analisis perlindungan hukum dari pemalsuan …/analisis... · dan saran yang telah diberikan. pada...

94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN SERTIFIKASI DAN LABELISASI HALAL SEBAGAI BENTUK LEGITIMASI KEHALALAN PRODUK DI INDONESIA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : LINDU AJI SAPUTRO NIM. E0008182 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Upload: lytuyen

Post on 06-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN

SERTIFIKASI DAN LABELISASI HALAL SEBAGAI BENTUK

LEGITIMASI KEHALALAN PRODUK DI INDONESIA

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna

Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

LINDU AJI SAPUTRO

NIM. E0008182

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Lindu Aji Saputro. E 0008182. 2012. ANALISIS PERLINDUNGAN

HUKUM DARI PEMALSUAN SERTIFIKASI DAN LABELISASI HALAL

SEBAGAI BENTUK LEGITIMASI KEHALALAN PRODUK DI

INDONESIA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum

yang diberikan kepada konsumen dari pemalsuan sertifikasi dan lebelisasi halal

serta pengaturan sertifikasi halal dan labelisasi halal sebagai bentuk legitimasi

kehalalan produk di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum

normatif bersifat preskriptif, yaitu penelitian dilakukan untuk dapat menghasilkan

argumentasi bahwa sampai saat ini belum ada kepastian mengenai pengaturan

sertifikasi dan lebelisasi halal di Indonesia.

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan undang-

undang (statute approach) dengan menelaah Undang-undang Nomor 7 Tahun

1996 Tentang Pangan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang

Label dan Iklan Pangan serta peraturan teknis dibawahnya. Jenis data yang

digunakan yaitu data sekunder. Sumber data yang digunakan mencakup bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik

pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui studi kepustakaan baik berupa

buku-buku, peraturan perundang-undangan, karangan ilmiah, makalah, jurnal,

surat kabar dan cyber media. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah

dengan interpretasi sistematis digunakan dalam pokok permasalahan nomor 1, dan

interpretasi teleologis atau sosiologi dalam pokok permasalahan nomor 2. Untuk

memperoleh jawaban atas permasalahan nomor 3, upaya pemberantasan sertifikat

dan label halal palsu, digunakan silogisme deduksi.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, yaitu

pertama pengaturan sertifikasi dan labelisasi halal diatur dalam Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999

Tentang Label dan Iklan Pangan serta peraturan teknis dibawahnya. Kedua,

peraturan perundang-undangan yang mengatur sertifikasi halal maupun labelisasi

halal belum sepenuhnya memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi

konsumen muslim dalam mencegah dan mengatasi pemalsuan sertifikasi dan

labelisasi halal terhadap pangan dan produk lainnya. Ketiga, bentuk perlindungan

hukum yang diberikan kepada konsumen dan pemberantasan sertifikasi dan

labelisasi halal palsu adalah berupa pemberian sanksi pidana yang tegas dan

sanksi administratif yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP) , Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Peraturan

Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan, serta adanya

sistem pengawasan yang ketat baik dari pihak pemerintah, masyarakat maupun

lembaga-lembaga non pemerintahan dan penegakan hukum yang tegas.

Kata Kunci: halal, pemalsuan, pemberantasan, perlindungan hukum.

Page 3: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

Lindu Aji Saputro. E 0008182. 2012. AN ANALYSIS ON LAW

PROTECTION OF CERTIFICATION FALSIFICATION AND HALAL

LABELING AS THE PRODUCT RIGHTFULNESS LEGITIMACY FORM

IN INDONESIA. Faculty of Law of Sebelas Maret University.

This research aims to find out how the law protection is given to the consumer

against certification falsification and halal (rightful) labeling as well as the regulation of

halal certification and halal labeling as the product rightfulness legitimacy form in

Indonesia. This research was a normative law research that was prescriptive in nature, the

one conducted to provide argumentation that up to now there has no been certainty about

the regulation of halal certification and labeling in indonesia.

The approach used by the author was statute approach by studying the act Number

7 of 1996 about Food, Act Number 8 of 1999 about Consumer Protection, Government

Regulation Number 69 of 1999 about Food Label and Advertisement as well as technical

regulation below it. The type of data used was secondary data. The data source used

included primary, secondary, and tertiary law materials. Technique of collecting data used

was library study in the form of books, legislations, scientific works, papers, journals,

newspapers, and cyber media. Technique of analyzing data used in this research was

systematic interpretation for the problem number 1, and teleological or siciological

interpretation for the problem number 2. Meanwhile to answer the problem number 3, the

attempt of eradicating false halal certification and label, the deductive syllogism.

Based on the result of research and discussion, the following conclusion could be

drawn. Firstly, the halal certification and labeling regulation was governed in the Act

Number 7 of 1996 about Food, Act Number 8 of 1998 about Consumer Protection,

Government Regulation Number 69 of 1999 about Food label and Advertisement as well

as technical regulation below it. Secondly, the legislations governing both halal certification

and halal labeling had not completely given law certainty and protection yet to the Moslem

consumer in preventing and coping with halal certificate and label falsification for food and

other product. Thirdly, the form of law protection given to the consumers and the

eradication of false halal certification and label included the imposition of firm criminal and

the administrative sanction governed in the Penal Code (KUHP), Act Number 7 of 1996

about Food, Act Number 8 of 1999 about Consumer Protection, Government Regulation

Number 69 of 1999 about Food Label and Advertisement, as well as the presence of tight

supervision system from either government or society or non-government organization, and

firm law enforcement.

Keywords: halal, falsification, eradication, law protection.

Page 4: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

“Barangsiapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah

untuk dirinya sendiri.”

(QS Al-Ankabut: 6)

“Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil. Kita baru yakin

kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik”.

(Evelyn Underhill)

“And now, the end is here and so I face the final curtain. I did it my way”.

(Frank Sinatra)

Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, mungkin saya revisi dan saya akan

menang”.

(Penulis)

Page 5: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, kupersembahkan karya kecilku ini

untuk orang-orang yang kusayangi:

1. Ayah bunda tercinta, Agung Sawali dan Ani Patmawati, motivator

terbesar dalam hidupku yang tak pernah jemu menyayangiku,

mendoakanku di dalam setiap hembusan nafasnya, atas semua

pengorbanan dan kesabaran mengantarku sampai kini. Tak pernah cukup

ku membalas cinta ayah bunda padaku. Kedua adikku tercinta Artha dan

Nailah yang selalu ku sayangi.

2. Seseorang terkasih yang hadir di masa kini dan masa depanku.

3. Almamaterku.

Page 6: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas

segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN

SERTIFIKASI DAN LABELISASI HALAL SEBAGAI BENTUK

LEGITIMASI KEHALALAN PRODUK DI INDONESIA”. Shalawat dan

salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang

telah membimbing manusia dari alam kegelapan ke alam terang benderang.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah berusaha sebaik-baiknya,

namun demikian menyadari akan adanya kekurangan-kekurangan yang

diakibatkan oleh keterbatasan kemampuan penulis, maka dengan segala rendah

hati penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala kritik

dan saran yang telah diberikan.

Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan

ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum UNS yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada

penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.

2. Bapak Pius Triwahyudi,SH.,M.Si selaku Pembimbing I yang telah

meluangkan waktunya dan memberikan petuah bijak serta dorongan

semangat dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi Penulis

3. Bapak Ismunarno,SH.,M.Hum selaku Pembimbing II penulisan skripsi

yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan

bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini.

4. Ibu Rosita Candrakirana, SH.,M.H selaku Pembimbing Seminar

Proposal penulis.

5. Bapak Prasetyo Hadi P,SH.,M.S selaku Pembimbing Akademik

penulis yang telah memberi bimbingan kepada penulis dari awal

semester hingga semester akhir.

Page 7: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

6. Seluruh bapak dan ibu dosen Fakultas Hukum UNS yang telah

memberi ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi

pelayanan kepada seluruh mahasiswa Fakultas Hukum UNS.

8. Keluargaku tercinta : ayahku Agung Sawali, ibuku Ani Patmawati,

adikku tersayang Artha dan Nailah, yang telah memberiku dukungan

yang sangat besar, baik materiil maupun spirituil, menghibur aku

dikala kesesakan dan memberiku kekuatan baru.

9. Almarhummah ibunda tercinta Daryanti, yang telah melahirkan dan

membesarkanku, tanpa pamrih memberiku kasih sayang yang tiada

batas.

10. Teman-teman kost seperjuangan Yayan, Mimin, Bowo, Ahmad, Bayu,

Adil, Kemal, Banu, Gigih, Jati, Bintang, Weny, Sigit, Agil, Niko,

Angger yang setelah sekian tahun selalu bersama dan menghadirkan

tawa dan keceriaan bagiku. Sungguh aku akan merindukan kalian

semua.

11. Yang terkasih Harina Ratyasti, yang telah memberi warna di hari-hari

ku dan memberiku dukungan yang sangat berarti dalam penulisan

hukum ini.

12. Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum UNS 2008, tetap

semangat dan terus berjuang. Anak-anak parkiran Fakultas Hukum,

mas Eko dan seluruh Satpam dan semua pihak yang tidak dapat

penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam

penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT Tuhan semesta alam senantiasa memberikan

petunjuk, bimbingan dan perlindungan kepada kita semua, Amin.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

Page 8: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.............................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN .............................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................ v

HALAMAN MOTTO ............................................................................ vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... viii

KATA PENGANTAR ........................................................................... ix

DAFTAR ISI ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 6

C. Tujuan Penelitian ................................................................. 7

D. Manfaat Penelitian .............................................................. 7

E. Metode Penelitian ............................................................... 8

F. Sistematika Penulisan Hukum ............................................ 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 14

A. Kerangka Teori ................................................................... 14

1. Tinjauan tentang Efektivitas Hukum ..................... 14

2. Tinjauan tentang Perlindungan Konsumen ............ 18

a. Pengertian Konsumen ................................ 18

b. Pengertian Perlindungan Konsumen .......... 19

c. Asas Perlindungan Konsumen ................... 21

d. Tujuan Perlindungan Konsumen ............... 22

e. Hak dan Kewajiban Konsumen ................ 22

f. Kewajiban Pelaku Usaha .......................... 24

Page 9: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

g. Prinsip-prinsip Perlindungan Konsumen .. 24

h. Bentuk-bentuk Perlindungan Konsumen ...... 25

3. Tinjauan tentang Sertifikasi Halal dan Labelisasi 27

Halal ..........................................................................

a. Sertifikasi Halal ............................................ 27

b. Labelisasi Halal ............................................ 28

4. Tinjauan mengenai Halal dan Haram dalam Pangan .. 32

a. Pengertian Halal dan Haram ........................ 32

b. Hukum Halal dan Haram ............................. 33

5. Tinjauan Mengenai Kejahatan Pemalsuan .............. 37

B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 41

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................... 44

A. Pengaturan sertifikasi dan labelisasi halal sebagai bentuk

legitimasi kehalalan produk di Indonesia ........................... 44

B. Analisis Keefektifan Peraturan Perundang-undangan

yang mengatur sertifikasi dan labelisasi halal .................... 57

C. Solusi yang efektif guna memberantas pemalsuan sertifikasi

dan labelisasi halal.............................................................. 66

BAB IV PENUTUP ........................................................................... 78

A. Simpulan ........................................................................... 78

B. Saran ................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka pemikiran ...................................................... 41

Gambar 2. Prosedur Sertifikasi Halal ............................................. 56

Page 11: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap orang dalam menjalankan hubungan manusia dengan

manusia pada saat yang bersamaan tidak dapat melepaskan diri dari

pengaruh dengan Tuhan-Nya sebagaimana dijumpai secara maknawi

dalam norma filosofis negara, Pancasila. Setiap warga negara Republik

Indonesia dijamin hak konstitusional oleh UUD 1945 seperti hak asasi

manusia, hak beragama dan beribadat, hak mendapat perlindungan hukum

dan persamaan hak dan kedudukan dalam hukum, serta hak untuk

memperoleh kehidupan yang layak termasuk hak untuk mengkonsumsi

pangan dan menggunakan produk lainnya yang dapat menjamin kualitas

hidup dan kehidupan manusia. Negara turut menjamin akan hak tersebeut

seperti yang diatur pada Pasal 29 UUD 1945 sebagaimana telah

diamandemen menjadi Pasal 28(E) UUD 1945 yang berbunyi:

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih

pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di

wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,

menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat berkumpul dan

mengeluarkan pendapat.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim

terbesar di dunia. Dari sekitar 235 juta jiwa, lebih dari 80 persen

penduduknya menganut agama islam. Dengan jumlah sebesar itu, bisa

dipastikan Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial untuk

pemasaran berbagai produk, baik makanan, pakaian, maupun obat-obatan

(“Pentingnya Jaminan Halal”.Republika, Kamis 19 Januari 2012).

Page 12: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

The potential market for halal products is the world’s Islamic

population, which is of the order of 1600 million people. Of this total,

Indonesia contributes 180 million; India, 140 million; Pakistan, 130

million; the Middle East, 200 million; Africa, 300 million; Malaysia,

14 million and North America, 8 million. As the world’s most

populous Muslim country, Indonesia has the potential to become

not only a major market but also a major producer of halal

products (Journal of Indonesian Social Sciences and Humanities.

Vol. 3. Endang S Soesilowati 2010 :151–160).

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi yang diterapkan

dalam proses produksi atas barang dan jasa, maka timbul suatu masalah

bahwa konsumen memiliki keterbatasan untuk mengetahui kebenaran

informasi yang ada pada produk yang akan dikonsumsinya. Informasi

yang dimaksud adalah mengenai kebenaran akan bahan-bahan dari produk

konsumsi yang bersangkutan tersebut dan secara mutlak harus ada dalam

label kemasan produk atau dalam bentuk etiket lain yang jelas dan mudah

dipahami oleh konsumen. Dari hal tersebut timbul suatu keraguan atas

keamanan dan kenyamanan dari barang yang dikonsumsi karena

kemungkinan pada pembuatannya, bahan-bahan produknya, ada

campuran bahan-bahan kritis tertentu, dari alat-alat produksinya, hingga

pengemasan ataupun hasil akhir dari proses produksi mengandung suatu

zat atau bahan yang tidak dibenarkan hukum agama, maka disini perlu

adanya informasi atas kehalalan yang termuat dalam label halal pada

produk yang bersangkutan.

The technological developments have multiplied the need of

consumers and have changed the tradition that guided our living in

the past. The rapid industrial development has not only brought

new innovations and products into common use but has also

affected the mode and outlook of our living. The simple goods

which were catering our needs have been replaced by complex and

complicated goods. In view of the socio – economic changes which

have taken place in the lives of the people it is imperative to build

up a strong and broad based consumer movement which may give

impetus and bring about socio-legal measures necessary for

consumer protection (Journal of Indian Law Institute New Delhi.

Vol. 3 No. 1 Tahun 1991, Rajendra Kumar Nayak 1991).

Adanya keterbatasan kemampuan konsumen dalam meneliti

kebenaran isi label halal tersebut dan belum adanya hukum positif di

Page 13: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Indonesia yang secara khusus mengatur tentang jaminan kehalalan dengan

sertifikasi dan labelisasi halal, oleh negara melalui beberapa peraturan

yang sudah ada yang mengatur tentang labeling halal pada produk pangan

dalam kemasan yakni; UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU

No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kemudian diikuti

dengan peraturan-peraturan dibawahnya yakni Peraturan Pemerintah No.

69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Keputusan Menteri

Agama No. 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan

dan Penetapan Pangan Halal, SK Menteri Kesehatan No.

924/Menkes/SK/VII/1996 jo SK Menkes No.82/Menkes/SK/I/1996

Tentang Pencantuman “Tulisan Halal” Pada Label Makanan.

Sertifikasi halal pada produk makanan yang menjadi konsumsi

masyarakat merupakan salah satu upaya perlindungan pemerintah terhadap

masyarakat secara umum. Soalan kehalalan bukan ditilik dari bahannya

semata, tetapi juga dari proses pengolahan yang bercampur dengan aneka

bahan tambahan, hingga tahap pengemasan yang masih kritis tercampur

dengan bahan-bahan tidak halal. Dalam hal inilah diperlukan label halal

yang terpercaya, yang dapat memberikan ketentraman bagi konsumen

untuk mengkonsumsi pangan halal (http://halalguide.info/categorykonsep-

dasar/halal-itu-penting). Dari 2005 hingga September 2011, Lembaga

Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama

Indonesia (MUI) sudah memberi 5.614 sertifikat halal pada sejumlah

produk. Dari jumlah tersebut, terdapat 87.013 item produk dari 3.308

perusahaan (“Pentingnya Jaminan Halal”.Republika, Kamis 19 Januari

2012).

Pelaku usaha dan konsumen adalah pihak yang saling berhubungan

dan saling memerlukan, tetapi pada prakteknya seringkali konsumen

dirugikan atas tindakan pelaku usaha yang tidak jujur, nakal, dari tinjauan

aspek hukum merupakan tindakan pelanggaran hukum. Konsumen yang

keberadaanya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi

menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi

Page 14: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

produk barang atau jasa dengan cara-cara yang seefektif mungkin agar

dapat mencapai konsumen yang majemuk tersebut. Untuk itu semua cara

pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai

dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat

negatif bahkan tidak terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk

yang sering terjadi antara lain, menyangkut kualitas atau mutu barang,

informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan pemalsuan dan sebagainya

(Sri Redjeki Hartono, 2000:34). Maka dapat dikatakan bahwa konsumen

berada pada posisi yang lemah dari pada pelaku usaha. Konsumen sebagai

pihak yang lemah juga diakui secara internasional sebagaimana tercermin

dalam Resolusi Majelis Umum PBB No.A/RES/39/248 Tahun 1985,

tentang Guidelines for Consumer Protection (Susanti Adi Nugroho,

2008:3), yang menyatakan bahwa :

“Taking into account the interest and needs of consumers in all

countries, particularly those in developing countries, recognizing

that consumers often face imbalance in economic terms,

educational levels, and bargaining power, and bearing in mind

that consumers should have the right of access to nonhazard-ous

products, as well as the right to promote just, equitable and

sustainable economic and social development,”.

Adanya peredaran produk pangan dalam kemasan yang

memasang label halal tanpa memenuhi ketentuan perundang-undangan,

sangat meresahkan konsumen, seperti kasus yang terjadi di Surabaya

dimana Badan POM mengadakan pengujian terhadap 35 merek

dendeng/abon sapi, terdiri dari 15 dendeng dan 20 abon, menemukan

sebanyak 5 merek dendeng positif DNA babi, pada dendeng dan abon

daging babi dikemas dan ditulis sebagai daging sapi, bahkan ada cap

halalnya pada bungkus dendeng tersebut (http://rabbitica.

blogspot.com/2011/02/pemalsuan). Masyarakat sebagai konsumen, sering

merasa tertipu karena telah membeli produk dalam kemasannya

bertuliskan halal, namun kenyataannya belum memperoleh sertifikat halal

dari MUI maupun legalisasi dari pemerintah. Apalagi produk tersebut

belum mempunyai kejelasan mengenai status kehalalannya. Padahal,

Page 15: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah,

pencantuman label atau tanda halal pada kemasan produk, harus dengan

izin resmi pemerintah, dalam hal ini adalah Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM). Izin dari BPOM untuk mencantumkan label atau tanda

halal, harus didasarkan pada Sertifikat Halal dari MUI. Dimana Sertifikat

Halal tersebut diperoleh melalui pemeriksaan dan proses sertifikasi halal

yang dilakukan LPPOM MUI. Hal tersebut untuk menjamin bahwa produk

yang dihasilkan halal seterusnya, bukan hanya halal pada saat pengajuan

dan diaudit/diperiksa oleh LPPOM MUI.

