analisis pengaruh sistem pengendalian intern …
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH
SISTEM PENGENDALIAN
INTERN TERHADAP
PENGAWASAN INTERN
MARALUS PANGGABEAN
Buku Karya Ilmiah
ANALISIS PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN
INTERN TERHADAP PENGAWASAN INTERN
Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pengawasan
yang Diajukan dalam Rangka
Pemenuhan Angka Kredit Jabatan Fungsional Auditor
oleh
MARALUS PANGGABEAN
NIP 195901211987031002
Auditor utama
Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek
Jakarta
2021
KATA PENGANTAR
Pada tahun 2014, penulis telah berhasil mempertahankan disertasi berjudul
“Analisis Pengaruh Sistem Pengendalian Internal terhadap Pengawasan Internal dalam Perspektif Chaos Theory di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan” di Jurusan Ilmu Administrasi FISIP-UI, yang sekarang sejak tahun 2016 Jurusan Ilmu Administrasi menjadi fakultas tersendiri dengan nama Fakultas Ilmu Administrasi (FIA-UI). Disertasi tersebut pada hakekatnya dapat dipilah menjadi dua bagian, yakni teori yang mendasarinya (grand theory) dan metodologi penelitian yang digunakan untuk menganalisis topik penelitian.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa penelitian beranjak dari paradigma atau cara
pandang untuk mengetahui realaitas sosial tertentu secara spesifik (Kuhn, 1962; Friedrichs, 1970; Ritzer, 1980, Gage 1986, Guba, 1990) dan sistem keyakinan dasar yang berlandaskan asumsi ontologi, epistemologi, dan metodologi (Denzin & Lincoln (1994). Paradigma sebagai landasan untuk mencari jawaban atas pertanyaan apa hakikat realitas, hakikat hubungan antara peneliti dengan realitas, dan bagaiman cara peneliti mengetahui realitas, yang dalam penelitian ini adalah paradigma kuantitatif, yakni penelitian yang didasarkan pada pengujian teori pada sekelompok variabel yang diukur dengan angka-angka dan dianalisis dengan prosedur statistik.
Dengan demikian, karya tulis ilmiah yang pertama adalah berkenaan dengan teori
yang melandasi analisis pengendalian dan pengawasan, sedangkan karya tulis ilmiah kedua ini berupa metodologi yang digunakan untuk membedah persoalan faktual dengan memanfaatkan piranti lunak untuk mengolah data dan informasi yang diperoleh di lapangan. Oleh karena itu, dalam karya tulis ilmiah kedua ini terlepas dari karya tulis ilmiah pertama, karena metodologi kuantitatif bersifat deduktif, yakni dari umum ke khusus, yang diharapkan dapat menghasilkan generalisasi. Landasan teori apa pun yang mendasarinya, dalam metode kuantitatif dapat diselesaikan ketika menggunakan perangkat pemrograman secara tepat.
Meskipun dalam penelitian ini berasal dari data lapangan tahun 2014, namun karya
tulis ilmiah ini telah dilengkapi dengan data terkini, yakni hasil pengawasan tahun 2020 yang berasal dari Inspektorat IV Itjen Kemendikbudristek. Nomenklatur yang terkait dengan Kemendikbud tetap dipertahankan pada data yang lama, sedangkan data terbaru telah disesuaikan dengan Kemendikbudristek. Pengalaman penulis dalam pelaksanaan audit, sejatinya mirip dengan metode penelitian kualitatif, yakni mengumpulkan data lapangan, interviu dengan informan, mengolah dan menganalisis data tersebut menjadi laporan hasil audit. Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan, bahwa karya tulis ilmiah ini merupakan penyempurnaan dari penelitian sebelumnya, karena tidak hanya melalui pendekatan kuantitatif, namun juga dilengkapi dengan data kualitatif, sehingga memenuhi kaidah pendekatan mixed method.
Jakarta, 21 Agustus 2021
Maralus Panggabean
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… ii
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Pokok Permasalahan ......................................................... 2
C. Pembatasan Masalah Penelitian ……....................................... 2
D. Tujuan Penelitian ...................................................................... 2
E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian ……………..………………. 3
BAB II : TINJAUAN LITERATUR …………................................................. 5
A. Sistem Pengendalian Intern (Internal Control System) ……...... 5
B. Pengawasan Intern (Internal Audit) ………................................. 6
C. Kerangka Teoretis ….……………………………………………… 7
D. Model Konseptual …………………………… ……………………. 8
BAB III : METODE PENELITIAN ………………..………………………………. 10
A. Paradigma Penelitian ………..…………………………………….. 10
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ………………. 11
C. Hipotesis Penelitian …………...................................................... 13
D. Definisi Operasional Variabel dn Skala Pengukuran ................... 15
E. Model Hubungan Antar Variabel …………................................... 16
F. Teknik Pengumpulan Data ………................................................ 16
G. Uji Reliabilitas dan Validitas Instrumen ........................................ 21
H. Teknik Analisis Data ………..………………………………………. 22
I. Keterbatasan Penelitian ……………………………………………. 25
J. Konfirmasi Hasil Penelitian …………………………………………. 26
BAB IV: HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……………………………… 27
A. Analisis Validitas dan Reliabilitas ……………………….…………. 27
B. Confirmatory Factor Analysis (CFA) …………............................... 33
C. Analisis dan Interpretasi ………………............................................ 42
D. Temuan Kemendikbudrisrtek Terkini…………….………………….. 53
BAB V : SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI .............................. 56
A. Simpulan ........................................................................................ 56
B. Implikasi.......................................................................................... C. Rekomendasi Penelitian Lanjutan..................................................
58 59
DAFTAR PUSTAKA
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian internal merupakan kebijakan, prosedur, proses, dan struktur
organisasi yang dimaksudkan untuk memastikan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai
dan kejadian yang tidak dikehendaki dapat dicegah, diketahui dan dikoreksi (Simmons,
1997). Pimpinan menciptakan lingkungan pengendalian yang positif melalui penegakan
kode etik, secara kontinu melakukan supervisi pelaksanaan pengendalian internal, dan
melakukan modifikasi jika diperlukan (Konrath, 1999). Sistem pengendalian (control
system) sebagai sikap dan tindakan manajemen dalam mengendalikan organisasi.
Pimpinan organisasi perlu mengedukasi pengendalian internal yang lebih baik guna
menghindari terjadinya peristiwa negatif atau merugikan (Moeller, 2007).
Sistem Pengendalian Internal (Internal Control System) yang diformulasikan oleh
COSO (1992) menurut Sawyer (2003) secara konseptual terdiri dari unsur (1) lingkungan
pengendalian (control environnment); (2) penaksiran risiko (risk assessment); (3) aktivitas
pengendalian (control activities); (4) informasi dan komunikasi (information and
communication); dan (5) pemantauan (monitoring). Semua elemen tersebut merupakan
faktor penting dalam keberhasilan pengawasan internal (internal audit) dalam
memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) tentang efektivitas dan
efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan (compliance) terhadap
regulasi (Arens, 2000).
Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
112194/A.A3/KU/2012 tentang Satuan Tugas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selanjutnya diterbitkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 85 Tahun 2019 tentang Sistem
Pengendlian Intern Pemerintah di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Maksud dan tujuan dibentuknya Satgas SPIP tersebut adalah untuk efektivitas
penyelenggaraan sistem pengendalian intern yang dilaksanakan secara terpadu dengan
melibatkan seluruh unit utama di lingkungan Kemendikbud.
Pada masa lalu, pengendalian adalah tugas pimpinan dengan istilah pengawasan
atasan langsung atau pengawasan melekat (waskat), Pada saat ini, pengendalian
diasosiasikan dengan pengawasan yang dinilai telah cukup jika pimpinan membentuk
satuan pengawasan internal (SPI). Kata control seringkali diterjemahkan dengan
pengendalian, namun tak jarang pula dialihbahasakan menjadi pengawasan. Diksi atau
kosa kata dalam memahami suatu terminologi acapkali menimbulkan penafsiran yang
berbeda dan pada gilirannya mengakibatkan distorsi tindakan karena terjadinya
pergeseran makna. Hal ini menyebabkan terjadinya misleading atas fungsi kontrol dalam
manajemen. Makna control adalah pengendalian, sedangkan audit adalah pemeriksaan
atau pengawasan. Pengendalian lebih menekankan pada fungsi manajemen leading,
sedangkan pengawasan lebih menekankan pada fungsi supervising (Stoner, 1993).
2
Kata pengendalian dan pengawasan mempunyai kemiripan, namun berbeda secara
signifikan atas implikasi yang ditimbulkannya. Pengendalian adalah kewenangan pihak
manajemen. Sedangkan pengawasan berada pada pimpinan, namun dapat pula
dilimpahkan kepada pegawai atau aparat pengawasan yang ditunjuknya (Sawyer, 2003).
Jika organisasi sederhana, pimpinan mengendalikan (controlling) sendiri organisasinya,
sehingga disebut sebagai pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built-
in control). Namun jika organisasi bersifat kompleks dan rentang kendalinya (span of
control) cukup luas, maka pimpinan dapat mendelegasikan tugas pengawasannya
kepada staf atau organ yang dibentuknya, yang disebut sebagai aparat pengawasan
internal (internal auditor).
Pemahaman atas sistem pengendalian internal (internal control system) yang
kadangkala rancu dengan pengawasan internal (internal audit) merupakan problema di
lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, sehingga
persoalan faktual tersebut perlu didalami eksistensinya guna mengetahui hubungan dan
pengaruhnya di bidang pendidikan dan kebudayaan. Dengan demikian, ulasan, kajian,
studi, dan penelitian tentang perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), dan
penggerakan (actuating) yang telah banyak melahirkan teori, konsep, dan model
pengembangan pengendalian (controlling) serta pengawasan (audit) di lingkungan
pemerintahan perlu dielaborasi lebih komprehensif.
B. Pokok Permasalahan
Penelitian ini merumuskan pokok permasalahan penelitian atas fungsi dan relasi
kausalitas faktor-faktor yang mempengaruhinya yang diformulasikan dalam bentuk tiga
pertanyaan peneltian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh sistem pengendalian internal (internal control system) terhadap
pengawasan internal (internal audit) dalam organisasi Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi?
2. Bagaimana perbedaan penerapan sistem pengendalian internal (internal control
system) dalam pengawasan internal (internal audit) di lingkungan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi?
3. Apakah unsur Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Aktivitas Pengendalian,
Informasi/Komunikasi, dan Pemantauan mempunyai dampak yang setara pada
Pengawasan Internal dalam kegiatan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset
dan Teknologi?
C. Pembatasan Masalah Penelitian:
Ruang lingkup bahasan adalah pembuktian pengaruah sistem pengendalian
internal dalam pelaksanaan audit internal oleh Inspektorat Jenderal Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui pendekatan kuantitatif dan
dikonfirmasi dengan pendekatan kualitatif (mixed method).
D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses empiris
hubungan antara sistem pengendalian internal (internal control system) dengan
pengawasan internal (internal audit) di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
3
Riset dan Teknologi. Dengan penelitian survei ini diharapkan dapat dikonfirmasi model
pengendalian internal yang terdiri dari unsur lingkungan pengendalian (control
environment), penaksiran risiko (risk assesment), aktivitas pengendalian (control
activities), informasi dan komunikasi (information and communication) dan pemantauan
(monitoring) kaitannya dengan pengawasan internal. Secara spesifik, tujuan penelitian ini
adalah untuk mengkonfirmasi pengaruh dan hubungan antarvariabel yang ditetapkan
dalam model analisis. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh sistem pengendalian internal (internal control system)
terhadap pengawasan internal (internal audit) dalam organisasi Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
2. Menganalisis perbedaan pelaksanaan sistem pengendalian internal (internal control
system) dan pengawasan internal (internal audit) di lingkungan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
3. Menganalisis perbedaan dampak masing-masing aspek Sistem Pengendalian
Internal yang terdiri dari unsur Lingkungan Pengendalian, Penaksiran Risiko,
Aktivitas Pengendalian, Informasi/Komunikasi, dan Pemantauan pada Pengawasan
Internal dalam kegiatan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Dari uraian di atas dapat dimaknai bahwa tujuan penelitian yang pertama adalah
untuk memperoleh deskripsi tentang ada tidaknya pengaruh dari kelima varibel eksogen
(pengendalian internal) terhadap variabel endogen (pengawasan internal). Kedua, untuk
memperoleh gambaran tentang implementasi dari masing- masing varibel endogen
tersebut dibandingkan dengan nilai rata-ratanya. Ketiga, untuk mengetahui apakah tiap
variabel endogen memiliki dampak yang setara atau mempunyai perbedaan yang
signifikan secara statistik terhadap pengawasan internal.
E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi kajian
tentang sistem pengendalian internal (internal control system) dan kontribusinya dalam
pengembangan sistem pengendalian internal pemerintah berdasarkan perspektif
pengawasan internal. Penelitian tentang sistem pengendalian internal masih terbatas,
terlebih implementasinya dalam organisasi pemerintah atau organisasi nirlaba (nonporfit
organization) dalam hal ini di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi belum banyak dilakukan penelitian.
