analisis toksisitas membran scaffold kitosan rgd …
TRANSCRIPT
ANALISIS TOKSISITAS MEMBRAN SCAFFOLD KITOSAN
RGD CANGKANG KEPITING TERHADAP SEL PULPA GIGI
MANUSIA Tri Kurnia Dewi1
1. Departemen Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pendahuluan:BATAN telah membuat membran scaffold kitosan RGD cangkang kepiting (SKRCK) dan membran scaffold kitosan cangkang kepiting (SKCK). Pembuatan SKRCK dan SKCK dalam bentuk membran bertujuan untuk mengatasi kasus one wall defect akibat periodontitis. Penambahan RGD bertujuan untuk meningkatkan perlekatan sel pada scaffold. Scaffold harus bersifat biocompatible (tidak toksik). Tujuan:Menganalisis toksisitas membran SKRCK terhadap sel pulpa gigi manusia. Metode:Sel pulpa gigi manusia dikultur selama 5 hari. Setelah itu kelompok perlakuan dipapar membran SKRCK dan membran SKCK (kontrol). Kemudian diinkubasi selama 24 jam. Hasil Penelitian:Nilai rerata viabilitas (%) sel pulpa gigi manusia pada kelompok SKRCK 1mg dan 2mg adalah 315,9 dan 298,9, sedangkan pada kelompok SKCK 1mg, dan 2mg adalah 514,7 dan 520,8. Kesimpulan:SKRCK tidak toksik terhadap sel pulpa gigi manusia.
ABSTRACT
Toxicity Analysis of Crab Shells Chitosan RGD Scaffold Membrane on Human Dental Pulp Cells
Introduction: BATAN has made crab shells chitosan RGD scaffold membrane (SKRCK) and crab shells chitosan scaffold membrane (SKCK). SKRCK and SKCK made in the form of a membrane aims to solve the case of one wall defects due to periodontitis. The addition of RGD aims to enhance cell attachment to the scaffold. The scaffold should be biocompatible (non-toxic). Objective:To analyze the toxicity of SKRCK membrane on human dental pulp cells. Methods:The human dental pulp cells were cultured for 5 days. After that the treatment group was exposed to the SKRCK membrane and membrane SKCK (control). Then incubated for 24 hours. Results: The mean viability (%) of human dental pulp cells in group 1mg and 2mg SKRCK was 315.9 and 298.9, whereas in the group
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
SKCK 1mg and 2mg is 514.7 and 520.8. Conclusion: SKRCK did not give toxic effects on human dental pulp cells. Keywords: crab shells chitosan, scaffold, RGD, toxicity, human dental pulp cells Pendahuluan
Kerusakan tulang dapat disebabkan akibat trauma, infeksi jaringan
periodontal, tumor, kista, dan kelainan tumbuh kembang. Salah satu penyebab
kerusakan tulang yang sering terjadi adalah akibat penyakit periodontal atau
periodontitis. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.1,2
Terdapat beberapa perawatan untuk mengatasi kasus kerusakan tulang, salah
satunya dengan menggunakan bone graft. Penggunaan bone graft memerlukan
prosedur bedah untuk mentransplantasikan bone graft pada tulang yang
mengalami kerusakan. Salah satu sumber bone graft yang dapat digunakan berasal
dari jaringan tubuh pasien sendiri (autograft). Namun, perawatan bone graft yang
menggunakan autograft memiliki beberapa kekurangan antara lain sulit
mendapatkan cukup tulang untuk ditransplantasikan dan timbulnya rasa nyeri
karena pembedahan ganda akibat pengambilan bone graft, sehingga tidak dapat
digunakan pada kasus kerusakan tulang yang luas. Selain autograf, material lain
yang dapat digunakan berasal dari jaringan spesies lain (xenograft). Namun,
xenograf memiliki resiko tinggi, yaitu terjadi reaksi imun yang tidak diinginkan
dan penularan penyakit.2
Beberapa tahun terakhir rekayasa jaringan telah banyak dikembangkan
untuk memperbaiki, menggantikan sebagian atau keseluruhan jaringan yang
mengalami kerusakan.3 Terdapat tiga komponen penting dalam rekayasa jaringan,
yakni growth factor atau sinyal molekul, stem cell, dan scaffold. Growth factor
atau sinyal molekul adalah faktor transkripsi yang berasal dari aktivasi gen selama
proses rekayasa jaringan.4 Stem cell adalah sel yang belum mengalami diferensiasi
menjadi tipe sel khusus serta memiliki aktivitas proliferasi yang tinggi akibat
pengaruh sinyal molekul tertentu sehingga dapat digunakan untuk regenerasi
jaringan yang rusak.5 Sumber adult stem cell dapat ditemukan pada gigi, salah
satunya berasal dari sel pulpa gigi manusia. Stem cell dari sel pulpa gigi manusia
memiliki kemampuan osteogenik.6 Scaffold berfungsi sebagai matriks
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
ekstraseluler sementara untuk perlekatan antar sel, proliferasi sel dan diferensiasi
sel untuk membentuk jaringan baru sesuai yang diinginkan. Berdasarkan
biomaterial penyusunnya scaffold diklasifikasikan menjadi protein-based
material, polysaccharide-based materials, dan artifical polymers. Salah satu
polysaccharide-based materials adalah kitosan.
Sumber kitosan didapat dari hewan krustasea seperti kepiting. Menurut data
Badan Pusat Statistik pada tahun 2014, nilai ekspor kepiting Indonesia mencapai
92.030,7 ton.7 Kepiting diekspor dalam bentuk beku tanpa cangkang, sehingga
produk samping berupa cangkang berkisar 25-50% dari total berat kepiting.8
Cangkang kepiting mengandung senyawa kitin sebanyak 70%.9 Kitosan adalah
derivat biopolimer dari kitin yang dapat digunakan sebagai material scaffold untuk
regenerasi tulang serta memiliki kemampuan osteoinduksi, biokompatibel,
biodegradable dan mampu mendeposisi matriks mineral tulang.10 Namun,
scaffold kitosan kurang memiliki sinyal bioaktif untuk perlekatan sel, proliferasi
sel dan diferensiasi sel.11 Oleh karena itu, perlu adanya peningkatkan kemampuan
perlekatan sel pada scaffold. Untuk mengatasi kekurangan scaffold kitosan perlu
adanya penambahan molekul bioaktif pada scaffold kitosan, salah satu molekul
bioaktif yang dilaporkan berkhasiat untuk meningkatkan respon sel pada
biomaterial yang memiliki keterbatasan kemampuan bioaktifitas adalah arginine-
glycine-aspartic acid (RGD).12
RGD adalah salah satu peptida adhesif yang berada pada protein matriks
ekstraseluler serta dapat digunakan untuk interaksi molekul. RGD juga dapat
ditemukan pada laminin dan kolagen. RGD akan mengenali integrin spesifik agar
RGD dapat bertindak sebagai perantara perlekatan sel spesifik terhadap scaffold
kitosan.13 Oleh karena itu, penambahan RGD pada scaffold kitosan diharapkan
dapat meningkatkan perlekatan sel terhadap scaffold kitosan.
