik
dianggap sebagai bising ejeksi, yaitu bising yang terjadi selama mid-diastolik sesudah
fase awal kontraksi isovolumetrik, atau bisa juga dianggap sebagai bising insufisieni
yang terjadi pada seluruh sistolik. Bising yang terjadi disaat sistolik disebut sebagai
pasistolik atau holosistolik. Bising stenosis aorta merupakan bising ejeksi yang khas
sedangkan insufiensi mitralis akan menghasilkan buising pansistolik.
Keras lunaknya bising dinilai dengan skala I sampai IV. Skala I menyatakan
bising yang sangat pelan sedangkan skala IV menyatakan bising yang dapat terdengar
dengan stetoskop yang tidsk menempel pada dinding dada. Untuk menentukan daerah
dengan bising jantung maksimal sering digunakan 5 daerah standar pada dinding dada
yaitu daerah aorta, trikuspidalis, pulmonalis, mitralis dan apikal dan titik Erb. Tampat
ini merupakan tempat yang sering dipakai untuk lokalisasi daerah bising maksimum.
Bising terdengar paling keras pada daerah-daerah yang terletak searah dengan aliran
darah yang melalui katup, bukan didaerah tempat katup-katup itu berada. Spesifikasi
sifat-sifat bunyi yang unik (seperti bunyi tinggi, kulaitas, lama atau penyebaran) juga
harus ditulis sewaktu menggambarkan suatu bising jantung.
Yang terakhir identifikasi dan deskripsi bunyi-bunyi ekstrakardia juga penting
dilakukan. Biasanya pembukaan katup tidak menimbulkan bunyi akan tetapi pada
daun katup yang menebal dan kaku seperti pada stenosis mitralis, timbul bunyi yang
dapat didengar dan disebut sebagai opening snap, bunyi ini terjadi diawal diastolik.
Sedangkan inflamasi perikardium akan menyebabkan friction rub yang terdengar
seperti bunyi gesekan kertas empelas yang kasar.
- Penunjang
Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda
seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali,
edema tungkai. Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis
adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi,
pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru.
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung
(cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di
zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg
dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada
sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran
batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna.
Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral,tetapi bila unilateral, yang
lebih banyak terkena adalah bagian kanan.
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir
seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat
dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain
gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch
block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya
menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai
penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada
gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai
struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi
adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang
berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium,
serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior,
hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi
gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup,
serta mengetahui risiko emboli.
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai
penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta
komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan
mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu
adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat.
Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya
gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi
peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme
inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi
proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa
suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada
gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor
serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati
(bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati.
Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai
kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung
dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui
ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan
abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada
berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui
gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan
diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan
sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta
pulmonary artery capillary wedge pressure.
C. WDGagal jantung
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri
yang penting dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap
kebtuhan metabolic tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi
pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik
pada fungsi miokardium ; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal
jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulai dapat menunda atau bahkan
mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya. Istilah
gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi
menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan
perfusi jaringan dengan memadai. Defenisi ini mencakup segal kelainan dari
sirkulasi yang mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk
perubahan dalam volume darah, tonus vaskuler dan jantung. Gagal jantung
kongetif adlah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung
dan mekanisme kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan
istilah yang lebih umum yaitu. Gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan
bebabn sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-
sebab diluar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung
kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung
kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis.
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam
pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain
pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,
klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan
NYHA
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut,
dengan pembagian :
- Derajat I : tanpa gagal jantung
- Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop
dan peningkatan tekanan vena pulmonalis
- Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
- Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik 90
mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda
kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi
vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung
pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver
valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit,
pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan
kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut
kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak
disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat
kelas, yaitu:
- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)
- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)
- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)
- Kelas IV (C : basah dan dingin (wet – cold)
Gagal jantung ada dua yaitu gagal jantug kanan dan gagal jantung kiri,
ventrikel kanan dan ventrikel kiri dapat mengalami kegagalan terpisah. Gagal
ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri
sinonim dengan edem paru akut.
