analisis pola hujan di jakarta dengan metode statistik …konteks.id/p/04-020.pdf · metode yang...

8
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 191 ANALISIS POLA HUJAN DI JAKARTA DENGAN METODE STATISTIK DAN WAVELET ANALISIS Cilcia Kusumastuti 1 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 44 Yogyakarta Email: [email protected] ABSTRAK Perubahan iklim global (climate change) diprediksi memberi pengaruh terhadap berbagai aspek, termasuk diantaranya adalah aspek hidrologi. Berdasar laporan ke-empat oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), pola hujan dan kejadian hujan ekstrim (extreme rainfall) di negara-negara di Asia Tenggara akan mengalami perubahan seiring terjadinya perubahan iklim. Dalam makalah ini, dibahas perubahan pola hujan di Jakarta yang nantinya bisa digunakan sebagai bahan dasar penelitian lebih lanjut tentang akibat dari perubahan iklim dalam parameter- parameter hidrologi. Data hujan harian dari empat stasiun hujan di Jakarta di analisis dengan metode statistik dan wavelet analisis. Metode statistik yang digunakan adalah t-test dengan 95% konfiden level. T-test dilakukan dengan cara membandingkan 2 sub-set data rata-rata hujan, baik harian, bulanan maupun tahunan. Hasil yang diperoleh dari analisis menggunakan t-test untuk hujan harian, bulanan, dan tahunan memperlihatkan ‘increasing trend’ hampir di seluruh area di Jakarta selama kurun waktu 1980-2002 kecuali di Jakarta bagian tengah. Wavelet analisis merupakan metode signal processing’ yang mengubah data ‘time series’ 1-dimensi menjadi gambar 2-dimensi. Dalam analisis ini digunakan untuk mengubah data time series hujan sebagai inputnya menjadi gambar 2- dimensi yang memperlihatkan kala ulang (pola) hujan sebagai outputnya. Hasil dari wavelet analisis menunjukkan pola hujan di Jakarta memiliki kedalaman hujan yang tinggi secara menerus (continous) selama 1980-2002 untuk kala ulang 1 tahunan. Dari hasil t-test dan wavelet analisis, pola hujan di Jakarta tidak mengalami perubahan yang drastis, hanya memperlihatkan kenaikan rata- rata hujan dalam kurun waktu kurang lebih 2 dekade dengan pola kedalaman hujan tahunan yang tinggi. Kata kunci: perubahan iklim, pola hujan, t-test, wavelet analisis 1. PENDAHULUAN Climate change (perubahan iklim) diprediksi menyebabkan adanya perubahan dalam variabel-variabel hidrologi di seluruh wilayah di dunia. Dalam laporan IPCC (Integovernmental Panel on Climate Change) yang ke-empat (2007) menyebutkan adanya perubahan kedalaman hujan yang cenderung mengalami kenaikan di daerah Asia bagian utara, Plato Tibet, Asia bagian timur, dan Asia bagian selatan pada musim dingin, sedangkan di musim panas, daerah di Asia Selatan dan kebanyakan daerah di Asia Tenggara akan menerima hujan yang lebih banyak. Berbagai studi dan penelitian telah dilakukan di seluruh wilayah di dunia berkaitan dengan climate change, terutama dalam kaitannya dengan perubahan variabel-variabel hidrologi. Manton, dkk. (2001) mengungkap adanya perubahan temperatur di Asia Tenggara dan Pasifik Selatan. Shantha, dkk. (2003) menyatakan berkurangnya kedalaman hujan di bagian hulu daerah aliran sungai Mahawali sebesar 39,12 % selama 100 tahun yang lalu. Holmgren, dkk. (2005) mengungkap untuk daerah dari ekuator Afrika bagian timur dan daerah subtropis Afrika bagian selatan, kedalaman hujannya bervariasi selama satu abad terakhir. Leung, dkk. (2008) memprediksikan kenaikan hujan tahunan di Hong Kong sebesar ± 1 % per dekade pada abad ke 21. Indonesia adalah salah satu negara di wilayah Asia Tenggara yang diprediksi mengalami kenaikan jumlah hujan akibat climate change. Prediksi tersebut dilakukan untuk seluruh wilayah Indonesia secara makro. Pada kenyataannya, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau, dengan demikian, perubahan hujan yang terjadi kemungkinan akan bervariasi untuk pulau atau kota yang berbeda. Jakarta, ibukota negara Indonesia, merupakan sebuah kota yang memegang peranan penting dalam kelangsungan negara Indonesia. Pada tahun 1996 dan 2002, banjir besar terjadi di Jakarta. Berdasarkan laporan dari Departement Transportation, Public Works Water Management of Kingdom of The Netherlands yang bekerjasama dengan Departemen Pekerjaan Umum, Indonesia, kejadian banjir besar pada dua tahun yang berbeda tersebut semata-semata dikarenakan hujan lebat yang terjadi pada hari sebelumnya. Penelitian untuk menyelidiki perilaku hujan yang dilakukan di Indonesia sampai saat ini jumlahnya masih sangat sedikit padahal hujan merupakan faktor hidrologi yang paling penting dalam perencanaan manajemen air.

