analitik
DESCRIPTION
analitikTRANSCRIPT
Makalah Kimia Analitik II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator
ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi
terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah
pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi
redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi
penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi. Reaksi redoks secara umum dapat
dituliskan sebagai berikut :
Ared + Boks Aoks + Bred
Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain,
ada kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:
Ni(s) + Cu2+(l) Ni2+ + Cu(s)
Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut:
Reaksi redoks melibatkan perpindahan elektron
Arus listrik adalah perpindahan elektron
Reaksi redoks dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani
Arus listrik dapat menghasilkan reaksi redoks, contoh sel elektrolisis. Sel
galvani dan sel elektrolisis adalah sel elektrokimia.
Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel
adalah persamaan Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis
volumetri bila memenuhi syarat. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar
oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-
reduksi antara analit dengan titran.
Beberapa contoh titrasi redoks antara lain yaitu permanganimetri,
iodo/iodimetri dan dikromatometri yang akan dibahas dalam makalah ini.
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 1
Makalah Kimia Analitik II
1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh bapak Rusvirman Muchtar, Drs.,Msc. dari mata kuliah Kimia Analitik II dan
agar mahasiswa dapat lebih memahami konsep dari titrasi redoks, serta mahasiswa
dapat memahami aplikasi titrasi redoks dalam kehidupan sehari – hari.
1.3 Rumusan Masalah
Penghantar redoks
Titrasi Redoks
Beberapa contoh titrasi redoks permanganimetri, iodo/iodimeti dan
dikromatometri
Aplikasi titrasi redoks dalam sehari – hari.
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 2
Makalah Kimia Analitik II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penghantar Redoks
Redoks (singkatan dari reaksi reduksi/oksidasi) adalah istilah yang
menjelaskan berubahnya bilangan oksidasi (keadaan oksidasi) atom – atom dalam
sebuah reaksi kimia. Hal ini dapat berupa proses redoks yang sederhan seperti
oksidasikarbon yang menghasilkan karbondioksida, atau reduksi karbon oleh
hydrogen menghasilakn metana (CH4). Istilah redoks berasal dari dua konsep,
yaitu reduksi dan oksidasi. Ia dapat dijelaskan dengan mudah sebagai berikut :
1. Oksidasi menjelaskan ;
a. pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion
b. reaksi pengikatan oksigen dan
c. reaksi yang mengalami kenaikan bilangan biloks
2. Reduksi menjelaskan ;
a. penambahan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion
b. reaksi pelepasan oksigen dan
c. reaksi yang mengalami penurunan bilangan biloks.
Pada reaksi Redoks terjadi transfer elektron dari fase satu ke yang lain dan
elektron tersebut tidak hilang maupun diciptakan selama proses redoks. Oksidasi
dan reduksi selalu terjadi bersama tidak ada suatu zat yang teroksidasi tanpa
adanya zat lain yang mengalami reduksi. Zat yang menyebabkan zat lain
mengalami oksidasi disebut oksidator, dan zat yang menyebabkan zat lain
mengalami reduksi disebut reduktor. Oksidator akan mengalami reaksi reduksi
sedangkan reduktor mengalami oksidasi.
Walaupun cukup tepat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan
di atas tidaklah persis benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 3
Makalah Kimia Analitik II
perubahan bilangan oksidasi karena transfer elektron yang sebenarnya tidak akan
selalu terjadi. Sehingga oksidasi lebih baik didefinisikan sebagai peningkatan
bilangan oksidasi, dan reduksi sebagai penurunan bilangan oksidasi. Dalam
prakteknya, transfer elektron akan selalu mengubah bilangan oksidasi, namun
terdapat banyak reaksi yang diklasifikasikan sebagai "redoks" walaupun tidak ada
transfer elektron dalam reaksi tersebut (misalnya yang melibatkan ikatan
kovalen).
Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mengoksidasi
senyawa lain dikatakan sebagai oksidatif dan dikenal sebagai oksidator atau agen
oksidasi. Oksidator melepaskan elektron dari senyawa lain, sehingga dirinya
sendiri tereduksi. Oleh karena ia "menerima" elektron, ia juga disebut
sebagai penerima elektron. Oksidator bisanya adalah senyawa-senyawa yang
memiliki unsur-unsur dengan bilangan oksidasi yang tinggi (seperti
H2O2, MnO4−, CrO3, Cr2O7
2−, OsO4) atau senyawa-senyawa yang
sangat elektronegatif, sehingga dapat mendapatkan satu atau dua elektron yang
lebih dengan mengoksidasi sebuah senyawa (misalnya oksigen, fluorin, klorin,
dan bromin).
Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa
lain dikatakan sebagai reduktif dan dikenal sebagai reduktor atau agen reduksi.
Reduktor melepaskan elektronnya ke senyawa lain, sehingga ia sendiri
teroksidasi. Oleh karena ia "mendonorkan" elektronnya, ia juga disebut
sebagai penderma elektron. Senyawa-senyawa yang berupa reduktor sangat
bervariasi. Unsur-unsur logam seperti Li, Na, Mg, Fe, Zn, dan Al dapat digunakan
sebagai reduktor.
Logam-logam ini akan memberikan elektronnya dengan mudah. Reduktor
jenus lainnya adalah reagen transfer hidrida, misalnya NaBH4 dan LiAlH4),
reagen-reagen ini digunakan dengan luas dalam kimia organik, terutama dalam
reduksi senyawa-senyawa karbonil menjadi alkohol. Metode reduksi lainnya yang
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 4
Makalah Kimia Analitik II
juga berguna melibatkan gas hidrogen (H2) dengan katalis paladium, platinum,
atau nikel, Reduksi katalitik ini utamanya digunakan pada reduksi ikatan rangkap
dua ata tiga karbon-karbon.
