sintesis dan karakterisasi scaffold kitosan …

124
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN-TETRASIKLIN YANG DIIRADIASI GAMMA SEBAGAI PENGGANTI JARINGAN TULANG GIGI ISMI NURAKHMAWATI 1113096000019 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M / 1438 H

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

SINTESIS DAN KARAKTERISASI

SCAFFOLD KITOSAN-TETRASIKLIN

YANG DIIRADIASI GAMMA

SEBAGAI PENGGANTI JARINGAN TULANG GIGI

ISMI NURAKHMAWATI

1113096000019

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M / 1438 H

Page 2: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

SINTESIS DAN KARAKTERISASI

SCAFFOLD KITOSAN-TETRASIKLIN

YANG DIIRADIASI GAMMA

SEBAGAI PENGGANTI JARINGAN TULANG GIGI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

ISMI NURAKHMAWATI

1113096000019

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M / 1438 H

Page 3: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

SINTESIS DAN KARAKTERISASI

SCAFFOLD KITOSAN-TETRASIKLIN

YANG DIIRADIASI GAMMA

SEBAGAI PENGGANTI JARINGAN TULANG GIGI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

ISMI NURAKHMAWATI

1113096000019

Menyetujui,

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Drs. Dede Sukandar, M.Si

NIP. 19650104 1991031 004

Pembimbing I

Ir. Basril Abbas, M.Si

NIP. 19600813 198210 1 002

Pembimbing II

Nurhasni, M.Si

NIP. 19740618 200501 2 005

Page 4: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul, “Sintesis dan Karakterisasi Scaffold Kitosan - Tetrasiklin

Yang Diiradiasi Gamma Sebagai Pengganti Jaringan Tulang Gigi” yang

ditulis oleh Ismi Nurakhmawati, NIM 1113096000019 telah diuji dan

dinyatakan “Lulus” dalam Sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal

........................2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.

Menyetujui,

Mengetahui,

Penguji I

Dr. Thamzil Las

NIP. 19490516 197703 1 001

Penguji II

Dr. Hendrawati, M.Si

NIP. 19720815 200312 2 001

Pembimbing I

Ir. Basril Abbas, M.Si

NIP. 19600813 198210 1 002

Pembimbing II

Nurhasni, M.Si

NIP. 19740618 200501 2 005

Ketua Program Studi Kimia

Drs. Dede Sukandar, M.Si

NIP. 19650104 199103 1 004

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Dr. Agus Salim, M.Si

NIP. 19720816 199903 1 003

Page 5: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL

KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI

ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN.

Jakarta, 3 Oktober 2017

Ismi Nurakhmawati 1113096000019

Page 6: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

ABSTRAK

ISMI NURAKHMAWATI. Sintesis dan karakterisasi scaffold kitosan-tetrasiklin yang

diiradiasi gamma sebagai pengganti jaringan tulang gigi. Dibimbing oleh BASRIL

ABBAS dan NURHASNI

Periodontitis merupakan infeksi atau peradangan pada gusi bersifat kronis yang

merusak jaringan lunak dan tulang pendukung gigi berdampak pada kegoyahan maupun

kehilangan gigi. Efek tulang rahang akibat kehilangan gigi dapat diatasi dengan

mengimplantasi biomaterial berupa scaffold sebagai pengganti jaringan tulang yang

hilang. Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis scaffold menggunakan bahan dasar

berupa kitosan kulit udang yang dilarutkan dalam asam asetat 2% (w/v). Slurry kitosan

hasil pre-gelled ditambahkan tetrasiklin dengan variasi 150, 300, dan 450 mg pada 100

mL slurry kitosan. Campuran tersebut diliofilisasi untuk membentuk pori dan scaffold

yang telah kering dipaparkan radiasi gamma pada dosis 15 dan 25 KGy agar

mendapatkan sifat fisikokimia scaffold yang lebih baik. Scaffold yang dihasilkan

dikarakterisasi dengan scanning electron microscopy (SEM) untuk mengetahui morfologi

dan ukuran pori, fourier transform infra red (FTIR) untuk mengetahui gugus fungsi

penyusun scaffold, Chroma Meter CR-200b untuk mengetahui warna scaffold, dan

spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui profil pelepasan tetrasiklin. Scaffold yang

dihasilkan memiliki ukuran pori berkisar 67 sampai 208μm dimana telah sesuai dengan

standar ukuran pori tulang spons yaitu 100 sampai 300μm. Perubahan warna scaffold

berkisar 8,28 sampai 20,07. Rasio pembengkakan scaffold berkisar 331 sampai 726%.

Profil pelepasan tetrasiklin menunjukkan pada scaffold yang diberi dosis radiasi 25 KGy

memiliki kumulatif pelepasan yang tinggi dibandingkan dosis radiasi 0 dan 15 KGy,

dimana kumulatif pelepasan tetrasiklin untuk masing-masing radiasi 0, 15, dan 25 KGy

yaitu 85, 71, dan 83%.

Kata Kunci : iradiasi gamma, kitosan, scaffold, tetrasiklin.

Page 7: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

ABSTRACT

ISMI NURAKHMAWATI. Synthesis and characterization of chitosan-tetracycline

scaffold which irradiated gamma as a substitute for teeth bone tissue. Supervised by

BASRIL ABBAS and NURHASNI

Periodontitis is an infection or inflammation of the chronic gums that damage the

soft tissues and bones supporting the teeth impact on shakiness or tooth loss. The effects

of jawbone due to tooth loss can be overcome by implanting scaffold biomaterials in lieu

of missing bone tissue. In this research, scaffold synthesis has been done using basic

material in the form of shrimp shell chitosan dissolved in 2% acetic acid (w/v). Pre-gelled

chitosan slurry was added tetracyclines with variations of 150, 300, and 450 mg in 100

mL of chitosan slurry. The mixture is lyophilized to form dry pores and scaffolds exposed

to gamma radiation at doses of 15 and 25 KGy in order to obtain better scaffold

physicochemical properties. The scaffold produced was characterized by scanning

electron microscopy (SEM) to determine the morphology and pore size, fourier transform

infra red (FTIR) to determine the scaffold constituent function group, Chroma Meter CR-

200b for the color scaffold, and UV-Vis spectrophotometer for profile tetracycline

release. The resulting scaffold has a pore size ranging from 67 to 208μm which is in

accordance with standard sponge bone pore size of 100 to 300μm. Scaffold color changes

range from 8.28 to 20.07. The scaffold swelling ratio ranged from 331 to 726%. The

tetracycline release profile showed that a radiation dose of 25 KGy had a high cumulative

release compared to the radiation dose of 0 and 15 KGy, wherein the cumulative

tetracycline release for each of the radiation 0, 15, and 25 KGy were 85, 71, and 83%

respectively.

Keywords: chitosan , gamma irradiation, scaffold, tetracycline.

Page 8: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

vii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT.

Atas segala rahmat, karunia, dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi yang berjudul Sintesis dan Karakterisasi Scaffold

Kitosan-Tetrasiklin Sebagai Pengganti Jaringan Tulang Gigi Dengan

Iradiasi Gamma. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan pada

Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada Kesempatan ini, penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Ir. Basril Abbas, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan ilmu

pengetahuan, bimbingan, nasihat serta arahan dalam menyelesaikan penelitian

serta penyususnan skripsi ini.

2. Nurhasni, M.Si, selaku Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan

serta saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Thamzil Las dan Dr. Hendrawati, M.Si, selaku penguji I dan II, yang

telah memberikan saran terhadap skripsi ini.

4. Drs. Dede Sukandar, M.Si, selaku ketua Program studi Kimia, Fakultas Sains

dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Dr. Agus Salim, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 9: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

viii

6. Kedua Orang Tua, Muchson Arifin dan Dedeh Widyaningsih yang telah

mendo’akan, memberi nasihat, dan memberi semangat kepada penulis

7. Alfian Noor Azis, Teman–teman di Program Studi Kimia khususnya

angkatan 2013, DEMA FST, dan fraternize yang telah memberi semangat dan

motivasi untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu bagi agama, nusa, dan bangsa.

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Jakarta, Oktober 2017

Penulis

viii

Page 10: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

ix

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................. 5

1.3 Hipotesis .............................................................................................................. 5

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 6

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 7

2.1 Scaffold ................................................................................................................. 7

2.2 Kitosan ................................................................................................................. 10

2.2.1 Pembuatan Kitosan ...................................................................................... 13

2.2.2 Sifat Fisika, Kimia, dan Biologi Kitosan ...................................................... 14

2.3 Tetrasiklin ............................................................................................................. 17

2.4 Freeze Drying ....................................................................................................... 18

2.5 Radiasi ................................................................................................................. 21

2.5.1 Jenis-Jenis Radiasi ...................................................................................... 21

2.5.2 Dosis Radiasi Untuk Teknik Rekayasa Jaringan .......................................... 24

2.5.3 Gamma Cell ................................................................................................ 25

2.6 Scanning Electron Microscopy ( SEM) ..................................................................... 30

2.7 Fourier Transform Infra Red (FTIR) ......................................................................... 33

2.8 Spektrofotometer UV Vis ...................................................................................... 37

2.9 Kolorimetri ........................................................................................................... 38

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 41

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................ 41

3.2 Alat dan Bahan...................................................................................................... 41

3.2.1 Alat ............................................................................................................. 41

Page 11: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

x

3.2.2 Bahan .......................................................................................................... 41

3.3 Prosedur Kerja ...................................................................................................... 42

3.3.1 Pembuatan Scaffold ................................................................................... 42

3.3.2 Karakterisasi Scaffold ................................................................................ 43

3.3.2.1 Analisa Gugus Fungsi .................................................................... 43

3.3.2.2 Uji Warna ...................................................................................... 43

3.3.2.3 Analisa Struktur Pori...................................................................... 43

3.3.2.4 Uji Pelepasan Obat......................................................................... 44

3.3.2.5 Rasio Pembengkakan ..................................................................... 44

3.3.3 Uji Statistik ............................................................................................... 44

3.4 Diagram Alir Penelitian......................................................................................... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 46

4.1 Scaffold Kitosan-Tetrasiklin .................................................................................. 46

4.2 Karakteristik Scaffold ........................................................................................... 50

4.2.1 Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR ................................................ 50

4.2.2 Hasil Uji Warna ........................................................................................ 55

4.2.3 Hasil Analisis Struktur Pori ....................................................................... 59

4.2.4 Hasil Uji Pelepasan Obat ........................................................................... 63

4.2.5 Rasio Pembengkakan ................................................................................ 69

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 72

5.1 Simpulan ............................................................................................................... 72

5.2 Saran ..................................................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 73

LAMPIRAN ............................................................................................................. 85

x

Page 12: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Ilustrasi scaffold yang diimplantasi pada tulang alveolar manusia ............... 7

Gambar 2. Struktur pori-pori scaffold bovine hydroxiapatite........................................ 8

Gambar 3. Struktur kitosan .......................................................................................... 11

Gambar 4. Skema sifat dan aplikasi kitin serta kitosan ................................................. 12

Gambar 5. Skema bentuk kitin dan kitosan setelah diproses ......................................... 13

Gambar 6. Reaksi deasetilasi kitin menjadi kitosan ...................................................... 14

Gambar 7. Struktur tetrasiklin ...................................................................................... 18

Gambar 8. Skema proses directional freezing .............................................................. 20

Gambar 9. Skema bagian luar iradiator gamma cell..................................................... 26

Gambar 10. Ilustrasi efek fotolistrik dan efek compton ................................................ 28

Gambar 11. Ilustrasi pasangan produksi....................................................................... 30

Gambar 12. Komponen scanning electron microscope ................................................ 31

Gambar 13. Skema electron gun pada SEM ................................................................. 32

Gambar 14. Komponen dasar FTIR ............................................................................. 35

Gambar 15. Skema Spektrofotometer UV-Vis ............................................................. 37

Gambar 16. Skema chromameter ................................................................................ 39

Gambar 17. Reaksi antara larutan kitosan dengan ion posfat divalen ........................... 47

Gambar 18. Skema proses freeze drying ...................................................................... 49

Gambar 19. Scaffold yang diproduksi dengan metode freeze drying............................. 49

Gambar 20. Spektrum IR scaffold kitosan dan scaffold kitosan–tetrasiklin ................... 52

Gambar 21. Mekanisme radiolisis kitosan.................................................................... 55

Gambar 22. Morfologi scaffold pada perbesaran 100x ................................................. 60

Gambar 23. Morfologi Pori Scaffold ............................................................................ 62

Gambar 24. Profil pelepasan kumulatif tetrasiklin ....................................................... 64

Gambar 25. Grafik hasil pengukuran swelling ratio ..................................................... 69

Gambar 26. Ilustrasi kompleksasi nanopartikel metode ionik gelasi ....................................... 86

Gambar 27. Spektrum IR tetrasiklin ...................................................................................... 87

Gambar 28. Spektrum IR kitosan .......................................................................................... 87

Page 13: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

xii

Gambar 29. Spektrum IR scaffold kitosan 0 KGy .................................................................. 87

Gambar 30. Spektrum IR scaffold kitosan 15 KGy ................................................................ 88

Gambar 31. Spektrum IR scaffold kitosan 25 KGy ................................................................ 88

Gambar 32. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 6,25mg 0 KGy ..................................... 88

Gambar 33. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 6,25mg 15 KGy ..................................... 89

Gambar 34. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 6,25mg 25 KGy ..................................... 89

Gambar 35. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 12,5mg 0 KGy ....................................... 89

Gambar 36. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 12,5mg 15 KGy ..................................... 90

Gambar 37. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 12,5mg 25 KGy ..................................... 90

Gambar 38. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 18,75mg 0 KGy ..................................... 90

Gambar 39. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 18,75mg 15 KGy ................................... 91

Gambar 40. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 18,75mg 25 KGy ................................... 91

Gambar 41. Reaksi antara kitosan dan tetrasiklin .................................................................... 105

Gambar 42. Persen pelepasan kumulatif tetrasiklin 0 KGy ...................................................... 106

Gambar 43. Persen pelepasan kumulatif tetrasiklin 15 KGy .................................................... 106

Gambar 44. Persen pelepasan kumulatif tetrasiklin 25 KGy .................................................... 106

xii

Page 14: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Bilangan gelombang FTIR ............................................................................ 36

Tabel 2. Gugus fungsi kitosan dan tetrasiklin ............................................................. 50

Tabel 3. Hasil uji warna scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin .................... 56

Tabel 4. Perubahan warna scaffold (∆𝐸) ..................................................................... 58

Tabel 5. Diameter pori scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin ...................... 61

Tabel 6. Persen kumulatif pelepasan tetrasiklin scaffold kitosan-tetrasiklin................. 67

Tabel 7. Data swelling ratio scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin .............. 71

Tabel 8. Massa scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin ............................................ 86

Tabel 9. Tests of Between-Subjects Effects L* ........................................................................ 92

Tabel 10. Multiple Comparisons L* ....................................................................................... 92

Tabel 11. Tests of Between-Subjects Effects a* ..................................................................... 93

Tabel 12. Multiple Comparisons a* ....................................................................................... 93

Tabel 13. Tests of Between-Subjects Effects b* ...................................................................... 94

Tabel 14. Multiple Comparisons b* ....................................................................................... 94

Tabel 15. Analisa morfologi scaffold berbagai variasi dan radiasi ................................ 95

Tabel 16. Kumulatif pelepasan massa tetrasiklin scaffold kitosan-tetrasiklin ......................... 103

Tabel 17. Tests of Between-Subjects Effects kumulatif pelepasan .......................................... 104

Tabel 18. Multiple Comparisons kumulatif pelepasan ............................................................ 104

Tabel 19. Rasio pembengkakan scaffold ................................................................................ 107

Tabel 20. Tests of Between-Subjects Effects Swelling Ratio .................................................... 108

Tabel 21. Multiple Comparisons Swelling Ratio ..................................................................... 108

Page 15: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin ..................................... 85

Lampiran 2. Panjang gelombang scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin ...... 87

Lampiran 3. Uji warna CIEL*a*b* ............................................................................ 92

Lampiran 4. Morfologi permukaan scaffold ............................................................... 95

Lampiran 5. Pelepasan kumulatif tetrasiklin .............................................................. 102

Lampiran 6. Rasio Pembengkakan............................................................................. 107

Lampiran 7. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ..................................... 109

Page 16: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Periodontitis merupakan peradangan yang mengenai jaringan pendukung

gigi, disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat menyebabkan kerusakan yang

progresif pada ligamen periodontal, tulang alveolar dan disertai dengan

pembentukan poket (Widyastuti, 2009). Akibat dari periodontitis terjadi destruksi

jaringan yang permanen dengan ciri inflamasi kronis, migrasi epitelium penyatu ke

apikal, kehilangan jaringan ikat dan kehilangan tulang alveolar (Nield-Gehrig dan

Willman, 2003).

Teknologi rekayasa jaringan (tissue engineering) telah dimulai sejak tahun

1980-an sebagai bidang disiplin ilmu yang bertujuan mengembangkan pengganti

jaringan tubuh untuk memulihkan, mengganti, atau meregenerasi jaringan yang

rusak (Karp dan Langer, 2007). Salah satu solusi dalam mengatasi kegoyahan dan

kehilangan gigi akibat periodontitis kronis, adalah dengan cara implantasi scaffold

(perancah) sebagai jaringan pengganti tulang.

Para peneliti berusaha mengembangkan scaffold (perancah) dengan

menggunakan biomaterial yang berbeda untuk mendapatkan hasil struktur dan sifat

semakin baik. Berbagai upaya telah dilakukan untuk merancang scaffold yang

memiliki kesamaan struktur matriks tulang ekstraseluler (Shrivats et al., 2014).

Biomaterial yang berasal dari polimer, keramik, dan logam telah banyak

dikembangkan sebagai bahan dasar pembentukan scaffold dalam teknologi rekayasa

jaringan (Loeffer et al., 2013). Tantangan yang dihadapi peneliti khususnya

1

Page 17: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

2

dibidang teknologi rekayasa jaringan ialah mendapatkan scaffold yang memiliki

karakteristik biodegradable, biokompatibel, bioaktif, serta sifat mekanik yang

sesuai dengan jaringan yang di gantikan (Ma et al., 2012). Penelitian yang telah

dilakukan oleh beberapa peneliti untuk mendapatkan scaffold menggunakan

beberapa macam bahan alami seperti: alginat (Pan et al., 2016), gelatin (Correia et

al., 2016), pektin (Mani et al., 2015), kolagen (Elango et al., 2016) dan tulang Sapi

(Solechan dan Saifuddin, 2014) telah dilakukan. Senyawa-senyawa tersebut selain

memiliki sifat fisik seperti biodegradable, stabilitas mekanik, dan biokompatibel

juga mampu mengarahkan respon sel untuk membentuk jaringan baru (Yang et al.,

2001; Dillow et al., 2002 dalam Elango et al., 2016).

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Asy-syu'araa’ ayat 78-81:

و الذي هو يطعمني ويسقين الذي خلقني فهو يهدين

والذي يميتني ثم يحيين واذا مرضت فهو يشفين

“(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan Aku, Maka Dialah yang menunjuki Aku.

Dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaKu. Dan apabila aku

sakit, Dialah yang menyembuhkan aku. Dan yang akan mematikan Aku, kemudian

akan menghidupkan aku (kembali)” (Q.S. Asy-syu'araa’ [26] : 78-81)

Dalam Q.S. Asy-syu'araa’: 78-81 menerangkan tentang kekuasaan Allah SWT yang

menciptakan alam semesta dengan segala isinya, termasuk makhluk hidup yang

diciptakan-Nya. Masing-masing makhluk hidup yang diciptakan-Nya telah

ditetapkan pula rezeki yang akan diperoleh serta umur hidupnya. Manusia sebagai

makhluk ciptakan-Nya harus menyadari bahwa apabila manusia sakit haruslah tetap

Page 18: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

3

berusaha mencari jalan guna pengobatan dan berpasrah kepada-Nya untuk

memohon kesembuhan. Hakikatnya kesembuhan ialah diberikan oleh Allah SWT

begitu pula dengan memberikan cobaan berupa penyakit. Penelitian ini merupakan

salah satu cara dalam menjalankan usaha guna pengobatan penyakit periodontitis

dengan cara implantasi scaffold yang berbahan dasar kitosan dan tetrasiklin.

Kitosan dapat digunakan sebagai bahan dasar pembentuk scaffold dalam

teknologi rekayasa jaringan (Emanet et al., 2016 ; Gossla et al., 2016 ; Uswatta et

al., 2016 ; dan Yang et al., 2016). Emanet et al (2016) telah melakukan kombinasi

Boron Nitrida Nanotube (BNNTs) dengan kitosan dalam membentuk scaffold.

Gossla et al (2016) telah melakukan pembuatan scaffold berbahan dasar kitosan

untuk teknologi rekayasa jaringan dengan teknik elektrostatik flok (electrostatic

flocking). Uswatta et al (2016) telah melakukan pembuatan scaffold dengan

kombinasi kitosan, natrium tripolyfosfat, dan hidroksiapatit. Yang et al (2016) telah

melakukan pembuatan scaffold dengan kombinasi polylactide-co-glycolide

(PLGA), hidroksiapatit (HA), serta kitosan 2-(hidroksipropiltrimetil ammonium

klorida kitosan, HACC). Kelayakan kitosan sebagai biopolimer yang

dikombinasikan dengan biomaterial lain untuk membuat scaffold dalam teknik

rekayasa jaringan telah dibuktikan pula oleh (Jiang et al., 2006). Kitosan yang

diintegrasikan dengan biomaterial lain dapat meningkatkan sifat biologis dan

mekanik scaffold yang dibentuk, sehingga cocok untuk diaplikasikan di bidang

kesehatan. Sifat yang dihasilkan scaffold yang berbahan dasar kitosan meliputi

hidrofobik, biokompatibel, biodegradable, serta menghambat aktivitas mikroba

(Afshar dan Ghaee 2016; Kumar, 2000).

Page 19: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

4

Penelitian pembuatan scaffold berbahan baku kitosan telah dilakukan oleh

Yang et al (2010) dan Setiawan (2016). Pada penelitian ini telah dibuat scaffold

menggunakan kitosan yang berasal dari kulit udang yang dikombinasikan dengan

antibiotik tetrasiklin. Tetrasiklin digunakan pada penelitian ini karena memiliki

spektrum yang luas dan memiliki kemampuan untuk membunuh bakteri gram

positif maupun gram negatif (Wei et al., 2011 ; Luo et al., 2011 dalam Yang et al.,

2017). Tetrasiklin juga dikenal sebagai salah satu antibiotik dalam mengatasi

infeksi periodontal yang terjadi pada gigi (Sivashankari dan Prabaharan, 2016).

