skripsi pemalsuan uang
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tindak pidana pemalsuan uang tidak hanya terjadi pada saat sekarang akan
tetapi sudah terjadi sejak masa lampau, sejak zaman Romawi kuno. Hal-hal yang
menjadi motivasi seseorang untuk melakukan tindak pidana juga memerlukan
penelitian yang mendalam. Tetapi yang jelas mereka hanya ingin mendapatkan
keuntungan pribadi tanpa mempertimbangkan resiko yang akan dihadapi.
Penelitian tentang tindak pidana pemalsuan uang dalam skripsi ini
merupakan suatu penelitian yang didasarkan pada permasalahan yang bersifat
aktual, sebab perkara tindak pemalsuan uang pada akhir-akhir ini sering terjadi.
Dari situlah maka penulis ingin membahas secara tuntas tentang tindak pidana
tersebut.
Berbekal dengan temuan perkara tindak pidana pemalsuan uang pada
Pengadilan Negeri Tangerang maka penulis mendapatkan inspirasi untuk meneliti
permasalahan yang menyangkut faktor-faktor terjadinya tindak pidana pemalsuan
uang.
Setiap negara memiliki peraturan sebagai pedoman kepada setiap warga
negaranya demi tercipta ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat. Dengan
terbentuknya peraturan diharapkan kepada setiap warga negara taat sehingga ada
rasa takut untuk melakukan suatu kejahatan.
1
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terkenal dengan adat istiadat dan
kepribadiannya yang luhur. Pada zaman dahulu Bangsa Indonesia sangat disegani
oleh bangsa lain karena kepribadiannya dan kesantunannya.
Seiring dengan perkembangan IPTEK ( Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
banyak orang pandai, akan tetapi kepandaian tersebut tidak diikuti dengan etika
dan moral yang baik sehingga banyak orang yang memanfaatkan kepandaian
tersebut untuk berbuat yang melanggar aturan negara.
Maraknya berbagai macan jenis kejahatan suatu bukti bahwa tingkat
moralitas dan akhlak masyarakat sudah mulai berkurang. Sebagai contoh akhir-
akhir ini banyak terjadi aksi-aksi penipuan salah satunya yaitu maraknya
peredaran uang palsu. Peredaran uang palsu ini tidak hanya melanda pada warga
kota bahkan sudah mencapai ke seluruh pelosok tanah air.
Tindak pidana pemalsuan uang merupakan delik formil yaitu delik yang
dianggap telah terlaksana apabila telah dilakukan suatu tindakan yang terlarang.
Dalam delik formil hubungan kausal mungkin diperlukan pula tetapi berbeda
dengan yang diperlukan dalam delik materiil, dengan demikian dikatakan bahwa
delik materiil tidak dirumuskan secara jelas, lain dengan formil yang dilarang
dengan dengan tegas adalah perbuatannya.
Dalam delik formil yaitu apabila perbuatan dan akibatnya terpisah menurut
waktu, jadi timbulnya akibat yang tertentu itu baru kemudian terjadi.
Pengaturan ancaman terhadap tindak pidana pemalsuan uang secara spesifik
diatur dalam KUHP pada pasal 244 dan pasal 245. Perbedaan kedua pasal tersebut
2
adalah hanya perbedaan unsur saja, jika pada pasal 245 mengancam pelaku yang
dengan sengaja mengedarkan atau menyimpan uang palsu. Sedangkan pada pasal
244 dijelaskan terhadap ancaman pidana terhadap orang yang dengan sengaja
meniru atau membuat uang palsu.
Penelitian ini akan difokuskan pada No perkara 1425/PID.B/2005/PN.TNG
dengan nama terdakwa Muktar als. Tar bin Muhamad Latif yang telah tertangkap
oleh pihak kepolisian yang dengan sengaja mengedarkan uang palsu pecahan Rp.
100.000,- (Seratus ribu rupiah) pada tanggal 17 Agustus 2005 di Pasar Cikokol
Tangerang.
Oleh karena penelitian didalam buku ini difokuskan pada perkara di atas
maka pembahasan hal yang bersifat Yuridis terhadap perkara yang kemudian
akan menghasilkan suatu bahan analisa yang dapat dipergunakan untuk
memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu Hukum Pidana.
Pada umumnya ada 6 macam unsur obyektif1 yang terdapat dalam rumusan
tindak pidana yaitu:
1. Tingkah laku seseorang (handeling)
2. Akibat yang menjadi syarat mutlak delik
3. Unsur sifat melawan hukum yang dirumuskan secara formil
4. Unsur yang menentukan sifat perbuatan (voorwaarden die de straf
barheid bepalen)
5. Unsur melawan hukum yang memberatkan pidana
1 Suharto, Hukum Pidana Materiil. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika.2002
3
6. Unsur tambahan dari suatu tindak pidana (big komande voorwaarden
van het straf barheid)
Bahan unsur-unsur dari angka 1 sampai dengan angka 6 adalah rumusan
perbuatan pidana yang mempunyai ciri-ciri khusus dalam unsur-unsur yang
berupa perbedaan materiil harus dimasukkan dalam uraian surat dakwaan untuk
dibuktikan di muka sidang pengadilan.
Pada pokoknya kejahatan uang palsu terdiri dari 4 unsur kegiatan pokok
yaitu:
1. Meniru
2. Memalsukan
3. Mengedarkan
4. Menyimpan
Perbuatan meniru pada umumnya merupakan perbuatan membuat sesuatu
yang mirip dengan sesuatu yang lain dan yang memberikan sifat asli. Dalam hal
meniru merupakan perbuatan membuat mata uang atau uang kertas bank yang
memperlihatkan sifat asli. Penghukuman terhadap pembuat perbuatan peniruan
mata uang kertas atau uang kertas bank, tidak tergantung pada kurangnya
banyaknya kesamaaan dengan yang asli, hanya melakukan pembuatan mata uang.
Memahami enam macam unsur obyektif tersebut perlu untuk menyiapkan
Berita Acara Pemeriksaan (B.A.P) yang akan digunakan sebagai dasar membuat
surat dakwaan.
4
Dalam hal ini persamaan persepsi atas suatu perkara antara penyidik dan
penuntut umum harus sama, utnuk itu masing-masing diperlukan sikap yang
transparan demi tercipta suatu tujuan hukum yaitu kebenaran dan keadilan.
Diharapkan dengan penelitian dapat membantu pekerjaan dari beberapa instansi
yang terkait sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Sebaik-baiknya undang-undang tergantung dari pelaksanaannya, untuk itu
mari bersama-sama menempatkan diri, apapun profesinya baik yang bergerak
baik di bidang penegak hukum, pejabat yang bergerak di bidang jasa pengabdian
masyarakat yang menjadi pelengkap kesempurnaan negara dan bangsa, tidak akan
mengkhianati hati nurani. Hati nurani hanya dapat dibina melalui penghayatan,
pemahaman dan pengenalan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Berpedoman pada sila pertama pancasila kelakuan yang amoral dihilangkan
dengan mendengarkan pesan suci yang telah diamanatkan oleh rasul agar
dijalankan semua umat manusia.
Atas dasar uraian di atas maka Penulis berkeinginan untuk melakukan
penelitian lebih jauh tentang “ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP
KEJAHATAN PEMALSUAN UANG” dengan melakukan studi kasus pada
perkara No.1425/PID.B/2005/PN.TNG.
B. Pokok Permasalahan
Di dalam kehidupan banyak sekali masalah-masalah yang dapat diteliti, baik
untuk kepentingan pengembangan ilmu maupun untuk kebutuhan praktek. Di
5
dalam bidang hukum, banyak masalah-masalah hukum yang ditemukan untuk
kemudian di lakukan suatu penelitian. Adapun pokok permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah peredaran mata uang palsu di Indonesia serta siapa saja
pihak-pihak yang terlibat dan apa factor-faktor yang menyebabkan
terjadinya tindak pidana pemalsuan uang ?
2. Apa yang menjadi unsur pidana dan bagaimana ancaman pidana dari
perbuatan tindak pidana pemalsuan uang ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a) Untuk mengetahui peredaran mata uang palsu dan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya pemalsuan uang.
b) Untuk mengetahui unsur-unsur pidana yang terdapat dalam tindak pidana
pemalsuan uang.
c) Untuk mengetahui ancaman pidana terhadap tindak pidana pemalsuan
uang berdasarkan perkara No.1425/PID.B/2005/PN.TNG sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam KUHP.
d) Untuk mengetahui sejauh mana upaya pemerintah dalam menanggulangi
atau memberantas terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan uang.
2. Kegunaan Penelitian
6
a) Mewujudkan efektifitas peraturan perundang-undangan dalam
upaya mengurangi kejahatan dan meningkatkan kedisiplinan agar tercipta
suatu keadilan, ketertiban dan ketentraman di dalam masyarakat.
b) Dari segi teoritis :
1) Menghasilkan pemikiran-pemikiran yang bersifat praktis yang mampu
memberikan wacana kepada para Mahasiswa khususnya dan
masyarakat pada umumnya tentang bahaya pemalsuan dan peredaran
uang palsu.
2) Efektifitas KUHP dalam upaya penanggulangan tindak pidana
pemalsuan uang.
3) Memberikan analisa yuridis khususnya dalam membantu aparat
penegak hukum dan masyarakat terhadap bahaya peredaran uang
palsu.
c) Dari segi praktis
Mensosialisasikan pada masyarakat agar lebih protektif terhadap
peredaran mata uang palsu, membantu aparat penegak hukum dalam
menanggulangi peredaran mata uang palsu bersama-sama dengan
masyarakat agar melaporkan setiap kegiatan yang dianggap dapat
membahayakan keselamatan atau mengganggu ketertiban, meningkatkan
kedisiplinan hukum terhadap para aparat penegak hukum dan masyarakat
agar tercipta kedisiplinan.
7
D. Metode Penelitian
Dalam pengertiannya metode penelitian di sini merupakan suatu cara untuk
mempelajari masalah, menganalisis, menyelidiki atau meneliti suatu bidang ilmu
pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta dengan maksud bahwa
informasi yang telah dikumpulkan akan releven dengan masalah yang diselidiki
dalam hal ini adalah masalah tindak pidana pemalsuan uang khususnya dalam
perkara No.1425/PID/.B/2005/PN.TNG sehingga keterangan-keterangan tersebut
melalui pemikiran-pemikiran dengan mengkaitkan literature-literature yang ada
dapat diperoleh suatu kesimpulan yang dapat dipercaya kebenarannya dan dapat
dipertanggungjawabkan hasilnya. Dalam penelitian ada beberapa unsur kegiatan
yang merupakan bagian dari kegiatan itu masing-masing unsur bagian kegiatan
itu mempunyai metode dan cara tersendiri yang dilakukan untuk berhasilnya
penelitian.
Dalam penelitian ini digunakan metode sebagai berikut:
1. Tipe Penelitian
a) Penelitian hukum normative atau lebih di kenal dengan (Library Research
atau penelitian pustaka) yaitu:
Sebagai landasan ilmiah yang dikemukakan teori-teori yang berhubungan
dengan pokok permasalahan dari referensi dan dokumen lainnya seperti
makalah, hasil seminar, Undang-undang serta karya ilmiah yang ada
kaitannya dengan permasalahan penelitian. Penelitian normative bertujuan
untuk meneliti tentang perbandingan hukum, sejarah hukum dan
8
sinkronisasi hukum, sistematika hukum, serta penemuan-penemuan asas-
asas hukum positif.
b) Penelitian hukum empiris (Field Research/penelitian lapangan) adalah
penelitian tentang hukum di dalam pelaksanaannya, baik terhadap
efektifitas hukum dalam masyarakat maupun identifikasi di lapangan
penelitian ini di lakukan dengan:
1) Wawancara dengan informan dalam hal ini dengan Panitra, Jaksa,
Hakim yang mengadili perkara No.1425/PID.B/2005/PN.TNG guna
memperoleh keterangan nyata/konkrit tentang data yang diperlukan.
2) Melakukan observasi (pengamatan) terhadap responden.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi atas dua jenis data yaitu:
a) Data Sekunder yang terbagi atas:
1) Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana
pemalsuan uang yaitu KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
2) Buku-buku yang ada kaitannya tindak pidana yang dijadikan sebagai
bahan analisa dalam penelitian ini adalah Buku Hukum Pidana
Materiil, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Bagian II), Pengantar
Penelitian Hukum, Bungan Rampai Hukum Pidana, Asas-asas Hukum
Pidana, Hukum Pidana Ekonomi.
3) Bahan Hukum Tersier yang terdiri dari kamus hukum, Kamus Bahasa
Belanda, Kamus Bahasa Indonesia dan Kamus Bahasa Inggris.
9
b) Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan melalui
wawancara dengan responden untuk memperoleh data dan fakta yang
terjadi di lapangan.
4. Cara dan Alat Pengumpulan Data
Cara dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Membuat konsep secara tertulis dari bahan-bahan yang diperoleh dari
studi pustaka dengan cara meringkas atau mengambil intisari dari buku
yang ada kaitannya dengan masalah penelitian kemudian disimpan dalam
bentuk dokumentasi untuk kemudian dipergunakan dalam pembahasan
masalah penelitian.
b) Melakukan wawancara dengan para aparat penegak hukum yang
menangani perkara No.1425/PID.B/2005/PN.TNG khususnya kepada
Panitra, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim yang mengadili perkara
tersebut.
c) Mengikuti atau mengamati proses persidangan untuk mengetahui
bagaimana prosedur peradilan terhadap suatu perkara pidana.
5) Analisis Data
Di dalam suatu penelitian digunakan teknik analisa data, teknik analisa
data ini terbagi atas dua bagian yaitu Teknik Analisa Kuantitatif dan Teknik
Analisa Kualitatif. Dalam penelitian hukum khususnya digunakan teknik
analisa data kualitatif disebabkan penelitian hukum bersifat deskriptif di mana
10
dari data yang ada, baik data primer atau data sekunder yang sudah terkumpul
dan dibahas, kemudian akan menghasilkan suatu kesimpulan.
E. Landasan Teori
Penelitian tentang tindak pidana pemalsuan uang dalam skripsi ini
merupakan suatu penelitian yang didasarkan pada permasalahan yang bersifat
aktual, sebab perkara tindak pidana pemalsuan uang pada akhir-akhir ini sering
terjadi. Dari situlah penulis ingin membahas secara tuntas tindak pidana tersebut.
Adapun Landasan landasan teori dalam penelitian ini adalah:
1. Pasal 244 KUHP
“Barangsiapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank, dengan maksud untuk menjalankan atau menyuruh menjalankan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
2. Pasal 245 KUHP
“Barangsiapa dengan sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang ditirunya atau dipalsukannya sendiri atau yang ada waktu diterimanya diketahui akan palsu atau dipalsukan itu, sebagai mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan ataupun yang menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank yang demikian, dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
F. Definisi Operasional
11
Ada beberapa definisi yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini agar tidak
terjadi salah penafsiran. Istilah tersebut antara lain:
1. Hukum Pidana adalah semua perintah-perintah atau larangan-larangan yang
diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu pidana atau nestapa
(led) bagi siapa yang tidak mentaatinya. (definisi menurut Prof. Simons)
2. Delik Formil adalah delik yang dianggap telah terlaksana apabila telah
dilakukan suatu tindakan yang terlarang.
3. Meniru adalah membuat yang menyerupai uang dengan bahan logam yang
lebih murah atau lebih mahal atau semula tidak terdapat sesuatu mata uang,
kemudian orang membuat suatu mata uang seolah-olah mata uang asli dan
tidak dipalsukan.
4. Mengedarkan adalah perbuatan penggunaan uang palsu di dalam peredaran
atau penggunaan uang palsu itu sebagai alat pembayaran dalam lalu lintas
pembayaran.