Pada teknik rekayasa jaringan, stem cell diletakkan pada scaffold yang
berfungsi sebagai matriks ekstraseluler sementara untuk memfasilitasi perlekatan
sel, proliferasi, dan diferensiasi yang selanjutnya akan membentuk jaringan baru.3
Kitosan sebagai scaffold terdapat dalam berbagai bentuk sediaan. Salah satunya
berbentuk membran. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah membuat
kitosan dari cangkang kepiting dalam bentuk membran yang ditambahkan RGD
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
untuk mengatasi kelainan jaringan periodontal yang disertai kegoyangan gigi
terutama pada kasus kerusakan tulang one-wall defect. Aplikasi dari membran
scaffold kitosan dalam bentuk membran akan menyelimuti area kerusakan tulang
sehingga meminimalisir terjadinya pergerakan dan perpindahan scaffold kitosan.
Penambahan RGD diharapkan dapat meningkatkan perlekatan sel terhadap
scaffold kitosan. Namun, belum ada uji biokompatibilitas pada membran scaffold
kitosan RGD cangkang kepiting. Uji tersebut digunakan untuk mengetahui apakah
bahan uji dapat diterima oleh jaringan tubuh. Salah satu uji biokompatibilitas
adalah uji toksisitas.14
Analisis toksisitas digunakan untuk mengevaluasi respon sel dan jaringan
terhadap suatu biomaterial dengan mengukur sitotoksisitas material, serta analisis
toksisitas merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan suatu
biomaterial. Suatu material dapat dikatakan bersifat toksik apabila setelah paparan
bahan uji, sel mengalami lisis atau terjadi penurunan proliferasi sel.15 Analisis
toksisitas scaffold kitosan RGD cangkang kepiting dilakukan menggunakan uji
viabilitas terhadap stem cell. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai toksisitas pada membran scaffold kitosan RGD
cangkang kepiting produksi BATAN terhadap viabilitas sel pulpa gigi manusia
dengan uji MTT.
Tinjauan Teori
Terdapat tiga komponen utama dalam rekayasa jaringan, yaitu stem cell,
scaffold dan growth factor. Ketiga komponen tersebut bergabung membentuk
jaringan atau organ baru yang memiliki fungsi, struktur, dan sifat mekanis yang
sama atau lebih baik dari jaringan yang digantikannya.13 Scaffold adalah material
yang menyediakan matriks ekstraselular sementara untuk infiltrasi yang dapat
mendukung akitivitas sel. Berdasarkan sumbernya, scaffold dapat berasal dari
bahan alami, bahan sintetik, dan bahan keramik, dimana scaffold dapat
mengandung beberapa jenis faktor pertumbuhan untuk merangsang perlekatan sel,
migrasi dan proliferasi.15 Bahan sintetik dapat berasal dari polystrene, poly-l-
lactic acid (PLIA) dan polyglycolic acid (PGA). Bahan alami dapat berasal dari
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
kolagen, proteoglycans, alginate-based substate, dan kitosan. Bahan keramik
dapat berasal dari hidroksiapatit (HA) dan tri-calcium phosphat.16,17
Scaffold yang ideal harus memiliki karakteristik antara lain biocompatible,
mikrostruktur, biodegradible, porositas yang baik dengan ruangan yang saling
berhubungan untuk infiltrasi seluler, kemampuan menahan air, transfer nutrisi,
neovaskularisasi, dan adanya ruang untuk jaringan tulang yang baru tumbuh.3,13
Kitin dapat ditemukan di exoskeleton krustasea, seperti kepiting, udang,
serta dinding sel basil. Kitosan diperoleh dengan deasetilasi basa dari kitin.
Deasetilasi kitin dilakukan dengan hidrolisis kimia.3 Kitosan membentuk
kompleks larutan dengan molekul jaringan ikat seperti kolagen dan
glikosaminoglikan untuk membentuk struktur berpori tiga dimensi yang saling
berhubungan. Kitosan ini mampu membawa agen aktif biomolekul dan faktor
pertumbuhan.20 Kitosan memiliki sifat tidak toksik, tidak memberikan efek
antigenik, biocompatible, biodegradable, anti tumor dan anti bakterial.13 Kitosan
terdapat dalam berbagai bentuk sediaan untuk diaplikasikan dalam bidang
kedokteran dan kedokteran gigi seperti bubuk, hydrogel, fiber, membran dan
butiran.10 Aplikasi kitosan yang luas pada berbagai bidang bukan hanya karena
sumber kitosan yang melimpah di alam akan tetapi karena kitosan sangat
biocompatible dan efektif digunakan diberbagai aplikasi.21
Stem cell menjadi bagian yang sangat penting dalam regenerasi jaringan.
Stem cell ialah sel yang belum terspesialisasi serta memiliki aktivitas proliferasi
yang tinggi dan dapat diferensiasi menjadi tipe sel tertentu. Aktivitas seluler sel
dikontrol oleh faktor pertumbuhan atau sinyal molekul, yakni protein yang
mengikat reseptor membran spesifik dan memicu serangkaian jalur sinyal molekul
lain untuk mengatur aktivitas seluler sel. Molekul tersebut berperan sangat
penting selama perkembangan sel, sehingga stem cell dapat meregenerasi seluruh
jaringan.5 Contoh sinyal molekul untuk regenerasi tulang adalah bone
morphogenetic protein (BMP) dan transforming growth factor-b (TGF-b), sinyal
molekul tersebut dapat merangsang mesenkimal stem cell untuk berdiferensiasi
menjadi osteoblas dan selanjutnya membentuk tulang baru.