Upload: doanlien

Post on 06-Feb-2018

264 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)

Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 191

ANALISIS POLA HUJAN DI JAKARTA

DENGAN METODE STATISTIK DAN WAVELET ANALISIS

Cilcia Kusumastuti

1

1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 44 Yogyakarta

Email: [email protected]

ABSTRAK

Perubahan iklim global (climate change) diprediksi memberi pengaruh terhadap berbagai aspek, termasuk diantaranya adalah aspek hidrologi. Berdasar laporan ke-empat oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), pola hujan dan kejadian hujan ekstrim (extreme

rainfall) di negara-negara di Asia Tenggara akan mengalami perubahan seiring terjadinya perubahan iklim. Dalam makalah ini, dibahas perubahan pola hujan di Jakarta yang nantinya bisa digunakan sebagai bahan dasar penelitian lebih lanjut tentang akibat dari perubahan iklim dalam parameter-parameter hidrologi. Data hujan harian dari empat stasiun hujan di Jakarta di analisis dengan metode statistik dan wavelet analisis. Metode statistik yang digunakan adalah t-test dengan 95% konfiden

level. T-test dilakukan dengan cara membandingkan 2 sub-set data rata-rata hujan, baik harian, bulanan maupun tahunan. Hasil yang diperoleh dari analisis menggunakan t-test untuk hujan harian, bulanan, dan tahunan memperlihatkan ‘increasing trend’ hampir di seluruh area di Jakarta selama kurun waktu 1980-2002 kecuali di Jakarta bagian tengah. Wavelet analisis merupakan metode ‘signal processing’ yang mengubah data ‘time series’ 1-dimensi menjadi gambar 2-dimensi. Dalam analisis ini digunakan untuk mengubah data time series hujan sebagai inputnya menjadi gambar 2-dimensi yang memperlihatkan kala ulang (pola) hujan sebagai outputnya. Hasil dari wavelet analisis menunjukkan pola hujan di Jakarta memiliki kedalaman hujan yang tinggi secara menerus (continous) selama 1980-2002 untuk kala ulang 1 tahunan. Dari hasil t-test dan wavelet analisis, pola hujan di Jakarta tidak mengalami perubahan yang drastis, hanya memperlihatkan kenaikan rata-rata hujan dalam kurun waktu kurang lebih 2 dekade dengan pola kedalaman hujan tahunan yang tinggi.

Kata kunci: perubahan iklim, pola hujan, t-test, wavelet analisis

1. PENDAHULUAN

Climate change (perubahan iklim) diprediksi menyebabkan adanya perubahan dalam variabel-variabel hidrologi di seluruh wilayah di dunia. Dalam laporan IPCC (Integovernmental Panel on Climate Change) yang ke-empat (2007) menyebutkan adanya perubahan kedalaman hujan yang cenderung mengalami kenaikan di daerah Asia bagian utara, Plato Tibet, Asia bagian timur, dan Asia bagian selatan pada musim dingin, sedangkan di musim panas, daerah di Asia Selatan dan kebanyakan daerah di Asia Tenggara akan menerima hujan yang lebih banyak.

Berbagai studi dan penelitian telah dilakukan di seluruh wilayah di dunia berkaitan dengan climate change, terutama dalam kaitannya dengan perubahan variabel-variabel hidrologi. Manton, dkk. (2001) mengungkap adanya perubahan temperatur di Asia Tenggara dan Pasifik Selatan. Shantha, dkk. (2003) menyatakan berkurangnya kedalaman hujan di bagian hulu daerah aliran sungai Mahawali sebesar 39,12 % selama 100 tahun yang lalu. Holmgren, dkk. (2005) mengungkap untuk daerah dari ekuator Afrika bagian timur dan daerah subtropis Afrika bagian selatan, kedalaman hujannya bervariasi selama satu abad terakhir. Leung, dkk. (2008) memprediksikan kenaikan hujan tahunan di Hong Kong sebesar ± 1 % per dekade pada abad ke 21.