5. Menyimpan adalah suatu perbuatan dalam arti mempunyai persediaan uang
palsu serta barang itu dalam kekuasaannya.
G. Sistematika Pembahasan
Agar mendapat hasil yang maksimal maka dalam penyusunan laporan
inipun perlu diperhatikan sistematika dalam pembahasan masalahnya. Adapun
sistematika atau urutan dalam penyusunan laporan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
12
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab I ini akan membahas mengenai Latar Belakang Masalah, Pokok
Permasalahan yang akan diteliti, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metode
Penelitian, Landasan Teori/Kerangka Teori, Definisi Operasional,
Sistematika Pembahasan dan Kepustakaan.
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TINDAK KEJAHATAN
PEMALSUAN UANG
Pada Bab II ini akan membahas mengenai Politik Kriminal dalam Rangka
Penanggulangan Tindak Pidana Perbankan dalam Kerangka Tindak Pidana
Perekonomian, Faktor Kriminogen, Peranan Sistem Peradilan Pidana,
Karakteristik dan Jenis Tindak Pidana Ekonomi, Pemalsuan Mata Uang,
Uang Kertas Negara dan Uang Kertas Bank dan beberapa sebab timbulnya
kejahatan.
BAB III PENELITIAN ATAS PERKARA No.1425/PID.B/2005/PN.TNG DI
PENGADILAN NEGERI TANGERANG
Pada Bab III ini akan membahas mengenai Kejahatan Pemalsuan Uang,
Asas-asas Hukum Pidana yang diberlakukan dalam Tindak Pidana
Pemalsuan uang, Unsur-unsur Tindak Pidana Pemalsuan Uang.
BAB IV ANALISA YURIDIS TINDAK KEJAHATAN PEMALSUAN UANG
Pada Bab IV ini akan membahas mengenai Identitas Terdakwa, Uraian
Kejadian, Keterangan Saksi, Alat Bukti, Barang Bukti, Tuntutan dan
Putusan serta Analisa Kriminologis.
13
BAB V PENUTUP
Pada Bab V ini membahas tentang Keimpulan dan Saran-saran atau Intisari
dari Penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
14
BAB II
TINAJUAAN UMUM TERHADAP FAKTOR TERJADINYA
TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG
A. Politik Kriminal Dalam Rangka Penganggulangan Tindak Pidana
Perbankan Dalam Kerangka Tindak Pidana Perkonomian2
Sebuah tehnologi komputer sudah merupakan suatu alat Bantu yang amat
bermanfat bagi masyarakat dan digunakan pada berbagai aktifitas manusia dalam
kehidupannya, seperti rumah tangga, sekolah, perdagangan dan pemerintahan.
Namun dengan penggunaan komputer yang semakin meningkat tersebut akhirnya
disadari bahwa, berbagai kemungkinan yang buruk dapat atau telah terjadi, baik
yang diakibatkan oleh keteledoran dan kekurangan kemampuan maupun
kesengajaan yang dilandasi sikap batin yang tidak terpuji.
Kejahatan komputer semakin menjadi persoalan internasional dan
membutuhkan kerjasama internasional, sehubungan dengan meningkatnya
transnational/transborder data flow melalui jaringan komunikasi internasional,
dari sini jelas bahwa menanggulangi kejahatan komputer bukan lagi masalah
suatu negara, akan tetapi membutuhkan kerjasama internasional yang erat,
khsusunya dalam penelitian kriminologis, perubahan rumusan Undang-undang,
pengembangan strategis pengamanan dan penuntutan, sebagaimana yang telah
2 Prof. Dr. Muladi, SH, Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda di Purwokerto tanggal 18 dan 19 Agustus 1990, Disampaikan pada Penataran Hukum Pidana Nasional Angkatan IV
15
dilakukan oleh Council of Europa, studi perbandingan internasional terhadap
kejahatan computer sangat penting. Salah satunya yaitu dengan Politik Kriminal
(criminal politic) adalah usaha rasional untuk menanggulangi kejahatan. Politik
kriminal ini merupakan bagian dari politik penegakkan hukum dalam arti luas
(law enforcement policy). Semuanya merupakan bagian dari politik sosial (social
policy), yakni usaha dari masyarakat atau negara untuk meningkatkan
kesejahteraan warganya.
Politik criminal yang menyangkut tundak pidana perbankan, mempunyai
karakteristik yang khusus, mengingat karakteristik khusus yang melekat pada
tindak pidana perbankan. Selain sebagai tindak pidana perbankan juga sebagai
tindak pidana dalam bidang perekonomian. Untuk memahami karakteristik yang
bersifat khusus ini perlu dikaji secara mendasar hakikat tindak pidana dalam
bidang perekonomian (economic crimes).
Pada mulanya perkembangan hakikat dapat diamati sejak Tahun 1939, pada
saat seorang kriminologi bernama Edwin H Sutherland menyebut istilah white
collar crime dalam pidatonya di depan American Sosiological Society pada Tahun
1939 yang kemudian oleh beliau dijabarkan lebih lanjut dalam bukunya principles
of criminology.
Sutherland merumuskan White collar crime sebagai kejahatan yang
dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan social yang tinggi dan
terhormat dalam pekerjaannya (crime committed by persons of respectability and
high social status in the course of their occupation). Perumusan ini sebenarnya
16
merupakan suatu usaha untuk merombak teori tentang perilaku kriminal yang
secara tradisional adalah orang-orang yang berasal Sari kelaskelas dan ekonomi
yang rendah. Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain adalah perampokan,
pencurian, dan kejahatan-kejahatan kekerasan.
Dengan perumusan tersebut Sutherland ingin menunjukkan bahwa kejahatan
merupakan phenomenon yang dapat diketemukan juga dalam kelaskelas
masyarakat yang lebih tinggi yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan secara
tradisional seperti kemiskinan (proverty) atau factor-faktor patologik yang
bersifat individual.
Pesan pesan moral dan politik dalam istilah white collar crime mengandung
dua elemen, pertama status pelaku tindak pidana (status of the 1)f fMIM) !an
kedua kejahaian tersebut berkaitan dengan karakter pekerjaan atau jabatan
tertentu (the occupation of the offence). Dua elemen inilah yang membedakannya
dengan blue collar crime. Di sini Sutherland ingin mengatakan tuntutannya
berupa keadilan yang sama dengan sederajat (equal justice) dalam system
penyelenggaraan hukum pidana.
Dalam bukunya yang lain berjudul White Collar Crime Sutherland
menjelaskan bahwa, istilah ini digunakan terutama untuk menunjuk kejahatan-
kejahatan yang dilakukan oleh para pengusaha dan pejabat-pejabat eksekutif yang
merugikan kepentingan umum.
Dalam pertumbuhannya kemudian, istilah White Collar Crime mengalami
perkembangan menuju cakrawala yang lebih luas. Demikian pula dalam
17
pertemuan-pertemuan ilmiah, baik yang bersifat nasional, regional dan
internasional maka di samping mereka yang ingin tetap mempertahankan
pendekatan moral dan politik di atas, terdapat pulamereka yang ingin
menggunkan pendekatan teknis (technical approach) yang mengutamakan aspek
teknis dalm meningkatkan teknis proses peradilan pidana dalam masyarakat
modern. Contohnya adalah pengaturan organisasi peradilan di Jerman Barat
(Gerichtsvervesuungssgesetz) yang memungkinkan di bentuknya peradilan
khusus yang menangani kejahatn ekonomi (Wirtscaftsstrafsachen).
B. Faktor Kriminogen
Perubahan-perubahan organisasi sosial ekonomi mendorong terjadinya tipe-
tipe kejahatan baru. Perubahan-perubahan tersebut anatara lain mencakup:
1. Mobilitas social (mobility of society) dari suatu masyarakat kemasyarakat lain
yang semakin kompleks, sehingga memperlemah system keamanan.
2. Kompleksitas masyarakat (complexity of society) dalam pemasaran dan
distribusi, yang mengharuskan transaksi dilaksanakan melalui berbagai
instrumen kredit.
3. Kemakmuran masyarakat yang makin melimpah (the affluencef society)
materi yang melimpah, bagi sebagaian orang justru menimbulkan dorongan
melindungi harta tersebut dengan melanggar hukum misalnya penggelapan
pajak dan lain-lainnya.
18
4. Kemajuan technologi masyarakat (Technological advance of society)
seringkali membawa dampak sampingan antara lain kejahatan di bidang IT.
5. Pengaturan dalam masyarakat (the regulation of society) yang semakin
kompleks dan birokratis, sehingga mengundang perbuatan kriminal.
C. Peranan Sistem Peradilan Pidana
Kejahatan dalam bidang perbankan khususnya dan ekonomi pada umumnya
seringkali sangatlah rumit. Disamping pelakunya seringkali cukup lihai dan poses
terjadinya yang cukup lama, maka antar hubungan yang terkait cukup lama. Antar
hubungan disini mencakupsector-sector pemerintahan, lembaga-lembaga swasta
dan masyarakat luas. Dengan demikian jelas bahwa system peradilan pidana
sebenarnya hanya merupakan salah satu sarang penanggulangan kejahatan.
Semua sektor yang terkait dalam antar hubungan diatas harus mengambil
langkah-langkah preventif, yaitu dengan car:
1. Pemerintah harus meningkatkan moral dan kemampuan aparaturnya untuk
menghindarkan diri dari perbuatan krminal
2. Lembaga swasta harus selalu bekerjasama dengan pengusaha untuk
memerangi kejahatan kejaatan dengan cara melaporkan tindak kejahatan yang
terjadi.
3. Masyarakat luar harus peka terhadap perbuatan-perbuatan yang dapat
meruikan Negara dan mereka sendiri.
19
Seandainya hukum pidana digunakan sehingga sangsi pidana diterapkan,
maka tujuan pemidanaan utama yang harus dipertimbangkan bukannya
rehabilitasi dan resosialisasi terpidana, melainkan justru efek moral dan
pencegahan dari sanksi pidana. Dalam hal ini pelaku tindak pidana telah
mengkhianati kepercayan masyarakat yang paling besar, sehingga pidana harus
mencerminkan beratnya kejahatan yang dicela masyarakat.
D. Karakteristikdn Jenis TIndak Pidana Ekonomi
Dengan tidak mengakibatkan kemungkinan adanya berbagai tindak pidana
atas dasar perbedaan karakter, setatus dan motip pelaku, maka dapat
diidentifikasikan beberapa sipat kejahatan ekonomi, yang sedikit banyak akan
bermanfaat bagi para penyidik dan penuntut umum.
a. Penyamararan atau sifat tersembunyi maksud dan tujuan kejahatan (disquiseof
purpose of intent)
Berbeda denga kejahatan biasa yang perbuatannya nampak bersifat terbuka
dan mudah diintepretasikan, maka pada kejahatan ekonomi implementasinya
seringkali terselubung. Contohnya adalah suap menyuap, peredaran uang
palsu, pembuatan uang pals,pembuatan uang palsu yang bisa berupa berbagai
fasilitas dan kesempatan bagi si penerima dan bagi si pemberi yang juga dapat
sebagai badan hukum, suapan tersebut dapat disamararkan dalam bentuk
biaya adpertensi, promsi dan sebagainya.
20
b. Keyakinan si pelaku terhadap kebodohan dan kesembronoan si korban
(reliance upon the ignorance or carelessness of the victim )
Dalam hal ini kurangnya keahlian, pengetahuan dan keteledoran si korban
akan dimanfaatkan oleh si pelaku.
c. Penyembunyian pelanggaran (concealment of the violation)
Dalam tindak pidana biasa, yang jadi masalah adalah menemukan si pelaku
sedangkan perbuatannya terlihat dengan nyata.pada kejahatan ekonomi. Pada
kejahatan ekonom, seringkali si korban merasakan bahwa dia merupakan
korban viktimisasi selang beberapa lama. Sebagai contoh adalah penggelapan
yang nerupakan perbuatan berlanjut.
Selanjutnya sepanjang menyangkut tipe-tipe kejahatan sosio ekonomi, hal
ini dapat didentifikasikan sebagai berikut:
1. Kejahatan yang dilakukan dalam kerangka kepentingan individual (crime by
persons operating on an individual basis) sebagai contoh adalah apa yang
dinamakan credit card frauds dan pemalsuan uang.
2. Kejahatan yang dilakukan dalam kerangka perdagangan, pemerintah atau
kelembagan lain, dalam kerangka menjalankan pekejaan, tetapi dengan cara
melanggar kepercayaan. (in breach of their duty of trust with their employer).
Contohnya adalah banking violations by bank officers and employees
(embezzlement and misapplication of funds).
3. Kejahatan yang berhubungan atau merupakan lanjutan oprasionalisasi
perdagangan, tetapi bukan merupakan tujuan perdagangan tersebut.
21
Contohnya adalah suap menyuap, mengedarkan uang palsu dan memberikan
informasi yang salah untuk memperoleh kredit.
4. Kejahatan sosio ekonomi sebagai usaha business atau sebagai aktivitas utama
(economics crimes a business or as the central activity). Sebagai contoh
pembuatan uang palsu dan penyalahgunaan kredit bank.
E. Pemalsuan Mata Uang Uang Kertas Negara dan Uang Kertas Bank
Dalam Pasal 244 KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas mata
negara atau uang kertas bank, dengan maksud untuk menjalankan atau
menyuruh menjalankan mata uang atau uang kertas Negara atau mata uang
bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya lima belas tahun”
Dari bunyi pasal diatas maka yang diancam dengan hukuman adalah sebagai
berikut:
1. Meniru berarti membuat sedemikian sehingga menyerupai yang asli.
2. Mata uang Negara ialah alat pembayaran sah dari negara yang dibuat dari
logam.
3. Uang kertas Negara adalah alat pembayaran sah dari Negara yang dibuat dari
kertas.
4. Uang Kertas Bank adalah alat pembayaran sah yang dibuat oleh bank yang
ditunjuk oleh pemerintah yang terbuat dari kertas.
22
5. Dalam pemalsuan alat pembayaran ini, tidak saja meliputi uang Indonesia,
tetapi termasuk juga uang negara asing.
Seseorang yang melukis uang kertas negara demikian rapi sehingga sama
dengan yang aslinya, tetapi tidak disertai untuk mnjalankanya sebagai uang kertas
yang sah, tidak dapat dituntut dengan pasal 244 KUHP ini. Sesuai dengan
ketentuan pasal 519 KUHP yang berbunyi:
(1) Barangsiapa membuat, mejual atau menyarkan atau menyediakan untuk dijual
atau disiarkan ataupun memasukan ke Indonesia: Barang cetakan, potongan
logam atau benda lain, yang rupanya mirip dengan uang kertas negara atau
uang ketas bank atau mata uang, barang mas atau prak yang memakai cap
Negara atau materai pos,dipidana dengan pidana dendasebanyak-banyaknya
empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Benda yang menjadi sebab pelanggaranitu boleh dirampas
Pelanggaran ini biasanya dilakukan oleh percetakan atau tokoh-tokoh yang
mencetak atau menyebarkan barang-barang cetakan yang menyerupai uang kertas
negara, uang kertas bank, mata uang, uang atau prangko sebagai reklame atau
tukang emas yang menjual perhiasan seperti tusuk konde, kancing baju dan
sebagainya yang menyerupai mata uang. Dalam pengertian “mata uang” temasuk
juga mata uang asing.
Termasuk meniru uang mengurangi logam mata uang yang asli, kemudian
menambal dengan lgam yang yang lain, mencetak uang kertas serupa dengan
uang asliatau resmi.