1. GAGAL JANTUNG KIRI :
Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi
peningkatan tekanan sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong kejaringan paru.
Tandanya : (dispnu, batuk, mudah lelah, tachikardi, bunyi jantung S3, cemas, gelisah).
- Dispnu karena enimbunan cairan dalam alveoli, ini bias terjadi saat istirahat /
aktivitas.
- Ortopnu : kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam hari
(paroximal nocturnal dispnu / PND)
- Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah
- Mudah lelah : akibat curah jantung < menghambat jaringan dari sirkulasi normal
dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
meningkatnya energi yg digunakan.
- Gelisah dan cemas : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernafas.
2. GAGAL JANTUNG KANAN
Sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan dengan
adekuat sehingga dapat mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang nampak adalah :
- Edema ; mulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya
kegenalia eksterna dan tubuh bagian bawah.
- Pitting edema : edem dg penekanan ujung jari
- Hepatomegali : nyeri tekan pada kanan atasabdomen karena pembesaran vena
dihepar.
- Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan
tekanan pada diafragma dan distress pernafasan.
- Anoreksia dan mual : terjadi karena desakan vena dan stasis vena dalam rongga
abdomen
- Nokturia : ingin kencing malam hari terjadi karena ferfusi renal didukung oleh
posisi penderita saat berbaring. Diuresis terbaik pada malam hari karena curah
jantung akan membaik dg istirahat.
- Lemah : karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan
produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
D. Diagnosa Banding
a. Angina pectoris
Angina pectoris adalah suatu sindrom berupa serangan sakit dada yang
khas,yaitu seperti di tekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar ke
lengan kiri. Hal ini biasanya timbul saat pasien melakukan aktivitas dan segera
hilang saat aktivitas di hentikan.
Angina pectoris biasanya berkaitan dengan penyakit jantung koroner
aterosklerotik, tapi dalam beberapa kasus dapat merupakan kelanjutan dari
steanosis berat, isufisiensi atau hipertrofi kardiomiopati tanpa / di sertai obstruksi,
aortitis, sifilitika, peningkatan kebutuhan metabolik ( seperti hipertiroidisme
atau pasca pengobatan tiroid), anemia, yang jelas, takikardi paroksismal dengan
frekuensi ventikular cepat, emboli,, atau spasme koroner.
Manefestasi klinis
Perasaan seperti di ikat atau di tekan yang bermula di tengah dada yang
secara bertahap menyebar ke rahang bawah, permukaan dalam tangan kiri, dan
permukaan ulnar jari manis dan jari kelingking.
Secra garis besar, cirri khas tanda gejala terjadinya angina pectoris
dapat di lihat dari letaknya ( daerah yang terasa sakit ), kualitas sakit,
hubungan timbulnya sakit dnegan aktiitas, dan lama serangannya.
Sakit biasanya timbul di daerah sterna, substernal, atau dada sebelah
kiri dan menjalar ke lengan lengan kiri. Kualitas sakit yang timbul beragam,
dapat seperti di tekan benda berat, di jepit, atau terasa panas. Sakit dada
biasanya timbul saat melakukan aktivitas dan hilang saat berhenti, dengan
lama serangan berlangsung antara 1-5 menit.
b. Kardiomiopati
Kelainan otot jantungg yang tidak di ketahui sebabny. Menurut Goodwin,
berdasarkan kelainan patofisiologinya, terbagi atas kardiomiopati
kongesif/dilatasi, kardiomiopati hipertrofik, dan kardiomiopati restriktif
Kardiomiopati dilatasi/kongesif
Penyakit miokard yang di tandai dengan di latasi ruangan
ruangan jantung dan gagal jantung kongesif akibat berkurangnya
fungsi pompa sistolik secra progresif serta peningkatan volume akhir
diastolic dan sistolik.