Selain itu, tetrasiklin merupakan antibiotik yang banyak digunakan di bidang

kedokteran gigi (Lian et al., 2013 dalam Huang et al., 2017) dan telah teruji dapat

membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif (Barry, 1976 dalam Jones et

al., 2013). Metode yang digunakan dalam mensintesis scaffold kitosan–tetrasiklin

ialah liofilisasi atau freeze drying. Selain freeze drying pembuatan scaffold dapat

dilakukan pula dengan metode elektrospining dan particulate leaching (Sultana,

2015). Kelebihan metode freeze drying dibandingkan dengan metode lainnya ialah

dapat menghasilkan struktur pori dengan interkonektifitas yang baik dan cepat.

Kelemahan metode ini adalah sulit untuk mengatur ukuran pori yang diinginkan

(Mandal dan Kundu, 2009).

Sintesis scaffold dengan komposisi bahan menggunakan kitosan dan

tetrasiklin selanjutnya akan diradiasi sinar gamma guna mengoptimalkan fungsi

scaffold sebagai pengganti jaringan tulang gigi akibat periodontitis. Iradiasi sinar

gamma pada dosis 25-35 KGy banyak digunakan untuk teknik sterilisasi dimana

sangat efektif dalam mengeliminasi berbagai bakteri, virus dan fungi (Burton et al.,

2014). Selain itu, iradiasi gama mampu memberikan efek yang signifikan yang

Page 20: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

5

menyebabkan perubahan pada persebaran bobot molekul serta susunan

makromolekular (Basu dan Tarafdar, 2016). Penelitian yang dilakukan bermaksud

meningkatkan sifat fisikokimia scaffold dengan mengkombinasikan kitosan dan

tetrasiklin serta scaffold yang diproduksi menggunakan metode freeze drying

kemudian diiradiasi gamma Co-60 sebesar 15 dan 25 KGy sebagaimana potensinya

dalam mengatasi penyakit periodontitis.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah pada penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah scaffold dengan kombinasi bahan kitosan dan tetrasiklin

menggunakan metode freeze drying dapat dibentuk?

2. Apa pengaruh penambahan tetrasiklin terhadap sifat fisikokimia

scaffold kitosan?

3. Apa pengaruh iradiasi gamma terhadap sifat fisikokimia scaffold

kitosan yang dikombinasikan dengan tetrasiklin?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Scaffold dapat dibentuk dari kombinasi bahan kitosan dan tetrasiklin

menggunakan metode freeze drying.

2. Dosis tetrasiklin pada scaffold berpengaruh pada sifat fisikokimia.

3. Iradiasi gamma terhadap scaffold kitosan yang dikombinasikan

tetrasiklin memberi pengaruh terhadap sifat fisikokimia scaffold.

Page 21: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

6

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Membuat scaffold dari kitosan yang dikombinasikan tetrasiklin

menggunakan metode freeze drying.

2. Mengkarakterisasi scaffold kitosan yang dikombinasi dengan tetrasiklin

setelah diiradiasi sinar gamma.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membuat dan menghasilkan scaffold kitosan

yang dikombinasikan tetrasiklin sebagai pengganti jaringan tulang gigi yang rusak

akibat infeksi periodontal.

Page 22: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Scaffold

Scaffold (perancah) merupakan suatu struktur tiga dimensi yang digunakan

sebagai media penyangga sementara untuk mendukung proses pertumbuhan dan

pengembangan jaringan baru. Scaffold berguna mengembalikan morfologi serta

fungsi tulang pada trauma yang parah, tumor dan penyebab lain yang

mengakibatkan kecacatan tulang dan tidak dapat disembuhkan dengan sendirinya

(Hutmacher, 2000). Berikut adalah gambar ilustrasi scaffold yang diimplantasikan

ke tulang rahang bawah manusia (Gambar 1).

Gambar 1. Ilustrasi scaffold yang diimplantasi pada tulang alveolar

manusia (Rasperini et al., 2015)

Menurut Yu et al., (2015) Scaffold dapat dirancang untuk dua tujuan yang

berbeda: i) ex vivo, berupa teknik rekayasa jaringan dan ii) in situ, berupa

regenerasi jaringan. Mula-mula, scaffold digunakan sebagai substrat tiga dimensi

7

Page 23: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

8

untuk menyusun jaringan pada kondisi ex vivo kemudian tulang yang cacat

diimplantasikan. Di sisi lain, pembuatan scaffold untuk regenerasi tulang secara in

situ telah mengalami kemajuan yang signifikan dalam bidang klinis karena

menggunakan metode prototyping dimana memungkinkan penyusunan atau desain

scaffold dengan cepat, scaffold dibuat dengan morfologi dan pori-pori yang dapat

disesuaikan untuk setiap kasus tertentu (Moroni et al., 2015; Peng et al., 2015;

Giannitelli et al., 2014).

Setiap benda asing yang diimplantasikan akan terjadi interaksi dan reaksi

dari jaringan sekitar. Oleh karena itu biomaterial yang digunakan harus memiliki

karakteristik biokompatibel sehingga tidak memunculkan penolakan oleh jaringan

tubuh. Sifat fisik lain yang juga harus dimiliki oleh scaffold ialah bersaran pori.

Pori - pori yang terdapat pada scaffold memiliki fungsi sebagai ruang bagi sel untuk

menempel dan tumbuh menjadi suatu jaringan tulang baru (Laurencin et al., 2008).

Menurut Klawitter dan Hulbert (1971), ukuran pori scaffold untuk memperbaiki

jaringan tulang berkisar pada rentang 100 – 300 mikron. Berikut gambar pori-pori

scaffold kitosan yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur pori-pori scaffold kitosan dengan metode freeze drying a.

cylinder scaffold dan b. planar scaffold (Qian dan Zhang,2010).

Page 24: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

9

Scaffold tiga dimensi bertindak sebagai matriks ekstraselular buatan, yang

memungkinkan sel untuk berkembang biak dan menjaga fungsi spesifiknya dalam

pori scaffold tanpa ada efek samping. Disamping itu, scaffold berfungsi sebagai

template untuk pembentukan jaringan baru. Scaffold ideal untuk regenerasi tulang

seharusnya tidak hanya memiliki biokompatibilitas, biodegradable dan non-toksik,

tetapi juga harus mampu mendukung adhesi sel dan mempertahankan fungsi

metabolisme sel-sel (Chan dan Leong, 2008). Pembuatan scaffold harus presisi dan

konsisten berkaitan dengan porositas, ukuran pori, distribusi pori dan

interkonektivitas antar pori (Salgado et al., 2004).

Biodegradasi merupakan suatu proses pemecahan kimiawi secara bertahap

pada biomaterial yang terimplantasi dalam sebuah sistem biologis (Williams dan

Zhong, 1994 dalam Saravanan et al., 2016). Hal tersebut dimulai dengan

pemaparan scaffold kedalam jaringan yang berisi cairan dengan kandungan

berbagai enzim dan zat aktif lainnya, dimana aktivitasnya diatur sesuai kondisi

fisiologisnya. Bahan implantasi harus mengalami degradasi bertahap dari waktu ke

waktu dan memiliki kecocokan dalam pembentukan tulang baru (Azevedo dan

Reis, 2005 dalam Saravanan et al., 2016). Biodegradasi melibatkan penggabungan

ikatan kimia antara unit monomer biopolimer, antara dua polimer atau antara

polimer dan keramik atau nanopartikel yang ditambahkan ke dalam sistem (Heller,

1980 dalam Saravanan et al., 2016)

Komposisi, struktur mikro dan topografi scaffold merupakan aspek penting

yang menentukan berhasil atau gagalnya implantasi jaringan tulang. Dalam hal ini,

scaffold harus menunjukkan topografi yang menjamin adanya adhesi sel, proliferasi

sel, dan fungsi sitoskeletal (Rahmany dan Van Dyke, 2013). Selain itu, produk

Page 25: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

10

samping degradasi scaffold diharapkan dapat merangsang diferensiasi sel osteoblas

serta kemotaktik guna meningkatkan migrasi sel menuju lokasi yang sulit dijangkau

oleh scaffold (Amini et al., 2012; Gough et al., 2004; Jones et al., 2007).

Seringkali, kelemahan yang terjadi disebabkan kurangnya aksesibilitas ke lokasi sel

target yang akan berproliferasi baik pada kondisi ex vivo (teknik rekayasa jaringan)

maupun in vivo (in situ, regenerasi jaringan) (Gómez-Cerezo et al., 2016).

Scaffold yang digunakan untuk rekayasa jaringan, terbuat dari material yang

mengandung unsur – unsur yang sama dengan penyusun tulang. Beberapa unsur

penyusun tulang yang utama ialah kalsium(Ca) dan fosfor (P) serta membentuk

senyawa kalsium fosfat. Scaffold yang mengandung unsur – unsur Ca2+ dan P3-

dapat memberikan afinitas kuat terhadap jaringan tulang. Rasio ideal Ca/P sebesar

1,67 karena komponen utama tulang manusia merupakan kalsium fosfat yang

paling stabil di bawah kondisi fisiologi normal dan dapat diterima oleh tubuh

manusia. Namun jika rasio Ca/P tinggi, maka akan memperlambat proses

penguraian (Prabakaran dan Galloway, 2005). Pada regenerasi jaringan tulang, sifat

biomaterial dari scaffold yang terpenting dalam pembentukannya adalah bioaktifitas

dan biodegradebilitas (Kotela et al., 2009).

2.2. Kitosan

Kitosan adalah suatu biopolimer dari D-glukosamin yang dihasilkan dari

proses deasetilasi kitin dengan menggunakan alkali kuat. Kitosan yang mempunyai

rumus umum (C6H11NO4)n adalah salah satu polimer alam populer yang diperoleh

dari hasil ektraksi dinding sel tumbuhan tingkat rendah seperti jamur dan juga

terdapat pada kulit luar hewan tingkat rendah seperti udang, kepiting, dan cumi-

Page 26: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

11

cumi. Kitosan dengan rumus molekul poli - ( β -1 – 4 ) - 2 amino – 2 – deoksi - D –

glukopiranosa (Gambar 3) mewakili nama sebagian atau keseluruhan kitin yang

terdeasetilasi (Jones dan Mawhinney, 2006). Kitosan bersifat sebagai polimer

kationik yang tidak larut dalam air, dan larutan alkali dengan pH di atas 6,5 , akan

tetapi mudah larut dalam asam organik seperti asam formiat, asam asetat, dan asam

sitrat (Mekawati et al., 2000).

O

O

NH2H

HO

HOH2C

O

HONH2

HOH2C

Gambar 3. Struktur Kitosan (Kusumaningsih et al., 2004)

Spesifikasi kitosan (Setiawan, 2016):

Bentuk partikel : Serpihan

Bobot molekul : 10.000 – 1.000.000

Kadar air (%) : ≤ 10,0

Kadar abu (%) : ≤ 2,0

Warna larutan : Tidak berwarna

N-deasetilasi (%) : ≥ 90

Stabilitas : Stabil pada suhu kamar, sensitif terhadap suhu dan tidak

dapat dipanaskan diatas suhu 200oC

Kitosan diperoleh dengan menghilangkan sebagian besar gugus asetil pada

kitin disubstitusikan oleh hidrogen menjadi gugus amino dengan penambahan basa

konsentrasi tinggi, proses ini disebut deasetilasi. Pada proses tersebut gugus amina

Page 27: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

12

(-NH) dilepaskan sehingga senyawa kitosan memiliki karakteristik kationik

(Ketabchi et al., 2016 ; Lu et al., 2011). Hal ini menyebabkan kitosan dapat

digunakan dalam rekayasa jaringan tulang karena bersifat biokompatibel dan tidak

toksik, memiliki struktur berpori, cocok untuk adhesi sel serta proliferasi,

antimikroba, dan mudah terurai (biodegradable) (Pourhaghgouy et al., 2016;

Muthukumar et al., 2016; Tavakol et al., 2014). Kitosan juga memiliki kemampuan

osteoinduktif dan mampu menginduksi proliferasi osteoblas (Logithkumar et al.,

2016). Namun demikian, kitosan sulit untuk mengontrol degradasi dan sifat

swelling (She et al., 2008). Kitosan merupakan bahan fungsional yang sangat baik

untuk aplikasi biomedis karena memiliki sifat biokompatibilitas tinggi, memiliki

sifat biodegradable, antibakteri, non-antigenicity, dan kemampuan adsorpsi yang

tinggi, sehingga cocok untuk diaplikasikan pada teknik rekayasa jaringan (Gambar

4) (Jayakumar et al., 2011; Muzzarelli et al., 1999; Thein-Han, Stevens, 2004;

Zhang dan Zhang, 2001 dalam Deepthia et al., 2016).

Gambar 4. Skema Sifat dan Aplikasi Kitin serta Kitosan (Deepthia et al., 2016)

Page 28: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

13

Keuntungan utama dari kitin dan kitosan ialah fleksibilitasnya. Kitin dan

kitosan dapat diolah menjadi bermacam-macam bentuk, seperti manik-manik, gel,

mikropartikel, nanopartikel, nanofibers, scaffold dan lain-lain (Gambar 5).

Keuntungan lain dari kitosan dapat dimanfaatkan sebagai scaffold pada teknik

rekayasa jaringan dimana scaffold yang terbentuk memiliki pori-pori yang saling

berhubungan dan memberi kemampuan osteokonduktivitas serta meningkatkan

pembentukan tulang baik secara in vitro maupun in vivo (Ehrlich et al., 2010)

Gambar 5. Skema Bentuk Kitin dan Kitosan setelah diproses (Deepthia

et al., 2016)

2.2.1 Pembuatan Kitosan

Secara umum proses pembuatan kitosan meliputi 3 tahap, yaitu

deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. Proses deproteinasi bertujuan

mengurangi kadar protein dengan menggunakan larutan alkali encer sekitar 2-3%

dengan pemanasan pada suhu 63-65oC selama 1-2 jam. Proses demineralisasi

dimaksudkan untuk mengurangi kadar mineral (CaCO3). Demineralisasi umumnya

Page 29: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

14

menggunakan asam konsentrasi rendah untuk mendapatkan kitin. Proses deasetilasi

bertujuan menghilangkan gugus asetil dari kitin melalui pemanasan dalam larutan

alkali kuat dengan konsentrasi tinggi dan panas (Yunizal et al., 2001). Gambar 6

memperlihatkan proses penghilangan gugus asetil (deasetilasi) pada kitin dengan

alkali kuat NaOH.

Proses deasetilasi dengan menggunakan alkali pada suhu tinggi akan

menyebabkan terlepasnya gugus asetil (CH3CHO-) dari molekul kitin. Gugus amida

pada khitin akan berikatan dengan gugus hidrogen yang bermuatan positif sehingga

membentuk gugus amina bebas –NH2 (Mekawati et al., 2000).

O

O

NH2 HHO

HOH2C

O

HONH2

HOH2C

O

O

NHCOCH3

HHO

HOH2C

O

HONHCOCH3

HOH2C

Chitin Chitosan

NaOH

Gambar 6. Reaksi deasetilasi kitin menjadi kitosan (Rahayu dan Purnavita,

2007)

2.2.2 Sifat Fisika, Kimia, dan Biologi Kitosan

a. Sifat Fisika

Pada umumnya polisakarida alami seperti selulosa, dekstrin, pektin,

alginat, agar-agar, karagenan bersifat netral atau sedikit asam, sedangkan

kitin dan kitosan bersifat basa (Kumar, 2000).

Kitosan merupakan padatan amorf putih yang tidak larut dalam

alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan

molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan

Page 30: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

15

berat molekul tinggi didapati mempunyai viskositas yang baik dalam

suasana asam (Onsoyen dan Skaugrud, 1990).

Kitosan hasil deasetilasi kitin larut dalam asam encer seperti asam

asetat dan asam formiat. Kitosan dapat membentuk gel dalam N-

metilmorpholin N-Oksida yang dapat digunakan dalam formulasi pelepasan

obat terkendali. Kandungan nitrogen dalam kitin berkisar 5-8% tergantung

pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan dalam

bentuk gugus amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam

pembentukan N-asilasi dan reaksi basa schiff, merupakan reaksi yang

penting (Kumar, 2000).

Selain itu, sifat fisik yang khas dari kitosan yaitu mudah dibentuk

menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang sangat berperan

dalam aplikasinya (Kaban, 2009).

b. Sifat Kimia

Sifat kimia kitosan antara lain adalah polimer poliamin berbentuk

linear, mempunyai gugus amino dan hidroksil yang aktif dan mempunyai

kemampuan mengkelat beberapa jenis logam. Adanya gugus amino dan

hidroksil dari kitosan juga menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara

kimia antara lain dalam reaksi pembentukan N-Asil, O-Asilasi, basa schiff,

N- dan O-Asilasi, eter kitosan, N-Alkil, kitosan nitrat, kitosan fosfat, dan

kitosan sulfat (Kaban, 2009; Allan et al., 1984).

Menurut Rismana (2006), Sifat kimia kitosan diantaranya ialah :

merupakan polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino

aktif, dan mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam.

Page 31: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

16

c. Sifat Biologi

Sifat biologi kitosan antara lain: bersifat biokompatibel artinya

sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak

beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba

(biodegradable) mampu berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara

agresif, bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor,

antikolesterol, bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat.

Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas

yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, pasta, membran, dan serat.

yang sangat bermanfaat (Rismana, 2006).

Kitosan dengan bentuk amino bebas tidak larut dalam air pada pH

lebih dari 6,5 sehingga memerlukan asam untuk melarutkannya. Kitosan

larut dalam asam asetat dam asam formiat encer. Adanya dua gugus

hidroksil pada kitin sedangkan kitosan dengan 1 gugus amino dan 2 gugus

hidroksil merupakan target dalam modifikasi kimiawi (Hirano,1986).

Sifat kation kitosan adalah linier polielektrolit, bermuatan positif,

flokulan yang sangat baik dan pengkelat ion – ion logam. Sifat biologi

kitosan adalah non toksik, polimer alami, sedangkan sifat kimia seperti

linier poliamin, gugus amino dan gugus hidroksil yang reaktif. Aplikasi

kitosan dalam berbagai bidang tergantung sifat – sifat kationik, biologi dan

kimianya (Sandford dan Hutchings, 1987).

Page 32: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

17

2.3. Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotika yang dihasilkan oleh jamur

Streptomyces aureofaciens atau S. rimosus yang dikembangkan secara semisintetik

(Siswandono dan Soekarjo, 2000). Tetrasiklin merupakan derivat dari senyawa

hidronaftasen (oktahidronaftasen) yang terbentuk oleh gabungan 4 buah cincin.

Stereokimianya sangat kompleks disebabkan tetrasiklin memiliki 5 atau 6 pusat

atom C asimetri (Siswandono dan Soekarjo, 2000; Subronto dan Tjahjati, 2001).

Tetrasiklin merupakan antibiotika berspektrum luas yang aktif terhadap bakteri

gram-positif maupun gram-negatif yang bekerja merintangi sintesa protein (Tan

dan Rahardja, 2008 ; Wei et al., 2012 ; Luo et al., 2011). Tetrasiklin merupakan

antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat

sintesis protein kuman. Tetrasiklin memiliki spektrum yang luas, artinya antibiotik

ini memiliki kemampuan melawan sejumlah bakteri patogen (Yuningsih 2004).

Tetrasiklin merupakan senyawa berwarna kuning dan sedikit larut dalam air.

Pada suhu 28°C kelarutan tetrasiklin dalam air sebesar 1,7 mg/ml sedangkan dalam

metanol lebih dari 20 mg/ml (Schunack et al., 1990). Tetrasiklin bersifat amfoter

karena mengandung gugus-gugus yang bersifat asam seperti hidroksil dan basa

karena memiliki gugus dimetilamino(Siswandono dan Soekarjo, 2000). memiliki

rumus molekul C22H24N2O8 dan memiliki nama IUPAC [4s- (4α,4aα,5aα,6β,12aα)]

-4- (dimetilamino) 1,4,4a,5,5a, 6-11,12a-oktahidro-3,6,10,12,12a-pentahidroksi- 6-

metil -1,11-diokso- 2- naftasenkarboksamida dengan bobot molekul 444,44 g/mol

(Gambar 7)

Page 33: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

18

OH O

CH3HOH

OH

HH N(CH3)2

OH

CONH2

OOH

Gambar 7. Struktur Tetrasiklin (Dehdab et al., 2016)

Tetrasiklin berakumulasi dalam sitoplasma melalui sistem transpor yang

bergantung energi. Sistem transpor ini tidak ada dalam sel-sel mamalia. Resistensi

terhadap tetrasiklin terjadi bila bakteri mengalami mutasi melalui suatu cara yang

membuat bakteri tersebut tidak dapat mengakumulasi obat (Stringer, 2006).

Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri dengan berikatan pada ribosom

bakteri 30S dan mencegah akses amino asil tRNA ketempat akseptor (A) pada

kompleks ribosom mRNA. Obat-obat ini memasuki bakteri gram negatif secara

difusi pasif melalui saluran yang dibentk oleh porin pada membran sel luar dan

secara transpor aktif akan memompa tetrasiklin melewati membran sitoplasma

(Goodman dan Gilman, 2010)

2.4. Freeze Drying

Freeze drying (Pengeringan beku), juga dikenal sebagai liofilisasi, telah

banyak digunakan untuk menyiapkan bahan berpori untuk teknik jaringan dan

aplikasi biologi, (Hutmacher , 2000; Badylak et al., 2009). Disamping itu, freeze

drying juga digunakan dalam industri farmasi untuk meningkatkan stabilitas obat-

oabatan (Tang dan Pikal, 2007). Dalam beberapa tahun terakhir, metode freeze

drying telah digunakan sebagai suatu metode unik untuk mensintesis material

berpori. Berbagai jenis material berpori seperti aligned porous dan hybrid porous,

Page 34: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

19

telah berhasil disintesis dengan metode ini (Zhang dan Cooper, 2007; Guti´errez et

al., 2008; Zhang et al., 2005). Tahapan dalam pembuatan material berpori

meliputi: pencucian partikel; emulsi template; pemisahan fase; tiga-dimensi (3D)

pencetakan dan elekrokimia (Schugens et al., 1996; Nam dan Park, 1999; Mikos et

al., 1994; Martina et al., 2005; Macintyre dan Sherrington, 2004).