Cara yang mudah untuk melihat proses redoks adalah, reduktor
mentransfer elektronnya ke oksidator. Sehingga dalam reaksi, reduktor
melepaskan elektron dan teroksidasi, dan oksidator mendapatkan elektron dan
tereduksi. Pasangan oksidator dan reduktor yang terlibat dalam sebuah reaksi
disebut sebagai pasangan redoks
2.2 Titrasi Redoks
Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi
redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator
yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel
dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis. Prosedur titrasi yang
berdasarkan reaksi redoks dapat memerlukan suhu yang dinaikkan , penambahan
katalis, atau pereaksi berlebih disusul dengan titrasi kembali. Pereaksi berlebih
biasanya ditambahkan dan kita harus dapat mengambil kelebihannya dengan
mudah sehingga ia tidak akan bereaksi dengan titran pada titrasi selanjutnya.Titik
ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekivalen dari oksidator telah
setara dengan jumlah ekivalen dari reduktor.
Titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titrant dan
analit.Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau
senyawa yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang
industri misalnya penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan
iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.
Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan menggunakan
permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya.
Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan
reaksi redoks memegang peran penting, selain itu pengetahuan tentang
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 5
Makalah Kimia Analitik II
perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat berperan. Dengan
pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri
titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah.
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva
titrasi antara potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga
menggunakan indikator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi
maka titrasi redoks dengan indicator sering kali yang banyak dipilih. Beberapa
titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indikator contohnya penentuan
oksalat dengan permanganat, atau penentuan alkohol dengan kalium dikromat.
Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya
titrasi redoks yang melibatkan iodine.Indikator yang lain yang bersifat
reduktor/oksidator lemah juga sering dipakai untuk titrasi redoks jika kedua
indicator diatas tidak dapat diaplikasikan, misalnya ferroin, metilen, blue, dan
nitroferoin.
Contoh titrasi redoks yang terkenal adalah iodimetri, iodometri,
permanganometri menggunakan titrant kalium permanganat untuk penentuan Fe2+
dan oksalat, Kalium dikromat dipakai untuk titran penentuan Besi(II) dan Cu(I)
dalam CuCl. Bromat dipakai sebagai titrant untuk penentuan fenol, dan iodida
(sebagai I2 yang dititrasi dengan tiosulfat), dan Cerium (IV) yang bisa dipakai
untuk titrant titrasi redoks penentuan ferosianida dan nitrit.
Dalam redoks titik akhir titrasi (TAT) dapat dilakukan dengan megukur
potensial larutan dan dengan menggunakan indicator. TAT dengan mengukur
potensial memerlukan peralatan yang agak lebih banyak deperti penyediaan
voltameter dan elektroda khisus, dan kemudian diikuti dengan pembuatan kurva
titrasi redoks maka dengan alasan kemudahan dan efisiensi maka TAT dengan
menggunakan indicator yang lebih banyak untuk diaplikasikan.
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 6
Makalah Kimia Analitik II
Beberapa Jenis Indikator Pada Titrasi Redoks
Indikator Sendiri
Apabila titrant dan analit salah satunya sudah berwarna, sebagai contoh
penentuan oksalat dengan permanganate dimana lautan oksalat adalah larutan
yang tidak berwarna sedangkan permanganate berwarna ungu tua, maka warna
permanganate ini dapat dipakai sebagai indicator penentuan titik akhir titrasi. Pada
saat titik akhir titrasi terjadi maka warna larutan akan berubah menjadi berwarna
merah muda akibat penambahan sedikit permanganate. Karena titik akhir titrasi
terjadi setelah titik equivalent terjadi (baca: TAT diamati setelah penambahan
sejumlah kecil permanganate agar tampak warna merah muda ) maka penggunaan
blanko sangat dianjurkan untuk mengkoreksi hasil titrasi pada waktu melakukan
titrasi ini. Contoh lain titrasi redoks yang melibatkan indicator sendiri adalah
titrasi alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.
Indikator Amilum
Indikator amilum dipakai untuk titrasi redoks yang melibatkan
iodine.Amilum dengan iodine membentuk senyawa kompleks amilum-iodin yang
bewarna biru tua.Pembentukan warna ini sangat sensitive dan terjadi walaupun I2
yang ditambahkan dalam jumlah yang sangat sedikit.Titrasi redoks yang biasa
menggunakan indicator amilum adalah iodimetri dan iodometri.
