makalah bahari kitosan

23
MAKALAH FARMASI BAHARI APLIKASI KITOSAN DALAM BIDANG FARMASI Disusun oleh: Karina Novita Sari 260110110153 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN

Upload: karinans

Post on 19-Jan-2016

155 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kitosan

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Bahari Kitosan

MAKALAH FARMASI BAHARI

APLIKASI KITOSAN DALAM BIDANG FARMASI

Disusun oleh:

Karina Novita Sari 260110110153

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2014

Page 2: Makalah Bahari Kitosan

APLIKASI KITOSAN DALAM BIDANG FARMASI

1. Pendahuluan

Kitosan adalah suatu polisakarida yang diperoleh dari hasil

deasetilasi kitin, yang umumnya berasal dari limbah kulit hewan

Crustacea. Kitosan memiliki sifat relatif lebih reaktif dari kitin dan

mudah diproduksi dalam bentuk serbuk, pasta, film, serat.

(Agustini, 2007).

Kata ”kitin” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”chiton”, yang berarti baju

rantai besi. Kata ini menggambarkan fungsi dari material kitin sebagai jaket

pelindung pada invertebrata. Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun

1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan ”fugine”. Pada tahun 1823, Odier

mengisolasi suatu zat dari kutikula serangga jenis elytra dan mengusulkan nama

”Chitin”. Pada umumnya kitin dialam tidak berada dalam keadaan bebas, akan tetapi

berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen.

Walaupun kitin tersebar di alam, tetapi sumber utama yang digunakan untuk

pengembangan lebih lanjut adalah jenis udang-udangan (Crustaceae) yang dipanen

secara komersial. Limbah udang sebenarnya bukan merupakan sumber yang kaya

akan kitin, namun limbah ini mudah didapat dan tersedia dalam jumlah besar sebagai

limbah hasil dari pembuatan udang.

Kitin adalah biopolimer polisakarida dengan rantai lurus, tersusun dari 2000-

3000 monomer (2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa) yang terangkai dengan ikatan 1,4-

b-gliksida. Kitin memiliki rumus molekul [C8H13NO5]n dengan berat molekul 1,2×10-

6 Dalton ini tersedia berlebihan di alam dan banyak ditemukan pada hewan tingkat

rendah, jamur, insekta dan golongan Crustaceae seperti udang, kepiting dan kerang.

Kitin berbentuk serpihan dengan warna putih kekuningan, memiliki sifat tidak

beracun dan mudah terurai secara hayati (biodegradable).

Page 3: Makalah Bahari Kitosan

Sebagai material pendukung Crustaceae, kitin terdapat sebagai

mukopolisakarida yang berdisosiasi dengan CaCO3 dan berikatan secara kovalen

dengan protein. Pemisahan CaCO3 dari protein lebih mudah dilakukan karena garam

anorganik ini terikat secara fisik. Menurut Knorr (1984), HCl dengan konsentrasi

lebih dari 10 % dapat secara efektif melarutkan mineral Ca dan menghasilkan CaCl2.

Kitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai

panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul

[C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,5×10-5 Dalton. Kitosan berbentuk serpihan

putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kadar chitin dalam berat udang,

berkisar antara 60-70 persen dan bila diproses menjadi kitosan menghasilkan yield

15-20 persen.

Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-D-

Glukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa

kuat. Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya

di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi,

kesehatan, dan lingkungan. (Balley, et al, 1977).

Khitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan

kopopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau.

Kitosan merupakan produk diasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan enzim

kitin diacetilase (Rismana,2001).