Hal tersebut diatas membuktikan bahwa kesadaran masyarakat

maupun pelaku usaha masih rendah dalam pentingnya memperhatikan

hak-hak konsumen dan pememahaman produk yang dikonsumsinya

tersebut dengan kurang menghiraukan apakah produk yang mereka

konsumsi benar-benar halal atau masih menimbulkan keragu-raguan.

Seperti contoh yaitu dalam survei yang dilakukan oleh “Jurnal Halal”

bahwa presentase penggunaan produk kosmetika yang telah mendapatkan

Sertifikat Halal mendapat angka kurang dari 5% dari total 60 merk yang

disebutkan. Sisanya yakni 95% atau sekitar 57 merk merupakan produk

kosmetika yang belum jelas aspek kehalalannya (http://threemc.

multyply.com/read/article). Adanya permasalahan mengenai kehalalan

produk yang beredar di pasaran Indonesia juga memperlihatkan masih

lemahnya pengawasan dari pemerintah maupun lembaga yang terkait

dalam mengawasi peredaran produk yang beredar di pasar Indonesia. Perlu

juga diketahui bahwa asas sertifikasi dan labelisasi produk halal di

Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary) bukan bersifat mandatory

atau wajib. Istilah voluntary merujuk pada sifat sertifikasi yang bersifat

sukarela, siapa mau, silakan daftar. Yang tidak mau, tidak masalah dan

tidak ada sanksi. Dari hal tersebut menimbulkan polemik dan pertanyaan

yang mendasar. Belum juga jika melihat bahwa pada era pasar bebas

sekarang ini sejumlah produk secara bebas dapat masuk ke dalam negeri,

adanya lembaga sertifikasi halal dan labelisasi halal di luar negeri yang

Page 16: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

memberikan sertifikat dan label halal atas produk impor yang masuk ke

dalam negeri yang menimbulkan pertanyaan mengenai kebenaran dan

keabsahan apakah produk yang bersangkutan tersebut benar-benar halal

atau tidak. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam melindungi

hak konsumen khususnya konsumen Muslim untuk memperoleh kejelasan

kehalalan produk tentu harus ada filter atau penyaring dalam bentuk aturan

dan pelaksanaan yang tegas dan efektif dari sertifikasi dan labelisasi halal

atas produk pangan.

Berdasarkan paparan yang diuraikan diatas, penulis merasa tertarik

untuk mengadakan penelitian yang tertuang dalam bentuk penulisan

hukum dengan judul: “ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP PEMALSUAN SERTIFIKASI DAN LABELISASI

HALAL SEBAGAI BENTUK LEGITIMASI KEHALALAN

PRODUK DI INDONESIA”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaturan sertifikasi dan labelisasi halal sebagai

bentuk legitimasi kehalalan produk di Indonesia?

2. Apakah ketentuan perundang-undangan yang ada sudah dapat

mencegah dan mengatasi pemalsuan sertifikasi dan labelisasi halal

yang merugikan konsumen?

3. Bagaimanakah solusi yang efektif guna memberantas pemalsuan

sertifikasi dan labelisasi halal?

Page 17: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

C. Tujuan Penelitian

“Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu

hukum yang timbul” (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 41), berdasarkan hal

tersebut maka penelitian ini mempunyai tujuan obyektif dan subyektif,

sehingga mampu mencari pemecahan isu hukum yang terkait. Adapun

tujuan dari penelitian yang hendak dicapai peneliti adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pengaturan sertifikasi dan labelisasi halal

sebagai bentuk legitimasi kehalalan produk di Indonesia.

b. Untuk mengetahui keefektifan ketentuan perundang-undangan

yang ada apakah sudah dapat mencegah dan mengatasi pemalsuan

sertifikasi dan labelisasi halal yang merugikan konsumen

c. Untuk memberikan solusi yang efektif guna memberantas

pemalsuan sertifikasi dan labelisasi halal.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan penulis mengenai

hukum nasional dalam bidang Hukum Administrasi Negara dan

Hukum Pidana khususnya khususnya mengenai perlindungan

konsumen atas pemalsuan sertifikasi dan labelisasi halal.

b. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana

Hukum dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap dengan kegiatan penelitian dalam penulisan

hukum ini akan bermanfaat bagi penulis maupun untuk pihak lain. Adapun

manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain:

1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada

Page 18: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

umumnya dan Hukum Administrasi Negara dan Hukum Pidana

pada khususnya serta dapat dipakai sebagai acuan terhadap

penulisan maupun penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan

literatur dalam dunia kepustakaan tentang Analisis Perlindungan

Hukum Terhadap Pemalsuan Sertifikasi dan Labelisasi Halal

Sebagai Bentuk Legitimasi Kehalalan Produk di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Memeberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Memberikan gambaran dan informasi tentang penelitian yang

sejenis dan pengetahuan bagi masyarakat luas mengenai

Perlindungan Hukum Terhadap Pemalsuan Sertifikasi dan

Labelisasi Halal Sebagai Bentuk Legitimasi Kehalalan Produk di

Indonesia.

c. Memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah dalam

penegakan dan pelindungan konsumen khususnya dalam

pemberantasan pemalsuan sertifikasi dan labelisasi halal produk.

E. Metode Penelitian

Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

pemikiran tertentu dan sistematika. Metode penelitian juga mempengaruhi

perolehan data-data dalam penelitian yang dilakukan yang untuk selanjutnya

diolah dan dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan metode ilmiah

demi tercapainya tujuan penelitian yang dirumuskan. Penelitian hukum adalah

suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun

doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter

Mahmud Marzuki 2005:35). Agar suatu penelitian dapat berjalan dan

memperoleh hasil yang diharapkan, maka perlu menggunakan suatu metode

penelitian yang baik dan tepat. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

metode penelitian sebagai berikut:

Page 19: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum secara umum dibedakan menjadi penelitian

dotrinal dan non-doktrinal. Adapun dalam penelitian ini, penulis

menggunakan jenis penelitian doktrinal atau disebut juga sebagai

penelitian hukum normatif. Penelitian doktrinal bersifat preskriptif dan

bukan deskriptif sebagaimana ilmu-ilmu alamiah dan ilmu-ilmu sosial

(Peter Mahmud Marzuki 2005:33).

2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat

preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum

mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,

konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan

ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-

rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Sifat preskriptif keilmuan

hukum ini merupakan sesuatu yang subtansial di dalam ilmu hukum. Hal

ini tidak akan mungkin dapat dipelajari oleh disiplin lain yang objeknya

juga hukum (Peter Mahmud Marzuki 2005:22).

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai

aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya.

Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah

pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case

approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan

komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual

(conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki 2005:93).

Dari kelima macam pendekatan yang tersebut diatas, pendekatan

yang relevan dengan penelitian hukum yang diangkat oleh penulis adalah

pendekatan undang-undang (statute approach). Pendekatan undang-

undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-

Page 20: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang

ditangani (Peter Mahmud Marzuki 2005:93). Dengan mempelajari

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti

akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum,

konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang

dihadapi (Peter Mahmud Marzuki 2005:95).

4. Sumber Bahan Penelitian

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi

sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan

bahan-bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

peruandang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud

Marzuki 2005:141). Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang

digunakan yaitu:

1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP );

2) UU RI No.7 Tahun1996 tentang Pangan;

3) UU RI No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

4) PP No.69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan;

5) SK Menteri Agama No. 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan

Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.

6) SK Menteri Agama No 519 Tahun 2001 tentang Lembaga

Pelaksana Pemeriksaan Pangan Halal;

7) SK Menteri Agama No. 525 Tahun 2001 tentang Penunjukan

Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERUM

PERURI) Sebagai Pelaksana Pencetakan Label Halal;

8) SK Menteri Kesehatan No 924/Menkes/SK/VIII/ 1996 tentang

perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan RI No

82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pecantuman Tulisan Halal dan

Label Makanan.

Page 21: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang

hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal

hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud

Marzuki 2005:141). Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini yaitu

buku-buku yang ditulis oleh pakar-pakar hukum, jurnal-jurnal hukum,

artikel internet, dan berbagai sumber lain yang mempunyai korelasi untuk

mendukung penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk

memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Begitu isu hukum ditetapkan,

peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan yang relevan

terhadap isu yang dihadapi (Peter Mahmud marzuki 2005:194). Teknik

pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan

pemaparan penulisan hukum ini adalah studi dokumen (studi

kepustakaan). Studi dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan

teori dengan mengkaji dan mempelajari peraturan perundang-undangan,

buku-buku referensi, dokumen laporan, arsip dan hasil penelitian terdahulu

lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

6. Teknik Analisa Bahan Hukum

Teknik analisis data dalam suatu penelitian merupakan hal yang

sangat penting untuk menguraikan dan memecahkan masalah yang diteliti

berdasarkan data-data yang sudah dikumpulkan. Analisis data adalah

proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori

dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J.

Moleong, 2007:280).

Dalam penelitian ini, metode penalaran yang digunakan penulis

adalah metode deduksi dimana penggunaan metode deduksi ini berpangkal

Page 22: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan premis minor. Dari

kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion

(Peter Mahmud marzuki 2005:47).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk lebih memudahkan penulisan hukum ini, maka penulis

dalam penelitiannya membagi penulisan hukum ini menjadi empat bab dan

dalam tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk

memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun

sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada Dalam bab ini dikemukakan tentang latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan

hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ke dua ini memuat sub bab, yaitu kerangka teori

dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis

menguraikan tinjauan tentang efektivitas hukum, tinjauan

tentang perlindungan konsumen, tinjauan tentang setifikasi

dan labelisasi halal, tinjauan tentang halal dan haram dalam

makanan, tinjauan tentang pemalsuan. Selain itu untuk

memudahkan pemahaman alur berpikir, maka dalam bab ini

juga disertai kerangka pemikiran.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis menguraikan dan menyajikan

pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu

pengaturan sertifikasi dan labelisasi halal sebagai bentuk

legitimasi kehalalan produk di Indonesia, analisis terhadap

Page 23: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

ketentuan peraturan yang ada yang mengatur sertifikasi dan

labelisasi halal dan solusi yang efektif guna memberantas

pemalsuan sertifikasi dan labelisasi halal.

BAB IV PENUTUP

Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran terkait dengan

permasalahan yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 24: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Efektivitas Hukum

Dalam menemukan pengertian hukum, beberapa ahli hukum sulit

menemukan definisi yang memadai kenyataan, seperti diungkapkan Lemaire

bahwa yang banyak seginya serta meliputi segala lapangan ini menyebabkan

orang tidak mungkin membuat suatu definisi apa itu hukum sebenarnya. Selain

Lemaire, Van Apeldoorn juga pernah menyatakan bahwa tidak mungkin

memberikan definisi tentang hukum, yang sungguh-sungguh dapat memadai

kenyataan (Ishaq, 2008:1).

Pengertian hukum menurut beberapa pendapat ahli hukum (Ishaq, 2008:2-

3) diantaranya:

a. Duguit, menyatakan bahwa hukum adalah aturan tingkah laku para

anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu

diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan

bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.

b. S.M Amin, berpendapat bahwa hukum itu adalah kumpulan peraturan

yang terdiri atas norma dan sanksi-sanksi.

c. E. Utrecht, berpendapat bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup

(perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat,

dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang

bersangkutan. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat

menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.

d. J.T.C Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, mengungkapkan bahwa

hukum ialah peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah

laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan resmi

yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan tadi berakibat

diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.

Page 25: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Dari beberapa pengertian hukum oleh para ahli hukum diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa hukum adalah suatu seperangkat aturan yang berisi norma-

norma yang dijadikan pedoman hidup dan tingkah laku bagi manusia yang apabila

hukum itu dilanggar maka terdapat ancaman sanksi.

Tentang hal berlakunya hukum dapat dibedakan menjadi tiga hal, yaitu

berlakunya secara filosofis, yuridis dan sosiologis. Berlakunya hukum secara

filosofis berarti bahwa hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum, sebagai

nilai positif yang tertinggi. Berlakunya hukum secara yuridis seperti anggapan

Hans Kelsen, yang mengatakan bahwa kaidah hukum mempunyai kekuatan

yuridis, apabila penentuannya berdasarkan kaidah yang lebih tinggi tingkatannya.

Berlakunya secara sosiologis bahwa hukum itu berlaku didalam masyarakat

secara sosiologis yang intinya adalah “efektivitas hukum” (Soleman B.Taneko,

1993:47).

Berbicara mengenai efektivitas hukum tidak terlepas membicarakan dan

mengkaji mengenai ketaatan manusia terhadap hukum yang berlaku. Jika suatu

aturan hukum ditaati maka dapat dikatakan aturan hukum tersebut efektif. Namun

tetap dapat dipertanyakan lebih jauh mengenai derajat efektifitasnya. Untuk

mengetahui mengenai derajat efektifitas suatu aturan hukum dapat kita lihat pada

hubungan teori ketaatan hukum dari H. C Kelman (1966) dan L. Pospisil (1971)

yang membagi ketaatan dalam tiga jenis (http://errymeta.

blogspot.com/membangun-kesadaran-hukum-dan-ketaatan.html), yaitu:

a. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang mentaati suatu

aturan, hanya karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini,

karena membutuhkan pengawasan yang terus-menerus.

b. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang mentaati suatu

aturan, hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi

rusak.

Page 26: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

c. Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang mentaati suatu

aturan, benar-benar karena merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-

nilai intristik yang dianutnya

Mengenai efektifnya suatu perundang-undangan tergantung pada beberapa

faktor antara lain :

a. Pengetahuan terhadap substansi (isi) dari perundang-undangan

tersebut.

b. Cara-cara memperoleh pengetahuan tersebut

c. Institusi yang terkait perundang-undangan dalam masyarakatnya.

Menurut Achmad Ali, faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum dan

perundang-undangan adalah profesional dan optimal pelaksanaan peran,

wewenang, dan fungsi dari penegak hukum, baik dalam menjalankan tugas yang

dibebankan kepada mereka maupun dalam menegakkan hukum dan undang-

undang. Bekerjanya undang-undang dapat dilihat dari dua perspektif

(http://scribd.com/doc/Efektivitas-Hukum), antara lain :

a. Perspektif Organisatoris. Memandang undang-undang sebagai institusi

yang ditinjau dari ciri-cirinya. Didalam perspektif ini tidak terlalu

memperhatikan pribadi-pribadi yang pergaulan hidupnya diatur oleh

hukum atau perundang-undangan.

b. Perspektif Individu. Ketaatan, yang lebih berfokus pada segi Individu

atau pribadi dimana pergaulan hidupnya diatur oleh perundang-

undangan. Fokus perspektif Individu adalah kepada masyarakat

sebagai kumpulan pribadi-pribadi. Faktor kepentingan yang

menyebabkan orang taat atau tidak taat terhadap undang-undang,

dengan kata lain pola-pola perilaku masyarakat yang banyak

mempengaruhi efektifitas perundang-undangan.

Berlaku efektifnya suatu hukum atau perundang-undangan tak lepas dari

peranan penegak hukum. Menurut Jimly Asshiddiqie (http://www.docudesk.com/

Page 27: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Penegakan-hukum), Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk

tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman

perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.

Hukum bertugas untuk menciptakan kepastian hukum karena bertujuan

menciptakan ketertiban masyarakat. Tentunya masyarakat mengharapkan manfaat

dalam pelaksanaan dan penegakan hukum, karena hukum itu untuk manusia,

maka pelaksanaan dan penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan

bagi masyarakat.

Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi

penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit,

aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu,

dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas

sipir pemasyarakatan. Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum

itu, terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhi, yaitu: (i) institusi

penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana

pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; (ii) budaya kerja yang

terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya, dan

(iii) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya

maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik

hukum materielnya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum

secara sistemik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan,

sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal

dapat diwujudkan secara nyata (http://www.docudesk.com/Penegakan-

hukum).

Page 28: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

2. Tinjauan tentang Perlindungan Konsumen

a. Pengertian konsumen

Pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen (UUPK) disebutkan bahwa yang

dimaksud dengan konsumen adalah:

(2) Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan.

Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen disebutkan, di dalam kepustakaan

ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara.

Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu

produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang

menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses suatu

produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang-undang ini

adalah konsumen akhir.

Ada beberapa hal yang perlu ditelaah dari pengertian

konsumen menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen diatas yakni, pertama dalam penggunaan

istilah “orang” pada pengertian konsumen dalam UUPK

menimbulkan keraguan karena subyek hukum bukan hanya orang

tetapi juga badan hukum, sehingga dalam pemakaian istilah

“orang” dapat diartikan hanya orang individual atau natuurlijke

persoon dan badan hukum bukan termasuk didalamnya. Kedua,

penggunaan istilah “pemakai” menimbulkan anggapan bahwa

barang yang bersangkutan bisa saja bukan milik sendiri walaupun

sebelumnya terjadi transaksi jual beli. Ketiga, penggunaan istilah

berasal dari pelaku usaha adalah karena konsumen disini memiliki

hubungan hukum dengan pelaku usaha, dimana salah satunya

terkait masalah tuntutan ganti kerugian dari konsumen terhadap

Page 29: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

pelaku usaha apabila konsumen mengalami kerugian yang

disebabkan oleh produk dari pelaku usaha.

Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, konsumen

adalah setiap orang/badan hukum yang memperoleh dan/atau

memakai barang/jasa yang berasal dari pelaku usaha dan tidak

untuk diperdagangkan (Ahmadi Miru&Sutarman Yodo, 2004:7).

Sedangkan pengertian konsumen muslim adalah sekelompok

konsumen yang menerapkan Syariat atau Hukum Islam dalam

kehidupan kesehariannya, termasuk didalamnya pada aspek

makanan yang aman tidak hanya sekedar terbebas dari bahaya

fisik, kimia ataupun mikrobiologi semata, namun juga terdapat

suatu unsur yang hakiki yakni aman dari bahaya barang yang

diharamkan dan diragukan kehalalannya.

b. Pengertian Perlindungan Konsumen

Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan

konsumen” sudah sangat sering terdengar. Namun, belum jelas

benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya. Juga,

apakah kedua “cabang” hukum itu identik. M.J Leder menyatakan:

In a sence there is no such creature as consumer law. Sekalipun

demikian, secara umum sebenarnya hukum konsumen dan hukum

perlindungan konsumen itu seperti yang dinyatakan oleh Lowe,

yakni : ….rules of law which recognize the bargaining weakness of

the individual consumer and which ensure that weakness is not

unfairly exploted. Karena posisi konsumen yang lemah maka ia

harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan

hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada

masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum

perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit

dipisahkan dan ditarik batasnya (Shidarta, 2000:9).