Untuk kebutuhan praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pencerahan
bagi aparat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi termasuk para
auditor Inspektorat Jenderal tentang pentingnya pengendalian tidak sekadar aktivitas
pengawasan, namun sebagai proses yang terintegrasi dalam lingkungan pengendalian
(control environment), penilaian risiko (risk assesment), aktivitas pengendalian (control
activities), informasi/komunikasi (information and communication), dan pemantauan
(monitoring) yang dilaksanakan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dengan demikian, rasionalitas atas pentingnya penelitian ini karena sejumlah
alasan. Pertama, memahami hubungan antara pengendalian internal dan unsur-
unsurnya dalam pelaksanaan pengawasan akan membantu menyingkap logika dasar
sistem pengendalian internal (internal control system) bukan sekadar pengawasan
internal dengan keputusan atas efektivitas lembaga pengawasan. Kedua, penerapan
4
sistem pengendalian internal diproyeksikan dapat memberikan kontribusi terhadap
pencapaian penguatan pengawasan internal di lingkungan Kemendikbudristek akan
menginspirasi kementerian dan lembaga pemerintah lainnya melalui regulasi dan
konsistensi implementasinya.
Penerapan sistem pengendalian internal dapat mengalami ketidakberhasilan, sehingga
memerlukan pengawasan internal yang akan membantu pimpinan memonitor kemajuan
organisasi dalam situasi perubahan lingkungan dewasa ini yang pengaruhnya begitu
cepat dalam suasana penuh ketidakpastian. Masalah yang begitu penting dalam
keberlangsungan eksistensi organisasi akan menimbulkan masalah baru dan
berkepanjangan manakala tidak diupayakan solusinya melalui penelitian yang segera
dilakukan. Dengan demikian, urgensi penelitian terletak pada kesegeraan untuk
memanfaatkan momentum dan peluang perubahan agar tidak kehilangan kesempatan
untuk menelitinya, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi bagi dunia
akademik dan sumbangsih bagi perbaikan pengawasan internal dalam konteks sistem
pengendalian internal pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi.
5
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
A. Sistem Pengendalian Intern
Definisi sistem pengendalian internal (internal control system) yang dikembangkan
oleh Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission (COSO, 1992)
adalah suatu proses yang dijalankan oleh pimpinan, manajemen dan pegawai lainnya,
yang dimaksudkan untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga
kategori tujuan, yaitu (1) efektivitas dan efisiensi kegiatan; (2) keandalan laporan
keuangan; dan (3) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku.
Sawyer (2003) mengidentifikasi Sistem Pengendalian Internal tersebut terdiri dari
5 unsur yang saling berkaitan, yaitu (1) lingkungan pengendalian (control environment);
(2) penaksiran risiko (risk assessment); (3) aktivitas pengendalian (control activities); (4)
informasi dan komunikasi (information and communication); dan (5) pemantauan
(monitoring). Kelima unsur tersebut bersumber dari cara manajemen atau pimpinan
menyelenggarakan tugasnya dan oleh karena itu komponen tersebut menyatu (built in)
dan terjalin (permeatted) dalam proses manajemen.
Sistem Pengendalian Internal (Internal Control System) secara operasional
didefinisikan sebagai suatu proses yang dijalankan oleh pimpinan, manajemen dan
pegawai lainnya, yang dimaksudkan untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang
pencapaian efektivitas dan efisiensi kegiatan, pengamanan aset, keandalan laporan
keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan-undangan yang berlaku
(Root, 1998; Sawyer, 2003, Moeller, 2007). Definisi operasional varibel- variabel yang
terkait adalah sebagai berikut.
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Faktor-faktor lingkungan pengendalian mencakup integritas, nilai etis, dan
kompetensi personel dalam entitas, filosofi manajemen dan gaya operasi, cara
manajemen memberikan otoritas dan tanggung jawab, mengorganisasi dan
mengembangkan personel, perhatian dan pengarahan pimpinan. Dengan demikian,
lingkungan pengendalian merupakan kondisi yang memengaruhi efektivitas
pengendalian internal (Bartol, 1996).
2. Penaksiran Risiko (Risk Assessment)
Mekanisme yang ditetapkan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola
risiko-risiko yang berkaitan dengan berbagai aktivitas organisasi. Dengan demikian,
penaksiran risiko adalah penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam
pencapaian tujuan dan sasaran organisasi (Namee & Selim, 1998; Pickett, 2006).
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan oleh
manajemen untuk membantu memastikan bahwa tujuan tercapai. Dengan demikian,
aktivitas pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko dan
memastikan bahwa pelaksanaan kebijakan dan prosedur tersebut telah efektif (Jorion
2005).
6
4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication):
Sistem yang memungkinkan personel dalam entitas memperoleh dan memberikan
informasi yang diperlukan untuk melaksanakan, mengelola, dan mengendalikan
operasinya. Dengan demikian, Informasi dan Komunikasi merupakan data yang telah
diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dan proses
menyampaikan informasi untuk mendapatkan umpan balik (Spoull & Kiesler, 1999).
5. Pemantauan (Monitoring)
Proses untuk menilai kinerja sepanjang waktu yang dijalankan melalui aktivitas
monitoring yang terus-menerus, evaluasi terpisah atau kombinasi dari keduanya.
Dengan demikian, pemantauan merupakan proses pengawalan atas mutu kinerja
sistem pengendalian internal (Kreitner, 1992).
B. Pengawasan Intern (Internal Audit):
Aktivitas pemberian keyakinan serta konsultansi yang independen dan obyektif,
yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi, membantu
organisasi mencapai tujuannya dengan memperkenalkan pendekatan yang sistematis
dan berdisiplin untuk mengevalasi serta meningkatkan efektivitas proses manajemen
risiko, pengendalian, dan penngelolaan. Dengan demikian, pengawasan internal adalah
penilaian atas kegiatan operasional, pengamanan aset, pelaporan keuangan, dan
ketaatan terhadap peraturan (Sawyer, 2003, Moeller, 2007). Aparat pengawasan intern
pemerintah (APIP) yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), Inspektorat Jenderal Kementerian, dan Inspektorat Provinsi/Kabupaten/ Kota
merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008.
Dalam penelitian ini, control secara konsisten diterjemahkan sebagai
pengendalian atau kontrol, sedangkan audit adalah pengawasan atau pemeriksaan.
Dengan demikian, internal control adalah pengendalian internal dan internal audit adalah
pengawasan internal. Pengendalian internal dilakukan oleh pimpinan, sedangkan
pengawasan dilakukan oleh pengawas internal (internal auditor). Jika dalam
pengendalian (control) terdapat unsur intervensi atau campur tangan atasan untuk ikut
memperbaiki manakala terjadi penyimpangan, tidak demikian halnya pengawasan (audit).
Aparat pengawasan internal sebagai organ yang bertugas mengawasi tidak melakukan
intervensi, melainkan membandingkan rencana atau program yang telah ditetapkan
dengan realisasinya. Jika terdapat penyimpangan, aparat pengawasan memberikan
saran atau rekomendasi perbaikan, tanpa harus terlibat di dalamnya.
Perbedaan penafsiran makna tersebut menimbulkan konsekuensi kebijakan yang
melatari munculnya berbagai lembaga pengawasan di segala lini. Dalam bidang
pendididikan, banyak organ yang melakukan fungsi pengawasan, yaitu penilik (TK/SD),
pengawas sekolah (SMP, SMK, SMA), Satuan Pengawasan Internal (SPI) di setiap unit
kerja di lingkungan Kemendikbudristek termasuk SPI di lingkungan perguruan tinggi.
Terdapat aparat pengawasan internal pemerintah (APIP), yakni BPKP, Itjen
Kemendikbudristek, dan Inspektorat Provinsi/ Kabupaten/Kota, serta aparat pengawasan
eksternal yaitu BPK. Demikian pula ada Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, dan
organisasi swadaya masyarakat (LSM), termasuk Dewan Perwakilan Rakyat yang juga
memiliki fungsi pengawasan. Banyaknya lembaga pengawasan tidak menjamin baiknya
tata kelola pendidikan.
7
Penyederhanaan terminologi control sekadar sebagai pengawasan memunculkan
stigma yang kurang proporsional terhadap aparat pengawasan internal pemerintah.
Independensi, kompetensi, dan integritasnya acapkali dipertanyakan. Hal ini mengingat
bahwa pengawasan hanyalah kegiatan membandingkan rencana dengan realisasi dan
upaya menemukan penyimpangan. Jika control direduksi sebagai pengawasan, maka
sifatnya lebih terbatas. Berbeda dengan pengendalian yang cakupannya lebih luas. Jika
control dimaknai sebagai pengendalian, bukan sekadar pengawasan (audit), maka control
mempunyai peran yang setara, bahkan melingkupi fungsi-fungsi manajemen lainnya,
yakni planning, organizing, actuating, dan controlling (Stoner, 1998).
C. Kerangka Teoretis
Variabel sistem pengendalian internal (internal control system) yang berpengaruh
adalah kondisi pendidikan nasional dan kondisi global sebagai faktor lingkungan internal
dan eksternal (control environment). Tata kelola pendidikan merupakan variabel aktivitas
pengendalian (control activities). Variabel penaksiran risiko (risk assessment) tercermin
dari tujuan pendidikan yang menjadi tantangan bagi masa depan. Variabel informasi dan
komunikasi (information and communication) teridentifikasi dari pemahaman masyarakat
dan persepsi publik tentang kualitas pelaksanaan pendidikan. Pemantauan (monitoring)
merupakan varibel yang merefleksikan tingkat evaluasi masalah pendidikan. Kelima
varibel tersebut ditengarai mempengaruhi optimalisasi pengawasan internal (internal
audit).
Kerangka teoretis dalam menyusun model penelitian untuk menjawab secara
rasional masalah yang telah diidentifikasikan dan dirumuskan menurut jalinan logika
sebagaimana digunakan dalam berpikir deduktif adalah sebagai berikut.
Gambar 1: Kerangka Teoretis Penelitian
Sumber: Diolah dari berbagai teori tentang sistem pengendalian internal dan pengawasan
internal.
8
Berdasarkan kerangka teori yang dikemukakan di atas, proposisi sebagai
pernyataan atas fenomena sistem pengendalian internal yang dapat diamati yang menjadi
kerangka acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Proposisi 1: Sistem pengendalian internal (internal control system) merupakan kebijakan, prosedur, proses, dan struktur organisasi untuk memastikan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai melalui interaksi berbagai elemen lingkungan pengendalian; (2) penaksiran risiko; (3) aktivitas pengendalian; (4) informasi dan komunikasi; dan (5) pemantauan mempunyai korelasi dan mempengaruhi keberlangsungan pengawasan internal (internal audit) dalam memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) tentang efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan (compliance) terhadap regulasi (Simmons, 1997; Reider, 1994; Arens, 2000; Pickett, 2002; Singleton, 2006). Proposisi 2: Penerapan berbagai unsur sistem pengendalian internal yang terdiri dari lingkungan pengendalian; (2) penaksiran risiko; (3) aktivitas pengendalian; (4) informasi dan komunikasi; dan (5) pemantauan berlangsung melalui aktivitas yang saling terkait dan bervariasi intensitasnya serta mempunyai diferensiasi dalam implementasinya pada tiap level kegiatan (operations), pada saat menyusun laporan keuangan (financial reporting), dan pada saat harus menaati peraturan yang berlaku (compliance with the regulations) (Root, 1998; Moeller, 1998; Regan, 2004). Proposisi 3: Tiap elemen pengendalian memiliki eksistensi yang tidak setara dan pengabaian atas unsur yang berkaitan dengan risiko pengendalian (risk assessment) mempunyai dampak yang signifikan pada keberlanjutan kompetensi inti (core competence) yang pada gilirannya akan melemahkan pengawasan (audit) dalam hal mendefinisikan masalah kunci dan kondisi yang perlu dilaporkan (reportable conditions), memvalidasi bukti yang diuji (testimonial evidence), melakukan penilaian akhir, dan mengidentifikasi tindakan korektif (Simmons, 1997; Namee & Selim, 1998; Kinney, 2000; Jorion 2005).
D. Model Konseptual
Model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor
yang telah diidentifikasi sebagai masalah dituangkan dalam Gambar 2 berikut.
Gambar 2: Model Konseptual Penelitian
Variabel Eksogen Variabel Endogen
Sumber: Diolah dari Sistem Pengendalian Internal (COSO, 1992) dengan Model Persamaan Struktural (SEM)
9
Berdasarkan Model Konseptual pada Gambar 2 di atas, setiap organisasi
khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam melaksanakan tiap kegiatan
(activity) dan pada setiap entitas atau unit kerjanya (units) perlu memiliki lingkungan
pengendalian yang mendukung (control environment), penelaahan terhadap risiko
pengendalian (risk assessment), tindakan pengendalian yang efektif (control activities),
informasi dan komunikasi antar pengelola kegiatan dan antara pihak di dalam organisasi
dengan pengawasan internal (information and communication), serta pemantauan secara
berkala terhadap efektivitas sistem pengendalian internal tersebut (monitoring). Hal ini
ditujukan untuk menekan, mengurangi, bahkan mengeliminasi risiko pengendalian (risk
control) sehubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasi (operations), pengamanan
aset (assets safeguard), keandalan pelaporan keuangan (financial reporting), dan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan (compliance with the law and
regulations).
Sistem pengendalian internal (internal control system) yang baik akan
berpengaruh terhadap pengawasan internal (internal audit), yakni akan mengurangi
intensitas dan rutinitas pengawasan internal dikarenakan telah berjalannya sistem
pengendalian internal, sehingga mengakibatkan efektivitas dan efisiensi organisasi
tercapai sebagaimana diperlihatkan dalam organisasi yang telah mapan. Pengawasan
internal ditujukan untuk memastikan atau memperoleh keyakinan yang memadai bahwa
kegiatan operasional, pengamanan aset, pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap
peraturan telah berjalan sebagaimana mestinya (Sawyer, 2003).