23
Ancaman terhadap perbuatan ini adalah diatur dalam pasal 246 KUHP yang
berbunyi:
“Barang siapa mengurangi harga matang uang , maksd untuk mengeluarkan,
atau menyuruh mengeluarkan uang yang sudah kurang harganya itu, dipidana
karna merusak uang,dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun”
Penjelasan yang dipeoleh dari bunyi pasal diatas adalah bahwa yng diancam
dengan hukuman pidana adalah orang yang mengurangi mata uang, dengan
maksud untuk mengeluarkan mata uang yang sudah berkurang itu sebagai mata
uang yang masih utuh. Sedangkan yang dapat dikurangi harganya adalah mata
uang yang erbuat dari logam., uang kertas tidak dapat dikurangi. Dan yang bisa
dikurangi ialah mata uang yang terbuat dari emas atau perak. Adapun cara
menguranginya yaitu dengan cara mengikir mata uang terebut sehingga berat
timbanganya berkurang.
Sedangkan orang yang membuat atau yang menyediakan perkakas-perkakas
atau bahan-bahan seperti cap cetakan, kertas, logam, mesin percetakan, klise,
obat-obat kimia, potret dan sebagainya yang diketahui bahwa prkakas-perkakas
atau bahan-bahan tersebut akan digunakan untuk meniru, memalsu,mngurangi
harga mata uang diancam dengan hukum pidana sesuai dengan keteantuan pasal
250 KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa membuat atau menyediakan bahan atau barang yan diketahui
bahwa itu disediakan untuk meniru atau memalsukan uang kertas negara atau
24
uang kertas bank, pidana penjara selama-lamanya enam tahun atau denda
sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus ribu rupiah”
Sedangkan barang-barang yang boleh dirampas sesuai dengan ketentuan
pasal 39 KUH Pidana adalah
a. Yang diperoleh dengan kejahatan misalnya, uang palsu yang diperoleh dengan
melakukan kejahatan memalsukan uang, yang didapat dengan kejahatan suap
dan lain-lain. Apabila diperoleh dengan pelanggaran, barang-barang itu hanya
dapat dirampas dalam pasal-pasl 549 (2), 519 (2), 502 (2) KUH Pidana
b. Yang dengan sengaja dipakai untuk melakukan kejahatan misalny: senjata
tajam atau senjata api yang dipakai untuk melakukan pembunuhan dengan
sengaja, alat-alat yang dipakai untuk menggugurkan kandugan dan
sebagainya. Barang-barang ini dapat dirampas juga, akan tetapi harus
memenuhi persyaratan bahwa barang-barang itu kepunyaan terhukum dan
digunakan untuk meakukan kejahatan-kejahatan dengan sengaja. Dalam hal
kejahatan-kejahatan tidak dengan sengaja dan pelanggaran, maka barang-
barang itu hanya dapat dirampas apabila ditentukan dengan khusu, misalnya
pasal 205 (3), 502 (2), 519 (2), dan 549 (2) KUH Pidana
c. Lazimnya barang-barang yang boleh dirampas itu adalah milik terhukum jadi
bila bukan milik terhukum tidak boleti dirampas dan tindak pidana subversi
yang menerangkan bahwa barang-barang yang dimaksudkan tersebut tidak
perlu kepunyaan terhukum. Mengenai status barang-barang yang dipakai
dapat dikategorikan sebagai milik terhukum terdiri dari dua macam, yakni:
25
pada waktu peristiwa pidana dilakukan atau pada waktu perkara itu diputus.
Menilik arti kata ”"terhukum” maka barang barang milik terhukum yang
boleti dirampas ialah barang-barang yang dimiliki terhukum pada waktu
perkara itu diputus.
d. Pada umumnya ketentuan perampasan barang itu bersifat fakultatif (boleh
dirampas), akan tetapi kadang-kadang sifatnya imperatif (harus dirampas),
misalnya dalam pasal 250 Bis, 261 dan 275 KUH Pidana.
e. Penyitaan atas barang-barang yang boleti dirampas oleh Hakim sebagai
hukuman tambahan ini, senantiasa boleh dilakukan oleh Polisi.
F. Beberapa Sebab Timbulnya Kejahatan
Tindak pidana (pemalsuan uang yang selama ini sering terjadi merupakan
suatu hal yang sangat meresahkan masyarakat sehingga perlu penanganan yang
intensif dari kita semua baik dari aparat penegak hukum, pemerintah, dan
masyarakat, untuk berkesinambungan melawan atau memberantas tindak pidana
pemalsuan Hang.
Factor-faktor yang mendasari atau melatarbelakangi terhadap upaya tindak
pidana pemalsuan uang juga belum ditemukan secara jelas. Namun dalam
penelitian ini akan dijelaskan factor-faktor yang mendorong terjadinya tindak
pidana pemalsuan uang.
Tindak pidana pemalsuan uang dalam buku 11 KUH Pidana digolongkan
sebagai tindak kejahatan. Secara umum factor-factor yang mendasari timbulnya
26
kejahatan. Dalam kesempatan ini Penulis akan menguraikan sebab-sebab yang
menimbulkan kejahatan.
Usaha dan upaya untuk mempelajari serta meneliti sebab-sebab timbulnya
kejahatan, selalu dihadapkan dengan suatu kenyataan bahwa dari sifat dan
hakekat kejahatan sukar sekali untuk dapat dijumpai sebab yang pasti dari
timbulnya suatu kejahatan. Hasil-hasil penelitian dari para ahli, mernunculkan
teori yang berbeda, bahkan masalah yang satu berlawanan dengan masalah yang
lain.
Dalam masalah atau aliran antropologi mendefinisikan bahwa, sebab
kejahatan bersumber di dalam diri manusia itu sendiri sebagai bakamya,
bertentangan dengan mazhab lingkungan yang menganggap bahwa awalnya
gejala kejahatan terletak dalam lingkungan (milliu) pergaulan hidup manusia dan
bukan pada bakatnya seseorang.
Di dalam membahas sebab-sebab yang menimbulkan kejahatan, banyak
para ahli yang mengernukakan pendapatnya sesuai dengan bidangnya masing-
masing. Timbulnya kejahatan disebabkan karena berbagai factor, yang untuk satu
factor tertentu dapat menimbulkan kejahatan lainnya.
Sebab-sebab terjadinya suatu tindak kejahatan sangat kompleks dan terlihat
adanya factor-faktor yang saling mempengaruhi. melihat factor penyebab
timbulnya kejahatan3, adalah sebagai berikut:
3 Ninik Wdan Yulius W, Kejahatan Dalam Masyarakat Dan Pencegahannya, 1987 Hal 116
27
1. Faktor Endogen, yang merupakan factor yang terdapat pada din individu itu
sendiri yang mempengaruhi tingkah lakunya tentang factor kepribadian pada
diri individu ini dapat dilihat antara lain:
- Usia: Usia 15 sampai dengan 25 tahun lebih banyak melakukan kejahatan
dari pada unsur selebihnya.
- Pendidikan: Baik formal maupun non formal sangat membentuk
kepribadian seseorang. Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan
anaknya, serta selalu memberikan contoh yang kurang baik, akan
mengarahkan sifat-sifat yang jahat di dalam diri si anak tersebut.
Orang yang berpendidikan tinggi pun belum menjamin tidak terjadinya
suatu kejahatan
- Agama: mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, merupakan landasan pokok bagi manusia bersikap tindak.
Norma-norma yang terdapat di dalamnya mempunyai nilai yang tinggi
dalam hidup manusia, sebab selaku membimbing manusia ke jalan yang
baik dan yang benar. Dengan demikian, kemunduran dan kemerosotan
kepercayaan seseorang terhadap ajaran agama, sering dipandang sebagai
sebab yang potensial dari timbulnya kejahatan, sekalipun pandangan
tersebut mungkin belum dapat dibuktikan, namun tidak dapat diabaikan
begitu saja.
Unsur lain dalam kepribadian, yang terpenting guna menjelaskan
tentang kejahatan, misalnya: keadaan jiwa dan individu, dititik beratkan pada
28
segi psikologi. Kejahatan sebagai salah sate perilaku manusia dalam
penampilannya, berhubungan pula dengan struktur kepribadian individu yang
bersangkuta. Sebagai salah sate bentuk penyaluran perilaku yang
menyimpang, yang merupakan akibat dari gangguan atas system-sistem dalam
struktur kepribadian. Misalnya, kejahatan dapat di lakukan oleh individu yang
mengalami gangguan dalam struktur kepribadiannya yang dapat terjadi karena
kondisinya sejak lahir ataupun karena gangguan yang timbul karena kesulitan
yang di hadapi dalam pergaulan.
2. Faktor Eksogen, merupakan factor yang berada diluar din individu tersebut,
berpokok pangkal pada lingkungan. Baik lingkungan keluarga maupun
lingkungan pergaulan dengan masyarakat luas.
Untuk mencari hal-hal yang mempunyai korelasi dengan kejahatan, factor
inilah yang menarut para ahli merupakan factor yang menetukan atau
mendominisir perbuatan individu kearah kejahatan. Factor lingkungan merupakan
salah satu factor yang di dalamnya hidup manusia lain yang beraneka ragam
tingkat kehidupannya. Lingkungan ternpat tinggal merupakan salah satu sarana
untuk merubah sifat seseorang didalam pergaulannya sehari-hari.
Pada kenyataannya dapat diduga, bahwa apabila lingkungan kurang baik
pasti akan menciptakan hal-hal yang tidak baik yang menjurus pada suatu
tindakan kejahatan. Sejak kecil hingga dewasa, orang tersebut bergaul dengan
orang-orang yang memiliki perangai kurang baik, katakanlah pencuri atau
29
penjahat dan semacarnnya, maka tentu yang akan diwarnai dengan perangai yang
demikian.
Untuk lebih jelasnya lagi, hal ini perlu dikaji lebih jauh secara khusus. Oleh
karena itu berkaitan dengan pennasalahan ini, maka akan dibatasi pembahasannya
pada factor lingkungannya dalam arti sempit, yakni keluarga yang mengakibatkan
timbulnya kejahatan.
Apabila dimulai dari keluarga, maka dapat dikatakan bahwa keluarga itu
merupakan lingkungan kelompok yang terkecil dibandingkan dengan lingkungan
lainnya. Namun demikian, keluarga merupakan lingkungan yang terkuat dalam
membesarkan anaknya, sejak bayi sampai anak-anak dan menjadi dewasa.
Dengan demikian keluarga merupakan satu-satunya lingkungan dimana anak-
anak memperoleh pengalaman yamg dapat membentuk kepribadiannya nanti.
Pembentukan kepribadian seorang anak atau individu dalam lingkungan
keluarga, pertama-tama si anak belajar untuk bekerja sama, saling bantu
membantu dan seterusnya. Didalam interaksinya, si anak tersebut akan
menemukan pengalaman-pengalaman yang menentukan cara-cara bertingkah laku
terhadap orang lain. Jadi bila interaksi dalam lingkungan masyarakat pun terjadi
demikian.
Berdasarkan uraian diatas, kita dapat melihat masalah-masalah di dalam
keluarga yang kiranya dapat men jadi pendorong kearah tindak kejahatan.
30
Tidak seorangpun pada saat dilahirkan tetap pada tabiatnya sebagai seorang
yang nakal ataupun seorang yang patuh. Keluarga merupakan sumber pertama
yang akan mempengaruhi arah perkembangan anak.
Menurut Kriminologi Soedjono Dirdjosisworo, “ruang lingkup
Kriminologi", (1984 :85), memberikan perician tentang kondisi rumah tangga
yang menghasilkan anak-anak yang mempunyai penyimpangan perilaku bahwa:
1. Anggota-anggota lainnya dalam rumah tangga itu penjahat, amoral dan
sebagainya.
2. Ketidak adanya salah satu orang tua atau keduanya karena kematian,
perceraian dan pelarian diri.
3. Kurangnya pengawasan orang tua karena bersikap masa bodoh, cacat
inderanya atau sakit, baik rohani maupun jasmaninya.
4. Ketidak serasian karena ada yang main kuasa sendiri, iri hati, cemburu, terlalu
padatnya anggota keluarga, pihak lain yang turut campur.
5. Perbedaan usia, suku, agama, adat istiadat, rumah piatu dan panti asuhan.
6. Tekanan ekonomi yang terjadi, sepert: pengangguran, kurangnya penghasilan,
ibu yang bekerja di luar dan sebagainya.
Keadaan-keadaan yang demikian ini akan menimbulkan perilaku yang jahat.
Namun pada sisi lain, ada yang berpendapat bahwa pengaruh keluarga, misalnya
orang tua yang tidak mau memperhatikan pendidikan anak-anaknya, baik itu
secara formal maupun non formal, orang tua yang suing melakukan penjudian,
mabuk-mabukan atau perbuatan yang tidak senonoh, cenderung akan
31
menghasilkan individu-individu yang memiliki perilaku jahat. Ataupun orang tua
yang menerapkan syslem otoriter dalam rnendidik, awalnya orang tua yang
mendominasi kontak social tanpa mengutamakan dialog dari anaknya, yang
memudahkan terjadinya suatu perilaku jahat.
Tapi pada zaman dahulu, sifat otoriter sangat dibutuhkan untuk membentuk
kepribadian seseorang, karena situasi dan kondisi saat itu meningkat dan memang
diperlukan sehingga banyak yang berhasil walaupun sekarang ini, anak-anak tidak
dapat dididik dengan tindak kekerasan. Bila demikian halnya, maka jalan yang
akan di tempuh oleh anak tersebut dengan mengarahkan dirinya ke dunia luar
(masyarakat luas), disana ia akan melakukan suatu kejahatan untuk
menghilangkan rasa kecewanya yang di bawah dari lingkungan keluarga.
Hal lain yang dapat dijumpai misalnya, keadaan ekonomi keluarga. Oleh
karena jumlah anggota keluarga besar, apabila bagi keluarga yang kurang atau
tidak mampu, lalu ditambah lagi dengan banyaknya anak, sudah tentu akan
berakibat sulitnya melakukan pengawasan terhadap anak-anak itu. Pertumbuhan
jasmani dan rohani anak-anak tersebut tertekan clan tidak dapat berkembang
sebagaimana mestinya, sehingga timbul kenakalan-kenakalan yang akan
berkembang menjadi kejahatan.
Kita semua mungkin dapat memahami dan menerima, bahwa untuk seorang
individu, suasana yang buruk, ketidak beresan yang terjadi di rumah merupakan
hal yang besar sekali pengaruhnya dalam mengarah kepada suatu perilaku yang
tidak baik. Demikian pula dalam rumah tangga, sepatutnya merupakan tempat
32
pengglembengan utama bagi seseorang untuk menjadi manusia yang
berkepribadian yang luhur, beriman dan berperikemanusiaan.
Ibu Pramono kerapkali menegaskan bahwa lingkungan keluarga yang buruk
(broken home) dan lingkungan-lingkungan lainnya, merupakan factor-faktor
utama yang menyebabkan timbulnya kenakalan anak, serta kejahatankejahatan
lain pads umunmya.
Untuk menentukan factor-faktor penyebab timbulnya kejahatan, maka harus
dicari sebab musabab terjadinya kejahatan, sehingga dapat dilihat terjadinya
kejahatan yang diperoleh dari suatu proses yang tidak berujung pangkal.
G. Bentrokan Nilai Sosial Budaya Merupakan Dasar Kriminogen
Masalah kejahatan, merupakan kenyataan social yang tidak dapat dihindari,
baik di daerah perkotaan dengan struktur masyarakat modem, maupun daerah
pedesaan yang struktur masyarakamya masih bersifat tradisional. Kejahatan bisa
saja terjadi baik dilakukan oleh orang atau kelompok yang tingkat ekonominya
lemah, bahkan dilakukan pula oleh mereka yang memiliki status social yang
tinggi, di mana dapat tersembunyi oleh statusnya yang besar. Sangatlah wajar dan
logis jika hal ini menimbulkan keresahan karena kejahatan dianggap sebagai
suatu gangguan terhadap ketertiban dan keamanan serta kesejahteraan masyarakat
baik di kota atau di Desa.