Proses freeze drying terdiri dari tiga tahap: pembekuan, pengeringan primer

dan pengeringan sekunder (Tang dan Pikal, 2004; Chen dan Wang, 2007; Liu,

2006) Proses pembekuan dilakukan dengan cara memberi kontak terhadap sampel

cair atau menempatkannya dalam wadah dengan suhu yang rendah . Sampel beku

kemudian ditempatkan dalam freeze dryer untuk menghilangkan pelarut beku

dengan sublimasi. Selama proses freeze drying, sampel beku harus disimpan pada

suatu tabung dengan perubahan suhu atau perubahan titik leleh dan pelarut beku

dihilangkan dengan cara vacuum.(Chen dan Wang, 2007; Liu, 2006). Pori-pori

struktur akan terbentuk akibat kehilangan pelarut. Dengan demikian, pelarut beku

bertindak sebagai porogen untuk menghasilkan bahan berpori.

a. Pembekuan

Tahap pembekuan sangat penting untuk menghasilkan struktur berpori

sesuai dengan yang diinginkan. Selama proses pembekuan, pelarut berubah

menjadi kristal tetapi tidak dengan molekul zat terlarut, proses ini berlangsung

sampai sampel benar-benar menjadi beku. Kondisi tertentu pada pembekuan

seperti temperatur, konsentrasi zat terlarut, jenis pelarut, dan arah pembekuan

merupakan faktor penentu dalam keberhasilan pembentukan struktur pori yang

dihasilkan. Saat pelarut berair membeku di dalam nitrogen cair yang memiliki

temperatur rendah (-196oC) maka akan terbentuk inti beku dan kristal yang

Page 35: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

20

berukuran kecil. Namun, bila pembekuan dilakukan pada suhu yang lebih

tinggi (misalnya -20oC), inti beku terbentuk secara lambat dan cenderung

membentuk kristal yang lebih besar, dimana material yang terbentuk akan

memiliki pori yang besar dan acak seusai proses freeze drying.

Arah pembekuan juga memiliki efek besar terhadap morfologi pori-pori

(Zhang dan Cooper, 2007), dengan mengontrol arah pembekuan maka

pembentukan kristal diorientasikan ke satu arah, proses ini disebut directional

freezing (Gambar 8).

Gambar 8. Skema Proses Directional Freezing (Qian dan Zhang,

2010)

b. Pengeringan

Proses pengeringan biasanya dilakukan dalam instrumen pengering

beku dengan temperature-controlled shelves. Pengeringan primer terjadi

ketika pelarut beku menyublim saat tekanan dikurangi. Tahap ini biasanya

memakan waktu cukup lama dimana prosesnya berhubungan langsung laju

penyubliman yang ditentukan oleh faktor-faktor seperti tingkat vakum,

pengatur suhu (shelf temperature), volume sampel, luas permukaan terluar,

dan ketahanan produk. Pengeringan sekunder dilakukan untuk membawa

pelarut yang tidak beku untuk berikatan dengan polimer, proses ini

Page 36: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

21

dilakukan pada tingkat vakum yang lebih rendah dibandingkan

pengeringan primer yang berfungsi menghilangkan ikatan dengan air.

Proses pengeringan sekunder ini sangat penting dalam aplikasi farmasi

(Tang dan Pikal, 2004).

2.5. Radiasi

Radiasi adalah pancaran energi atau partikel energi atau foton oleh suatu

sumber. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal disekitar kehidupan kita,

contohnya seperti televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microvawe

oven), komputer dan lain-lain.

Selain benda-benda diatas ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur

alamiah dan berada di udara, air ataupun lapisan bumi. Beberapa diantaranya

adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi, Karbon dan Radon di udara

serta Tritium dan Deutrium yang ada didalam air.

2.5.1 Jenis - Jenis Radiasi

Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi

non-pengion.

1. Radiasi Pengion

Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses

ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan

materi. Partikel alpha, beta, gamma, sinar-X dan neutron termasuk radiasi

pengion. Jenis-jenis radiasi ini memiliki karakterisasi khusus diantaranya dapat

dijelaskan dibawah ini:

Page 37: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

22

a. Partikel alpha (α)

Mempunyai ukuran (volum) dan muatan listrik positif yang besar dan

tersusun dari dua proton dan dua neutron, sehingga identik dengan inti atom

Helium. Daya ionisasi partikel alpha sangat besar, kurang lebih 100 kali daya

ionisasi beta dan 10.000 kali daya ionisasi sinar gamma. Karena mempunyai

muatan listrik yang besar maka partikel alpha mudah dipengaruhi oleh medan

listrik yang ada disekitarnya. Partikel alpha tidak mampu menembus pori-pori

kulit kita pada lapisan yang paling luar sekalipun karena mempunyai ukuran

yang besar.

b. Partikel beta (β)

Mempunyai ukuran dan muatan listrik lebih kecil dari partikel alpha.

Daya ionisasi di udara 1/100 kali daya ionisasi partikel alpha. Partikel beta

mempunyai daya tembus lebih besar dari partikel alpha karena ukurannya

lebih kecil.

c. Sinar gamma (γ)

Sinar gamma merupakan sebuah bentuk energi dari radiasi

elektromagnetik yang diproduksi oleh radioaktivitas. Selain itu, sinar gamma

juga membentuk spektrum elektromagnetik energi tertinggi akibat produksi

dari transisi energi karena percepatan elektron.

Sinar gamma adalah gelombang elektromagnetik yang bergerak dengan

kecepatan sangat tinggi. Arahnya tidak dipengaruhi oleh medan magnet dan

daya ionisasinya kecil serta daya tembusnya tinggi (Wahyudi et al., 2005).

Sumber radiasi gamma yang banyak digunakan adalah isotop radioaktif dan

sumber radiasi elektron yang berasal dari mesin berkas elektron. Isotop

Page 38: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

23

radioaktif yang banyak digunakan ialah nuklida Co-60 dan Cs-137. Reaksi

pembentukan isotop Co-60 dapat ditulis sebagai berikut:

5927

𝐶𝑜 + 10

𝑛 → 6027

𝐶𝑜 → 6028

𝑁𝑖∗ + 0

−1𝛽 →

6028

𝑁𝑖 + 00

𝛾1 + 00

𝛾2

Pembentukan isotop Cs-137 melalui proses pembelahan inti yang terjadi

pada atom U-235 atau Pu-239. Atom U-235 atau Pu-239 akan membelah

menjadi unsur radioaktif, dan berinteraksi dengan neutron untuk

menghasilkan radiasi gamma (γ) dan beta (β) (Marnada,2007).

d. Sinar-X

Mempunyai kemiripan dengan sinar gamma, yaitu dalam jangkau pada

suatu media dan pengaruhnya oleh medan listrik. Yang membedakan antara

keduanya adalah proses terjadinya sinar gamma dihasilkan dari proses

peluruhan zat radioaktif yang terjadi pada inti atom, sedangkan sinar-X

dihasilkan pada waktu elektron berenergi tinggi yang menumbuk suatu target

logam.

e. Partikel neutron

Partikel neutron memiliki ukuran kecil dan tidak mempunyai muatan

listrik, serta memiliki daya tembus yang tinggi. Partikel meutron dapat

dihasilkan dari reaksi nuklir antara satu unsur tertentu dengan unsur lainnya.

2. Radiasi Non Pengion

Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan

efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis

radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa

informasi dan hiburan melalui radio dan televisi), gelombang mikro (yang

digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handpone), sinar

Page 39: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

24

inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas), cahaya tampak

(visble) dan sinar ultra violet (yang dipancarkan matahari) (Alatas, 2005).

2.5.2 Dosis Radiasi Untuk Teknik Rekayasa Jaringan

Radiasi sinar gamma telah efektif digunakan untuk sterilisasi bahan

implantasi tulang (Glowacki, 2005). Dosis 25 kGy merupakan dosis tertinggi

yang digunakan oleh bank jaringan di Negara Inggris, dimana dosis tersebut

memberikan tingkat jaminan sterilitas 10-9 untuk bakteri vegetatif (Angermann

dan Jepsen, 1991), namun tidak cukup untuk meninaktivasi human

immunodeficiency virus (HIV) serta virus lainnya yang radioresisten (Currey et

al., 1997; Kitchen et al., 1989; Sullivian et al., 1971 dalam Ahmed et al., 2007 ),

dan spora bakteri (Tsuji et al., 1981 dalam Ahmed et al., 2007). Namun, dosis

yang lebih tinggi telah terbukti merugikan osteoinduktif protein dan kekuatan

struktural tulang dalam cara pemberian dosisnya (Currey et al., 1997; Anderson

et al., 1992; Fideler et al., 1995; Gibbons et al.,1991 dalam Ahmed et al., 2007)

Dalam prakteknya, dosis sebesar 10 kGy didefinisikan sebagai dosis

yang diperlukan untuk menghilangkan 90% dari populasi mikroorganisme.

Faktor ini digunakan sebagai evaluasi efektivitas sterilisasi melalui radiasi

pengion (Kaminski et al., 2010). Meskipun dosis 15 KGy dianggap sebagai

dosis minimum yang diperlukan untuk mencapai tingkat sterility assurance level

(SAL), beberapa laporan mengindikasikan bahwa tingkat radiasi sinar gamma

tidak dapat dianggap sebagai metode inaktivasi virus yang signifikan untuk bone

allograft (Nguyen et al., 2007). Di sisi lain, telah dilaporkan bahwa sterilisasi

lengkap dari patogen resistif radiasi dicapai melalui dosis radiasi hingga 70 kGy

(Barth et al., 2011).

Page 40: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

25

Mekanisme kerusakan akibat efek langsung dari iradiasi gamma terjadi

pada konstituen dan struktur mikro dari tulang (Cheung et al., 1990;. Bailey,

1967;. Hamer et al., 1999 dalam Allaveisi dan Mirzaei, 2016). Pengaruh

langsung terjadi pada rantai polipeptida kolagen kering (polypeptide chain

breakage of dried collagen), di mana sebagai efek tidak langsung terjadi pada

tulang basah (Kaminski et al., 2010). Pengaruh tidak langsung tersebut terjadi

beruntun termasuk radiolisis ikatan air, membentuk radikal bebas sangat reaktif

(terutama hidroksil (OH*)), dan efek crosslinking pada inter dan intra-molekul

(Salehpour et al., 1995; Dziedzic-Goclawskaetal., 2005 dalam Allaveisi dan

Mirzaei, 2016). Radikal bebas pada saat bereaksi akan menghasilkan reaksi

berantai antara satu sama lain, jaringan molekul organik, oksigen, dan konstituen

jaringan air (Kolagen, serat, protein, enzim, garam, mineral, andhydroxyapatite)

(Nather et al., 2006). Pada reaksi tersebut produk utama yang terbentuk ialah

hidrogen peroksida (H2O2), radikal hydroperoxy (HO*2), dan radikal peroksi

organik (RO*2), yang menghambat sintesis DNA dari organisme hidup serta

memiliki efek yang merugikan (Nather et al., 2006; Hall dan Giaccia, 2006).

2.5.3 Gamma Cell

Gamma cell adalah fasilitas iradiasi Co-60 untuk tujuan penelitian telah

digunakan dalam pekerjaan ini dengan aktivitas 10038 Ci. Co-60 memancarkan

foton dengan energi sekitar 1,17 dan 1,33 MeV dalam proporsi yang hampir

sama. Ini memiliki masa paruh 5.261 tahun. Gamma cell merupakan iradiator

yang berperisai langsung dari wadahnya, dengan volume iradiasi yang terbatas

(Rushdi, 2005).

Page 41: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

26

Dalam IAEA Safety Series No 107, ada 4 kategori fasilitas gamma

irradiator sesuai dengan desain fasilitas, gamma cell merupakan iradiator

kategori I, dimana iradiator dengan sumber terbungkus seluruhnya berada di

dalam tempat penyimpanan kering (kontainer) yang terbuat dari material-

material padat, sumber tersebut berada di dalam kontainer tersebut sepanjang

waktu dan akses orang ke sumber tersebut dan ruangan iradiasi tidak

dimungkinkan secara fisik.

Gambar 9 menggambarkan bagian luar gamma cell yang terdiri dari

sumber annular, dilampirkan secara permanen dalam perisai timbal, laci silinder

yang membawa sampel ke dan dari posisi iradiasi, dan mekanisme penggerak

untuk bergerak laci naik atau turun sepanjang garis tengah sumber vertikal.

Ruang yang terkandung di dalam laci, bisa menampung sampel berdiameter

kira-kira enam inci dan tingginya delapan inci. Tabung akses di bagian atas laci

dapat mengenalkan koneksi cairan, gas, listrik atau mekanis ke dalam bilik.

Timer digital bertenaga listrik secara otomatis menandakan laci untuk

menaikkan saat penghentian iradiasi sampel (Rushdi, 2005).

Gambar 9. Bagian luar iradiator gamma cell (Rushdi, 2005)

Page 42: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

27

Radiasi pengion yang dipancarkan oleh peluruhan atom yang tidak stabil

Co-60 disebut radiasi Beta dan Gamma. Radiasi Gamma yang dipancarkan oleh

Co-60 sangat tembus; oleh karena itu sumber Co-60 harus dikelilingi oleh bahan

perisai mengurangi tingkat radiasi sampai tingkat yang dapat diterima pada

setiap akses lokasi (IAEA,2002).

Ionisasi yang dihasilkan oleh partikel adalah proses dimana satu atau

lebih banyak elektron terbebaskan dalam tumbukan partikel dengan

atom atau molekul. Hal ini dapat dibedakan dari eksitasi, yang merupakan

transfer elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi di atom atau molekul dan

umumnya membutuhkan sedikit energi. Bila partikel bermuatan melambat

cukup, ionisasi menjadi kurang mungkin atau tidak mungkin dan partikelnya

semakin merosot sisa energi dalam proses lain seperti eksitasi atau elastis

penyebaran. Jadi di dekat ujung jangkauan mereka, bermuatan partikel itu

pengion menjadi non-pengion (Rushdi, 2005).

Radiasi elektromagnetik (foton) menghasilkan ionisasi melalui mengetuk

beberapa partikel bermuatan di medium. Sebuah Xray atau sinar gamma foton

tidak bermuatan dan tidak menimbulkan langsung ionisasi atau eksitasi materi

yang melaluinya. Deteksi sinar gamma sangat bergantung pada menyebabkan

foton sinar gamma mengalami interaksi itu mentransfer semua atau sebagian

energi foton ke elektron di menyerap materi Ada tiga proses utama, yaitu

uraikan interaksi sinar gamma dengan materi. Mereka adalah (1) efek

fotoelektrik, (2) Efek Compton dan (3) pasangan produksi (Benny, 2003).

Page 43: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

28

a. Efek fotoelektrik

Dalam proses fotolistrik, foton melepaskan semua energinya (E) ke

elektron terikat yang kemudian dikeluarkan dari atom dengan kinetik.

Energi (E1) sama dengan energi foton yang kurang mengikat

energi (Eb) elektron (E1 = E - Eb) (Gambar 10). Probabilitas dari

Pengusiran elektron maksimal saat energi foton menyala

lebih tinggi dari energi pengikat elektron. Fotolistrik

Penampang melintang bervariasi dengan energi kira-kira 1/E3 dan

massa koefisien penyerapan bervariasi kira-kira sebagai Z3 dimana Z

adalah nomor atom medium. Oleh karena itu efek fotolistrik

meningkat dengan bertambahnya jumlah atom penyerap dan dengan

mengurangi energi sinar gamma. Efek fotolistrik adalah proses

absorpsi yang benar (Benny, 2003).

Gambar 10. Ilustrasi efek fotolistrik dan efek compton (Rushdi, 2005)

b. Efek compton

Efek Compton melibatkan tumbukan foton dengan elektron,

yang dianggap bebas. Foton memindahkan sebagian energinya

ke elektron, yang mundur, dan sisa energi muncul sebagai energi dari

Page 44: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

29

gambar foton yang tersebar (Gambar 10). Sebagian besar dari suatu

unsur (kecuali hidrogen) memiliki jumlah yang hampir sama

elektron per gram, maka penyerapan dengan proses ini adalah

hampir sama untuk semua bahan. Penutupan compton total

sangat sedikit pada energi rendah dari foton dan jatuh pada tinggi

energi. Dalam proses compton, hanya ada penurunan energi foton,

tingkat penurunan ini semakin besar semakin besar baik energi awal

maupun sudut hamburan (Benny, 2003).

c. Pasangan produksi

Produksi berpasangan adalah konversi foton menjadi sepasang positif

dan elektron negatif di medan nuklir (Gambar 11). Sejak pembuatan

pasangan ini membutuhkan energi minimal 1,02 MeV (yang mana

adalah dua kali sisa energi massa elektron). Kecuali fotonnya

memiliki setidaknya 1,02 MeV, prosesnya tidak akan terjadi. Energi

lebih dari 1,02 MeV dibagi rata dalam bentuk kinetik

energi pasangan terbentuk. Elektron positif telah kehilangan nya

Energi kinetik saat melintasi medium menggabungkan dengan

sebuah elektron negatif yang menyebabkan munculnya radiasi

pemusnahan di bentuk foton masing-masing dengan 0,51 MeV

bergerak berlawanan arah. Produksi pasangan meningkat dengan

cepat dengan atom nomor sebagai Z2 per atom (Benny, 2003).

Page 45: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

30

Gambar 11. Ilustrasi pasangan produksi (Rushdi, 2005)

Semua proses ini menyebabkan disipasi energi dengan pengion radiasi

dalam sistem terbuka saat melintasi materi, radiasi elektromagnetik dapat

menjalani ketiga proses di dalamnya derajat yang bervariasi. Proses yang

mendominasi bergantung pada energi dari radiasi dan sifat media. Probabilitas

dari kejadian dikaitkan dengan setiap proses, yang disebut sebagai fotolistrik,

compton atau pasangan koefisien atenuasi produksi. Koefisien atenuasi total

adalah jumlah dari ketiga ketiganya koefisien (Benny, 2003). Pada energi

rendah, koefisien redaman massa total adalah terdiri dari proses fotolistrik. Dari

100 keV sampai 10 MeV, kontribusi utamanya berasal Proses Compton. Pada

1,02 MeV, produksi pasangan dimulai dan meningkat dengan energi (Rushdi,

2005).

2.6. Scanning Electron Microscope (SEM)

Analisa dengan SEM ini digunakan untuk melihat pembesaran suatu

material, dan dapat menerangkan unsur-unsur yang terkandung dalam suatu

material. Kelebihan dari SEM dibandingkan dengan mikroskop biasa adalah

pembesaran pada material yang akan diamati 1000 kali lebih besar dari mikroskop

biasa. Hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk melihat struktur yang kecil pada

material yang akan diamati.

Page 46: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

31

Menurut Swapp (2012), Pada sebuah mikroskop elektron (SEM) terdapat

beberapa peralatan utama antara lain (Gambar 12):

1. Pistol elekron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang

mudah melepas elektron misal tungsten.

2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang

bermuatan negatif dibelokkan oleh medan magnet.

3. Sistem vakum, karena elektron yang berjalan menuju sasaran akan

terpancar oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga

menghilangkan molekul udara menjadi sangat penting.

Gambar 12. Komponen scanning electron microscope (Anonim,

2008)

SEM adalah mikroskop elektron yang dapat digunakan untuk melihat unsur

renik yang tidak dapat dilihat dengan mikroskop optik, karena pembesaran yang

dihasilkan jauh lebih tinggi, yakni bisa mencapai 100.000x. Prinsip kerja SEM

adalah menembak permukaan sampel dengan berkas elektron yang dihasilkan oleh

electron gun. Ketika sampai pada permukaan spesimen, berkas elektron bekerja

memindai permukaan seperti gerakan menyapu atau menscan permukaan spesimen

Page 47: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

32

tersebut (Gunawarman, 2013). Kerja SEM bermula dari electron beam yang

dihasilkan oleh sebuah filamen pada electron gun (Gambar 13). Pada umumnya

electron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa

lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan diberikan kepada lilitan

yang mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk

gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda. Kemudian electron

beam difokuskan ke suatu titik pada permukaan sampel dengan menggunakan dua

buah condenser lens. Condenser lens kedua (atau biasa disebut dengan lensa

objektif) memfokuskan beam dengan diameter yang sangat kecil, yaitu sekitar 10-

20 nm. Hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered

Electron (BSE) dari permukaan sampel akan dideteksi oleh detektor dan

dimunculkan dalam bentuk gambar pada layar CRT (Prasetyo, 2011).

Gambar 13. Skema electron gun pada SEM (Prasetyo, 2011)

Page 48: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

33

SEM memiliki beberapa detektor yang berfungsi untuk menangkap

hamburan elektron dan memberikan informasi yang berbeda-beda. Detektor-

detektor tersebut antara lain:

Detektor EDX, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai

komposisi sampel pada skala mikro.

Backscatter detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai

nomor atom dan topografi.

Secondary detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai

topografi.

Pada SEM, terdapat sistem vakum pada electron-optical column dan sample

chamber yang bertujuan antara lain:

Menghilangkan efek pergerakan elektron yang tidak beraturan karena

adanya molekul gas pada lingkungan tersebut, yang dapat mengakibatkan

penurunan intensitas dan stabilitas.

Meminimalisasi gas yang dapat bereaksi dengan sampel atau mengendap

pada sampel, baik gas yang berasal dari sampel atau pun mikroskop. Karena

apabila hal tersebut terjadi, maka akan menurunkan kontras dan membuat

gelap detail pada gambar.

Semua sumber elektron membutuhkan lingkungan yang vakum untuk beroperasi

(Prasetyo, 2011).

2.7. Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Spektroskopi inframerah adalah teknik yang didasarkan adanya vibrasi

(getaran) dari atom pada suatu molekul. Spektrumnya diperoleh dari

sinar radiasi inframerah yang diserap oleh sampel pada energi tertentu (Carey

Page 49: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

34

et al., 2000 ; Rohman, 2014). Spektrum IR merupakan jenis spektrum yang bersifat:

(1) spesifik terhadap suatu molekul; yang akan memberikan informasi yang

menyatu (inheren), termasuk jenis dan interaksi-interaksinya; (2) sidik jari

(fingerprint); (3) kuantitatif, yang mana intensitas puncak berkolerasi dengan

konsentrasi, (4) nondestruktif (tidak merusak), yang berarti bahwa pada jenis

penanganan sampel tertentu seperti dengan attenuated total reflectance

(ATR),sampel yang telah dianalisis dengan IR dapat dianalisis dengan metode

analisis yang lain dan (4) bersifat universal, dalam persyaratan pengambilan

sampelnya, baik sampel padat, cair, gas, sampel antara padat dan cair atau gas

(Rohman, 2014).

Sinar inframerah (infra red = IR) mempunyai panjang gelombang yang lebih

panjang dipandingkan dengan UV – Vis, sehingga energinya lebih rendah dengan

bilangan gelombang antara 600 – 4000 cm-1 atau sekitar (1,7 x 10-3 cm sampai

dengan 2,5 x 10-4 cm) (Sitorus, 2009). Prinsip kerja FTIR adalah mengenali gugus

fungsi suatu senyawa dari absorbansi inframerah yang dilakukan terhadap senyawa

tersebut. Pola absorbansi yang diserap oleh tiap-tiap senyawa berbeda-beda,

sehingga senyawa-senyawa dapat dibedakan dan dikuantifikasikan (Sankari et al.,

2010).