10
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian
Paradigma adalah cara pandang untuk mengetahui realaitas sosial tertentu
secara spesifik (Kuhn, 1962; Friedrichs, 1970; Ritzer, 1980, Gage 1986). Guba (1990)
dan sistem keyakinan dasar yang berlandaskan asumsi ontologi, epistemologi, dan
metodologi (Denzin & Lincoln (1994). Paradigma sebagai landasan untuk mencari
jawaban atas pertanyaan apa hakikat realitas, hakikat hubungan antara peneliti dengan
realitas, dan bagaiman cara peneliti mengetahui realitas, yang dalam penelitian ini adalah
paradigma kuantitatif, yakni penelitian yang didasarkan pada pengujian teori pada
sekelompok variabel yang diukur dengan angka-angka dan dianalisis dengan prosedur
statistik.
Borg dan Gall (1989) menyebutkan bahwa penelitian kuantitatif sebagai metode
tradisional, positivistik, saintifik, konfirmatori, dan dari segi proses bersifat deduktif, yakni
cara pengambilan kesimpulan dari umum ke khusus. Asumsi paradigma positivistik
dengan pendekatan kuantitatif yang merepresentasikan determinasi faktor kausatif, yakni
unsur-unsur sistem pengendalian internal (lingkungan pengendalian, penaksiran risiko,
aktivitas pengendalian, informasi / komunikasi, dan pemantuan) yang menentukan akibat,
yaitu pelaksanan pengawasan internal di lingkungan Kemendikbudristek. Identifikasi
faktor penyebab yang mempengaruhi hasil akhir melalui verifikasi teori yang
melandasinya dengan pengujian empiris atas realitas obyektif berdasarkan analisis data
numerik.
Ontologi berkaitan dengan pertanyaan dasar tentang hakikat realitas, studi
tentang sesuatu yang ada (being), membahas realitas atau suatu entitas apa adanya,
melalui proses yang dapat diakui kebenarannya (Denzin & Lincoln, 1994). Proses
tersebut memerlukan pola berpikir yang berlandaskan pada bagaimana ilmu pengetahuan
yang dimanifestasikan dalam bentuk teori sebagai dasar pembahasan realitas. Dengan
demikian, penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan ontologi, yaitu apa
bentuk dan realitas pengendalian internal dalam konteks hubungannya dengan
pengawasan internal dan selanjutnya apa yang dapat diketahui tentangnya.
Secara epistemologis (Neuman, 2006) yang mempertanyakan tentang bagaimana
cara mengetahui sesuatu dan apa hubungan antara peneliti dan yang diteliti dalam proses
memperoleh pengetahuan adalah melalui metodologi penelitian yang memfokuskan pada
bagaimana cara memperoleh pengetahuan berdasarkan pandangan bahwa peristiwa
sosial, dalam hal ini sistem pengendalian internal mengandung elemen-elemen sebagai
variabel yang mempengaruhi pengawasan internal. Secara metodologis, pengujian
hipotesis melalui survei dan analisis kuantitatif, hasil uji hipotesis melalui prosedur
pengujian validitas dan reliabilitas yang mengindikasikan stabilitas dan konsistensi
instrumen pengukuran konsep dan membantu untuk melihat ketepatan pengukuran.
Dalam tatanan aksiologi yang bermakna sebagai kegunaan ilmu dikaitkan dengan
kegunaan bagi masyarakat dan tanggung jawab etika, secara aksiologis penelitian ini
bersifat bebas nilai berdasarkan obyektivitas metodologi yang digunakan (Creswell,
1994). Kegunaan operasional berkaitan dengan pelaksanaan sistem pengendalian
internal dan pengawasan internal di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
11
Riset dan Teknologi. Sedangkan kegunaan yang berkaitan dengan pengembangan ilmu
(sains) melalui tahap-tahap penelitian berdasarkan pemikiran deduktif-induktif yang
memberikan makna sebagai sebuah pengujian terhadap teori dan menambah kontribusi
dalam bentuk temuan penelitian.
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu yang didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yakni rasional, empiris,
dan sistematis untuk dapat memahami obyek penelitian sesuai dengan syarat-syarat
yang dituntut oleh ilmu berdasarkan proses berpikir ilmiah (Creswell, 1994). Pengujian
hipotesis sebagai rasionalisasi atas hubungan antarvariabel berdasarkan metode
deduktif-induktif. Suatu fakta atau gejala atas aktivitas pengawasan internal merupakan
akibat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga diyakini adanya determinisme
atau proses sebab-akibat dengan sistem pengendalian internal yang terjadi di lingkungan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Untuk mengecek, memperbaiki, dan memantapkan data yang diperoleh dari
kuesioner, digunakan satu komponen kecil penelitian secara keseluruhan yang disusun
dari paradigma kualitatif melalui triangulasi simultan (Morse, 1991) dalam bentuk focus
group discussion (FGD), sehingga dalam penelitian ini melibatkan pendekatan pragmatis
dengan metode campuran (mix method) yang menggabungkan metode-metode dalam
sebuah studi tunggal dengan strategi metode kuantitatif yang lebih dominan (Creswell,
1994; Roosman dan Wilson, 1985; Lanci, 1993).
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel Penelitian
Populasi penelitian sebagai himpunan dari semua unit analisis yang terdiri atas
obyek dan subyek yang mempunyai jumlah dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
untuk dianlisis dengan elemen yang merupakan anggota kelompok target, yakni eselon I
sampai dengan eselon IV di 10 unit utama di lingkungan kantor Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, yaitu (1) Sekretariat Jenderal; (2) Inspektorat Jenderal; (3) Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI); (4) Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar; (5) Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah; (6) Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi; (7) Direktorat Jenderal Kebudayaan; (8) Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidik dan Tenaga Pendididkan; (9) Badan
Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan; dan (10) Badan Bahasa
sebgaimana terinci pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1: Daftar Sampel Penelitian
No
UNIT KERJA
TENAGA STRUKTURAL
(Eselon)
JUMLAH
RESPONDEN
I II III IV
1 Sekretariat Jenderal 1 5 20 60 86 25
2 Inspektorat Jenderal 1 6 4 13 24 43*
3 Ditjen PAUDNI 1 5 20 47 73 30
12
4 Ditjen Dikdas 1 5 20 46 72 25
5 Ditjen Dikmen 1 5 19 42 67 27
6 Ditjen Dikti 1 5 20 47 73 24
7 Ditjen Kebudayaan 1 6 24 55 86 63
8 Badan SDM PTK 1 5 14 37 57 31
9 Balitbang 1 5 17 21 44 25
10
Badan Bahasa 1 3 10 26 40 29
JUMLAH 10 50 168 394 622 322
*pejabat struktural dan pejabat fungsional auditor Itjen Sumber: Data Bezetting
Kepegawaian Kemdikbud per 1 Oktober 2012
Pemilihan pejabat sebagai sampel didasari pada pertimbangan atas perannya
yang signifikan dalam proses pelaksanaan sistem pengendalian internal di lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sesuai dengan karakteristiknya,
pengendalian yang cenderung tidak berwujud fisik namun dapat dirasakan
keberadaannya (soft control) berperan sebagai fondasi dari kegiatan pengendalian yang
bersifat prosedural dan tampak secara fisik (hard control), sehingga peran pimpinan
sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan organisasi. Para pejabat di lingkungan
Kemdikbud berperan sebagai ‘tone at the top’ dalam penerapan pengendalian internal.
Penarikan sampel menggunakan teknik sampel acak berstrata disproporsional
(disproportionate stratified random sampling), yaitu penarikan sampel yang anggota
populasinya berstrata (eselon I, II, III, dan IV) tidak homogen dan tidak berproporsi atau
tidak berimbang. Peneliti mengelompokkan populasi menurut tingkatannya, yakni pejabat
eselon I, II, III, dan IV, serta pejabat fungsional auditor setara eselon III dan IV di
Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Rasionalitas
penggunaan teknik sampling berstrata secara tidak proporsional ini adalah untuk
meningkatkan efisiensi secara statistik dengan mengambil sampel berdasarkan strata
populasi dan menyediakan data yang memadai untuk dianalisis dalam berbagai tingkatan
atau subpopulasi (Sekaran, 2003:273).
Tabel 2: Sampel Acak Berstrata Disproporsional
Level
Jumlah Elemen Jumlah Subjek dalam Sampel Sampel Proporsional
(20%) Sampel
Disproporsional Eselon I 10 2 4 Eselon II 50 10 18 Eselon III 168 34 74 Eselon IV 394 79 226
Total 622 125 322
Sumber: Format (Sekaran 2003: 132) dengan isian data sampel penelitian
13
Jika menggunakan desain pengambilan sampel acak berstrata proporsional
(proportionate stratified random sampling), jumlah responden cukup 20% tiap strata.
Namun dengan pertimbangan agar subjek tiap strata lebih banyak memberikan informasi
dari variabilitas yang ditaksir dalam strata tertentu, maka kuesioner yang terisi lengkap
dari responden yang jumlahnya lebih dari 20% tiap strata, yaitu 322 dimasukkan
seluruhnya sebagai sampel, berdasarkan keputusan penerapan prosedur pengambilan
sampel acak berstrata disproporsional (disproportionate stratified random sampling).
Menurut Sekaran (2003), desain pengambilan sampel cara probabilitas
(probability sampling) digunakan ketika representasi sampel adalah penting dalam rangka
generalisasi lebih luas. Sampel individu pada seluruh unit utama di lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah pejabat struktural eselon I, II, III, dan
IV dan pejabat fungsional auditor Inspektorat Jenderal selaku aparat pengawasan internal
yang melakukan pengujian keandalan sistem pengendalian internal. Dengan demikian,
sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari kuantitas populasi yang mencerminkan
keseluruhan populasi dengan kriteria (1) menjelaskan atau mewakili populasi; (2)
menentukan sifat baku atau presisi dari hasil yang diperoleh; (3) memberikan keterangan
yang maksimal; (4) memadai dan representatif terhadap populasi.
Desain pengambilan sampel stratifikasi berdasarkan homogenitas tiap strata dan
heterogenitas (variabilitas) antarstrata, serta besarnya populasi dalam tiap kategori
tersebut tidak mengikuti ketetapan yang mutlak (20%), mengingat jumlah sampel yang
kelewat banyak lebih baik daripada kurang (oversampling is always better than
undersampling). Namun demikian, ukuran sampel yang terlalu besar (lebih dari 500 dapat
menimbulkan masalah representasi sampel untuk generalisasi populasi (Sekaran, 2003).
Ukuran sampel (sample size) lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk
kebanyakan penelitian (Roscoe, 1975). Persyaratan ukuran sampel dalam penelitian
dengan metode Structural Equation Modeling (SEM) minimal sebanyak 200 sampel (Hair,
1996) dan dalam penelitian ini sebanyak 322 sampel.
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan suatu proposisi atau suatu pernyataan tentatif mengenai
hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang
diungkapkan dalam bentuk pernyatan yang dapat diuji (Neuman (2001; Sekaran (2002).
Perumusan hipotesis dalam penelitian ini untuk (1) memfokuskan masalah; (2)
mengidentifikasi data-data yang relevan untuk dikumpulkan; (3) menunjukkan bentuk
desain penelitian; (4) menjelaskan fenomena-fenomena sosial; (5) mendapatkan
kesimpulan; dan (6) dapat melahirkan penelitian lebih lanjut. Dalam penilitian ini diajukan
hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti untuk
kemudian diuji yaitu sebagai berikut.
1. Terdapat pengaruh sistem pengendalian internal (internal control system) terhadap
pengawasan internal (internal audit) dalam organisasi Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
2. Terdapat perbedaan dalam implementasi sistem pengendalian internal (internal control
system) terhadap pengawasan internal (internal audit) dalam organisasi Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
3. Unsur Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Aktivitas Pengendalian,
Informasi/Komunikasi, dan Pemantauan mempunyai dampak yang tidak setara pada
14
Pengawasan Internal dalam organisasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset
dan Teknologi.
Koherensi Hipotesis dengan Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian adalah
sebagaimana terlihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3: Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, dan Hipotesis
No Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis
1.
Bagaimana pengaruh sistem pengendalian internal (internal control system) terhadap pengawasan internal (internal audit) dalam organisasi Kemendikbudristek?
Menganalisis signifikansi pengaruh sistem pengendalian internal (internal control system) terhadap pengawasan internal (internal audit) dalam organisasi Kemendikbudristek.
Terdapat hubungan yang signifikan antara sistem pengendalian internal (internal control system) dengan pengawasan internal (internal audit) dalam organisasi Kemendikbudristek.
2.
Bagaimana perbedaan penerapan sistem pengendalian internal (internal control system) terhadap pengawasan internal (internal audit) dalam organisasi Kemendikbbudristek?
Menganalisis perbedaan pelaksanaan sistem pengendalian internal (internal control system) terhadap pengawasan internal (internal audit) dalam organisasi Kemendikbudristek.
Terdapat perbedaan dalam implementasi sistem pengendalian internal (internal control system) terhadap pengawasan internal (internal audit) dalam organisasi Kemendikbudristek.
3. Apakah elemen Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Aktivitas Pengendalian, Informasi/ Komunikasi, dan Pemantauan mempunyai dampak yang setara terhadap Pengawasan Internal dalam organisasi Kemendikbudristek?
Menganalisis perbedaan dampak tiap unsur Sistem Pengendalian Internal (Lingkungan Pengendalian, Penaksiran Risiko, Aktivitas Pengendalian, Informasi/ Komunikasi, dan Pemantauan) terhadap Pengawasan Internal dalam organisasi Kemendikbudristek.