Salah satu sumber dari stem cell dapat ditemukan pada gigi, yakni dental
pulp stem cells (DPSCs). Pada uji in vitro DPSCs tikus mampu diferensiasi
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
menjadi odontoblast, osteoblast, adiposit, kondrosit, mioblast dan neuronal sel,
sedangkan uji in vivo pada tikus menunjukkan kemampuan diferensiasi menjadi
komplek dentin pulpa.32 Pada penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa
sel pulpa gigi yang mengandung DPSCs mampu proliferasi dan diferensiasi
membentuk odontoblast.33 Pada penelitian in vitro kultur DPSCs, dilaporkan
bahwa sel mampu berdiferensiasi menjadi sel osteoblast serta pada in vivo mampu
berdiferensiasi menjadi sel odontoblas.34 Penelitian lain, DPSCs yang ditanamkan
pada dentin manusia dan diimplantasikan ke immunocompromised tikus,
menunjukkan adanya struktur dentin reparatif pada permukaan dentin. Pada
penelitian in vivo, DPSCs mampu membentuk jaringan seperti tulang pada in
vivo.28
Perlekatan sel pada scaffold merupakan hal penting pertama dalam
regenerasi jaringan sebelum terjadi proliferasi dan diferensiasi sel.35,36 Terdapat
empat tahapan adhesi sel: melekat, menyebar, membentuk sitoskeleton, dan
membentuk kontal lokal.35 Interaksi sel dan scaffold dapat ditingkatkan dengan cara modifikasi scaffold
menggunakan sinyal molekul.11 Pada awalnya bahan yang digunakan untuk meningkatkan
perlekatan sel adalah protein seperti fibronektin, kolagen, atau laminin. Namun,
penggunaan protein memiliki kelemahan, antara lain protein harus diisolasi dari
organisme lain dan dimurnikan sehingga dapat menimbulkan respon imun yang
tidak diinginkan. Penggunaan material yang dilapisi protein pada jangka panjang
tidak memungkinkan karena dapat menimbulkan risiko infeksi dan inflamasi serta
mempercepat degradasi protein. Oleh karena itu, perlu adanya material yang dapat
mengatasi masalah di atas. Peptida menunjukkan stabilitas yang lebih tinggi
terhadap kondisi sterilisasi, temperatur, pH yang bervariasi, dan penyimpanan.
Peptida yang dilaporkan memiliki kemampuan untuk meningkatkan adhesi pada
scaffold adalah RGD.37
Arginine-Glycine-Aspartic Acid (RGD) ialah salah satu peptida adhesif yang
berada pada protein matriks ekstraseluler, serta dapat digunakan untuk interaksi
molekul. RGD dilaporkan memiliki kemampuan sebagai perantara perlekatan
sejumlah tipe sel terhadap material, menjadi perantara interaksi sel osteoblast dan
mencegah kehilangan osteoklas, dan dapat meningkatkan perlekatan sel.35,36,38
Penambahan RGD menunjukkan bahwa penambahan biomaterial lain seperti
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
RGD dalam scaffold kitosan mampu meningkatkan sifat biologis dan mekanik
scaffold kitosan.3 Hal ini didukung pula pada penelitian lainnya yang melaporkan
bahwa penambahan komponen matriks ekstraselular seperti ECM protein adhesi
dan cell binding peptides dapat meningkatkan biokompatibilitas material
tersebut.12
Prinsip kerja RGD adalah integrin-binding dengan protein matriks
ekstraseluler seperti fibronektin, vitronektin, fibrinogen, thrombospondin,
osteopontin, dan sialoprotein.39 RGD akan mengekspresikan integrin spesifik
sehingga dapat mengontrol RGD untuk berikatan dengan sel ke RGD dan menjadi
perantara perlekatan sel spesifik pada scaffold. Integrin adalah reseptor untuk
adhesi sel yang akan berinteraksi dengan matriks ekstraseluler termasuk
fibronektin, laminin, kolagen, dan molekul lainnya. Integrin mengirim sinyal dua
arah yang disebut sinyal inside out dan sinyal outside in, yang terdiri dari subunit
α dan β, serta bergabung menjadi satu pasang membentuk ligan.12 Integrin yang
penting dalam regenerasi jaringan adalah αVβ3, αVβ5 dan αIIβb3.38
Analisis toksisitas merupakan hal yang penting untuk menguji biomaterial
baru sebelum biomaterial dimanfaatkan secara luas, seperti obat, kosmetik,
makanan dan lain sebagainya.40 Analisis toksisitas secara in vitro dapat
menggunakan uji phototoxicity, uji viabilitas sel, uji metabolik, uji survival, uji
sitotoksisitas, uji mutagenisitas dengan bakteri, dan uji mutagenisitas dengan
mamalia. Analisis toksisitas secara in vivo dapat dilakukan dengan observasi efek
setelah paparan biomaterial bahan uji seperti efek karsinogenik, efek terhadap
sistem syaraf pusat, efek terhadap toksisitas akut dan kronik.41
Kultur sel adalah salah satu alat utama yang digunakan dalam biologi seluler
dan molekuler, dan merupakan suatu model yang sangat baik untuk mempelajari
fisiologi normal, biokimia sel (misalnya, studi metabolisme, penuaan), efek dari
obat, senyawa toksik pada sel, mutagenesis dan karsinogenesis.40 Kultur sel
adalah pengambilan sel dari hewan, tumbuhan atau manusia yang selanjutnya
ditumbuhkan dalam lingkungan buatan (medium). Kultur primer ialah tahap
kultur setelah sel diisolasi dari jaringan asalnya, kemudian sel berproliferasi
hingga mencapai confluence. Setelah confluence sel-sel harus disubkultur
beberapa kali (1-5 kali) dengan memindahkan sel ke tempat dengan medium
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
pertumbuhan yang baru, agar tersedia lebih banyak ruang untuk pertumbuhan
selanjutnya.
Uji viabilitas sel adalah uji yang digunakan untuk mengetahui apakah bahan
uji memiliki efek terhadap proliferasi sel atau menunjukkan efek sitotoksik
langsung yang menyebabkan kematian sel. Ada berbagai metode pengujian yang
dapat digunakan untuk mengetahui viabilitas sel eukariotik antara lain tetrazolium
reduction (MTT, MTS, XTT dan WST-1), resazurin reduction, protease markers,
trypan blue dan deteksi ATP. Pengukuran MTT dilihat dari segi metabolisme sel
secara umum ataupun aktivitas enzimatik. Perbedaan MTT dengan MTS, XTT
dan WST-1 adalah MTT bermuatan positif dan mampu menembus sel sedangkan
MTS, XTT dan WST-1 bermuatan negatif dan tidak mampu menembus sel.41,44
Uji MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide)
adalah uji viabilitas sel menggunakan 96-well plate.45 MTT ialah bahan kimia
yang berwarna kuning dan sensitif terhadap cahaya. Substrat MTT disiapkan
dalam larutan fisiologis, dipaparkan pada sel yang dikultur, biasanya konsentrasi
akhir 0,2-0.5mg/ml , selanjutnya diinkubasi selama 1 sampai 4 jam.44
Prinsip kerja dari uji MTT ialah mengukur aktivitas seluler dari aktivitas
enzim succinic dehydrogenase yang berada pada mitokondria sel hidup untuk
mereduksi garam tetrazolium. Nilai aktivitas seluler yang diukur akan berbanding
lurus dengan nilai optical density (OD) dan konsentrasi sel yang digunakan. Sel
yang hidup dengan metabolisme aktif akan mengkonversi MTT menjadi produk
formazan yang berwarna ungu. Ketika sel-sel mati, kehilangan kemampuan untuk
mengkonversi MTT ke formazan, sehingga pembentukan warna inilah yang
berfungsi sebagai penanda sel tersebut masih hidup atau tidak. Jumlah produk
formazan yang dihasilkan umumnya sebanding dengan jumlah sel hidup. Selain
melibatkan enzim succinic dehydrogenase, mekanisme seluler perubahan dari
MTT ke formazan juga dapat melibatkan reaksi dengan NADH atau mengurangi
molekul yang mentransfer elektron ke MTT.47
Produk formazan dari MTT terakumulasi sebagai endapan larut dalam sel,
di dekat permukaan sel dan media kultur. Formazan tersebut harus dilarutkan
sebelum dilakukan pembacaan nilai optical density dengan alat pembaca.