Komponen dasar FTIR ditunjukkan pada Gambar 14 terdiri atas sumber

radiasi, sampel kompartemen, monokromator, detektor, dan amplifier. Radiasi yang

berasal dari sumber sinar dilewatkan melalui interferometer ke sampel sebelum

mencapai detektor berupa TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury

Cadmium Telluride). Selama penguatan (amplifikasi) sinyal, yang mana kontribusi-

kontribusi frekuensi tinggi telah dihilangkan dengan filter, maka data diubah ke

Page 50: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

35

bentuk digital dengan suatu analog-to-digital conventer dan dipindahkan ke

komputer untuk menjalani transformasi fourier.

Gambar 14. Komponen Dasar FTIR (Bhavanavedantam, 2014)

Gugus fungsi dalam suatu molekul dapat menyerap radiasi inframerah

sehingga dapat menyebabkan vibrasi. Besarnya absorpsi suatu tipe ikatan

tergantung dari jenis vibrasi ikatan tersebut sehingga tipe ikatan mengabsorpsi

radiasi pada panjang gelombang yang berlainan pula (Maulidiyah et al. 2015).

Berikut tabel Bilangan Gelombang Spektrofotometer FTIR (Sastrohamidjojo,

2013).

Ada Beberapa metode yang dilakukan untuk menangani sampel

dalam bentuk padatan antara lain dengan mencampurkan padatan sampel dengan

serbuk KBr, kemudian campuran tersebut dipress dengan tekanan tinggi.

Dibawah tekanan ini KBr akan melebur dan akan membentuk matrix (Pavia et al.,

2001.

Page 51: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

36

Tabel 1. Bilangan Gelombang FTIR (Sastrohamidjojo, 2013)

Gugus

Fungsi

Jenis Vibrasi Frekuensi

(cm-1)

Intensitas

C – H (Csp3) alkana (rentang)

-CH3 (Bengkok )

3000 – 2850

1450 – 1375 Tajam

Sedang

-CH2- (Bengkok )

(Csp2) alkena (rentang)

1465 – 1450 3100 – 3000

Sedang Sedang

(keluar bidang ) 1000 – 650 Tajam

Aromatik (rentang ) 3150 – 3050 Lemah

(keluar bidang ) 900 – 690 Sedang

(Csp) alkuna (rentang) 3300 Sedang C – H Aldehida 2900 – 2800 Lemah

2800 – 2700 Lemah

Amidana

1350 – 1000 Sedang – lemah C = C Alkena 1680 – 1600 Sedang – lemah

Aromatik 1600 – 1475 Sedang – lemah C ≡ C Alkuna 2250 – 2100 Sedang – lemah C = O Aldehida 1740 – 1720 Tajam

Keton 1725 – 1705 Tajam

Asam karboksilat 1725 – 1700 Tajam

Ester 1750 – 1730 Tajam

Amida 1670 – 1640 Tajam

Anhidrida 1810 – 1760 Tajam

Klorida asam 1800 Tajam

C – O Alkohol, ester, eter, asam

karboksilat, anhidrida 1300 – 1000 Tajam

O – H Alkohol , fenol, -bebas 3650 – 3600 Sedang

ikatan –H 3500 – 3200 Sedang

Asam karboksilat 3400 – 2400 Sedang

Amida primer dan

N – H sekunder dan amina 3500 – 3100 Sedang

(rentang)

Bengkok 1640 – 1550 Sedang – tajam C = N Imina dan oksin 1690 – 1640 Lemah – tajam C ≡ N Nitril 2260 – 2240 Tajam

X= C = Y Allena, ketena, isosianat,

Isotiosianat 2270 – 1450 Lemah – tajam

N = O Nitro (R-NO2) 1550 dan 1350 Tajam

S – H Merkaptan 2250

Lemah S = O Sulfon, sulfonil-klorida 1375 – 1300 Tajam

Sulfat dan sulfanamiad 1200 – 1140 Tajam

Page 52: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

37

2.8 Spektrofotometer UV - Vis

Spektrofotometer UV-Vis bermanfaat untuk penentuan konsentrasi

senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200-400

nm) atau daerah sinar tampak (400-800 nm). Biasanya cahaya terlihat merupakan

campuran dari cahaya yang mempunyai berbagai panjang gelombang (λ), dari

400-800 nm (Tahir et al., 2009).

Prinsip dari spektroskopi UV-Vis adalah adanya transisi elektronik suatu

molekul yang disebabkan oleh peristiwa absorpsi (penyerapan) energi berupa

radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai oleh molekul tersebut

(Rohman, 2007). Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer UV-Vis

meliputi: (1) sumber tenaga radiasi yang stabil, (2) sistem yang terdiri atas lensa-

lensa, cermin, celah-celah dan lain-lain. (3) monokromator untuk mengubah radiasi

menjadi komponen-komponen panjang gelombang tunggal (monokromatik) (4)

sel/kuvet tempat cuplikan yang transparan dan (5) detektor (photomultiplier) radiasi

yang dihubungkan dengan sistem meter dan pencatat. Berikut skema dari

instrumentasi spektrofotometer Uv-Vis ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Skema spektrofotometer UV-Vis (Owen, 2000)

Page 53: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

38

Molekul mempunyai tingkat energi elektron yang analog dengan energi

elektron dalam atom. Tingkat energi molekul ini disebut orbital molekul. Orbital

molekul timbul dari interaksi orbital atom didalam molekul. Orbital berenergi

rendah disebut orbital ikatan dan orbital yang berenergi tinggi disebut orbital

antiikatan (Kurniasari, 2006). Jika molekul menyerap cahaya tampak dan UV maka

akan terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju keadaan tereksitasi.

Perpindahan elektron ini disebut transisi elektronik. Interaksi antara energi dengan

gugus kromofor menyebabkan terjadinya transisi elektronik (Neldawati dan

Gusnedi, 2013).

Radiasi elektomagnetik berinteraksi dengan benda berupa berkas sinar yang

disebut foton. Energi setiap foton berbanding langsung dengan frekuensi radiasi

Foton yang memiliki frekuensi (υ) yang tinggi (λ pendek) mempunyai energi yang

lebih tinggi dari pada foton yang berfrekuensi rendah (λ panjang). Intensitas

berkas sinar sebanding dengan jumlah foton yang tak tergantung pada energi setiap

foton. Bila cahaya jatuh pada senyawa maka sebagian dari cahaya akan diserap

oleh molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul (Khopkar,2003).

2.9 Kolorimetri

Kolorimetri lebih dikenal dengan istilah kromameter menggunakan sensor

fotodioda, seperti halnya fungsi color matching retina mata manusia yang bisa

mendeteksi tiga nilai warna primer. Ketiga nilai dasar inilah yang nantinya

mendasari perhitungan color space CIEL*a*b*/CIEL*c*h*.

Kolorimeter/kromameter dapat mengukur tiga warna primer dengan mudah.

Page 54: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

39

Kolorimeter mempunyai keterbatasan, yaitu tidak bisa mengukur metamerisme

dan juga color strength.

Kolorimeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur warna dari

permukaan suatu objek. Prinsip dasar dari alat ini ialah interaksi antara energi

cahaya diffus dengan atom atau molekul dari objek yang dianalisis. Menurut

Darmawan (2009), prinsip kolorimeter (Gambar 16) adalah pengukuran perbedaan

warna melalui pemantulan cahaya oleh permukaan sampel. Alat ini terdiri atas

ruang pengukuran dan pengolah data. Ruang pengukuran berfungsi sebagai

tempat untuk mengukur warna objek dengan diameter tertentu. Setiap

kolorimeter dengan tipe berbeda memiliki ruang pengukuran dengan diameter

yang berbeda pula. Sumber cahaya yang digunakan yaitu lampu xenon. Lampu

inilah yang akan menembak permukaan sampel yang kemudian dipantulkan

menuju sensor spektral. Selain itu, enam fotosel silikon sensitifitas tinggi dengan

sistem sinar balik ganda akan mengukur cahaya yang direfleksikan oleh sampel

(Anonim, 1991).

Gambar 16. Skema chromameter (Anonim, 1991)

Skema pengukuran dari kolorimeter yaitu sampel diberi cahaya diffus dan

diukur pada sudut tertentu. Cahaya diffus yang mengenai sampel dipantulkan

Page 55: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

40

pada sudut tertentu, kemudian diteruskan ke sensor spektral, lalu dihitung

menggunakan komputer mikro (Boedi, 2004).

CIEL*a*b* merupakan koordinat ditetapkan oleh Komisi Internationale de

l’Eclairage (CIE), ruang warna L*a*b* dimodelkan setelah teori warna

lainnya yang menyatakan bahwa dua warna tidak bisa merah dan hijau pada

waktu yang sama atau kuning dan biru pada saat yang sama waktu. Unit dalam

sistem L*a*b* memberikan persepsi yang sama tentang perbedaan warna pada

pengamat manusia (Abid et al., 2017).

Nilai L* mendeskripsikan kecerahan warna, L*=0 untuk hitam dan

L*=100 untuk putih, nilai a* mendeskripsikan jenis warna hijau–merah, dimana

angka negatif a* mengindikasikan warna hijau dan angka positif a*

mengindikasikan warna merah, nilai b* mendeskripsikan jenis warna biru-kuning,

dimana angka negatif b* mengindikasikan warna biru dan angka positif b*

mengindikasikan warna kuning (Renuka et al., 2010).

CIEL*a*b* adalah ruang warna yang paling lengkap. Ruang warna ini

menggambarkan semua warna yang dapat dilihat oleh mata manusia dan dibuat

sedemikian rupa sehingga bersifat mandiri tidak tergantung pada alat maupun

proses, sehingga ICC – International Color Corsortium menggunakan ruang warna

CIEXYZ dan CIELAB sebagai dasar perhitungan komunikasi warna (PCS –

Profile Communication Space) dalam Color Management System, dan CIELAB

dipergunakan untuk mendeskripsikan warna, perbedaan warna serta toleransi

dalam standar internasional ISO 12647 (Hoffman, 2008).

Page 56: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2017 di

Laboratorium Bidang Proses Radiasi, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan

Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven (Memmert),

magnetic stirrer (Hanten), sealer machine, peralatan gelas, freezer (Sanyo Ultra

Low), pH meter (Metller Toledo), homogenizer (IKA Homogenizer) dan freeze

dryer (Coolsafe Scanvac). Karakterisasi scaffold di uji menggunakan FTIR

(Shimadzu IR Prestige-21), SEM (HITACHI SU3500), spektrofotometer UV-Vis

(Carry 100 UV-Vis), kolorimeter (Chroma Meter CR-200b, Minolta), gamma cell

iradiator Cobalt-60, dan inkubator (Memmert).

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah tetrasiklin yang diproduksi oleh PT. Pyrous,

kitosan (BATAN), akuades, asam asetat glacial (Merck®), NaOH (Merck®),

Na2HPO4 (Merck®), etanol (Merck®) dan HCl (Merck®).

41

Page 57: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

42

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pembuatan scaffold (Yang et al., 2010)

Scaffold dibuat dari kitosan dengan konsentrasi 2% (w/v) yang dilarutkan

dalam asam asetat 1%, lalu campuran dihomogenkan menggunakan stirrer selama

5 jam pada suhu ruang. Setelah cukup homogen, campuran dihomogenkan lebih

lanjut dengan homogenizer selama 10 menit hingga terbentuk slurry (bubur)

kitosan. Slurry kitosan disimpan di freezer pada suhu 4℃ selama 30 menit. Slurry

kitosan ditambahkan larutan Na2HPO4 5% setetes demi setetes hingga mencapai

pH 7. Tetrasiklin sebanyak 150 mg, 300 mg, dan 450 mg masing-masing

ditambahkan kedalam slurry kitosan 50 mL, lalu diaduk selama 30 menit hingga

campuran homogen.

Campuran dicetak ke dalam cetakan well dengan ukuran diameter 1 cm

dan tinggi 2 cm. Sebelum slurry kitosan – tetrasiklin dicetak, cetakan well ditetesi

asam asetat glacial 100% hingga permukaannya tertutupi lalu secara perlahan-

lahan slurry kitosan-tetrasiklin sebanyak 2 mL dituang ke dalam cetakan. Sampel

diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37℃ lalu dibekukan menggunakan freezer

selama 24 jam pada temperatur -80℃. Scaffold yang telah membeku kemudian

dikering bekukan menggunakan freeze dryer selama 8 jam pada temperatur -

107℃ dan tekanan 0,055 mbarr. Setelah kering, scaffold dari masing-masing

perlakuan diiradiasi menggunakan gamma cell Co-60 dengan dosis 15 KGy dan

25 KGy, masing-masing selama 2 jam 21 menit dan 3 jam 55 menit, pada laju

radiasi 6340,2 Gy/jam dan aktivitas radiasi sebesar 8589 Ci sesuai dengan ISO

11137:2011, dengan menggunakan dosis 15 KGy dan 25 KGy diharapkan

memberikan pengaruh terhadap sifat fisikokimia scaffold.

Page 58: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

43

3.3.2 Karakterisasi Scaffold

3.3.2.1 Analisa Gugus Fungsi (Gossla, 2016)

Karakterisasi ini dilakukan terhadap sampel scaffold kitosan baik

yang dikombinasikan dengan tetrasiklin maupun tidak. Sampel diletakkan pada

sample holder. Sampel dianalisis dengan jangkauan energi inframerah dalam

pengukuran bilangan gelombang 4000 - 400 cm-1.

3.3.2.2 Uji Warna (Perkasa et al., 2013)

Perubahan warna dari scaffold kitosan-tetrasiklin diukur

menggunakan kolorimeter. Sampel diletakkan pada lubang yang terdapat di

tengah plat putih sampai lubang terisi penuh atau dipadatkan kemudian

dipotret. Hasil potret akan mucul dalam skala warna CIEL*a*b* dimana dapat

mengukur relatif perubahan warna scaffold kitosan–tetrasiklin. Perbedaan

warna (ΔE) dihitung menggunakan persamaan berikut, menurut Arzate-

Vázquez et al. (2011).

Dimana ΔL* = L* - L0*, Δa* = a* - a0*, Δb* = b* - b0* di mana L*, a* dan b*

adalah nilai warna scaffold kitosan-tetrasiklin dan L0*, a0

*, b0* nilai warna dari

scaffold kitosan.

3.3.2.3 Analisa Struktur Pori (ASTM E 112-113)

Morfologi scaffold dianalisis menggunakan SEM (Scanning Elctron

Microscopy). Metode analisa morfologi scaffold mengikuti metode pada

ASTM (american standard testing and material) E 112-113. Scaffold dipotong

menjadi 2 bagian, yaitu bagian atas dan tengah untuk melihat morfologi

Page 59: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

44

permukaan scaffold dan interkonektifitas porinya. Scaffold di lapisi emas

menggunakan ion sputter sebelum dianalisis menggunakan SEM.

3.3.2.4 Uji Pelepasan Obat (Thakur et al., 2011)

Sampel hidrogel / scaffold kitosan – tetrasiklin ditempatkan didalam

botol vial kemudian ditambahkan larutan PBS 20 mL untuk scaffold kitosan –

tetrasiklin dosis 6,25 mg, 12,5 mg, dan 18,75 mg dengan suhu 37oC selama 60

menit. Setelah 60 menit diukur serapannya menggunakan Spektrofotometer

UV-Vis pada daerah Ultraviolet dengan panjang gelombang 269 nm. Hal ini

dilakukan secara berulang-ulang hingga didapatkan konsentrasi minimum

tetrasiklin yang dilepas oleh scaffold kitosan – tetrasiklin hingga 24 jam.

3.3.2.5 Swelling Ratio/Rasio Pembengkakan (Emanet et al., 2016)

Sampel hidrogel/scaffold kitosan–tetrasiklin ditimbang dan hasilnya

dicatat sebagai bobot awal (Wo). scaffold kitosan–tetrasiklin direndam dalam 2

mL larutan buffer fosfat selama 2 jam dengan suhu 37oC. Setelah inkubasi,

scaffold dibilas dengan aquades kemudian disaring guna menghilangkan air

yang masuk ke dalam pori-pori scaffold. Scaffold ditimbang dan dicatat sebagai

bobot basah (Ww). Swelling Ratio dihitung dengan rumus, 100 x (Ww – Wo) /

Wo.

3.3.3 Uji Statistik

Percobaan dilakukan secara rangkap tiga dan perbedaan antara mean

perlakuan ditentukan oleh prosedur ANNOVA dan tukey pada p <0,05 dengan

menggunakan statistik SPSS. Nilai yang dinyatakan adalah mean ± standar

error pengukuran triplikat.

Page 60: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

45

3.4 Diagram Alir Penelitian

Campuran dibuat dengan cara kitosan dengan

konsentrasi 2% (w/v) dilarutkan dalam asam asetat 1%

Slurry Kitosan

- Disimpan pada suhu 4℃ selama 30 menit

- Ditambah Na2HPO4 hingga pH 7

150 mg

tetrasiklin

Dihomogenkan selama 6 jam

Ditambahkan

300 mg

tetrasiklin

450 mg

tetrasiklin

Dicetak

Dicetak Dicetak

Scaffold Kitosan Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 6,25 mg

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 12,5 mg

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 18,75 mg

0

KGy

15

KGy

25

KGy

0

KGy

15

KGy

25

KGy 0

KGy

15

KGy

25

KGy

Scaffold dikarakterisasi untuk mengetahui sifat

fisikokimia nya (pori, gugus fungsi, warna, swelling

ratio,dan pelepasan obat)

0

KGy

15

KGy

25

KGy

Dicetak

Page 61: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

46

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Scaffold Kitosan – Tetrasiklin

Scaffold kitosan – tetrasiklin dibuat dengan menggunakan larutan kitosan

termogelasi yang ditambahkan fosfat anorganik. Pada penelitian sebelumnya

dilaporkan bahwa penambahan larutan fosfat anorganik terhadap larutan asam

asetat kitosan mampu meningkatkan nilai pH dalam menjadi 7 atau netral disertai

gelasi pada suhu 37oC, selain itu penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat

potensi larutan kitosan-anorganik fosfat merupakan suatu sistem yang berguna

sebagai pembawa sel dalam matriks (Nair et al., 2007).

Scaffold kitosan – tetrasiklin dibentuk dari larutan kitosan yang disimpan

terlebih dahulu pada suhu 4oC kemudian ditambahkan fosfat anorganik guna

menetralisasi kitosan hingga mencapai pH diatas 6,2 yaitu 7 tanpa terjadi

presipitasi kitosan akibat gelasi yang terjadi secara spontan pada penambahan

fosfat anorganik diatas pKa nya. Hal tersebut telah dibuktikan pada penelitian

sebelumnya, larutan kitosan yang dinetralisasi menggunakan fosfat organik

seperti β-gliserofosfat (βGP) dan garam fosfat anorganik seperti ammonium

dihidrogen fosfat (NH4H2PO4) pada suhu rendah dapat membentuk larutan gel

serta mencegah terjadinya presipitasi akibat kenaikan pH (Nair et al., 2007). Pada

penelitian ini digunakan fosfat anorganik Na2HPO4 sebagai agen netralisasi

kitosan yang menghasilkan larutan kitosan-anorganik fosfat termogelasi, dimana

ion fosfat divalen dari Na2HPO4 tidak menginduksi ikatan sambung silang murni.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak adanya interaksi elektrostatik antara

46

Page 62: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

47

rantai polimer kitosan dan ion fosfat divalen secara signifikan. Reaksi yang terjadi

antara larutan kitosan dengan ion fosfat divalen dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Reaksi antara larutan kitosan dengan ion fosfat divalen

(Zambito, 2013)

Proses gelasi ionik digunakan untuk membentuk suatu nanopartikel karena

metode yang digunakan sederhana dan ringan (Tsai et al., 2008). Proses ini dapat

dilakukan secara ikatan silang kimia maupun secara fisik. Kitosan memiliki

densitas kelompok amina yang tinggi dan jika terprotonasi akan membentuk

gugus (-NH3+) dalam larutan asam (Kafshgari et al., 2011). Proses gelasi terjadi

pada saat kitosan dilarutkan pada larutan dengan pH asam untuk mengubah gugus

amina (-NH2) menjadi terionisasi positif (-NH3+). Gugus yang telah terionisasi

positif ini selanjutnya mampu membentuk interaksi ionik dengan obat yang

bermuatan negatif (Bhumkar dan Pokharkar, 2006). Secara keseluruhan, sistem

yang terbentuk cenderung menyisakan gugus amonium bebas yang akan saling

tolak-menolak sehingga melemahkan kompleks nanopartikel yang telah terbentuk.

Oleh karena itu, perlu ditambahkan adanya suatu pengikat silang (crosslinker)

dimana mana penelitian ini yaitu ion divalen fosfat yang mampu menstabilkan

muatan positif yang tersisa.

Gel yang terbentuk pada pH 7 - 7,2 tidak memiliki sifat thermoreversible.

Hal ini menunjukkan bahwa efek gabungan elektrostatik daya tarik dan interaksi

O

O

NH2 H

HO

HOH2C

n

+O

O

NH3 H

HO

HOH2C

nH3C

C

OH

O

Kitosan Asam Asetat

O

O

NHH

HO

HOH2C

n

P

OO

O

Na2HPO4

Page 63: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

48

hidrofobik meningkat dalam mempromosikan termogelasi dari larutan kitosan-

fosfat anorganik (Nair et al., 2007). Sifat slurry scaffold dipengaruhi oleh

interaksi elektrostatik antara anionik fosfat divalen dan kitosan. Interaksi kitosan-

fosfat anorganik ini bergantung pada: struktur molekul anionik, densitas muatan

dan konsentrasi molekulernya, pH larutan kitosan, dan sifat fisik kitosan, yaitu

berat molekul dan derajat deasetilasi (Gupta dan Jabrail, 2007).

Penambahan asam asetat glacial pada permukaan cetakan well bertujuan

mencegah scaffold tidak melekat terlalu kuat dengan cetakan, sehingga

mengakibatkan scaffold tidak terbentuk/hancur. Hal tersebut terjadi karena sistem

ini memiliki kelemahan yaitu stabilitasnya sangat dipengaruhi oleh tingkat

keasaman, di mana variasi pH akan mempengaruhi ionisasi kitosan yang pada

akhirnya mempengaruhi kekuatan ikatan pada kompleks (Lopez-Leon et al.,

2005).

Liofilisasi atau freeze drying digunakan sebagai metode yang mampu

mengeringkan serta meningkatkan stabilitas dari produk hasil teknik rekayasa

jaringan. Freeze drying terdiri atas tiga tahap: pembekuan (pemadatan),

pengeringan primer (sublimasi es) dan pengeringan sekunder (desorpsi air yang

tidak beku) (Franks, 1990). Tahapan-tahapan yang dilalui suatu produk pada

metode freeze drying akan menyebabkan terbentuknya pori-pori. Skema proses

freeze drying ditampilkan pada Gambar 18.