Masalah sebagai suatu kenyataan yang erat kaitannya dengan masyarakat
yang sementara mengalami perubahan. Perubahan social itu sendiri merupakan
33
ciri khusus masyarakat modern. Di dalam masyarakat modern perubahan itu
berlangsung sangat cepat sedangkan dalam masyarakat tradisional, perubahan itu
sangat lambat/lemah.
Adanya perubahan-perubahan social4, menurut Ninik W dan Yulius,
diakibatkan oleh proses-proses social di kota, yang timbul karena berbagai
masalah seperti: urbanisasi, perkembangan disektor ekonomi, kemajuan
teknologi, yang mengakibatkan adanya mobilitas horizontal dan mobilitas vertical
yang tinggi.
Kesemuanya itu akan mempertemukan manusia dari berbagai
masyarakat, suku, dan adat istiadat. Mereka akan membentuk ikatan norma dan
nilai-nilai yang hidup dan Baling berbeda ataupun bertentangan satu sama lain.
Suasana ini selain menimbulkan konflik budaya, juga dapat menimbulkan suasana
samar-samar. Keadaan semacam ini memberi peluang untuk berbagai norma dan
nilai hidup, sekaligus berlokasi di suatu tempat.
Akibatnya kehidupan suatu masyarakat akan menjadi tidak menentu, karena
norma dan nilai hidupnya samar-samar serta tidak jelas yang kian kehidupannya
tidak menentu. Hal ini dapat pula diakibatkan oleh adanya pertentangan norma itu
sendiri. Pertentangan norma ini timbul, karena masingmasing individu merasa
asing terhadap norma-norma dari individu yang lain atau norma-norma barn
Dengan demikian, mengakibatkan individu sering bertindak trial dan error
(berbenturan). Norma lama dibuang, sedangkan norma baru belum ada. Nilai-nilai
4 Ninik W dan Yulius. Kejahatan Masyarakat dan Pencegahannya, 1987. Hal. 117
34
hidup bergeser tanpa diiringi nilai-nilai baru yang tetap, seakan-akan terjadi
kekosongan nilai.
Kebudayaan sebagai sumber nilai tidak memberi pegangan, karena norma
yang lama tidak lagi mempunyai kekuatan sedang norma baru belum ada, maka
tidak mengherankan jika kemudian timbul bentrokan satu sama lain, bagaikan
orang yang berjalan dalam gelap gulita tanpa lampu penerang. Bentrokan-
bentrokan ini yang mengakibatkan timbulnya kejahatan.
Perubahan social dapat menimbulkan problema social, di mana di dalanwya
terjadi interaksi dan interrelasi dua manusia atau iebih. arena kondisi social
melatar-belakangi problema social ini, maka perlu diteliti kembali kondisi social
masyarakat, sebelum mempelajari problema social.
Problema social5, menurut Soeijono Soekanto, diartikan sebagai suatu
ketidak sesuaian antara unsur-unsur di dalam masyarakat, yang membahayakan
kehidupan kelompok sosialnya atau menghambat terpenuhinya keinginan-
keinginan pokok dari warga kelompok social tersebut, sehingga menyebabkan
rusaknya ikatan social. Sedang interaksi social adalah merupakan hubungan
antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun hubungan
antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Kondisi social dapat dilihat
sebagai situasi atau keadaan tertentu, dari suatu masyarakat yang berinteraksi.
Kondisi social timbul sebagai akibat dari perkembangan kondisi social dan
cultural, yaitu akibat dari deferensasi dan multiplikasi kepentingan dan fungsi
5 Sorjono Soekanto, Sosiologi sebagai Suapu Pengantar Edisi Ketiga. 1987. Hal 342
35
masyarakat, gangguan alam sekitar phisik dan sebagainya. Di samping itu terjadi
perubahan social yang menyebabkan terjadinya disorganisasi, yang merupakan
proses melemahnya norma-norma dalam masyarakat.
Dapat dikatakan, bahwa problema social sebagai akibat dari penyimpangan
terhadap norma-norma kemasyarakatan, yang akan menjadi beban masyarakat.
Orang yang mengalami hal ini menimbulkan perasaan tidak aman dalam dirinya,
perasaan kurang mampu, perasaan bersalah, perasaan bermusuhan dan konflik,
keadaan ini melahirkan perbuatan anti social atau kejahatan.
Dalam kaitannya dengan keadaan-keadaan di atas, Sutherland
mengemukakan hipotesa sebagai hasil penelitiannya bahwa terdapat empat gejala
dalam proses social yang mempunyai hubungan dengan timbulnya kejahatan di
dalam masyarakat dan merupakan beberapa factor yang berkolerasi dengan
timbulnya kriminalitas yakni sebagai berikut:
1. Differential Social Organization
Mengetengahkan tentang kehidupan masyarakat yang berbeda, di mana dalam
masyarakat yang primitif, pengaruh keluarga sangat besar. Hubungan antara
individu dengan kelompok sangat jelas, sehingga selalu menjaga norma
keseimbangan di dalam masyarakat. Tindakan yang menyimpang dari norma
dapat terlihat dengan jelas, sehingga dengan cepat pula mendapat
respon/teguran dari masyarakat sekelilingnya. Dengan demikian, dapat
membawa kestatisan keadaan pola tingkah laku seseorang dalam kemajuan
masyarakat. Hal ini akan memperkecil timbulnya pelanggaran-pelanggaran
36
norma yang lebih luas lagi. Tidak demikian halnya dengan masyarakat yang
mengalami suatu perubahan. Organisasi masyarakat, dewasa ini terpengaruh
oleh arus kemajuan, sebagai akibat terlibatnya dengan dunia luar, akan
memberi perubahan terhadap lingkungan di mana individu itu berada.
2. Individualisme Politik dan Ekonomi
Melihat kemajuan ekonomi dan politikdi lapangan, tehnik mendorong
perubahan pemikiran ideology, politik dan ekonomi. Kemajuan ekonomi
menimbulkan sikap individualisme. Ideologny individualisme membawa
prinsip dalam lapangan ekonomi, agar inisiatif perorangan dalam kegiatan
ekonomi diberi kelonggran untuk berkembang, sebaliknya pengawasan
pemerintah semakin renggang. Perubahan struktur menunjukkan adanya
penggeseran norma, yang menjurus kepada pelanggran maupun kejahatan
3. Mobilitas Sosial
Memandang kejahatan mudah sekali terjadi, hal ini diakibatkan karena dengan
terjadinya revolusi industri dan revolusi demokrasi, maka terjadi mobilitas
baik yang bersifat horisantal maupun vertical. Revolusi industri
memungkinkan orang unutk mobilitas horizontal, karena orang di desa
berpindah ke kota. Sedangkan revolusi demokrasi merangsang mobilitas
vertical, karena seseorang dapat memperoleh status. Misalnya seorang petani
yang menjadi anggota DPR, akibat mobilitas ini dapat menimbulkan
merenggangnya hubungan keluarga dengan hubungan lingkungan.
4. Konflik Kebudayaan
37
Dari keempat gejala di atas cukup mempunyai peranan bagi timbulnya
kejahatan. Namun yang paling dominan dalam hal ini adalah gejala yang
kedua, khususnya dengan adanya kemajuan ekonomi. Dikatakan demikian,
karena masalah ekonomi mendominasi kehidupan manusia, hingga masalah
ekonomi ini Bering menyebabkan timbulnya sikap individualisme atau
mementingkan diri sendiri, tanpa mengindahkan norma-norma yagg berlaku
di dalam masyarakat, bahkan dapat menghalalkan segala cara. Orang dapat
melakukan perampokan disertai dengan penganiayaan, bahkan sampai pada
tmgkat pembunuhan sekahpun, hanya untuk mendapat kepuasan dan harta,
guna merubah kehidupan ekonominya dan batinnya.
38
BAB III
PENELITIAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG PADA
PENGADILAN NEGERI TANGERANG
(Perkara No. 1425/PID.B/PN.TNG)
A. Kejahatan Pemalsuan Uang
Kejahatan pemalsuan uang merupakan suatu kejahatan yang dilakukan oleh
mafia secara terorganisir. Merupakan satu kesempatan kata Rackles, hahwa para
antropolog, kriminolog, sosiolog dan insinyur, ekonom, ahli mana jemen, biolog,
ahli ilmu matematika, sarjana hukum pada badan-badan hukum dan para ahli
lainnya dalam menganalisa organisasi terjun ke dalam dunia usaha untuk
memperinci apa yang luar biasa itu, apa yang bersifat professional tentang
kejahatan professional, apa yang bersifat terorganisir, apa yang bersifat
direncanakan dalan/ kejahatan berencana yang dilaksanakan hingga bebas dari
tuntutan hukuman.
Sebagian besar kejahatan, dapat dikatakan dengan satu dan lain cara hingga
tingkat tertentu terorganisir. Apa yang diperlukan adalah penjelasan mengenai
tingkat dan macamnya organisasi kejahatan serta macamnya pola perilaku yang
rnenentukan ciri-ciri para penjahat yang berpartisipasi di dalamnya.
John Lambert telah menyarankan dengan istilah umum bahwa persiapan
untuk memahami dan mengawasi kejahatan yang terorganisasi adalah ”dengan
menyajikan statistik kejahatan sedernikian rupa untuk membedakan perampasan
39
oleh sekelompok minoritas kriminal dari pencurian kecil secara besar-besaran
oleh para delinkwen setempat.6 Namun persiapan bagi pengumpulan statistik
serupa itu merupakan cara menentukan apa yang diartikan dengan istilah seperti:
”terorganisir” dan ”profesional”. Harus terdapat kritik secara terus menerus dan
penafsiran kernbali penggolonganpenggolongan ke dalam mana statistik tadi
dihimpun. Penggolongan-penggolongan serupa itu lebih banyak jasanya daripada
apa yang dilaporkan Polisi, aparat pengadilan dan mereka yang melakukan riset.
Mula pertama, diperlukan definisi yang tepat dan teliti untuk riset yang
diteliti dan dengan demikian, untuk memudahkan pengertian mengingat, bahwa
definisi yang terlalu panjang dan samar-samar mengenai penggolongan kejahatan
yang sedang diselidiki tidak memungkinkan bagi seorang yang melakukan riset
mengembangkan riset orang lain.
Nama-nama kejahatan yang terorganisir dan kejahatan profesional seperti
yang akhir-akhir ini digunakan sama sekali tidak dapat dikatakan telah
memberikan arah bagi riset secara kumulatif.
Nama tadi apabila diberikan pada suatu tindak kejahatan, menimbulkan
kesulitan yang serius bagi pengabdi peradilan pidana. Misalnya, istilah hukum
”Pemalsuan uang” tidak sendirinya membedakan perilaku seseorang yang
membuat mata uang palsu, seseorang yang menyimpan mata uang palsu dan
seseorang yang mengedarkan mata uang palsu.
6 John R Lambert; Kejahatan Polisi dan Hubungan Ras (London, Oxford University Press; 1970) Hal 137
40
Penyamaran nama-nama seperti itu memerlukan Polisi dan Aparat
Pengadilan Pidana secara non-formal dan berlainan dalam mengambil keputusan
serta suatu pertanyaan apakah kiranya perbuatan yang sangat tidak adil, karena
memperlakukan tiga macam perilaku dengan cara yang samna kemudian
melaksanakan keputusan. Undang-undang memang memisahkan secara samar
mengenai perbedaan tiga macam perilaku di atas sehingga para pelaku membagi
tugas secara jelas sesuai dengan tugasnya masing masing untuk kelancaran
kejahatan yang dilakukannya.
Penggolongan seperti itu berguna untnk menentukan hukuman dan
kesalahan, tetapi mengakibatkan Jaksa, Hakim, dan rnereka yang mengawasi
masa percobaan atau pembebasan bersyarat, serta pejabat penjara, membuat
keputusan-keputusan yang bersifat informal dan berdasarkan kebijaksanaan
sendiri tentang ”kejahatan” yang sesungguhnya dari seseorang, misalnya
menyuruh seorang anak kecil membelikan sesuatu dengan uang palsu kesebuah
warung.
Karena kejahatan yang ”diorganisir”, ”Kejahatan Profesional”. ”Kejahatan
yang luar bisa”, dan "kejahatan yang direncanakan tidak merupakan label yuridis
seperti yang terjadi di Kalifornia dan tempat lainnya, sehingga tidak dapat, seperti
yang akan kita lihat nanti, digunakan secara resmi dalam administras peradilan
pidana.
Nama yang dikenakan kepada seorang pelaku tindak pidana atau tindak
pidana sebagian besar menentukan bagaimana orang atau perilaku tadi akan
41
ditangani oleh pihak yang memiliki kekuasaan untuk menyediakan uang dan
orang untuk berbuat demikian. Seorang ”Penjahat Pemalsuan uang” ditangani
secara beda dengan seorang ”Remaja Nakal” kendati perilaku dari keduanya
hampir sama. Dan sebaliknya usaha untuk menanggulangi misalnya Mafia
Pemalsuan uang yang beaksi dengan direncanakan dengan mantap dan terlatih
baik akan sangat berbeda dengan menanggulangi suatu organisasi Pemalsuan
uang yang anggota-anggotanya dapat diganti setiap scat.
Adanya penggolongan-penggolongan secara hukum tadi membuat kita tidak
peka pada pelbagai ragam kejahatan yang diorganisir, organisasi kejahatan, dan
jaringan-jaringan komplotan kejahatan.
Apabila nama-nama menurut hukum bagi ”kejahatan yang diorganisir” dan
”kejahatan professional” dikembangkan, tindak pidana dalam penggolongan-
penggolongan ini akan ditangani dengan metoda yang berbeda dengan yang
belakangan digunakan untuk mencegah dan memberantas corak dan variasi
kejahatan lain. Seperti apa yang diucapkan oleh Hakim Agung Frankfurter
beberapa tahun yang lalu sebagai ”perjalanan menuju hukum”, di mana orang
yang keluar negeri dari suatu kasus itu tergantung pada yang masuk ke dalam
kasus itu.7 Kita tidak boleh beranggapan bahwa Polisi akan mampu memecahkan
masalah kejahatan yang diorganisasi apabila pelbagai bentuk dari fenomena telah
menarik perhatian mereka dari kita yang ingin berusaha membuat definisi,
mengenali dan menjelaskan. Kemungkinan juga, bahwa masyarakat demokratis
7 U.S.V Robinovity; 339 US 56, 69 (1950)
42
sekedar tidak mampu untuk menemukan teknologi, penegakan hukum serta
metoda-metoda yang diperlukan untuk menanggulangi kejahatan yang
terorganisir untuk hal tersebut, dengan adanya para penjahat yang cerdas. Marc
Mc. Intosh yang penyelidikannya tentang apa yang ia namakan ”kejahatan
professional” merupakan penyelidikan yang paling cerdas dan berhasil, dan telah
menempatkan masalah tadi secara tepat dan ringkas.
Apabila kita menyesali meningkatnya penggunaan teknologi yang canggih
serta kemampuannya IT-nya sehingga dapat membuat sedemikian rupa mata uang
hingga sulit dibedakan antara yang asli dengan yang palsu, kemampuan melobi
aparat untuk menjadi pelindung, kemampuan merencanakan perbuatan dengan
serapi mungkin sehingga sulit dicurigai, maka perlu diingat bahwa perubahan-
perubahan ini tidak merupakan akibat dari merendahkan secara umum standar-
standar moral yang dapat diperbaiki dengan pendidikan yang lebih ketat, atau
hukuman yang lebih berat.
Dengan keadaan demikian maka kita akan lebih berhati hati dalam menilai
mata uang yang kita miliki sehingga kita selalu dihantui rasa takut bila uang yang
kita pegang ternyata palsu dan apabila kita belanjakan di luar maka bila diketahui
oleh Aparat Kepolisian maka kita akan ditangkap.