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
Berbagai metode telah digunakan untuk melarutkan produk formazan,
menstabilkan warna, menghindari penguapan, dan mengurangi gangguan oleh
fenol merah dan komponen media kultur lain. Berbagai metode pelarutan yang
dapat digunakan antara lain: acidified isopropanol, DMSO, dimetilformamida,
sodium dodecyl sulfate (SDS), dan kombinasi deterjen dan pelarut organik.44
Nilai optical density (OD) dari kristal formazan yang telah dilarutkan dibaca
menggunakan ELISA reader dengan panjang gelombang 490nm. Nilai viabilitas
dapat dihitung atau dianalisis dengan membandingkan nilai OD kelompok
perlakuan dengan kelompok kontrol dikali 100% menggunakan rumus sebagai
berikut:24
Viabilitas sel (%) = !"#$" !"!#$# !" !"#$%&$# !"#$%&'%(!"#$" !"!#$# !" !"#$%&$# !"#$%"&
x 100%
Metode Penelitian
Kultur Sel Gigi manusia diperoleh dari gigi premolar satu atau molar tiga bawah
impaksi yang dicabut dari pasien di Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia. Gigi direndam dalam α-MEM komplit
yaitu mengandung penstrep, fungizone dan FBS. Selanjutnya gigi dicuci dengan
PBS yang mengandung antibiotik. Kemudian gigi dibungkus dengan kasa steril
lalu dipecahkan dengan pastle dan mortal, jaringan pulpa gigi diambil
menggunakan jarum ekstirpasi dan dikoleksi pada petry dish yang berisi α-MEM
tanpa serum. Jaringan pulpa dan medium dipindahkan pada tabung centrifuge
15ml, lalu disentrifugasi (2000rpm, 10 menit). Selanjutnya supernatan dibuang
dan pada pelet ditambahkan larutan kolagenase dispase 2ml, lalu inkubasi pada
inkubator CO2 (37ºC, 5% CO2) selama 1 jam (setiap 15menit sekali tabung
digoyang-goyangkan). Kemudian ditambahkan α-MEM komplit untuk
menghentikan kerja kolagenase dispase sebanyak 2ml, dan disentrifugasi
(2000rpm, 10 menit). Selanjutnya supernatan dibuang dan pada pelet ditambahkan
medium komplit. Pelet sel dilarutkan dalam medium dengan cara pipetting.
Kemudian jumlah sel dihitung pada hemocytometer dengan pewarnaan trypan
blue. Setelah dihitung sel pulpa gigi manusia sebanyak 106 dikultur dalam flask
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
25cm2 dengan medium komplit. Medium diganti setiap 2 hari sekali dan sel
dipanen setelah sel cukup tumbuh.
Panen sel dilakukan dengan cara sebagai berikut: medium dalam flask
dibuang, kemudian dicuci dengan PBS. Lalu ditambahkan tripsin EDTA sampai
semua sel pada dasar flask terendam. Kemudian diinkubasi pada inkubator CO2
(37ºC, 5% CO2) selama 5-7 menit. Selanjutnya ditambahkan medium komplit dan
sel dikoleksi pada tabung 15ml, lalu disentrifugasi (2000rpm, 10 menit). Setelah
disentrifugasi supernatan dibuang dan pada pelet sel ditambahkan 1ml medium
komplit. Setelah itu pelet sel dilarutkan dalam medium dengan cara pipetting.
Sebelum sel ditempatkan pada tempat yang baru, jumlah sel harus dihitung
menggunakan hemocytometer (gambar 2.6). Sel yang dihitung adalah sel hidup
yang tidak terwarnai oleh trypan blue, memiliki ciri-ciri jernih dengan dikelilingi
refractile ring. Sel yang mati akan terwarnai oleh trypan blue dan tidak memilki
refractile ring.
Prosedur penggunaan hemocytometer diawali dengan hemocytometer
dibersihkan dengan cara diusap alkohol 70%. Lalu dikeringkan dan coverslip
ditempatkan pada kamar hitung. Kemudian 10µl larutan sel yang akan dihitung
dimasukkan ke dalam kamar hitung. Hemocytometer ditempatkan pada mikroskop
pada pembesaran 10x. Kemudian akan terlihat tampilan grid dengan luas tiap grid
1mm2 (gambar 2.6). Jika sel yang ada <100mm2 maka satu atau lebih squares
disekitar central square dihitung. Namun jika sel yang ada >1000mm2 hitung sel
pada lima square diagonal pada central square hemacytometer.40
Rumus perhitungan sel:40
Jumlah sel = jumlah sel x 104 x berapa kali pengenceran x volume total
larutan sel
Uji Toksisitas dengan Uji MTT Toksisitas dianalisis menggunakan uji MTT (3–[4,5-dimethylthiazol-
2yl]−2,5-diphenyl-2H-tetrazolium bromide). Uji MTT ini mengukur toksisitas sel
secara tidak langsung yaitu berdasarkan aktifitas enzim succinic dehydrogenase
pada sel hidup setelah dipapar bahan uji. Sel pulpa gigi manusia dengan densitas
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
2x104 diletakkan pada 96-well plate lalu di kultur selama 5 hari hingga mencapai
confluent, penggantian medium dilakukan setiap 2 hari sekali. Setelah itu
kelompok perlakuan dipaparkan membran scaffold kitosan cangkang kepiting
dengan RGD dan tanpa RGD (1mg dan 2mg). Kemudian diinkubasi pada
inkubator CO2 (37ºC, 5% CO2) selama 1 hari. Uji MTT dilakukan dengan
menambahkan 15 µl larutan MTT (5mg/ml) pada semua kelompok uji.
Selanjutnya diinkubasi pada inkubator CO2 (37ºC, 5% CO2) selama 3 jam.