Manifestasi klinis: gelaja yang muncul dengan gejala gagal
jantung kiri di ikutigagal jantung kanan. Dapat terjadi nyeri dada
kerena peningkatan ke butuhan oksigen. Pada pemeriksaan fisik di
temukan tanda tanda gagal jantung kongesif. Biasanya terdapt bunyi
derap dan bising akibat regugitas mitral.
Kardioimiopati Hipertrofik
Suatu penyakit di mana terjadi hipertrofi septum
interventrikular secara berlebihan sehingga aliran darah keluar dari
ventrikel kiri terhambat
Manifestasi klinis: pasien mengeluh nyeri dada yang tak
berhubungan dengan aktivitas. Sinkop dan dispnea dapat terjadi setelah
beraktivitas . terdapat gejala-gejala gagal jantung kongestif. Pada
pemeriksaan fisik di temukan pembesaran jantung ringan dan bising
ejeksi sistolik yang berubah-ubah, bisa hilang atau berkurang bila
pasien berubah posisis dari berdiri lalu jongkok.
c. Miokard infark
Miokard infark merupakan nekrosis jantung oleh karena terputusnya aliran
darah mendadak. Miokard infark merupakan komplikasi terberat dari
aterosklerosis. Gejala klinik adalah nyeri pada dada sama seperti angina pectoris
hanya saja pada infark miokard nyeri dada yang dirasakan lebih berat dan lebih
lama. Dapat terjadi silent infark dan insidensnya meningkat pada diabetes mellitus
dan bertambahnya usia. Pada orang yang berusia lanjut yang menderita infark
miokard sering terdapat sesak napas akut, edema paru,lemah,aritmia dan
hipotensi.Pada miokard infark, sel miokardium akan mengeluarkan kandungan
selnya ke dalam darah sehingga peningkatan isoenzim CK-MB merupakan
petunjuk kuat adanya infark.Selain itu, pada gambaran miokard infark akan
ditemukan adanya gelombang T yang meninggi (hiperakut T), elevasi segmen ST
dan munculnya gelombang Q baru.
d. PPOK
PPOK merupakan suatu kelompok penyakit paru yang disebabkan oleh adanya
obstruksi menahun. Faktor predisposisi dari PPOK adalah bronchitis kronik,
emfisema, asma, bronkiektasis. Selain itu, PPOK juga dapat disebabkan oleh
merokok, polusi,lingkungan, merokok dan genetic dimana pria lebih sering
menderit penyakit ini dibandingkan dengan wanita. Gejala klinis PPOK adalah
sesak napas 100 %, batuk produktif (80%) dan hemoptisis (15%). PPOK dapat
menyebabkan cor pulmonale kronik dan gagal jantung kongestif kanan dimana
pada EKG kemudian dapat menunjukkan pembesaran atrium kanan dan hipertrofi
ventrikel kanan yang disertai kelainan repolarisasi.
E. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit
jantung kongenital maupun didapat. Makanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantug meliputi keadaan yang meingkatkan beban awal, meningkatkan
beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang
meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel;
dan beban akhir meningkat pada keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal
jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung
gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang menganggu pengisisn ventrikel
(misal, stenosis katup aterioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung.
Keadaan seperti perikarditif konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan
gagal jantung melaluikombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisian
ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas selkali bahwa tidak ada
satupun mekanisme fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme yang
bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung; evektifitas jantung sebagai
pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologi. Penelitian terbaru
menekankan pada TNF dalam perkembangan gagal jantung. Jantung normal tidak
menghasilkan TNF, namun jantung akan mengalami kegagalan menghasilkan
TNF dalam jumlah banyak.
Demikian juga tidak satupun penjelasan biokimiawi yang yang diketahui
berperan dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang
mengakibatkan kelainan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui.
Diperkirakan penyebabnya adalah kelainan hantaran kalsium dalam sarkome, atau
dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil.
Faktor-faktoy yang memicu terjadinya gagal jantug melalui penekanan
sirkulasi yang mendadak dapat berupa: disritmia, infeksi sistemik dan infeksi
paru-paru dan emboli paru. Disritmia akan menganggu fungsi mekanisme jantung
dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respon mekanis; respon
melanis yang singkron dan efektif tidak akan dihasiulkan tanpa adanya ritme
jantung yang stabil. Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru yang
mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu
terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif
membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme
fisiologi penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu
terjadinya gagal jantung.