Page 64: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

49

Gambar 18. Skema proses freeze drying (Priharyadi. 2013)

Scaffold yang dibuat dengan perlakuan gelasi (pregelled) memiliki

keunggulan dalam sistem penghantaran obat. Penghantaran obat akan menjadi

optimal karena lebih banyak obat yang terkirim ke lokasi sasaran, meminimalkan

paparan total tubuh terhadap obat, serta membantu mempertahankan tingkat obat

yang efektif pada cairan cervicular gingival untuk menghasilkan efek klinis yang

diinginkan. Scaffold yang dibuat memiliki biokompatibilitas dan bioadhesivitas

yang lebih tinggi dengan membiarkan adhesi pada mukosa di saku gigi, sehingga

dapat dieliminasi melalui jalur katabolik normal, mengurangi risiko iritasi atau

reaksi alergi di lokasi pengaplikasian (Patel et al., 2012). Berikut ini adalah

gambar scaffold yang dihasilkan dengan metode freeze drying, seperti yang

disajikan pada Gambar 19.

Gambar 19. Scaffold yang diproduksi dengan metode freeze drying

a. scaffold kitosan dosis radiasi 0 KGy dan b. scaffold kitosan-tetrasiklin 12,5

mg dosis radiasi 0 KGy.

b

atas bawah samping

a

atas bawah samping

Page 65: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

50

4.2 Karakteristik scaffold

4.2.1 Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR

Scaffold kitosan–tetrasiklin dikarakterisasi menggunakan instrumen FTIR

untuk mengetahui gugus fungsi dan memberikan informasi strukturalnya.

Rentang bilangan gelombang yang digunakan adalah 4000-400 cm-1. Pola

spektrum FTIR untuk kitosan dan tetrasiklin disajikan pada Gambar 27 dan 28

pada Lampiran 2.

Pola spektrum FTIR dari kitosan dan tetrasiklin (Gambar 27 dan 28)

menunjukkan puncak-puncak yang mengidentifikasikan gugus-gugus fungsi

penyusun senyawa kitosan dan tetrasiklin sebagai bahan baku scaffold kitosan-

tetrasiklin. Gugus fungsi penyusun kitosan dan tetrasiklin ditunjukkan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Gugus fungsi kitosan dan tetrasiklin

Bahan Bilangan Gelombang (cm-1)

Gugus Fungsi Hasil Analisis Literatur*

Kitosan

3449, 3342 3600-3000 O-H streching berimpitan dengan

N-H (-NH2) streching 3399 3500-3300

2926 3000–2850 CH (-CH2-) streching asym

2874 3000–2850 CH (-CH2-) streching sym

1650 1900-1650 C=O (-NHCOCH3-) streching

1580 1640–1550 N-H bending

1537 1640-1500 C-N streching

1415 1465-1400 CH (-CH2-) bending asym

1385 1385-1355 CH (-CH2-) bending sym

1156 1300-1000 C-O (-C-O-C-) streching sym

Tetrasiklin

3615,3305 3600-3000 O-H streching

3363 3500-3300 N-H (-NH2) streching

2928 3000–2850 CH (-CH2-) streching asym

2861 3000–2850 CH (-CH2-) streching sym

1670 1900-1650 C=O (-NHCOCH3-) streching

1616 1640–1550 N-H bending

1541 1640-1500 C-N streching

1456 1465-1400 CH (-CH2-) bending asym

1357 1385-1355 CH (-CH2-) bending sym

*Sastrohamidjojo, 2013

Page 66: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

51

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

20

25

30

35

40

45

50

55

60

Tra

nsm

ittan

ce (

%)

Bilangan Gelombang (1/cm)

25 KGy

15 KGy

0 KGy

Karakteristik puncak spektrum khas yang dimiliki kitosan terdapat pada

bilangan gelombang 1650 dan 1580 cm-1 untuk gugus C=O dari amida dan N-H

bending dari amina primer, serta puncak pada bilangan gelombang 3449 cm-1

untuk gugus O-H yang berhimpitan dengan NH2 (Huang et al., 2017).

Karakteristik puncak spektrum khas tetrasiklin terdapat pada bilangan

gelombang 3615 cm-1 untuk gugus O-H, bilangan gelombang 1616 cm-1 untuk

gugus amina sekunder, dan bilangan gelombang 1670 cm-1 untuk gugus C=O

dari amida (Niamlang et al., 2017). Hal ini membuktikan bahwa pola spektrum

FTIR yang dihasilkan mampu membuktikan gugus fungsi kitosan dan tetrasiklin

serta mampu mengkonfirmasi bahwa bahan yang digunakan merupakan kitosan

dan tetrasiklin.

a

O-H

N-H

C-H C=O

C-N

PO4

C-O

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Tra

nsm

ittan

ce (

%)

Bilangan Gelombang (1/cm)

0 KGy

15 KGy

25 KGy

b

O-H

N-H

C-H

C=O

C-N

PO4

C-O

Page 67: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

52

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

10

20

30

40

50

60

70

80

Tra

nsm

itta

nce

(%

)

Bilangan Gelombang (1/cm)

0 KGy

15 KGy

25 KGy

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

80

85

Tra

nsm

itta

nce

(%

)

Bilangan Gelombang (1/cm)

0 KGy

15 KGy

25 KGy

Gambar 20. Spektrum IR scaffold kitosan dan scaffold kitosan–tetrasiklin

a. scaffold kitosan b. scaffold kitosan-tetrasiklin 6,25 mg c. scaffold kitosan-

tetrasiklin 12,5 mg d. scaffold kitosan-tetrasiklin 18,75 mg

Berdasarkan spektrum IR gugus fungsi scaffold kitosan dan scaffold

kitosan–tetrasiklin pada Gambar 20, memperlihatkan pola yang sama disetiap

variasi dan tidak jauh berbeda dengan spektrum bahan penyusunnya. Pada

spektrum IR gugus fungsi scaffold kitosan (Gambar 20a), menunjukkan

kemiripan pola spektrum dengan spektrum bahan penyusunnya yaitu kitosan

(Gambar 28 pada Lampiran 2) dan tidak muncul puncak yang baru atau gugus

fungsi baru. Meskipun scaffold kitosan terkandung Na2HPO4 yang ditambahkan

guna meningkatkan pH, hal ini tidak mempengaruhi pola spektrum yang

c

O-H

N-H

C-H

C=O

C-N

PO4

C-O

d

O-H

N-H

C-H

C=O

C-N

PO4

C-O

Page 68: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

53

dihasilkan. Ion fosfat menghasilkan puncak spektrum pada 1300-900 cm-1

(Aufan et al., 2014). Spektrum IR scaffold kitosan menunjukkan seiring

bertambahnya dosis radiasi intensitas puncak pada area bilangan gelombang

3500-2400 cm-1 menjadi lebih lebar, hal tersebut mengidentifikasikan terjadinya

tumpang tindih (overlapping) pada gugus fungsi OH, NH2, serta CH scaffold

kitosan terutama pada dosis radiasi 25 KGy dimana pada scaffold tersebut terjadi

overlapping antar gugus fungsi OH, NH2, serta CH dalam jumlah banyak akibat

terpapar dosis radiasi yang cukup tinggi sehingga memiliki intensitas puncak

yang lebih lebar berbeda dengan dosis lainnya.

Pada spektrum IR scaffold kitosan–tetrasiklin (Gambar 20b, 20c, 20d)

menunjukkan pola yang sama disetiap variasi dan tidak jauh berbeda dengan

spektrum bahan penyusunnya. Kitosan dan tetrasiklin memiliki sebagian besar

gugus fungsi yang sama pada strukturnya, sehingga spektrum IR nya memiliki

beberapa kemiripan. Ketika keduanya digunakan sebagai bahan penyusun

scaffold, spektrum IR yang dihasilkan memiliki kecenderungan serupa. Pola

spektrum scaffold kitosan–tetrasiklin menunjukkan terjadinya pelebaran

intensitas puncak pada bilangan gelombang 3500-2400 cm-1. Pelebaran

intensitas puncak tersebut disebabkan overlapping gugus OH, NH2, dan CH

dimana gugus fungsi tersebut mendominasi didalam struktur senyawa kitosan

maupun tetrasiklin serta pengaruh peningkatan dosis radiasi yang diberikan

terhadap scaffold. Niamlang et al (2017) menjabarkan hal yang serupa dalam

pembuatan film polivinil alkohol (PVA) yang dipadupadankan dengan

nanopartikel kitosan kuartener dan tetrasiklin, pelebaran intensitas puncak yang

Page 69: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

54

terjadi pada bilangan gelombang 3500-2400 cm-1 mengidentifikasikan

keberhasilan enkapsulasi tetrasiklin pada nanopartikel kitosan kuartener.

Radiasi pengion dapat menyebabkan berbagai perubahan pada struktur

rantai polimer tergantung pada kondisi saat iradiasi. Perubahan yang terjadi

meliputi pemotongan rantai, crosslink dan pembukaan cincin yang berdampak

pada perubahan struktur kimia secara irreversibel. Pemotongan cincin dapat

dibuktikan dengan berkurangnya bobot molekul yang berbanding lurus dengan

besarnya dosis radiasi (Gryczka et al., 2009). Berdasarkan berbagai penelitian

mengenai reaktivitas radikal terhadap karbohidrat, diketahui bahwa semua gugus

CH dan CH2OH pada cincin piranosa terlibat dalam proses pembentukan

senyawa radikal, meski dengan selektivitas yang sangat rendah terhadap radikal

reaktif (seperti OH radikal). Gugus keton, aldehid, dan karboksil merupakan

struktur yang terbentuk pada karbohidrat teradiasi dengan senyawa radikal

terpusat pada posisi C1, C4 dan C5 dalam rantai piranosa. Pada keadaan

dibawah suhu ruang, proses yang terjadi yaitu β-scission yang berdampak pada

pembukaan cincin (radikal C5) dan pemotongan rantai (radikal C1 dan C4).

Apabila radiasi diaplikasikan pada kitosan, maka akan diperoleh spesies baru A,

B, C dan D seperti ditunjukkan dalam Gambar 21.

Page 70: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

55

Gambar 21. Mekanisme radiolisis kitosan (Gryczka et al., 2009)

4.2.2 Hasil Uji Warna

Uji warna scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin menggunakan

sistem warna trisimulus CIEL*a*b* dalam menentukan parameter warna pada

scaffold. Hasil uji warna scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin

disajikan pada Tabel 3.

Page 71: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

56

Tabel 3. Hasil uji warna scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin

Tabel 3 menunjukkan nilai L* yaitu kecerahan pada scaffold dimana

terjadi kecenderungan penurunan kecerahan seiring dengan meningkatnya dosis

radiasi yang diterima. Nilai a* pada scaffold yang dihasilkan yaitu warna

kemerahan dimana terjadi kecenderungan peningkatan kemerahan seiring

dengan meningkatnya dosis radiasi yang diterima. Nilai b* pada scaffold yang

dihasilkan yaitu warna kekuningan dimana nilai yang dihasilkan untuk scaffold

kitosan meningkat seiring bertambahnya dosis radiasi sedangkan pada scaffold

kitosan-tetrasiklin menunjukkan warna optimum pada dosis radiasi 15 KGy. Uji

statistik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui secara kuantitatif pengaruh

Sampel Nilai Warna Hunter

L* a* b*

Scaffold Kitosan

0 KGy

83,6±3,779b 17,85±0,335a 12,55±2,551a

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 6,25 mg 72,9±3,779b 15,4±0,335a 21,3±2,551a

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 12,5 mg 74,2±3,779b 14,4±0,335a 26,65±2,551a

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 18,75 mg 65,15±3,779b 15,05±0,335a 28,1±2,551a

Scaffold Kitosan

15 KGy

80,75±3,779ab 18,45±0,335ab 20,3±2,551a

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 6,25 mg 62±3,779ab 16,45±0,335ab 26,6±2,551a

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 12,5 mg 69±3,779ab 14,55±0,335ab 35,25±2,551a

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 18,75 mg 74,2±3,779ab 14,9±0,335ab 29,3±2,551a

Scaffold Kitosan

25 KGy

78,45±3,779a 18,2±0,335b 21,4±2,551a

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 6,25 mg 57,65±3,779a 16,65±0,335b 18,9±2,551a

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 12,5 mg 54,5±3,779a 15,5±0,335b 23±2,551a

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 18,75 mg 56,05±3,779a 16,3±0,335b 25,35±2,551a

Page 72: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

57

radiasi terhadap nilai L*a*b* (Lampiran 3). Hasil uji lanjutan tukey

menunjukkan nilai L* memiliki perbedaan secara signifikan saat diberikan dosis

radiasi 0 KGy dan 25 KGy, sedangkan pada dosis radiasi 15 KGy tidak terjadi

perbedaan secara signifikan. Dosis radiasi 25 KGy yang dipaparkan pada

material dapat memberi pengaruh nyata terhadap kecerahan scaffold. Nilai a*

memiliki perbedaan secara signifikan saat diberikan dosis radiasi 0 KGy dan 25

KGy sedangkan pada dosis radiasi 15 KGy tidak terjadi perbedaan secara

signifikan. Dosis radiasi 25 KGy yang dipaparkan pada material dapat memberi

pengaruh nyata terhadap warna kemerahan scaffold. Nilai b* baik yang

dipaparkan dosis radiasi 0 KGy, 15 KGy, dan 25 KGy tidak memiliki perbedaan

secara signifikan, baik dosis 0, 15, dan 25 KGy tidak memiliki pengaruh nyata

terhadap warna kuning scaffold.

Paparan sinar gamma terhadap kitosan dapat menyebabkan penampakan

fisik kitosan yang lebih kecoklatan karena bertambahnya ikatan rangkap dalam

struktur kitosan akibat terjadinya radiolisis (Nagasawa et al., 2000), viskositas

yang lebih rendah (Choi et al., 2002), derajat deasetilasi yang lebih besar

(Rashid et al., 2012), serta ukuran mikropartikel yang dihasilkan menjadi lebih

kecil (Desai dan Park, 2006).

Page 73: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

58

Tabel 4. Perubahan warna scaffold (∆𝐸)

Sampel

Nilai Warna

Kontrol (0 KGy)

Nilai Warna Sampel ∆E

L0* a0* b0* L* a* b*

Scaffold Kitosan

83,6 17,85 12,55 15 KGy 80,75 18,45 20,3 8,28

83,6 17,85 12,55 25 KGy 78,45 18,2 21,4 10,25

Scaffold

Kitosan-Tetrasiklin

6,25 mg

72,9 15,4 21,3 15 KGy 62 16,45 26,6 12,17

72,9 15,4 21,3 25 KGy 57,65 16,65 18,9 15,49

Scaffold

Kitosan-Tetrasiklin

12,5 mg

74,2 14,4 26,65 15 KGy 69 14,55 35,25 10,05

74,2 14,4 26,65 25 KGy 54,5 15,5 23 20,07

Scaffold

Kitosan-Tetrasiklin

18,75 mg

65,15 15,05 28,1 15 KGy 74,2 14,9 29,3 9,13

65,15 15,05 28,1 25 KGy 56,05 16,3 25,35 9,59

Tabel 4 menunjukkan perubahan warna pada scaffold kitosan dan

scaffold kitosan-tetrasiklin berkisar antara 8,28 - 20,07. Perubahan warna pada

masing-masing scaffold dapat dilihat secara kualitatif. Bila nilai ∆E kurang dari

1,5 maka perbedaan warna di antara keduanya tidak berpengaruh, sedangkan

ketika nilai ∆E pada rentang 1,5-5, maka perbedaan warna dapat dikenali oleh

mata yang terlatih. Perbedaan warna menjadi jelas bagi kebanyakan orang ketika

nilai ∆E lebih besar dari 5 (Obon et al., 2009). Perubahan warna yang terjadi

diakibatkan oleh paparan radiasi yang diberikan. Apabila suatu radiasi ionisasi

(elektron, sinar gamma) mengenai molekul polimer maka akan terjadi reaksi

kimia yang pada akhirnya akan menentukan sifat polimer tersebut. Perubahan

kimia yang terjadi dapat berupa pembentukan ikatan silang (crosslingking);

Page 74: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

59

degradasi; pembentukan gas seperti H2, CO, CH4; perubahan dalam ketidak

jenuhan (pembentukan berbagai ikatan rangkap antara atom karbon); dan

oksidasi (dengan adanya udara atau oksigen) (Darwis dan Abbas, 2010). Nilai

∆E pada scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin bertambah seiring

dengan bertambahnya dosis radiasi yang diberikan.

4.2.3 Hasil Analisis Struktur Pori

Besaran pori merupakan salah satu sifat fisik yang perlu diperhatikan dari

scaffold. Pori-pori yang terdapat pada scaffold memiliki fungsi sebagai ruang bagi

sel untuk menempel dan tumbuh menjadi suatu jaringan tulang baru (Laurencin et

al., 2008). Jika pori yang dimiliki scaffold terlalu kecil, maka akan terjadi

penyumbatan pada sel. Hal tersebut dapat menghalangi penetrasi sel, produksi

matriks ekstraseluler, dan neovaskularisasi bagian dalam scaffold (Salgado et al.,

2004). Penggunaan metode freeze drying terbukti dapat menghasilkan scaffold

dengan sifat porus. Morfologi scaffold dapat dilihat pada Gambar 22. Pori yang

dimiliki scaffold berbentuk bulat dan berdiameter pada kisaran rentang 10-300

μm. Pori pada scaffold terbentuk karena hilangnya molekul air pada scaffold

akibat disublimasi sehingga molekul air dalam bentuk kristal es akan langsung

diangkat dan membentuk lubang berupa pori pada scaffold. Morfologi scaffold

kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin pada perbesaran 100x disajikan pada

Gambar 22.

Page 75: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

60

Gambar 22. Morfologi scaffold pada perbesaran 100x a. scaffold kitosan 0

KGy b. scaffold kitosan-tetrasiklin 0 KGy

Hasil analisis morfologi scaffold kitosan dosis radiasi 0 KGy pada

perbesaran 100 kali memiliki diameter pori permukaannya yaitu 112,3; 93,24;

71,90; 42,70; 19,10 dan 16,85 μm. Morfologi permukaan scaffold kitosan-

tetrasiklin 18,75mg 0 KGy pada perbesaran 100 kali memiliki diameter pori

permukaannya yaitu 169,6; 75,27; 40,44; 195,5; 94,37 dan 29,21 μm. Morfologi

permukaan scaffold kitosan 15 KGy pada perbesaran 100 kali memiliki diameter

a

b

Page 76: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

61

pori permukaannya yaitu 57,30; 161,5; 311,2; 204,5 dan 309 μm. Morfologi

permukaan scaffold kitosan-tetrasiklin 18,75 mg 15 KGy pada perbesaran 100 kali

memiliki diameter pori permukaannya yaitu 83,13; 205,6; 71,90; 105,6; 92,12;

26,96 dan 52,81 μm. Diameter pori pada permukaan scaffold kitosan dan scaffold

kitosan-tetrasiklin dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Diameter pori scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin

Ukuran pori tidak dipengaruhi oleh dosis radiasi yang dipaparkan. Hal

tersebut dibuktikan pada penelitian ini bahwa kenaikan dan penurunan ukuran pori

yang tidak teratur terhadap kenaikan dosis radiasi. Tahap pembekuan pada tahap

awal freeze drying sangat penting untuk menghasilkan struktur berpori sesuai

dengan yang diinginkan. Faktor-faktor pada pembekuan seperti temperatur,

konsentrasi zat terlarut, jenis pelarut, dan arah pembekuan merupakan faktor

penentu dalam keberhasilan pembentukan struktur pori yang dihasilkan. Arah

pembekuan juga memiliki efek besar terhadap morfologi pori (Zhang dan Cooper,

2007).

Jika dibandingkan antara scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin,

pori-pori yang dimiliki scaffold kitosan tidak teratur sedangkan scaffold kitosan-

tetrasiklin memiliki pori-pori yang teratur dan padat. Hal tersebut terjadi karena

pada scaffold kitosan-tetrasiklin, gugus hidroksil yang terdapat pada tetrasiklin

serta pada rantai kitosan berinteraksi membentuk ikatan glikosida antara kitosan

Sampel Diameter Pori

(μm)

Scaffold Kitosan 0 KGy 19 - 112

Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 18,75 mg 0 KGy 40 - 195

Scaffold Kitosan 15 KGy 57 - 309

Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 18,75 mg 15 KGy 71 - 205

Page 77: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

62

dan tetrasiklin dengan melepaskan gugus H2O, sehingga jarak antar rantai kitosan

menjadi lebih rapat. Gambar 23 menunjukkan perbandingan morfologi pori

scaffold kitosan pada perbesaran 250 kali dan scaffold kitosan-tetrasiklin pada

perbesaran 500 kali.

Gambar 23. Morfologi Pori Scaffold a. scaffold kitosan 15 KGy pembesaran

250x dan b. scaffold kitosan-tetrasiklin 18,75 mg 15 KGy pembesaran 500x

Selain ukuran pori, morfologi lain yang penting untuk pertumbuhan sel

adalah interkoneksitas antarpori. Interkoneksitas antarpori memungkinkan sel-sel

serta nutrisi-nutrisi untuk pertumbuhan sel bermigrasi (Nwe et al., 20010). Dari

kedua scaffold tersebut, interkoneksitas antarpori yang dimiliki scaffold kitosan-

tetrasiklin lebih baik karena memiliki jumlah pori yang lebih banyak, lebih halus,

dan lebih seragam daripada scaffold kitosan.

Menurut Klawitter (2004), ukuran pori scaffold untuk memperbaiki

jaringan tulang berkisar pada rentang 100–300 μm. Ukuran makroporos tersebut

membantu dalam vaskularisasi matriks yang merupakan bagian terpenting dalam

perbaikan sel jaringan tulang (Lin et al. 2004). Scaffold yang dibuat dari bahan

kitosan menghasilkan ukuran pori sebesar 100-300 μm (Aufan et al., 2012).

Ukuran diameter pori permukaan bagian atas scaffold kitosan dan scaffold

a b

Page 78: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

63

kitosan-tetrasiklin yaitu 100-300 μm dimana telah memenuhi standar ukuran

diameter pori scaffold. Ukuran pori pada bagian atas lebih besar daripada ukuran

pori bagian tengah. Hal tersebut karena permukaan atas scaffold letaknya dekat

dengan udara sehingga laju pendinginan lebih lambat dari pada di bagian bawah.

Laju pendinginan lambat menyebabkan kristal es yang terbentuk pada proses

pembekuan dapat mengalami perkembangan ukurannya. Kristal es yang

berkembang tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi fase gas sehingga

menghasilkan pori yang lebih besar (Lin et al. 2004).

4.2.4 Hasil Uji Pelepasan Obat

Uji pelepasan obat dari tetrasiklin dalam scaffold bertujuan untuk

mengevaluasi profil pelepasan tetrasiklin secara bertahap guna meningkatkan

efektivitas scaffold dalam memulihkan peradangan akibat penyakit periodontitis.