Indonesia adalah salah satu negara di wilayah Asia Tenggara yang diprediksi mengalami kenaikan jumlah hujan akibat climate change. Prediksi tersebut dilakukan untuk seluruh wilayah Indonesia secara makro. Pada kenyataannya, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau, dengan demikian, perubahan hujan yang terjadi kemungkinan akan bervariasi untuk pulau atau kota yang berbeda. Jakarta, ibukota negara Indonesia, merupakan sebuah kota yang memegang peranan penting dalam kelangsungan negara Indonesia. Pada tahun 1996 dan 2002, banjir besar terjadi di Jakarta. Berdasarkan laporan dari Departement Transportation, Public

Works Water Management of Kingdom of The Netherlands yang bekerjasama dengan Departemen Pekerjaan Umum, Indonesia, kejadian banjir besar pada dua tahun yang berbeda tersebut semata-semata dikarenakan hujan lebat yang terjadi pada hari sebelumnya.

Penelitian untuk menyelidiki perilaku hujan yang dilakukan di Indonesia sampai saat ini jumlahnya masih sangat sedikit padahal hujan merupakan faktor hidrologi yang paling penting dalam perencanaan manajemen air.

Cilcia Kusumastuti

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 192

Berdasarkan perubahan variabel-variabel hidrologi sebagai efek dari climate change dalam penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, sedikitnya jumlah penelitian dalam bidang hidrologi yang ada di Indonesia, dan pentingnya Jakarta sebagai ibukota negara, dalam makalah ini akan dibahas perubahan pola dan kedalaman hujan di Jakarta. Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah metode statistik (t-test) dan wavelet analisis. Dengan dua metode tersebut diharapkan perubahan kedalaman hujan dan pola hujan di Jakarta dapat terlihat jelas. Dua metode tersebut akan dibahas lebih detail pada bagian selanjutnya dalam makalah ini.

2. DATA DAN METODE

Data hujan harian

Data hujan harian di Jakarta diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Indonesia. Data hujan yang diperoleh berasal dari data hujan harian dari empat stasiun hujan yang mewakili lima area utama di Jakarta, yaitu Jakarta bagian utara, Jakarta bagian tengah serta Jakarta bagian selatan dan timur. Detail informasi dari setiap stasiun hujan ditampilkan dalam Tabel 1, sedangkan lokasi setiap stasiun hujan diperlihatkan pada Gambar 1.

Tabel 1. Detail informasi stasiun-stasiun hujan di Jakarta

No. Kode Stasiun Hujan Elevasi

(m)

Garis Lintang

(ºS)

Garis Bujur

(ºT) Data Keterangan

1. 02026 Tanjung Priok 2 6º06' 106º53' 1980 – 2002 Hujan 2. 02027 Jakarta Observatorium 7 6º11' 106º50’ 1980 – 2007 Hujan 3. 02033C Halim Perdana Kusuma 30 6º18' 106º54’ 1980 – 2002 Hujan 4. 00020 Cileduk 10 6º09' 106º54' 1980 – 2003 Hujan

Gambar 1. Peta stasiun hujan di Jakarta

Stability of Mean

Sebelum akhirnya digunakan stability of mean, data hujan harian diolah dengan menggunakan regresi linier. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya kenaikan hujan pada setiap stasiun hujan. Namun demikian, kenaikan tersebut terlihat tidak signifikan. Berdasarkan analisis regresi linier, data time-series hujan dari masing-masing stasiun dibagi menjadi dua sub-set data yang memiliki jangka waktu yang sama. Masing-masing sub-set data di setiap stasiun hujan mempunyai jangka waktu 10 tahun. Stability of mean dalam analasis ini diharapkan memperlihatkan perubahan hujan yang terjadi setiap 10 tahun yang nantinya dapat dilihat apakah perubahan yang terjadi setiap 10 tahun adalah signifikan atau tidak.

km

0 10

00020: Cileduk

02026: Tanjung Priok

02027:Jakarta Observatorium

02033C: Halim Perdana Kusuma

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 193

Data hujan yang dianalisis adalah data hujan harian, hujan bulanan dan hujan tahunan. Hujan bulanan dan tahunan diperoleh dari akumulasi data hujan harian yang tersedia menjadi hujan bulanan dan tahunan. Analisis stability of

mean yang digunakan dalam makalah ini adalah t-test.