Page 4: Makalah Bahari Kitosan

Struktur molekul kitin dan kitosan

Cangkang kepala udang mengandung 20-30% senyawa kitin, 21% protein dan

40-50% mineral. Kitin merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa yang

mempunyai rumus kimia poli(2-asetamida-2-dioksi-β-D-Glukosa) dengan ikatan β-

glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Struktur kimia kitin mirip

dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus yang terikat pada atom C2. Jika pada

selulosa gugus yang terikat pada atom C2 adalah OH, maka pada kitin yang terikat

adalah gugus asetamida. (Muzzarelli, 1985)

Secara umum, cangkang kulit udang mengandung protein 34,9 %, mineral

CaCO3 27,6 %, chitin 18,1 %, dan komponen lain seperti zat terlarut, lemak dan

protein tercerna sebesar 19,4 % (Suhardi, 1992). Chitin  merupakan polisakarida yang

bersifat non toxic (tidak beracun) dan biodegradable sehingga chitin banyak

dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Lebih lanjut chitin dapat mengalami proses

deasetilasi menghasilkan kitosan.

Kitosan, mempunyai bentuk mirip dengan selulosa, dan bedanya terletak pada

gugus rantai C-2. Proses utama dalam pembuatan kitosan, katanya, meliputi

penghilangan protein dan kendungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut

deproteinasi dan demineralisasi yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan

Page 5: Makalah Bahari Kitosan

larutan basa dan asam. Selanjutnya, kitosan diperoleh melalui proses deasetilasi

dengan cara memanaskan dalam larutan basa. Karakteristik fisiko-kimia kitosan

berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik, tetapi

tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Pelarut kitosan yang baik adalah asam

asetat.

Adanya gugus fungsi hidroksil primer dan sekunder mengakibatkan kitosan

mempunyai kereaktifan kimia yang tinggi. Gugus fungsi yang terdapat pada kitosan

memungkinkan juga untuk modifikasi kimia yang beraneka ragam termasuk reaksi-

reaksi dengan zat perantara ikatan silang, kelebihan ini dapat memungkinkannya

kitosan digunakan sebagai bahan campuran bioplastik, yaitu plastik yang dapat

terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan.

Jika sebagian besar gugus asetil pada kitin disubsitusikan oleh hidrogen

menjadi gugus amino dengan penambahan basa konsentrasi tinggi, maka hasilnya

dinamakan kitosan atau kitin terdeasetilasi. Kitosan sendiri bukan merupakan

senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan

derajat deasetilasi beragam. Kitin adalah N-asetil glukosamin yang terdeasetilasi

sedikit, sedangkan kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin, tetapi

tidak cukup untuk dinamakan poliglukosamin. Kitosan relatif lebih banyak digunakan

pada berbagai bidang industri kesehatan dan terapan karena kitosan dapat dengan

mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein.

Kitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin, sedangkan kitin sendiri

dapat diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap

yaitu: tahap demineralisasi, penghilangan mineral; tahap deproteinasi, penghilangan

protein; dan tahap depigmentasi, pemutihan. Sedangkan kitosan diperoleh dengan

deasetilasi kitin yang didapat dengan larutan basa konsentrasi tinggi. Purwatiningsih

(1992) melaporkan bahwa NaOH 50% dapat digunakan untuk deasetilasi kitin dari

limbah kulit udang.

Deproteinasi menggunakan natriun hidroksida lebih sering digunakan, karena

lebih mudah dan efektif. Pada pemisahan protein menggunakan natrium hidroksida,

Page 6: Makalah Bahari Kitosan

protein diekstraksi sebagai natrium proteinat yang larut. Secara umum larutan NaOH

3-4% dengan suhu 63-65oC selama waktu ekstraksi 3-4 jam dapat mengurangi kadar

protein dalam kulit udang secara efektif. Sekalipun demikian proses deproteinasi

umum yang optimum tidak ada untuk setiap jenis Crustaceae.

Mineral kalsium karbonat pada kulit udang lebih mudah dipisahkan

dibandingkan protein, karena garam anorganik ini hanya terikat secara fisika.

Menurut Knorr (1984) asam klorida dengan konsentrasi lebih dari 10% dapat secara

efektif melarutkan kalsium sebagai kalsium klorida. Proses demineralisasi dengan

menggunakan asam klorida sampai CO2 yang terbentuk hilang kemudian didiamkan

24 jam pada suhu kamar.