Formulasi antibiotik yang ideal digunakan dalam sistem penghantaran obat yang

terkontrol guna membunuh mikroba pada peradangan periodontitis harus

menunjukkan karakteristik seperti, mudah untuk diaplikasikan dan disimpan

dalam jaringan periodontal, pelepasan obat yang terkontrol, mudah untuk

diproduksi dan tidak meninggalkan sisa pada jaringan periodontal dengan

biodegradasi dan/atau peleburan (Jones et al., 1996). Profil pelepasan kumulatif

tetrasiklin disajikan pada Gambar 24.

Page 79: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

64

Gambar 24. Profil pelepasan kumulatif tetrasiklin a.dosis radiasi 0 KGy

b. dosis radiasi 15 KGy c. dosis radiasi 25 KGy

a

b

c

Page 80: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

65

Profil kumulatif pelepasan tetrasiklin pada Gambar 24 menunjukkan

pelepasan cepat (burst effect) pada awalnya diikuti pelepasan lambat dan konstan

seiring bertambahnya waktu. Pola ini menegaskan perilaku pelepasan terkontrol

dari formulasi. Efek semburan awal (burst effect) bermanfaat untuk antibiotik

karena membantu mencapai konsentrasi obat terapeutik dalam waktu minimal

diikuti oleh pelepasan konstan untuk mempertahankan pelepasan obat terlama dan

kontrol (Gupta dan Sharma, 2009). Efek semburan terjadi pada obat yang

berikatan lemah atau obat yang teradsorpsi pada permukaan matriks yang luas.

Gambar 19 juga menunjukkan profil kumulatif pelepasan tetrasiklin yang berbeda

pada setiap scaffold akibat adanya perbedaan homogenitas. Homogenitas yang

baik akan menyebabkan scaffold memiliki kerapatan yang tinggi serta relatif stabil

terhadap penyerapan obat (Elgadir et al., 2015).

Pelepasan obat dipengaruhi oleh ukuran partikel. Partikel yang lebih kecil

memiliki luas permukaan yang lebih besar, oleh karena itu, sebagian besar obat

yang berikatan berada pada atau di dekat permukaan partikel, yang menyebabkan

profil pelepasan obat cepat. Partikel yang berukuran lebih besar memiliki inti

yang besar memungkinkan jumlah obat yang lebih banyak akan disiapkan untuk

perlahan menyebar (Diaz et al., 2013). Namun pada kenyataannya partikel yang

lebih kecil mudah berdifusi keluar sedangkan pada partikel yang lebih besar

produk terdegradasi lebih bayak terbentuk dan memiliki kecenderungan berada

dalam matriks scaffold dalam jangka waktu lebih lama untuk autokatalisis

degradasi polimer. Maka partikel yang besar lebih efektif dalam degradasi dan

pelepasan obat. (Nagal dan Singla, 2013)

Page 81: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

66

Profil pelepasan tetrasiklin yang dipaparkan dosis radiasi 25 KGy

menunjukkan pelepasan kumulatif yang lebih cepat dibandingkan lainnya.

Kemungkinannya scaffold tersebut memiliki homogenitas yang baik serta partikel

yang lebih kecil dibandingkan lainnya. Scaffold yang dipaparkan dosis radiasi 25

KGy mampu melepaskan obat dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan

yang lainnya dalam waktu yang bersamaan. Walaupun kemampuan

terdegradasinya masih belum diketahui, tetapi scaffold tersebut memiliki

kemampuan yang efektif dalam membunuh bakteri gram positif dan gram negatif.

Formulasi scaffold kitosan-tetrasiklin yang dikembangkan menunjukkan

persen kumulatif pelepasan obat disajikan pada Tabel 16 dalam Lampiran 5, Dosis

radiasi 0 KGy sebesar 82,73% untuk 6,25 mg tetrasiklin, 85,03% untuk 12,5 mg

tetrasiklin, dan 64,31% untuk 18,75 mg tetrasiklin setelah 24 jam. Pada dosis

radiasi 15 KGy sebesar 77,81% untuk 6,25 mg tetrasiklin, 71,54% untuk 12,5 mg

tetrasiklin, dan 64% untuk 18,75 mg tetrasiklin setelah 24 jam. Pada dosis radiasi

25 KGy sebesar 70,65% untuk 6,25 mg tetrasiklin, 83,82% untuk 12,5 mg

tetrasiklin, dan 71,78% untuk 18,75 mg tetrasiklin setelah 24 jam. Hasil tersebut

menunjukkan adanya pengaruh radiasi pada formulasi scaffold kitosan-tetrasiklin

sehingga menghasilkan profil pelepasan yang terkontrol. Hal ini menunjukkan

profil pelepasan kumulatif scaffold kitosan-tetrasiklin yang diproduksi telah sesuai

dengan profil pelepasan kumulatif scaffold yang telah diproduksi sebelumnya oleh

Liu et al (2017), yaitu scaffold carboxymethyl chitosan (CMC) menunjukkan

pelepasan karbamazepin setelah 24 jam berkisar 70-80%.

Page 82: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

67

Tabel 6. Bobot kumulatif pelepasan tetrasiklin scaffold kitosan-tetrasiklin (mg)

Waktu

(Jam)

Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 6,25 mg Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 12,5 mg Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 18,75 mg

0 KGy 15 KGy 25 KGy 0 KGy 15 KGy 25 KGy 0 KGy 15 KGy 25 KGy

1 3,21 ± 0,494b 2,40 ± 0,805a 2,73 ± 0,419b 5,57 ± 1,281b 4,38 ± 0,858a 5,68 ± 0,844b 3,37 ± 0,401b 3,77 ± 1,323a 6,12 ± 1,714b

2 3,80 ± 0,462b 2,86 ± 0,780a 3,19 ± 0,444b 7,02 ± 1,518b 5,50 ± 1,095a 6,91 ± 1,297b 4,62 ± 0,302b 5,28 ± 1,300a 7,23 ± 1,767b

3 4,09 ± 0,492b 3,11 ± 0,756a 3,42 ± 0,470b 7,99 ± 1,747b 6,19 ± 1,275a 7,44 ± 1,356b 5,51 ± 0,151b 6,22 ± 1,406a 7,95 ± 1,661b

4 4,27 ± 0,456b 3,25 ± 0,708a 3,55 ± 0,454b 8,50 ± 1,812b 6,54 ± 1,327a 7,70 ± 1,362b 6,08 ± 0,157b 6,85 ± 1,490a 8,42 ± 1,62b

5 4,40 ± 0,402b 3,42 ± 0,604a 3,65 ± 0,460b 8,80 ± 1,796b 6,85 ± 1,394a 7,94 ± 1,386b 6,71 ± 0,096b 7,33 ± 1,541a 8,98 ± 1,465b

6 4,48 ± 0,395b 3,51 ± 0,567a 3,72 ± 0,437b 8,97 ± 1,763b 7,04 ± 1,387a 8,13 ± 1,331b 7,25 ± 0,063b 7,80 ± 1,590a 9,42 ± 1,399b

7 4,55 ± 0,390b 3,59 ± 0,540a 3,79 ± 0,412b 9,09 ± 1,743b 7,19 ± 1,364a 8,29 ± 1,286b 7,67 ± 0,081b 8,25 ± 1,590a 9,83 ± 1,312b

8 4,62 ± 0,385b 3,71 ±0,467a 3,84 ± 0,397b 9,28 ± 1,760b 7,48 ± 1,385a 8,48 ± 1,298b 8,10 ± 0,131b 8,69 ± 1,662a 10,2 ± 1,256b

9 4,71 ± 0,385b 3,83 ± 0,407a 3,9 ± 0,393b 9,50 ± 1,759b 7,72 ± 1,415a 8,68 ± 1,314b 8,56 ± 0,139b 9,18 ± 1,783a 10,6 ± 1,201b

10 4,74 ± 0,389b 3,92 ± 0,379a 3,94 ± 0,382b 9,62 ± 1,717b 7,89 ± 1,353a 8,78 ± 1,297b 8,88 ± 0,147b 9,55 ± 1,708a 10,95 ± 1,161b

11 4,83 ± 0,406b 4,08 ± 0,359a 4,11 ± 0,394b 9,84 ± 1,761b 8,08 ± 1,381a 8,99 ± 1,239b 9,16 ± 0,161b 9,90 ± 1,775a 11,42 ± 1,130b

12 4,99 ± 0,360b 4,16 ± 0,324a 4,14 ± 0,386b 10,03 ± 1,725b 8,17 ± 1,375a 9,09 ± 1,222b 9,68 ± 0,111b 10,18 ± 1,823a 11,64 ± 1,135b

13 5,02 ± 0,354b 4,22 ± 0,303a 4,18 ± 0,38b 10,16 ± 1,737b 8,26 ± 1,373a 9,17 ± 1,207b 9,94 ± 0,083b 10, 45 ± 1,844a 11,87 ± 1,111b

14 5,04 ± 0,355b 4,25 ± 0,301a 4,20 ± 0,374b 10,22 ± 1,726b 8,33 ± 1,365a 9,23 ± 1,189b 10,20 ± 0,077b 10,64 ± 1,862a 12,05 ± 1,109b

15 5,08 ± 0,336b 4,29 ± 0,289a 4,24 ± 0,369b 10,34 ± 1,752b 8,39 ± 1,350a 9,28 ± 1,175b 10,46 ± 0,049b 10,81 ± 1,868a 12,23 ± 1,110b

16 5,11 ± 0,325b 4,35 ± 0,298a 4,27 ± 0,381b 10,41 ± 1,742b 8,48 ± 1,353a 9,37 ± 1,154b 10,74 ± 0,061b 11,01 ± 1,869a 12,42 ± 1,126b

24 5,22 ± 0,339b 4,88 ± 0,349a 4,42 ± 0,31b 10,77 ± 1,576b 8,943 ± 1,182a 9,73 ± 0,957b 12,06 ± 0,101b 12 ± 1,773a 13,46 ± 1,130b

Page 83: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

68

Formulasi scaffold kitosan-tetrasiklin yang dikembangkan telah mengikuti

karakteristik formulasi ideal dalam sistem pengahantaran obat. Scaffold kitosan-

tetrasiklin mudah untuk diproduksi karena pada prinsipnya formulasi didapatkan

hanya dengan mencampurkan seluruh bahan hingga homogen. Formulasi yang

dikembangkan juga mudah untuk diaplikasikan karena formulasi yang terbentuk

berupa slurry dimana sangat fleksibel untuk dibentuk sehingga mudah disesuaikan

dengan jaringan periodontal tempat implantasi scaffold.

Tabel 6 menunjukkan bahwa radiasi memiliki pengaruh nyata terhadap

pelepasan tetrasiklin. Dosis radiasi 15 KGy memiliki pengaruh yang berbeda

dengan dosis radiasi 0 dan 25 KGy. Sedangkan pada pemberian dosis radiasi 0

dan 25 KGy memiliki hasil kumulatif pelepasan tetrasiklin yang tidak berbeda

nyata. Faktor lainnya yang diamati yaitu perbandingan bobot tetrasiklin 6,25;

12,5; dan 18,75 mg menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap masing-

masing profil kumulatif pelepasan tetrasiklin. Hal ini menegaskan bahwa radiasi

menyebabkan bertambahnya ikatan rangkap dalam struktur kitosan (Nagasawa et

al., 2000), viskositas yang lebih rendah (Choi et al., 2002), serta ukuran

mikropartikel yang dihasilkan menjadi lebih kecil (Desai dan Park, 2006), dimana

pada dosis radiasi 25 KGy yang memiliki ikatan rangkap lebih banyak dan ukuran

partikel yang dihasilkan lebih kecil menyebabkan pelepasan tetrasiklin nya lebih

cepat dibandingkan dosis 15 KGy. kumulatif pelepasan tetrasiklin dosis radiasi 0

KGy dipengaruhi oleh homogenitas pada saat proses pembuatan scaffold kitosan-

tetrasiklin.

Page 84: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

69

4.2.5 Rasio Pembengkakan (Swelling Ratio)

Scaffold harus memiliki karakteristik kompatibilitas yang baik.

Pengukuran rasio pembengkakan (swelling ratio) bertujuan untuk mengetahui

karakteristik biokompatibel yang dimiliki scaffold kitosan dan scaffold kitosan-

tetrasiklin. Grafik hasil pengukuran swelling ratio disajikan pada Gambar 25.

Gambar 25. Grafik hasil pengukuran swelling ratio scaffold kitosan dan

scaffold kitosan-tetrasiklin

Rasio pembengkakan pada scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin

pada Gambar 25 menunjukkan rasio pembengkakan yang dimiliki tidak teratur.

Jika dibandingkan antara scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin, rasio

pembengkakan yang dimiliki scaffold kitosan lebih tinggi dibandingkan scaffold

kitosan-tetrasiklin. Ketidakteraturan yang terjadi disebabkan masing-masing

scaffold memiliki homogenitas yang berbeda. Scaffold kitosan-tetrasiklin 18,75mg

yang memiliki kepadatan cukup tinggi dibandingkan scaffold lainya menujukkan

rasio pembengkakan yang cukup tinggi. Suatu scaffold yang memiliki kepadatan

yang tinggi memiliki rasio pembengkakan yang rendah akibat interaksi antara air

0

100

200

300

400

500

600

700

800

Scaffold K ScaffoldKT 6,25

mg

ScaffoldKT 12,5

mg

ScaffoldKT 18,75

mg

Swelling Ratio 0 KGy

Swelling Ratio 15 KGy

Swelling Ratio 25 KGy

Page 85: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

70

dan polimer yang cukup sulit terjadi akibat kepadatan yang dimiliki scaffold.

Menurut Emanet et al (2016), meskipun scaffold kitosan memiliki sebagian besar

sifat yang diinginkan seperti biodegradabilitas, biokompatibilitas dan sifat

antimikroba, terdapat beberapa kekurangan seperti degradasi yang tidak

terkontrol, rasio pembengkakan tinggi dan kekuatan mekanik yang rendah.

Scaffold termasuk dalam kelompok sistem pengiriman obat yang

dikendalikan pembengkakan (Colombo et al., 2000). Bila rantai polimer

berinteraksi dengan larutan berair, kompatibilitas termodinamika dari rantai

polimer dan air akan menyebabkan terjadinya proses pembengkakan (Brannon-

Peppas, 1995). Saat air menembus di dalam gelas jaringan, suhu kaca polimer

menurun, dan scaffold menjadi karet. Scaffold telah dimanfaatkan secara luas

untuk aplikasi biomedis karena kandungan airnya yang tinggi, yang mengandung

biokompatibilitas yang sangat baik (Kost dan Langer, 1986). Kandungan air yang

tinggi dan ukuran pori-pori sebagian besar scaffold sering mengakibatkan

pelepasan obat yang relatif cepat, beberapa jam atau hari. Scaffold telah

dilaporkan sebagai vektor baru untuk sistem pelepasan obat terkontrol karena

mereka menunjukkan perubahan dramatis pada perilaku pembengkakan, struktur

jaringan, permeabilitas, atau kekuatan mekanik sebagai respons terhadap

rangsangan yang berbeda.

Page 86: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

71

Tabel 7. Data swelling ratio scaffold kitosan dan scaffold kitosan-

tetrasiklin

Sampel Swelling Ratio (%)

0 KGy 15 KGy 25 KGy

Scaffold Kitosan 726,88±11,913a 688,98±4,684a 600,02±1,189a

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 6,25 mg 568,77±83,586a 409,13±62,755a 479,22±106,592a

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 12,5 mg 397,17±48,284a 400,77±82,651a 331,94±75,042a

Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 18,75 mg 712,29±33,359a 522,86±148,664a 507,33±167,679a

Hasil swelling ratio scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin

disajikan pada Tabel 7 menunjukkan nilai hasil rasio pembengkakan tidak teratur.

Hasil analisa kuantitatif menunjukkan bahwa paparan radiasi yang diberikan

memberi pengaruh yang berbeda secara signifikan pada sampel scaffold kitosan

dan scaffold kitosan-tetrasiklin. Hal tersebut menunjukkan bahwa radiasi tidak

memiliki pengaruh terhadap rasio pembengkakan scaffold kitosan dan scaffold

kitosan-tetrasiklin. Keteraturan rasio pembengkakan yang terjadi disebabkan

biokompatibilitas masing-masing scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin,

dimana sangat menentukan dalam berinteraksi dengan air (Brannon-Peppas,

1995).

Hasil swelling ratio scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin yaitu

331-726% menunjukkan hasil swelling ratio yang serupa dengan scaffold kitosan

yang diproduksi oleh Reys et al (2017) yaitu sebesar 500-800%. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar scaffold yang diproduksi memiliki

biokompatibilitas yang baik karena memenuhi standar swelling ratio.

Page 87: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

72

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:

1. Scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin dapat dibuat dengan

perlakuan pre-gelled dan metode liofilisasi.

2. Karakteristik perubahan warna scaffold kitosan dan scaffold kitosan-

tetrasiklin berkisar pada 8,28-20,07.

3. Karakteristik ukuran pori scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin

yang dihasilkan 67-208 μm dan telah memenuhi standar diameter pori

scaffold yaitu berkisar 100–300 μm.

4. Profil pelepasan kumulatif tetrasiklin untuk masing-masing dosis radiasi 0,

15, dan 25 KGy yaitu 85, 71, dan 83% dalam 24 jam sedangkan scaffold

carboxymethyl chitosan (CMC) komersil memiliki profil pelepasan

kumulatif karbamazepin sebesar 70-80% dalam 24 jam.

5. Karakteristik derajat pembengkakan scaffold kitosan dan scaffold kitosan-

tetrasiklin yang dihasilkan yaitu 331-726% sedangkan scaffold kitosan-

pektin komersil memiliki derajat pembengkakan 500-800%.

5.2 Saran

Saran yang diberikan terhadap hasil penelitian,yaitu:

1. Scaffold kitosan-tetrasiklin memiliki potensi yang besar dalam memulihkan

penyakit periodontitis yang diaplikasikan pada manusia, namun sebaiknya

dilakukan karakterisasi secara in vitro dan in vivo terlebih dahulu.

2. Scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin dapat dilakukan uji sitotoksik

menggunakan hemositometer.

72

Page 88: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

73

DAFTAR PUSTAKA

Abid OM, Menouer S, Yakoubi A, Khachai H, Omran SB, Murtaza G, Prakash D,

Khenata R, Verma K D. 2016. Superlattice Microstruct. 93: 171–185.

Afshar and Ghaee. 2016. Preparation Of Aminated Chitosan/Alginate Scaffold

Containing Halloysite Nanotubes With Improved Cell Attachment: Carbohydrate

Polymers, 151:1120–1131.

Ahmed N, Maureen D, Chris S, Ed Wood. 2007. Biology of Disease. Taylor and Franics

Group: United Kingdom.

Alatas Z. 2005. Efek Teratogenik Radiasi Pengion: Buletin Alara, 3 (6):133-142.

Allan, GG, Altman LC, Bensinger RE, Ghosh DK, Hirabayashi Y, Neogi AN, Neogi S,

1984. Biomedical Applications of Chitin and Chitosan: Chitin, Chitosan and

Related Enzymes, p.19.

Allaveisi F, Mirzae M. 2016. Effects of High-Dose Gamma Irradiation on Tensile

Properties of Human Cortical Bone: Comparison of Different Radioprotective

Treatment Methods: Journal of the Mechanical Behaviour of Biomedical

Materials, 61:475-483.

Amini, Laurencin, Nukvarapu. 2012 Bone tissue engineering: recent advances and

challenges: Crit. Rev. Biomed. Eng. 40 : 363-408.

Angermann, Jepsen. 1991. Procurement, Banking And Decontamination Of Bone and

Collagenous Tissue Allografts Guidelines For Infection Control: J Hosp Infect,

17:159–69.

Archana, Laxmi U, Tewari RP, Joydeep D, Huang YB, Dutta PK. 2012. Chitosan-Pectin-

Alginate As A Novel Scaffold For Tissue Engineering Application: Indian Journal

of Biotechnology.12:475-482.

ASTM International. 2005. Standard Test Method for Determining Average Grain Size

(ASTM E 112-113), United State : ASTM International

ASTM International. 2015. Standard Test Methods for Apparent Porosity, Water

Absorption, Apparent Specific Gravity, and Bulk Density of Burned Refractory

Brick and Shapes by Boiling Water (ASTM C 20-00), United State : ASTM

International

Aufan MR, Daulay AH, Indriani D, Nuruddin A, Purwasasmita BS. 2012. Sintesis

Scaffold Alginat-Kitosan-Karbonat Apatit Sebagai Bone Graft Menggunakan

Metode Freeze Drying. Jurnal Biofisika 8 (1): 16-24

Badylak, Freytes, Gilbert. 2009. Extracellular Matrix As A Biological Scaffold Material :

Structure And Function: J. Acta Biomaterial 5:1–13.

73

Page 89: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

74

Barth, Zimmermann, Schaible, Tang, Alliston, Ritchie. 2011. Characterization Of The

Effects Of X-Ray Irradiation On The Hierarchical Structure and Mechanical

Properties Of Human Cortical Bone: Journal Biomaterials 32(34):1–13.

Basu T and Tarafdar S. 2016. Influence of Gamma Irradiation On The Electrical

Properties of LiClO4-gelatin Solid Polymer Electrolytes: Modelling Anomalous

Diffusion Through Generalized Calculus: Journal Radiation Physics and

Chemistry, 125:180-198.

Benny. 2003. Guidelines on Control and Validation of Processes in Radiation Facilities.

Canada.

Bhumkar DR dan Pokharkar VB. 2006. Studies on effect of pH on Cross-linking of

Chitosan with Sodium Tripolyphosphate: A Technical Note, AAPS PharmSciTech,

7(2): E1-E6

Burton B, Anne G, David J, Jindra T, Marc DG, Thomas W. 2014. Bone Embrittlement

and Collagen Modifications Due To High-Dose Gamma-Irradiation Sterilization:

Journal Bone, 6:71-81.

Carey JJ, Justyna Z, Dino AJ, Klaas W. 2000. Noncausal Time Response in Frustrated

Total Internal Reflection? : Physical Review Letters, 7 (84): 1431-1434.

Chan B, Leong K. 2008. Scaffolding In Tissue Engineering: General Approaches and

Tissue Specific Considerations: Eur. Spine. J. 17:467-479.

Chen C and Wang W. 2007. Role of freeze drying in nanotechnology. J. Dry Technol.,

25:29–35.

Choi, WY, Park HJ, Ahn DJ, Lee J, Lee, CY. 2002. Wettability of chitosan coating

solution on ‘Fuji’ apple skin : Journal of Food Science, 67(7), 2668-2672.

Colombo P, Bettini R, Santi P, Peppas NA. 2000. Swellable matrices for controlled drug

delivery: gel-layer behaviour, mechanisms and optimal performance : Pharm. Sci.