Indikator Redoks
Indikator redoks melibatkan penambahan zat tertentu kedalam larutan yang
akan dititrasi. Zat yang dipilih ini biasanya bersifat sebagai oksidator atau
reduktor lemah atau zat yang dapat melakukan reaksi redoks secara
reversible.Warna indicator dalam bentuk teroksidasi dengan bentuk tereduksinya
berbeda sehingga perubahan warna ini dapat dipakai untuk penentuan titik akhir
titrasi redoks. Reaksi indicator dapat dituliskan sebagai berikut: (Inox bentuk
teroksidasi dan Inred bentuk tereduksi)
Inox + ne- <-> Inred
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 7
Makalah Kimia Analitik II
Indikator redoks berubah warnanya pada kisaran potensial tertentu (hal ini
analog dengan perubahan indicator asam –basa yang berubah pada kisaran pH
tertentu untuk membacanya Anda bisa mengikuti link ini). Jadi jika suatu
indicator redoks mengalami reaksi berikut:
Inox + n’H+ + ne- <-> Inred Eo
Maka potensial larutan dapat dinyatakan sebagai berikut:
E = Eo + 0.0591/n log [Inox][H+]n’ / [Inred]
E = Eo + 0.0591/n log [Inox]/[Inred] + 0.0591/n x n’ log [H+]
Karena perubahan warna terjadi terjadi pada saat [Inox]/[Inred] nilainya 10/1 atau
1/10 dan asumsikan n’=1 maka persamaan diatas menjadi:
E1 = Eo + 0.0591/n log 1/10 + 0.0591/n x log [H+]
E1 = Eo + E o + 0.0591 log [H+] – 0.0591/n
Jadi pada saat Eo = constant dan pH = Constant maka nilai E menjadi
E1 = constant – 0.0591/n ……..(1)
E2 = Eo + 0.0591/n log 10/1 +0. 0591/n x log [H+]
E2 = Eo + E o + 0.0591 log [H+] + 0.0591/n
Jadi pada saat Eo = constant dan pH = Constant maka nilai E menjadi
E2 = constant +0.0591/n ……..(2)
Jadi Range E agar terjadi perubahan warna indicator redoks adalah:
Erange = E2-E1 = 0.0591/n – 0.0591/n = 0.118V/n
Titik akhir titrasi akan tergantung pada:
Eo
pH
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 8
Makalah Kimia Analitik II
Syarat Indikator redoks
Indikator harus bisa megalami raksi reduksi atau oksidasi dengan cepat.
Indikator harus dapat mengalami reaksi redoks reversibel dengan cepat
sehingga bila terjadi penumpukan massa titrant atau analit maka sistem tidak
akan mengalami reaksi oksidasi atau reduksi secara gradual.
Contoh indikator redoks adalah ferroin Tris (1, 10 phenanthroline)
iron(II)Sulfate yang dipakai untuk titrasi Besi(II) dengan Ce(IV), dimana bentuk
teroksidasi ferooin berwarna biru muda dan bentuk tereduksinya berwarna merah
darah.
Dengan syarat reaksi tidak melibatkan ion poliatomik seperti CrO42- dan
tidak melibatkan ion hydrogen.Indeks 1 untuk setengah reaksi oksidasi dan 2
untuk setengah reaksi reduksi.
Kurva titrasi dibuat dengan mengeplotkan potensial larutan terhadap
volume larutan titrant yang ditambahkan (modifikasi alat dapat dilihat pada
gambar) dimana 1 merupakan elektroda untuk mengukur potensial atau dapat
berupa pH meter, dan 2 merupakan alat untuk tempat titrant. Setelah titrant
ditambahkan maka larutan diaduk dengan stir magnetic agar reaksi berjalan
merata dan cepat.
Berdasarkan larutan baku yang digunakan, titrasi oksidi - reduksi dibagi
atas :
1). Oksidimetri , adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang
digunakan bersifat sebagai oksidator.
Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah :
1. Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4
2. Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7
3. Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4
4. Iodimetri, larutan bakunya : I2
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 9
Makalah Kimia Analitik II
2). Reduksimetri , adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang
digunakan bersifat sebagai reduktor.
Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah :
Iodometri, larutan bakunya : Na2S2O3 . 5H2O
2.3 Macam – Macam Titrasi Redoks
a. Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi
oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi
dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu.Titrasi dengan
KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan
dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+ , asam atau garam
oksalat yang dapat larut dan sebagainya (Anonim,2009).
1. Sifat-sifat Kalium Permanganat
Kalium permanganat telah banyak dipergunakan sebagai agen
pengoksidasi. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal, dan tidak
membutuhkan indikator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N
permanganat memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan
yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini dipergunakan untuk
mengindikasi kelebihan reagen tersebut.Permanganat menjalani beragam reaksi
kimia, karena mangan hadir dalam kondisi-kondisi oksidasi +2, +3, +4, +6, +7.
Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi
yang terjadi dalam larutan-larutan yang bersifat amat asam, 0,1 N atau lebih besar.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan
reaksi ini, namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan dan penggunaan
sebuah katalis untuk mempercepat reaksi (Underwood, 2002).
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 10
Makalah Kimia Analitik II
Kalium permanganat, selain sebagai oksidator dalam suasana asam, juga
dapat berlangsung dalam suasana basa maupun netral. Dalam suasana asam atau
[H+] ≥ 0,1 N, ion permanganat mengalami reduksi menjadi ion mangan (II) sesuai
reaksi :
MnO4- + 8H+ + 5e- → Mn2
+ + 4H2O Eo= 1,51 Volt
Dalam suasana basa, ion permanganat mengalami reduksi menjadi ion
manganat yang berwarna hijau seperti reaksi berikut :
MnO4- + e- → MnO4
2- Eo= 0,56 Volt
Dalam suasana netral, MnO4 direduksi menjadi MnO2 yang
mengendap.Reaksinya :
MnO4- + 4H+ + 3e → 3MnO2 + H2O Eo= 1,70 V
(Annisanfushie, 2008).
Reaksi dalam suasana alkalis :
MnO4- + 3e → MnO4
2-
MnO42- + 2H2O + 2e → MnO2 + 4OH-
MnO4- + 2H2O + 3e → MnO2 + 4OH-
( Dinda, 2008).
Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang
bersifat asam lemah, netral atau basa lemah. Titrasi harus dilakukan dalam
larutan yang bersifat asam kuat karena reaksi tersebut tidak terjadi bolak balik,
sedangkan potensial elektroda sangat tergantung pada pH.
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 11
Makalah Kimia Analitik II
Asam sulfat adalah asam yang paling sesuai, karena tidak bereaksi
terhadap permanganat dalam larutan encer. Dengan asam klorida, ada
kemungkinan terjadi reaksi :
2MnO4-+ 10Cl- + 16H+ → 2Mn2
+ + 5Cl2 + 8H2O
dan sedikit permanganat dapat terpakai dalam pembentukan klor. Reaksi ini
terutama berkemungkinan akan terjadi dengan garam-garam besi, kecuali jika
tindakan-tindakan pencegahan yang khusus diambil. Dengan asam bebas yang
sedikit berlebih, larutan yang sangat encer, temperatur yang rendah, dan titrasi
yang lambat sambil mengocok terus-menerus, bahaya dari penyebab ini telah
dikurangi sampai minimal (Annisanfushie, 2008).
2. Standarisasi Kalium Permanganat
Pereaksi kalium permanganat bukan merupakan larutan baku primer dan
karenanya perlu dibakukan terlebih dahulu. Larutan baku KMnO4 dibuat dengan
melarutkan sejumlah kalium permanganat dalam air, mendidihkannya selama
delapan jam atau lebih, kemudian endapan MnO2 yang terbentuk disaring, lalu
dibakukan dengan zat baku utama (larutan standar primer) (Rivai, 1994).
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan
permanganat.Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan
permanganat.Jejak-jejak dari MnO2 yang semula ada dalam permanganat. Atau
terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan jejak-jejak dari agen-agen
produksi didalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa
larutan kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan substansi yang dapat
direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter untuk
menghilangkan MNO2. Larutan tersebut kemudian distandarisasi dan jika
disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak akan banyak
berubah selama beberapa bulan (Dinda, 2008).
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 12
Makalah Kimia Analitik II
Ada beberapa standar primer untuk standarisasi permanganat,yaitu :
Arsen (III) Oksida
Senyawa As2O3 adalah standar primer yang sangat baik untuk larutan-
larutan permanganat.Senyawa ini stabil, non higroskopis, dan tersedia dengan
tingkat kemurnian yang tinggi. Oksida ini dilarutkan dalam larutan Natrium
hidroksida, dan larutan kemudian diasamkan dengan asam klorida dengan titrasi
permanganat :
5HAsO2 + 2MnO4- + 6H + 2H2O → 2Mn2
+ + 5H3AsO4
Reaksi ini berjalan lambat pada suhu ruangan terkecuali sebuah katalis
ditambahkan.Kalium iodida, KI, kalium iodidat, KIO3, dan iodinmonoklorida, ICl,
telah dipergunakan sebagai katalis.
Natrium Oksalat
Senyawa ini, Na2C2O4, juga merupakan standar primer yang baik untuk
permanganat dalam larutan asam.Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat
kemurnian yang tinggi, stabil pada saat pengeringan, dan
nonhigroskopis.Reaksinya dengan permanganat agak sedikit rumit, dan meskipun
banyak penyelidikan telah dilakukan, mekanisme tapatnya idak pernah
jelas.Reaksinya berjalan lambat dalam suhu ruangan, sehingga larutan biasanya
dipanaskan sampai 60oC.Bahkan pada suhu tinggi reaksinya mulai dengan lambat,
namun kecepatannya meningkat ketika ion mangan (II) terbentuk. Mangan (II)
bertindak sebagai katalis,dan reaksinya disebut autokatalitik , karena katalisnya
diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion tersebut dapat memberikan efek
katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat dengan permanganat untuk
membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah (+3 atau +4), dimana ada
gilirannya secara cepat mengoksidasi ion oksalat, kembali ke kondisi divalent.
Persamaan reaksi yang terjadi :
5C2O4- + 2MnO4
- + 16H+ → 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 13
Makalah Kimia Analitik II
Untuk pengasaman sebaiknya dipakai asam sulfat, karena asam ini tidak
menghasilkan reaksi samping.Sebaliknya jika dipakai asam klorida dapat terjadi
kemungkinan teroksidasinya ion klorida menjadi gas klor dan reaksi ini
mengakibatkan dipakainya larutan permanganat dalam jumlah berlebih. Meskipun
untuk beberapa reaksi dengan arsen (II) oksida, antimoni (II) dan hidrogen
peroksida, karena pemakaian asam sulfat justru akan menghasilkan beberapa
tambahan kesulitan. Kalium pemanganat adalah oksidator kuat, oleh karena itu
jika beradadalam HCl akan mengoksidasi ion Cl- yang menyebabkan
terbentuknya gas klor dan kestabilan ion ini juga terbatas. Biasanya digunakan
pada medium asam 0,1 N. Namun, beberapa zat memerlukan pemanasan atau
katalis untuk mempercepat reaksi. Seandainya banyak reaksi itu tidak lambat,
akan dijumpai lebih banyak kesulitan dalam menggunakanreagensia ini
(Annisanfushie, 2008).