Dalam beberapa metode, proses depigmentasi sesungguhnya telah

berlangsung saat pencucian residu sesuai proses deproteinasi atau demineralisasi yang

dilakukan. Menurut Purwatiningsih (1992) aseton dapat mereduksi astaksantin dari

kitin limbah udang windu (Penaeus monodon).

Pembuatan kitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil      (-

COCH3) pada gugusan asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas kitosan dengan

menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan

ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi

digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi 40-50% dan suhu yang tinggi (100-

150oC) untuk mendapatkan kitosan dari kitin.

Kelebihan dan Kekurangan Kitosan

Berdasarkan sifat-sifat biologi dan kimianya, maka khitosan mempunyai sifat

fisik khas, yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan

serat yang sangat bermanfaat aplikasinya. Tidak seperti serat lam lain, kitosan

mempunyai sifat unik, karena memberikan daya pengikat lemak yang sanagt tinggi.

Pada kondisi normal kitosan mampu menyerap 4-5 kali lemak dibandingkan serat lain

(Rismana,2001).

Page 7: Makalah Bahari Kitosan

Menurut Prasetiyo (2006) dari segi ekonomi, pemanfaatan khitin dari limbah

cangkang udang untuk bahan utama dan bahan pendukung dalam berbagai bidang dan

industri sangat menguntungkan karena bahan bakunya berupa limbah berasal dari

sumberdaya lokal (local content).

Khitosan merupakan polisakarida yang unik dan telah secara luas digunakan

dalam bermacam aplikasi biomedis disebabkan kemudah cocokannya dengan unsur

makhluk hidup, toxicitasnya rendah, mudah diuraikan, tidak bersifat imunogenik, dan

sifatnya non-karsinogenik (Irawan,2007).

Kelebihan dan kekurangan khitosan menurut Kusumawati (2006) bahwa

karena sifatnya yang dapat menarik lemak, kitosan bnayak dibuat untuk tablet/pil

penurun berat badan. Kitosan dapat menyyerap lemak dalam tubuh dengan cukup

baik. Dalam kondisi optimal, kitosan dapat menyerap lemak sejumlah 4-5 kali berat

kitosan. Beeberapa penelitian telah berhasil membuktikan bahwa kitosan dapat

menurunkan kolesterol tanpa menimbulkan efek samping. Hanya satu saja yang harus

diperhatikan, konsumsi kitosan harus tetap terkontrol, karena kitosan juga dapat

menyerap mineral kalsium dan vitamin yang ada di dalam tubuh. Selain itu, orang

yang biasanya mengalami alergi terhadap makanan laut sebaiknya menghindari dari

mengkonsumsi tablet/pil kitosan.

Manfaat dan Kegunaan Kitosan

Kitin mempunyai kegunaan yang samngat luas, tercatat sekitar 200 jenis

penggunaannya, dari industri pangan, bioteknologi, farmasi, dan kedokteran, serta

lingkungan. Di industri penjernihan air, kitin telah banyak dikenal sebagai bahan

penjernih. Kitin juga banyak digunakan di dunia farmasi dan kosmetik, misalnya

sebagai penurun kadar kolesterol darah, mempercepat penyembuhan luka, dan

pelindung kulit dari kelembaban.

Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi

lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya.

Kitosan bersifat tidak dapat dicernakan dan tidak diabsorbsi tubuh, sehinga lemak dan

Page 8: Makalah Bahari Kitosan

kolesterol makanan terikat menjadi bentuk non absorbsi yang tak berkalori. Sifat khas

kitosan yang lain adalah kemampuannya untuk menurunkan kandungan LDL

kolesterol sekaligus mendorong meningkatkan HDL kolesterol dalam serm darah.

Peneliti Jepang menjuluki kitosan sebagai suatu senyawa yang menunjukkan zat

hipokolesterolmik yang sanagt efektif. Dengan kata lain, kitosan mampu menurunkan

tingkat kolesterol dalam serum denagn efektif dan tanpa menimbulkan efek samping

(Rismana,2001).