Unsur Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Aktivitas Pengendalian, Informasi/ Komunikasi, dan Pemantauan mempunyai dampak yang tidak setara pada Pengawasan Internal dalam organisasi Kemendikbudristek.
15
D. Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran
Definisi operasional meletakkan arti pada suatu konstruk atau variabel dengan
menetapkan kegiatan atau tindakan yang perlu untuk mengukur variabel yang
menggambarkan fenomena atau gejala yang dapat diamati, diteliti atau diuji (Kerlinger,
1996). Variabel yang masih mengandung konsep abstrak yang lebih dekat dengan dunia
teori didefinisi-operasionalkan untuk lebih dekat ke dunia empiris agar mengenai sasaran
realitas, yang dalam penelitian ini mencakup sistem pengendalian internal dan unsur-
unsurnya sebagai variabel bebas, yakni lingkungan pengendalian, penaksiran risiko,
aktivitas pengendalian, informasi/komunikasi, dan pemantauan, serta variabel terikat,
yaitu pengawasaan internal. Definisi operasional variabel, indikator, dan skala
pengukuran tergambar pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4: Definisi Operasional Variabel, Indikator dan Skala Pengukuran
No. Variabel Dimensi Indikator Item
Skala Sumber Data
1. Lingkungan Pengendalian (Kreitner, 1992; Stoner, 1995; Bartol, 1996).
Penegakan integritas dan etika.
Penerapan aturan perilaku bagi anggota organisasi.
90
Interval
Kuesioner
2. Penilaian Risiko (Namee & Selim, 1998, Kinney, 2000; Reagan, 2004; Jorion 2005; Picket, 2006).
Identifikasi dan analisis risiko.
Penggunaan mekanisme pengenalan risiko dari faktor eksternal dan internalal.
67
Interval
Kuesioner
3. Aktivitas Pengendalian (Namee & Selim, 1998; Kinney, 2000; Jorion 2005)
Pembinaan sumber daya manusia.
Perbandingan kinerja dengan tolok ukur kinerja yang ditetapkan.
50
Interval
Kuesioner
4. Informasi / Komunikasi (Malone, 1987; Kreiner & Schultz, 1993; Spoull & Kiesler, 1999).
Pengelolaan sarana informasi dan komunikasi.
Penyediaan berbagai bentuk sarana komunikasi dan memperbarui sistem informasi.
16
Interval
Kuesioner
5. Pemantauan (Kreitner, 1992, Stoner, 1995; Bartol, 1996).
Evaluasi, reviu, dan tindak lanjut rekomendasi perbaikan.
Perbandingan tindak lanjut perbaikan yang terkait dengan pelaksanaan tugas
18
Interval
Kuesioner
6 Pengawasan Internal (Vinten, 1991; 1992, Sawyer, 2003; Moeller, 2007).
Penilaian kegiatan, aset, laporan keu, dan ketaatan peraturan.
Perbandingan antara rencana dan realisasi kegiatan.
15
Interval
Kuesioner
Sumber: Desain Kuesioner Penelitian
16
Sekaran (2003) menyebutkan bahwa untuk menguji hipotesis dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian harus ditemukan cara untuk mengukur variabel yang
dijabarkan ke dalam dimensi atau elemen yang selanjutnya dijadikan indikator. Berikutnya
indikator tersebut dijadikan dasar dalam pengumpulan data dalam bentuk kuesioner
penelitian. Jawaban yang tersedia dalam skala Likert dengan pengukuran skala ordinal
yang dikonversi dalam skala interval. Prosedur ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang
memerlukan nilai varibel yang diperoleh dari pengukuran variabel yang menunjukkan
angka atau nilai.
E. Model Hubungan Antar Variabel
Kajian mengenai konsep sistem pengendalian internal dengan dilandasi oleh teori
yang mendasarinya diawali dengan mengidentifikasi variabel-variabelnya guna
menjawab pertanyaan penelitian. Variabel laten sebagai konsep abstrak berupa persepsi
terhadap sistem pengendalian internal dan pengawasan internal dapat diamati secara
tidak langsung melalui efeknya pada variabel teramati. Terdapat dua jenis variabel laten,
yaitu eksogen dan endogen yang dibedakan berdasarkan atas keikutsertaannya pada
persamaan dalam Structural Equation Modeling (SEM).
Variabel eksogen muncul sebagai variabel bebas (independent variable) pada
semua persamaan yang ada dalam model (Wijayanto, 2008). Variabel kunci yang menjadi
perhatian adalah variabel laten (latent variable) atau konstruk laten yaitu lingkungan
pengendalian (control environment), penilaian risiko (risk assessment), aktivitas
pengendalian (control activities), informasi dan komunikasi (information and
communication), dan pemantauan (monitoring). Sedangkan variabel endogen merupakan
variabel terikat (dependent variable) pada paling sedikit satu persamaan dalam model,
yakni pengawasan internal (internal audit).
Kelima variabel bebas atau variabel laten eksogen yang telah teridentifikasi yang
terdiri dari (1) lingkungan pengendalian, (2) penilaian risiko, (3) aktivitas pengendalian,
(4) informasi/komunikasi, dan (5) pemantauan tersebut diberi notasi X sebagai suatu
variabel yang diasumsikan menjadi sebab berubahnya atau timbulnya variabel terikat
atau variabel laten endogen yang diberi label Y, yakni Pengawasan Internal yang
dilakukan oleh Inspektorat Jenderal kemdikbud sebagai variabel teramati (observed
variable) atau variabel terukur (measured variable) yang dapat diamati atau dapat diukur
secara empiris. Indikator atau variabel teramati tersebut merupakan efek atau ukuran dari
variabel laten eksogen. Variabel-variabel Sistem Pengendalian Internal memiliki
hubungan dengan variabel Pengawasan Internal di lingkungan Kemendikbudristek.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik atau cara mengumpulkan data primer (kuesioner) yang cermat dan tepat
akan menghasilkan data yang reliable sehingga menghasilkan kepastian penelitian
dengan dilakukan uji coba terlebih dahulu melalui pre-test (Freedman, 2004) Kuesioner
disusun dalam bentuk daftar pertanyaan tertutup yang konsisten dengan variabel
lingkungan pengendalian (control environment), penilaian risiko (risk assessment),
kegiatan pengendalian (control activities), informasi/komunikasi (information and
communication), dan pemantauan (monitoring), serta pengawasan internal (internal
audit).
17
Prosedur pengukuran dengan mengelompokkan data menjadi lima bagian dalam suatu
pengamatan yang masing-masing bagian mempunyai nilai, status atau tingkatan yang
berbeda. Jawaban terdiri dari lima alternatif dalam bentuk positif dan negatif dalam
proporsi yang seimbang, yakni SB (sangat benar), B (benar), R (ragu- ragu), K (kurang
benar), dan TB (tidak benar) sesuai dengan skala Likert yang digunakan untuk mengukur
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang sistem pengendalian internal.
Adapun kisi-kisi instrumen penelitian adalah sebagai berikut.
1. Kisi-Kisi Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Pertanyaan yang berkaitan dengan variabel Lingkungan Pengendalian (Control
Environment) terdiri dari 7 dimensi atau subvariabel yaitu (1) Penegakan Integritas dan
Nilai Etika; (2) Komitmen terhadap Kompetensi; (3) Kepemimpinan yang Kondusif; (4)
Struktur Organisasi; (5) Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab; (6)
Penerapan yang Sehat tentang Pembinaan SDM; dan (7) Perwujudan Peran Aparat
Pengawasan yang Efektif. Pengukuran berdasarkan indikator aturan perilaku dan
kebijakan yang berisi tentang standar perilaku yang diterapkan di lingkungan
Kemendikbudristek yang dirinci dalam 90 butir pertanyaan sebagaimana tersaji pada
Tabel 5 berikut.
Tabel 5: Kisi-Kisi Instrumen Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Variabel Sub-Variabel Operasionalisasi Konsep Pertanyaan
Lingkungan Penegakan Terdapat aturan perilaku dan kebijakan yang Pengendalian
Integritas dan Nilai
berisi tentang standar perilaku etis, praktik yang
I.A.1-18
(Control Etika dapat diterima, dan praktik yang tidak dapat (18 item) Environment)
diterima yang diterapkan di lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Komitmen terhadap
Pimpinan mengidentifikasi dan menetapkan I.B.1-14
Kompetensi kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
(14 item)
tugas dan fungsi pada masing-masing posisi.
Kepemimpinan Pimpinan mempertimbangkan risiko dalam I.C.1-15
yang Kondusif pengambilan keputusan melalui daftar risiko. (15 item)
Struktur Organisasi
Struktur organisasi sesuai dengan ukuran dan I.D.1-14
sifat kegiatan tiap satuan kerja. (14 item)
Pendelegasian Wewenang diberikan kepada bawahan yang Wewenang dan tepat sesuai dengan tingkat tanggung
jawabnya I.E.1-9
Tanggung Jawab berdasarkan uraian tugas. (9 item)
Penerapan yang Pimpinan menetapkan kebijakan dan prosedur
Sehat tentang sejak rekrutmen pegawai baru sampai dengan
I.F.1-13
Pembinaan SDM pemberhentian/ pemensiunan pegawai. (13 item)
Perwujudan Peran Pimpinan memberikan keyakinan yang Aparat
Pengawasan memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, I.G.1-4
yang Efektif dan efektivitas pencapaian tujuan (4 item)
penyelenggaraan tugas dan fungsi unit kerja.
Sumber: Desain Kuesioner Penelitian
18
2. Kisi-Kisi Penaksiran Risiko (Risk Assessment)
Pertanyaan yang berkaitan dengan variabel Penaksiran Risiko (Risk Assessment)
terdiri dari 5 dimensi atau subvariabel yaitu (1) Penetapan Tujuan Unit Kerja; (2)
Penetapan Tujuan Kegiatan; (3) Identifikasi Risiko; (4) Analisis Risiko; dan (5)
Mengelola Risiko selama Perubahan. Pengukuran berdasarkan aspek atau
indikator penetapan tujuan unit kerja dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang dirinci dalam 67 butir pertanyaan sebagaimana tersaji
pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6: Kisi-Kisi Intrumen Penilaian Risiko (Risk Assessment)
Variabel Sub-Variabel Operasionalisasi Konsep Pertanyaan
Penaksiran Risiko (Risk Assessment)
Penetapan Tujuan Unit Kerja
Pimpinan menetapkan tujuan unit kerja dengan berpedoman pada peraturan perundang- undangan.
II.A.1-8 (8 item)
Penetapan Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan unit kerja berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Kemdikbud.
II.B.1-9 (9 item)
Identifikasi Risiko Pimpinan dalam mengidentifikasi risiko menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan kegiatan secara komprehensif.
II.C.1-27 (27 item)
Analisis Risiko Pimpinan menganalisis risiko dalam rangka menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan.
II.D.1-11 (11 item)
Mengelola Risiko selama Perubahan
Unit kerja memiliki mekanisme untuk mengantisipasi, mengidentifikasi, dan bereaksi terhadap risiko yang diakibatkan perubahan- perubahan.
II.E.1-10 (10 item)
Sumber: Desain Kuesioner Penelitian
3. Kisi-Kisi Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Pertanyaan yang berkaitan dengan variabel Aktivitas Pengendalian (Control
Activities) terdiri dari 8 dimensi atau subvariabel yaitu (1) Karakteristik
Pengendalian; (2) Reviu atas Kinerja; (3) Pembinaan Sumber Daya Manusia; (4)
Pengendalian Sistem Informasi Manajemen; (5) Pengendalian Fisik atas Aset; (6)
Reviu Indikator dan Pengukuran Kinerja; (7) Pemisahan Fungsi; dan (8)
Pencatatan. Pengukuran berdasarkan indikator kegiatan pokok Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan yang dirinci dalam 50 butir pertanyaan sebagaimana
tersaji pada Tabel 7 berikut.
19
Tabel 7: Kisi-Kisi Instrumen Kegiatan Pengendalian (Control Activities)
Variabel Sub-Variabel Operasionalisasi Konsep Pertanyaan Kegiatan Karakteristik Pengendalian diutamakan pada
kegiatan pokok III.A.1-9
Pengendalian
Pengendalian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
(9 item)
(Control Activities) Reviu atas
Kinerja Pimpinan terlibat dalam penyusunan rencana
II.B.1-6
strategis dan rencana kerja tahunan. (6 item)
Pembinaan Sumber
Pimpinan melakukan pembinaan sumber daya
III.C.1-11
Daya Manusia Kementerian Pendidikan dan Kebuudayaan.
(11 item)
Pengendalian SIM
Pimpinan melakukan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi manajemen (SIM).
III.D.1-8 (8 item)
Pengendalian Fisik atas Aset
Pimpinan menetapkan, mengimplementasikan, dan mengkomunikasikan kebijakan dan prosedur pengamanan fisik atas aset Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
III.E.1-3 (3 item)
Reviu Indikator dan Pengukuran Kinerja
Pimpinan melakukan penetapan ukuran dan indikator kinerja pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
III.F.1-4
(4 item)
Pemisahan Fungsi
Pimpinan melakukan pemisahan fungsi. Misalnya fungsi pengeluaran dan penerimaan uang/barang.
III.G.1-4 (4 item)
Pencatatan Pimpinan menetapkan otorisasi atas transaksi dan kejadian penting.