Kita harus mencegah adanya intensifikasi atau pemusatan terhadap mata
uang yang kita miliki dengan memiliki sebuah alat untuk mengetahui bahwa uang
tersebut asli atau palsu. Hal ini sesuai dengan perkembangan teknologi yang
43
mutakhir. Dengan berbuat demikian maka kita telah menciptakan suatu kondisi
bagi meningkatnya teknologi dalam bentuk kejahatan dan organisasinya.
Kendatipun penelitian mengenai organisasi pada akhir-akhir ini berkembang
menjadi ilmu pengetahuan rumit sesuai anggapannya yang benar, sedikit raja
perbedaan-perbedaan dasar sudah cukup memperoleh pengertian mengenai
konteks system kajahatan yang diorganisir, mula pertama, terdapat perbedaan
antara "organisasi informal'' dan "organisasi formal" yang disebut pertama merrn
ipakan pola interaksi yang telah stabil didasarkan pada persama kepentingan dan
sikap, terkadang dengan saling mambantu. Dalam organisasi informal pola-pola
interaksi telah menjadi biasa dan teratur sehingga suatu tingkat yang sedemikian
rupa dapat dikatakan, bahwa terdapat suatu kelompok hubungan peranan masing-
masing yang terdiri dari hak-hak dal kewajiban secara timbal balik namun orang-
orang yang memainkan peranan tidak harus merasa, bahwa struktur ini melayanai
tujuan-tujuan kolektif, seperti halnya dengan organisasi-organisasi formal.
Dalam segala hal posisi-posisi yang terdiri dari struktur organisasi terdapat
secara bebas, tidak tergantung pada orang-orang yang menduduki posisi tadi pada
saat tertentu, akan tetapi dalam organisasi-organisasi informal struktur tadi tidak
dibuat secara rasional. Adanya hubungan social tidak secara rasional ditujukan
dengan maksud memperoleh keuntungan, memenangkan pertarungan,
mempertahankan diri terhadap musuh, melakukan upacara agama, melakukan
kejahatan, memberikan status atau lainnya.
44
Ada di kalangan peserta yang telah ditetapkan memikul bersama secara
bahu membahu terhadap bahaya penangkapan atau getirnya hukuman penjara.
Namun kelompok dan himpunan serupa itu, seperti halnya kelompok
persahabatan, belum berhasil menemukan struktur untuk mencapai tujuan secara
kolektif.
Struktur organisasi formal adalah rasional8, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Terdapat dimana pembagian tugas-tugas tertentu bagi para anggotanya
b. Membatasi penerimaan anggota baru
c. kelanjutan hidup/kelompok mereka.
Organisasi-organisai formal, baik kriminal atau sebaliknya, memiliki tiga
sifat utama dan kesemuanya menganjurkan kriminalitas. Ketiga sifat tersebut9
adalah sebagai berikut:
a. Adanya pembagian kerja
Terdapat spesialisasi jabatan dan masing-masing keahlian tadi cocok bagi
suatu kelompok
b. Kegiatan masing-masing orang yang menduduki salah sebuah posisi
spesialisasi tadi, dikoordinir dengan kegiatan-kegiatan ahli lainnya melalui
peraturan, permufakatan, pengertian serta kode-kode yang mendukung
pembagian kerja tadi.
8 Samidjo SH. Perbandingan Hukum Pidana. Hal. 469 Ibid, Hal. 11
45
c. Seluruh usaha tadi disengaja ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan.
Apabila struktur dari organisasi kriminal yang tidak formal harus memiliki
rasionalitas yang perlu untuk menciptakan pembagian kerja dalam kejahatan-
kejahatan yang dalam hukum pidana disebut persekongkolan kejahatan secara
tents menerus, maka akan menjad.i organisasi formal.
Betapapun, kita harus mencatat adanya empat butir logis10, yaitu sebagai
berikut;
a. Garis pembagi antara dua macam organisasi menjadi samar-samar, tidak
terdapat cara yang tegas dan tetap untuk membedakan diantaranya.
b. Kira tidak boleh beranggapan, bahwa setiap usaha kejahatan non-formal
tertentu hams berjalan menuju status organisasi formal
c. Kendatipun ketiga ciri yang disebutkan di atas mengenai organisasi formal
tadi sekedar merupakan masalah tingkatan, dan janganlah dianggap, bahwa
suatu organisasi formal sederhana hams berjalan terns menuju bentuknya yang
rumit
d. Struktur oganisasi formal tidak usah bersifat struktur hirarki suatu
kewibawaan maupun kekuasaan; gambarannya sering berupa suatu peta
ialanan dan dengan kota-kota yang merupakan kedudukan jabatan serta
kemudian berbentuk gambar sebuah tangga piramida.
10 Ibid. Hal. 63
46
Mengingat bahwa untuk mengenal cirri-ciri organisasi kesatuan tertentu
lebih merupakan rnasalah karena harus mernperinci deretannya secara_
berkesinambungan dan bukannya menentukan type-tipenya, maka tepatlah
apabila dikatakan, bahwa ada kalanya organisasi kriminal lebih teratur
dibandingkan dengan lain. Karena organisasi dalam konteks ini adalah sama
dengan "rasionalitas", maka sama benarnya jugalah kiranya, bahwa beberapa
kelompok yang melakukan kejahatan lebih bersifat rasional daripada yang
lainnya.
Rasionalitas akan mempengaruhi sifat daripada kejahatan yang dilakukan.
Selanjutnya dalam rangkaian kesatuan adalah konfiderasi kelompok kriminal di
mana kepentingan untuk menjamin kekebalan dari proses penghukuman dan
untuk disiplin organisasi kedua-duanya sangat dibesarbesarkan.
Organisasi tersebut berkenaan dengan rasionalitas tidak serupa dengan
sebuah organisasi yang berkaitan dengan diferensiasi rasional berkenaan dengan
bagian dan fungsi. Di setiap kota besar, biasanya terdapat organisasi dikalangan
penjahat, walaupun bekerja dalam suatu organisasi atau tidak, rnempraktekkan
kejahatan sebagai lapangan pekerjaannya, namun dunia penjahat ini sendiri hanya
merupakan organisasi dalam pengertian istilah secara luas dan Samar.
Sewaktu mambahas masyarakat yang legal, Moreno sudah semenjak dahulu
mengarnati, bahwa "jaringan-jaringan" membentuk semacam "struktur
permanen", suatu wadah, suatu dasar yang mengikat kelompok individu bersama-
sama tanpa menghiraukan geografis.
47
Demikian pula Spaulding sudah bertahun-tahun yang lalu mendefinisikan
jaringan tadi sebagai "sepasang ikatan emosional yang relatif stabil antara orang-
orang yang berakibat adanya saluran komunikasi yang bisa disiplin melalui mana
informasi dan emosi dapat dengan lebih bebas disalurkan kepada anggota
masyarakat yang terikat seperti itu”11
Nilai-nilai norma-norma, sikap, motif (daya pendorong), rasionalisasi dan
kepercayaan yang dijalin bersama jaringan di antara penjahat, membentuk suatu
"kultur kriminal" yang sekarang sudah menjadi biasa untuk menamakannya "sub
kultur kriminal" atau kebudayaan khusus kriminal. Istilah atau yang digunakan
oleh klik penjahat secara tersendiri merupakan bukti adanya kebudayaan khusus.
Memang sesungguhnya seorang pengamat yang amat cerdik telah menegaskan
bahwa bahasa khusus atau dialek " dunia penjahat dibuat untuk mendefinisikan
dan menyalurkan dari orang yang satu ke orang yang lainnya, segala kegiatan,
peranan, alat, dan buah pikiran yang terdapat dalam kejahatan "yang ahli" orang
memerlukan bahasanya untuk membuat konsepsi kegiatan-kegiatan dan
seterusnya di kalangan mereka sendiri.
Walaupun bagaimana bayangan perilaku yang dihasilkan oleh konsepsi ini
secara tidak realistis dan tidak tepat menunjukkan beribu-ribu penjahat terjalin
menjadi satu dalam ikatan yang tersebar diseluruh negeri dan bahkan meluas
hingga menjadi aliansi internasional. Lebih jauh lagi konsep "dunia penjahat"
11 Charles B Spaulding; cliques, Gangs and Networks” (klik, Gang, dan jaringan), Sosiology and social search (sosiologi dan Riset Sosial. 32 (1948) hal. 928-937 pada halaman 929
48
secara tidak teliti menyarankan, bahwa aktor-aktor dunia ini dapat dengan mudah
dibedakan dengan orang-orang baik disebelah atas atau ”orang-orang buruk” di
sebelah bawah.
Adanya suatu jaringan organisasi kriminal yang secara cepat dinyatakan
sebagai konfederasi kriminal yang dengan demikian, seperti halnya organisasi itu
sendiri. Namun demikian organisasi-organisasi ini tidak meluas sampai keseluruh
masyarakat seperti konsep dunia penjahat.
Setiap organisasi tertentu merupakan system kedudukan secara bebas, tidak
tergantung kepada atasan mereka yang sekarang, apakah posisi tadi diatur secara
hirarki atau susunan lainnya. Karena itu setiap organisasi kriminal layak seperti
nama yang dimilikinya, ditujukan sedemikian rupa agar terus dapat memperkosa
hukum atau berusaha untuk berbuat demikian walaupun apabila terjadi pergeseran
dalam personalia yang menduduki jabatan dalam pembagian kerjanya.
B. Asas-alas hukum pidana yang diberlakukan dalam tindak pidana pemalsuan
uang
Pada prinsipnya asas-asas hukum pidana yang dapat digunakan dalam
membahas anlisa kejahatan pemalsuan uang dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Asas yang dirumuskan di dalam KUHP atau perundang-undangan lainnya
- Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat, yang
mempunyai arti penting bagi penentuan tentang sampai di mana
49
berlakunya Undang-undang hukum pidana sesuatu negara itu berlaku
apabila terjadi perbuatan pidana.
- Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut waktu, yang
mempunyai arti penting bagi penentuan saat kapan terjadinya perbuatan
pidana.
- Asas berlakunya undang undang hukum pidana menurut orang sebagai
pembuat atau peserta, yang mempunyai arti penting untuk terjadinya
perbuatan pidana. dari penuntutannya terhadap seseorang dalam suatu
negara maupun yang berada di luar wilayah negara.
Ketiga pembagian tersebut didasarkan pada ajaran pembagian wilayah
berlakunya sesuatu perbuatan hukum.
b. Asas yang tidak dirumuskan dan menjadi asas hukum pidana yang tidak
tertulis dan dianut dalam Yurisprudensi
Para ahli sebenarnya mengakui berlakunya asas tidak tertulis dalam hukum
pidana, yaitu asas "geen straf zonder schuld" yang artinya (tiada pidana tanpa
kesalahan )
Disamping itu juga dikenal beberapa asas yang berlaku sangat luas dalam
ilmu pengetahuan hukum pidana, tetapi dalam beberapa hal telah ada yang
dirumuskan terbatas dalam undang-undang:
- Alasan pembenar (rechtsvaaigingsgronden) yaitu menghapuskan sifat
melawan hukumnya perbuatan, sehingga menjadi perbuatan yang benar
50
- Alasan pemaaf (schould uitsluitings gronden) yaitu menghapuskan sifat
kesalahan dari terdakwa meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum
tetapi tidak dipidana (tidak dihukum)
- Alasan penghapusan penuntutan (onverbolgbaarheid), yaitu pernyataantidak
menuntut karena tidak dapat diterima oleh badan penuntut umum yang
disebabkan konflik kepentingan dengan lebih mengutamakan kernanfataannya
tidak dituntut (Mr. J.E. Jonkers)
C. Unsur-unsur Tindak Pidana Pemalsuan Uang
1. Unsur Melawan hukum
Pengertian melawan hukum yang tercantum di dalam pasal-pasal
Undang undang Hukum Pidana, ada tiga pengertian yang berbeda yaitu
sebagai berikut:
a. Menurut Simons, "melawan hukum" artinya "bertentangan dengan
hukum" bukan saja dengan hak orang lain (hukum subyektif), melainkan
juga dengan hukum obyektif, seperti dengan hukum perdata, dan hukum
tata usaha negara. Menurut Pompe, memberikan taksiran yang lebih luas,
bahwa "bertentangan dengan hukum" itu ialah tidak saja dengan hukum
tertulis, melainkan juga dengan hukum yang tidak tertulis.
b. Noyon mengatakan, bahwa "melawan hukum" artinya "bertentangan
dengan hak orang lain"
51
c. Hoge raad (Hakim tertinggi) di Negeri Belanda, artinya "melawan hukum
itu ialah tanpa wewenang atau tanpa hak" (arrest 18-12 1911 W.9263)
Dengan demikian timbul dua penafsiran yang berbeda dalam hal apakah
unsur "melawan hukum itu harus diartikan bertentangan dengan hukum
tertulis (hukum positif) saja, atau haruS diartikan bertentangan lebih luas lagi,
yaitu bertentangan dengan hukum tidak tertulis. Dalam hal ini menimbulkan 2
penafsiran yang berbeda yaitu sebagai berikut:
a) Ajaran melawan hukum meteriil
Yang disebut melawan hukum itu bukanlah hanya sekedar bertentangan
dengan hukum tertulis saja, tetapi juga apabila bertentangan dengan
hukum yang tidak tertulis.
Golongan ini berpendapat bahwa unsur "melawan hukum" itu adalah
merupakan unsur yang berdiri sendiri, tidak perduli lagi apakah unsur itu
secara tegas disebut di dalam pasalnya atau tidak.
Golongan ini berpendirian bahwa diluar ketegasan di dalam Undang-
undang unsur "melawan hukum" itu tidak dapat dilepaskan sama sekali.
Sebab, barulah perbuatan yang merupakan peristiwa pidana itu dapat
dikenakan hukuman, apabila ternyata bahwa secara obyektif perbuatan itu
merupakan suatu hal yang tidak dapat dibenarkan, bail( dilihat dari sudut
kepentingan masyarakat maupun dilihat dari sudut kepentingan yang
dilindungi oleh hukum.
52
Van Harrel berpendirian apabila Hakim merasa ragu-ragu apakah tidak
ada hal-hal yang dapat membuktikan, bahwa perbuatan terdakwa
sesungguhnya tidak melawan hukum, maka Hakim berkewajiban
menyelidiki hal itu.
Dan apabila ia setelah mengadakan penyelidikan itu tetap tidak
mempunyai keyakinan bahwa terdakwa dalam perbuatan melawan hukum
menurut -Van Hamel, Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman.
b) Ajaran melawan hukum yang formel
Ajaran ini berpendapat bahwa yang disebut malawan hukum itu adalah
yang bertentangan dengan hukum tertulis.
Menurut Simons "Untuk dapat dipidana, perbuatan harus mencocoki
rumusan delik yang tersebut dalam Undang-undang. Jika biasanya tidak
perlu lagi menyelidiki, apakah perbuatan itu melawan hukum ataukah
tidak"
Simons berpendirian suatu tindak pidana hanyalah dapat dianggap tidak
berlawanan dengan hukum dan dapat dilepaskan dari hukuman apabila di
dalam Undang-undang tersedia dasar-dasarnya yang dapat melepaskan
yang berbuat itu dari sanksi atas perbuatan itu. Jika tidak terdapat
pengecualian-pengecualian di dalam Undang-undang terhadap berlakunya
sanksi atas tindak pidana itu, maka menurut Simons Hakim tidak boleh
tidak harus menghukum orang itu. Ia tidak menyetujui bahwa ketentuan
53
yang telah ditetapkan oleh Pembuat Undang-undang dapat diletakkan di
bawah kontrol keyakinan hukum dari Hakim.