Beberapa tahun yang lkalu, kitosan dan beberapa tipe modifikasinya

dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi biomedis, seperti artificial skin, penembuh

luka, anti koagulan, jahitan pada luka (suuture), obat-obatan, bahan vaksin, dan

dietary fiber. Baru-baru ini, penggunaan kitosan dan derivatnya telah diterima banyak

perhatian sebagai tempat penggantungan sementara untuk proses mineralisai, atau

pembentukan tulang stimulin endokrin (Irawan,2007).

Pada penelitian yang dilakukan Handayani (2004) menunjukkan bahwa chitin

dan kitosan dap[at digunakan sebagai bahan koagulasi pada sari buah tomat. Untuk

penggunaan chitin dan kitosan sebagai bahan koagulasi pada sari buah tomat

menunjukkan bahwa chitin dan kitosan dapat digunakan sebagai bahan koagulasi,

ditandai denagn uji vitamin C, viscositas, pH, dan TPT yang menunjukkan hasil yang

tidak berbeda jauh dengan bahan koagulasi yang umum digunakan pada sari buah

tomat. Kitosan choating telah terbukti meminimalisasi oksidasi, ditunjukkan oleh

angka peroksida, perubahan warna, dan jumlah mikroba pada sampel (Yingyuad et al,

2006).

2. Aplikasi Kitosan dalam Bidang Farmasi

2.1 Kitosan Sebagai Antibakteri dan Pengawet

Selama ini limbah kulit udang hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak atau

untuk industri makanan seperti pembuatan kerupuk udang. Limbah kulit udang dapat

diolah untuk pembuatan chitin yang dapat diproses lebih lanjut menghasilkan kitosan

yang memiliki banyak manfaat dalam bidang industri, antara lain adalah sebagai

Page 9: Makalah Bahari Kitosan

pengawet makanan yang tidak berbahaya (non toksid) pengganti formalin. Kitosan

adalah bahan alami yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengawet

makanan karena tidak beracun dan aman bagi kesehatan.

Kitosan memiliki sifat antimikroba, karena dapat menghambat bakteri patogen

dan mikroorganisme pembusuk, termasuk jamur, bakteri gram-positif , bakteri gram

negatif (Hafdani, 2011). Kitosan digunakan sebagai pelapis (film) pada berbagai

bahan pangan, tujuannya adalah menghalangi oksigen masuk dengan baik, sehingga

dapat digunakan sebagai kemasan berbagai bahan pangan dan juga dapat dimakan

langsung, karena kitosan tidak berbahaya terhadap kesehatan (Henriette, 2010).

Senyawa Kitosan mempunyai sifat mengganggu aktivitas membran luar bakteri gram

negatif (Helander, 2001). Pemakaian kitosan sebagai bahan pengawet juga tidak

menimbulkan perubahan warna dan aroma (Setiawan, 2012).

Kitosan dan turunannya telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang

misalnya dalam bidang pangan, mikrobiologi, pertanian farmasi, dan sebagainya.

Kitosan memiliki banyak keunggulan, diantaranya memiliki struktur yang mirip

dengan serat selulosa yang terdapat pada buah dan sayuran. Keunggulan lain yang

sangat penting adalah kemampuannya dalam menghambat dan membunuh mikroba

atau sebagai zat antibakteri, diantaranya kitosan menghambat pertumbuhan berbagai

mikroba penyebab penyakit tifus yang resisten terhadap antibiotik yang ada (Yadaf

dan Bhise, 2004 dalam Hardjito, 2006). Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih

berkembang mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai antibakteri adalah sifat

afinitas yang dimiliki oleh kitosan yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga

dapat berikatan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa

protein. Sifat afinitas antimikroba dari kitosan dalam melawan bakteri atau

mikroorganisme tergantung dari berat molekul dan derajat deasetilasi. Berat molekul

dan derajat deasetilasi yang lebih besar menunjukkan aktifitas antimikroba yang lebih

besar.