Besi
Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikansebagai
sebuah standar primer. Unsur ini larut dalam asam klorida encer,dan semua besi
(III) yang diproduksi selama proses pelarutan direduksimenjadi besi (II). Jika
larutannya kemudian dititrasi dengan permanganat,cukup banyak ion klorida yang
dioksidasi selain besi (II). Oksida dari ionklorida oleh permanganat berjalan
lambat pada suhu ruangan. Namun demikian, dengan kehadiran besi, oksidasi
akan berjalan lebih cepat.Meskipun besi (II) adalah agen pereduksi yang lebih
kuat dari pada ionklorida, ion yang belakangan ini disebut ini teroksidasi secara
bersamaan dengan besi. Kesulitan semacam ini tidak ditemukan di dalam oksidasi
dari As2O3atau pun Na2C2O4 dalam larutan asam klorida.
Sebuah larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat, dan asam fosfat,
disebut larutan “pencegah”, atau larutan Zimmerman-Reinhardt , dapat
ditambahkan ke dalam larutan asam klorida dari besi sebelum dititrasi dengan
permanganat. Asam fosfat menurunkan konsentrasi dari ion besi (III) dengan
membentuk sebuah kompleks, membantu memaksa reaksi berjalan sampai selesai,
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 14
Makalah Kimia Analitik II
dan juga menghilangkan warna kuning yang ditunjukkan oleh besi (III) dalam
media klorida.Kompleks fosfat ini tidak berwarna, dan titik akhirnya lebih jelas
(Underwood, 2002).
A. Penentuan-Penentuan dengan Permanganat
Larutan baku permanganat dapat dipakai untuk penentuan beberapa zat
yang bersifat sebagai reduktor. Beberapa diantara reduktor tersebut bereaksi
dengan permanganat menurut persaman reaksi berikut:
5Fe2+ + MnO4
- + 8H+ → 5Fe3+ + Mn2
+ + 4H2O
5H2O2 + 2MnO4- + 6H+ → 5O2 + 2Mn2
+ + 8H2O
5NO2- + 2MnO4
- + 6H+ → 5NO3- + 2Mn2
+ + 3H2O
5HSO3- + 2MnO4
- + H+ → 5SO4- + 2Mn2
+ + 3H2O
5H3AsO3 + 2MnO4- + H+ → 5H2AsO4
- + 2Mn2+ + 3H2O
Penentuan Besi di dalam Bijih-bijih Besi
Penentuan besi dalam bijih-bijih besi adalah salah satu aplikasi terpenting
dari titrasi-titrasi permanganat. Asam terbaik untuk melarutkan bijih-bijih besi
adalah asam klorida, dan timah (II) klorida sering ditambahkan untuk membantu
proses pelarutan.
Sebelum titrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus direduksi
menjadi besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor Jones atau dengan
timah(II) klorida. Reduktor Jones lebih disarankan jika asam yang tersedia adalah
sulfat, mengingat tidak ada ion klorida yang masuk.
Jika larutannya mengandung asam klorida, seperti yang sering terjadi,
reduksi dengan timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida ditambahkan
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 15
Makalah Kimia Analitik II
ke dalam sebuah larutan panas dari sampelnya, dan perkembangan reduksi diikuti
dengan memperhatikan hilangnya warna kuning dari ion besi (III) :
Sn2+ + 2Fe3
+ → Sn4+ + 2Fe2
+
Sedikit kelebihan timah (II) klorida ditambahkan untuk memastikan
selesainya reduksi.Kelebihan ini dihilangkan dengan permanganat melalui titrasi.
Untuk tujuan ini, larutan tersebut didinginkan, dan rakssa (II) klorida ditambahkan
secara cepat untuk mengoksidasi kelebihan ion timah(II) :
2HgCl2 + Sn2+ → Hg2Cl2(s) + Sn4
+ + 2Cl-
Besi (II) tidak dioksidasi oleh rakasa (II) klorida. Endapan dari raksa (I)
klorida, jika kecil, tidak akan mengganggu titrasi lanjutannnya. Namun
demuikian, jika timah (II) klorida yang ditambahkan terlalu banyak raksa (I)
klorida dapat direduksi lebih lanjut manjadi raksa yang bebas :
Hg2Cl2(s) + Sn2+ → 2Hg(l) + 2Cl- + Sn4
+
Raksa, yang dihasilkan dalam keadaan yang dengan terbagi baik pada
kondisi-kondisi ini, menyebabkan endapannya tampak berwarna abu-abu hingga
hitam. Jika endapannya gelap, sampel tersebut harus dibuang, karena raksa, dalam
keadaan yang terbagi dengan baik, akan teroksidasi selama titrasi. Kecenderungan
untuk mengalami reduksi lebih lanjut dari Hg2Cl2 akan sangat berkurang jika
larutan tersebut dingin dan HgCl2 ditambahkan secaracepat. Tentu saja jika SnCl2
yang ditambahkan tidak mencukupi, tidak ada endapan Hg2Cl2 yang akan didapat.
Dalam kasus ini sampel harus dibuang.Timah (II) klorida biasanya dipergunakan
untuk mereduksi besi dalam sampel-sampel yang telah dilarutkan dalam asam
klorida. Larutan pencegah Zimmermann-Reindhardt lalu ditambahkan jika titrasi
akan dilakukan dengan permanganat (Underwood, 2002).
Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak
langsung dengan permanganometri seperti: (1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan
Hg(I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan
dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 16
Makalah Kimia Analitik II
kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat
dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan. (2) ion-ion Ba dan Pb dapat
pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci,dan dilarutkan
dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih.Sebagian Fe2+
dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan
menitrasinya dengan KMnO4 (Anonim, 2009).