Golongan yang menganut paham ini berpei dapat bahwa unsur "melawan
hukum" itu. Meskipun betul merupakan unsur peristiwa pidana tetapi tidak
merupakan suatu unsur yang berdiri sendiri.
Bagaimana sikap kita terhadap pertentangan pendapat formeel dan
materiil mengenai sifat melawan hukum itu?
Kita bangsa Indonesia mengikuti ajaran materiil, bagi bangsa Indonesia
belum pernah ada saat bahwa hukum dan Undang-undang adalah sama.
Bahkan sebaliknya sebagian besar dari hukum adat terdiri dari aturan-aturan
tidak tertulis. Benar bahwa Hakim adalah terikat kepada sistem hukum yang
berlaku, tetapi Hakim Indonesia adalah "bebas" untuk rneninjau secara
mendalam apakah penetapan-penetapan yang diambil pada waktu yang
lampau, masih dapat dan hams dipertahankan berhubung dengan adanya
perubahan-perubahan di dalam masyarakat, berhubung dengan adanya
pertumbuhan perasaan-perasaan keadilan ham. Dan kita telah sama-sama
ketahui, bahwa pembentukan Undang-undang selalu terbelakang dari
pertumbuhan dan perkembangan hukum. Bagaimana dapat mernpertahankan
pendapat pula bahwa pengecualian atas sifat-sifat melawan hukumnya
perbuatan harus dicantumkan dulu dalam Undang-undang, baru dapat
digunakan oleh Hakim.
54
Masyarakat adalah hidup, bergerak berhubungan dengan itu rasa
keadilan masyarakat rakyat bergerak pula. Lebih-lebih diingat pendapat Van
Hatt-um dan Langemeyer bahwa dengan perumusan-perumusan delik tidak
akan bisa diadakan gambaran yang sempurna mungkin tentang aneka bentuk
daripada hidup ini.
Menurut Soepomo dalam bukunya yang berjudul "Bab-bab tentang
Hukum Adat" mengatakan sebagai berikut:
"Didalarn rangka system hukum adat, Hakim berwenang bahkan
berkewajiban jika terhadap suatu soal belum ada peraturan hukum yang
positif, memberi putusan yang mencerminkan rasa keadilan rakyat yang
bertumbuh baru. Hakim sebagai pemimpin masyarakat wajib memberi
concrelisering, wajib mewujudkan secara konkrit di dalam putusannya, apa
yang menurut anggapannya sesuai dengan aliran masyarakat"
Jiwa dari pada Hakim seperti ini hanya dapat dipenuhi oleh mereka yang
mengikuti pandangan yang materiil, tidak oleh yang formil.
Dengan demikian fungsi negatif dari ajaran melawan hukum materiil
adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh Peraturan Undang-undang dapat
dikecualikan oleh aturan hukum tidak tertulis, sehingga lalu tidak lagi
merupakan perbuatan pidana.
2. Unsur Kesengajaan
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak dimuat suatu
keterangan, apa yang dimaksudkan dengan "sengaja" itu, tetapi pernah dimuat
55
dalam Crimineel Wetboek, tahun 1809 (pasal 11) bahwa yang dimaksud
dengan "sengaja" ialah:
"membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu yang dilarang atau
diperintahkan oleh undang-undang"
Definisi ini juga tidak dimasukkan dalam KUHP Belanda tahun 1881,
oleh sebab itu dengan sendirinya juga tidak dimasukkan ke dalam W.v.S.I
(KUHP Indonesia tahun 1915)
Menurut memori perjalanan tentang rencana Undang-undang tersebut
dikatakan, bahwa perbuatan yang dilakukan dengan sengaja itu ialah
perbuatan yang bertekad dan dilakukan dengan penuh kesadaran.
Dalam membahas kata "dengan sengaja" kita memerlukan sebuah
memori Van Toelichting Nederland tentang kata "dengan sengaja"
(opzettelijk).
Kata "dengan sengaja" (opzetelijk) (Lto ini banyak terdapat dalam pasal-
pasal KUHP) adalah sama dengan "Willens en wettens" (dikehendaki dan
diketahui), menurut R. Tresna dalam bukunya "Asas-asas Hukum Pidana"
mempergunakan kata-kata sebagai berikut: kata "dikehendaki" = "tekad". kata
"diketahui" = "cita", "dibayangkan"
Untuk membahas kata "dikehendaki" dan "diketahui" ada dua aliran
(teori). Kedua teori tersebut adalah:
1. Von Hippel dengan teori "kehendak" (wilstheorie) = teori pangkal tekad,
yang mengatakan "bahwa: "sengaja" adalah kehendak membuat suatu
56
tindakan dan kehendak menimbulkan suatu akibat karena tindakan itu.
Dengan kata lain adalah "sengaja" apabila akibat suatu tindakan
dikehendaki; dan boleh dikatakan bahwa "akibat dikehendaki", apabila
akibat itu menjadi maksud benar-benar dari tindakan yang dilakukan
tersebut.
Contoh: A menyediakan sebuah alat teknologi untuk membuat sebuah
percetakan ternyata alat tersebut digunakan untuk membuat mata uang
palsu"
Adalah "sengaja" apabila A benar-benar ingin membuat mata uang palsu.
- Menurut VOS "teori kehendak" ini dianut oleh Memori Van
Toeklichting buktinya adalah istilah "willens en wetten" yang terdapat
dalam WvT itu.
- Ada yang berpendirian, bahwa kehendak atau tekad (niat) untuk
melakukan sesuatu perbuatan itu tidak juga meliputi akibat-akibat
perbuatan itu.
- Akibat itu hanya dapat dibayangkan atau dicita-citakan (diketahui)
saja oleh orang yang melakukan perbuatan itu.
- Pendapat tersebut malahirkan ajaran (teori, aliran) berpangkal cita atau
teori membayangkan (voorstelings theorie).
2. Teori berpangkal cita (membayangkan, dikemukakan oleh Frank dalam
`Festschrift Gieszen, 1907; karangan Ueber den Autbau des
Schuldbegriffs) Menurut Frank mendasarkan alasan psychologis, maka
57
tidak mungkinlah hal suatu akibat dapat dikehendaki. Manusia tidak
mungkin dapat menghendaki suatu akibat "manusia hanya dapat
mengharapkan, membayangkan, mengetahui (kemungkinan) adanya suatu
akibat"! Rumus Frank Berbunyi:
"adalah sengaja, apabila suatu akibat (yang ditimbulkan karena suatu
tindakan) yang dibayangkan sebagai maksud (tindakan itu) clan oleh
sebab itu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan
yang terlebih dahulu telah dibuat tersebut"
Dengan kata lain: "menitikberatkan pada apa yang diketahui, apa yang
akan terjadi pada waktu akan'berbuat."
lni dinamakan "teori pengetahuan" atau "teori membayangkan"
(voorstellings theorie) menurut R Tresna: "teori berpangkal cita" Contoh:
A membayangkan keuntungan yang akan diperoleh dan saran-saran yang
akan dicapai yaitu terhadap peredaran mata uang palsu, maka A memberi
sejumlah uang kepada B agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Tidak
boleh dikatakan bahwa A menghendaki B untuk melakukan peredaran
uang palsu. A hanya mempunyai bayangan (keinginan) tentang Pembuatan
dan Pemalsuan uang dengan memperalat B. berdasarkan alasan
Psikologis, maka tidak mungkinkah A menghendaki B untuk melakukan
Pembuatan dan peredaran uang palsu. Yang hanya dapat dikehendaki ialah
suatu tindakan yang mungkin menyebabkan B melakukan peredaran mata
uang palsu. Pembuatan dan peredaran mata uang palsu yang dilakukan B.
58
tindakan itu adalah menyuruh melakukan pembuatan dan peredaran uang
palsu. Pembuatan dan Peredaran mata uang palsu pada waktu A
merencanakan tindakannya berubah suatu bayangan (voorstelling) saja.
Sedangkan perbedaan kedua teori tersebut adalah:
- Pada "teori kehendak" (berpangkal tekad): unsur sengaja itu letaknya
pada niat (tekad) untuk berbuat semata-mata. A berniat membuat mata
uang palsu maka A memberi peralatan mesin cetak yang canggih dan
merekrut B untuk mengoperasikannya sebagai tenaga ahli.
- Pada teori membayangkan (teori berpangkal cita atau teori
pengetahuan) maka unsur disengaja itu letaknya pada apa yang dicita-
citakan (dibayangkan) dengan perbuatan itu.
B berniat memperoleh keuntungan yang besar dan keuntungan itu
dapat diperoleh dengan membuat dan mengedarkan uang palsu.
Oleh karma itu is sengaja melakukan pembuatan dan peredaran uang
palsu dengan niat untuk memperoleh keuntungan yang besar.
Ada dua macam opzet yaitu:
a. Formil Opzet
Perbuatan disengaja yang ditujukan semata-mata kepada perbuatannya
saja
b. Materiil Opzet
Perbuatan disengaja yang ditujukan kepada akibat dari suatu tindakan
perbuatan.
59
Hubungan antara keadaan jasa orang dengan perbuatan yang
disengaja, meliputi masalah-masalah sebagai berikut:
a) Apakah orang itu hares mengetahui atau setidak-tidaknya harus dapat
mengetahui, bahwa perbuatannya itu adalah suatu perbuatan yang
dilarang atau yang melawan hukum maupun yang bertentangan
dengan kewajibannya ataukah
b) Sudah cukup jika perbuatannya itu merupakan sesuatu yang dilarang.
- Menurut hukum pidana yang berlaku, untuk menetapkan adanya
unsur " dengan sengaja" itu, sudah cukuplah apabila orang semata-
mata melakukan perbuatan perbuatan yang dilarang, atau
membiarkan apa yang diharuskan dalam undang-undang dengan
tidak perlu dibuktikan bahwa orang itu mengetahui atau sadar
bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan hukum atau undang-
undang.
Di dalam lapangan teori hukum pidana, hal ini dinamakan
"kleurloos opzet" atau "kesengajaan yang tidak berwarna"
Artinya sengaja berbuat itu tidak perlu mengetahui, bahwa
kelakuannya itu dilarang.
- Sedang "boos opzet" atau "niat jahat semata", di mana yang
berbuat itu memang mengetahui bahwa apa yang ia lakukan atau
biarkan rnemang diancam hukuman.
60
Dengan di undangkannya sesuatu peraturan hukum menurut cara-
cara yang syah maka setiap orang dianggap mengetahui isinya.
3. Unsur Meniru atau memalsukan
Meniru berarti membuat sedemikian rupa sehingga menyerupai yang
asli. Sedangkan yang ditiru disini adalah mata uang negara yang
merupakan alat pembayaran sah dari negarai yang dibuat dari logam dan
kertas.
Dalam pemalsuan uang ini tidak saja meliputi mata uang Indonesia
tetapi juga mata uang asing. Saeorang yang melukis mata uang kertas
negara Seorang yang melukis uang kertas negara demikian rapi sehingga
sama dengan aslinya, tetapi tidak disertai maksud untuk menjalankannya
sebagai uang kertas yang sah, tidak dapat dituntut dengan pasal 244
KUHP
Pelanggaran ini biasanya dilakukan oleh percetakan atau toko-toko
yang mencetak atau menyebarkan barang-barang cetakan yang
menyerupai uang kertas negara, uang kertas bank, mata uang atau
perangko sebagai reklame atau tukang emas yang menjual perhiasan
seperti tusuk konde, kancing baju dan sebagainya yang menyerupai mata
uang. Dalam pengertian ":mata uang" termasuk juga mata uang asing.
4. Unsur Menyimpan, mengeluarkan, menerrim dan Mesuk i ke Daerah
Republik Indonesia
61
Dalam unsur menyimpan ini terkait beberapa hal yang merupakan
suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk nmenyimpan mata uang
palsu ini. Dalam hal ini banyak pengertian yang hampir sama sehingga
memerlukan sebuah analisa yang mendalam terhadap beberapa hal sebagai
berikut:
a. Orang yang dengan sengaja mengeluarkan mata uang yang telah
dikurangi sendiri harganya, dengan maksud untuk mengeluarkan atau
menyuruh mengeluarkan sebagai mata uang yang tidak rusak.
b. Orang yang pada waktu menerima mata uang atau uang kertas negara
ataii uang kertas bank mcngetahui akan kepalsuan atau dipalsukan itu
dengan sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau
uang kertas bank tersebut sebagai mata uang atau uang uang kertas
negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan
c. Orang yang menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik
Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank
yang palsu atau dipalsukan dengan maksud untuk mengeluarkan atau
menyuruh mengeluarkan sebagai yang ash dan tidak dipalsukan.
Secara singkat yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah orang yang
dengan sengaja mengeluarkan, menerima, menyimpan, atau memasukkan ke
daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas
bank yang palsu atau dipalsukan, dengan maksud untuk diedarkan atau menyuruh
mengedarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan.
62
BAB IV
ANALISA YURIDIS 'J ERIIADAP PERKARA No. 1425/PID.B/PN.TNG
TENTANG TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG
Dalam penelitian skripsi ini akan meneliti perkara No
1425/PJD.B/2005/PN.TNG dengan terdakwa Muktar Als. Tar Bin Muhamad Latif
tentang perkara tindak pidana mengedarkan uang palsu.
A. Identitas Terdakwa
Nama lengkap : Muktar Als. Tar Bin Muharnad Latif
Tempat lahir : Meulaboh
Umur/tenggal lahir : 23 tahun/22 April 1982
63
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : J1. Jati Padang Rt. 006/009 Kel. Jati Padang
Kec Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta (penjual tas sekolah)
Pendidikan : SMP
B. Susunan Persidangan
Maha Nikmah, SH sebagai Hakim Ketua
Majelis Wahyu Sektianingsih, SH, MH sebagai Hakim anggota
Suprapto, SH. M.Hum sebagai Hakim Anggota
Alawi Muharmansyah, SH sebagai Jaksa Penuntut Umum
H. Abdul Mukti sebagai Panitera Pengganti
C. Uraian Kejadian
Bahwa Muktar Als. Tar bin Muhamad Latif pada hari Rabu tanggal 17
Agustus 2005 sekitar jam 00.30 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu
dalam bulan Agustus 2005 bertempat di Pasar Cikokol Kel. Babakan, Kecamatan
Tangerang, Kota Tangerang atau setidak tidaknya pada suatu tempat tertentu yang
masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Tangerang dengan
sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank
64
yang ditirunya atau dipalsukannya sendiri atau yang pada waktu diterimanya
diketahui akan palsu atau dipalsukan itu, sebagai mata uang atau uang kertas
negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan ataupun yang
menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang dan uang
kertas negara atau uang kertas bank yang demikian dengan maksud untuk
mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan sebagai yang asli dan tidak
dipalsukan. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cars sebagai berikut:
- Pada mulanya hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira jam 00.30 Wib di
saat saksi Marjalena sedang menunggu warung kelontong miliknya, di pasar
Cikokol Kel. Babakan, Kee. Tangerang, Kota Tangerang kemudian datang
terdakwa dan membeli satu (1) bungkus rokok Dji Sam Soe seharga Rp.
7000,- (Tujuh ribu Rupiah) dengan menyerahkan uang Rp. 100.000,- (seratus
ribu rupiah) dan saat saksi Marjalena menerima uang tersebut saksi Marjalena
merasa curiga atas keaslian uang tersebut karena saat saksi meraba uang
tersebut agak licin dan warnanya agak pudar. Tidak sebagaimana Hang pada
umumnya. Selanjutnya saksi Marjalena menanyakan kepada terdakwa atas
keaslian uang tersebut dan terdakwa berusaha meyakinkan saksi Marjalena
dengan mengayakan bahwa Hang tersebut benar-benar asli sehingga saksi
Marjalena memberikan uang kembalian sebesar Rp. 93.000,-(Sembilan puluh
tiga ribu rupiah) dan selanjutnya terdakwa meninggalkan warung tersebut.