Kitosan memiliki gugus fungsional amina (–NH2) yang bermuatan positif

yang sangat reaktif, sehingga mampu berikatan dengan dinding sel bakteri yang

Page 10: Makalah Bahari Kitosan

bermuatan negatif. Ikatan ini terjadi pada situs elektronegatif di permukaan dinding

sel bakteri. Selain itu, karena -NH2 juga memiliki pasangan elektron bebas, maka

gugus ini dapat menarik mineral Ca2+ yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan

membentuk ikatan kovalen koordinasi. Bakteri gram negative dengan

lipopolisakarida dalam lapisan luarnya memiliki kutub negatif yang sangat sensitive

terhadap kitosan. Dengan demikian kitosan dapat digunakan sebagai bahan anti

bakteri/pengawet pada berbagai produk pangan karena aman, tidak berbahaya dan

harganya relatif murah (Hafdani, 2011).

Page 11: Makalah Bahari Kitosan

Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap pertumbuhan jamur dan ragi dalam keju

selama 21 hari

Sumber: Diasty. D.M. 2012

2.2 Kitosan Sebagai Adsorben

Kitosan merupakan polimer dengan kelimpahan terbesar kedua setelah

selulosa. Pada umumnya kitosan dapat diperoleh dari cangkang kpiting atau udang.

Pemanfaatan kitosan yang cukup luas dalam proses adsorpsi disebabkan karena

adanya gugus amina dan hidroksil, yang menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas

kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga berperan

sebagai penukar ion (ion exchange) dan dapat berperan sebagai adsorben untuk

mengadsorpsi logam berat ataupun limbah organic dalam air limbah (Marganof,

2007).

Optimalisasi pemanfaatan bentonit sebagai adsorben dapat dilakukan melalui

modifikasi dengan cara imobilisasi kitosan pada bentonit. Imobilisasi kitosan

terhadap bentonit bertujuan untuk memperkaya situs aktif adsorben sehingga dapat

meningkatkan kemampuan adsorpsi. Hasil imobilisasi kitosan terhadap bentonit akan

menghasilkan adsorben kitosan-bentonit. Kitosan-bentonit memiliki kinerja yang baik

Page 12: Makalah Bahari Kitosan

sebagai adsorben untuk pestisida diazinon dengan nilai persen adsorpsi rata-rata

sebesar 79,04%. Nilai adsorpsi ini lebih besar dari pada adsorpsi oleh Ca-bentonit

(Aldiantono, 2009).

Kitosan memiliki gugus amino (–NH2) merupakan sisi aktif yang dalam

kondisi asam berair, akan menangkap H+ dari lingkungannya sehingga gugus

aminonya terprotonasi menjadi –NH3+. Muatan positif –NH3+ ini dapat dimanfaatkan

untuk mengadsorpsi zat warna anionik. Sementara adsorpsi zat warna kationik dan

kation logam memanfaatkan keberadaan pasangan elektron bebas pada gugus OH dan

NH3 yang bertindak sebagai ligan dan dapat berinteraksi dengan zat warna kationik

atau kation logam melalui mekanisme pembentukan ikatan kovalen koordinasi

(kompleks) (Sugita et al. 2009).

2.3 Kitosan Sebagai Penurun Kolesterol

Berdasarkan asalnya lemak dibedakan menjadi lemak hewani dan lemak

nabati. Lemak hewani berasal dari lemak hewan, seperti lemak sapi, lemak kambing,

lemak susu, keju, telur, dan lain-lain, sedangkan lemak nabati berasal dari lemak

tumbuhan seperti lemak yang berasal dari tumbuhan kacang tanah, buah alpokat,

buah durian, dan lain-lain. Lemak hewani banyak mengandung sterol yang disebut

sebagai kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak

mengandung asal lemak tidak jenuh sehingga umumnya berujud cair. Berdasarkan

ikatan rangkap yang dimilikinya lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan

asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap, titik lebur

tinggi sehingga seringkali dijumpai dalam ujud padatan. Asam lemak tidak jenuh

memiliki ikatan rangkap (Winarno,1977)

Salah satu upaya untuk menurunkan kadar kolesterol dalam lemak dengan

menggunakan biopolimer kitosan. Senyawa ini akan membawa muatan listrik positif,

dapat menyatu dengan zat asam empedu yang bermuatan negatif sehingga

menghambat penyerapan kolesterol, karena zat lemak yang masuk bersama makanan

Page 13: Makalah Bahari Kitosan

harus dicerna dan diserap dengan bantuan zat asam empedu yang disekresi liver

(Hargono, 2008).