Page 30: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Istilah “Perlindungan Konsumen” berkaitan dengan

perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen

mengandung aspek hukum (Shidarta, 2000:16). Menurut Pasal 1

angka 1 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(UUPK) bahwa “perlindungan konsumen adalah segala upaya

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen”.

Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum”, diharapkan menjadi benteng

untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang

merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan

perlindungan konsumen” (Ahmadi Miru&Sutarman Yodo,

2004:1).

Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan

manusia, oleh karenanya harapan bagi semua bangsa di dunia

untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan

konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang

satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan

antara konsumen, pengusaha dan pemerintah. Pengaturan

perlindungan konsumen dilakukan dengan (Nurmadjito, 2000:7):

a) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang

mengandung unsur keterbukaan akses dan informasi, serta

menjamin kepastian hukum;

b) melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan

kepentingan seluruh pelaku usaha ;

c) meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;

d) memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek

usaha yang menipu dan menyesatkan;

e) memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan

pengaturan dan perlindungan konsumen dengan bidang-

bidang perlindungan pada bidang-bidang lain.

Page 31: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

c. Asas perlindungan konsumen

Pasal 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (UUPK) menyebutkan bahwa “Perlindungan konsumen

berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan

keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”. Dalam penjelasan

Undang-Undang tesebut, perlindungan konsumen diselenggarakan

sebagai usaha bersama berdasarkan 5 asas yang relevan dalam

pembangunan nasional yaitu:

a) asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa

segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan

konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya

bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

keseluruhan.

b) asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat

dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan

kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk

memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya

secara adil.

c) asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan

keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha

dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.

d) asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan

untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan

kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan

pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau

digunakan.

e) asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha

maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh

keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen,

serta negara menjamin kepastian hukum.

Page 32: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

d. Tujuan Perlindungan Konsumen

Pasal 3 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan

untuk:

a) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan

kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan

cara menghindarkannya dari ekses negatif

pemakaian barang dan/atau jasa;

c) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam

memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya

sebagai konsumen;

d) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang

mengandung unsur kepastian hukum dan

keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi;

e) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai

pentingnya perlindungan konsumen sehingga

tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab

dalam berusaha;

f) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang

menjamin kelangsungan usaha produksi barang

dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,

dan keselamatan konsumen.

e. Hak dan Kewajiban konsumen

Perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan

perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen

(Shidarta, 2000:16). Hak-hak dasar konsumen sebagaimana

dikemukakan pertama kali oleh Presiden Amerika Serikat J.F

Kennedy di depan kongres pada tanggal 15 Maret 1962 (Ahmadi

Miru&Sutarman Yodo, 2004:38), yaitu terdiri atas:

a) hak memperoleh keamanan;

b) hak memilih;

c) hak mendapat informasi;

d) hak untuk didengar.

Page 33: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Dari keempat hak diatas, Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen lebih luas cakupannya, yakni:

a) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

Pada pasal ini menunjukan, bahwa setiap konsumen

termasuk kosumen muslim berhak untuk

mendapatkan barang yang nyaman dikonsumsi

olehnya. Nyaman bagi konsumen muslim adalah

bahwa barang tersebut tidak bertentangan dengan

kaidah agama atau halal (Wiku Adisasmito. 2008.

“Case Study: Analisis Kebijakan Nasional MUI dan

BPOM” Makalah. Disampaikan di Universitas

Indonesia tahun 2008).

b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta

mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai

dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan;

c) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas

barang dan/atau jasa yang digunakan;

e) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan

upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen

secara patut;

f) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan

konsumen;

g) hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan

jujur serta tidak diskriminatif;

h) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima

tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya;

i) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan lainnya.

Kewajiban konsumen sebagaimana tercantum pada Pasal 5 UU No.

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yakni:

a) membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan

prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau

jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b) beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian

barang dan/atau jasa;

c) membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

Page 34: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

d) mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa

perlindungan konsumen secara patut.

f. Kewajiban pelaku usaha

Pasal 7 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, kewajiban pelaku usaha adalah:

a) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa

serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan;

c) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar

dan jujur serta tidak diskriminatif;

d) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi

dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar

mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,

dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta

memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang

dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian

atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan

pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

g) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian

apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau

dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

g. Prinsip-prinsip perlindungan konsumen

Dalam perkembangan sejarah hukum perlindungan

konsumen muncul doktrin-doktin mengenai kedudukan konsumen

dalam hubungannya dengan pelaku usaha (Shidarta, 2000:50),

yakni:

a) Let the buyer beware

Asas ini berasumsi, pelaku usaha dan konsumen adalah

dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu

ada proteksi apapun bagi si konsumen.

b) The due care theory

Page 35: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha

mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam

memasyarakatkan produk baik barang maupun jasa.

Selama berhati-hati dengan produknya, ia tidak dapat

dipersalahkan. Pada prinsip ini berlaku sistem

pembuktian siapa yang mendalilkan maka dialah yang

membuktikan.

c) The privity of contract

Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai

kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal

tersebut baru bisa dilakukan apabila antara konsumen

dan pelaku usaha telah melakukan hubungan secara

kontraktual.

h. Bentuk-bentuk perlindungan konsumen

Bentuk-bentuk perlindungan konsumen dalam rangka

melindungi kepentingan konsumen dapat ditempuh melalui banyak

cara, yaitu bisa perlindungan secara individu, perlindungan dari

pelaku usaha, perlindungan dari negara atau pemerintah dan

perlindungan dari lembaga atau organisasi konsumen.

a) Perlindungan secara individual.

Mengingat bahwa konsumen pada umumnya menjadi pihak

yang lemah dan banyak dirugikan atas tindakan pelaku

usaha yang tidak bertangungjawab dan masih banyaknya

konsumen yang tidak menyadari akan hak-haknya sebagai

konsumen maka salah satu cara upaya perlindungan

individual yang dilakukan adalah memberdayakan

konsumen dengan memberikan pendidikan konsumen,

pendidikan disini bertujuan untuk memberikan pengetahuan

dalam memilih dan menggunakan produk yang akan

dikonsumsi sehingga diharapkan dapat terhindar dari

Page 36: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

kerugian yang diderita akibat penggunannya. Dari hal

tersebut konsumen akan dapat melindungi dirinya sendiri

dan dapat bertindak benar ketika merasa dirugikan.

b) Perlindungan dari pelaku usaha.

Pada perlindungan ini, pelaku usaha harus memperhatikan

kewajibannya sebagai pelaku usaha terhadap konsumen

seperti tercantum secara yuridis formal pada Pasal 7 UU

No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelaku

usaha harus memenuhi persyaratan keamanan dan

keselamatan yang ditentukan oleh pemerintah.

c) Perlindungan dari negara atau pemerintah.

Selain memberikan perlindungan konsumen melalui

berbagai undang-undang, langkah yang dapat ditempuh

oleh pemerintah adalah dengan mengatur dan mengawasi

dan mengendalikan produksi, distribusi, dan peredaran

produk.

d) Perlindungan dari lembaga atau organisasi konsumen.

UUPK memberikan pengakuan terhadap keberadaan

organisasi konsumen atau Lembaga Perlindungan

Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) seperti

disebutkan pada Pasal 44 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, yakni:

(1) Pemerintah mengakui lembaga perlindungan

konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi

syarat.

Untuk melindungi kepentingan konsumen, tugas dari

LPKSM adalah :

a. Menyebarkan informasi dalam rangka

meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban

Page 37: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

dan kehatihatian konsumen dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa;

b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang

memerlukannya;

c. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya

mewujudkan perlindungan konsumen;

d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan

haknya, termasuk menerima keluhan atau

pengaduan konsumen;

e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan

masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan

konsumen.

3. Tinjauan tentang Sertifikasi Halal dan Labelisasi halal

a. Sertifikasi halal

Sertifikasi halal dan labelisasi halal merupakan dua

kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama

lain. Sertifikasi halal dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan

pengujian secara sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang

yang diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi halal. Hasil dari

kegiatan Sertifikasi Halal tersebut adalah diterbitkannya Sertifikat

Halal apabila produk yang dimaksudkan telah memenuhi ketentuan

sebagai produk halal. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri

Agama No. 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara

Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal menunjuk Lembaga

Pengkajian Pangan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia

atau yang selanjutnya disingkat dengan (LPPOM MUI) untuk

melakukan pemeriksaan pangan terhadap suatu produk yang akan

diberikan label halal. Sebelum mendapatkan label halal maka

terlebih dahulu produsen harus mendapatkan sertifikasi halal dari

Page 38: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

LPPOM MUI (Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Medan Area, moral&adil Vol. 1 No. 1 Elvi Zahara Lubis. 2009).

Pengertian sertifikat halal menurut SK Menteri Agama RI

No.518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan

dan Penetapan Pangan Halal yakni pada Pasal 1 huruf (d) bahwa

“Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis yang menyatakan kehalalan

suatu produk pangan yang dikeluarkan oleh Lembaga

Pemeriksaan”. Fatwa MUI yang menyatakan kehalalan suatu

produk sesuai dengan syariat Islam. Tujuan pelaksanaan sertifikasi

halal pada produk pangan adalah untuk memberikan kepastian

kehalalan suatu produk sehingga dapat menentramkan batin yang

mengkonsumsi.

b. Labelisasi halal

Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label

dan Iklan Pangan, dalam ketentuan umumnya, pengertian label

pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk

gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang

disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada,

atau merupakan bagian kemasan pangan, yang selanjutnya dalam

Peraturan Pemerintah ini disebut Label. Labelisasi halal adalah izin

pemasangan kata halal pada kemasan produk dengan logo halal

yang diajukan oleh suatu perusahaan dengan izin Departemen

Kesehatan RI atau sekarang menjadi Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM).

Pencantuman label halal pada makanan atau kemasan

makanan dilakukan setelah produsen atau pelaku usaha memiliki

Sertifikat Halal. Produk makanan yang dinyatakan halal atas fatwa

MUI setelah melalui serangkaian pemeriksaan atau audit di lokasi

pelaku usaha atau produsen dan pengujian laboratorium secara

seksama.

Page 39: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Pengaturan mengenai Label pada kemasan pangan diatur

pada Pasal 30 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan

disebutkan “Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke

dalam wilayah Indonesia makanan yang dikemas untuk

diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan

atau di kemasan pangan”. Pada ayat (2) disebutkan Label,

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurang-kurangnya

keterangan mengenai :

a. Nama produk;

b. Daftar bahan yang digunakan

c. Berat bersih atau isi bersih;

d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau

memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia

e. Keterangan tentang halal; dan

f. Tanggal, bulan, dan tahun kedaluarsa

Peraturan dibawahnya yaitu Pasal 2 Peraturan Pemerintah

No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan disebutkan

bahwa “Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan

pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk

diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan

atau di kemasan pangan. Label dimaksud tidak mudah lepas dari

kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada

bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca”.

Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang

Label dan Iklan Pangan menyebutkan bahwa “Setiap orang yang

memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam

wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa

pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas

kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan

keterangan atau tulisan halal pada Label”. Dari ketentuan diatas

menekankan suatu kewajiban pagi pelaku usaha untuk

mencantumkan label halal pada hasil produknya serta memberikan

Page 40: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

kepastian akan jaminan bahwa produk tersebut halal untuk

dikonsumsi oleh umat muslim.

Kegiatan sertifikasi halal secara operasional ditangani oleh

Lembaga Pengkajian Obat dan Makanan (LPPOM) MUI. Peraturan

yang lebih tinggi yang menaungi atas ketentuan sertifikasi dan

labelisasi halal antara lain UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang

Pangan dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pada Pasal 34 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan

disebutkan:

(1) “Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan

bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan

persyaratan agama atau kepercayaan tertentu bertanggung

jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan

agama atau kepercayaan tersebut”.

Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang

Pangan disebutkan dalam ketentuan ini, benar tidaknya suatu

pernyataan halal dalam label atau iklan tentang pangan tidak hanya

dapat dibuktikan dari segi bahan baku pangan, bahan tambahan

pangan, atau bahan bantu lain yang dipergunakan dalam

memproduksi pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya.

Selanjutnya UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Pasal 8 huruf (h) disebutkan:

8(h) “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau

memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak

mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,

sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan

dalam label”.

Secara teknisnya pencantuman label halal pada makanan

juga dijelaskan pada Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan

No.924/ Menkes/SK/VII/1996 jo SK Menkes No.82/MENKES/

SK/I/1996 Tentang Pencantuman “Tulisan Halal” Pada Label

Makanan, yakni:

Page 41: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Pasal 8 : “Produsen dan importir yang akan mengajukan

permohonan pencantuman tulisan "halal" wajib siap

diperiksa oleh petugas tim gabungan dari Majelis Ulama

Indonesia dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal".

Pasal 10 : (1) “Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud

pasal 8 dari hasil pengujian laboratorium sebagaimana

dimaksud pasal 9 dilakukan evaluasi oleh tim ahli Majelis

Ulama Indonesia; (2) “Hasil evaluasi sebagaimana

dimaksud ayat (1) disampaikan kepada Komisi Fatwa

Majelis Ulama Indonesia untuk memperoleh fatwa”; (3)

“Fatwa Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dimaksud

ayat (2) berupa pemberian sertifikat halal bagi yang

memenuhi syarat atau berupa penolakan".

Pasal 11: Persetujuan pencantuman tulisan "halal"

diberikan berdasarkan fatwa dari Komisi Fatwa Majelis

Ulama Indonesia".

Pasal 12 : (1) berdasarkan Fatwa dari Majelis Ulama

Indonesia. Direktur Jenderal memberikan:

(a) persetujuan bagi yang memperoleh

sertifikat "Halal",

(b) penolakan bagi yang tidak

memperoleh sertifikat "halal".

(2) penolakan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) huruf b diberikan secara tertulis

kepada pemohon disertai alasan

penolakan".

Pasal 17: Makanan yang telah mendapat persetujuan

pencantuman tulisan "Halal" sebelum ditetapkannya

keputusan ini, harus menyesuaikan dengan ketentuan

dalam keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak

tanggal ditetapkannya keputusan ini".

Berdasarkan ketentuan di atas, maka izin pencantuman

label halal dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat

dan Makanan Depkes RI (sekarang menjadi Badan Pengawas Obat

dan Makanan atau Badan POM) berdasarkan sertifikat halal yang

dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonsia (MUI).

Page 42: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

4. Tinjauan mengenai Halal dan Haram dalam Pangan

a. Pengertian halal dan haram

Kata “halal” berasal dari bahasa Arab yang berarti

“melespaskan” dan “tidak terikat”, secara etimologi halal berarti

hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak

terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Istilah halal

dan haram sebagaimana dikutip Siti Zulaekah dan Yuli

Kusumawati dari Sakr, halal dan haram keduanya berasal dari

bahasa Arab, halal yang artinya dibenarkan atau dibolehkan,

sedangkan haram berarti tidak dibenarkan atau dilarang (Jurnal

Suhuf. Vol. XVII No. 01 Siti Zulaekah dan Yuli Kusumawati.

2005).

Halal, which is the opposite of haram, is a term to say that

something is not forbidden to be consumed by the

scriptures of Qur’an, by the saying of the prophet or by the

ijma’ (consensus) of the ulama’ (Salehudin, I. and Luthfi,

B.A. 2010. “Marketing Impact of Halal Labeling toward

Indonesian Muslim Consumer’s Behavioral Intention Based

on Ajzen’s Planned Behavior Theory: A Policy Capturing

Study in Five Different Product Categories”. Paper.

Proceeding of 5th International Conference on Business

and Management Research (ICBMR), Presented 4th August

2010, Depok‐Indonesia).

In the holy great Al Quran, there are verses that call

Muslim believers to seek provisions that are “halalan

toyibban”. This phrase means allowed and permissible for

consumption with relation to Syariah Law as long as they

safe and not harmful. Therefore, Halal is actually including

everything from the foods we consumed to the business we

conduct up to the transactions we perform in our daily

lives. It is a part of Muslims responsibility to make sure that

everything he practices and consumes are clean, hygienic

and not detrimental to his health and well-being. This Halal

matter is a concept that encourages Muslims to find, use

any products or services that promote cleanliness in all

aspects (Rozailin Abdul Rahman and Zainalabidin

Mohamed. 2009. Malaysian Halal Food Entrepreneurs

Perspective Towards Globalization – A Conceptual

Page 43: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Framework.http://ssrn.com/doc/1869683>[12 Maret 2012

pukul 21.10]).

Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label

dan Iklan Pangan juga menyebutkan pengertian pangan halal,

yakni pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang

haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang

menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan

bantu dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang

diolah melalui proses rekayasa genetika dan iradiasi pangan, dan

yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum

agama Islam.

b. Hukum halal dan haram

Pada dasarnya suatu benda atau perbuatan melekat lima

perkara yakni halal, haram, mubah, syuhbat dan makruh . Terhadap

barang yang halal secara mutlak kita disuruh oleh Allah untuk

memakannya, sedang terhadap yang haram kita disuruh untuk

menjauhinya. Sebagaimana firman Allah yaitu dalam Al-Qur’an,

yakni:

1) Al-Baqarah 168 : “ Hai sekalian umat manusia makanlah

dari apa yang ada di bumi ini secara halal dan baik. Dan

janganlah kalian ikuti langkah-langkah syetan.

Sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagi kalian”.

2) Al-Baqarah 172-173 : “Hai orang-orang yang beriman,

makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan

kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-

benar kepada-Nya kalian menyembah. Sesungguhnya Allah

hanya mengharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging

babi dan binatang yang disembelih atas nama selain Allah.

Barang siapa dalam keadaan terpaksa, sedangkan ia tidak

berkehendak dan tidak melampaui batas, maka tidaklah

Page 44: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

Pengasih”.

3) Al-Anam 145 : “Katakanlah, saya tidak mendapat pada apa

yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi

yang memakannya, kecuali bangkai, darah yang tercurah,

daging babi karena ia kotor atau binatang yang disembelih

dengan atas nama selain Allah. Barangsiapa dalam keadaan

terpaksa sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak

melampaui batas, maka tidaklah berdosa. Sesungguhnya

Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih”.

4) Al-Maidah 3 : “Diharamkan bagi kalian bangkai, darah,

daging babi, hewan yang disembelih dengan atas nama

selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang

ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali yang

kalian sempat menyembelihnya. Dan diharamkan pula bagi

kalian binatang yang disembelih di sisi berhala”.

5) Al-Maidah 90-91 : “Wahai orang-orang yang beriman

sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk

berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan

keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-

perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.

Sesungguhnya syetan itu hendak menimbulkan permusuhan

dan perbencian di antara kalian lantaran meminum khamr

dan berjudi dan menghalangi kalian dari mengingat Allah

dan shalat, maka apakah kalian berhenti dari mengerjakan

pekerjaan itu.”