F. Epidemiologi
Gagal jantung merupakan suatu kondisi yang telah diketahui selama
berabad-abad namun penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya
definisi tunggal kondisi ini. Ketika sedikit pemeriksaan jantung yang tersedia,
definisi gagal jantung cenderung ke arah patofisiolgi, lalu kemudian definisi
ditempatkan pada penekanan pada gagal jantung sebagai suatu diagnosis klinis.
Sementara kondisi ini memang merupakan suatu sindrom klinis,diagnosis dapat
sulit ditegakkan pada tahap ini karena relatif tidak ada gejala. Maka definisi
terbaru membutuhkan bukti pendukung dari pemeriksaan jantung. Pemeriksaan
penunjang yang paling sering digunakan adalah ekokardiografi, dengan disfungsi
ventrikel kiri biasanya didefinisikan sebagai fraksi ejeksi < 30 – 45 % pada
kebanyakan survei epidemiologi.
Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung dan
prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia
di atas 65 tahun), dan angka ini akan meningkat karena peningkatan usia populasi
dan perbaikan ketahanan hidup setelah infark miokard akut. Di Inggris sekitar
100.000 pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun untuk gagal jantung,
merepresentasikan 5% dari semua perawatan medis dan menghabiskan lebih dari
1 % dana perawatan kesehatan nasional.
G. Patofisiologi
1. Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, menganggu kemampuan pengosongan ventrikel
yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV
(volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan
ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium
kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.
Peningkatan LAP diteruskan kebelakang kedalam pembuluh darah paru-paru,
meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik
nyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darahakan terjadi
transudasi cairan kedalam intertisial. Jika kecepatan ternsudasi cairan melebihi
kkecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan
lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes kedalam alvioli dan terjadilah
edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan
vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serangkian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi
pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edma dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mirralis secara bergantian.
Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis,
atau perubahan orientasi otot palpilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.
2. Respon Kompensatorik
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat
dilihat : meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat
aktivasi sistem renin-angiotensin aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon
kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingmkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada
keadaaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung
biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung
kompensasi menjadi kurang efektif.
3. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon
simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang
pengeluaran ketakolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal.
Denyut jantung dan kekuatan kontreksi akan meningkat untuk menambah curah
jantung. Selain itu juga terdapat vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ
yang metabolismenya rendah (misal kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi
ke jantung dan otak. Venokontriksi akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan
jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kotreksi sesuai dengan hukum
sterling.
Seperti yang diharapkan kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada
gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada
ketakolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.
Namun pada akhirnya respon miokardium terhadap rangsangan simpatis akan
menurun, ketakolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.
Perubahan ini paling tepat dengan melihat kurva fungsi ventrikel.
Dalam keadaan normal katekolamin akan menghasilkan inotropik positif pada
ventrikel sehingga mengeser kurva ke atas dan kekiri. Brrkurangnya respon ventrikel
yang gagal terhadap rangangan katekolamin menyebabkan berkurangnya derajat
pergeseran akibat rangsangan ini. Perubahan ini mungkin berkaitan dengan observasi
yang menunjukkan bahwa cadangan norepinefrin pada miokardium menjadi
berkurang pada gagal jantung kronis.
H. Manisfestasi klinis
1. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
2. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat gagal
jantung
3. Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari
kapiler paru kealveoli, akibatnya terjadi edema paru, ditandai oleh batuk dan sesak
nafas.
4. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum
dan penambahan berat badan.
5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan,
intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.
6. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal
menyebabkan sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume.
I. Penatalaksanaan
- Medikamentosa
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : 1) beban
awal, 2) kontraktilitas, dan 3) beban akhir.