T-test dilakukan dengan cara membandingkan nilai t yang diperoleh dari persamaan (1) dengan nilai t yang ada dalam tabel untuk perhitungan t-test, sesuai dengan derajat kebebasan yang telah ditentukan pada signifikan level tertentu. Dalam analisis di makalah ini, signifikan level yang digunakan adalah 5 % atau sama dengan konfiden

level sebesar 95 %. Null hypothesis analisis ini adalah H0: 1x = 2x , rata-rata hujan pada sub-set data yang pertama

sama dengan rata-rata hujan pada sub-set data yang kedua dan alternate hypothesis adalah H1: 1x ≠ 2x , rata-rata

hujan pada sub-set pertama tidak sama dengan rata-rata hujan pada sub-set data yang kedua. Perubahan yang terjadi dikategorikan sebagai perubahan yang signifikan jika nilai t yang dihitung dengan menggunakan persamaan (1) lebih besar daripada nilai t dalam tabel.

21

21

11

nnS

xxt

p ++

−= (1)

untuk: ( ) ( )

2

11

21

222

2112

−+

−+−=

nn

SnSnS p

dan 221 −+= nnυ

dengan x = rata-rata dari sub-set data, 2S = varian dari sub-set data, n = jumlah data setiap sub-set data dan υ =

derajat kebebasan.

Wavelet Analisis

Wavelet analisis adalah sebuah metode signal processing yang menginterpretasikan data time-series sebagai sinyal dan mengubah data time-series (satu dimensi) tersebut menjadi gambar dua dimensi. Wavelet analisis pertama kali dikembangkan oleh Haar pada abad ke-20, kemudian banyak digunakan dalam berbagai aplikasi pada ilmu yang berbeda, seperti oleh Torrence dan Compo (1998), Gu dan Philander (1995), Wang dan Wang (1996) untuk menganalisis El Ninõ Southern Oscillation, oleh Meyers, dkk. (1993) untuk menganalisis dispersi gelombang laut, dan oleh Koontanakulvong (2008) untuk menganalisis perubahan temperatur, hujan dan limpasan (run-off) akibat climate change.

Makalah oleh Torrence dan Compo (1998) memberikan informasi tentang wavelet analisis dengan memperhitungkan normalisasi dan signifikan level secara statistik. Normalisasi dilakukan untuk memungkinkan hasil transformasi dari wavelet analisis dapat dibandingkan pada setiap skala dan dapat dibandingkan secara langsung dengan hasil transformasi wavelet analisis dengan menggunakan data time-series yang lain dalam lingkup analisis yang sama. Torrence dan Compo dalam makalah yang sama juga memperkenalkan adanya ‘cone of

influence’ dimana spektrum yang berada di luar batasnya adalah error yang terjadi dalam analisis time-series terbatas pada awal dan akhir wavelet-power spectrum.

Selanjutnya, dalam makalah ini wavelet analisis dilakukan dengan komputer program yang telah dibuat oleh Torrence dan Compo (1998). Dasar pembuatan program tersebut menggunakan 3 ‘mother wavelet’ (fungsi dasar wavelet) seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tiga fungsi dasar wavelet dan propertinya

Nama ( )ηψ 0 ( )ωψ s0ˆ

Waktu e-folding

Panjang gelombang

Fourier λ

Morlet (ω0 = frequency) 24

12

0

ηηωπ

−−ee

i ( )

( )24

12

0ωω

ωπ−

−−s

eH s2 200 2

4

ωω

π

++

s

Paul (m = order) ( )

( ) ( )11!2

!2 +−−

mmm

im

miη

π

( )( )( ) ωωω sm

m

esHmm

− !12

2 2s

12

4

+m

Cilcia Kusumastuti

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 194

DOG (m = derivative)

( ) ( ) ( ) 21

2

2

1

1 ωωη

sm

m

mm

esd

d

m

−+

− ( ) ( ) 22

2

1

ωω smm

es

m

i −

s2 2

1

2

+m

( ) =ωH Heaviside step function, ( ) =ωH 1 if ω > 0, ( ) =ωH otherwise.

DOG = derivative of a Gaussian; m = 2 is the Marr or Mexican hat wavelet.