6) Al-Maidah 96 : “Dihalalkan untuk kalian binatang buruan

laut dan makanannya”.

7) Al-A’raf 157 : “Dia menghalalkan kepada mereka segala

yang baik dan mengharamkan kepada mereka segala yang

kotor”.

Page 45: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Ayat tersebut diatas jelas-jelas telah menyuruh kita hanya

memakan makanan yang halal dan baik, suatu kesatuan yang tidak

bisa dipisahkan, yang dapat diartikan halal dari segi syariah dan

baik dari segi kesehatan, gizi, estetika dan lain sebagainya.

Makanan halal maupun haram sama-sama memiliki pengaruh besar

dalam kehidupan seseorang, baik dalam akhlak, kehidupan hati,

dikabulkannya doa, dan sebagainya. Orang yang senantiasa

memenuhi dirinya dengan makanan yang halal, maka akhlaknya

akan baik, hatinya akan hidup dan doanya akan dikabulkan.

Sebaliknya, orang yang memenuhi dirinya dengan makanan yang

haram maka akhlaknya akan buruk, hatinya akan sakit, dan doanya

tidak dikabulkan. Dan seandainya saja akibatnya itu hanya tidak

dikabulkannya doa, maka hal tersebut sudah merupakan kerugian

besar. Sebab, seseorang yang beragama tidak terlepas dari

kebutuhan berdoa kepada Tuhannya meskipun hanya sekejap mata.

Konsep Islam dalam makanan sesungguhnya sama dengan

konsep Islam dalan hal lainnya, yaitu konsep yang menjaga

keselamatan jiwa, raga dan akal. Makanan yang halal

diperbolehkan karena bermanfaat bagi akal dan badan. Sebaliknya,

makanan yang buruk tidak diperbolehkan karena akan merusak

akal dan badannya (Jurnal Suhuf. Vol. XVII No. 01 Siti Zulaekah

dan Yuli Kusumawati. 2005).

Prinsip-prinsip hukum halal dan haram antara lain

(Panduan Umum Sistem Jaminan Halal. LPPOM MUI 2008):

1) Pada dasarnya segala sesuatu halal hukumnya.

2) Penghalalan dan pengharaman hanyalah wewenang Allah

SWT semata.

3) Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram

termasuk perilaku syirik terhadap Allah SWT.

4) Sesuatu yang diharamkan karena ia buruk dan berbahaya.

Page 46: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

5) Pada sesuatu yang halal sudah terdapat sesuatu yang

dengannya tidak lagi membutuhkan yang haram.

6) Sesuatu yang mengantarkan kepada yang haram maka

haram pula hukumnya.

7) Menyiasati yang haram, haram hukumnya.

8) Niat baik tidak menghapuskan hukum haram.

9) Hati-hati terhadap yang syubhat agar tidak jatuh ke dalam

yang haram.

10) Sesuatu yang haram adalah haram untuk semua.

Bahan yang dikonsumsi umat manusia pada umumnya

terdiri dari komposisi bahan hewani, nabati dan bahan olahan.

Makanan dari nabati secara umum halal dikonsumsi karena tidak

menimbulkan keragu-raguan dan selagi ia tidak diracuni atau tidak

diniatkan untuk digunakan dalam membuat makanan yang haram,

seperti menanam anggur untuk membuat bir atau minuman keras.

Makanan dari hewan dikelompokkan menjadi hewan laut dan

hewan darat, menurut mahzab Maliki seluruh hewan yang berada

di laut hukumnya halal tanpa terkecuali, baik jenis ikan atau jenis

yang lain (Kamil Musa, 2006:57). Untuk hewan darat hanya

sebagian saja yang halal dan boleh untuk dikonsumsi. Sementara

itu kehalalan atau keharaman makanan olahan sangat tergantung

dari bahan (baku, tambahan, dan/atau penolong) dan proses

produksinya.

Produk halal adalah produk yang memenuhi syarat

kehalalan sesuai dengan syariat islam, yaitu dengan ketentuan

sebagai berikut (http://www.halalmui.org):

1) Tidak mengandung babi atau bahan yang berasal dari babi.

2) Daging yang digunakan berasal dari hewan halal yang

disembelih menurut tata cara syariat Islam.

Page 47: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

3) Semua bentuk minuman yang mengandung alkohol

(khamar).

4) Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengelola,

tempat pengelolaan dan tempat transportasi tidak digunakan

untuk babi atau barang tidak halal lainnya, tempat tersebut

harus terlebih dahulu dibersihkan dengan tatacara yang

diatur menurut syari’at Islam.

5) Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti:

bahan yang berasal dari organ tubuh manusia, darah,

kotoran dan lain sebagainya.

6) Tidak mengandung Khamr atau minuman yang

memabukkan.

5. Tinjauan Mengenai Kejahatan Pemalsuan

Dengan diundangkannya UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, mengenai ketentuan pidana yang secara tegas

diatur dalam UUPK tidak berlaku pada ketentuan Pidana yang diatur

dalam KUHP atau berlaku asas Lex Specialis derogat Legi Generali atau

dengan kata lain hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum

yang bersifat umum. Pengecualian berlakunya delik pada ketentuan pidana

pada UUPK adalah mengenai penipuan konsumen dalam bahasan ini,

ketentuan lain mengenai delik selain diatur secara tegas dalam UUPK,

maka ketentuan pidana dalam KUHP tetap berlaku. Kejahatan mengenai

pemalsuan atau disingkat kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang di

dalamnya mengandung unsur keadaan ketidakbenaran atau palsu atas

sesuatu (objek), yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar

adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya

(Adami Chazawi, 2005:3). Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis

pelanggaran terhadap dua norma dasar:

a) Kebenaran (kepercayaan) yang pelanggarannya dapat

tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan.

Page 48: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

b) Ketertiban masyarakat, yang pelanggarannya tergolong

dalam kelompok kejahatan terhadap negara/ketertiban

masyarakat.

Pemalsuan Sertifikat dan Label Halal dalam KUHP dikategorikan

sebagai tindak pidana kejahatan bisnis. Dalam menangani permasalahan

kejahatan pemalsuan Sertifikat dan Label Halal palsu ini dibutuhkan

keterlibatan hukum pidana.yang salah satu upayanya menggunakan

pendekatan kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal yaitu suatu usaha

rasional dari masyarakat untuk mengantisipasi dan menanggulangi

kejahatan. Salah satu usaha tersebut dapat dilihat dari penggunaan hukum

pidana (penal).

Kejahatan pemalsuan yang dimuat dalam buku II KUHP

dikelompokkan menjadi 4 golongan, yakni:

a) Kejahatan sumpah palsu ( Bab IX );

b) Kejahatan pemalsuan uang ( Bab X );

c) Kejahatan pemalsuan materai dan merek ( Bab XI );

d) Kejahatan pemalsuan surat ( Bab XII ).

Pemalsuan sertifikat dan label halal behubungan dengan kejahatan

pemalsuan materai dan merek yang diatur pada Bab XI Pasal 255 KUHP

mengenai pemalsuan cap tera dan pemalsuan surat yang diatur pada Bab

XII Pasal 263 KUHP. Istilah merek (merken) dalam kejahatan pemalsuan

merek ini pengertiannya terbatas pada merek, tanda atau cap pada benda-

benda emas dan perak, tanda atau cap pada benda-benda yang digunakan

sebagai alat ukur, alat timbang dan alat penakar (benda-benda tera), serta

tanda atau cap yang diharuskan atau dibolehkan UU dilekatkan pada benda

tertentu atau bungkusnya (Adami Chazawi, 2005:73). Pengertian tersebut

diatas tidak termasuk merek dagang dan merek jasa sebagaimana yang

dimaksudkan dan diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Perbuatan memalsu label halal yang asli, artinya pada produk dalam hal ini

Page 49: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

terdapat dalam kemasan produk atau pada labelnya diberikan tanda label

halal yang palsu. Kejahatan yang dimaksud, yang diatur pada Pasal 255

KUHP adalah dirumuskan sebagai berikut:

Pasal 225: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun:

(1) barangsiapa membubuhi benda yang wajib ditera atau

yang atas permintaan yang berkepentingan diizinkan

untuk ditera atau ditera lagi dengan tanda tera

Indonesia yang palsu, atau barangsiapa yang memalsu

tanda tera asli, dengan maksud untuk memakai atau

menyuruh memakai benda itu seolah-olah tanda teranya

asli dan tidak dipalsu;

Pada rumusan diatas terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Unsur-unsur obyektif:

1) Perbuatan: a). Membubuhi tanda tera Indonesia

yang palsu; b). Memalsu tanda tera yang asli;

2) Pada: a). benda yang wajib di tera; b). benda-benda

yang dimohonkan untuk ditera; c). benda-benda

yang ditera ulang.

b. Unsur subyektif: dengan maksud untuk memakai atau

menyuruh memakai benda itu seolah-olah tanda teranya

asli dan tidak dipalsu.

Perbuatan memalsu (vervalsen) surat adalah perbuatan mengubah

dengan cara bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat

yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain/berbeda dengan

isi surat semula. Tidak penting apakah dengan perubahan itu isinya

menjadi benar ataukah tidak atau bertentangan dengan kebenaran ataukah

tidak (Adami Chazawi, 2005:100). Pasal 263 yang memuat tentang

kejahatan pemalsuan surat pada umumnya rumusannya adalah sebagai

berikut:

(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat

yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau

pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau

Page 50: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah

isinya benar dan tidak dipalsu, dipidana jika pemakaian

tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan

surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.

(2) Dipidana dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan

sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-

olah asli, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan

kerugian.

Dari rumusan dua ayat diatas, terdapat unsur- unsur kejahatan pemalsuan

Sertifikat Halal. Rumusan pada ayat (1) terdiri dari unsur-unsur yaitu:

a. Unsur-unsur obyektif:

1) Perbuatan: a). Membuat palsu; b). memalsu.

2) Obyeknya : Surat : a). yang dapat menimbulkan

suatu hak; b). yang menimbulkan suatu perikatan;

c). yang menimbulkan suatu pembebasan utang; d).

yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu

hal.

3) Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian

surat tersebut.

b. Unsur subyektif: dengan maksud untuk memakai atau

menyuruh orang lain memakai seolah-olah isinya benar dan

tidak dipalsu.

Rumusan ayat (2) mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

a. Unsur-unsur obyektif:

1) Pebuatan: memakai.

2) Obyeknya: a). Surat palsu; b). surat yang

dipalsukan.

3) Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan

kerugian.

b. Unsur subyektif: dengan sengaja.

Page 51: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

B. Kerangka pemikiran

Bagan 1. Kerangka Pemikiran

Perlindungan Konsumen

Jaminan halal produk

Sertifikasi dan labelisasi

halal

UU No. 8 Tahun 1999

UUPK

Pemalsuan

Upaya

pemberantasan

Penipuan konsumen Pemalsuan dalam

KUHP

Page 52: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Keterangan:

Kerangka pemikiran diatas menjelaskan alur pemikiran penulis dalam

mengangkat, menggambarkan, mengkaji, menelaah dan menjabarkan serta

menemukan jawaban atas permasalahan hukum yaitu perlindungan konsumen

terhadap adanya label produk yang palsu yang secara otomatis tidak adanya

sertifikasi halal atau bahkan mungkin setifikat halal tersebut palsu.

Mengingat terbatasnya kemampuan konsumen dalam meneliti kebenaran

isi label halal tersebut dan belum adanya hukum positif di Indonesia yang secara

khusus mengatur masalah jaminan halal dengan sertifikasi dan labelisasi halal,

maka negara menggunakan pelbagai perangkat hukum dan kelembagaannya untuk

mengatur tentang labeling halal pada produk pangan dalam kemasan. Peraturan

perundang-undangan yang mengatur masalah kehalalan produk pangan dalam

kemasan yakni; UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU No.8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen. Kemudian diikuti dengan peraturan-peraturan

dibawahnya yakni Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan

Iklan Pangan, Keputusan Menteri Agama No. 518 Tahun 2001 tentang Pedoman

dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal serta SK Menteri

Kesehatan No. 924/Menkes/SK/VII/1996 jo SK Menkes

No.82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pencantuman “Tulisan Halal” Pada Label

Makanan.

Karena sifat dari sertifikasi sendiri adalah sukarela maka disini menuntut

kesadaran dan etika bisnis dari pelaku usaha untuk memperhatikan hak-hak

konsumen, terutama konsumen muslim dalam hal jaminan produknya tersebut

halal dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan hanya itu, konsumen sendiri juga

diharapkan jeli dan teliti sebelum mengkonsumsi. Tidak sedikitnya pemalsuan

atas label palsu yang dijumpai di pasar Indonesia seperti contoh kasus yang telah

dipaparkan sebelumnya bahwa adanya pemalsuan label halal pada produk yang

bahan pokoknya tidak sesuai dengan label halalnya seperti kasus abon sapi yang

ternyata adalah berbahan dasar babi bahkan ada label halalnya telah menunjukkan

bahwa masih lemahnya kesadaran pelaku usaha dan pengawasan lembaga-

lembaga maupun aparatur yang menaungi masalah perlindungan konsumen.

Page 53: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Penulis membagi pemalsuan sertifikat halal dan label halal tersebut sebagai

penipuan konsumen yang mengacu pada UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen karena bisa jadi sebagai pelanggaran dengan

memberikan informasi yang menyesatkan dan pemalsuan atau secara prosedur

administrasi memang tidak melakukan pengajuan permohonan sertifikasi dan

labelisasi halal yang oleh penulis mengacu pada KUHP dengan formulasi pada

Pasal KUHP yaitu pada Pasal 255 KUHP mengenai pemalsuan cap tera dan

pemalsuan surat pada Pasal 263 KUHP. Berangkat dari hal tersebut diatas, maka

penulis mencoba untuk memberikan suatu jawaban atas permasalahan yang telah

diuraikan diatas dengan upaya yang dapat dilakukan dalam memberantas

pemalsuan sertifikat dan label halal pada produk.

Page 54: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan sertifikasi dan labelisasi halal sebagai bentuk legitimasi

kehalalan produk di Indonesia.

Tujuan perlindungan konsumen sebagaimana tercantum pada Pasal 3 UU No.8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu untuk meningkatkan

kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,

mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari

ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan

konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai

konsumen, menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab

dalam berusaha, meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,

keamanan, dan keselamatan konsumen. Untuk mewujudkan capaian tujuan

tersebut tentu menjadi perhatian dari semua kalangan, baik pemerintah maupun

pihak lain yang terkait dalam hal ini pelaku usaha atau produsen dan konsumen

serta Lembaga Perlindungan Konsumen baik itu dari pemerintah atau Lembaga

Swadaya Masarakat perlu bersinergi untuk mewujudkan tujuan dari perlindungan

konsumen.

Dalam kesehariannya, manusia tidak bisa jauh dari pangan, kosmetika dan obat-

obatan. Dalam bahasan ini, penulis hanya membatasi persoalan mengenai

pemalsuan sertifikat dan label halal yang ada pada kemasan pangan. Pangan

adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi seluruh

Warga Negara Indonesia dalam membangun sumber daya manusia yang

berkualitas seperti pada tujuan pembangunan nasional. Pangan yang baik,

Page 55: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

bermutu dan bergizi tentunya menjadi syarat mutlak dalam pemenuhan kebutuhan

manusia yang baik. Tidak hanya syarat mutlak diatas yang diperlukan tetapi juga

soalan pangan yang tidak hanya baik, bermutu dan bergizi tersebut aman dan

nyaman dikonsumsi dalam artian tidak mengandung bahan-bahan yang dilarang

oleh hukum agama. Islam mensyaratkan umatnya agar mengkonsumsi sesuatu

yang bukan hanya thayib atau memenuhi standar kesehatan tetapi juga harus halal

seperti Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 168, Al-Baqarah 172-

173, Al-Anam 145, Al-Maidah 3, Al-Maidah 90-91, Al-Maidah 96, Al-A’raf 157.

Soal kehalalan merupakan sesuatu yang mutlak terkecuali dalam keadaan darurat

sehingga upaya perlindungan terhadap konsumen Muslim di Indonesia juga perlu

menyentuh permasalahan kehalalan suatu produk. Mengingat negara Indonesia

adalah negara dengan mayoritas penduduk memeluk agama Islam, dapat diartikan

bahwa sebagian besar konsumen yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia ini

adalah Konsumen Muslim, dimana Konsumen Muslim ini menerapkan Syariat

atau Hukum Islam dalam kehidupan kesehariannya, termasuk didalamnya pada

aspek makanan dan minuman yang dikonsumsinya. Kebutuhan akan pangan aman

tidak hanya sekedar terbebas dari bahaya fisik, kimia ataupun senyawa lainnya,

namun juga terdapat suatu unsur yang paling hakiki yakni aman dari bahaya

barang yang diharamkan dan diragukan kehalalannya, tentu saja permasalahan

halal tidaknya suatu pangan tersebut menjadi persoalan yang harus diutamakan.

Oleh karena itu, hal tersebut diatas menjadi tanggung jawab bersama baik

pemerintah, pelaku usaha untuk tetap memperhatikan dan mengutamakan hak-hak

dari konsumen serta konsumen juga ikut andil dalam memberdayakan dirinya

sebagai konsumen dengan memperhatikan kewajibannya sebagai konsumen untuk

teliti dan jeli dalam sebelum mengkonsumsi pangan tertentu yang masih

menimbulkan keragu-raguan.

Secara umum, saat konsumen memutuskan apa yang akan dikonsumsinya,

semestinya akan memastikan terlebih dahulu informasi dasar yang tertera pada

label kemasan produk, apakah baik, aman, dan boleh dikonsumsi atau tidak. Inilah

salah satu dari tujuan dari adanya label pangan. Dengan membaca label dan iklan

produk pangan, konsumen dapat memutuskan apakah pangan tersebut dapat

Page 56: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

konsumsi atau tidak. Jika tercantum lambang Sertifikat Halal didalam labelnya,

artinya memang sudah aman, dan konsumen dimudahkan dalam hal ini. Tapi jika

belum ada, karena masih menjadi samar, artinya walaupun belum ada label tanda

halal tapi masih mungkin halal, maka konsumen harus melihat dan meneliti

informasi ingredient-nya, apakah ada bahan yang meragukan kehalalannya atau

tidak. Ingredient adalah komposisi atau bahan-bahan dan kandungan yang ada

dalam pembuatan suatu produk. Persoalannya pemahaman tersebut tentu tidak

mudah, karena keterbatasan pengetahuan konsumen dalam memahami arti dari

bahan-bahan tersebut. Untuk memberikan kepastian mengenai jaminan produk

yang akan dikonsumsi oleh konsumen tersebut halal dan aman untuk dikonsumsi,

maka diperlukan adanya Sertifikat Halal dan label halal pada produk konsumsi

tersebut.