Technol., 3:198-204

Correia, Ferreira, Vaz, Alves, Figueiredo, Correia, Coimbra. 2016. Development of UV

Cross-Linked Gelatin Coated Electrospun Poly(caprolactone) Fibrous Scaffolds

For Tissue Engineering: Journal Biological Macromolecules, 16:72-91.

Darwis D dan Abbas B. 2010.Aplikasi Isotop Dan Radiasi Dalam Pembuatan Dan

Pengembangan Bahan Biomaterial Untuk Keperluan Klinis. Seminar Nasional

Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010

Deepthia, Venkatesanb, Se‐Kwon Kimb, Joel D. Bumgardenerc, Jayakumar R. 2016. An

Overview Of Chitin or Chitosan/Nano Ceramic Composite Scaffolds For Bone

Tissue Engineering: Journal Biological Macromolecules, 16:1-70.

Page 90: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

75

Dehdab M, Zahra Y, Mahdieh D, Afshar B. 2016. The Inhibition of Carbon-Steel

Corrosion in Seawater by Streptomycin and Tetracycline Antibiotics: An

Experimental and Theoretical Study: Desalination, 400:7-17.

Desai KGH and Park HJ. 2006. Effect of manufacturing parameters on the characteristics

of vitamin C encapsulated tripolyphosphate- chitosan microspheres prepared by

spray drying: J. Microencapsulation, 23:91-103.

Díaz MR, Vivas-Mejia PE. 2013. Nanoparticles as drug delivery systems in cancer

medicine: emphasis on RNAi-containing nanoliposomes : Pharmaceuticals

6:1361-1380.

Ehrlich, Ilan, Maldonado, Muricy, Bavestrello, Kljajic, Carballo, Schiaparelli,

Ereskovsky, Schupp, Born, Worch, Bazhenov, Kurek, Varlamov, Vyalikh,

Kummer, Sivkov, Molodtsov, Meissner, Richter, Steck, Richter, Hunoldt,

Kammer, Paasch , Krasokhin, Patzke, Brunner. 2010. Three-Dimensional Chitin-

Based Scaffolds From Verongida Sponges (Demospongiae: Porifera). Part I.

Isolation And Identification Of Chitin: Int. J Biol. Macromol. 47:132-140.

Elango J, Jingyi Z, Bin B, Krishnamoorthy P, Shujun W,Wenhui W, Jeya SR. 2016.

Rheological, Biocompatibility and Osteogenesis Assessment Of Fishcollagen

Scaffold For Bone Tissue Engineering: Int. Journal Of Biological Macromolecules,

91:51-59.

Elgadir MA, Udin MS, Sahena F, Aishah A, Ahmed JKC, Sarker MZI. 2015. Impact of

chitosan composites and chitosan nanoparticle composites on various drug delivery

systems: A review. journal of food and drug analysis. 23:619-629

Emanet M, Emine K, Zehra Ç, and Mustafa Ç. 2016. Boron Nitride Nanotubes Enhance

Properties Of Chitosan Based Scaffolds: Journal Carbohydrate Polymers, 16:1-27.

Erizal, Basril A, Sulistioso GS, and Dhena RB. 2015. Synthesis and Characterization

Superabsorbent Hydrogels of Partially Neutralized Acrylic Acid Prepared using

Gamma Irradiation; Swelling and Thermal Behavior: Indones. J. Chem, 3:281-287.

Friel JJ. 2003. X-Ray and Image Analysis In Electron Microscopy. Amerika (US):

Princeton Gamma-Tech.

Giannitelli, Accoto, Trombetta, Rainer. 2014. Current Trends In The Design Of Scaffolds

For Computer-aided Tissue Engineering: Journal Acta Biomater., 10 (5):80–94.

Glowacki J. 2005. A Review Of Osteoinductive Testing Methods and Sterilization

Processes For Demineralized Bone: Journal Cell Tissue Bank, 6: 3–12.

Gómez-Cerezo, Sánchez-Salcedo, Izquierdo-Barba, Arcos, and Vallet-Regí, In Vitro

Colonization Of Stratified Bioactive Scaffolds By Pre-Osteoblast Cells: Acta

Biomaterialia,3040 (16):1-9.

Page 91: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

76

Goodman dan Gilman. 2010. Manual Farmakologi dan Terap,i Alih Bahasa Elin et al.

ECG, Jakarta

Gossla E, Robert T, Anne B, Martin K, Rolf-Dieter H, Dilibar A, Chokri C, Michael G.

2016. Electrostatic Flocking Of Chitosan Fibres Leads To Highly Porous, Elastic

and Fully Biodegradable Anisotropic Scaffolds: Journal Acta Biomaterialia.,

http://dx.doi.org/10.1016/j.actbio.2016.08.022

Gough, Jones, Hench. 2004. Nodule Formation and Mineralisation Of Human Primary

Osteoblasts Cultured On A Porous Bioactive Glass Scaffold:. Journal

Biomaterials, 25:2039-2046.

Gunawarman. 2013. Konsep dan Teori Metalurgi Fisik. Yogyakarta : Andi Offset.

Gupta H dan Sharma A. 2009. Ion activated bioadhesive in situ gel of clindamycin for

vaginal application. International Journal of Drug Delivery 1(2009) 32-40

Gupta KC, Jabrail FH, Controlled-release formulations for hydroxyl urea and rifampicin

using polyphosphate-anion-crosslinked chitosan microspheres, J Appl Polym Sci,

104, 1942-1956, 2007.

Guti´errez MC, Ferrer L and del Monte F. 2008. Ice-templated materials : sophisticated

structures exhibiting enhanced functionalities obtained after unidirectional freezing

and ice-segregation induced self-assembly: J. Chem Mater, 20:634–648.

Hall and Giaccia. 2006. Radiobiology for the Radiologist. Lippincott Williams &

Wilkins, Philadelphia.

Hirano S, 1986. Chitin and Chitosan. In Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry.

Completely revised edition. Weinheim: New York.

Hoffmann G. 2008. CIELab Color Space, Illustrasi dan Visualisasi.

Huang B, Yunguo L, Bin Li, Shaobo L, Guangming Z, Zhiwei Z, Xiaohua W, Qimeng N,

Bohong Z, Chunping Y. 2017. Effect Of Cu(II) Ions On the Enhancement Of

Tetracycline Adsorption By Fe3O4@Sio2-Chitosan/Graphene Oxide

Nanocomposite: Journal Carbohydrate Polymers, 16:1-31

Hutmacher DW. 2000. Scaffolds in Tissue Engineering Bone and Cartilage: Journal

Biomaterials, 21:2529–2543.

Jiang Sheng-Dan, Lei-Sheng Jiang, Li-Yang Dai. 2006. Mechanism of Osteoporosis in

Spinal Cord Injury: Clinical Endocrinology, 5 (65):555-565.

Jones DS, Woolfson AD, Jasmina D, Coulter WA. 1996. Develompment and mechanical

characterization of bioadhesive semi-solid, polymeric systems containing

tetracycline for the treatment of periodontal diseases: Pharmaceutical Research.

13(11) : 1734-1738

Page 92: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

77

Jones Mawhinney. 2006. Chitosan Handbook of Pharmaceutical Excipient. 5th edition.

American Pharmaceutical Association and The Pharmaceutical Press: 159-162.

Jones RN, Michael LW, Melvin PW, Matthew GS, Rodrigo EM. 2013. Contemporary

Potencies of Minocycline and Tetracycline HCl Tested Against Gram-Positive

Pathogens: SENTRY Program Results Using CLSI and EUCAST Breakpoint

Criteria: Diagnostic Microbiology and Intectious Disease, 75:402-405.

Jones, Tsigkou, Coates, Stevens, Polack, Hench. 2007. Extracellular Matrix Formation

And Mineralization On A Phosphate-Free Porous Bioactive Glass Scaffold Using

Primary Human Osteoblast (HOB) Cells: Journal Biomaterials, 28:1653-1663.

Kaban J. 2009. Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang Dihasilkan.

Pidato Pengukuhan Guru Besar. Kimia FMIPA USU, Medan.

Kafshgari MH, Khorram M, Khodadoost M, and Khavari S. 2011. Reinforcement of

Chitosan Nanoparticles Obtained by an Ionic Cross-linking Process : Iranian

Polymer Journal 20 (5) : 445-456.

Kaminski, Uhrynowska-Tyszkiewicz, Stachowicz. 2010. Sterilisation by Irradiation. In:

Galea Gs (Ed.), Essentials of Tissue Banking, London, New York, Heidelberg, pp.

123–38.

Karp and Langer. 2007. Development and Therapeutic Application Of Advanced

Biomaterials: Current Opinion in Biotechnology, 18:454-459.

Ketabchi, Naghibzadeh, Mahdi Adabi, Seyedeh S. Esnaashari. 2016. Preparation and

Optimization of Chitosan / Polyethylene Oxide Nanofiber Diameter Using

Artificial Neutral Networks: The Natural Computing Applications.

Khopkar S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Klawitter JJ and Hulbert SF. 1971. Application of Porous Ceramics for The Attachment

of Load Bearing Internal Orthopedic Application: J. Biomed. Mater. Res., 24 (1):

483-501

Kotela, Podporska, Soltysiak, Konsztowicz, Blazewicz. 2009. Polymer Nanocomposites

For Bone Tissue Substitutes. Ceramics International. 32: 2475-2480

Kumar Vimal. 2016. Why Chitosan? From Properties To Perspective Of Mucosal Drug

Delivery : Int. J. Biol. Macromol.

Kumar, M.N.V.R., 2000. Chitin and Chitosan for Versatile Applications.

http://members.tripod.com (17 Januari 2017).

Kurniasari Indah. 2006. Metode Cepat Penentuan Flavanoid Total Meniran (Phyllantus

niruri L) Berbasis Teknik Spektrofotometri Inframerah Dan Kemometrik. IPB,

Bogor.

Page 93: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

78

Kusumaningsih T, Masykur A, Arief U. 2004. Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang

Bekicot (Achatina fulica): Bioinformasi, 2 (2):29-33.

Laurencin C, Nair L, Roshan J, Syam N, Sangamesh K. 2008. Electrospun Poly (Lactic

Acid-co-Glycolic Acid) Scaffolds For Skin Tissue Engineering: Journal

Biomaterial, 29:4100-4107.

Laurencin CT, Sangamesh GK, Syam PN, Roshan J, Nair LS. 2008. Electrospun

poly(lactic acid-co-glycolic acid) scaffolds for skin tissue engineering. Journal

Biomaterials 29 (2008) 4100–4107

Liu J. 2006. Physical Characterization Of Pharmaceutical Formulations In Frozen and

Freeze Dried Solid States : Techniques and Applications In Freeze Drying

Development: PharmDev Technol. 11:3–28.

Loeffler, Scannell, Peindl, Connor, Davis, Hoelscher, Norton, Hanley, Gruber. 2013. Cell

Based Tissue Engineering Augments 33 Tendon To Bone Healing In a Rat

Supraspinatus Model: J. Orthop. Res. 31:407-412

Logithkumar, Keshavnarayan, Dhivya, Chawla, Saravanan, Selvamurugan. 2016. A

Review of Chitosan and its Derivatives in Bone Tissue Engineering: Carbohydr.

Polym, 151:172–188.

Lu Jin-Ying, Yu-Yi Lin, Jin-Chuan Sheu, June-Tai Wu, Fang-Jen Lee, Yue Chen, Min-I

Lin, Fu-Tien Chiang, Tong-Yuan Tai, Shelleey Berger, Yingming Zhao, Keh-Sung

Tsai, Heng Zhu, Lee-Ming Chuang, Jef D. Boeke. 2011. Acetylation of Yeast

AMPK Controls Intrinsic Aging Independently of Caloric Restriction: Journal

Cell, 146: 969-979.

Luo Yu, Genji Qin, Jun Zhang, Yuan Liang, Yingqi Song, Meiping Zhao, Tomohiko

Tsuge, Takashi Aoyama, Jingjing Liu, Hongya Gu, Li-Jia Qu. 2011. D-Myo-

Inositol-3-Phosphate Affects Phosphatidylinositol-Mediated Endomembrane

Function In Arabidopsis and is Essential for Auxin-Regulated Embryogenesis: The

Plant Cell, 4 (23): 1352-1372.

Lόpez-Leόn T, Carvalho ELS, Seijo B, Ortega-Vinuesa JL, Bastos-Gozáles D, 2005,

Physicochemical characterization of chitosan nanoparticles: elestrokinetic and

stability behavior, J. Colloid and Interface Sci., 283: 344-351

Ma, Peter, Jennifer E. 2012. Review of Scaffolding in Tissue Engineering: Biomed Eng

Online.

Macintyre and Sherrington. 2004. Control of Porous Morphology in Suspension

Polymerized Poly(divinylbenzene) Resins Using Oligomeric Porogens: Journal

Macromolecules, 37:7628–7636.

Mandal and Kundu. 2009. Osteogenic and Adipogenic Differentiation Of Rat Bone

Marrow Cells On Nonmulberry And Mulberry Silk Gland Fibroin 3D Scaffolds:

Journal Biomaterials, 30 (50):19–30.

Page 94: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

79

Mani V, Rajkumar D, Shen-Ming C, Sea-Fue W, Parvathy D, Yian T. 2015.

Electrodeposition of copper nanoparticles Using Pectin Scaffold at Graphene

Nanosheets For Electrochemical Sensing of Glucose and Hydrogen Peroxide:

Electrochimica Acta, 176:804-810.

Marnada Nada. 2007. Risalah Seminar Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. Badan

Tenaga Nuklir Nasional, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Jakarta.

Martina, Graf and Hilborn. 2005. Macroporous Poly(dicyclopentadiene) Beads: J Appl

Polym Sci, 96:407–415.

Maulidiyah, Dwiprayogo W, Hikmawati, Richard S, Nurdin M. 2015. Preparation and

Characterization of Activated Carbon from Coconut Shell - Doped TiO2 in Water

Medium: Oriental Journal of Chemistry, 4 (31):2337-2342.

Mekawati, Fachriyah, and Sumardjo. 2000. Aplikasi Kitosan Hasil tranformasi Kitin

Limbah Udang (Penaeus merguiensis) untuk Adsorpsi Ion Logam Timbal: Jurnal

Sains and Matematika, FMIPA Undip, Semarang, 8 (2):51-54.

Mikos, Thorsen, Czerwonka, Bao, Langer, Winslow. 1994. Preparation and

Characterization of Poly(l-lactic acid) Foams; Journal Polymer, 35:1068–1077.

Moroni, Nandakumar, de Groot FB, Van Blitterswijk, Habibovic. 2015. Plug and Play:

Combining Materials and Technologies To Improve Bone Regenerative Strategies:

J. Tissue Eng. Regen. Med. 9:745–759.

Muthukumar, Aravinthan, Sharmila, N.S. Kim, J. Kim. 2016. Collagen/Chitosan Porous

Bone Tissue Engineering Composite Scaffold Incorporated With Ginseng

Compound K: Carbohydr. Polym., 14: 33-43.

Nagal A, Singla RK. 2013. Nanoparticles in different delivery systems: a brief review :

Indo. Glob. J. Pharm. Sci. 3 : 96-106.

Nagasawa N, Mitomo H, Yoshii F, Kume T. (2000). Radiation-induced degradation of

sodium alginate. Polymer Degradation and Stability, 69, 279-285.

Nam YS and Park TG. 1999. Porous Biodegradable Polymeric Scaffolds Prepared By

Thermally Induced Phase Separation: J Biomed Mater Res, 47:8–17.

Nather, Hilmy, and Yusof. 2006. Radiation In Tissue Banking- Basic Science And

Clinical Applications Of Irradiated Tissue Allografts: World Scientific Publishing

Co. Ptc. Ltd, Singapore.

Neldawati and Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorpsi dalam Penentuan Kadar Flavonoid

untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat: Jurnal. Pillar of Physics, 2:76-83.

Page 95: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

80

Nguyen, Morgan, Forwood. 2007. Sterilization of Allograft Bone: Effects of Gamma

Irradiation on Allograft Biology and Biomechanics: Cell Tissue Bank. 8 (2):93–

105.

Niamlang P, Titiyaporn T, Pongpol E, Piyachat C, Pitt S. 2017. Preparation,

characterization and biocompatibility of poly(vinyl alcohol) films containing

tetracycline hydrochloride-loaded quaternized chitosan nanoparticle. Journal of

Drug Delivery Science and Technology 38 (2017) 36-44

Nield-Gehrig and Willman. 2003. Foundation Of Periodontics For The Dental Hygienist.

Maryland: Lippincot Williams and Wilkins, 36, 43, 61, 75, 81-98, 103-105, 111,

120-128, 183.

Ninga, Bohong Z, Yanga C. 2017. Effect of Cu(II) ions on the enhancement of

tetracycline adsorption by Fe3O4@SiO2-Chitosan/ Graphene oxide

nanocomposite.Carbohydrate polymers 14 : 35-43.

Nwe N, Tetsuya F, and Hiroshi Ta. 2010. Production of Fungal Chitosan by Enzymatic

Method and Applications in Plant Tissue Culture and Tissue Engineering: 11 Years

of Our Progress, Present Situation and Future Prospects. Biopolymer

Obón JM, Castellar MR, Alacid M, Fernández-López JA, 2009. Production of a red-

purple food colorant from Opuntia stricta fruits by spray drying and its application

in food model systems: Journal of Food Engineering. 90 : 471–479.

Onsoyen E, Skaugrud O. 1990. Metal Recovery Using Chitosan: J Chem Technol

Biotechnol, 49:395

Pan Ting, Wenjing Song, Xiaodong Cao, Yingjun Wang. 2016. 3D Bioplotting of

Gelatin/Alginate Scaffolds for Tissue Engineering: Influence of Crosslinking

Degree and Pore Architecture on Physicochemical Properties: Materials Science

and Technology, 21 (6):1-17.

Pavia, Lampman, and George Kris. 2001. Introduction to Spectroscopy : A Guide for

Students of Organic Chemistry (Third Edition). Washington : Thomson Learning.

Peng, Tang, Liu, Peng. 2015. Rapid Prototyping-Assisted Maxillofacial Reconstruction:

Journal Ann. Med, 47:186–208.

PerkasaDP, Erizal, and Basril A. 2013. Polymeric Biomaterials Film Based on Poly(Vinyl

Alcohol) and Fish Scale Collagen by Repetitive Freeze-Thaw Cycles Followed by

Gamma Irradiation: Indo. J. Chem, 13 (3):221-228.

Pourhaghgouy, Zamanian, Shahrezaee, Pourbaghi. 2016. Physicochemical Properties and

Bioactivity Of Freeze-Cast Chitosan Nanocomposite Scaffolds Reinforced With

Bioactive Glass: Mater. Sci. Eng. C. 58:180–186.

Prabakaran and Galloway. 2005. Strain Measurement In Shape Memory Alloy With Strain

Gauges. Old Dominion University, Norfolk, USA

Page 96: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

81

Prasetyo Yudi. 2011. Scanning Electron Microscope.

https://yudiprasetyo53.wordpress.com/2011/11/07/scanning-electron-microscope-

sem-dan-optical-emission-spectroscope-oes/. Diakses pada 31 Agustus 2017

Qian Lei and Zhang Haifei. 2010. Controlled Freezing and Freeze Drying: a versatile

route for porous and micro-/nano-structured materials: J Chem Technol Biotechnol,

86:172–184

Rahayu LH, Purnavita S. 2007. Optimasi Pembuatan Kitosan Dari Kitin Limbah

Cangkang Rajungan (Portunus pelagicus) Untuk Adsorben Ion Logam Merkuri:

Reaktor, 1 (11):45-49.

Rahmany and Van Dyke. 2013. Biomimetic Approaches To Modulate Cellular Adhesion

In Biomaterials: A review, Acta Biomater, 9:5431–5437.

Rashid, T., Mizanur, M., Kabir, S., Shamsuddin, S., & Khan, M. A. (2012). A new

approach for the preparation of chitosan from girradiation of prawn shell: effects of

radiation on the characteristics of chitosan. Polymer International, 61, 1302-1308.

Rasperini G, Pilipchuk SP, Flanagan CL, Park CH, Pagni G, Hollister SJ, and Giannobile

WV. 2015. 3D-printed Bioresorbable Scaffold for Periodontal Repair: JDR

Clinical Research Supplement, 94(9):153s- 157s

Renuka N, Radha P, Anjuli S, Amrik SA, Radhika B, Santosh B, Rajendra S, Yashbir SS,

Lata N. 2010. Exploring the efficacy of wastewater-grown microalgal biomass as a

biofertilizer for wheat. Environ Sci Pollut Res:1-13

Rismana, 2006. Serat Kitosan Mengikat Lemak. http://www.kompas.com (17 Januari

2017).

Rohman Abdul. 2007 . Kimia Farmasi Analisis. Jakarta: Pustaka Pelajar

Rohman Abdul. 2014. Spektroskopi Inframerah dan Kemometrika Untuk Analisis

Farmasi. Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Rushdi M. 2005. Calibration of Gammacell 220 E Irradiator Using Fricke and Alanine

Dosimeters. Nuclear Physics, Sudan University for Science and Technology.

Salgado Antonio, Olga Coutinho, Rui Reis. 2004. Bone Tissue Engineering: State of the

Art and Future Trends: J. Macromol. Bioscience, 4:743-765.

Sanford and Hutchings. 1987. World Market of Chitin and Its Derivatives. Di da lam

Varum KM, Domard A and Smidsrod O, editors. Advances in Chitin Science. Vol

VI. Trondheim, Norway.

Sankari, Krishnamoorthy, Jayakumaran, Gunasekaran, Vishnu Priya, Shyama

Subramaniam, Subramaniam, Surapaneni Krishna Mohan. 2010. Analysis of

Serum Immunoglobulins Using Fourier Transform Infrared Spectral

Measurements: Biology and Medicine, 2 (3):42-48.

Page 97: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

82

Saravanan S, Leena RS and Selvamurugan N. 2016. Chitosan Based Biocomposite

Scaffolds for Bone Tissue Engineering: J. Biological Macromolecules, 3:1-15

Sastrohamidjojo H. 2013. Dasar – Dasar Spektrokopi. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Schugens C, Maquet C, Grandfils C, Jerome R and Teyssie P. 1996. Biodegradable and

Macroporous Polylactide Implants For Cell Transplantation:1. Preparation Of

Macroporous Polylactide Supports by Solid-Liquid Phase Separation. Journal

Polymer 37:1027–1038.

Schunack W, Mayer K, Haake M. 1990. Senyawa Obat. Edisi kedua. Penerjemah: Joke

Wattimena dan Sriewoelan Soebito. Yogyakarta. Penerbit Universitas Gadjah

Mada.

Setiawan Harles. 2016. Sintesis dan Karakterisasi Scaffold Kitosan yang Diiradiasi

Dengan Sinar Gamma. Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Jakarta.