Sumber: Torrence & Compo, 1998

Program tersebut digunakan untuk melakukan wavelet analisis dengan input-nya adalah data hujan harian yang diakumulasikan menjadi hujan bulanan. Output yang dihasilkan memperlihatkan 3 gambar sebagai berikut:

• Gambar a): gambar time-series sebagai inputnya (data hujan bulanan)

• Gambar b): gambar wavelet power spectrum hujan bulanan

• Gambar c): gambar 1-dimensi global wavelet spectrum

Gambar b) pada setiap hasil analisis menunjukkan hasil wavalet analisis berupa wavelet power spectrum, dalam kaitannya dengan input dalam analisis ini yaitu kedalaman hujan bulanan, maka wavelet power spectrum yang dihasilkan dapat diinterpretasikan sebagai pola hujan. Sumbu-y pada gambar merupakan kala ulang hujan, sumbu-x merupakan waktu kejadian hujan dan gradasi warna memperlihatkan amplitude hujan yang terjadi. Warna merah yang paling gelap menunjukkan amplitude hujan terbesar selama periode data yang digunakan sebagai input.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis stability of mean data hujan harian, bulanan dan tahunan dari 4 stasiun hujan di Jakarta seluruhnya memperlihatkan tren yang semakin bertambah, kecuali dari analisis dengan menggunakan data dari Jakarta Observatorium. Jakarta Observatorium terletak di pusat kota Jakarta, dengan demikian stasiun ini dapat mewakili area di Jakarta bagian tengah. Hasil analisis stability of mean menunjukkan bahwa daerah di Jakarta bagian tengah pada periode 1991 – 2001 menerima hujan yang lebih sedikit dibandingkan 10 tahun sebelumnya.

Stasiun hujan Cileduk mewakili daerah Jakarta bagian barat. Hasil analisis stability of mean menunjukkan pada daerah tersebut hujan yang diterima pada periode 1991 – 2001 mengalami kenaikan dari periode 10 tahun sebelumnya. Kenaikan kedalaman hujan terjadi baik pada hujan harian, bulanan maupun tahunan. Pada analisis hujan harian terlihat kenaikan kedalaman hujan yang signifikan sebesar 13,82 %.

Stasiun hujan Tanjung Priok mewakili daerah Jakarta bagian utara, sedangkan stasiun hujan Halim Perdana Kusuma mewakili daerah Jakarta bagian timur dan selatan. Hasil analisis stability of mean menunjukkan pada ketiga daerah tersebut semuanya menerima peningkatan kedalaman hujan pada periode 1991 – 2001 dari periode 10 tahun sebelumnya. Kenaikan kedalaman hujan terjadi pada hujan harian, hujan bulanan dan hujan tahunan.

Hasil analisis stability of mean untuk masing-masing stasiun untuk hujan harian, bulanan, dan tahunan dapat dilihat pada tabel 3, 4, dan 5.

Tabel 3. Perubahan hujan harian rata-rata (mm) di Jakarta

Rata-rata

Stasiun Hujan 1969 – 2006

1980 – 1990

(a)

1991 – 2001

(b)

% perubahan

[(b) – (a)]/(a)

t-test*

(perhitungan) Hasil

Cileduk 6.5560 6.1324 6.9797 13.82 -2.3766 Signifikan

Tanjung Priok 4.5561 4.55 4.5622 0.27 -0.0402 Tidak signifikan

Jakarta Observatorium 4.8451 4.8708 4.8193 -1.06 0.1829 Tidak signifikan

Halim P.K. 6.3437 6.0993 6.588 8.01 -1.4653 Tidak signifikan * Derajat kebebasan: 8043, signifikan level: 5%, ttab: 1.9603

Tabel 4. Perubahan hujan bulanan rata-rata (mm) di Jakarta

Rata-rata

Stasiun Hujan 1980 – 2001

1980 – 1990

(a)

1991 – 2001

(b)

% perubahan

[(b) – (a)]/(a)

t-test*

(perhitungan) Hasil

Cileduk 199.4622 186.4553 212.4691 13.95 -1.6097 Tidak signifikan

Tanjung Priok 138.6848 138.5 138.8697 0.27 -0.0204 Tidak signifikan

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 195

Jakarta Observatorium 147.4804 148.2629 146.6980 -1.06 0.1048 Tidak signifikan

Halim P.K. 193.0973 185.6591 200.5356 8.01 -0.9053 Tidak signifikan * Derajat kebebasan: 262, signifikan level: 5%, ttab: 1.9691

Tabel 5. Perubahan hujan tahunan rata-rata (mm) di Jakarta

Rata-rata

Stasiun Hujan 1980 – 1990

1980 – 1990

(a)

1991 – 2001

(b)

% perubahan

[(b) – (a)]/(a)

t-test*

(perhitungan

)