Dalam sistem perdagangan internasional masalah sertifikasi dan penandaan

kehalalan produk mendapat perhatian baik dalam rangka memberikan

perlindungan terhadap konsumen umat Islam di seluruh dunia sekaligus sebagai

strategi menghadapi tantangan globalisasi dengan berlakunya sistem pasar bebas

dalam kerangka ASEAN - AFTA, NAFTA, Masyarakat Ekonomi Eropa, dan

Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organization). Sistem

perdagangan internasional sudah lama mengenal ketentuan halal dalam CODEX

yang didukung oleh organisasi internasional berpengaruh antara lain WHO, FAO,

dan WTO. Negara-negara produsen akan mengekspor produknya ke negara-

negara berpenduduk Islam termasuk Indonesia. Dalam perdagangan internasional

tersebut “label/tanda halal” pada produk mereka telah menjadi salah satu

instrumen penting untuk mendapatkan akses pasar untuk memperkuat daya saing

produk domestiknya di pasar internasional(http://halalsehat.com/RUU-Produk-

Halal-dan-Perubahan- Masyarakat).

Sertifikasi Halal adalah suatu proses untuk memperoleh Sertifikat Halal melalui

beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi dan Sistem

Jaminan Halal memenuhi standar LPPOM MUI. Hasil dari kegiatan Sertifikasi

Halal adalah diterbitkannya Sertifikat Halal apabila produk yang dimaksudkan telah

memenuhi ketentuan sebagai produk halal. Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis

yang dikeluarkan oleh MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk yang

merupakan keputusan sidang Komisi Fatwa MUI berdasarkan proses audit yang

dilakukan oleh LPPOM MUI. Sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga yang

mempunyai otoritas untuk melaksanakannya, dalam hal ini di Indonesia lembaga

Page 57: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

tersebut adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdasarkan Keputusan Menteri

Agama No. 519 Tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksaan Pangan

Halal. Tujuan akhir dari Sertifikasi Halal adalah adanya pengakuan secara legal

formal bahwa produk yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan halal.

Sedangkan labelisasi halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada

kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus

sebagai produk halal.

Producing Halal products may be easy, but to get Halal status is not as easy as

producing it. In order to certified, authorities must conduct a detailed background

check on manufacturers who request Halal certification this long awaiting

process, sometimes may forces local manufacturers to be more creative to

attracting muslim consumers. producing imitate halal logo is one way to attract

muslim consumers to consume their products. despite easy to be copied. this fake

logo also does not required manufacturers to spend so much money and time to be

produced. fake halal logo nonetheless had leaved consumers in hesitations and

confusion. (Journal Computer Science and Information Technology (ISCIT)

University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Vol 6. No.9. Azah Anir Norman.

2009).

Sertifikasi Halal berkaitan erat dengan labelisasi halal karena kedua hal tersebut

merupakan serangkaian proses dimana suatu produk yang diajukan untuk

dimintakan label halal akan diberi label halal dalam bentuk stiker,cap atau logo

pada kemasannya atau penjelasan etiket dengan bentuk lain yang mempunyai

keabsahan dan dapat dipertangungjawabkan. Lebih singkatnya tidak ada labelisasi

halal tanpa adanya Sertifikat Halal dari produk yang bersangkutan. Sertifikasi dan

labelisasi halal merupakan sesuatu yang sangat penting bagi konsumen Indonesia

yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Selain menyatakan bahwa produk

yang dikonsumsi itu aman, dengan adanya label halal juga menimbulkan

ketentraman batin yang menkonsumsinya karena tidak bertentangan dengan syariat

agama.

Halal logo also signals which food outlets are permissible to be patronage by the

Muslim. As a result, the logo provides an avenue for the manufacturers to indicate

to their target consumers that their products meet the Islamic standard. This

definitely will create significant advantage to the particular manufacturers versus

its competitors that do not have halal certification (Journal Business &

Page 58: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Accountancy. Faculty of Business & Accountancy Universiti Malaya, Kuala

Lumpur, Malaysia.Vol. 32 No. 01, Shahidan Shafie. 2009).

Pengaturan sertifikasi dan labelisasi halal yang terkait dalam hukum positif

Indonesia diantaranya UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU No. 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada UU No. 7 Tahun 1996 Tentang

Pangan pada Pasal 30 ayat (1) dan (2):

(1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah

Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib

mencantumkan label pada, didalam dan atau di kemasan pangan ;

(2) Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurang-kurangnya

keterangan mengenai :

a. Nama produk ;

b. Daftar bahan yang digunakan ;

c. Berat bersih atau isi bersih ;

d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan

pangan ke dalam wilayah Indonesia;

e. Keterangan tentang halal ; dan

f. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa

Pasal 34 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan disebutkan:

(1) Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang

diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan

tertentu bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan

persyaratan agama atau kepercayaan tersebut.

Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan disebutkan

bahwa dalam ketentuan ini, benar tidaknya suatu pernyataan halal dalam label atau

iklan tentang pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi bahan baku pangan,

bahan tambahan pangan, atau bahan bantu lain yang dipergunakan dalam

memproduksi pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya.

UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mensyaratkan bahwa

pelaku usaha dilarang berproduksi yang tidak mengkuti ketentuan halal seperti

yang ada pada label. Ketentuan yang dimaksud yakni pada Pasal 8 huruf (h) yang

menyebutkan "Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan

barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,

sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label”. Pasal 8 huruf

(h) tersebut berarti pelaku usaha tidak boleh serta merta mengklaim atau

Page 59: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

mencantumkan tulisan halal yang dicantumkannya dalam label produknya, karena

penilaian halal tidaknya produk tersebut harus dilakukan penelitian secara

seksama dan teliti oleh badan yang memiliki kompetensi dalam bidangnya.

Halal is a term exclusively used in Islam which means permitted or lawful,

there’s, no parties can claim Halal without complying Islamic Law. Halal and

non- Halal covers all spectrums of Muslim life, not limited to foods and drinks

only. Halal and Tayibb themselves portray the symbol of intolerance in hygiene,

safety and quality (Habibah Abdul Talib. 2008. “Quality Assurance in Halal Food

Manufacturing in Malaysia: A Preliminary Study”. Paper. Proceedings of

International Conference on Mechanical & Manufacturing Engineering

(ICME2008). Johor Bahru, Malaysia. Faculty of Mechanical & Manufacturing

Engineering, Presented in Universiti Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM). 21–23

May 2008).

Peraturan dibawah undang-undang sebagai pelaksanaan dari sertifikasi dan

labelisasi halal yaitu PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, lebih

spesifik diatur pada Pasal 10 PP No. 69 Tahun 1999 mengenai kewajiban

produsen produk pangan untuk mencantumkan label halal pada makanan yang

dikemas sebagai berikut:

(1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas

ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa

pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran

pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal

pada Label.

Penjelasan Pasal 10 ayat (1) PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Pangan disebutkan bahwa Pencantuman keterangan halal atau tulisan "halal" pada

label pangan merupakan kewajiban apabila pihak yang memproduksi dan atau

memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia menyatakan (mengklaim)

bahwa produknya halal bagi umat Islam. Penggunaan bahasa atau huruf selain

bahasa Indonesia dan huruf Latin, harus digunakan bersamaan dengan

padanannya dalam bahasa Indonesia dan huruf Latin. Keterangan tentang

kehalalan pangan tersebut mempunyai arti yang sangat penting dan dimaksudkan

untuk melindungi masyarakat yang beragama Islam agar terhindar dari

mengonsumsi pangan yang tidak halal (haram). Kebenaran suatu pernyataan halal

pada label pangan tidak hanya dibuktikan dari segi bahan baku, bahan tambahan

Page 60: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

pangan, atau bahan bantu yang digunakan dalam memproduksi pangan, tetapi

harus pula dapat dibuktikan dalam proses produksinya.

Sebagai pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label

dan Iklan Pangan, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Menteri Agama No.

518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan

Pangan Halal. Kemudian Menteri Agama menunjuk Majelis Ulama Indonesia

(MUI) sebagai lembaga pelaksana pemeriksaan pangan yang dinyatakan halal

berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 519 Tahun 2001 tentang Lembaga

Pelaksana Pemeriksaan Pangan Halal. Selanjutnya, Menteri Agama menunjuk

Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) sebagai

pelaksana pencetakan label halal untuk ditempelkan pada setiap kemasan pangan

halal yang akan diperdagangkan di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri

Agama No. 525 Tahun 2001 tentang Penunjukan Perusahaan Umum Percetakan

Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) Sebagai Pelaksana Pencetakan Label

Halal Sebagai Pelaksana Pencetakan Label Halal. Selain itu Pencantuman label

halal pada makanan juga dijelaskan pada Kepetusan Menteri Kesehatan No.

924/Menkes/SK/VII/1996 jo SK Menkes No.82/MENKES/SK/I/1996 Tentang

Pencantuman “Tulisan Halal” Pada Label Makanan.

Pengaturan pencantuman label halal pada SK Menteri Kesehatan No.

924/Menkes/SK/VII/1996 jo SK Menkes No.82/MENKES/SK/I/1996 Tentang

Pencantuman “Tulisan Halal” Pada Label Makanan, diantaranya:

Pasal 8: Produsen dan importir yang akan mengajukan permohonan pencantuman

tulisan "halal" wajib siap diperiksa oleh petugas tim gabungan dari Majelis Ulama

Indonesia dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan yang ditunjuk

oleh Direktur Jenderal".

Pasal 10: (1) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pasal 8 dari hasil

pengujian laboratorium sebagaimana dimaksud pasal 9 dilakukan evaluasi oleh

tim ahli Majelis Ulama Indonesia.

(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan

kepada Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia untuk memperoleh fatwa.

(3) Fatwa Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dimaksud ayat (2) berupa

pemberian sertifikat halal bagi yang memenuhi syarat atau berupa penolakan".

Pasal 11: Persetujuan pencantuman tulisan "halal" diberikan berdasarkan

fatwa dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia".

Pasal 12: (1) berdasarkan Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia. Direktur Jenderal

memberikan:

Page 61: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

(a) persetujuan bagi yang memperoleh sertifikat "Halal",

(b) penolakan bagi yang tidak memperoleh sertifikat "halal".

(2) penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diberikan secara

tertulis kepada pemohon disertai alasan penolakan".

Pasal 17: Makanan yang telah mendapat persetujuan pencantuman tulisan

"Halal" sebelum ditetapkannya keputusan ini, harus menyesuaikan dengan

ketentuan dalam keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggal

ditetapkannya keputusan ini".

Berdasarkan ketentuan di atas, maka izin pencantuman label halal dikeluarkan

oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Depkes RI (sekarang

menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Badan POM) berdasarkan

sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonsia (MUI). Untuk

pencantuman label halal sebelumnya harus dilaksanakan pemeriksaan atau

pengujian oleh lembaga yang berwenang, berdasarkan Pasal 11 ayat (2) PP No. 69

tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan bahwa “Pemeriksaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan pedoman dan tata cara yang

ditetapkan oleh Menteri Agama dengan mempertimbangkan dan saran lembaga

keagamaan yang memiliki kompetensi di bidang tersebut”. Lembaga yang

memiliki kompetensi yang dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia yang

berdasarkan penunjukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga

pelaksana pemeriksaan pangan yang dinyatakan halal berdasarkan Keputusan

Menteri Agama No. 519 Tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksaan

Pangan Halal. Pelaksanaan dari pengkajian dan pengujian pangan halal sendiri

oleh MUI diserahkan kepada LPPOM MUI. Didalam lembaga tersebut terdiri dari

beberapa staf ahli seperti ahli pangan, kimia, fisokimia, kefarmasian, hukum dan

lain-lain. Para ahli tersebut bergabung dalam melaksanakan pengujian atas pangan

secara ilmiah. Hasil dari pengujian yang dilakukan LPPOM MUI atas produk

pangan tersebut kemudian disidangkan oleh komisi fatwa yang ada di MUI.

Komisi Fatwa adalah salah satu komisi MUI yang bertugas untuk menghasilkan

ketetapan hukum Islam tentang status hukum suatu kasus tertentu. Apabila hasil

dari pengujian dari pangan tersebut dinyatakan halal, maka MUI akan

mengeluarkan Sertifikat Halal. Adapun sistem dan prosedur sertifikasi halal

Page 62: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

adalah sebagai berikut (Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Medan

Area, moral&adil. Vol. 1 No. 1, Elvi Zahara Lubis. 2009) :

1. Sebelum produsen mengajukan Sertifikat Halal bagi produknya, maka

terlebih dahulu disyaratkan yang bersangkutan menyiapkan hal-hal

sebagai berikut :

a. Produsen menyiapkan suatu Sistem Jaminan Halal (Halal Assurance

System).

b. Sistem Jaminan Halal tersebut harus didokumentasikan secara jelas

dan rinci serta merupakan bagian dari kebijakan manajemen

perusahaan.

c. Dalam pelaksanaannya, Sistem Jaminan Halal ini diuraikan dalam

bentuk panduan halal (Halal Manual). Tujuan membuat panduan halal

adalah untuk memberikan uraian sistem manajemen halal yang

dijalankan produsen. Selain itu, panduan halal ini dapat berfungsi

sebagai rujukan tetap dalam melaksanakan dan memelihara kehalalan

produk tersebut.

d. Produsen menyiapkan prosedur baku pelaksanaan (Standard Operating

Procedure) untuk mengawasi setiap proses yang kritis agar kehalalan

produknya dapat terjamin.

e. Baik panduan halal maupun prosedur baku pelaksanaan yang disiapkan

harus disosialisasikan dan diuji coba di lingkungan produsen, sehingga

seluruh jajaran dari mulai direksi sampai karyawan memahami betul

bagaimana memproduksi produk halal dan baik.

f. Produsen melakukan pemeriksaan intern (audit internal) serta

mengevaluasi apakah Sistem Jaminan Halal yang menjamin kehalalan

produk ini dilakukan sebagaiman mestinya.

g. Untuk melaksanakan butir f, perusahaan harus mengangkat minimum

seorang Auditor Halal Internal yang beragama Islam dan berasal dari

bagian yang terkait dengan produksi halal.

2. Proses Sertifikasi Halal :

Page 63: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

a. Setiap produsen yang mengajukan Sertifikat Halal bagi produknya,

harus mengisi formulir yang telah disediakan dengan melampirkan:

1) Spesifikasi dan Sertifikat Halal bahan baku, bahan tambahan dan

bahan penolong serta bagan alir proses.

2) Sertifikat Halal atau Surat Keterangan Halal dari MUI Daerah

(produk lokal) atau Sertifikat Halal dari Lembaga Islam yang telah

diakui oleh MUI (produk impor) untuk bahan yang berasal dari

hewan dan turunannya.

3) Sistem Jaminan Halal yang diuraikan dalam panduan halal beserta

prosedur baku pelaksanaannya.

b. Tim Auditor LPPOM MUI melakukan pemeriksaan/audit ke lokasi

produsen setelah formulir beserta lampiran-lampirannya dikembalikan

ke LPPOM MUI dan diperiksa kelengkapannya.

c. Hasil pemeriksaan/audit dan hasil laboratorium dievaluasi dalam Rapat

Tenaga Ahli LPPOM MUI. Jika telah memenuhi persyaratan, maka

dibuat laporan hasil audit untuk diajukan kepada Sidang Komisi Fatwa

MUI untuk diputuskan status kehalalannya.

d. Sidang Komisi Fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit jika

dianggap belum memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan.

e. Sertifikat Halal dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia setelah

ditetapkan status kehalalannya oleh Komisi Fatwa MUI.

f. Perusahaan yang produknya telah mendapat Sertifikat Halal, harus

mengangkat Auditor Halal Internal sebagai bagian dari Sistem Jaminan

Halal. Jika kemudian ada perubahan dalam penggunaan bahan baku,

bahan tambahan atau bahan penolong pada proses produksinya,

Auditor Halal Internal diwajibkan segera melaporkan untuk mendapat

“ketidakberatan penggunaannya”. Bila ada perubahaan yang terkait

dengan produk halal harus dikonsultasikan dengan LPPOM MUI oleh

Auditor Halal Internal.

Page 64: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Dalam proses sertifikasi halal juga tidak lepas kaitannya dengan Sistem Jaminan

Halal (SJH). Sistem Jaminan Halal adalah suatu sistem manajemen yang disusun,

diterapkan dan dipelihara oleh perusahaan pemegang sertifikat halal untuk

menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan ketentuan LPPOM

MUI. Sesuai peraturan LPPOM MUI, bahwa masa berlaku Sertifikat Halal adalah

dua tahun dan dapat diperpanjang lagi. Selama masa tersebut, perusahaan harus

dapat memberikan jaminan kepada MUI dan konsumen Muslim bahwa

perusahaan senantiasa menjaga konsistensi kehalalan produknya. Oleh karena itu

LPPOM MUI mewajibkan perusahaan untuk menyusun suatu sistem yang disebut

Sistem Jaminan Halal (SJH) dan terdokumentasi sebagai Manual SJH. Manual ini

disusun oleh produsen sesuai dengan kondisi perusahaannya. Tujuan penyusunan

dan penerapan SJH di perusahaan adalah untuk menjaga kesinambungan proses

produksi halal, sehingga produk yang dihasilkan dapat selalu dijamin

kehalalannya sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI (Panduan Umum Sistem

Jaminan Halal. LPPOM MUI. 2008).

Masa berlaku Sertifikat Halal hanya selama dua tahun, adapun batas waktu

berlakunya Sertifikat Halal adalah sebagai berikut (Elvi Zahara Lubis. 2009.

Hubungan Pencantuman Label Halal Terhadap Perlindungan Konsumen. Jurnal

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Medan Area, moral&adil. Vol. 1 No.

1):

a. Untuk daging yang diekspor Surat Keterangan Halal diberikan untuk

setiap pengapalan.

b. Tiga bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, LPPOM MUI

akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada produsen yang

bersangkutan.

c. Dua bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, produsen harus

daftar kembali untuk Sertifikat Halal yang baru.

d. Produsen yang tidak memperbaharui Sertifikat Halalnya, tidak diizinkan

lagi menggunakan Sertifikat Halal tersebut dan dihapus dari daftar yang

terdapat dalam majalah resmi LPPOM MUI, Jurnal Halal.

Page 65: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

e. Jika Sertifikat Halal hilang, pemegang harus segera melaporkannya ke

LPPOM MUI.

f. Sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh MUI adalah milik MUI. Oleh sebab

itu, jika karena sesuatu hal diminta kembali oleh MUI, maka pemegang

sertifikat wajib menyerahkannya.

g. Keputusan MUI yang didasarkan atas fatwa MUI tidak dapat diganggu

gugat.

Sertifikat Halal yang dipegang oleh pelaku usaha dapat diperpanjang lagi masa

berlakunya, adapun prosedur perpanjangan Sertifikat Halal adalah sebagai berikut

(Elvi Zahara Lubis. 2009. Hubungan Pencantuman Label Halal Terhadap

Perlindungan Konsumen. Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Medan

Area, moral&adil. Vol. 1 No. 1) :

a. Produsen yang bermaksud memperpanjang sertifikat yang dipegangnya

harus mengisi formulir pendaftaran yang telah tersedia.

b. Pengisian formulir disesuaikan dengan perkembangan terakhir produk.