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain
terletak pada: Larutan pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan dilakukan
dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan
terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan
presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian
KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4
dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2
+ :
MnO4- + 3Mn2
+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+
Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat
karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air :
H2C2O4 + O2 ↔ H2O2 + 2CO2↑ (Anonim , 2009).
b. Iodometri dan iodimetri
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 17
Makalah Kimia Analitik II
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat
yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan
mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk
akan ditentukan dengan menggunakan larutan baku tiosulfat.
Oksidator + KI → I2 + 2e-
Ia+ Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara
langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan
menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan.
Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor + I2 → 2I-
Na2S2O3 + I2 → NaI +Na2S4O6
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi
kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan
reduksi memperoleh elektron.Oksidator adalah senyawa di mana atom yang
terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor,
atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi
harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain.
Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya
saja (Khopkar, 2003).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor.Namun
demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim
dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion
besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan
iodium sebagai pentiter disebut iodimetri,sedangkan yang menggunakan larutan
iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai,1995).
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 18
Makalah Kimia Analitik II
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi
(iodimetri) dan ioniodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif
beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara
langsung dengan iodium.Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit.Akan
tetapi banyak pereaksi oksidasi cukupkuat untuk bereaksi sempurna dengan ion
iodida, dan ada banyak penggunaan prosesiodometrik.Suatu kelebihan ion iodida
ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yangditentukan, dengan pembebasan
iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara
iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood,1986). Iodium
hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 250C), tetapi agak larut
dalam larutan yang mengandung ion iodida.
Larutan iodium standar dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium
murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan
sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat,yang ditimbang dengan
teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan
distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling
biasadigunakan. (Underwood, 1986) Larutan standar yang dipergunakan dalam
kebanyakan proses iodometrik adalah natriumtiosulfat.
Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan
tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasiterhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk
waktu yang lama.Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk
larutan natrium tiosulfat.Iodium murni merupakan standar yang paling nyata,
tetapi jarang digunakan karenakesukaran dalam penanganan dan penimbangan.
Lebih sering digunakan pereaksi yangkuat yang membebaskan iodium dari iodida,
suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).
Titrasi iodometri
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 19
Makalah Kimia Analitik II
Metode titrasi iodometri langsung ( kadang-kadang dinamakan iodimetri)
mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri
tak langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri), adalah berkenaan dengan
titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari
sistem reversibel: I2 (solid) 2e 2I- adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu
kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah
ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat
pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasiion iodida menjadi
relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion
iodida terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida: I2(aq)+ I-I3- Karena
iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik
ditulissebagai:I3-+ 2e 3I-
Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion
tri-iodidamerupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium
permanganat, kaliumdikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri) digunakan
suatu larutan ioddalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion
tri-iodida, I3- . Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi
iod seharusnya ditulis denganI3-dan bukan dengan I2, misalnya:I3-+ 2S2O3
2-3I-+
S4O62-akan lebih akurat daripada:I2+ 2S2O3
2-= 2I-+ S4O62- (Bassett, J. dkk., 1994).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat
bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau
merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida
atau kloroform dan kadang-kadang halini digunakan untuk mengetahui titik akhir
titrasi.Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji,
karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat
peka terhadap iodium.Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam
daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodide (Underwood,
1986). Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 20
Makalah Kimia Analitik II
bereaksi dengan I-(iodide) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara
kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat.Dari pengertian diatas maka
titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali. Iodida adalah
reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikandengan
oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini disebabkan karena
faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang dapat dipakai untuk
iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses titrasi yang sangat baik
untuk titrasi yang melibatkan iodide. Senyawaan iodide umumnya KI
ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang
terbentuk adalah equivalent dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan.
Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat
(umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indicator amilum jadi perubahan
warnanya dari biru tua kompleks amilum-I2 sampai warna initepat hilang. Reaksi
yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut:
IO3- + 5 I- + 6H+ -> 3I2 + H2O
I2 + 2 S2O32- -> 2I- + S4O6
2-
Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan tepat
bereaksidengan 6 mmol S2O32- (ingat 1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2 mmol
S2O32-)sehingga mmol IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S2O32-
c. Dikromatometri
Dikhromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan larutan kalium
bikromat (K2Cr2O7) sebagai larutan standar.Garam dari K2Cr2O7 memeiliki
beberapa kelebihan yaitu, dapat diperoleh dalam keadaan murni dan cukup stabil
sampai titik leburnya, sehingga dapat digunakan sebagai standar primer. Proses
oksidasi oleh K2Cr2O7 hanya dapat berlangsung dalam suasana asam, dimana
garam tersebut akan tereduksi menjadi garam kromi (Cr3+) yang berwarna hijau,
menurut persamaan reaksi :
Cr2O7 2- + 14 H+ + 6e 2 Cr3+ + 7 H2O
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 21
Makalah Kimia Analitik II
Titrasi ini umumnya digunakan untuk menetapkan kadar besi dalam
bijihnya atau penetapan ion Fe2+, dan oleh karena K2Cr2O7 merupakan zat standar
primer, maka untuk membuatnya sebagai larutan standar cukup menimbang zat-
nya dengan tepat dan kemudian dilarutkan dalam volume tertentu. Misalnya untuk
membuat larutan 1 N, maka dilarutkan zat padatnya yang mengandung berat = 1/6
mol K2Cr2O7 dalam setiap liternya.