III,H.1-5 (5 item)
Sumber: Desain Kuesioner Penelitian
4. Kisi-Kisi Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Pertanyaan yang berkaitan dengan variabel Informasi dan Komunikasi
(Information and Communication) terdiri dari 3 dimensi atau subvariabel yaitu (1)
Informasi; (2) Komunikasi; (3) Bentuk dan Sarana Komunikasi. Pengukuran
berdasarkan indikator penggunaan sarana komunikasi berupa buku pedoman
kebijakan dan prosedur, surat edaran, memorandum, papan pengumuman, situs
internet dan intranet, rekaman video, e-mail, dan arahan lisan yang dirinci dalam
16 butir pertanyaan sebagaimana tersaji pada Tabel 8 berikut.
20
Tabel 8: Kisi-Kisi Instrumen Informasi/Komunikasi (Information/Communication)
Variabel Sub-Variabel Operasionalisasi Konsep Pertanyaan
Informasi dan Informasi Pimpinan mengidentifikasi informasi dalam IV.A.1-7 Komunikasi bentuk dan waktu yang tepat. (7 item)
(Information Komunikasi Pimpinan sudah memberikan arahan yang and jelas kepaada seluruh tingkatan organisasi IV.B.1-5 Communication)
bahwa tanggung jawab pengendalian inntern
(5 item)
adalah masalah penting dan harus diperhatikan
secara serius.
Bentuk dan Pimpinan sudah menggunakan bentuk dan Sarana sarana komunikasi efektif, berupa buku IV.C.1-4
Komunikasi pedoman kebijakan dan prosedur, surat edaran,
(4 item)
memorandum, papan pengumuman, situs internet dan intranet, rekaman video, e-
mail,
dan arahan lisan.
Sumber: Desain Kuesioner Penelitian
5. Kisi-Kisi Pemanatauan (Monitoring)
Pertanyaan yang berkaitan dengan variabel Pemantauan (Monitoring) terdiri dari
3 dimensi atau subvariabel yaitu (1) Pemantauan Berkelanjutan; (2) Evaluasi
Terpisah; dan (3) Penyelesaian Audit. Pengukuran berdasarkan indikator
pelaksanaan evaluasi terpisah terhadap kegiatan dan jumlah tindak lanjut temuan
audit yang dirinci dalam 18 butir pertanyaan sebagaimana tersaji pada Tabel 9
berikut.
Tabel 9: Kisi-Kisi Instrumen Pemantauan (Monitoring)
Variabel Sub-Variabel Operasionalisasi Konsep Pertanyaan
Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan Berkelanjutan
Pimpinan melakukan pemantauan Sistem Pengendalian Internal.
V.A.1-6 (6 item)
Evaluasi Terpisah
Pimpinan melakukan evaluasi secara terpisah (dari kegiatan yang sedang berjalan).
V.B.1-3 (3 item)
Penyelesaian Audit
Unit kerja memiliki mekanisme untuk ditndaklanjutinya temuan audit atau reviu dengan segera.
V.C.1-9 (9 item)
Sumber: Desain Kuesioner Penelitian
6. Kisi-Kisi Pengawasan Internal (Internal Audit)
Pertanyaan yang berkaitan dengan variabel Pengawasan Internal (Internal Audit)
terdiri dari 3 dimensi atau subvariabel yaitu (1) Komitmen Kemdikbud terhadap
21
Pengawasan Internal; (2) Komitmen Inspektorat Jenderal; dan (3) Komitmen
Auditor Inspektorat Jenderal. Pengukuran berdasarkan indikator perwujudan
peran aparat pengawasan intern yang efektif melalui penerapan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang dirinci dalam 15 butir pertanyaan
sebagaimana tersaji pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10: Kisi-Kisi Instrumen Pengawasan Internal (Internal Audit)
Variabel Sub-Variabel Operasionalisasi Konsep Pertanyaan
Pengawasan Internal (Internal Audit)
Komitmen Kemdikbud
Pimpinan mewujudkan peran aparat pengawasan intern yang efektif, melalui penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
VI.A.1-4 (4 item)
Komitmen Inspektorat Jenderal
Inspektorat Jenderal mengkomunikasikan komitmen tertulis (dalam bentuk audit charter atau sejenisnya) yang terkait dengan kebijakan pengawasan kepada para pimpinan di lingkungan Kemdikbud.
VI.B.1-5 (5 item)
Komitmen Auditor
Auditor melaksanakan perannya secara efektif dengan menjaga integritas dalam pelaksanaan tugas.
VI.C.1-6 (6 itm)
Sumber: Desain Kuesioner Penelitian
G. Uji Reliabilitas dan Validitas Instrumen
Reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh
instrumen pengukuran. Reliabilitas adalah tingkat keterandalan atau konsistensi suatu
alat ukur menghasilkan yang sama bila dilakukan pengukuran secara berulang. Metode
yang digunakan adalah Pearson Correlation dan Cronbach’s Alpha. Sedangkan validitas
adalah ketepatan alat ukur penelitian tentang isi atau arti sebenarnya yang diukur
(Neuman, 2000), berhubungan dengan ketepatan, kebermaknaan, dan kegunaan suatu
skor tes (Guba, 1986). Untuk menguji validitas kesesuaian antara butir pertanyaan dan
konstruknya digunakan analisis faktor terhadap instrumen dengan mengkorelasikan
jumlah skor item kuesioner dengan skor total.
Penggunaan prosedur SEM terhadap kombinasi antara model pengukuran dan
model struktural dengan pendekatan two step approach, yakni merespesifikasikan
sebuah model hybrid sebagai sebuah model Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk
menentukan kecocokannya terhadap data. Jika kecocokan (fit) baik, yang berarti CFA
dapat diterima, maka validitas dan reliabilitasnya baik. Caranya adalah dengan model
trimming, di mana variabel-variabel teramati atau indikator yang mempunyai standardized
loading factor tidak signifikaan (nilai t < 1.96) dan yang signifikan tetapi nilai standirdized
loding factor < 0.70 (Rigdon dan Ferguson, 1991; Doll, Xia, dn Torkzadeh, 1994) atau <
0.50 (Igbaria et al., 1997) dihilangkan dari model. Cara lain adalah memanfaatkan informsi
yang tersedia dalam modification index yang tersedia dalam software SEM (Wijanto,
2007: 69).
22
H. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan dari responden melalui kuesioner ditabulasikan, dihitung,
dan dianalisis dengan teknik Sructural Equation Modeling (SEM) yang meliputi
sekelompok model seperti covariance structure analysis, latent variable analysis,
confirmatory factor analysis, dan Linear Structural Relations Analysis (LISREL) untuk
menguji hipotesis fundamental yang diformulasikan sebagai berikut.
Ho : ∑ = ∑(Ө)
di mana ∑ adalah matrik kovarian populasi dari variabel-variabel teramati;
∑(Ө) adalah kovarian dari model dispesifikasikan;
Ө adalah vektor yang berisi parameter-parameter model.
Hipotesis fundalmental dalam prosedur SEM adalah bahwa matrik kovarian data dari
polupasi ∑ (matrik kovarian variabel teramati) adalah sama dengan matrik kovarian yang
diturunkan dari model ∑(Ө) (model implied covariance matrix). Jika model yang
dispesifikasikan benar dan jika parameter (Ө) dapat diestimasi nilainnya, maka matrik
kovarian populasi (∑) dapat dihasilkan kembali dengan tepat. Karena diharapkan agar
residual = 0 atau ∑ = ∑(Ө), maka diupayakan agar pada uji hipotesis terhadap hipotesis
fundamental menghasilkan Ho tidak ditolak atau Ho diterima. Dengan diterimanya Ho,
yang berarti ∑ = ∑(Ө), maka dapat dikatakan bahwa data mendukung model yang
dispesifikasikan.
Pengujian dilakukan untuk mengkonfirmasi, bahwa variabel eksogen berpengaruh
terhadap variabel endogen. Kontribusinya adalah membuktikan kebenaran model yang
diajukan. Selain itu juga menginformasikan variabel apa saja yang memiliki pengaruh
yang lebih besar dari pada variabel lainnya.
Hipotesis Pertama:
Mencari besaran pengaruh. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari Lingkungan
Pengendalian, Penaksiran Risiko, Aktivitas Pengendalian, Informasi/ Komunikasi, dan
Monitoring terhadap Pengawasan Internal.
H01 : β1 = β2 =β3 =β4 =β5 = 0
HA1 : Minimal salah satu β tidak sama dengan 0
Hipotesis Kedua:
Mencari perbedaan level pada masing masing variabel. Apakah terdapat perbedaan skor
yang signifikan antara Lingkungan Pengendalian, Penaksiran Risiko, Aktivitas
Pengendalian, Informasi/Komunikasi, dan Monitoring terhadap Pengawasan Internal.
H02 : μ1 = μ2 = μ3 = μ4 = μ5 = 0
HA2 : Minimal salah satu μi tidak sama dengan 0
Hipotesis Ketiga:
Mencari tahu apakah terdapat perbedaan pengaruh. Apakah terdapat perbedaan
pengaruh dari Lingkungan Pengendalian, Penaksiran Risiko, Aktivitas Pengendalian,
Informasi/Komunikasi, dan Monitoring terhadap Pengawasan Internal.
23
H03 : 1 = 2 = 3 = 4 = 5 = 0
HA3 : Minimal salah satu i tidak sama dengan 0
Tahapan dalam perumusan hasil penelitian dengan menggunakan teknik Equation
Structural Modeling (SEM) berkaitan dengan pembentukan model awal persamaan
struktural sebelum dilakukan estimasi (model spesification) melalui langkah sebagai
berikut (Wijanto, 2008).
1. Model Specification yang berkaitan dengan pembentukan model awal persamaan
struktural sebelum dilakukan estimasi. Model awal ini diformulasikan berdasarkan
suatu teori atau penelitian sebelumnya. Spesifikasi model penelitian yang
merepresentasikan permasalahan yang diteliti melalui spesifikasi model pengukuran,
spesifikasi model struktural, dan gambar path diagram. Untuk memperoleh estimasi
parameter yang konsisten, ketidaksempurnaan struktural dimodelkan berkorelsi
dengan yang lainnya dan ketidaksempurnaan pengukuran dilakukan penambahan
komponen yang mewakili kesalahan pengukuran ke dalam SEM. Gabungan dari
keduanya menjadi suatu model yang lengkap (full model atau hybrid model).
2. Identification yang berkaitan dengan pengkajian tentang kemungkinan diperolehnya
nilai yang unik untuk setiap parameter yang ada di dalam model dan kemungkinan
persamaan simultan atau tidak solusinya. Terdapat tiga kategori identifikasi dalam
persamaan simultan yaitu under-identified, just- identified, dan over-identified. Kategori
terakhir yang nilainya positif digunakan untuk menghitung degree of freedom (df)
susunan persamaan sama dengan jumlah data yang diketahui dikurangi dengan
jumlah nilai/parameter yang diestimsi.
3. Estimation yang berkaitan dengan estimasi terhadap model untuk menghasilkan nilai-
nilai parameter dengan menggunakan salah satu metode estimasi yang tersedia.
Estimasi digunakan untuk memperoleh nilai parameter-parameter dalam model.
Pemilihan metode estimasi yang digunakan ditentukan berdasarkan karakteristik dari
variabel-variabel yang dianalisis. Estimator yang digunakan dalam peneliitian ini
adalah Weighted Least Square (WLS) dengan pertimbangan dapat menerima non-
normalty dan asymptotically efficient yang diadaptasi dari Asymptotically Distribution
Free (ADF) dari Brown (1994). Sebagai rule of thumb, ukuran sampel untuk estimasi
WLS minimal 200 responden (Bentler dan Chou, 1987).
4. Testing Fit yang berkaitan dengan pengujian kecocokan antara model dengan data.
Dalam tahap ini yang diperiksa adalah tingkat kecocokan antara data dengan model,
valditas dan reliabilitas model pengukuran, dan signifikasi koefisien-koefisien dari
model struktural. Beberapa ukuran kecocokan (goodness of fit) digunakan untuk
melaksanakan langkah ini, yakni ukuran kecocokan absolut, inkremental, parsimoni,
dan lainnya. Beberapa ukuran Goodness of Fit (GOF) atau Goodness of Fit Indices
(GOFI) tersebut dapat digunakan secara bersama-sama atau kombinasi (Bollen dan
Long, 1993).
5. Respecification berkaitan dengan pelaksanaan respesifikasi model berdasarkan hasil
uji kecocokan tahap sebelumnya. Penelitian ini menggunakan strategi pengembangan
model (model development strategy) atau model generating (Hair et al. 1998; Joreskog
& Sorborn, 1996). Model awal dispesifikasikan dan data empiris dikumpulkan. Jika
model awal tidak cocok dengan data empiris yang ada, maka model dimodifikasi dan
diuji kembali dengan data yang sama untuk mencari model yang cocok dengan data
dan mempunyai sifat bahwa setiap parameternya dapat diartikan dengan baik.
24
Gambar 3: Prosedur Analisis Data Penelitian
Sumber: Dimodifikasi dari Flowchart Prosedur SEM (Wijanto, 2008)
Keterangan:
LF (Loading Factor); SLF (Standardized Loading Factor); MV (Measured Variabel); CR
(Construct Reliability); VE (Variance Extracted); CFA (Confirmatory Factor Analysis); ML
(Maximum Likelihood); WLS (Weighted Least Square); MI (Modification Index).
Tabel 11: Perbandingan Ukuran-Ukuran Goodness of Fit (GOF)
Ukuran Kecocokan Absolut (Absolute Fit Measures)
Ukuran GOF Tingkat Kecocokan Yang Bisa Diterima Statistic Chi-square (x2) Mengikuti uji statistik yang berkaitan dengan persyaratan
signifikan. Semakin kecil semakin baik.
Non-Centrality Parameter (NCP)
Dinyatakan dalam bentuk spesifikasi ulang dari Chi-square. Penilaian didasarkan atas perbandingan dengan model lain. Semakin kecil semakin baik.