She Z, Zhang B, Jin C, Feng Q, Y Xu. 2008. Preparation and In Vitro Degradation Of

Porous Three-Dimensional Silk Fibroin/Chitosan Scaffold: Polym. Degrad. Stab.,

93:1316–1322.

Shrivats, AR, McDermott MC, Hollinger JO. 2014. Bone Tissue Engineering: State Of

The Union. Journal Drug Discovery Today, 19:781-786.

Siswandono dan SoekardjoB. (2000). Kimia Medisinal. Edisi 2. Surabaya: Airlangga

University Press.

Sitorus Marham. 2009. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik. Graha ilmu:

Yogyakarta.

Sivashankari PR and Prabaharan M. 2016. Prospects of chitosan-based scaffolds for

growth factor release intissue engineering: Int. J. of Biol. Macromolecules,

http://dx.doi.org/10.1016/j.ijbiomac.2016.02.043.

Solechan, Saifuddin Alie Anwar. 2014. Karakterisasi Scaffold Bovine Hidroksiapatit dari

Tulang Sapi Limbah Bakso Balungan untuk aplikasi Implan Tulang Mandibula

menggunakan metode kalsinasi. Prosiding SNATIF I. ISBN: 978-602-1180-04-4.

Stringer Janet L. 2006. Konsep Dasar Farmakologi: Panduan Untuk Mahasiswa, Alih

Bahasa Huriawati Hartanto. EGC, Jakarta

Subronto and Tjahjati. 2001. Pedoman Pengobatan pada Hewan Ternak. Bentang

Pustaka.

Suhartono and Maggy Thenawidjaja. 2006. Pemanfaatan kitin, kitosan dan

kitooligosakarida. Food review Indonesia Edisi Juli 2006.

Page 98: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

83

Sultana N. 2015.Composite Synthetic Scaffolds for Tissue Engineering and Regenerative

Medicine: SpringerBriefs in Materials. DOI 10.1007/978-3 319- 09755-8_2

Swapp Susan. University of Wyoming: Scanning Electron Microscope.

http://serc.carleton.edu/research_education/geochemsheets/techniques/SEM.html

(3 Februari 2017).

TahirMN, Filipe N, Helen AT, Aswani Y, Nadine M, Shah MR, Enrico M, Ru¨diger B,

Patrick T, Heinz-Christoph S, Werner EGM, and Wolfgang T. 2009. Enzyme-

Mediated Deposition of a TiO2 Coating onto Biofunctionalized WS2 Chalcogenide

Nanotubes: Adv. Funct. Mater., 19 :285-291.

Tan HT and Rahardja K. 2008. Obat-Obat Penting Kasiat, Penggunaan Dan Efek-Efek

Sampingnya. Edisi ; 6. Kompas-Gramedia. Jakarta.

Tang X and Pikal MJ. 2007. Design of Freeze Drying Processes For Pharmaceuticals :

Practical Advice: Pharm Res, 21:191–200.

Tavakol M, Reza N, Elham H, Behnaz B, Tavakol, Rezayat SM. 2014. Investigating The

Effects of Particle Size and Chemical Structure On Cytotoxicity and Bacteriostatic

Potential Of Nano Hydroxyapatite / Chitosan / Silica and Nano Hydroxyapatite /

Chitosan / Silver ; As Antibacterial Bone Substitutes: J Nanopart Res., 16:2622.

Thakur, Wanchoo, and Singh. 2011. Hydrogels of Poly(acrylamide-co-acrylic acid): In-

vitro Study on Release Of Gentamicin Sulfate: J. Chem. Biochem. Eng. 25 (4):471-

482.

Tsai ML, Bai SW, Chen RH. 2008. Cavitation effects versus stretch effects resulted in

different size and polydispersity of ionotropic gelation chitosansodium

tripolyphosphate nanoparticle: Carbohyd Polym. 71, 448-457.

Tsuji K, Kane M, Rahn P, Steindler K. 1981. Cobalt-60 Irradiation For Sterilization Of

Veterinary Mastitis Products Containing Antibiotics And Steroids: Radiat. Phys.

Chem., 18:583–93.

Uswatta, Israel Okeke, Ambalangodage Jayasuriya. 2016. Injectable Porous Nano-

Hydroxyapatite/Chitosan/Tripolyphosphate Scaffolds with Improved Compressive

Strength for Bone Regeneration: Material and Science Technology, 16:1-29

Wahyudi P, Untung S, Harsoyo, Aris M, Dwi W. 2005. Pengaruh Pemaparan Sinar

Gamma Isotop Cobalt - 60 Dosis 0,25 - 1 kGy Terhadap Daya Antagonistik

Trichoderma harzianun Pada Fusarium oxysporum: Berk. Panel. Hayati, 10:143 -

151.

Wei D, Jacobs S, Modla S, Zhang S, Young CL, Cirino R, Caplan J, Czymmek K. 2012.

High-Resolution Three-Dimensional Reconstruction of a Whole Yeast Cell Using

Focused-Ion Beam Scanning Electron Microscopy: Biotechniques, 53 (1):1-8.

Page 99: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

84

Widyastuti R. 2009. Periodontitis dan Perawatannya: JITEKGI, 6(1): 32-35.

Yang Bing, XingYi Li, Shuai Shi, XiangYe Kong, Gang Guo, MeiJuan Huang, Feng Luo,

YuQuan Wei, Xia Zhao, ZhiYong Qian. 2010. Preparation and Characterization of

a Novel Chitosan Scaffold: Carbohydrate Polymers, 80:860–865

Yang Ying, Shengbing Yang, Yugang Wang, Zhifeng Yu, Haiyong Ao, Hongbo Zhang,

Ling Qin, Olivier Guillaume,David Eglin,R. Geoff Richards, Tingting Tang.

2016. Anti-infective Efficacy, Cytocompatibility and Biocompatibility 1 of a 3D-

printed Osteoconductive Composite Scaffold Functionalized With Quaternized

Chitosan: Acta Biomaterilia, 16:1-46.

Yang Yuanxiu, Xinjiang Hua, Yunlin Zhao, Lihua Cui, Zhujian Huang, Jianliang Long,

Jiawen Xu, Jianbin Deng, Cuiyu Wu, Wenwei Liao. 2017. Decontamination of

Tetracycline by Thiourea-Dioxide–Reduced Magnetic Graphene Oxide: Effects of

pH, Ionic Strength, and Humic Acid Concentration: Journal of Colloid and

Interface Science, 495:68-77.

Yu X, Tang X, Gohil SV, Laurencin CT. 2015. Biomaterials For Bone Regenerative

Engineering: Adv. Healthc. Mater., 4:1268-1285.

Yuningsih. 2004. Keberadaan Residu Antibiotika Dalam Produk Peternakan (Susu dan

Daging). Di Dalam: Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan.

Bogor: Balai Penelitian Veteriner.

Yunizal, Indriati. Murdinah, Wikana. 2001. Pemanfaatan Kulit Udang sebagai Bahan

Baku Makanan: J. Agritech, 2:1-3.

Zhang H and Cooper AI. 2007. Aligned Porous Structures by Directional Freezing: Adv.

Mater., 19:1529–1533.

Zhang H, Hussain I, Brust M, Butler MF, Rannard SP, and Cooper AI. 2005. Aligned

Two - and Three-Dimensional Structures By Directional Freezing Of Polymers

And Nanoparticles: Nat Mater., 4:787–79

Page 100: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

85

LAMPIRAN

Lampiran 1. Scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin

85

Scaffold Kitosan 0 KGy

Scaffold Kitosan 15 KGy

Scaffold Kitosan 25 KGy

Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 6,25 mg 0 KGy

Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 6,25 mg 15 KGy

Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 6,25 mg 25 KGy

Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 12,5 mg 0 KGy

Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 12,5 mg 15 KGy

Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 12,5 mg 25 KGy

Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 18,75 mg 0 KGy

Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 18,75 mg 15 KGy

Scaffold Kitosan-Tetrasiklin 18,75 mg 25 KGy

atas bawah samping atas bawah samping

atas bawah samping atas bawah samping

atas bawah samping atas bawah samping

atas bawah samping

Page 101: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

86

Tabel 8. Massa scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin

No Jenis Scaffold Massa

Scaffold (g) Mean ± SE

1 Scaffold Kitosan

0,1136

0,1204±0,004

0,1246

0,1211

0,1332

0,1096

2 Scaffold Kitosan-Tetrasiklin

6,25 mg

0,0999

0,1064±0,003

0,1085

0,0998

0,1109

0,1128

3 Scaffold Kitosan-Tetrasiklin

12,5 mg

0,108

0,0985±0,005

0,1111

0,0985

0,089

0,0858

4 Scaffold Kitosan-Tetrasiklin

18,75 mg

0,1053

0,1129±0,002

0,1157

0,1166

0,1164

0,1103

Gambar 26. Ilustrasi kompleksasi nanopartikel metode ionik gelasi a. interaksi

intermolekular b. struktur nanosphere (Martien et al., 2012)

a b

Page 102: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

87

Lampiran 2. Panjang gelombang scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin

Gambar 27. Spektrum IR tetrasiklin

Gambar 28. Spektrum IR kitosan

Gambar 29. Spektrum IR scaffold kitosan 0 KGy

O-H

N-H

C-H C=O

C-N

O-H

N-H

C-H

C=O

C-N

C-O

Page 103: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

88

Gambar 30. Spektrum IR scaffold kitosan 15 KGy

Gambar 31. Spektrum IR scaffold kitosan 25 KGy

Gambar 32. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 6,25mg 0 KGy

Page 104: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

89

Gambar 33. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 6,25mg 15 KGy

Gambar 34. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 6,25mg 25 KGy

Gambar 35. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 12,5mg 0 KGy

Page 105: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

90

Gambar 36. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 12,5mg 15 KGy

Gambar 37. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 12,5mg 25 KGy

Gambar 38. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 18,75mg 0 KGy

Page 106: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

91

Gambar 39. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 18,75mg 15 KGy

Gambar 40. Spektrum IR scaffold kitosan-tetrasiklin 18,75mg 25 KGy

Page 107: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

92

Lampiran 3. Uji warna CIEL*a*b*

Tabel 9. Tests of between-subjects effects

dependent variable: L*

Source Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected

Model 909,076a 5 181,815 6,368 ,022

Intercept 57194,117 1 57194,117 2003,063 ,000

Scaffold 570,481 3 190,160 6,660 ,024

Radiasi 338,595 2 169,298 5,929 ,038

Error 171,320 6 28,553

Total 58274,513 12

Corrected Total 1080,396 11

a. R Squared = ,841 (Adjusted R Squared = ,709)

Tabel 10. Multiple comparisons

dependent variable: L*

Tukey HSD

(I) Dosis

Radiasi

(J) Dosis

Radiasi

Mean

Difference (I-

J)

Std. Error Sig.

0 KGy 15 KGy 2,4750 3,77845 ,797

25 KGy 12,3000* 3,77845 ,040

15 KGy 0 KGy -2,4750 3,77845 ,797

25 KGy 9,8250 3,77845 ,090

25 KGy 0 KGy -12,3000* 3,77845 ,040

15 KGy -9,8250 3,77845 ,090

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 28,553.

*. The mean difference is significant at the 0,05 level.

Page 108: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

93

Tabel 11. Tests of between-subjects effects

dependent variable: a*

Source Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected

Model 21,115a 5 4,223 25,119 ,001

Intercept 3126,641 1 3126,641 18597,120 ,000

Scaffold 19,147 3 6,382 37,963 ,000

Radiasi 1,968 2 ,984 5,853 ,039

Error 1,009 6 ,168

Total 3148,765 12

Corrected Total 22,124 11

a. R Squared = ,954 (Adjusted R Squared = ,916)

Tabel 12. Multiple comparisons

dependent variable: a*

Tukey HSD

(I) Dosis

Radiasi

(J) Dosis

Radiasi

Mean

Difference (I-

J)

Std. Error Sig.

0 KGy 15 KGy -,4125 ,28994 ,388

25 KGy -,9875* ,28994 ,033

15 KGy 0 KGy ,4125 ,28994 ,388

25 KGy -,5750 ,28994 ,197

25 KGy 0 KGy ,9875* ,28994 ,033

15 KGy ,5750 ,28994 ,197

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,168.

*. The mean difference is significant at the 0,05 level.

Page 109: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

94

Tabel 13. Tests of between-subjects effects

dependent variable: b*

Source Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected

Model 294,815a 5 58,963 4,532 ,047

Intercept 6945,641 1 6945,641 533,838 ,000

Scaffold 207,984 3 69,328 5,329 ,040

Radiasi 86,830 2 43,415 3,337 ,106

Error 78,065 6 13,011

Total 7318,520 12

Corrected Total 372,879 11

a. R Squared = ,791 (Adjusted R Squared = ,616)

Tabel 14. Multiple comparisons

dependent variable: b*

Tukey HSD

(I) Dosis

Radiasi

(J) Dosis

Radiasi

Mean

Difference (I-

J)

Std. Error Sig.

0 KGy 15 KGy -5,7125 2,55057 ,142

25 KGy -,0125 2,55057 1,000

15 KGy 0 KGy 5,7125 2,55057 ,142

25 KGy 5,7000 2,55057 ,143

25 KGy 0 KGy ,0125 2,55057 1,000

15 KGy -5,7000 2,55057 ,143

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 13,011.

Page 110: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

95

Lampiran 4. Morfologi permukaan scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin

Tabel 15. Analisa morfologi scaffold berbagai variasi dan radiasi

Sampel Perbesaran

(Kali) Morfologi Pori Scaffold

Scaffold

Kitosan 0

KGy

30

250

Page 111: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

96

500

1000

1500

Page 112: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

97

Scaffold

Kitosan 15

KGy

30

250

500

Page 113: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

98

1000

1500

Scaffold

Kitosan-

Tetrasiklin

0 KGy

30

Page 114: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

99

250

500

1000

Page 115: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

100

1500

Scaffold

Kitosan-

Tetrasiklin

15 KGy

30

250

Page 116: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

101

500

1000

Page 117: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

102

Lampiran 5. Pelepasan kumulatif tetrasiklin

Rumus perhitungan % pelepasan:

1. 𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥

dimana:

y = Absorbansi

x = Kadar analit

2. 𝐶𝑠 = 𝑥 + 𝐹𝑝

dimana:

Cs = Kelarutan (konsentrasi jenuh bahan dalam bahan pelarut)

x = Kadar analit

Fp = Faktor pengenceran

3. % Pelepasan =Cs x V

𝑚 𝑥 1000 x 100%

dimana:

Cs = Kelarutan (konsentrasi jenuh bahan dalam bahan pelarut)

V = Volume pelarut PBS (mL)

w = Massa tetrasiklin pada scaffold (mg)

Page 118: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

103

Tabel 16. Persen kumulatif pelepasan massa tetrasiklin scaffold kitosan-tetrasiklin (%)

No 0KGy 15 KGy 25 KGy

6,25mg 12,5mg 18,75mg 6,25mg 12,5mg 18,75mg 6,25mg 12,5mg 18,75mg

1 51,30±7,896 44,54±10,246 17,96±2,138 38,45±12,875 35,05±6,866 20,08±7,055 43,61±6,705 45,4±6,748 32,63±9,142

2 60,73±7,392 56,12±12,142 24,63±1,608 45,75±12,478 43,97±8,763 28,14±6,935 51,07±7,106 55,26±10,375 38,57±9,425

3 65,46±7,873 63,96±13,979 29,36±0,807 49,71±12,095 49,52±10,197 33,19±7,499 54,78±7,525 59,52±10,844 42,39±8,857

4 68,35±7,292 68,03±14,493 32,43±0,838 52,01±11,33 52,34±10,618 36,51±7,948 56,73±7,265 61,59±10,899 44,93±8,642

5 70,42±6,434 70,38±14,371 35,78±0,512 54,73±9,612 54,76±11,154 39,11±8,219 58,46±7,353 63,49±11,086 47,88±7,813

6 71,48±6,161 71,76±14,105 38,68±0,335 56,09±8,949 56,28±11,094 41,6±8,482 59,54±6,989 65,71±10,745 50,22±7,466

7 72,35±5,946 72,66±13,962 40,92±0,431 57,34±8,437 57,54±10,915 43,99±8,478 60,58±6,585 67,61±10,517 52,42±6,998

8 73,28±5,738 74,19±14,092 43,22±0,699 59,18±7,202 59,8±11,08 46,34±8,862 61,49±6,357 69,85±10,844 54,4±6,701

9 74,67±5,78 75,98±14,09 45,67±0,739 61,16±6,232 61,79±11,316 48,98±9,507 62,41±6,29 72,08±11,269 56,53±6,406

10 75,33±5,86 76,93±13,755 47,35±0,783 62,51±5,793 63,1±10,827 50,94±9,108 63,09±6,112 73,54±11,429 58,39±6,19

11 76,55±6,107 78,69±14,104 48,88±0,86 65,02±5,453 64,6±11,044 52,81±9,464 65,69±6,309 75,89±11,339 60,92±6,027

12 79,16±5,368 80,22±13,814 51,62±0,59 66,32±4,901 65,36±11,002 54,29±9,723 66,3±6,181 77,36±11,658 62,08±6,052

13 79,68±5,28 81,23±13,916 53,02±0,445 67,29±4,559 66,11±10,985 55,74±9,837 66,86±6,081 78,67±11,99 63,29±5,927

14 80,06±5,282 81,73±13,823 54,42±0,413 67,93±4,534 66,63±10,918 56,76±9,929 67,26±5,982 79,83±12,267 64,29±5,917

15 80,63±4,987 82,04±13,626 55,76±0,261 68,51±4,347 67,14±10,796 57,63±9,961 67,76±5,906 80,93±12,596 65,21±5,918

16 81,15±4,811 82,76±13,12 57,26±0,324 69,46±4,476 67,85±10,828 58,73±9,97 68,39±6,096 81,53±12,297 66,24±6,004

24 82,73±4,922 85,03±11,399 64,31±0,541 77,81±5,439 71,54±9,459 64±9,457 70,65±4,956 83,82±10,416 71,78±6,027

Page 119: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

104

Tabel 17. Tests of between-subjects effect

dependent variable: kumulatif pelepasan

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected

Model 773,403a 4 193,351 78,591 ,000

Intercept 7790,707 1 7790,707 3166,660 ,000

Radiasi 28,843 2 14,422 5,862 ,004

Massa

Tetrasiklin 740,521 2 370,261 150,498 ,000

Error 364,114 148 2,460

Total 8944,823 153

Corrected

Total 1137,517 152

a. R Squared = ,680 (Adjusted R Squared = ,671)

Tabel 18. Multiple comparisons

dependent variable: kumulatif pelepasan

Tukey HSD

(I) Dosis

Radiasi

(J) Dosis

Radiasi

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

0 KGy 15 KGy ,8141* ,31216 ,027

25 KGy -,2828 ,30911 ,632

15 KGy 0 KGy -,8141* ,31216 ,027

25 KGy -1,0970* ,31067 ,002

25 KGy 0 KGy ,2828 ,30911 ,632

15 KGy 1,0970* ,31067 ,002

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 2,460.

*. The mean difference is significant at the 0,05 level.

Page 120: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

105

OCH3

OH

H

HO HH

N(CH3)2

OH

H2NOC

O

HO

O

O

NHH

HO

HOH2C

O

ONH3

HOH2C

P

O

O

O

OH O

CH3HOH

OH

HH N(CH3)2

OH

CONH2

OOH

+

O

O

NHH

HO

HOH2C

O

HONH3

HOH2C

P

O

O

O

H2O

Kitosan posfat

Tetrasiklin

Gambar 41. Reaksi antara kitosan dan tetrasiklin (Niamlang et al., 2017)

Page 121: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

106

Gambar 42. Persen pelepasan kumulatif tetrasiklin 0 KGy

Gambar 43. Persen pelepasan kumulatif tetrasiklin 15 KGy

Gambar 44. Persen pelepasan kumulatif tetrasiklin 25 KGy

Page 122: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

107

Lampiran 6. Derajat pembengkakan

Tabel 19. Rasio pembengkakan scaffold kitosan dan scaffold kitosan-tetrasiklin

No Sampel Radiasi n Massa Scaffold (g)

t = 0 Jam t = 24 Jam

1 Scaffold Kitosan

0 KGy

1 0,1094 0,9321

2 0,0983 0,798

3 0,0978 0,7356

2 Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 6,25 mg

1 0,0963 0,7959

2 0,0996 0,6354

3 0,0962 0,5213

3 Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 12,5 mg

1 0,105 0,4209

2 0,1156 0,6374

3 0,1044 0,563

4 Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 18,75 mg

1 0,1094 0,9321

2 0,1158 0,9714

3 0,1178 0,8788

5 Scaffold Kitosan

15 KGy

1 0,1065 0,8403

2 0,0976 0,7651

3 0,09632 0,774

6 Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 6,25 mg

1 0,0984 0,5139

2 0,1103 0,4351

3 0,1003 0,6125

7 Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 12,5 mg

1 0,0941 0,3165

2 0,0946 0,5376

3 0,095 0,5678

8 Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 18,75 mg

1 0,1058 0,4148

2 0,1179 1,0618

3 0,0935 0,5385

9 Scaffold Kitosan

25 KGy

1 0,1081 0,8056

2 0,0976 0,7946

3 0,1003 0,8552

10 Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 6,25 mg

1 0,0862 0,3806

2 0,1065 0,8403

3 0,1068 0,5416

11 Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 12,5 mg

1 0,1048 0,2956

2 0,0989 0,4946

3 0,1003 0,5152

12 Scaffold Kitosan-

Tetrasiklin 18,75 mg

1 0,1172 0,4585

2 0,1113 1,0434

3 0,1032 0,5091

Page 123: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

108

Tabel 20. Tests of between-subjects effects

dependent variable: swelling ratio

Source Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected

Model 145718,967a 5 29143,793 3,550 ,077

Intercept 3355299,461 1 3355299,461 408,683 ,000

Scaffold 109664,941 3 36554,980 4,452 ,057

Radiasi 36054,027 2 18027,013 2,196 ,192

Error 49260,143 6 8210,024

Total 3550278,571 12

Corrected Total 194979,111 11

a. R Squared = ,747 (Adjusted R Squared = ,537)

Tabel 21. Multiple comparisons

Dependent variable: swelling ratio

(I) Dosis (J) Dosis Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

0 KGy 15 KGy 91,2850 64,07037 ,388

25 KGy -39,6250 64,07037 ,816

15 KGy 0 KGy -91,2850 64,07037 ,388

25 KGy -130,9100 64,07037 ,183

25 KGy 0 KGy 39,6250 64,07037 ,816

15 KGy 130,9100 64,07037 ,183

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 8210,024.

Page 124: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SCAFFOLD KITOSAN …

109

Lampiran 7. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian

Tetrasiklin Kitosan Freeze Dryer

Kolorimetri FTIR

SEM Homogenizer