Perubahan bahan baku, bahan tambahan dan penolong, serta jenis

pengelompokkan produk harus diinformasikan kepada LP POM MUI.

c. Produsen berkewajiban melengkapi dokumen terbaru tentang spesifikasi,

sertifikat halal dan bagan alir proses.

Untuk memudahkan gamabaran alur prosedur Sertifikasi Halal, penulis

memberikan gambaran diagram alur dari sertifikasi halal sebagai berikut:

Page 66: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Ya

Tidak

Ya

Produk berbasis hewan

Tidak

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Tidak

Ya Ya

Sumber: Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM MUI 2008

Bagan 2. Prosedur Sertifikasi Halal

Persiapan Sistem Jaminan Halal

Pendaftaran / Penyerahan Dokumen Sertifikasi Halal

Pemeriksaan Kecukupan Dokumen

Pre audit

memorandum

Audit

Rapat Auditor

Rapat Komisi

Fatwa

Penerbitan Sertifikat Halal

pembiayaan

Analisis Lab

Penyerahan Dokumen

Sertifikasi Halal

Audit

Memorandum

Tidak dapat

disertifikasi

Persyaratan

terpenuhi? (Status

SJH A/B)

Dapat Diaudit

Perlu analisis

Lab?

Persyaratan terpenuhi?

Mengandung bahan

haram?

Lunas?

Page 67: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

B. Analisis keefektifan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur

sertifikasi dan labelisasi halal.

Hukum merupakan bagian dari perangkat kerja sistem sosial. Menurut

Surojo Wignjodipuro bahwa tujuan hukum adalah menjamin kepastian dalam

perhubungan kemasyarakatan. Hukum diperlukan untuk penghidupan di dalam

masyarakat demi kebaikan dan ketentraman bersama (Ishaq, 2008:6).

Seiring perkembangan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi

makanan atau minuman yang dijamin kehalalannya cukup tinggi. Pemerintah

harus mengupayakan dan melindungi masyarakat dalam mengkonsumsi makanan

yang halal, permasalahan halal tidaknya suatu pangan tersebut menjadi persoalan

yang harus diutamakan. Seperti yang telah diamanatkan Konstitusi negara

Indonesia bahwa setiap warga negara Republik Indonesia dijamin hak

konstitusional oleh UUD 1945 seperti hak asasi manusia, hak beragama dan

beribadat, hak mendapat perlindungan hukum dan persamaan hak dan kedudukan

dalam hukum, serta hak untuk memperoleh kehidupan yang layak termasuk hak

untuk mengkonsumsi pangan dan menggunakan produk lainnya yang dapat

menjamin kualitas hidup dan kehidupan manusia.

Berbicara mengenai apakah peraturan perundang-undangan yang sudah

ada yang mengatur mengenai sertifikasi dan labelisasi halal sudah dapat

mencegah dan mengatasi pemalsuan sertifikat dan label halal yang merugikan

konsumen, menurut hemat penulis adalah belum sepenuhnya. Hal ini dikarenakan

masih banyaknya kasus pemalsuan sertifikat maupun label halal yang terjadi di

beberapa daerah di Indonesia. Seperti yang terjadi di Surabaya dimana Badan

Pengkajian Obat dan Makanan (BPOM) menemukan produk dendeng yang bahan

bakunya ternyata bukan dari sapi namun babi, tetapi parahnya pada kemasan

dendeng tersebut ada cap halalnya (http://news.detik.com/read.php). Bahkan

direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim mengemukakan bahwa banyak beredar

sertifikat halal palsu atau tidak berlaku lagi mencapai 54,9% dari produk yang

beredar (http://Halalmui.org/read/article.html). Selain itu juga ada

penyalahgunaan sertifikat halal palsu dimana LPPOM MUI menemukan

penggunaan sertifikat halal palsu oleh perusahaan daging asal Kanada, Citizen

Page 68: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Food Inc. Rekanan Citizen di Indonesia adalah Sumber Laut yang pemiliknya

adalah Basuki Hariman. Pernah menjadi Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha

Importir Daging Indonesia (2003-2008) (http://www.tempointeraktif.

com/khusus/selusur.php).

Dari segi peraturan perundang-undangan tidak lepas dari bagaimana

peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah sertifikasi dan labelisasi

halal tersebut dapat diterima dan berlaku di masyarakat Indonesia, berarti disini

pengkajian selanjutnya dari segi keefektifan hukum maupun keefektifan

perundang-undangannya. Berbicara mengenai efektivitas hukum tidak terlepas

membicarakan dan mengkaji mengenai ketaatan manusia terhadap hukum yang

berlaku. Jika suatu aturan hukum ditaati maka dapat dikatakan aturan hukum

tersebut efektif. Namun tetap dapat dipertanyakan lebih jauh mengenai derajat

efektifitasnya. Untuk mengetahui mengenai derajat efektifitas suatu aturan hukum

dapat kita lihat pada hubungan teori ketaatan hukum dari H. C Kelman (1966) dan

L. Pospisil (1971) yang membagi ketaatan dalam tiga jenis

(http://errymeta.blogspot.com/membangun-kesadaran-hukum-dan-ketaatan.html),

yaitu:

a. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu

aturan, hanya karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini,

karena membutuhkan pengawasan yang terus-menerus.

b. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang menaati suatu

aturan, hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi

rusak.

c. Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang menaati suatu

aturan, benar-benar karena merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-

nilai intristik yang dianutnya.

Efektifnya suatu perundang-undangan tergantung pada beberapa faktor antara lain

:

Page 69: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

a. Pengetahuan terhadap substansi (isi) dari perundang-undangan

tersebut.

b. Cara-cara memperoleh pengetahuan tersebut

c. Institusi yang terkait perundang-undangan dalam masyarakatnya.

Menurut Achmad Ali, faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum dan

perundang-undangan adalah profesional dan optimal pelaksanaan peran,

wewenang, dan fungsi dari penegak hukum, baik dalam menjalankan tugas yang

dibebankan kepada mereka maupun dalam menegakkan hukum dan undang-

undang. Bekerjanya undang-undang dapat dilihat dari dua perspektif

(http://scribd.com/Efektivitas-Hukum), antara lain :

a. Perspektif Organisatoris. Memandang undang-undang sebagai institusi

yang ditinjau dari ciri-cirinya. Didalam perspektif ini tidak terlalu

memperhatikan pribadi-pribadi yang pergaulan hidupnya diatur oleh

hukum atau perundang-undangan.

b. Perspektif Individu. Ketaatan, yang lebih berfokus pada segi Individu

atau pribadi dimana pergaulan hidupnya diatur oleh perundang-

undangan. Fokus perspektif Individu adalah kepada masyarakat

sebagai kumpulan pribadi-pribadi. Faktor kepentingan yang

menyebabkan orang taat atau tidak taat terhadap undang-undang,

dengan kata lain pola-pola perilaku masyarakat yang banyak

mempengaruhi efektifitas perundang-undangan.

Proses pembentukan perundang undangan menurut Mochtar Kusuma Atmaja

harus dapat menampung semua hal yang erat hubungannya (relevant) dengan

bidang atau masalah yang hendak diatur dengan undang-undang itu, apabila

perundang-undangan hendak merupakan suatu pengaturan hukum efektif.

Efektifnya produk produk perundang-undangan dalam penerapannya memerlukan

perhatian akan lembaga dan prosedur-prosedur yang diperlukan dalam

pelaksanaannya(http://halalsehat.com/RUU-Produk-Halal-dan-Perubahan-

Masyarakat).

Page 70: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah sertifikasi halal dan

labelisasi halal antara lain:

a. UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan;

b. UU No. 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen;

c. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan;

d. SK Menteri Agama No. 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara

Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal;

e. SK Menteri Agama No 519 Tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksana

Pemeriksaan Pangan Halal;

f. SK Menteri Agama No. 525 Tahun 2001 tentang Penunjukan Perusahaan

Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) Sebagai

Pelaksana Pencetakan Label Halal;

g. SK No 924/Menkes/SK/VIII/ 1996 tentang perubahan atas Keputusan

Menteri Kesehatan RI No 82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pecantuman

Tulisan Halal dan Label Makanan.

Dari sekian banyak peraturan yang mengatur mengenai sertifikasi dan labelisasi

halal diatas penulis menemukan beberapa isu antara lain:

a. Masih banyaknya konsumen yang menemui kesulitan dalam membedakan

mana yang halal dan mana yang haram, yang berpotensi menimbulkan

keraguan lahir dan ketidaktentraman batin dalam mengkonsumsi pangan

dan menggunakan produk lainnya karena peraturan perundang-undangan

yang mengatur atau yang berkaitan dengan produk halal belum

memberikan kepastian hukum dan jaminan hukum bagi umat Islam

terhadap pangan dan produk lainnya.

b. Institusi atau lembaga penjamin halal di Indonesia belum ada kepastian

hukumnya mengenai wewenang, tugas, dan fungsi mengenai atau dalam

kaitannya dengan jaminan produk halal. Karena institusi atau lembaga

penjamin halal tersebut bukan merupakan suatu sistem di dalam sistem

tata negara dalam konstruksi pemerintahan negara sebagai institusi atau

lembaga penjamin halal terhadap pangan dan produk lainnya.

Page 71: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

c. Terdapat ketentuan yang rancu antara produk hukum satu sama lain,

diantaranya UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dengan peraturan di

bawahnya yakni Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label

dan Iklan Pangan.

d. Sistem produk halal Indonesia belum memiliki standar dan label halal

resmi (standar halal nasional), hal tersebut yang mengakibatkan

munculnya pemalsuan label halal karena pelaku usaha menetapkan label

sendiri sesuai selera masing-masing.

e. SK Menteri Agama No. 525 Tahun 2001 tentang Penunjukan Peruri

sebagai Pelaksana Pencetak Label Halal apabila ditelaah menghambat

pelaku usaha karena secara teknis akan menyulitkan pelaku usaha yang

akan melakukan sertifikasi halal dan pelabelan halal.

f. SK Menteri Agama No. 519 Tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksana

Pemeriksaan Pangan Halal berbenturan dengan SK No.

924/Menkes/SK/VIII/ 1996 tentang perubahan atas Keputusan Menteri

Kesehatan RI No 82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pecantuman Tulisan Halal

dan Label Makanan.

g. Belum adanya ketentuan yuridis yang mengatur standarisasi biaya untuk

sertifikasi halal pada makanan secara transparan.

Peraturan yang rancu dapat dilihat pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan

dengan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

tidak disebutkan tanda label halal padahal di UU No 7 Tahun 1996 tentang

Pangan disebutkan. Pada pasal 30 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan

disebutkan “Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah

Indonesia makanan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan

label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan”. Pada ayat (2) disebutkan

Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurang-kurangnya

keterangan mengenai :

Page 72: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

a. Nama produk;

b. Daftar bahan yang digunakan

c. Berat bersih atau isi bersih;

d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke

dalam wilayah Indonesia

e. Keterangan tentang halal; dan

f. Tanggal, bulan, dan tahun kedaluarsa.

Pasal 30 ayat (3) menyebutkan “Selain keterangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), Pemerintah dapat menetapkan keterangan lain yang wajib atau dilarang

untuk dicantumkan pada label makanan”.

Alih-alih mengatur keterangan kehalalan, Peraturan Pemerintah No. 69 tahun

1999 tentang Label dan Iklan Pangan tidak mengatur keterangan kehalalan

tentang produk. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1) disebutkan

“Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke

dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label

pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan”. Selanjutnya pada Pasal 3

disebutkan :

(1) Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berisikan keterangan

mengenai pangan yang bersangkutan.

(2) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya :

a. nama produk;

b. daftar bahan yang digunakan;

c. berat bersih atau isi bersih;

d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan

ke dalam wilayah Indonesia;

e. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa.

Dari ketentuan Pasal 3 ayat (2) diatas tentu menimbulkan pengertian bahwa

keterangan halal menjadi tidak wajib, karena dalam ketentuan Pasal tersebut

keterangan halal dalam label tidak menjadi syarat minimal keterangan pangan

yang dicantumkan pada label suatu produk sehingga hal tersebut menunjukan

peraturan dibawah undang-undang tidak mendukung peraturan yang ada

diatasnya. Selanjutnya pada Pasal 4 PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Pangan disebutkan “Selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

ayat (2), untuk pangan olahan tertentu Menteri Kesehatan dapat menetapkan

pencantuman keterangan lain yang berhubungan dengan kesehatan manusia pada

Page 73: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Label sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini”. Kemudian keluarlah Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82/Menkes/SK/I/1996 tentang

Pencantuman Tulisan Halal pada Label Makanan pada Pasal 2 disebutkan “Pada

label makanan dapat dicantumkan tulisan halal”. Pasal 3 ayat (2) a disebutkan

“Produk Makanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi

persyaratan makanan halal berdasarkan hukum Islam”.

UU No.8 Tahun 1998 Tentang Perlindungan Konsumen sebagai peraturan yang

menjadi landasan tertinggi perlindungan konsumen di Indonesia masih belum

cukup bahkan tidak dapat berbicara banyak mengenai ketentuan jaminan

kehalalan suatu produk. Padalal seharusnya UU ini menjadi harapan dan mewakili

kepentingan umat muslim di Indonesia ini mengingat mayoritas pemeluk Islam

dominan di negara ini. Kekurangan dari UU Perlindungan Konsumen perlu

dilengkapi, misalnya dengan ketentuan mengenai jaminan kehalalan sampai

mencakup hal teknis pelaksanaannya hingga penentuan sumber daya manusia

(SDM) dan fasilitas yang harus dipenuhi pada tingkat daerah kabupaten atau kota.

Keluarnya SK No. 525 Tahun 2001 tentang Penunjukan Peruri Sebagai Pelaksana

Pencetakan Label Halal dapat menghambat pelaku usaha dan tidak efektif karena

secara teknis akan menyulitkan para pelaku usaha untuk melakukan pelabelan

halal. Karena apabila pelaku usaha yang ingin melakukan pelabelan halal melalui

Peruri, dengan wilayah Indonesia yang luas dan berupa kepulauan tentu hal

tersebut menyulitkan pelaku usaha yang misalnya ada di luar pulau jawa, seperti

di Papua, Sulawesi dan lainnya jika ingin melakukan pelabelan halal berdasarkan

SK tersebut karena harus dilakukan Peruri yang ada di Jakarta. SK Menteri

Agama tersebut kurang kuat, sebab dalam peraturan yang telah ada, tidak ada

pengaturan labelisasi halal harus melalui Peruri, melainkan dapat langsung dicetak

oleh MUI atas izin BPOM setelah pelaku usaha mendapat Sertifikat Halal atas

produknya dari MUI.

SK Menteri Agama No. 519 Tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksana

Pemeriksaan Pangan Halal pelu diganti karena SK tersebut berbenturan dengan

SK No. 924/Menkes/SK/VIII/ 1996 tentang perubahan atas Keputusan Menteri

Kesehatan RI No 82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pecantuman “Tulisan Halal”

Page 74: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Pada Label Makanan. Kedua peraturan diatas mengatur hal yang sama, oleh

karena itu SK Menteri Agama No. 519 Tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksana

Pemeriksaan Pangan Halal perlu diganti agar tidak berbenturan dengan aturan

yang telah ada dan memiliki kekuatan hukum karena mengacu pada aturan yang

telah ada.

Belum adanya landasan yuridis mengenai sistem produk halal Indonesia yang

belum memiliki standar dan label halal resmi (standar halal nasional) yang

ditetapkan pemerintah menyebabkan pelaku usaha menetapkan label sendiri

sesuai selera masing-masing sehingga terjadilah berbagai pemalsuan label halal.

Oleh karena serfitikasi halal sendiri masih bersifat sukarela (voluntary), artinya

siapa mau boleh daftar yang tidak melakukan tidak dikenai sanksi, jadi LPPOM

MUI disini menjadi pihak yang pasif. Hal itulah yang mengakibatkan masih

banyaknya pelaku usaha yang kurang sadar akan pentingnya sertifikasi halal ini

serta mengklaim bahwa produknya halal atas dasar keyakinannya sendiri bahwa

produk mereka tersebut halal.

Anggapan-anggapan mengenai faktor biaya yang mahal dan proses dari sertifikasi

dan labelisasi yang berbelit-belit juga menjadi alasan utama para pelaku usaha

untuk mendaftarkan sertifikasi halal produknya, tidak dapat dipungkiri biaya

proses sertifikasi halal untuk saat ini belum terstandarisasi dengan baik dan

dipayungi hukum yang telah ada. Biaya Pemeriksaan Halal dan Biaya Sertifikat

berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 1.000.000 per produk dengan masa berlaku

dua tahun. Besarnya menjadi relatif karena terjadi subsidi silang antara pengusaha

besar dengan pengusaha kecil. Bahkan, ada juga yang dibebaskan dari biaya. Jadi,

tidak ada alasan untuk memberatkan (http://halalsehat.com/RUU-Produk-Halal-

dan-Perubahan- Masyarakat). Untuk itu, perlu Adanya standarisasi biaya untuk

sertifikasi halal pada makanan secara transparan juga harus ada dalam aturan

tersendiri misalnya di dalam Peraturan Pemerintah atau Keputusan Menteri.

Sebab, selama ini LPPOM MUI belum memiliki landasan yuridis guna penentuan

biaya terutama untuk pengurusan sertifikasi makanan halal di daerah. Jika ini

dikelola dengan baik tentunya pemerintah dapat memenuhi kebutuhan operasional

dan fasilitas laboratorium hingga di tingkat daerah.

Page 75: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Dari beberapa uraian diatas dapat dikatakan bahwa peraturan perundang-

undangan yang sudah ada yang mengatur mengenai sertifikasi dan labelisasi halal

belum dapat mencegah dan mengatasi pemalsuan sertifikasi dan labelisasi halal

yang merugikan. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa peraturan perundang-

undangan yang mengatur masalah sertifikasi dan labelisasi halal belum efektif

karena ketaatan yang rendah dari masyarakat serta penegakan hukum yang masih

lemah, sehingga perlu ditingkatkan harmonisasi undang-undang kedalam

masyarakat, sosialisasi, pengawasan dan penegakan hukum yang lebih tegas.

Selain kurangnya kesadaran dari pelaku usaha dalam memenuhi hak-hak

konsumen, khususnya konsumen muslim akan kebutuhan produk yang terjamin

kehalalannya. Konsumen sendiri juga harus lebih jeli dan teliti sebelum

memutuskan untuk mengkonsumsi suatu produk yang masih menimbulkan

keragu-raguan sebagai upaya untuk memberdayakan dirinya sebagai konsumen

yang cerdas.

Page 76: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

C. Solusi yang efektif guna memberantas pemalsuan sertifikasi dan

labelisasi halal.

Sudah menjadi rahasia umum di Indonesia tampaknya sudah menjadi ladang

subur bagi segala bentuk pembajakan ataupun pemalsuan misalnya saja merek

dagang maupun barang dagang, tidak terkecuali Sertifikat Halal dan label halal.