Scaled NCP (SNCP) NCP yang dinyatakan dalam bentuk rata-rata perbedaan setiap observasi dalam rangka perbandnngan antar model. Semakin kecil semakin baik.
Goodnes-of-Fit Index (GFI)
Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik, GFI > 0.90 adalah good of fit, sedangkann 0.80 < adalah marginal fit.
Root Mean Square Residuan (RMR)
Residual rata-rata antara matriks (korelasi atau kovarian) teramati dan hasil estimasi. Standardized RMR < 0.05 adalah good of fit.
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
Rata-rata perbedaan per degree of freedom yang diharapkan terjadi dalam populasi dan bukan dalam sampel. RMSEA < 0.08 adalah good of fit, sedang RMSEA < 0.05adalah close fit.
Expected Cross- Validation Index (ECVI)
Digunakan untuk perbandingan antar model. Semakin kecil semakin baik. Pada model tunggl, nilai ECVI dari model yang mendekati nilai saturated ECVI menunjukkan good of fit.
Ukuran Kecocokan Inkremental (Incremental Fit Measures)
1. SPESIFIKASI
Path Diagram atau Model Matematik dari Model Penelitian
Menetapkan nilai LF dari salah satu MV = 1; atau Menetapkan varian dari semua LV eksogen = 1
2. IDENTIFIKASI Membuat program SIMPLIS untuk Model Pengukuran (Model CFA)
3. ESTIMASI Melakukan Estimasi (ML, Robust ML, atau WLS)
Analisis Model Pengukuran: 4. UJI KECOCOKAN Uji Kecocokan Keseluruhan Model (Goodness of Fit)
• Uji Validitas (t-value > 2; SLF > 0.70; atau > 0.50 • Uji Reliabilitas (CR > 70; VE > 0.50
5. RESPESIFIKASI
• Memodifikasi program SIMPLIS; • Menghapus MV yang tidak memenuhi syarat; • Memanfaatkan MI
25
Ukuran GOF Tingkat Kecocokan Yang Bisa Diterima
Tucker-Lewis Index atau Non-Normed Fit Index (TLI atau NNFI)
Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik, TLI > 0.90 adalah good fit, sedangkan 0.80 < TLI < 0.90 adalah marginal fit.
Normed Fit Index (NFI) Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik, NFI > 0.90 adalah good of fit, sedangkan 0.80 < TLI < 0.90 adalah marginal fit.
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik, AGFI > 0.90 adalah good-fit, sedangkan 0.80 < AGFI < 0.90 adalah marginal fit.
Relatif Fit Index RFI Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik, AGFI > 0.90 adalah good-fit, sedangkan 0.80 < RFI < 0.90 adalah marginal fit.
Incremantal Fit Index (IFI)
Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik, AGFI > 0.90 adalah good-fit, sedangkan 0.80 < IFI < 0.90 adalah marginal fit.
Comparative Fit Index (CFI)
Nilai berkisar antara 0-1 dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik, AGFI > 0.90 adalah good-fit, sedangkan 0.80 < CFI < 0.90 adalah marginal fit.
Ukuran GOF Tingkat Kecocokan Yang Bisa Diterima
Ukuran GOF Tingkat Kecocokan Yang Bisa Diterima
Parsimonial Goodness of Fit (PGFI)
Spesifikasi ulang GFI; nilai lebih tinggi menunjukkan parsimoni yang lebih besar. Ukuran ini digunakan untuk perbandingan di antara model- model.
Normed Chi-Square Rasio antara Chi-square dibagi degree of freedom. Nilai yang disarankan: baatas bawah 1.0, batas atas 0.2, atau 3.0, dan yang lebih longgar 5.0.
Parsimonious Normed Fit Index (PNFI)
Nilai tinggi menunjukkan kecocokan lebih baik; hanya digunakan untuk perbandingan antar model alternatif.
Akaike Information Criterion (AIC)
Nilai positif lebih kecil menunjukkan parsimoni lebih baik; digunakan untuk perbandingan antar model. Pada model tunggal, nilai AIC dari model yang mendekati nilai saturated CAIC menunjukkan good fit.
Ukuran Kecocokan Lainnya (Other GOFI)
Ukuran GOF Tingkat Kecocokan Yang Bisa Diterima Critical “N” (CN) CN > 200 menunjukkan ukuran sampel mencukupi untuk
digunakan mengestimmasi model. Kecocokan yang memuaskan atau baik.
Sumber: Setyo Hari Wijanto, 2008. Structural Equation Modeling (SEM).
I. Keterbatasan Penelitian
Pendekatan penelitian berdasarkan paradigma kuantitatif mempunyai implikasi
pada metode penarikan sampel dan penyusunan kuesioner yang berpotensi bias,
meskipun telah diupayakan sejauh mungkin untuk memperoleh sampel yang
representatif. Data penelitian yang diperoleh dari hasil survei memungkinkan adanya error
pada sampling yang dipilih dan dari jawaban responden tidak menutup kemungkinan
adanya kesenjangan antara apa yang diisikan dalam kuesioner dengan yang senyatanya.
Namun demikian, untuk memperoleh estimasi parameter yang konsisten,
ketidaksempurnaan struktural dimodelkan berkorelsi dengan yang lainnya dan
ketidaksempurnaan pengukuran dilakukan penambahan komponen yang mewakili
kesalahan pengukuran ke dalam SEM.
Keterbatasan teknik analisis data dengan menggunan SEM untuk menguji
kecocokan atau Goodness of Fit (GOF) tidak dapat dilakukan secara langsung seperti
teknik multivariat yang lain (multiple regression, discriminant analysis, dan lainnya).
Keadaan ini menyebabkan tahap uji kecocokan menyeluruh merupakan langkah yang
26
banyak mengundang perdebatan dan kontroversi, terutama berapa besar tingkat
kecocokan yang dapat diterima (Bollen dan Long, 1993). Koefisien Determinasi (R²)
sekitar 0.90 diperlukan untuk kecocokan yang baik (Stronkhost, 1984). Oleh karena itu,
dikembangkan beberapa ukuran GOF atau GOFI yang dapat digunakan secara bersama-
sama atau kombinasi.
J. Konfirmasi Hasil Penelitian
Penelitian ini menghasilkan disertasi yang telah diuji pada tanggal 14 Agustus
2014. Setelah berjalan selama 7 tahun hingga saat ini, terkonfirmasi bahwa hipotesisnya
masih relevan, yakni sistem pengendalian intern mempunyai pengaruh terhadap
pengawasan. Hal ini dibuktikan dengan mengevaluasi temuan-temuan Inspektorat
Jenderal Kemendikbudristek, khususnya Hasil Laporan Audit (LHA) di Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) tahun 2020. Dengan demikian, penulis melakukan penelitian kembali
dengan cara menguji relavansi hasil penelitian kuantitatif tahun 2014 dengan kondisi saat
ini melalui pengalaman empiris pada saat melaksanakan audit, pendalaman hasil-hasil
audit, dan pembandingan antara hasil penelitian tersebut dengan temuan-temuan terkini.
Dengan demikian, karya tulis ilmiah ini berdasarkan hasil penelitian kuantitatif yang
dipadukan dengan pengamatan empiris yang bersifat kualitatif, sehingga pendekatannya
disebut mixed method, yaitu menggabungkan kuantitatif dengan kualitatif (Creswell,
2008).
27
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini diuraikan hasil analisis yang berkaitan dengan tujuan penelitian
sebagaimana disampaikan pada bagian awal. Terdapat tiga tujuan penelitian yang akan
dijawab. Tujuan yang pertama adalah untuk menganaalisis ada tidaknya hubungan dan
pengaruh dari kelima variabel bebas (variabel eksogen) yaitu Lingkungan Pengendalian,
Penaksiran Risiko, Aktivitas Pengendalian, Informasi/Komunikasi, dan Pemantauan
terhadap variabel terikat (variabel endogen), yakni Pengawasan Internal. Untuk
menjawab tujuan pertama ini maka analisis yang digunakan adalah Structural Equation
Modeling (SEM). Dengan metode ini akan diketahui ada tidaknya pengaruh yang
diberikan terhadap Pengawasan Internal dan berapa besar pengaruhnya.
Tujuan yang kedua adalah untuk menganalisis tingkat penerapan masing- masing
variabel eksogen yang diduga mempengaruhi Pengawasan Internal. Untuk menjawab
pertanyaan penelitian tersebut digunakan metode analisis deskriptif. Dengan metode
tersebut akan diperoleh nilai rata-rata dari masing-masing variabel yang dapat
dibandingkan untuk memperoleh nilai yang terbesar hingga yang terkecil. Nilai yang
terbesar disimpulkan menjadi variabel yang memiliki penerapan terbaik dari kelima
variabel tersebut dan harus dijaga dan dipertahankan, sementara yang memiliki nilai
terendah diduga sebagai variabel yang memiliki penerapan terendah yang harus
dievaluasi dan ditingkatkan.
Tujuan yang ketiga adalah untuk mengaanalisis apakah kelima variabel yang
dianalisis memiliki kesetaraan, atau dengan kata lain, apakah perbedaan penerapan
antara kelima variabel tersebut signifikan secara statistik. Untuk menjawab pertanyaan
penelitian ini digunakan analisis perbandingan menggunakan metode One Way ANOVA.
Dengan metode ini akan diketahui variabel mana saja yang memiliki nilai yang tertinggi
dan berbeda nyata. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara
kelima variabel yang dianalisis dengan variabel Pengawasan Internal, metode yang
digunakan adalah penguji T-Test Sampel Berpasangan. Pada analisis ini, setiap variabel
diujikan secara terpisah dengan Variabel Pengawasan Internal.
A. Analisis Validitas dan Reliabilitas
Sebelum ketiga tahapan analisis tersebut di atas dilaksanakan, terlebih dahulu
dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas untuk menguji apakah instrumen yang
digunakan dalam survei sudah memenuhi kriteria valid dan reliabel, yang berarti
mempunyai hasil yang sama pada setiap pengukuran dilakukan. Reliabilitas suatu alat
ukur dapat ditinjau dari ketepatan, akurasi atau konsistensinya. Metode yang digunakan
adalah Pearson Correlation yang muncul dalam kolom Corrected Item Total Correlation
dan nilai Cronbach’s Alpha.
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Hasil uji reliabilitas dan validitas untuk variabel Lingkungan Pengendalian (Control
Environment) dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13 berikut.
28
Tabel 12: Reliability Statistics of Control Environment
Sumber: Data penelitian, diolah dengan SPSS
Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas untuk variabel Lingkungan Pengendalian
(Control Environment) secara keseluruhan sudah memenuhi kriteria statistik. Hal ini dapat
dilihat dari nilai Corrected Item Total Correlation yang sudah lebih tinggi dari 0,300 yang
menjadi batasan Validitas sehingga dinyatakan valid. Sementara itu, nilai Reliabilitas yang
diperoleh adalah sebesar 0,948 yang sudah lebih besar dari 0,700 sehingga dinyatakan
reliabel. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa data untuk variabel Lingkungan
Pengendalian (Control Environment) dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.
Tabel 13: Item-Total Statistics of Control Environment
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item- Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
X11 24.1441 6.655 .830 .939 X12 24.1452 6.589 .839 .939 X13 24.1220 6.951 .797 .942 X14 24.1075 6.771 .856 .937 X15 24.0035 6.851 .841 .939 X16 24.1391 6.512 .860 .937 X17 23.9841 6.958 .754 .946
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan program SPSS
Indikator dari variabel teramati (observed variable) atau variabel terukur
(measured variable) yang merupakan efek dari variabel laten eksogen (Lingkungan
Pengendalian) berupa 90 pertanyaan dalam kuesioner yang diwakili oleh dimensi
Penegakan Integritas dan Nilai Etika (X11; 0,830), Komitmen terhadap Kompetensi (X12;
0,839), Kepemimpinan yang Kondusif (X13; 0,797), Struktur Organisasi (X14; 0,856),
Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab (X15; 0,841), Penerapan yang Sehat
tentang Pembinaan SDM (X16; 0,860), dan Perwujudan Peran Aparat Pengawasan yang
Efektif (X17; 0,754). Hasil analisis menunjukkan bahwa validitas tertinggi adalah
Penerapan yang Sehat tentang Pembinaan SDM (0,860) dan yang terendah adalah
Perwujudan Peran Aparat Pengawasan yang Efektif (0,754).
Cronbach's Alpha N of Items
.948 7
29
2. Penilaian Risiko (Risk Assessment)
Hasil uji reliabilitas dan validitas untuk variabel Penilaian Risiko (Risk Assessment)
dapat dilihat pada Tabel 14 dan 15 berikut.
Tabel 14: Reliability Statistics of Risk Assessment
Cronbach's Alpha N of Items
.933 5
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan SPSS
Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas untuk variabel Penilaian Risiko (Risk
Assessment) secara keseluruhan sudah memenuhi kriteria statistik. Hal ini dapat dilihat
dari nilai Corrected Item Total Correlation yang sudah lebih tinggi dari 0,300 yang menjadi
batasan Validitas sehingga dinyatakan valid. Sementara itu, nilai Reliabilitas yang
diperoleh adalah sebesar 0,933 yang sudah lebih besar dari 0,700 sehingga dinyatakan
reliabel. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa data untuk variabel Penilaian Risiko
(Risk Assessment) dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.