Kemudian tambahkan acidfied isopropanol 150 µl pada tiap well dilanjutkan
dengan inkubasi selama 1 jam pada orbital shaker dengan temperatur ruang untuk
melarutkan kristal formazan. Nilai optical density (OD) sampel dibaca
menggunakan ELISA reader dengan panjang gelombang 490nm. Data dikoreksi
dengan nilai kosong medium kultur tanpa sel. Setiap kelompok uji minimal duplo
dan percobaan diulang dua kali. Berikut rumus viabilitas sel:40
Viabilitas sel = !"#$" !"!#$# !"#$%&' !"#$%&' !"#$%&$! !"#$%&'%( !"#$" !"!#$# !"#$%&' !"#$%&' !"#$%&$! !"#$%"&
x 100%
Hasil Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan analisis toksisitas membran scaffold kitosan
RGD cangkang kepiting terhadap sel pulpa gigi manusia dengan uji MTT. Sel
pulpa gigi manusia yang digunakan pada penelitian ini adalah sel pulpa gigi
manusia yang dikultur selama 5 hari pada passage 3-5 (Gambar 5.1). Bahan uji
kitosan yang digunakan 2 macam, yaitu membran scaffold kitosan RGD cangkang
kepiting dan membran scaffold kitosan cangkang kepiting tanpa RGD dengan
berat 1mg dan 2mg yang dipaparkan pada kultur sel pulpa gigi manusia lalu
diinkubasi selama 24 jam. Viabilitas sel pulpa gigi manusia dinyatakan dalam
persen terhadap kontrol. Kemudian uji beda antara kelompok dianalisis
menggunakan uji ANOVA.
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
Gambar mikroskopik sel pulpa gigi manusia yang dikultur selama 5 hari dengan
pembesaran 10x.
Persentase viabilitas sel pulpa gigi manusia pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan
Pada uji normalitas dengan Kolmogrov-Smirnov menunjukkan bahwa %
viabilitas sel pulpa gigi manusia pada semua kelompok uji (data tabel pada
lampiran 3) memiliki distribusi normal (p>0,05). Kemudian uji beda antara
kelompok dianalisis menggunakan Uji ANOVA menunjukkan perbedaan
bermakna antara kelompok kontrol dengan semua kelompok perlakuan (p≤0,05).
Selanjutnya dilakukan uji post hoc tukey untuk mengetahui kemaknaan antar
kelompok kontrol dengan masing-masing kelompok perlakuan (gambar 5.2).
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok
kontrol dengan kelompok scaffold kitosan RGD cangkang kepiting 1mg (p≤0,03).
Kontrol dengan kelompok scaffold kitosan RGD cangkang kepiting 2mg
menunjukkan perbedaan bermakna (p≤0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dengan pemberian membran scaffold kitosan RGD pada sel pulpa gigi manusia
tidak menyebabkan penurunan viabilitas sel pulpa gigi manusia. Kontrol
dibandingkan dengan kelompok scaffold kitosan cangkang kepiting 1mg dan 2mg
menunjukkan perbedaan bermakna (p≤0.01). Dengan demikian, hipotesis pertama
34
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
yang menyatakan bahwa membran scaffold kitosan RGD cangkang kepiting tidak
bersifat toksik terhadap sel pulpa gigi manusia dapat diterima.
Gambar 5.2 Grafik perbandingan persentase viabilitas sel pulpa gigi manusia kelompok kontrol
terhadap kelompok perlakuan ((±=standar deviasi, *= p≤0,05,**= p≤0,03,***= p≤0,01,NS= not
significant)
Perbandingan persentase viabilitas sel (%) pulpa gigi manusia pada
kelompok perlakuan
Uji normalitas, Kolmogrov-Smirnov menunjukkan bahwa data tabel
distribusi pada lampiran 3 memiliki distribusi normal (p>0,05). Kemudian
dianalisis dengan uji ANOVA antara kelompok scaffold kitosan RGD cangkang
kepiting 1mg dan scaffold kitosan RGD cangkang kepiting 2mg, kelompok
scaffold kitosan RGD cangkang kepiting 1mg dan scaffold kitosan cangkang
kepiting 1mg, kelompok scaffold kitosan RGD cangkang kepiting 2mg dan
scaffold kitosan cangkang kepiting 2mg, serta kelompok scaffold kitosan
cangkang kepiting 1mg dan 2mg (gambar 5.3). Pada uji ANOVA menunjukkan
perbedaan bermakna (p≤0,05). Signifikansi (p≤0.05) hanya terdapat pada antar
kelompok scaffold kitosan cangkang kepiting RGD (1mg dan 2mg) dengan
kelompok scaffold kitosan cangkang kepiting tanpa RGD (1mg dan 2mg).
100.133
315.997 298.996
514.732 520.833
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Kontrol KitosanRGD1mg KitosanRGD2mg Kitosan1mg Kitosan2mg
Viab
ilitass
el(%
)
***
**
*
***
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
Sedangkan untuk kelompok perlakuan yang sama antara 1mg dan 2mg, viabilitas
sel pulpa gigi manusia tidak menunjukkan perbedaan bermakna. Dengan
demikian, hipotesis kedua yang menyatakan membran scaffold kitosan RGD
cangkang kepiting tidak memberikan efek yang berbeda bermakna dibandingkan
dengan membran scaffold kitosan cangkang kepiting tanpa RGD terhadap
viabilitas sel pulpa gigi manusia tidak dapat diterima.