Hasil

Cileduk 2381.138 2237.464 2524.512 12.83 -1.2581 Tidak signifikan

Tanjung Priok 1664.218 1662 1666.436 0.27 -0.0334 Tidak signifikan

Jakarta Observatorium 1769.765 1779.155 1760.375 -1.06 0.1103 Tidak signifikan

Halim P.K. 2317.168 2227.909 2406.427 8.01 -0.7726 Tidak signifikan * Derajat kebebasan: 20, signifikan level: 5%, ttab: 2.0859

Secara umum, dari hasil analisis stability of mean dapat dilihat bahwa perubahan kedalaman hujan harian akan mempengaruhi perubahan hujan bulanan dan tahunan. Kenaikan hujan harian di stasiun hujan Cileduk menunjukkan perubahan yang signifikan namun tidak menyebabkan kenaikan yang signifikan pada hujan bulanan dan hujan tahunan secara statistik. Walaupun tidak signifikan, persentase kenaikan yang terjadi cukup besar, yaitu hampir sama dengan persentase kenaikan hujan harian. Hasil analisis yang menunjukkan hasil ‘tidak signifikan’ secara statistik untuk hujan bulanan dan tahunan dikarenakan jumlah data yang dianalisis untuk hujan bulanan dan hujan tahunan jauh lebih sedikit daripada jumlah data hujan harian.

Hasil analisis hujan dengan menggunakan metode statistik, yaitu analisis stability of mean, khususnya dalam makalah ini, hanya memperlihatkan perubahan kedalaman hujan secara kuantitatif. Selanjutnya dengan metode wavelet analisis, data hujan harian dianalisis untuk memperoleh pola hujan.

Analisis pola hujan dianalisis untuk masing-masing stasiun hujan di Jakarta, sesuai dengan data hujan harian yang tersedia.

Gambar 2. menunjukkan pola hujan di daerah Jakarta bagian barat. Data yang digunakan dalam wavelet analisis adalah data hujan bulanan selama 1980 – 2002 dari stasiun Cileduk. Data hujan bulanan tersebut diperoleh dari akumulasikan data hujan harian. Gambar 2 memperlihatkan amplitude hujan bulanan yang tinggi pada kala ulang satu tahunan. Amplitude hujan bulanan terlihat berkurang selama 1984 – 1986. Amplitude hujan bulanan yang tinggi kembali terlihat selama 1991 – 1995 dan kembali berkurang pada tahun 1999. Hasil observasi ini dapat juga diartikan sebagai kala ulang hujan bulanan di daerah Jakarta bagian barat dimana kedalaman hujan berkurang setelah 12 tahun hujan bulanan dengan amplitude yang besar sepanjang tahun.

Gambar 2. Pola hujan di area sekitar stasiun hujan Cileduk

Pola hujan di daerah Jakarta bagian timur dan selatan ditunjukkan pada Gambar 3. Wavelet analisis yang dilakukan, menggunakan data hujan bulanan dari stasiun hujan Halim Perdana Kusuma selama periode 1980 – 2002. Gambar 3 memperlihatkan amplitude hujan bulanan yang tinggi terjadi sepanjang 2 tahun setiap tujuh tahun kala ulang dimulai pada tahun 1980.

Kedalaman berkurang hujan setelah 12 tahun

Cilcia Kusumastuti

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 196

Pola hujan di daerah Jakarta bagian tengah ditunjukkan pada Gambar 4. Wavelet analisis dilakukan dengan menggunakan data hujan bulanan dari stasiun hujan Jakarta Observatorium selama periode 1980 – 2007. Amplitude kedalaman hujan di daerah ini terlihat berkurang setelah 18 tahun dari tahun 1980.

Gambar 3. Pola hujan di area sekitar stasiun hujan Halim Perdana Kusuma

Gambar 4. Pola hujan di area sekitar stasiun meteorologi Jakarta Observatorium

Gambar 5 merupakan gambar pola hujan di Jakarta bagian utara. Data yang digunakan dalam wavelet analisis untuk daerah ini diambil dari data hujan bulanan dari stasiun hujan Tanjung Priok. Amplitude kedalaman hujan bulanan di daerah ini terlihat berkurang setelah 13 tahun dimana dalam tahun-tahun tersebut kedalaman hujan bulanannya tinggi.