Tabel 15: Item-Total Statistics of Risk Assessment
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan SPSS
Indikator dari variabel teramati (observed variable) atau variabel terukur
(measured variable) yang merupakan efek dari variabel laten eksogen (Penilaian Risiko)
berupa 67 pertanyaan dalam kuesioner yang diwakili oleh dimensi Penetapan Tujuan Unit
Kerja (X21; 0,790), Penetapan Tujuan Kegiatan (X22; 0,816), Identifikasi Risiko (X23;
0,898), Analisis Risiko (X24; 0,822), dan Mengelola Risiko Selama Perubahan (X25;
0,798). Hasil analisis menunjukkan bahwa validitas tertinggi adalah Identifikasi Risiko
(0,898) dan yang terendah adalah Penetapan Tujuan Unit Kerja (0,790).
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Output hasil uji reliabilitas dan validitas untuk variabel Aktivitas Pengendalian
(Control Activities) dapat dilihat pada Tabel 16 dan 17 berikut.
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item- Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
X21 15.6626 3.451 .790 .924 X22 15.7067 3.400 .816 .919 X23 15.9853 3.172 .898 .903 X24 15.9577 3.219 .822 .918 X25 15.9343 3.165 .798 .924
30
Tabel 16: Reliability Statistics of Control Activities
Cronbach’s Alpha N of Items
.942 8
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan SPSS
Hasil analisis Validitas dan Reliabilitas untuk variabel Aktivitas Pengendalian
(Control Activities) sudah memenuhi kriteria statistik. Hal ini dapat dilihat dari nilai
Corrected Item Total Correlation yang sudah lebih tinggi dari 0,300 yang menjadi batasan
Validitas sehingga dinyatakan valid. Sementara itu, nilai Reliabilitas yang diperoleh
adalah sebesar 0,942 yang sudah lebih besar dari 0,700 sehingga dinyatakan reliabel.
Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa data untuk variabel Aktivitas Pengendaalian
(Control Activities) dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.
Tabel 17: Item-Total Statistics of Control Activities
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan SPSS
Indikator dari variabel teramati (observed variable) atau variabel terukur
(measured variable) yang merupakan efek dari variabel laten eksogen (Aktivitas
Pengendalian) berupa 50 pertanyaan dalam kuesioner yang diwakili oleh dimensi
Karakteristik Pengendalian (X31; 0,774), Reviu atas Kinerja (X32; 0,824), Pembinaan
Sumber Daya Manusia (X33; 0,875), Pengendalian Sistem Informasi Manaajemen (X34;
0,739), Pengendalian Fisik dan Aset (X35; 0,759), Reviu Indokator dan Pengukuran
Kinerja (X36; 0,815), Pemisahan Fungsi (X37; 0,811), dan Pencatatan (X38; 0,806). Hasil
analisis menunjukkan bahwa validitas tertinggi adalah Pembinaan Sumber Daya Manusia
(0,879) dan terendah adalah Pengendalian Sistem Informasi Manajemen (0,739).
4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Hasil uji reliabilitas dan validitas untuk variabel Informasi dan Komunikasi
(Information and Communication) dapat dilihat pada Tabel 18 dan 19 berikut.
Tabel 18: Reliability Statistics of Information and Communication
Cronbach's Alpha N of Items
.921 3
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan SPSS
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item- Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted X31 28.4260 11.596 .774 .936 X32 28.2487 11.331 .824 .933 X33 28.3721 10.901 .875 .928 X34 28.4329 10.486 .739 .940 X35 28.3707 10.752 .759 .937 X36 28.4539 10.678 .815 .932 X37 28.3257 11.029 .811 .932 X38 28.3948 11.080 .806 .933
31
Hasil analisis Validitas dan Reliabilitas untuk variabel Informasi dan Komunikasi
(Information and Communication) secara keseluruhan sudah memenuhi kriteria statistik.
Hal ini dapat dilihat dari nilai Corrected Item Total Correlation yang sudah lebih tinggi dari
0,300 yang menjadi batasan Validitas sehingga dinyatakan valid. Sementara itu, nilai
Reliabilitas yang diperoleh adalah sebesar 0,921 yang sudah lebih besar dari 0,700
sehingga dinyatakan reliabel. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa data untuk
variabel Informasi dan Komunikasi dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.
Tabel 19: Item-Total Statistics of Information and Communication
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan SPSS
Indikator dari variabel teramati (observed variable) atau variabel terukur
(measured variable) yang merupakan efek dari variabel laten eksogen (Informasi dan
Komunikasi) berupa 16 pertanyaan dalam kuesioner yang diwakili oleh dimensi Informasi
(X41; 0,827), Komunikasi (X42; 0,824), Bentuk dan Sarana Komunikasi (X43; 0,872).
Hasil analisis menunjukkan bahwa validitas tertinggi adalah Bentuk dan Sarana
Komunikasi (0,872) dan yang terendah adalah Komunikasi (0,824).
5. Pemantauan (Monitoring)
Hasil uji reliabilitas dan validitas untuk variabel Pemantauan (Monitoring) dapat
dilihat pada Tabel 20 dan 21 berikut.
Tabel 20: Reliability Statistics of Monitoring
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan SPSS
Hasil analisis Validitas dan Reliabilitas untuk variabel Pemantauan (Monitoring)
secara keseluruhan sudah memenuhi kriteria statistik. Hal ini dapat dilihat dari nilai
Corrected Item Total Correlation yang sudah lebih tinggi dari 0,300 yang menjadi batasan
Validitas sehingga dinyatakan valid. Sementara itu, nilai Reliabilitas yang diperoleh
adalah sebesar 0,892 yang sudah lebih besar dari 0,700 sehingga dinyatakan reliabel.
Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa data untuk variabel Pemantauan (Monitoring)
dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item- Total
Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
X41 8.1657 .972 .827 .897 X42 8.1175 1.039 .824 .900 X43 8.1357 .941 .872 .859
Cronbach's Alpha N of Items
.892 3
32
Tabel 21: Item-Total Statistics of Monitoring
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item- Total
Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
X51 7.9752 .970 .857 .788 X52 8.1462 .952 .717 .916 X53 7.9639 1.005 .801 .835
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan SPSS
Indikator dari variabel teramati (observed variable) atau variabel terukur
(measured variable) yang merupakan efek dari variabel laten eksogen (Pemantauan)
berupa 18 pertanyaan dalam kuesioner yang diwakili oleh dimensi Pemantauan
Berkelanjutan (X51; 0,857), Evaluasi secara Terpisah (X52; 0,717), Penyelesaian Audit
(X53; 0,801). Hasil analisis menunjukkan bahwa validitas tertinggi adalah Pemantauan
Berkelanjutan (0,857) dan yang terendah adalah Evaluasi Secara Terpisah (0,717).
Kelima variabel eksogen (independent variable/variabel bebas) yakni Lingkungan
Pengendalian, Penilaian Risiko, Aktivitas Pengendalian, Informasi/ Komunikasi, dan
Pemantauan tersebut merupakan variabel laten atau konstruk laten yang secara tidak
langsung dapat diamati melalui efeknya bersama dengan variabel laten endogen
(dependent variable/variabel terikat), yakni Pengawasan Internal.
6. Pengawasan Internal (Internal Audit)
Hasil uji reliabilitas dan validitas untuk variabel Pengawasan Internal (Internal
Audit) dapat dilihat pada Tabel 22 dan 23 berikut.
Tabel 22: Reliability Statistics of Internal Audit
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan SPSS
Hasil analisis Validitas dan Reliabilitas untuk variabel Pengawasan Internal secara
keseluruhan sudah memenuhi kriteria statistik. Hal ini dapat dilihat dari nilai Corrected
Item Total Correlation yang sudah lebih tinggi dari 0,300 yang menjadi batasan Validitas
sehingga dinyatakan valid. Sementara itu, nilai Reliabilitas yang diperoleh adalah sebesar
0,818 yang sudah lebih besar dari 0,700 sehingga dinyatakan reliabel. Berdasarkan hasil
ini disimpulkan bahwa data untuk variabel Pengawasan Internal dapat digunakan dalam
analisis selanjutnya.
Cronbach's Alpha N of Items
.818 3
33
Tabel 23: Item-Total Statistics of Internal Audit
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan SPSS
Indikator dari variabel teramati (observed variable) atau variabel terukur
(measured variable) yang merupakan efek dari variabel laten eksogen (Penguatan
Pengawasan/Reformasi Birokrasi) berupa 15 pertanyaan dalam kuesioner yang diwakili
oleh dimensi Komitmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Y11; 0,799),
Komitmen Inspektorat Jenderal (Y12; 0,709), dan Komitmen Auditor Inspektorat Jenderal
(Y13; 0,741). Hasil analisis menunjukkan bahwa validitas tertinggi adalah Komitmen
Kemendikbud (0,799) dan yang terendah adalah Komitmen Inspektorat Jenderal (0,709).
B. Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Tahapan berikutnya adalah melakukan pengukuran variabel laten dengan
variabel-variabel teramati dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis Model
(CFA Model) sebagai pendekatan dalam analisis faktor (Wijanto, 2008: 25).
1. Variabel Lingkungan Pengendalian
Hasil Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk variabel Lingkungan
Pengendalian (Control Environment) dapat digambarkan pada Gambar 4 dan
Gambar 5 (Grafik T-Value) berikut.
Gambar 4. Grafik Standardized Solution of LP ( CI)
Sumber: Hasil Penelitian, diolah dengan program LISREL
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item- Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
Y11 7.9857 .750 .626 .799 Y12 8.0332 .714 .710 .709 Y13 8.0096 .817 .686 .741
34
Goodness of Fit Statistics Normed Fit Index (NFI) = 1.00
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.00 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.38
Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00
Relative Fit Index (RFI) = 0.99 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.0022 Standardized RMR = 0.0096 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.99
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.97
Gambar 5. Grafik T-Value of LP (CI)
Sumber: Hasil Penelitian, diolah dengan program LISREL
Hasil Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk variabel LP (Lingkungan
Pengendalian) menunjukkan nilai loading yang diperoleh seluruhnya lebih besar dari 0,7
sehingga seluruhnya dinyatakan Valid, sementara itu nilai T-hitung yang diperoleh
seluruhnya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan signifikan. Di samping itu,
nilai Goodness of Fit yang diperoleh seluruhnya memiliki nilai yang sudah memenuhi
kriteria ideal, sehingga secara umum model dapat dikatakan baik. Nilai CR dan VR yang
diperoleh sudah memenuhi kriteria sehingga dapat dikatakan bahwa model sudah
memenuhi kriteria Reliabilitas.
Tabel 24: Variabel Lingkungan Pengendalian
Variabel SLF 0.50
Error CR 0.70
VE 0.50
Kesimpulan
LP
0.95 0.72 Reliabilitas Baik
X11 0.86 0.26 Validitas Baik
X12 0.82 0.33 Validitas Baik
X13 0.81 0.34 Validitas Baik
X14 0.90 0.19 Validitas Baik
X15 0.89 0.21 Validitas Baik
X16 0.87 0.24 Validitas Baik
X17 0.79 0.38 Validitas Baik
Sumber: Gambar 4 dan 5, dirangkum dengan program SPSS
35
2. Variabel Penilaian Risiko
Hasil Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk variabel Lingkungan Penilaian
Risiko (Risk Assessment) dapat digambarkan pada Gambar 6 dan Gambar 7
(Grafik T-Value) berikut.
Gambar 6. Grafik Standardized Solution of PR (RA)
Sumber: Hasil Penelitian, diolah dengan program LISREL Gambar 7.
Grafik T-Value of PR (RA)
Goodness of Fit Statistics Normed Fit Index (NFI) = 1.00
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.40
Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00
Relative Fit Index (RFI) = 0.99 Critical N (CN) = 508.49
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.0041 Standardized RMR = 0.016
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.99 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.96
Sumber: Hasil Penelitian, diolah dengan program LISREL
36
Hasil Confirmatory Factor Analysis untuk variabel PR (Penilaian Risiko)
menunjukkan nilai loading yang diperoleh seluruhnya lebih besar dari 0,7 sehingga
seluruhnya dinyatakan Valid, sementara itu nilai T hitung yang diperoleh seluruhnya lebih
besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan signifikan. Di samping itu, nilai Goodness of
Fit yang diperoleh seluruhnya memiliki nilai yang sudah memenuhi kriteria ideal, sehingga
secara umum model dapat dikatakan baik. Nilai CR dan VR yang diperoleh sudah
memenuhi kriteria sehingga dapat dikatakan bahwa model sudah memenuhi kriteria
Reliabilitas.
Tabel 25: Variabel Penilaian Risiko
Sumber: Gambar 6 dan 7, dirangkum dengan program SPSS
3. Variabel Aktivitas Pengendalian
Hasil Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk variabel Aktivitias Pengendalian
(Control Activities) dapat digambarkan pada Gambar 8 dan Gambar 9 (Grafik T-
Value) berikut.
Gambar 8. Grafik Standardized Solution of CA (AP)
Sumber: Hasil Penelitian, diolah dengan program LISREL
Variabel SLF 0.50
Error CR 0.70
VE 0.50 Kesimpulan
P R 0.93 0.72 Reliabilitas Baik
X21 0.74 0.45 Validitas Baik
X22 0.76 0.42 Validitas Baik
X23 0.98 0.04 Validitas Baik
X24 0.90 0.19 Validitas Baik
X25 0.83 0.31 Validitas Baik
37
Gambar 9. Grafik T-Value of CA(AP)
Goodness of Fit Statistics Normed Fit Index (NFI) = 1.00
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.00 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.53
Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00
Relative Fit Index (RFI) = 0.99 Critical N (CN) = 549.91
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.0044 Standardized RMR = 0.014
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.99 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.97
Sumber: Hasil Penelitian, diolah dengan program LISREL
Hasil Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk variabel AP (Aktivitas
Pengendalian) menunjukkan nilai loading yang diperoleh seluruhnya lebih besar dari 0,7
sehingga seluruhnya dinyatakan Valid, sementara itu nilai T hitung yang diperoleh
seluruhnya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan signifikan. Di samping itu,
nilai Goodness of Fit yang diperoleh seluruhnya memiliki nilai yang sudah memenuhi
kriteria ideal, sehingga secara umum model dapat dikatakan baik. Nilai CR dan VR yang
diperoleh sudah memenuhi kriteria sehingga dapat dikatakan bahwa model sudah
memenuhi kriteria Reliabilitas.