Gambar 5.3 Grafik perbandingan persentase viabilitas sel pulpa gigi manusia pada
kelompok perlakuan (±=standar deviasi, *= p≤0,05,**= p≤0.03,***= p≤0.01, NS= not significant)
Pembahasan
Pada kerusakan tulang yang besar khususnya pada kasus one wall defect
akibat periodontitis, cara perawatan bone graft kurang efektif digunakan karena
memiliki kekurangan antara lain keterbatasan tulang dan respon imun yang
ditimbulkan.2 Beberapa tahun terakhir rekayasa jaringan telah banyak
dikembangkan untuk mengatasi kerusakan tulang yang besar.50 Untuk mengatasi
defek tulang yang terlokalisir diperlukan scaffold yang memiliki perlekatan
adekuat dengan jaringan disekitarnya. Oleh karena itu, scaffold dibentuk dengan
bentuk sediaan membran agar dapat melapisi tulang yang mengalami kerusakan
315.997 298.996
514.732 520.833
0
100
200
300
400
500
600
700
800
KitosanRGD1mg KitosanRGD2mg Kitosan1mg Kitosan2mg
Via
bilit
as se
l(%)
**NS
NS
*
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
serta meminimalisir terjadinya pergerakan dan perpindahan scaffold. Kitosan
dapat digunakan sebagai scaffold karena memiliki sifat biocompatible,
biodegredable, tidak toksik, anti bakterial dan anti tumor.51 Namun scaffold
kitosan kurang memiliki sinyal bioaktif untuk perlekatan sel.11 Oleh karena itu,
untuk mengatasi kekurangan tersebut perlu adanya penambahan molekul bioaktif
pada scaffold kitosan. Salah satu molekul bioaktif yang dilaporkan berkhasiat
untuk meningkatkan perlekatan sel pada biomaterial adalah arginine-glycine-
aspartic acid (RGD).12 RGD akan mengenali integrin spesifik agar RGD dapat
bertindak sebagai perantara perlekatan sel spesifik pada scaffold kitosan.13
Biokompatibilitas suatu scaffold merupakan syarat penting yang harus
dimiliki oleh suatu scaffold. Uji toksisitas sel adalah suatu cara untuk mengetahui
biokampatibilitas suatu scaffold dan penting dilakukan untuk mengetahui respons
sel dan jaringan terhadap suatu biomaterial. Pada penelitian ini, uji
biokompatibilitas dilakukan menggunakan metode kultur sel yang dipapar bahan
uji secara langsung. Bahan uji dipapar langsung pada sel karena scaffold bersama
stem cell akan berkontak secara langsung dengan jaringan langsung pada saat
ditransplantasikan pada daerah yang mengalami kerusakan.15 Analisis toksisitas
dilakukan dengan menggunakan uji viabilitas berdasarkan uji MTT terhadap sel
pulpa gigi manusia. Sel pulpa gigi manusia dipilih karena pada penelitian
sebelumnya telah menunjukkan bahwa jaringan gigi manusia mengandung stem
cell atau biasa disebut dengan DPSCs.29 DPSCs bersifat multipoten dan mampu
berdiferensiasi menjadi odontoblas, osteoblast, adiposit, kondrosit, mioblast dan
neuronal sel. Oleh karena itu, DPSCs dapat digunakan pada rekayasa jaringan
untuk mengatasi defek tulang yang besar.35
Sel pulpa gigi manusia dikultur selama lima hari pada 96 well plate sebelum
dipapar dengan bahan uji. Pada hari ke-5 kultur sel pulpa gigi manusia mengalami
fase log dan sel telah membentuk monolayer pada wadah kultur. Fase log adalah
periode peningkatan eksponensial jumlah sel setelah fase lag maka sel akan
mengakhiri satu atau dua population doubling setelah confluent tercapai. Pada
fase log terjadi proliferasi tertinggi sel hingga mencapai 90-100% dan pada tahap
ini kultur mencapai tingkat reproduksi paling tinggi. Fase log merupakan waktu
38
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
optimal untuk dilakukan uji karena populasi sel memiliki tingkat keberagaman
yang sama dan tingkat viabilitas sel yang tinggi.42
Pada penelitian ini didapatkan persentase viabilitas sel pulpa gigi manusia
(%) terhadap kontrol pada semua kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan
kelompok kontrol (gambar 5.2). Hal ini menunjukkan bahwa paparan bahan uji
tidak menurunkan viabilitas sel pulpa gigi manusia. Hal ini diperkuat dengan
beberapa penelitian lain tentang pengaruh membran scaffold kitosan RGD
maupun tanpa RGD. Pada penelitian yang dilakukan Nidia 2016 (belum
dipublikasikan) yang menggunakan membran scaffold kitosan RGD cangkang
kepiting dan membran scaffold kitosan cangkang kepiting tanpa RGD tidak
menurunkan proliferasi sel pulpa gigi manusia. Berdasarkan penelitian in vivo
pada DPSCs macaque yang dipapar scaffold kitosan dengan penambahan RGD
dapat meningkatkan proliferasi dan menginduksi marker osteogenik.3 Pada
penelitian in vitro yang menggunakan scaffold kitosan terhadap sel osteoblast
tikus menunjukkan scaffold kitosan tidak memberikan efek toksik terhadap sel
osteoblast tikus.52 Penelitian lain melaporkan penambahan RGD pada scaffold
kitosan dapat meningkatkan pertumbuhan sel osteoblast lebih baik dibandingkan
dengan tanpa penambahan RGD.53 Scaffold kitosan RGD dilaporkan tidak
menunjukkan efek toksik terhadap sel kondrosit dan fibroblast.54 Oleh karena itu,
hipotesis yang menyatakan bahwa membran scaffold kitosan RGD cangkang
kepiting tidak bersifat toksik terhadap sel pulpa gigi manusia dapat diterima.
Pada penelitian ini menggunakan membran scaffold kitosan RGD cangkang
kepiting dan membran scaffold kitosan cangkang kepiting tanpa RGD dengan
masing-masing memiliki berat 1mg dan 2mg. Hal ini untuk mengetahui apakah
peningkatan berat scaffold dapat mempengaruhi viabilitas sel pulpa gigi manusia
(%). Hasil penelitian ini (gambar 5.3) menunjukkan peningkatan berat scaffold
kitosan kepiting dengan atau tanpa RGD tidak menunjukkan perubahan efek yang
bermakna terhadap viabilitas sel pulpa gigi manusia. Hasil tersebut kemungkinan
disebabkan oleh varian berat yang belum cukup untuk menunjukkan perubahan
efek terhadap viabilitas sel pulpa gigi manusia. Pada penelitian ini perbedaan
significant terjadi pada viabilitas pulpa gigi manusia pada kelompok scaffold
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
kitosan RGD cangkang kepiting terhadap scaffold kitosan cangkang kepiting
tanpa RGD baik pada 1mg maupun 2mg.
Nampaknya penambahan RGD pada membran scaffold kitosan dapat
meningkatkan viabilitas sel pulpa gigi manusia jika dibandingkan dengan kontrol
namun tidak lebih baik dari tanpa penambahan RGD. Hasil ini didukung oleh
penelitian Nidia, 2016 (belum dipublikasi) yang melaporkan bahwa scaffold
kitosan kulit kepiting tanpa RGD menunjukkan peningkatan proliferasi lebih baik
dibandingkan dengan scaffold kitosan RGD cangkang kepiting. Namun pada
penelitian terkait karakteristik membran scaffold kitosan RGD cangkang kepiting
dan membran scaffold kitosan tanpa RGD yang dilakukan oleh Diwiya, 2016
(belum dipublikasi), dilaporkan bahwa ukuran pori, jarak pori, porositas dan wet
ability menunjukkan membran scaffold kitosan RGD cangkang kepiting lebih
baik.