Dari hasil wavelet analisis, semua area di Jakarta pada umumnya menerima hujan tahunan dalam amplitude yang besar sepanjang tahun. Berkurangnya kedalaman hujan terjadi setelah lebih dari satu dekade untuk hampir semua stasiun. Hasil wavelet analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa suatu kejadian hujan besar maupun kedalaman hujan yang berkurang dibanding dengan tahun-tahun yang lain terjadi pada kala ulang yang sangat panjang, namun data yang tersedia hanya berkisar 20 tahun sehingga pola hujan yang terdahulu tidak bisa terlihat dan pola pengulangan tersebut hanya terlihat satu kali dalam analisis ini.

Hujan lebat setiap 7 tahun

Kedalaman hujan berkurang setelah 18

tahun

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 197

Gambar 5. Pola hujan di area sekitar stasiun hujan Tanjung Priok

4. KESIMPULAN

Analisis stastistik (stability of mean) dan wavelet analisis dalam makalah ini menunjukkan hasil yang saling melengkapi dalam analisis perubahan pola hujan di Jakarta yang telah dilakukan. Stability of mean menunjukkan perubahan kedalaman secara kuantitatif dan wavelet analisis memberikan hasil berupa gambar dua-dimensi yang merupakan kala ulang hujan.

Hasil analisis hujan di Jakarta dalam makalah ini menunjukkan pola hujan yang semakin bertambah dari waktu ke waktu untuk hampir seluruh area di Jakarta, kecuali di area Jakarta bagian tengah. Bahkan kenaikan kedalaman hujan dari periode 10 tahun sebelum periode 1991 – 2001 terlihat pada satu daerah di Jakarta, yaitu Jakarta bagian barat.

Dalam kaitannya dengan climate change, hasil analisis pola hujan akan lebih memuaskan untuk data hujan yang panjang. Hal ini disebabkan climate change terjadi pada periode yang sangat panjang dimana akibat yang ditimbulkannya pun baru akan terlihat pada jangka waktu yang panjang. Untuk analisis dalam makalah ini, data hujan yang dianalisis relatif pendek karena keterbatasan data yang tersedia.

DAFTAR PUSTAKA

Aguado, E. & Burt, J.E. (1999). Understanding weather and climate. United States of America: Prentice Hall. Akinremi, O.O. & McGinn, S.M. (2003). “Precipitation trends on the Canadian Prairies”. Journal of Climate. p2996

– 3003. Backhouse, J.K. (1969). Statistics: An introduction to tests of significance. London: Longman. Brunetti, M., Colacino, M. Maugeri, M., & Nanni, T. (2001). “Trends in the daily intensity of precipitation in Italy

from 1951 to 1996”. International Journal of Climatology, 299 – 316. Charoengsukrungruang, W. (2006). Analysis of rainfall pattern for urban drainage design. (Master research study

No. WM – 05 – 11, Asian Institute of Technology, 2006). Bangkok: Asian Institute of Technology. Daubechies, I. (1990). “The wavelet transform, time-frequency localization and signal analysis”. IEEE Transactions

on Information Theory. Vol. 36, no. 5, September 1990, p. 961 – 1005. Departemen Lingkungan Hidup Indonesia. (2007). Panduan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim. Jakarta:

Indonesia Ministry of Environment. Fujibe, F., Yamazaki, N., Katsuyama, M., & Kobayashi, K. (2005). “The increasing trend of intense precipitation in

Japan based on four-hourly data for a hundred years”. SOLA, 2005, Vol. 1, 041 – 044, from: http://www.jstage.jst.go.jp/article/sola/1/0/41/_pdf (accessed: April 29, 2008).

Gu, D. & Philander, S.G.H. (1995). “Secular changes of annual and interannual variability in the tropics during the past century”. Journal of Climate. Vol. 8, p, 846 – 876.

Hardy, J.T. (2003). Climate change: causes, effects, and solutions. USA: Wiley. Helsel, D.R. & Hirsch, R.M. (1991). Book 4, Hydrological analysis and interpretation (Chapter A3, Statistical

methods in water resources). USA: USGS Holmgren, K. & Öberg, K. (2006). “Climate change in southern and eastern Africa during the past millennium and

its implications for societal development”. Environment, Development, and Sustainability. (2006) 8: 185 – 195, from: http://www.springerlink.com/content/p12v256gq82t71m6/fulltext.pdf (accessed: June 5, 2008).

Kedalaman hujan berkurang setelah

13 tahun

Cilcia Kusumastuti

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 198

IPCC. 2001. Climate change 2001: the scientific basic. Contribution of working group I to the third assessment

report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. (J.T. Houghton, Y. Ding, D.J. Griggs, M. Nouger, P.J. van der Linder and D. Xiaoso (Eds.)). Cambridge University Press, UK. pp 944.