Sebagai umat muslim hal tersebut tentu menimbulkan rasa keprihatinan. Apalagi

Konsumen Muslim sebagai konsumen terbesar di Indonesia jelas dirugikan. Yang

seharusnya Sertifikat Halal dan label halal menjadi jaminan kehalalan suatu

produk, justru di pasaran sering ditemukan produk yang bersertifikat halal palsu

ataupun berlabel halal tanpa Sertifikat Halal yang artinya hal tersebut merupakan

label halal palsu. Seperti dicontohkan kasus yang terjadi di Indonesia pada bab

sebelumnya, direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim yang mengemukakan

bahwa banyak beredar sertifikat halal palsu atau tidak berlaku lagi mencapai 54,9

% dari produk yang beredar (http://Halalmui.Org/read/article.htm). Yang terjadi

di Surabaya dimana BPOM menemukan produk dendeng yang bahan bakunya

ternyata bukan dari sapi namun babi, tetapi parahnya pada kemasan dendeng

tersebut ada cap halalnya (http://news.detik.com/read.php). Selain itu juga ada

penyalahgunaan sertifikat halal palsu dimana LPPOM MUI menemukan

penggunaan sertifikat halal palsu oleh perusahaan daging asal Kanada, Citizen

Food Inc. Rekanan Citizen di Indonesia adalah Sumber Laut yang pemiliknya

adalah Basuki Hariman. Pernah menjadi Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha

Importir Daging Indonesia masa jabatan 2003-2008

(http://www.tempointeraktif.com/khusus/selusur.php). Selain dari contoh kasus

diatas tentu masih banyak kasus lagi mengenai pemalsuan sertifikat dan label

halal yang terjadi di pasaran Indonesia.

Pelaku usaha dan konsumen adalah pihak yang saling berhubungan dan saling

memerlukan, tetapi pada prakteknya seringkali konsumen dirugikan atas tindakan

pelaku usaha yang tidak jujur, nakal, dari tinjauan aspek hukum merupakan

tindakan pelanggaran hukum. Konsumen yang keberadaanya sangat tidak terbatas,

dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan

pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara-cara yang seefektif

mungkin agar dapat mencapai konsumen yang majemuk tersebut. Untuk itu

Page 77: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai

dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif

bahkan tidak terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang sering

terjadi antara lain, menyangkut kualitas atau mutu barang, informasi yang tidak

jelas bahkan menyesatkan pemalsuan dan sebagainya (Sri Redjeki Hartono,

2000:34).

Selama ini upaya pemerintah dan pelaku usaha untuk melindungi umat dari

mengkonsumsi produk yang tidak halal dan untuk mendukung hak informasi

konsumen agar mengetahui kehalalan produk sudah berjalan dengan baik, yaitu

melalui Sertifikasi Halal dari MUI dan dengan mencetak langsung tanda halal

pada label produk. Sebenarnya peraturan-peraturan yang sudah ada saat ini yaitu

UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dan PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Pangan telah dengan jelas mengatur cara pencantuman tanda (tulisan) halal

berikut sanksi hukum yang jelas. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran

karena pemalsuan Sertifikat Halal dan label halal melanggar beberapa ketentuan

peraturan perundang-undangan yang akan disebutkan dibawah ini. Pada UU No.7

Tahun 1996 tentang Pangan disebutkan pada Pasal 58 huruf i dan j yakni:

58 i. Barang siapa Memberikan keterangan atau pernyataan secara tidak benar dan

atau menyesatkan mengenai pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan

atau dengan label dan atau iklan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (2);

j. Memberikan pernyataan atau keterangan yang tidak benar dalam iklan atau label

bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai menurut persyaratan agama

atau kepercayaan tertentu, sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1);

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling

banyak Rp 360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah).

Ketentuan mengenai sanksi pidana pada UU No.8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen disebutkan pada Pasal 62 ayat (1), bahwa:

(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1)

huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling

banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

Page 78: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Ancaman pidana tambahan bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan, yang

disebutkan pada Pasal 63:

Pasal 63: Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat

dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:

a. perampasan barang tertentu;

b. pengumuman keputusan hakim;

c. pembayaran ganti rugi;

d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya

kerugian konsumen;

e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau

f. pencabutan izin usaha.

Selain sanksi pidana seperti yang tersebut diatas, terdapat pula sanksi

administratif seperti disebutkan pada PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan

Iklan Pangan yang tercantum pada Pasal 61 yang menyebutkan:

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Peraturan Pemerintah ini dikenakan tindakan administratif.

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. peringatan secara tertulis;

b. larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah

untuk menarik produk pangan dari peredaran;

c. pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa

manusia;

d. penghentian produksi untuk sementara waktu;

e. pengenaan denda paling tinggi Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah);

dan atau

f. pencabutan izin produksi atau izin usaha.

Dengan kemajuan teknologi dewasa ini, tentu sangat mudah untuk memalsukan

sertifikat dan label halal dengan berbagai cara. Cara yang paling sering digunakan

yaitu dengan di scan, bahkan digandakan dengan menggunakan alat cetak

modern. Pemalsuan seperti ini yang sulit untuk dimonitor oleh LPPOM MUI

karena tidak melalui proses legal secara administrasi.

Hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen lebih mengarah kepada

aspek keperdataan. Dengan adanya pemalsuan sertifikat dan label halal palsu pada

produk pangan dalam kemasan yang beredar di pasaran, hal tersebut dapat

dikatakan sebagai penipuan konsumen yang implikasi sanksinya disebutkan pada

Pasal 62 UUPK. Hal tersebut tidaklah cukup karena sanksi hanyalah berupa ganti

Page 79: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

kerugian yang merupakan kajian dari hukum perdata, yang menjadi persoalan

selanjutnya adalah sanksi pidana yang berupa denda yang dijatuhkan kepada

pelaku usaha yang berbadan hukum yang melakukan perbuatan pidana. Sanksi

pidana denda yang dipandang hanya sekedar “ongkos” operasional produksi atau

pemasaran, akan mengakibatkan perusahaan sebagai subyek hukum pidana tidak

menjadi jera atau sanksi pidana denda yang dimaksud tidak mengubah perilaku

perusahaan yang dimaksud. Akibatnya perbuatan pidana dapat selalu berulang

(Abdul Halim Barkatullah, 2008:104). Untuk itu perlu dipertimbangkan pula

mengenai pidana tambahan seperti tersebut pada Pasal 63 UUPK. Untuk

memberantas adanya pemalsuan sertifikat dan label halal bukan hanya didasarkan

pada sanksi ganti rugi maupun sanksi denda, perlu juga pengenaan ketentuan

sanksi administratif, karena sanksi tersebut dapat dipaksakan, pengenaannya bisa

secara sepihak. Pemberian sanksi pidana bagi pemalsu sertifikasi dan labelisasi

halal seharusnya tidak sebatas pada pengenaan denda. Maka upaya lain untuk

memberantas Sertifikat Halal dan Label Halal palsu dapat digunakan dengan

pendekatan kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal yaitu suatu usaha rasional dari

masyarakat untuk mengantisipasi dan menanggulangi kejahatan. Salah satu usaha

tersebut dapat dilihat dari penggunaan hukum pidana (penal). Oleh karena itu

formulasi pidana di dalam KUHP perlu diterapkan.

Kejahatan pemalsuan Sertifikat Halal berhubungan dengan pemalsuan surat atau

akta. Pasal 263 yang memuat tentang kejahatan pemalsuan surat rumusannya

adalah sebagai berikut:

(3) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat

menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang

diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk

memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah

isinya benar dan tidak dipalsu, dipidana jika pemakaian tersebut dapat

menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara

paling lama 6 tahun.

(4) Dipidana dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai

surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli, jika pemakaian surat itu

dapat menimbulkan kerugian.

Dari rumusan dua ayat diatas, terdapat unsur- unsur kejahatan pemalsuan

Sertifikat Halal. Rumusan pada ayat (1) terdiri dari unsur-unsur yaitu:

Page 80: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

c. Unsur-unsur obyektif:

4) Perbuatan: a). Memalsu Sertifikat Halal.

5) Obyeknya : Sertifikat Halal

6) Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian Sertifikat

Halal palsu tersebut.

d. Unsur subyektif: dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang

lain memakai seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu.

Rumusan ayat (2) mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

c. Unsur-unsur obyektif:

4) Pebuatan: memakai.

5) Obyeknya: a). Sertifikat Halal yang dipalsukan.

6) Pemakaian Sertifikat Halal palsu tersebut dapat menimbulkan

kerugian.

d. Unsur subyektif: dengan sengaja.

Kata “Palsu” artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya

(Adami Chazawi, 2005:99). Pemalsuan Sertifikat Halal identik dengan perbuatan

memalsu (vervalsen) surat atau akta dimana sebelum perbuatan tersebut

dilakukan, sudah ada sebuah Serifikat Halal yang asli atau mencontoh Sertifikat

Halal yang asli. Kemudian pada sertifikat yang asli ini, terhadap isinya dilakukan

perbuatan memalsu yang akibatnya bertentangan dengan kebenaran karena tidak

dilakukan secara sah sebagaimana prosedur administrasinya. Menurut hemat

penulis, sebab pemalsuan Sertifikat Halal oleh pelaku usaha terdapat dua

kemungkinan, yang pertama memang pelaku usaha tidak memiliki Sertifikat Halal

dan enggan untuk mengajukan pendaftaran untuk memperoleh Sertifikat Halal

kemudian pelaku usaha membuat Sertifikat Halal sendiri yaitu dengan memalsu

format subtansi Sertifikat Halal yang sudah ada dari pelaku usaha lain. Yang

kedua pelaku usaha memiliki Sertifikat Halal tetapi Sertifikat Halal tersebut sudah

berakhir masa berlakunya dan enggan melakukan perpanjangan kemudian pelaku

usaha memalsu Sertifikat Halal tersebut dengan memperpanjang sendiri masa

berlakunya.

Page 81: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Perbuatan memalsu label halal dalam KUHP identik dengan pemalsuan merek.

Perbuatan memalsu label halal yang asli, artinya pada produk dalam hal ini

terdapat dalam kemasan produk atau pada labelnya diberikan tanda label halal

yang palsu. Kejahatan yang dimaksud, yang diatur pada Pasal 255 KUHP adalah

dirumuskan sebagai berikut:

Pasal 225 : Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun:

(1) barangsiapa membubuhi benda yang wajib ditera atau yang atas

permintaan yang berkepentingan diizinkan untuk ditera atau

ditera lagi dengan tanda tera Indonesia yang palsu, atau

barangsiapa yang memalsu tanda tera asli, dengan maksud

untuk memakai atau menyuruh memakai benda itu seolah-olah

tanda teranya asli dan tidak dipalsu;

Pada rumusan diatas terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Unsur-unsur obyektif:

3) Perbuatan: a). Membubuhi tanda label halal palsu; b). Memalsu

tanda label halal yang asli;

4) Pada: kemasan produk.

b. Unsur subyektif: dengan maksud untuk menyatakan produk tersebut halal

sebagaimana tanda halalnya asli dan tidak dipalsu.

Istilah merek (merken) dalam kejahatan pemalsuan merek ini pengertiannya

terbatas pada merek, tanda atau cap pada benda-benda emas dan perak, tanda atau

cap pada benda-benda yang digunakan sebagai alat ukur, alat timbang dan alat

penakar (benda-benda tera), serta tanda atau cap yang diharuskan atau dibolehkan

UU dilekatkan pada benda tertentu atau bungkusnya (Adami Chazawi 2005:73).

Pengertian tersebut diatas tidak termasuk merek dagang dan merek jasa

sebagaimana yang dimaksudkan dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 tentang Merek.

Penerapan formulasi pidana pada pemalsuan sertifikat dan label halal ini

diharapkan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku usaha serta pencegahan

pemalsuan sertifikat dan label halal palsu dari pelaku usaha lain. Mengenai teori

pemidanaan, penulis lebih condong pada teori pemidanaan relatif atau teori tujuan

Page 82: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

dimana tujuan pidana menurut teori relatif adalah untuk mencegah agar ketertiban

di dalam masyarakat tidak terganggu. Dengan kata lain, pidana yang dijatuhkan

kepada si pelaku kejahatan bukanlah untuk membalas kejahatannya, melainkan

untuk mempertahankan ketertiban umum. Hal tersebut berarti Pemidanaan tidak

dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.

Filosof Inggris Jeremy Bantham (1748-1832), merupakan tokoh yang

pendapatnya dapat dijadilan landasan dari teori ini. Menurut Jeremy Bantham

bahwa manusia merupakan makhluk yang rasional yang akan memilih secara

sadar kesenangan dan menghindari kesusahan. Oleh karena itu suatu pidana harus

ditetapkan pada tiap kejahatan sedemikian rupa sehingga kesusahan akan lebih

berat dari pada kesenganan yang ditimbulkan oleh kejahatan. Mengenai tujuan-

tujuan dari pidana adalah:

1. mencegah semua pelanggaran;

2. mencegah pelanggaran yang paling jahat;

3. menekan kejahatan;

4. menekan kerugian/biaya sekecil-kecilnya.

Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, teori relatif ini dibagi dua yaitu:

a) prevensi umum (generale preventie),

b) prevensi khusus (speciale preventie).

Mengenai prevensi umum dan khusus tersebut, E. Utrecht menuliskan sebagai

berikut: “Prevensi umum bertujuan untuk menghindarkan supaya orang pada

umumnya tidak melanggar. Prevensi khusus bertujuan menghindarkan supaya

pembuat (dader) tidak melanggar”. Prevensi umum menekankan bahwa tujuan

pidana adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat dari gangguan

penjahat. Dengan memidana pelaku kejahatan, diharapkan anggota masyarakat

lainnya tidak akan melakukan tindak pidana. Sedangkan teori prevensi khusus

menekankan bahwa tujuan pidana itu dimaksudkan agar narapidana jangan

mengulangi perbuatannya lagi. Dalam hal ini pidana itu berfungsi untuk mendidik

dan memperbaiki narapidana agar menjadi anggota masyarakat yang baik dan

berguna (Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jambi. Vol.3 No.11,

Usman. 2009:70-71).

Untuk mewujudkan pemberantasan pemalsuan Sertifikasi Halal dan labelisasi

halal diatas tak lepas dari peran seluruh kalangan baik itu pemerintah, lembaga

perlindungan konsumen pemerintah, pelaku usaha, konsumen maupun lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat serta aparatur penegak hukum yang

tegas. Dari pemerintah melalui lembaga pembentuk undang-undang (legislatif)

haruslah ada political will baik dalam perumusan peraturan maupun penegakan

dari peraturan itu sendiri harus mencerminkan rasa keadilan dan tuntutan keadaan

Page 83: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

sosial. Terkait bagaimana untuk memberantas ataupun mencegah pemalsuan

sertifikat dan label halal palsu, ada baiknya pemerintah setingkat provinsi atau

kota berupaya membantu dan memfasilitasi pelaku usaha yang akan mengajukan

sertifikat halal, baik itu terdapat dalam program pemerintah maupun upaya

lainnya. Mengadakan sosialisasi kepada pelaku usaha akan pentingnya jaminan

kehalalan pada produk baik itu dalam bentuk seminar atau dalam forum lainnya,

karena permasalahan jaminan kehalalan ini adalah sebagai isu dan tantangan

dalam menghadapi era perdagangan bebas seperti sekarang maupun di masa

mendatang. Atau bisa juga seperti yang dilakukan di provinsi Jawa Barat dimana

salah satu program tahunan yang telah berlangsung sejak 2005 di pemerintah

provinsi tersebut mengalokasikan anggaran senilai Rp 600 juta untuk program

sertifikasi produk halal bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di

provinsi itu (http://halalcare.blogspot.com /2011/08/.html). Apabila setiap

provinsi di Indonesia melakukan program seperti diatas, tentu pemalsuan sertifikat

dan label halal dapat ditekan.

Untuk mencegah beredarnya produk yang mencantumkan tulisan halal namun

tidak memiliki sertifikat halal, cukup dengan meningkatkan sistem dan

mekanisme pengawasan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat

ini sehingga peraturan perundang-undangan yang ada dapat berjalan efektif.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan, pengawasan adalah serangkaian

kegiatan diawali pengamatan kasat mata, pengujian, penelitian dan survei

terhadap barang dan jasa yang beredar di pasar, guna memastikan kesuaian barang

dan/atau jasa dalam memenuhi standar mutu produksi barang dan/atau jasa,

pencantuman label, klausula baku, cara menjual, pengiklanan serta pelayanan

purna jual barang dan/atau jasa. Agar pengawasan dilakukan lebih efektif, langkah

lain yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan peran serta Pemerintah,

Masyarakat dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

(LPKSM). Bahkan, Pemerintah dapat mengoptimalkan peran Kantor Urusan

Agama (KUA) yang mewakili Departemen Agama dan Pusat Kesehatan

Masyarakat (Puskesmas) yang mewakili Departemen Kesehatan di tingkat

kecamatan untuk melakukan pengawasan barang yang beredar

(http://halalsehat.com/RUU-Produk-Halal-dan-Perubahan-Masyarakat).

Isu mengenai jaminan kehalalan pada produk kosumsi seharusnya menjadikan

para pelaku usaha jeli dalam mengambil peluang, selain untuk menambah daya

saing produknya juga untuk mendapatkan keuntungan lebih dari produknya yang

beredar di pasaran. Karena kecenderungan konsumen khususnya konsumen

Page 84: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

muslim lebih memilih produk yang tidak menimbulkan keragu-raguan pada

produk yang akan dikonsumsinya yaitu produk yang ada jaminan kehalalan

dengan sertifikat halal maupun label halal. Dalam hal ini seharusnya pelaku usaha

memiliki kesadaran akan pentingnya kehalalan dan tidak hanya berorientasi pada

keuntungan saja, yaitu dengan mendaftarkan sertifikasi dan labelisasi halal pada

produknya agar produk yang bersangkutan tersebut memperoleh jaminan

kehalalan. Masalah biaya dan waktu seharusnya bukan lagi menjadi kendala bagi

pelaku usaha yang akan mengajukan permohonan sertifikasi dan labelisasi halal.

Untuk pengeluaran biaya sertifikasi tentunya tak jadi masalah karena nilai biaya

yang dikeluarkan untuk sertifikasi halal tidak sebanding dengan nilai keuntungan

yang akan didapat dari penjualan produk yang diproduksi, bisa jadi keuntungan

yang didapat lebih besar seperti alasan yang dijabarkan diatas yaitu selain

menambah daya saing produk tetapi konsumen cenderung memilih produk yang

terjamin kehalalannya. Untuk masalah waktu pelaku usaha tidak perlu lagi repot

dalam pendaftaran sertifikasi halal dengan alasan proses yang berbelit-belit.

Karena sekarang LPPOM MUI sudah meluncurkan Certification Online Service

System (CEROL-SS) 23000, yaitu sistim Sertifikasi Halal online berbasis web,

dengan aplikasi “Less paper”. Dalam sistim ini, tak diperlukan dokumen-

dokumen dalam bentuk kertas, juga tak dibutuhkan kurir untuk mengirimkan

berkas. Autentifikasi dokumen dilakukan dengan audit administrasi. Pihak

perusahaan cukup menunjukkan dokumen-dokumen asli yang sesuai dengan file-

file dokumen yang telah dikirimkan pada saat pengajuan sertifikasi secara online.