Kitosan paling baik diperoleh dengan derajat deasetilasi paling tinggi sebesar

82,98% yang diperoleh dengan proses deasetilasi menggunakan NaOH dengan

konsentrasi 50%, konsentrasi massa kitosan didalam volume lemak (g/v) berpengaruh

terhadap penyerapan kolesterol total. Dengan massa 5 gr kitosan didalam 50 ml

lemak berpengaruh terhadap prosentase penyerapan kolesterol sebanyak 30,93% dan

waktu operasi 60 menit menunjukkan derajad penyerapan kolesterol sebesar 45,46%

(Hargono, 2008).

Page 14: Makalah Bahari Kitosan

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, T.W. dan Surti, T., 2007. The Effect of Chitosan Concentration on Quality

Dried-Salted Anchovy (Stolephorus heterolobus) During Room Temperature

Storage. Jurnal Pasir Laut, 2(2): 54-66.

Aldiantono, Dimas. 2009. Sintesis Adsorben Kitosan-Bentonit dan Uji Kinerjanya

terhadap Diazinon dalam Air Minum. Skripsi Program Studi Kimia Jurusan

Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Balley, J.E., and Ollis, D.F., (1977), “Biochemical Engineering Fundamental”, Mc.

Graw Hill Kogakusha, ltd., Tokyo.

Hafdani, F.N. and Sadeghinia. N., 2011. A Review on Application of Chitosan as a

Natural Antimicrobial. World Academy of Science. Engineering and

Technology, 50.

Hargono, Abdullah dan Indro Sumantri. 2008. Pembuatan Kitosan dari Limbah

Cangkang Udang Serta Aplikasinya Dalam Mereduksi Kolesterol Lemak

Kambing. Tersedia di

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/reaktor/article/view/1503/1262 (diakses

pada tanggal 31 Mei 2014)

Helander, E.-L., Nurmiaho-Lassila, Ahvenainen, R., Rhoades J. and Roller, S., 2001.

Chitosan Disrupts The Barrier Properties of The Outer Membrane of Gram-

Negative Bacteria. International Journal of Food Microbiology, 71: 235–244.

Henriette, M.C. Azeredo, de Britto, D. and Assis., O.B.G., 2010. Chitosan Edible

Films and Coating – Review, Embrapa Tropical Agroindustry, Fortaleza, CE,

Brazil, ISBN 978-1-61728-831-9.

Marganof. 2007. Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal,

Kadmium, dan Tembaga) di Perairan. Institut Pertanian Bogor.

Page 15: Makalah Bahari Kitosan

Muzzarelli, R.A.A., (1985), ”Chitin in the Polysaccharides”, vol. 3, pp. 147,

Aspinall (ed) Academic press Inc., Orlando, San Diego

Sugita, P., Wukirsari, T., Sjahriza, A & Wahyono, D. 2009. Kitosan: Sumber

Biomaterial Masa Depan. Bogor: Penerbit IPB Press.

Winarno,F.G., (1977), ”Kimia Pangan dan Gizi”, PT. Gramedia Pustaka Utama,

hlm.84-93, Jakarta,

Ying-chien Chung ,Ya-ping Su, Chiing-chang Chen, Guang JIA , Huey-lan Wang,

J.C. Gaston Wu, dan Jaung-geng Lin, 2004. Relationship Between

Antibacterial Activity of Chitosan and Surface Characteristics of Cell Wall,

Acta Pharmacol Sin. 25(7): 932-936.