- Karena masih penasaran dengan keaslian uang tersebut kemudian saksi
memeriksa kembali uang tersebut dengan menerawangkan uang tersebut ke
65
arah lampu sehingga saksi merasa yakin kalau uang yang diberikan oleh
terdakwa tersebut palsu, lalu saksi mengejar terdakwa yang belum jauh yang
akhirnya terdakwa ditangkap oleh petugas keamanan pasar dan saat digeledah
dalam tas dan dompet terdakwa di temukan sebanyak 27 (dua puluh tujuh)
lembar uang kertas pecahan Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) yang palsu dan
saat ditanyakan terdakwa mengaku mendapatkan uang tersebut dari saudara
Faisal (dalam pencarian).
- Berdasarkan pemeriksaan laboratorik kriminalistik Polri Nomor: LAB:
4950/DUF/2005 dengan kesimpulan: 27 (dua puluh tujuh) lembar uang rupiah
pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) serf gambar Proklamator Dr Ir
Soekarno dan Dr H. Moh Hatta tahun emisi 2004 dengan nomor serf AAK
228326 sebanyak 8 (delapan) lembar, BAP 330206 sebanyak 8 (delapan)
lembar, CAT 123438 sebanyak 1 (satu) lembar, GAO 334005 sebanyak 10
(sepuluh lembar) PALSU.
- Kepalsuan uang rupiah tersebut merupakan basil cetak PRINTER
BERWARNA
- Sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 245 KUH Pidana
D. Keterangan Saksi-Saksi
I. Saksi Ina Sutisna
Di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangannya sebagai
berikut:
66
- Bahwa benar terjadinya pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira
jam 00.30 WIB bertempat di pasar Cikokol Kecamatan Tangerang Kota
Tangerang terdakwa telah melakukan mengedarkan uang kertas pecahan
Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) palsu
- Bahwa benar saat terdakwa membelanjakan uang palsu tersebut saksi
sedang berada di pintu masuk pasar Cikokol sedang jaga sebagai
keamanan pasar bersama-sama dengan saudara Agus Sopian dan saudara
Sanan
- Bahwa benar terdakwa telah membelanjakan uang kertas pecahan
Rp.100.000 yang palsu di waning kelontong yang pemiliknya adalah saksi
korban Marjalena
- Bahwa benar awalnya saksi melihat terdakwa dengan saksi korban
Marjalena dengan bertengkar adu mulut yang kemudian saksi
menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi kemudian korban
menceritakan bahwa terdakwa telah membeli rokok Dji Samsoe dan
mernbayar menggunakan uang Rp.100.000,- yang palsu yang kemudian
saksi menangkap terdakwa dan mengamankannya di pos keamanan dan
saat saksi melakukan penggeledahan saksi menemukan di dalam dompet
terdakwa 27 lembar uang Rp.100.000,- palsu selanjutnya saksi
menyerahkannya kepada pihak kepolisian
- Bahwa benar saksi membenarkan barang bukti yang diajukan dalam
persidangan dan membenarkannya.
67
- Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya
2. Saksi Gufron di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan
sebagai berikut:
- Bahwa benar terjadinya pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira
jani 00.30 W1B bertempat di pasar Cikokol Kecamatan Tangerang Kota
Tangerang terdakwa telah melakukan mengedarkan uang kertas pecahan
Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) palsu
- Bahwa benar saksi mengetahui kejadian tersebut sekira jam 01.00 Wib
setelah saksi menerima informasi melalui telpon dari pihak keamanan
pasar Cikokol
- Bahwa benar sewaktu kejadian saksi sedang melakukan tugas piket
Reskrim di Polsekta Tangerang dan mendapatkan informasi bahwa telah
terjadi tindak pidana pengedaran uang palsu kemudian saksi mendatangi
tempat kejadian dan disana saksi melihat terdakwa telah diamankan ole'h
keamanan Pasar.
- Bahwa benar selanjutnya saksi mengamankan terdakwa beserta barang
buktinya berupa uang kertas Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) sebanyak
27 (dua puluh tujuh) lembar yang dibawa oleh terdakwa di dalam
dompetnya.
- Bahwa benar saat dilakukan interogasi terdakwa mengakui bahwa uang
palsu tersebut terdakwa peroleh dari sdr. Faisal (belum tertangkap) Atas
keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya
68
3. Saksi Marjalena di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan
sebagai berikut:
- Bahwa benar terjadinya pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira
jam 00.30 WIB bertempat di pasar Cikokol Kecamatan Tangerang Kota
Tangerang terdakwa telah melakukan mengedarkan uang kertas pecahan
Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) palsu
- Bahwa benar awalnya saksi berada di warung rokok miliknya lalu datang
terdakwa membeli sebungkus rokok Dji Sam Soe seharga Rp. 7000,-
(tujuh ribu rupiah) dengan membayar dengan uang kertas pecahan Rp.
100.000,-
- Bahwa benar kemudian saksi merasa curiga dengan uang yang diberikan
oleh terdakwa karena disaat saksi meraba uang tersebut agak licin dari
warnanya agak pudar tidak sebagaimana uang Rp. 100.000,-pada um
umnya.
- Bahwa kemudian saksi menanyakan kepada terdakwa tentang keaslian
uang tersebut `Apakah uang ini palsu?' Kemudian dijawab ole~~ terdakwa
bahwa uang tersebut tidak palsu.
- Bahwa benar setelah terdakwa berusaha meyakinkan saksi kemudian saksi
mengembalikan uang tersebut Rp. 93.000,- kemudian terdakwa pergi.
- Bahwa benar setelah terdakwa pergi kemudian saksi melihat kembali uang
tersebut ke arah lampu sehingga saksi merasa yakin kalau uang tersebut
69
adalah palsu, kemudian saksi mengejar pelaku dan memulangkan uang
yang diberikan oleh terdakwa sehingga terjadi cekcok mulct.
- Bahwa benar tak lama kemudian datang keamanan pasar lalu
mengamankan terdakwa dan membawanya ke Pos Keamanan Bahwa
benar setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak keamanan di dalam tas
dan dompet terdakwa diketemukan 27 (dua pulah tujuh) lembar uang Rp.
100.000,- palsu
- Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya
4. Saksi Yopi Ahmad Yani Bin Muhammad Yusuf di bawah sumpah pada
pokoknya memberikan keterangan sebagai berikut:
- Bahwa benar terjadinya pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira
jam 00.30 WIB bertempat di pasar Cikokol Kecamatan Tangerang Kota
Tangerang terdakwa telah melakukan mengedarkan uang kertas pecahan
Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) palsu
- Bahwa benar saat terdakwa membelanjakan uang palsu tersebut saksi
sedang berada dipintu masuk pasar Cikokol sedang jaga sebagai keamanan
pasar bersama-pasar dengan sdr. Ivan Sutisna dan bahwa benar terdakwa
telah membelanjakan uang kertas pecahan Rp. 100.000,-yang palsu
diwarung kelontong yang pemiliknya adalah saksi korban Marjalena
- Bahwa benar awalnya saksi melihat terdakwa dengan saksi korban
Marjalena sedang bertengkar adu mulut yang kemudian saksi
menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi kemudian korban
70
menceritakan bahwa terdakwa telah memberi rokok Dji Sam Soe dan
membayar menggunakan uang keamanan dan saat saksi melakukan
penggeledahan saksi menemukan di dalam dompet terdakwa 27 lembar
uang Rp. 100.000,- palsu selanjutnya saksi menyerahkannya kepada pihak
kepolisian
- Bahwa benar saksi membenarkan barang bukti yang diajukan dalam
persidangan dan membenarkannya
- Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya
E. Alat Bukti
1. Bukti Surat
Berdasarkan pemeriksaan Laboratorik Krimininalistik Polri Nomor: LAB :
4950/DUF/2005 dengan kesimpulan: 27 (dua puluh tujuh) lembar uang rupiah
pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) serf gambar Proklamator Dr.
Ir.Soekamo dan Dr.H.Mohammad Hatta tahun emisi 2004 dengan nomor serf
AAK 228326 sebanyak 8 lembar, BAP 330206 sebanyak 8 lembar, CAT
123438 sebanyak 1 lembar, GAO 344005 sebanyak 10 lembar adalah PALSU
Kepalsuan uang rupiah tersebut merupakan basil cetak PRINTER B E
RWARNA
2. Keterangan Terdakwa
Terdakwa MUKTAR Als TAR BIN MUHAMMAD LATIF di bawah sumpah
di depan persidangan pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
71
- Bahwa benar terdakwa mengerti dan membenarkan Surat Dakwaan yang
dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum
- Bahwa benar terdakwa membenarkan keterangan saksi-saksi
- Bahwa benar terdakwa membenarkan keterangannya didalam BAP yang
dibuat oleh Penyidik.
- Bahwa benar terjadinya pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira
jam 00.30 W1B bertempat di pasar Cikokol kecamatan Tangerang kota
Tangerang terdakwa telah melakukan mengedarkan uang kertas pecahan
Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)
- Bahwa benar awalnya terdakwa membeli rokok Dji Sam Soe di waning
kelontong/rokok milik saksi korban Marjalena seharga Rp.7000,-
kemudian terdakwa membayar dengan uang kertas pecahan Rp.100.000,-
palsu yang kemudian dikembalikan oleh saksi korban sebesar Rp.93.000,-
selanjutnya terdakwa beranjak pergi.
- Bahwa benar tak lama kemudian saksi korban mengejar terdakwa dan
akan meminta rokok dan uang kembaliannya kembali dikarenakan saksi
korban curiga karena uang yang terdakwa berikan palsu
- Bahwa benar scat terjadi cekcok mulut kemudian datang keamanan pasar
lalu menangkap terdakwa
- Bahwa benar 27 lembar uang Rp. 100.000,- adalah milik terdakwa sirnpan
di dalam dompet
72
- Bahwa benar terdakwa mendapatkan uang palsu tersebut dari saudara
Faisal
3. Petunjuk
Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan barang bukti yang diajukan ke
persidangan uang kertas pecahan Rp. 100.000,- nomor serf AAK 228326
sebanyak 8 lembar, BAP 330206 sebanyak 8 lembar, CAT 123438 sebanyak 1
lembar, GAO 344005 sebanyak 10 lembar dan satu buah dompet warna hitam.
Bahwa benar pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira jam 00.30 Wib
bertempat di Pasar Cikokol Kec Tangerang, Kota Tangerang terdakwa telah
melakukan tindak pidana pemalsuan mata uang berdasarkan hal-hal tersebut
di atas terdapat persesuaian yang merupakan bukti petunjuk.
F. Barang Bukti
27 lembar uang kertas pecahan Rp. 100.000,- palsu dengan reincian sebagai
berikut: No serf AAK 228 326 sebanyak 8 lembar, BAP 330206 sebanyak 9
lembar, CAT 1`?34 sebanyak 1 lembar, GAO 144665 sebanyak 10 lembar dan
satu buah dompet warna hitam.
G. Tuntutan
Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan kepada Majelis Hakim dengan
tuntutan sebagai berikut:
73
1. Menyatakan terdakwa Muktar Als Tar Bin Muhamad Latif terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pemalsuan Mata Uang
sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 245 KUHPidana.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muktar Als Tar Bin Muhamad Latif
dengan pidana penjara selama 3 tahun dikurangi selama terdakwa berada
dalam tahanan sementara
3. Menyatakan barang bukti berupa 27 lembar uang kertas pecahan Rp.
100.000,- palsu dengan rincian sebagai berikut: No serf AAK 228326
sebanyak 8 lembar, BAP 330206 sebanyak 8 lembar, CAT 123438 sebanyak 1
lembar, GAO 344005 sebanyak 10 lembar dan satu buah dompet warna hitam
dirampas untuk dimusnahkan
4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar
Rp.1000,- (seribu rupiah)
H. Putusan
Setelah mempertimbangkan dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut
Umum, Keterangan Saksi, Alat Bukti yang ada, barang bukti, serta keterangan
dari terdakwa maka Majelis Hakim memberikan putusan terhadap perkara tindak
pidana pemalsuan uang dengan diancam pasal 245 KUH Pidana.
Adapun isi putusan dari Majelis Hakim tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa: Muktar Als Tar Bin Muhamad Latif terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: Pemalsuan Uang.
74
2. Menghukum terdakwa oleh karenanya dengan pidana penjara selama 2 tahun
6 bulan
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
4. Memerintahkan agar barang bukti berupa 27 lembar uang kertas pecahan Rp.
100.000,- palsu dengan rincian sebagai berikut: No serf AAK 228326
sebanyak 8 lembar, BAP 330206 sebanyak 8 lembar, CAT 123438 sebanyak 1
lembar, GAO 344005 sebanyak 10 lembar dan sate buah dompet warna hitam
dirampas untuk dimusnahkan
5. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan
6. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 1.000,-
(seribu rupiah)
Hal hal yang memberatkan terdakwa adalah perbuatan terdakwa telah
meresahkan masyarakat, sedangkan hal-hal yang meringankan terdakwa adalah
bahwa terdakwa berterus terang dalam persidangan sehingga memperlancar
jalannya persidangan dan terdakwa belum pernah dihukum dan berlaku sopan
dalam persidangan.
I. Analisa Kasus
Berdasarkan uraian di atas terdakwa dinyatakan bersalah oleh majelis hakim
karena telah mPmenuhi unsur-unsur yang mengpakan tindak pidana pemalsuan
uang.
75
Awalnya terdakwa diajukan kemuka persidangan oleh Jaksa Penuntut
Umum dengan dakwaan seperti yang tersebut di atas. Dan dituntut dengan pasal
245 KUi Pidana. Untuk menguatkan dakwaannya Penuntut Umum mengajukan
barang bukti ke muka persidangan. Adapun mengenai barang bukti yang diajukan
oleh Penuntut Umum adalah seperti yang tersebut di atas.
Selain mengajukan barang bukti Penuntut umum juga menghadirkan saksi-
saksi untuk di dengan keterangannya di muka persidangan. Penuntut Umum
menghadirkan saksi Ivan Sutisna dan Gufron untuk dimintai keterangannya
dimuka persidangan. Sebelum kedua orang saksi tersebut mamberikan
kesaksiannya maka diambil sumpah terlebih dahulu oleh petugas pengambil
sumpah.
Keterangan yang diberikan oleh saksi-saksi pada pokoknya memberatkan
Terdakwa dan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan oleh Majelis Hakim
untuk memberikan/menjatuhkan putusan.
Atas keterangan saksi-saksi tersebut, majelis Hakim kemudian bertanya
kepada Terdakwa apakah keberatan dengan keterangan yang diberikan oleh para
saksi. Ternyata terdakwa tidak keberatan dengan keterangan yang diberikan oleh
saksi sehingga keterangan dari para saksi dibenarkan oleh terdakwa.
Namun dalam kasus ini ada saksi yang telah dipanggil oleh Jaksa Penuntut
Umum akan tetapi tidak hadir walaupun telah dilakukan pemanggilan sesuai
dengan prosedur. Dengan demikian Jaksa tidak memanggil lagi saksi tersebut ke
muka persidangan tetapi keterangan saksi tersebut dibacakan sesuai dengan
76
keterangan yang telah diberikan di depan Penyidik. Pembacaan keterangan saksi
tersebut berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh Penyidik.
Dengan demikian setelah permohonan Jaksa Penuntut Umum disetujui oleh
terdakwa dengan perintah Ketua Majelis Hakim kemudian Jaksa Penuntut Umum
membacakan Berita Acara Pemeriksaati saksi-saksi. Dari pembaeaan keterangan
saksi tersebut maka terdakwa tidak keberatan dan membenarkannya.