Pada aplikasi klinis, membran scaffold yang digunakan akan melapisi
seluruh permukaan tulang yang mengalami kerusakan agar sel dan nutrisi untuk
perbaikan jaringan dapat terlokalisir pada jaringan tersebut. Penambahan RGD
pada membran scaffold kitosan cangkang kepiting digunakan untuk meningkatkan
perlekatan sel pada scaffold sehingga didapatkan perlekatan yang baik pula pada
jaringan. Perlekatan sel merupakan tahapan pertama sebelum sel mampu
berproliferasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan RGD pada
membran scaffold kitosan cangkang kepiting tidak memberikan efek toksik
terhadap sel pulpa gigi manusia. Namun hubungan efek dan dosis perlu ditentukan
untuk mendapatkan gambaran apakah efek toksik dipengaruhi oleh dosis bahan
yang dipakai. Pada penelitian ini hanya dipakai dua varian berat scaffold dan
konsentrasi RGD yang dipakai juga sama.
Terdapat kelemahan dalam penelitian ini karena sel yang digunakan untuk
analisis toksisitas scaffold kitosan RGD cangkang kepiting adalah sel pulpa gigi
manusia, dimana sel pulpa gigi manusia tidak hanya terdiri stem cell namun juga
terdapat sel odontoblast, sel fibroblast, makrofag, sel mast, sel limfosit dan sel
dendrit.55 Oleh karena itu, adanya kemungkinan bahwa paparan bahan uji tidak
hanya berinteraksi dengan stem cell, namun sel lain yang ada pada sel pulpa gigi
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
manusia sehingga dapat mempengaruhi analisis toksisitas scaffold kitosan RGD
cangkang kepiting.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disimpulkan bahwa membran
scaffold kitosan RGD cangkang kepiting tidak toksik terhadap sel pulpa gigi
manusia.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lain dengan menggunakan variasi dosis lebih dari
2 dosis untuk menggambarkan hubungan dosis dengan efek scaffold kitosan
RGD cangkang kepiting terhadap sel pulpa gigi manusia.
2. Perlu adanya analisis karakteristik dari membran scaffold kitosan RGD
cangkang kepiting seperti porositas dan kemampuan menahan air (wet
ability).
Daftar Referensi 1. Angeles L, Clinical D, Angeles L, Residency PP, Angeles L, Angeles L. Carranza’s
Clinical Periodontology. 11th ed. Elsevier; 2012. 2. Lee M, Li W, Siu RK, et al. Biomaterials Biomimetic apatite-coated alginate / chitosan
microparticles as osteogenic protein carriers. Biomaterials. 2016;30(30):6094-6101.doi:10.1016/j.biomaterials.2009.07. 046.
3. Amir L, Suniarti D, Utami S, Abbas B. Chitosan as a potential osteogenic factor compared with dexamethasone in cultured macaque dental pulp stromal cells. Proquest J. 2014;358:406-414.
4. Guleria M, Dua H, Rohila S, Sharma AK. Stem Cells In Dentistry. Indian J Dent Sci. 2014;6(4):107-112.
5. Casagrande L, Cordeiro MM, Nör SA, Nör JE. Dental pulp stem cells in regenerative dentistry. 2011:1-7. doi:10.1007/s10266-010-0154-z.
6. Saadah N, Mat B, Ariffin Z, et al. The Assessment of Proliferation Rate of Dental Pulp Stem Cells and Stem Cell from Human Exfoliated Deciduous Teeth by Using Two Different Scaffold. International Medical J. 2013; 20 (5):593-596.
7. Badan Pusat Statistik dan Informasi Sekertariat Jenderal Kementrian Kelautan dan Perikanan. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi, Provinsi, dan Pelabuhan Asal Ekspor 2014. Pusat Data, Statistik dan Informasi Sekertariat Jendral Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2014.
8. Nuralam E, Arbi BP. Pemanfaatan Limbah Kulit Kepiting Menjadi Kitosan Sebagai Penjernih Air Pada Air Rawa Dan Air Sungai. 18(4):14-20.
9. Trisnawati E, Andesti D, Saleh A. Cangkang Kepiting Sebagai Bahan Pengawet Buah Duku Dengan Variasi Lama Pengawetan. 19(2):17-26.
10. Croisier F, Jérôme C. Chitosan-based biomaterials for tissue engineering. European Polymer J. 2013;49:780-792.
11. Chen LIN, Li B, Xiao X, et al. Preparation and evaluation of an Arg-Gly-Asp-modified
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
chitosan / hydroxyapatite scaffold for application in bone tissue engineering. Moleculer Medicine. 2015:7263-7270.doi:10.389 2/mmr. 2015 .4371.
12. Bellis SL. Advantages of RGD peptides for directing cell association with biomaterials. Biomaterials. 2012;32(18):4205-4210.doi:10.1016/j . biom at er ials. 2011.02.029.Advantages.
13. Saravanan S, Leena RS, Selvamurugan N. Chitosan based biocomposite scaffolds for bone tissue engineering. Int J Biol Macromol. 2016:1-12. doi:10.1016/j.ijbiomac.2016.01.112.
14. Swetha B, Mathew S, Murthy BVS, Shruthi N, Bhandi SH. Determination of biocompatibility:A review. Int Dent Med J Adv Res - Vol 2015. 2015;1:1-6. doi:10.15713/ins.idmjar.2.
15. Chen Y, Lee H, Chan H, Sung L, Chen H, Hu Y. Composite chondroitin-6-sulfate / dermatan sulfate / chitosan scaffolds for cartilage tissue engineering.2016;28(2007):2294-2305.
16. Brien FJO. Biomaterials & scaffolds for tissue engineering. Mater Today. 2011;14(3):88-95. doi:10.1016/S1369-7021(11)70058-X.
17. Ikeda K, Yamamoto K. Fabrication and Characteristics of Chitosan Sponge as a Tissue Engineering Scaffold. BioMed Res Int. 2014;2014.
18. Di A, Sittinger M, Risbud M V. Chitosan : A versatile biopolymer for orthopaedictissue-engineering.2005;26:5983-5990.doi:10.1016/j. biomaterials. 2005.03.016.
19. Ho M, Wang D, Hou L, Hsieh H. Immobilization of RGD to promote the biocompatibility of porous chitosan membranes. :3-8.
20. Duarte ARC, Mano JF, Reis RL. Preparation of Chitosan Scaffolds for Tissue Engineering using Supercritical Fluid Technology. 2010;637:22-25. doi:10.4028/www.scientific.net/MSF.636-637.22.
21. Dash M, Chiellini F, Ottenbrite RM, Chiellini E. Progress in Polymer Science Chitosan A versatile semi-synthetic polymer in biomedical applications. ProgPolymSci. 2011; 36(8):981-1014.doi:10 1016 / j.progpolymsci \. 2011.02.001.