Begitu pula autentifikasi ke lembaga-lembaga mitra dalam proses sertifikasi halal,

tidak perlu menggunakan kertas faksimile. Dengan adanya sistim online ini, tentu

akan sangat mempermudah proses pendaftaran sertifikasi halal

(http://www.halalmui.org /NewMUI/index.php).

Pihak konsumen sendiri seharusnya juga harus lebih jeli dan teliti sebelum

memilih dan mengkonsumsi produk, hal tersebut adalah bentuk upaya untuk

memberdayakan dirinya sendiri sebagai konsumen cerdas. Selain mengetahui hak-

haknya, konsumen juga harus mengetahui kewajibannya seperti pada salah satu

kewajiban konsumen pada Pasal 5 huruf a UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Page 85: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Perilindungan Konsumen bahwa “Kewajiban Konsumen adalah membaca atau

mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang

dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan”. Persoalan selanjutnya yaitu

terletak pada keterbatasan pengetahuan konsumen untuk mengetahui komposisi

bahan pada produk yang akan dikonsumsinya. Jika hanya sekedar membaca dan

mengikuti petunjuk penggunaan saja, umumnya semua konsumen pun bisa. Tetapi

untuk mengetahui kandungan komposisi bahan yang digunakan pada produk yang

bersangkutan yang akan dikonsumsi tentu tidak semua konsumen paham

mengenai kelayakan atau halal tidaknya komposisi bahan yang ada pada produk

yang besangkutan, terlebih lagi sekarang banyak produk yang pembuatannya

diperoleh dari campuran rekayasa genetika dan bahan-bahan kimia yang tidak

semua konsumen mengetahuinya. Untuk menjembatani ketidaktahuan dari

konsumen tersebut, pemerintah melalui lemabaga terkait baik itu dari LPPOM

MUI maupun lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat seperti YLKI

untuk memberikan fasilitas sejenis layanan konsumen atau pengaduan seperti

program layanan pesan singkat atau SMS maupun Telepon serta internet yang

dikirimkan ke nomor atau alamat situs LPPOM MUI maupun YKLI bagi

konsumen yang menemui masalah keragu-raguan soal komposisi bahan yang

tidak dimengerti konsumen. Fasilitas tersebut tentunya juga harus bebas biaya dan

didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang ahli dalam bidangnya serta

sarana dan prasarana dan mekanisme kerja yang memadai. Selain itu konsumen

juga harus aktif dalam program tersebut. Konsumen juga harus berani melaporkan

apabila ada sertifikat dan label halal palsu, mengenai label halal palsu dapat

diketahui pada kemasan pada produk yang bersangkutan, bisa juga dengan

membandingkan label halal pada produk lainnya, hal tersebut akan nampak

perbedaan atau kejanggalan pada labelnya, karena label halal sendiri mudah

dipalsu dengan bentuk stiker atau bentuk lainnya atau dengan mencocokkan

antara komposisi bahan yang ada pada produk dengan labelnya. Apabila

komposisinya mengandung bahan yang tidak halal sedangkan terdapat nomor

register sertifikat maupun label halal pada kemasannya bisa dipastikan bahwa

produk tersebut memasang label halal yang palsu, dan tentunya bisa juga pelaku

Page 86: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

usahanya menggunakan sertifikat halal palsu atau bahkan tidak memiliki sertifikat

halal. Untuk itu peran lembaga perlindungan konsumen sangat penting disini yaitu

untuk menjembatani laporan dari konsumen tersebut yang kemudian diteruskan

kepada aparat yang berwenang. Mengenai law enforcement seperti pengawasan

baik itu pre market maupun post market harus lebih ketat. Dalam hal ini LPPOM

MUI harus bekerja sama dengan BPOM dalam penentuan uji makanan karena

dalam hasil dari pengujian tersebut nantinya akan nampak mengenai thayibnya

produk yang diuji. Selanjutnya mengenai urusan penentuan halal tidaknya produk

yang telah diuji tersebut adalah kewenangan LPPOM MUI.

Penegakan hukum dalam kejahatan bisnis merupakan upaya untuk setiap orang

atau badan hukum mematuhi ketentuan hukum yang berlaku dalam bidang bisnis.

Upaya yang dimaksudkan yaitu tidak terlepas dari tindakan represif yakni barang

siapa yang melanggar ketentuan hukum pidana bisnis disamping berfungsi

sebagai upaya preventif. Dalam rangka penegakan hukum dari kejahatan bisnis

bukan hanya tugas dari penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) saja, tetapi harus

ada koordinasi, persepsi dan peran serta lembaga yang terkait penerapan

ketentuan tindak pidana kejahatan bisnis. Misalnya berkoordinasi dan bekerja

sama dengan BPOM yang dalam kegiatannya melakukan pengawasan dan

inspeksi pada peredaran produk di pasaran, Ditjen Bea dan Cukai, Dinas

Kesehatan, Dinas Perdagangan, maupun Lembaga Konsumen Swadaya

Masyarakat seperti YLKI.

YLKI berperan dalam konstrol sosial. Diibaratkan anggota tubuh, YLKI adalah

sebagai “mata” dan “mulut”, sedangkan yang punya tangan adalah Pemerintah

melalui instansi terkait. Dalam Praktik, YLKI sering melakukan penelusuran di

pasar tradisional maupun ritel-ritel modern (Mimbar Hukum.Vol.21 No.2, Irna

Nurhayati. 2009: 214).

Penegak hukum dalam pengertiannya institusi penegak hukum dan aparat

(orangnya) penegak harus lebih tegas, karena berhasil tidaknya penegakan hukum

itu tergantung dari sikap dan pengetahuan penegak hukum itu sendiri. Maka hal

yang perlu digaris bawahi adalah bahwa penegak hukum harus mempunyai

pengetahuan hukum yang cukup agar tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan

hukum yang ada. Oleh karena pemalsuan Sertifikasi dan labelisasi halal ini bukan

Page 87: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

merupakan delik aduan, penegak hukum haruslah aktif dan memiliki pengetahuan

dalam menangani, memeriksa dan menyelesaikan tindak pidana bisnis. Mulai di

tingkat kepolisian misalnya, harus tegas dan kinerja yang maksimal serta

mencermikan rasa keadilan, karena di beberapa kasus yang terjadi seperti

restoran yang ada di Surabaya yang menyalahgunakan Sertifikat Halal yang

dilaporkan oleh YLKI kasusnya hanya terhenti di kepolisian, sehingga tidak ada

penyelesaian dan tidak sampai pada tingkat pengadilan

(http://www.republika.co.id/berita.html). Hukum bertugas untuk menciptakan

kepastian hukum karena bertujuan menciptakan ketertiban masyarakat. Tentunya

masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan dan penegakan hukum,

karena hukum itu untuk manusia, maka pelaksanaan dan penegakan hukum harus

memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat.

Pengenaan sanksi baik itu ganti kerugian, denda maupun penjara dirasa cukup adil

untuk pelaku usaha yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan

yang ada didalam UU Pangan, UUPK maupun KUHP serta sanksi administratif

pada PP No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Karena sebenarnya

kerugian yang dialami konsumen akibat pemalsuan sertifikat halal dan label halal

palsu yang ada pada produk pangan yang belum tentu isinya halal tersebut

bukanlah berupa kerugian secara material melainkan kerugian yang dapat

dikatakan tidak terlihat atau kerugian secara bathiniah.

Page 88: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis

Perlindungan Hukum Terhadap Pemalsuan Sertifikasi dan Labelisasi Halal

Sebagai Bentuk Legitimasi Kehalalan Produk Di Indonesia, maka dapat

ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Dalam rangka memberikan perlindungan konsumen atas jaminan

produk halal, pemerintah memberikan perlindungan melalui

peraturan perundang-undangan dengan labelisasi halal yang

tertuang dalam beberapa produk hukum antara lain UU No. 7

Tahun 1996 tentang Pangan, UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Kemudian diikuti peraturan-peraturan di

bawahnya yakni PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Pangan, SK Menteri Agama No. 518 Tahun 2001 tentang Pedoman

dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal, serta SK

Menkes No. 924/Menkes/SK/VII/1996 jo. SK Menkes No.

82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pencantuman “Tulisan Halal” Pada

Label Makanan.

2. Peraturan perundang-undangan yang sudah ada yang mengatur

labelisasi halal sebenarnya sudah mampu memberikan

perlindungan maksimal kepada konsumen namun tampaknya

perlindungan hukum melalui UU saja tidak cukup sehingga perlu

adanya aparat penegak hukum yang berani untuk menegakkan isi

dari UU.

3. Untuk mewujudkan pemberantasan pemalsuan Sertifikat Halal dan

label halal diatas tak lepas dari peran seluruh kalangan baik itu

Page 89: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

pemerintah, lembaga perlindungan konsumen pemerintah, pelaku

usaha, konsumen maupun lembaga perlindungan konsumen

swadaya masyarakat serta aparatur penegak hukum yang tegas.

Selain memberikan sanksi yang tegas bagi pemalsu sertifikat dan

label halal yang terdapat pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang

Pangan yang disebutkan pada Pasal 58 huruf i dan j, UU No. 8

Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen yang disebutkan pada

Pasal 62 ayat (1), beserta ancaman pidana tambahan yang

disebutkan pada Pasal 63, dan sanksi administratif sebagai mana

disebutkan pada Pasal 61 PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan

Iklan Pangan, perlu juga penerapan formulasi pidana dalam KUHP

atas kejahatan pemalsuan surat dan pemalsuan cap/tera

sebagaimana disebutkan pada Pasal 263 dan Pasal 255 KUHP.

B. Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian dan pembahasan yang telah

diuraikan, maka penulis menyarankan:

1. Perlu segera diupayakan pembentukan peraturan yang khusus

mengatur mengenai jaminan kehalalan produk di Indonesia berikut

sanksi hukum yang tegas, perlu juga dilengkapi dengan aturan

standar dan label halal resmi, penunjukan institusi atau lembaga

penjamin halal yang memiliki komepetensi dalam penentuan

kehalalan pangan sebagai kepanjangan tangan dari kementerian

agama sehingga terdapat kepastian mengenai wewenang, tugas,

dan fungsi mengenai atau dalam kaitannya dengan jaminan produk

halal, serta aturan mengenai transparansi biaya pengajuan

sertifikasi halal.

2. Mengubah paradigma sukarela (voluntary) dalam pengajuan

sertifikasi dan labelisasi halal pada produk menjadi kewajiban

(mandatory). Wajib untuk pelaku usaha berskala besar baik

perorangan maupun berbentuk badan hukum misalnya untuk

Page 90: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

perusahaan besar wajib untuk menjamin kehalalan produknya

dengan sertifikasi dan labelisasi halal. Untuk UMKM dilakukan

secara bertahap dan tentunya perlu dibantu oleh pemerintah

mengenai masalah biaya dan prosedurnya.

3. Memberikan sosialisasi kepada pelaku usaha dan masyarakat akan

pentingnya jaminan kehalalan. Sehingga diharapkan dapat

menunjang kesadaran pelaku usaha untuk mengajukan sertifikasi

dan labelisasi halal serta sebagai upaya untuk memberikan

pengetahuan kepada konsumen akan pentingnya jaminan kehalalan

pada produk yang akan dikonsumsinya. Penegakan hukum harus

lebih tegas mulai dari tingkat kepolisian, seharusnya penegak

hukum harus lebih aktif karena pemalsuan sertifikat dan label halal

ini bukan merupakan delik aduan.

Page 91: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Al-Qur’an dan Terjemahannya. 2000. Semarang: Putra Toha.

Abdul Halim Barkatullah. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Banjarmasin:

FH Unlam Press.

Adami Chazawi. 2005. Kejahatan Mengenai Pemalsuan. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada.

Ahmadi Miru&Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:

PT.RajaGrafindo Persada.

Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Kamil Musa 2006. Ensiklopedia Halal Haram dalam Makanan dan Minuman.

Surakarta: Ziyad Visi Media.

Lexy J. Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Nurmadjito. 2000. Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang

Perlindungan Konsumen dalam Menghadapi Era Globalisasi, dalam

Husni Syawali & Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen.

Bandung: CV. Mandar Maju.

Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Shidarta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo

Soleman B.Taneko. 1993. Pokok-Pokok Studi Hukum Dalam Masyarakat. Jakarta:

PT.RajaGrafindo Persada.

Sri Redjeki Hartono. 2000. Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalam

Kerangka Era Perdagangan Bebas, dalam Husni Syawali & Neni Sri

Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung: CV. Mandar

Maju.

Susanti Adi Nugroho. 2008. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau

Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Page 92: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 45 Beserta Amandemen. Yogyakarta: Aditya Pustaka.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

UU RI No.7 Tahun1996 Tentang Pangan;

UU RI No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

PP No.69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

Keputusan Menteri Agama No. 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara

Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.

Keputusan Menteri Agama No. 519 Tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksana

Pemeriksaan Pangan Halal.

Keputusan Menteri Agama No. 525 Tahun 2001 tentang Penunjukan Perusahaan

Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERUM PERURI) Sebagai

Pelaksana Pencetakan Label Halal.

Keputusan Menteri Kesehatan No 924/Menkes/SK/VIII/ 1996 tentang perubahan

atas Keputusan Menteri Kesehatan RI No 82/Menkes/SK/I/1996 tentang

Pecantuman Tulisan Halal dan Label Makanan.

3. Makalah

Habibah Abdul Talib. 2008. “Quality Assurance in Halal Food Manufacturing in

Malaysia: A Preliminary Study”. Paper. Proceedings of International

Conference on Mechanical & Manufacturing Engineering (ICME2008).

Johor Bahru, Malaysia. Faculty of Mechanical & Manufacturing

Engineering, Presented in Universiti Tun Hussein Onn Malaysia

(UTHM). 21–23 May 2008.

Salehudin, I. and Luthfi, B.A. 2010. “Marketing Impact of Halal Labeling toward

Indonesian Muslim Consumer’s Behavioral Intention Based on Ajzen’s

Planned Behavior Theory: A Policy Capturing Study in Five Different

Product Categories”. Paper. Proceeding of 5th International Conference

on Business and Management Research (ICBMR), Presented 4th August

2010, Depok‐Indonesia.

Wiku Adisasmito. 2008. “Case Study: Analisis Kebijakan Nasional MUI dan

BPOM” Makalah. Disampaikan di Universitas Indonesia tahun 2008.

4. Jurnal

Azah Anir Norman. 2009. “Consumer Acceptance of RFID – Enabled Services in

Validating Halal Status”. Journal Computer Science and Information

Technology (ISCIT) University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.

Vol 6. No.9.

Page 93: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Elvi Zahara Lubis. 2009. “Hubungan Pencantuman Label Halal Terhadap

Perlindungan Konsumen”. Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Medan Area, moral&adil Vol. 1 No. 1.

Endang S Soesilowati. 2010. “Business Opportunities for Halal Products in the

Global Market: Muslim Consumer Behaviour and Halal Food

Consumption”. Journal of Indonesian Social Sciences and Humanities.

Vol. 3.

Irna Nurhayati. 2009. “Efektivitas Pengawasan Badan Pengawasan Obat dan

Makanan”. Mimbar Hukum. Vol.21 No.2.

Rajendra Kumar Nayak. 1991. “Consumer Protection Law in India: An Eco-Legal

Treatise on Consumer Justice”. Journal of Indian Law Institute New

Delhi. Vol. 3 No. 1.

Shahidan Shafie. 2009. “Halal Certification: an international marketing issues and

challenges”. Journal of Business & Accountancy. Faculty of Business &

Accountancy Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.Vol. 32 No.

01.

Siti Zulaekah dan Yuli Kusumawati. 2005. “Halal dan Haram Makanan dalam

Islam”. Jurnal Suhuf. Vol. XVII No. 01.

Usman. 2009. “Analisis Perkembangan Teori Hukum Pidana”. Jurnal Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Jambi. Vol.3 No.11.

5. Majalah LPPOM MUI. 2008. Panduan Umum Sistem Jaminan Halal. LPPOM MUI.

6. Koran

.“Pentingnya Jaminan Halal”.Republika, Kamis 19 Januari 2012.

7. Internet

Erry Meta. Filsafat Hukum Dalam Membangun Kesadaran Hukum dan Ketaatan

Hukum. http://errymeta.blogspot.com/membangun-kesadaran-hukum-

dan-ketaatan.html> [11 Juni 2012 pukul 22.45].

Icha Auliani. 2011. Pemalsuan Produk Olahan Daging.http://rabbitica.

blogspot.com/2011/02/pemalsuan>[10 November 2011 pukul 20.47].

Jimly Asshiddiqie. Penegakan Hukum. http://www.docudesk.com/Pdf>[ 6 Juni

2012 pukul 10.10].

Ken yunita. MUI yakin Label halal di dendeng/abon Babi palsu.

http://news.detik.com/read.php>[12 Juni 2012 pukul 19:40].

Rozailin Abdul Rahman and Zainalabidin Mohamed. 2009. Malaysian Halal

Food Entrepreneurs Perspective Towards Globalization – A Conceptual

Page 94: ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM DARI PEMALSUAN …/Analisis... · dan saran yang telah diberikan. Pada kesempatan ini secara khusus penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Framework.http://ssrn.com/doc/E-Journal/1869683>[12 Maret 2012

pukul 21.10].

Syarif. RUU Produk Halal dan Perubahan Masyarakat.

http://halalsehat.com/pdf>[7 Juni 2012 pukul 22:42].

Yuris Susanto. Efektivitas Hukum. http://scribd.com/doc/Efektivitas-Hukum> [11

Juni 2012 pukul 00:00].

. 97% Produk Kosmetika Yang Beredar Tidak Jelas Kehalalannya.

http://threemc. multyply.com/read/article/>[ 8 November 2011 pukul

20.30].

.Halal Itu Penting. http://halalguide.info/categorykonsep-dasar/halal-

itu-penting>[20 Oktober 2011 pukul 20.15].

.Implementasi CEROL-SS23000 Sebagai Aktualisasi "Go

Green".http://www.halalmui.org /NewMUI/index.php >[12 juni 2012

pukul 19.30].

. Jabar Anggarkan 600 Juta Untuk

Sertifikasi.http://halalcare.blogspot.com /2011/08/.html>[7 Juni 2012

pukul 02:30].

. Kasus Pelanggaran Sertifikat Halal Sering Mandeg di Polisi.

http://www.republika.co.id/berita.html > [12 Juni 2012 pukul 22:00].

. Menyoal Kembali Akurasi Label Halal Dalam Produk-Produk

Makanan. Halalmui.Org/read/article.html>[12 Juni 2012 pukul 19:18].

.Pemain daging Partai Sejahtera. http://www.tempointeraktif.com/

khusus/selusur.php>[12 Juni 2012 pukul 20:20].

. Syarat Kehalalan Menurut Syariat Islam.http://www.halalmui.org>[

15 Mei 2012 pukul 19.20].