Terdakwa di muka persidangan telah memberikan keterangannya yang pada
pokoknya terdakwa mengakui perbuatannya yaitu mengedarkan uang palsu
dengan cara membelanjakannya di sebuah warung untuk membeli rokok Dji Sam
Soe di Pasar Cikokol pada tanggal 17 Agustus 2005. Untuk keterangan
selanjutnya dapat dilihat dalam Berita Acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh
penyidik dan Jaksa penuntut Umum dan dimuat dalam pertimbangan putusan
Majelis Hakim.
Dari keterangan para saksi dan terdakwa serta barang bukti yang
kesemuanya itu merupakan alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP pasal
184 yang isinya sebagai berikut:
1) Alat bukti yang sah ialah
a. Keterangan Saksi
b. Keterangan Ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
77
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
Dalam pemeriksaan cepat keyakinan Hakim cukup didukung satu alat bukti
yang sah. Dalam perkara yang berat atau perkara biasa maka tidak cukup dengan
keyakinan hakim dan satu alat bukti saja melainkan hams didukung minimal 2
(dua) alat bukti yang sah.
Dari keterangan di atas maka terdapat dua alat bukti yaitu keterangan saksi
dan keterangan terdakwa.
Keterangan saksi merupakan keterangan yang diberikan oleh saksi di muka
persidangan. Dalam praktek di lapangan ternyata alat bukti im merupakan alat
bukti yang paling penting.
Selain itu kita harus mengetahui arti dari Kesaksian sehingga Untuk
menjawab pertanyaan tersebut maka penulis juga harus memahami apa yang telah
ditentukan dalam pasal 185 KUHAP. Kesaksian adalah suatu keterangan dengan
lisan di muka Hakim dengan sumpah tentang hal-hal mengenai kejadian tertentu
yang didengar, dilihat dan dialami sendiri. Dalam hal ini pada kasus perkara di
atas keterangan saksi diberikan oleh dua orang saksi. Sering pula ter jadi
keterangan saksi itu tidak lisan melainkan tertulis, akan tetapi tulisan itu harus
dibacakan (dengan lisan) di muka Hakim dansetelah itu Surat tersebut diberikan
kepada hakim.
Bentuk kesaksian yang berupa keterangan yang diucapkan di depan Polisi
bukanlah merupakan suatu kesaksian berbeda halnya apabila keterangan itu
diberikan dalam pemeriksaan pendahuluan dengan disumpah terlebih dahulu,
78
ditetapkan dalam Berita Acara yang dibacakan di muka sidang disebabkan
orangnya meninggal dunia atau tidak datang.
Selain itu kesaksian juga dapat diberikan dengan kaset rekaman apabila
seorang saksi tersebut berada di luar negeri atau sedang menderita suatu penyakit
tertentu.
Satu alat bukti yang terdapat dalam perkara di atas adalah keterangan
terdakwa. Sedangkan yang dimaksud dengan keterangan terdakwa adalah apa
yang terdakwa ucapkan di depan persidangan tentang perbuatan yang ia lakukan,
diketahui, atau alami sendiri. Keterangan terdakwa itu bisa juga merupakan apa
yang dahulu biasa disebut sebagai pengakuan terdakwa.
Terdakwa memberikan keterangan di depan sidang pengadilan apabila
setelah ditanya oleh hakim tentang kesehatannya, ia dalam keadaan sehat. Setelah
itu terdakwa memberikan keterangan atas pertanyaan Hakim dan Jaksa Penuntut
Umum.
Yang merupakan alat bukti sah adalah keterangan terdakwa yang diucapkan
dalam sidang pengadilan. Adapun apa yang terdakwa (tersangka) terangka.n
dalam pemeriksaan pendahuluan bukan merupakan alat bukti yang sah, ia hanya
dapat digunakan untuk membantu menerangkan bukti di sidang pengadilan dan
hanya dapat digunakan terhadap terdakwa sendiri.
Untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana
yang didakwakan kepadanya maka keterangan terdakwa itu harus ditambah lagi
79
dengan satu alat bukti yang lain, misalnya keterangan saksi, keterangan ahli,
petunjuk atau surat.
Untuk memahami ketentuan mengenai keterangan terdakwa maka penulis
terlebih dahulu mempelajari apa yang menjadi ketentuan dalam pasal 189
KUHAP.
Dari basil keterangan terdakwa dan keterangan saksi di atas maka dapat
diperoleh fakta-fakta yuridis sebagai berikut:
a. Bahwa benar pada hari rabu, tanggal 17 Agustus 2005 sekira jam 00.30 Wib
di pasar Cikokol. Kec tangerang, Kota Tangerang terdakwa telah
mengedarkan uang kertas pecahan Rp. 100.000,- palsu
b. Bahwa benar awalnya terdakwa membeli rokok Dji Sam Soe di waning rokok
milik saksi korban seharga Rp. 7.000,- terdakwa membayar dengan Rp.
100.000,- palsu dan dikembalikan oleh saksi Rp. 93.000,-setelah itu terdakwa
pergi, tak lama kemudian saksi melihat uangnya palsu lalu mengejar terdakwa
minta uang kembalian beli rokok diserahkan kembali bersama rokoknya.
c. Bahwa benar saat terjadi cekcok mulut kemudian dating kemananmenangkap
terdakwa yang kemudian diserahkan ke Polsek Kota Tangerang.
d. Bahwa benar terdakwa mengaku mempunyai uang kertas pecahan Rp.
100.000,- palsu yang didapat dari sdr. Faisal dengan membelinya uang palsu
tersebut Rp.300.000,-
e. Bahwa benar barang bukti yang diperlihatkan di persidangan adalah milik
terdakwa
80
Berdasarkan uraian di atas maka telah terbukti secara sah dan meyakinkan
dan juga pada diri terdakwa terdapat kemampuan untuk bertanggung jawab atas
perbuatannya, karena tldak terdapat alasan pemaaf maupun alasan pembenar
maupun, alasan penghapus pidana sebagaimana ditentukan dalam KUHP, maka
oleh karenanya terdakwa harus dijatuhi hukuman yang sesuai dengan
kesalahannya atau perbuatan yang telah ia lakukan.
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 24, 25, clan 26 KUHAP semua
penahanan yang telah dilakukan oleh Penyidik untuk kepentingan penyidikan dan
penahanan yang dilakukan oleh jaksa/Penuntut Umum untuk kepentingan
penuntutan serta penahanan yang dilakukan oleh Hakim untuk kepentingan
pemeriksaan di pengadilan, diperhitungkan seluruhnya dan akan dikurangkan
dengan lamanya pidana penjara yang akan dijatuhkan kepadanya.
Sebelum putusan mempunyai kekuatan hukum yang tetap maka berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam pasal 193 ayat 2b KUHAP, status penahanan
terdakwa tetap dipertahankan.
Berdasarkan pasal 222 ayat (1) KUHAP karena terdakwa dinyatakan
bersalah dan dijatuhi hukuman pidana penjara, maka kepada terdakwa dibebankan
untuk membayar ongkos perkara yang besarnya ditentukan dalam amar putusan
perkara.
J. Analisa kriminologis
81
Tindak pidana pemalsuan uang merupakan suatu bentuk kejahatan yang
memerlukan penanganan secara khusus. Hal ini disebabkan kejahatan pemalsuan
uang merupakan sindikat yang terorganisir sehingga untuk menanggulanginya
juga memerlukan penanganan secara organisir juga. Artinya kita harus
menyelidiki terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut:
a. Bagaimana cara kerja/strategi
b. Berapa jumlah anggotanya
c. Jaringannya nasional atau internasional
d. Para anggota sindikat termasuk dalam stratifikasi masyarakat
e. Factor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan tesebut
Setelah diketahui beberapa hal di atas maka kita harus menyusun strategi
sehubungan dengan penanggulangan sebuah masalah kejahatan. Kejahatan yang
dilakukan kelompok ini merupakan kategori kejahatan mafia. Kejahatan ini
merupakan kejahatan yang terorganisisr dan memang sudah tidak monopoli gejala
social di negara-negara kelahirannya seperti Italia dan Amerika, melainkan sudah
menyebar atau memiliki jaringan yang sangat luas sampai ke negara-negara di
dunia salah satunya negara Indonesia. Walaupun dalam bentuk dan gaya yang
berlainan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi dari masing-masing negara.
Apabila kita meneliti kejahatan yang terorganisasi ini maka kita akan
melihat adanya semacam satuan tugas dan keteampilan-keterampilan para
penjahat yang menjadi anggotanya. Seperti halnya dalam kejahatan pemalsuan
uang maka ada beberapa tugas dari masing-masing anggota sindikat seperti
82
membuat, mengedarkan, menyimpan dan mengedarkan mata uang yang palsu dan
mereka ditunjuk untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan keahliannya
masing-masing.
Satu hal yang harus diketahui pula bahwa kejahatan ini dalam melakukan
tindak kejahatan tidak secara terang-terangan. Dalam bangsa demokrasi seperti di
Indonesia tidaklah tercermin adanya perbuatan yang berlawanan dengan undang-
undang bagi individu atau sekelompok individu yang secara rasional
merencanakan, mendirikan, mengernbangkan atau mengelola suatu organisasi
yang ditujukan untuk melakukan kejahatan.
Dengan demikian maka kejahatan pemalsuan uang ini akan menimbulkan
masalah kejahatan, sebagai Masalah kejahatan merupakan kenyataan sosial yang
tidak dapat dihindari, baik di daerah perkotaan dengan struktur masyarakat
modern, maupun daerah pedesaan yang struktur masyarakatnya masih bersifat
tradisional. Kejahatan bisa saja terjadi baik dilakukan oleh orang atau kelompok
yang tingkat ekonominya lemah, bahkan dilakukan pula oleh mereka yang
memiliki status sosial yang tinggi, di mana dapat tersembunyi oleh statusnya yang
besar. Sangatlah wajar dan logis jika hal ini menimbulkan keresahan karena
kejahatan dianggap sebagai suatu gangguan terhadap ketertiban clan keamanan
serta kesejahteraan masyarakat baik dikota atau di Desa.
Masalah sebagai suatu kenyataan yang erat kaitannya dengan masyarakat
yang sementara mengalami perubahan. Perubahan social itu sendiri merupakan
ciri khusus masyarakat modem. Di dalam masyarakat modem perubahan itu
83
berlangsung sangat cepat sedangkan dalam masyarakat tradisional, perubahan itu
sangat lambat/lemah.
Adanya perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat diakibatkan oleh
proses-proses sosial dikota, yang timbul karena berbagai masalah seperti:
urbanisasi, perkembangan disektor ekonomi, kemajuan teknologi, yang
mengakibatkan adanya mobilitas horizontal dan mobilitas vertical yang tinggi.
Kesemuanya itu akan mempertemukan manusia dari berbagai masyarakat,
suku, dan adat istiadat. Mereka akan membentuk ikatan norma dan nilai-nilai
yang hidup dan saling berbeda ataupun bertentangan satu sama lain. Suasana ini
selain menimbulkan konflik budaya, juga dapat menimbulkan suasana samar-
samar. Keadaan semacam ini memberi peluang untuk berbagai norma dan nilai
hidup, sekaligus berlokasi di suatu tempat.
Akibatnya kehidupan suatu masyarakat akan menjadi tidak menentu, karena
norma dan nilai hidupnya samar-samar serta tidak jelas yang kian kehidupannya
tidak menentu. Hal ini dapat pula diakibatkan oleh adanya pertentangan norma itu
sendiri. Pertentangan norma ini timbul, karena masingmasing individu merasa
asing terhadap norma-norma dari individu yang lain atau norma-norma barn
Dengan demikian, mengakibatkan individu sexing bertindak trial dan error
(berbenturan). Norma lama di buang, sedangkan norma baru belum ada. Nilai-
nilai hidup bergeser tanpa diiringi nilai-nilai baru yang tetap, seakanakan terjadi
kekosongan nilai.
84
Kebudayaan sebagai sumber nilai tidak memberi pegangan, karena norma
yang lama tidak lagi mempunyai kekuatan sedang norma baru belum ada, maka
tidak mengherankan jika kemudian timbul bentrokan satu sama lain, bagaikan
orang yang berjalan dalam gelap gulita tanpa lampu penerang. Bentrokan-
bentrokan ini yang mengakibatkan timbulnya kejahatan.
Perubahan social dapat menimbulkan problema social, di mana di dalamnya
terjadi interaksi dan interrelasi dua manusia atau lebih. Karena kondisi social
melatar-belakangi problema social ini, maka perlu diteliti kembali kondisi social
masyarakat, sebelum mempelajari problema social.
Problema sosial diartikan sebagai suatu ketidak sesuaian antara unsurunsur
di dalarn masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosialnya atau
menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok dari warga kelompok
social tersebut, sehingga menyebabkan rusaknya ikatan social. Sedang interaksi
social adalah merupakan hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-
kelompok manusia, maupun hubungan antara orang perorangan dengan kelompok
manusia. Kondisi social dapat dilihat sebagai situasi atau keadaan tertentu, dari
suatu masyarakat yang berinteraksi.
Kondisi social timbul sebagai akibat dari perkembangan kondisi social dan
cultural, yaitu akibat dari deferensasi dan multiplikasi kepentingan dan fungsi
masyarakat, gangguan alam sekitar phisik dan scbagainya. Di samping itu terjadi
perubahan social yang menyebabkan terjadinya disorganisasi, yang merupakan
proses melemahnya norma-norma dalam masyarakat.
85
Dapat dikatakan, bahwa problema social sebagai akibat dari penyimpangan
terhadap norma-norma kemasyarakatan, yang akan menjadi beban masyarakat.
Orang yang mengalami hal ini menimbulkan perasaan tidak arnan dalam dirinya,
perasaan kurang mampu, perasaan bersalah, perasaan bermusuhan dan konflik,
keadaan ini melahirkan perbuatan anti social atau kejahatan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Peredaran mata uang palsu di Indonesia sudah meluas ke seluruh pelosok
negeri, pada awalnya memang peredaran uang palsu beredar pada masyarakat
kota tetapi pada akhirnya masyarakat desa juga menjadi sasaran. Perbuatan ini
dilakukan secara terorganisir dan mempunyai jaringan yang cukup luas atau
bahkan internasional, kaum ilmuwan mengenal kejahatan ini sebagai
kejahatan mafia. Salah satu hal yang menjadi faktor yang mengakibatkan
bisnis ini adalah keuntungan yang diharapkan serta kesulitan ckonomi yang
emmaksa orang menjadi nekat sehingga rela berbuat kejahatan.
2. Di dalam ketentuan KUHP menyebutkan khususnya dalam pasal 244 unsur-
unsur yang terdapat dalam kejahatan pemalsuan uang. unsur-unsur kejahatan
pemalsuan uang. di dalam pasal ini terdapat juga ancaman pidana terhadap
86
siapa yang melanar ketentuan pasal ini. Kejahatan pemalsuan uang ini
beraneka ragam tipenya tetapi pada dasarnya satu yaitu yang dipalsukan
adalah uang baik itu uang kertas atau uang logam. Unsur-unsur yang tidak
dapat dipisahkan dari kejahatan pemalsuan uang adalah meniru. membuat,
mengedarkan dan menyimpan.
B. Saran
1. Diperlukan kerjasarna yang baik antara aparat Pemerintah, masyarakat serta
aparat penegak hukum dalam rangka upaya untuk memberantas kejahatan
pemalsuan uang, selain itu masyarakat juga harus tanggap dan bersifat rekatif
terhadap segala sesuatu yang mencurigakan.
2. Diperlukan undang-undang yang secara khusus mengatur kejahatan
pemalsuan uang sehingga memuat hukuman yang cukup berat bagi
pelanggarnya.
87