Pada proses titrasi ini, untuk mengetahui saat tercapainya titik ekivalen
dapat digunakan 3 cara, yaitu : dengan indikator internal, eksternal dan secara
potensiometri. Cara yang paling sederhana dan banyak digunakan adalah dengan
indikator internal. Indikator internal yang dapat digunakan adalah difenilamin (1%
dalam H2SO4 pekat), difenilbenzidin (1% dalam H2SO4 pekat) dan natrium
difenilaminsulfonat (0,2% dalam air).
Dalam penetapan Fe2+, indikator eksternal yang biasa digunakan adalah
K3{Fe(CN)6}, yang ditambahkan diluar larutan yang dititrasi. Caranya ketika
titrasi diperkirakan sudah mendekati titik ekivalen, larutan yang dititrasi diambil
sedikit cuplikannya (2 tetes) dan diteteskan ke atas pelat tetes yang telah diisi
dengan larutan indikator K3{Fe(CN)6}. Apabila titik ekivalen telah tercapai pada
penambahan 2 tetes larutan yang dititrasi ke dalam larutan indikator akan
menghasilkan warna coklat yang stabil/permanen dari garam Fe{Fe(CN)6},
sedangkan jika titik ekivalen belumtercapai akan diperoleh warna coklat kebiruan
campuran dari warna larutan garam ferro dan ferrisianida.
Penetapan secara potensiometri didasarkan pada kurva titrasinya. Dalam cara ini
diperlukan alat pengukur potensial larutan (potensiometer). pH-meter saat ini
umumnya dilengkapi juga dengan alat pengukur potensial.
2.4 Aplikasi Titrasi Redoks
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 22
Makalah Kimia Analitik II
Salah satu aplikasi titrasi redoks khususnya permanganometri,
iodo/iodimetri dan dikromatometri akan diuraikan dibawah ini.
a. Aplikasi Permanganometri
Alat dan Bahan
- Untuk membuat standarisasi larutan kalium permanganat (KMnO4)
dengan larutan asam oksalat (H2C2O4 . 2H2O)
Alat Ukuran Jumlah
Labu Erlenmeyer
Corong
Buret
Pipet volume/pipet gondok
Gelas ukur
Termometer
Gelas kimia
Penangas
-
-
-
10 mL
25 mL
-
500 mL
-
3 buah
1 buah
Lengkap
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
Bahan Ukuran Jumlah
Larutan H2SO4
Aquades
1 N 5 mL
secukupnya
- Untuk menetapkan kemurnian nitrit dalam garam nitrit (NaNO2)
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 23
Makalah Kimia Analitik II
Alat Ukuran Jumlah
Neraca analitik
Gelas kimia
Labu Erlenmeyer
Corong
Buret
Pipet volume/pipet gondok
Gelas ukur
-
250 mL
-
-
-
10 mL
25 mL
1buah
1 buah
3 buah
1 buah
Lengkap
1 buah
1 buah
Bahan Ukuran Jumlah
Kristal CuSO4
Larutan NH4OH
Larutan standart Na2S2O4
Larutan KI
Indikator Universal
Indikator amilum
Aquades
-
0,1 N
-
0,1 N
-
-
2,5 gram
secukupnya
50 mL
15 mL
secukupnya
1 – 2 mL
secukupnya
PROSEDUR PERCOBAAN
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 24
Makalah Kimia Analitik II
Standarisasi larutan KMnO4 dengan larutan H2C2O4 . 2H2O
1. Mengisi buret dengan larutan kalium permanganat (KMnO4) sampai
penuh (50 mL).
2. Mengukur 10 mL larutan asam oksalat (H2C2O4 . 2H2O) dari kegiatan
percobaan di atas dan memasukkannya ke dalam labu erlenmeyer.
3. Menambahkan larutan H2SO4 1 N sebanyak 5 mL ke dalam labu
erlenmeyer, kemudian memanaskannya sampai pada suhu 70C.
4. Kemudian barulah menitrasi larutan dalam labu erlenmeyer tersebut
dengan menggunakan larutan kalium permanganat (KMnO4) melalui
buret sampai terjadi perubahan warna larutan dari yang tidak berwarna
(bening) sampai menjadi berwarna cokelat (warna permanen).
5. Melakukan kegiatan percobaan ini sebanyak 3 kali pengulangan dan
mencatat hasil pengamatannya pada lembar pengamatan.
- Untuk menetapkan kemurnian nitrit dalam garam nitrit (NaNO2)
1. Mengukur 10 mL larutan garam nitrit (NaNO2) dari kegiatan percobaan
di atas dan memasukkannya ke dalam labu erlenmeyer.
2. Menambahkan larutan H2SO4 1 N sebanyak 5 mL ke dalam labu
erlenmeyer, kemudian memanaskannya sampai pada suhu 70C.
3. Kemudian barulah menitrasi larutan dalam labu erlenmeyer tersebut
dengan menggunakan larutan kalium permanganat (KMnO4) melalui
buret sampai terjadi perubahan warna larutan dari yang tidak berwarna
(bening) sampai menjadi berwarna violet muda (warna permanen).
Melakukan kegiatan percobaan ini sebanyak 3 kali pengulangan dan mencatat
hasil pengamatannya pada lembar pengamatan.
b. Aplikasi Iodo/Iodimetri
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 25
Makalah Kimia Analitik II
Salah satu aplikasi dari Iodometri yaitu pengukuran kadar kafein dalam teh
Alat dan Bahan
1. labu takar 100 mL
2. Erlenmeyer
3. Timbangan
4. Gelas beker
5. Kertas saring
6. Corong
7. Batang pengaduk
8. Buret
9. Larutan amilum
10. Teh sepeda balap
11. Akuades
12. Alkohol
13. H2SO4 10%
14. Larutan iodium 0,1 N
15. Indikator kanji.
Proses Pengolahan
A. Preparasi Sampel Teh
1. Ditimbang 25 gram teh kering, dimasukkan dalam gelas beker.
2. Ditambahkan 100 mL akuades, kemudian didihkan larutan sampai 30
menit sambil diaduk sesekali. Angkat, lalu disaring.