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.Mengatasi keadaan yang reversible,
termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
a. Digitalisasi
Dosis digitalis :
- Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4-6 dosis selama 24
jam dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari
- Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
- Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. Untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang
berat :
- Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan
-Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.
3. Menurunkan beban jantung.
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretik dan vasodilator.
a. Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan diuretic,
digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE), diperlukan
mengingat usia harapan hidup yang pendek.
Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan:
- Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)
- Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan sinus
- Penghambat ACE (captopril mulai dari dosis 2 X 6,25 mg atau setara
penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan secara bertahap dengan
memperhatikan tekanan darah pasien); isorbid dinitrat (ISDN) pada pasien
dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang
menetap, dosis dimulai 3 X 10-15 mg. Semua obat harus dititrasi secara
bertahap.
b. Diuretik
Yang digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata 20
mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam
kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan
antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid, dan asam
etakrinat. Dampak diuretik yang mengurangi beban awal tidak mengurangi
curah jantung atau kelangsungan, tapi merupakan pengobatan garis pertama
karena mengurangi gejala dan pengobatan dan perawatan di rumah sakit.
Penggunaan penghambat ACE bersama diuretik hemat kalium harus berhati-
hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.
c. Vasodilator
- Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 μg/kg BB/menit iv.
- Nitroprusid 0,5-1 μg/kgBB/menit iv
- Prazosin per oral 2-5 mg
- Penghambat ACE: kaptopril 2 X 6,25 mg.
J. Pencegahan
Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat
badan pada penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam,
konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada
penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat. Penderita juga
dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap
otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap
sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelengsungan hidup
belum dapatdibuktikan. Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat
dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap influenza dan
pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasi dan
prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan penyakit katup
primer maupun pengguna katup prosthesis.
K. Prognosis
Mortalitas satu tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi
(20-60%) dan berkaitan dengan derajat keparahannya. Data framingham yang
dikumpulkan sebelum penggunaan vasodilatasi untuk gagal jantung
menunjukkan mortalitas satu tahun rata-rata sebesar 30 % bila semua pasien
dengan gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari 60% pada
NYHA kelas IV. Maka kondisi ini memiliki prognosis yang lebih buruk
daripada sebagian besar kanker.Kematian terjadi karena gagal jantung
progresif atau secara mendadak (diduga karena aritmia) dengan frekuensi yang
kurang lebih sama. Sejumlah faktor yang berkaitan dengan prognosis pada
gagal jantung :
1. Klinis : semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas, dan gambaran
klinis, semakin buruk prognosis.
2. Hemodinamik : semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup, dan fraksi
ejeksi, semakin buruk prognosis.
3. Biokimia : terdapat hubungan terbalik yang kuat antara noreepinefrin,
renin, vasopresin, dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremia dikaitkan
dengan prognosis yang lebih buruk.
4. Aritmia : Fokus ektopik ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel
pada pengawasan EKG ambulatorik menandakan prognosis yang buruk.
Tidak jelas apakah aritmia ventrikel hanya merupakan penanda prognosis
yang buruk atau apakah aritmia merupakan penyebab kematian.
L. Komplikasi
Komplikasi pada gagal jantung adalah stroke dan tromboliemboli. Insiden
keseluruhan tahunan stroke atau tromboemboli pada gagal jantung sebesar 2 %.
Faktor predisposisi antara lain adalah imobilitas, curah jantung rendah, dilatasi
ventrikel atau aneurisma, dan fibrilasi atrium. Risiko tahunan stroke pada
penelitian gagal jantung sekitar 1,5 % pada gagal jantung ringan atau sedang dan
4% pada yang berat, dibandingkan dengan 0,5% pada kontrol.
KESIMPULAN
Gagal jantung merupakan tahap akhir penyakit jantung yang dapat
menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit jantung.
Sangat penting untuk mengetahui gagal jantung secara klinis. Penatalaksanaan
meliputi penanganan gagal jantung kronik dan gagal jantung akut, dengan
penanganan non medikamentosa, dengan obat – obatan serta dengan menggunakan
terapi invasif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis
dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007
2.