22. N.Nitar FT and TH. The Mechanical and Biological Properties of Chitosan Scaffolds for Tissue Regeneration Templates Are Significantly Enhanced by Chitosan. Material J. 2009:374-398. doi:10.3390/ma2020374.
23. Budiraharjo R, Neoh KG, Kang ET, Kishen A. Bioactivity of novel carboxymethyl chitosan scaffold incorporating MTA in a tooth model. Int Endod J. 2010:930-939. doi:10.1111/j.1365-2591.2010.01771.x.
24. Farea M, Husein A, Sukari A. Synergistic effects of chitosan scaffold and TGF b 1 on the proliferation and osteogenic differentiation of dental pulp stem cells derived from human exfoliated deciduous teeth. Arch Oral Biol. 2014;59(12):1400-1411. doi:10.1016/j.archoralbio.2014.08.015.
25. Deepthi S, Venkatesan J, Kim S, Bumgardner JD, Jayakumar R. An overview of chitin or chitosan/nano ceramic composite scaffolds for bone tissueengineering. IntJBiolMacromol. 2016.doi:10.1016/j.ijbiomac.2016.03 .041.
26. Aranaz I, Mengíbar M, Harris R, et al. Functional Characterization of Chitin and Chitosan. Current Chemical Biology.2009:203-230.
27. Niu X, Fan Y, Liu X, et al. Repair of Bone Defect in Femoral Condyle Using Microencapsulated Chitosan , Nanohydroxyapatite / Collagen Delivery System. J.Dent Res. 2011;35(7). doi:10.1111/j.1525-1594. 2011. 01274.x.
28. Huang GT, Gronthos S, Shi S. Mesenchymal Stem Cells Derived from Dental Tissues vs Those from Other Sources: Their Biology and Role in Regenerative Medicine. 2009;9:792-806.
29. Halim, D. Murti, H. Sandra, F. Boediono, A. Djuwantono, T. Setiawan B. Stem Cell Dasar Teori dan Aplikasi Klinis.pdf. 2010.
30. Volponi AA, Pang Y, Sharpe PT. Stem cell-based biological tooth repair and regeneration. 2010:715-722.
31. Tandon S, Saha R, Rajendran R, Nayak R. Dental Pulp Stem Cells from Primary and PermanentTeeth. J Clin Pediatr Dent. 2010;35(1).
32. Ishida K, Oshima M, Tsuji T. Tooth tissue and organ regeneration using stem cell. Tokyo Univ Sci. 2013;33:29-35.
33. Wang Y, Preston B, Guan G. Tooth bioengineering leads the next generation of dentistry.
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016
Universitas Indonesia
Pediatr Dent. 2012:406-414. 34. Khorsand A, Eslaminejad MB, Arabsolghar M, et al. Autologous dental pulp stem cells in
regeneration of defect created in canine periodontal tissue. J Oral Implant. 2013;39(4):433-443. doi:10.1563/aaid-joi-d-12-00027.
35. Schaffner P, Dard MM. Cellular and Molecular Life Sciences Structure and function of RGD peptides involved in bone biology. 2003;60:119-132.
36. Tsai W, Chen Y, Li W, Lai J, Liu H. RGD-conjugated UV-crosslinked chitosan scaffolds inoculated with mesenchymal stem cells for bone tissue engineering. CarbohydrPolym. 2012;89(2):379-387.doi:10.1016 /j.carbpol. 2012.03.017.
37. Hersel U, Dahmen C, Kessler H. RGD modified polymers : biomaterials for stimulatedcelladhesionandbeyond. Biomaterial. 2003;24:4385-4415. doi: 10.1016/S0142-9612(03)00343-0.
38. Schaffner P, Dard MM. Review Structure and function of RGD peptides involved in bone biology. C Cell Mol Life Sci. 2003;60:119-132.
39. Vilac H, Ferreira PMT, Micaelo NM. New cyclic RGD peptides : synthesis, characterization, and theoretical activity towards avb3 integrin. ScieneDirect.2014;70:5420-5427. doi:10.1016/j.tet.2014.06.121.
40. R. Ian Freshney. Culture of Animal Cells: A Manual of Basic Technique. 6th ed. New York; 2000.
41. Runkel M, Gmbh A. Toxycology in Vitro / in Vivo. Screening. 42. CellCultureBasicsHandbook.
www.vanderbilt.edu/viibre/CellCultureBasicsEU.pdf(Available : 26 Mei 2016). 43. Jørgen Fogh NB. H and PP. A Review of Cell Culture Contaminations. Springer.
2016;7(1):26-41. http://www.jstor.org/stable/4291579 Accessed : 18-07-2016 04. 44. Riss TL, Moravec RA, Niles AL, Minor L. Cell Viability Assays.
neuro.surgery.duke.edu/files/documents/MTT_Cell_Viability.pdf (Available:26 Juni 2016).
45. Breyner NM, Hell CR, Carvalho LRP. Effect of a Three-Dimensional Chitosan Porous Scaffold on the Differentiation of Mesenchymal Stem Cells into Chondrocytes. 2010:119-128. doi:10.1159/000231472.
46. Type A, Collection C. MTT Cell Proliferation Assay Instruction Guide. 6597:1-6. 47. ProliferationassayMTTProtocol.:3-4. (Available: 25 Mei 2016)
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwj_4v6H0sDOAhWMs48KHeS1DfMQFggvMAE&url=http://web.mnstate.edu/provost/mtt proliferation assay protocol.pdf&usg=AFQjCNG1QG3BaIcj7mjag3aujVAuzMxbmw&sig2=hmW2hVMeC
48. Reis RL, Román JS. Biodegradable System in Tissue Engineering and Regenarative Medicine.; 2005.
49. N GY, S GA, V YA. Chitosan and Its Applications : A Review of Literature. 2013;4(1):312-331.
50. Fernandes LL, Resende CX, Tavares DS, Soares GA, Castro LO, Granjeiro JM. Cytocompatibility of Chitosan and Collagen-Chitosan Scaffolds for Tissue Engineering. 2011;21:1-6.
51. Tsaia W-B, Chena Y-R, Liub H-L, Lai J-Y. Fabrication of UV-crosslinked chitosan scaffolds with conjugation of RGD peptides for bone tissue engineering. Elsevier. 2011:129-137.
52. Prabaharan M, P.R. Sivashankari. Prospect of Bioactive Chitosan-Based Scaffold in Tissue Engineering and Regenerative Medicine. Springer. 2016:47-57. doi:10.1007/978-81-322-2511-9.
53. Cohen S, Hargreaves K. Cohen’s Pathway of the Pulp. 10th ed. Elsevier; 2010.
Analisis toksisitas ..., Tri Kurnia Dewi, FKG UI, 2016