IPCC. 2007. Climate change 2007: The physical science basis. Contribution of working group II to the fourth

assessment report on the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge University Press. Kennedy, J.B. & Neville, A.M. (1986). Basic statistical methods for engineers and scientists (3

rd edition). New

York: Harper & Row. Kimoto, M., Yasutomi, N. Yokoyama, C., & Emori, S. (2005). “Projected changes in precipitation characteristics

around Japan”. SOLA, 2005, Vol. 1, 085 – 088, from: http://www.jstage.jst.go.jp/article/sola/1/0/85/_pdf (accessed: April 29, 2008).

Koontanakulvong, S. (2008). “Impact of global climate change to monthly rainfall-runoff in Thailand and its impacts on water resources management in the eastern region of Thailand”. Bangkok: Faculty of engineering Chulalongkorn University.

Kusumastuti, C. (2009). Analysis of rainfall pattern change in Bangkok and Jakarta. (Master research study No. WM – 08 – 08, Asian Institute of Technology, 2009). Bangkok: Asian Institute of Technology.

Leung, Y.K., Wu, M.C. & Yeung, K.H. (2008). “Climatic forecasting-what the temperature and rainfall in Hong Kong are going to e like in 100 years?”, from: http://www.science.gov.hk/paper/HKO_YKLeung.pdf (accessed: June 6, 2008).

Li, J.P., Yan, S.A. & Tang, Y.Y. (2001). “The application of wavelet analysis method to civil infrastructure health monitoring”. Berlin: Spingerlink

Manton, M.J., della-Marta, P.M., Haylock, M.R., Hennessy, K.J., Nicholls, N., Chambers, L.E., et al. (2001). “Trends in extreme daily rainfall and temperature in Southeast Asia and the south Pacific: 1961 – 1998”. International Journal of Climatology, from: http://www.cig.ensmp.fr/~iahs/hsj/420/hysj_42_03_0301.pdf (accessed: July 30, 2008).

Mc.Cuen, R.H. (2003). Modeling hydrologic change (statistical methods). London: Lewis publishers. Meyers, S.D., Kelly, B.G., and O’Brien, J.J. (1993). “An introduction to wavelet analysis in oceanography and

meteorology: with application to the dispersion of Yanai waves”. Monthly Weather Review. Vol.121, no.10, October 1993.

Nicholson, S.E. (1993). “An overview of African rainfall fluctuations of the last decades”. American Meteorology

Society. p 1463 – 1466. OCHA (United Nation Office for Coordination Humanitarian Affairs). 2008. Administrative map of Jakarta and

surrounding. From:http://www.google.co.id/search?hl=en&q=administrative+map+of+jakarta&btnG=Google+Search&meta=

(accessed: July 30, 2008) Resnikoff, H.L. & Well, R.O.Jr. (1998). Basic statistical methods for engineers and scientists (3

rd edition). New

York: Harper & Row. SEED, A Schlumberger non-profit community development program. (2008). Climate Change, from:

http://www.seed.slb.com/en/scictr/watch/climate_change/change.htm (accessed: June 28, 2008) Shantha, W.W.A. & Jayasundra, J.M.S.B. (2003). “Study on changes of rainfall in the Mahaweli Uppers Watershed

in Sri Lanka, due to climatic change and develop a correlation model for global warming”, from: http://www.stabilisation2005.com/posters/Shantha_WWA.pdf (accessed: May 5, 2008)

Sharma, D. (2007). Downscaling of general circulation model precipitation for assessment of impact on water

resources at basin level. (Doctoral dissertation No. WM-06-4, Asian Institute of Technology, 2007). Bangkok: Asian Institute of Technology.

Smadi, M.M. & Zghoul, A. (2006). “A sudden change in rainfall characteristics in Amman, Jordan, during the mid 1950s”. American Journal of Environmental Sciences 2 (3): 81 – 91, from: http://ams.allenpress.com/archive/1520-0442/6/7/pdf/i1520-0442-6-7-1463.pdf (accessed: July 30, 2008).

Torrence, C. & Compo, G.P. (1998). “A practical guide to wavelet analysis”. Bulletin of the American

Meteorological Society, from: http://wavelets.free.fr/index_fichiers/Torrence.pdf (accessed: July 30, 2008). Uchaipichat, N. (1999). Wavelet based speech recognition. (Master research study No. ISE-99-39, Asian Institute of

Technology, 1999). Bangkok: Asian Institute of Technology. UN-EPA (United Nation Environment Protection Agency). 2008. Impact of Global Warming.