3. Diuapkan filtrat yang diperoleh hingga volumenya berkurang menjadi
sekitar 20 mL, diangkat dan didinginkan filtrat.
B. Analisis Kadar Kafein dalam Teh
1. Dimasukkan filtrat teh hasil preparasi dalam labu takar 100 mL,
ditambahkan 25 mL alkohol, dikocok sekitar 5 menit sampai
homogen.
2. Ditambahkan 5 mL H2SO4 10% dan 20 mL larutan iodium 0,1 N ke
dalam labu takar, diencerkan sampai batas, kemudian kocok larutan
sampai homogen.
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 26
Makalah Kimia Analitik II
3. Diambil 20 mL larutan, dimasukkan dalam erlenmeyer, ditambahkan
indikator kanji.
4. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru
hilang. Titrasi dilakuakn sebanyak 3 kali pengulangan
c. Aplikasi Dikromatometri
Alat dan Bahan
Neraca analitis
Buret 50 mL
Botol Timbang
Botol Semprot
Corong Tangkai Pendek
Labu Erlenmeyer 250 mL
Batang Pengaduk
Klem buret
Statif
Sendok/spatula
Tegel putih
Kaki tiga
Kawat kasa
Larutan K2Cr2O7
Sampel garam ferro
Air bebas O2
Indicator difenil sulfonat
Kertas Isap
Langkah Kerja
Timbang selisih ± 1 gram sampel garam ferro, bilasi dengan H2SO4 4 N ke
dalam Erlenmeyer 250 mL, lalu larutkan dengan 50 mL air bebas O2
Tambahkan 12,5 mL H2SO4 4N
Tambahkan H3PO4 85% (jika tidak ada, encerkan larutan ferro hingga ±
300 mL)
Tambahkan 6-8 tetes difenilamin sulfonat
Titrasi dengan larutan standar K2Cr2O7 hingga terjadi perubahan warna dari
tidak berwarna menjadi merah sangat muda.
Lakukan secara duplo
Hitung kadar Fe2+ dalam sampel.
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 27
Makalah Kimia Analitik II
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam titrasi dengan metode dikromatometri untuk penetapan Fe3+ dilakukan
pengasaman dengan HCl karena HCl karena akan memberikan warna yang
jelas mencirikan adanya Fe3+, kemudian dipanaskan pada penangas air untuk
mempercepat reaksi redoks yang terjadi kemudian ditambahkan asam pospat
untuk mengikat ion ferry sehingga warnanya jelas dan TA mudah diamati.
Pada analisa kadar kafein dalam teh, alkohol yang digunakan dalam
percobaan berguna untuk memisahkan senyawa organik dengan zat organik
yang terkandung dalam teh, karena dalam teh tidak hanya mengandung teh
tetapi juga mengandung zat-zat lain seperti minyak oli yang merupakan
pewangi teh. Penambahan asam sulfat membuat reaksi berada dalam suasana
agar reaksi yang terjadi, karena kepekatan lebih besar dalam larutan asam
daripada dalam larutan netral dan lebih basa dengan adanya ion iodium yang
ditambah dan kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi.
Penggunaan natrium thiosulfat sebagai larutan yang akan terurai dalam larutan
belerang sebagai endapan. Akan tetapi reaksinya berlangsung lambat dan
tidak terjadi apabila thiosulfat dititrasi dengan larutan berasam. Pada iodium
jika larutannya tidak diaduk maka reaksi antara iodium dengan thiosulfat jauh
lebih cepat dari pada penguraian. Iodium mengoksidasi thiosulfat menjadi ion
tetraionat reaksinya
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O6
2-
Pada titrasi digunakan indikator kanji yang berbentuk ion komplek berwarna
biru yang berasal dari amilum, reaksi yang menunjukkan adalah sebagai
berikut:
I2 + amilum I2-amilum.
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 28
Makalah Kimia Analitik II
Setelah dilakukan titrasi maka reaksi yang terjadi adalah:
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O6
2-
Penggunaan indikator kanji atau amilum ini dalam proses titrasi natrium thiosulfat
dan teh karena natrium thiosulfat lebih kuat pereaksinya dibandingkan dengan
amilum sehingga amilum atau larutan kanji tersebut dapat didesak keluar dari
proses reaksi tersebut. Jadi hal ini menyebabkan warna berubah kembali seperti
semula setelah dilakukannya titrasi dengan natrium thiosulfat.
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 29
Makalah Kimia Analitik II
BAB IV
KESIMPULAN
Permanganometri, Iodo/Iodimetri dan dikromatometri merupakan metode titrasi
redoks yang melibatkan reaksi reduksi, oksidasi. Titrasi redoks ini banyak
digunakan dalam kehidupan sehari – hari seperti dalam penetapan kadar kafein
dalam teh dapat menggunakan dengan metode iodo/iodimetri, penetapan kadar
Fe3+ dapat menggunakan metode dikromatometri dan penetapan kadar garam nitrit
dengan menggunakan metode permanganometri.
Nurul Ramadanah/3212101020 Page 30