38
Tabel 26: Variabel Aktiivitas Pengendalian
Sumber: Gambar 8 dan 9, dirangkum dengan program SPS
4. Variabel Informasi dan Komunikasi
Hasil Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk variabel Informasi dan
Komunikasi (Information and Communication) dapat digambarkan pada Gambar
10 dan Gambar 11 (Grafik T-Value) berikut.
Gambar 10. Grafik Standardized Solution of IC(IK)
Sumber: Hasil Penelitian, diolah dengan program LISREL Gambar 11. Grafik T-Value of
IC(IK)
Variabel SLF 0.50
Error CR 0.70
VE 0.50
Kesimpulan
A P 0.95 0.68 Reliabilitas Baik
X31 0.81 0.34 Validitas Baik
X32 0.86 0.26 Validitas Baik
X33 0.93 0.14 Validitas Baik
X34 0.79 0.38 Validitas Baik
X35 0.76 0.42 Validitas Baik
X36 0.85 0.28 Validitas Baik
X37 0.79 0.38 Validitas Baik
X38 0.81 0.34 Validitas Baik
39
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 0
Minimum Fit Function Chi-Square = 0.0 (P = 1.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.00 (P = 1.00)
The Model is Saturated, the Fit is Perfect!
Sumber: Hasil Penelitian, diolah dengan program LISREL
Hasil Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk variabel IK (Informasi dan
Komunikasi) menunjukkan nilai loading yang diperoleh seluruhnya lebih besar dari 0,7
sehingga seluruhnya dinyatakan Valid, sementara itu nilai T hitung yang diperoleh
seluruhnya lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan signifikan. Di samping itu,
nilai Goodness of Fit yang diperoleh seluruhnya memiliki nilai yang sudah memenuhi
kriteria ideal, sehingga secara umum model dapat dikatakan baik. Nilai CR dan VR yang
diperoleh sudah memenuhi kriteria sehingga dapat dikatakan bahwa model sudah
memenuhi kriteria Reliabilitas.
Tabel 27: Variabel Informasi dan Komunikasi
Variabel SLF 0.50
Error CR 0.70
VE 0.50 Kesimpulan
I K
0.92 0.80 Reliabilitas Baik
X41 0.87 0.24 Validitas Baik
X42 0.87 0.24 Validitas Baik
X43 0.94 0.12 Validitas Baik
Sumber: Gambar 10 dan 11, dirangkum dengan program SPSS
5. Variabel Pemantauan
Hasil Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk variabel Pemantauan (Monitoring)
dapat digambarkan pada Gambar 12 dan Gambar 13 (Grafik T- Value) berikut.
Gambar 12. Grafik Standardized Solution of M (PM)
Sumber: Hasil Penelitian, diolah dengan program LISREL Gambar 13.
Grafik T-Value of M (PM)
40
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 0
Minimum Fit Function Chi-Square = 0.0 (P = 1.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.00 (P = 1.00)
The Model is Saturated, the Fit is Perfect!
Sumber: Hasil Penelitian, diolah dengan program LISREL
Hasil Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk variabel PM (Pemantauan)
menunjukkan nilai loading yang diperoleh seluruhnya lebih besar dari 0,7 sehingga
seluruhnya dinyatakan Valid, sementara itu nilai T hitung yang diperoleh seluruhnya lebih
besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan signifikan. Di samping itu, nilai Goodness of
Fit yang diperoleh seluruhnya memiliki nilai yang sudah memenuhi kriteria ideal, sehingga
secara umum model dapat dikatakan baik. Nilai CR dan VR yang diperoleh sudah
memenuhi kriteria sehingga dapat dikatakan bahwa model sudah memenuhi kriteria
Reliabilitas.
Tabel 28: Variabel Pemantauan
Variabel SLF 0.50
Error CR 0.70
VE 0.50
Kesimpulan
PM 0.90 0.75 Reliabilitas Baik
X51 0.97 0.06 Validitas Baik
X52 0.75 0.44 Validitas Baik
X53 0.87 0.24 Validitas Baik
Sumber: Gambar 12 dan 13, dirangkum dengan program SPSS
6. Variabel Pengawasan Internal
Pengawasan Internal (Internal Audit) merupakan aktivitas penilaian atas kegiatan
operasional, pengamanan aset, pelaporan keuangan, dan ketaatan terhadap
peraturan (Vinten, 1991; Sawyer, 2003, Moeller, 2007). Hasil Confirmatory Factor
Analysis (CFA) untuk variabel Pengawasan Innternal (Interrnal Audit) dapat
digambarkan pada Gambar 14 dan Gambar 15 (Grafik T- Value) berikut.
41
Gambar 14. Grafik Standardized Solution of IA (PI)
Sumber: Hasil Penelitian, diolah dengan program LISREL
Gambar 15. Grafik T-Value of IA (PI)
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 0
Minimum Fit Function Chi-Square = 0.0 (P = 1.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.00 (P = 1.00)
The Model is Saturated, the Fit is Perfect!
Sumber: Hasil Penelitian, diolah dengan program LISREL
Hasil Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk variabel Pengawasan Internal
menunjukkan nilai loading yang diperoleh seluruhnya lebih besar dari 0,7 sehingga
seluruhnya dinyatakan Valid, sementara itu nilai T hitung yang diperoleh seluruhnya lebih
besar dari 1,96 sehingga dapat dinyatakan signifikan. Di samping itu, nilai Goodness of
Fit yang diperoleh seluruhnya memiliki nilai yang sudah memenuhi kriteria ideal, sehingga
42
secara umum model dapat dikatakan baik. Nilai CR dan VR yang diperoleh sudah
memenuhi kriteria sehingga dapat dikatakan bahwa model sudah memenuhi kriteria
Reliabilitas.
Tabel 29: Variabel Pengawasan Internal
Variabel SLF 0.50
Error CR 0.70
VE 0.50
Kesimpulan
PI
0.82 0.61 Reliabilitas Baik
Y1 0.70 0.51 Validitas Baik
Y2 0.84 0.29 Validitas Baik
Y3 0.79 0.38 Validitas Baik
Sumber: Gambar 14 dan 15, dirangkum dengan program SPSS
C. Analisis dan Interpretasi
Berdasarkan tujuan penelitian, yakni menganalisis proses empiris hubungan
antara sistem pengendalian internal (internal control system) dengan pengawasan
internal (internal audit) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dapat
dikonfirmasi model pengendalian internal yang terdiri dari unsur lingkungan pengendalian
(control environment), penaksiran risiko (risk assesment), aktivitas pengendalian (control
activities), informasi dan komunikasi (information and communication) dan pemantauan
(monitoring) kaitannya dengan pengawasan internal pada organisasi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan demikian, analisis pengaruh dan hubungan
antarvariabel yang ditetapkan dalam model analisis meliputi (1) signifikansi pengaruh
sistem pengendalian internal (internal control system) terhadap pengawasan internal
(internal audit); (2) perbedaan pelaksanaan sistem pengendalian internal (internal control
system) dan pengawasan internal (internal audit); dan (3) perbedaan dampak masing-
masing aspek Sistem Pengendalian Internal pada Pengawasan Internal dalam kegiatan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
1. Pengaruh Sistem Pengendalian Internal terhadap Pengawasan Internal.
Sebagaimana tujuan penelitian ini, yang pertama adalah menganalisis signifikansi
pengaruh sistem pengendalian internal (internal control system) terhadap pengawasan
internal (internal audit) dalam organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Interaksi yang intens antara sistem pengendalian internal (internal control system)
dengan pengawasan internal (internal audit) sebagai aktivitas penilaian atas kegiatan
operasional, pengamanan aset, pelaporan keuangan, dan ketaatan terhadap
peraturan dengan lingkungan pengendalian sebagai unsur yang dominan, namun
mempunyai pengaruh terkecil akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam
kegagalan efektivitas unsur- unsur sistem pengendalian internal lainnya dalam
pelaksanaan kegiatan organisasi (Arens 2007, (Vinten, 1991; Sawyer, 2003, Moeller,
2007).
43
Proposisi penelitian yang menyatakan bahwa sistem pengendalian internal
(internal control system) sebagai kebijakan, prosedur, proses, dan struktur organisasi
untuk memastikan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai melalui interaksi berbagai
elemen lingkungan pengendalian; (2) penaksiran risiko; (3) aktivitas pengendalian; (4)
informasi dan komunikasi; dan (5) pemantauan mempunyai korelasi dan mempengaruhi
keberlangsungan pengawasan internal (internal audit) dalam memberikan keyakinan
yang memadai (reasonable assurance) tentang efektivitas dan efisiensi operasi,
keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan (compliance) terhadap regulasi (Simmons,
1997; Reider, 1994; Arens, 2000; Pickett, 2002; Singleton, 2006).
Berdasarkan pengujian hipotesis, lingkungan pengendalian (control environment)
mempengaruhi kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan
yang efektivitasnya bergantung pada integritas dan kompetensi personel yang ada di
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kondisi lingkungan pengendalian dapat
mempengaruhi proses penilaian risiko. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
seharusnya lebih sensitif terhadap risiko yang terkait dengan pencapaian tujuan. Respons
terhadap risiko dibangun dan diantisipasi dalam koridor integritas dan nilai etika sehingga
berbagai kegiatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan pegawai dan
pimpinan yang memiliki kompetensi dan komitmen yang kuat untuk mengantisipasi risiko
dan mampu melakukan analisis risiko secara tepat.
Kegiatan pengendalian (control activities) yang bersifat prosedural dalam
penerapannya membutuhkan lingkungan pengendalian sebagai faktor atmosfer
organisasi. Kegiatan pengendalian akan efektif jika dukungan kuat dan komitmen tinggi
serta integritas dan nilai etika yang menjadi rambu-rambu dalam mengaplikasikan
kegiatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam mengkomunikasikan
informasi memerlukan pemahaman yang lebih baik tentang visi dan misi sehingga tujuan
organisasi dapat dipahami oleh seluruh pegawai dan tidak menimbulkan distorsi di
kalangan internalal maupun eksternal. Pemantauan atas kegiatan pengendalian
diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh program dan kegiatan Kementerian
Pendidikan telah berjalan sebagaimana mestinya.
Kurang matangnya suatu pertimbangan (judgement) dalam pengambilan
keputusan mempengaruhi efektivitas pengendalian karena keputusan yang ditetapkan
didasarkan pada keterbatasan informasi yang tersedia, waktu yang terbatas, dan variabel
lain, baik lingkungan internalal maupun eksternal, sehingga seringkali dijumpai beberapa
keputusan yang diambil dengan kondisi keterbatasan waktu dan informasi akan
memberikan hasil yang kurang efektif dibanding dengan apa yang diharapkan. Hal inilah
yang memerlukan kajian lebih mendalam dalam upaya mengatasi judgement yang
dominan, baik dalam menafsirkan peraturan maupun melaksanakannya. Informasi dan
komunikasi yang mengalami distorsi, khususnya dalam menginformasikan dan
menkomunikasikan kebijakan pendidikan dapat mengakibatkan persepsi masyarakat
menjadi negatif, sehingga memerlukan pengendalian yang terukur agar dapat dipastikan
bahwa informasi dan komunikasi berada pada arah yang tepat.
Dalam analisis Sructural Equation Modeling (SEM) diketahui pengaruh masing–
masing variabel eksogen (dependent variable) terhadap variabel endogen (dependent
variable). Kelima variabel (lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas
pengendalian, informasi/komunikasi, dan pemantauan) tersebut dihitung pengaruh dan
hubungannya terhadap variabel endogen.
44
Gambar 16. Grafik Model Struktural
Sumber: Hasil penelitian, diolah dengan program LISREL Nilai Goodness
of Fit Model Struktural
Normed Fit Index (NFI) = 0.97 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.98 Comparative Fit Index (CFI) = 0.98 Incremental Fit Index (IFI) = 0.98
Relative Fit Index (RFI) = 0.97 Critical N (CN) = 142.95
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.93 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.91
Nilai Goodness of Fit (GOF) di atas seluruhnya memenuhi kriteria yang baik, di
mana nilai Normed Fit Index (NFI), Non-Normed Fit Index (NNFI), Comparative Fit Index
(CFI), Incremental Fit Index (IFI), Relative Fit Index (RFI), Goodness of Fit Index (GFI),
dan Adjusted Goodnness of Fit Index (AGFI) seluruhnya sudah memenuhi nilai ideal yaitu
sebesar 0,90. Berdasarkan hasil ini, maka dapat disimpulkan bahwa model sudah
memenuhi kriteria statistik.
Grafik di atas menunjukkan nilai t (T-Value) untuk setiap jalur yang dihipotesiskan
untuk setiap variabel. Sebuah jalur dinyatakan signifikan bila memiliki nilai T yang lebih
besar dari 1,96. Berdasarkan pada kriteria tersebut bisa disimpulkan bahwa dari lima
variabel eksogen, hanya Variabel Pemantauan yang tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Pengawasan Internal. Nilai yang diperoleh sebesar 1,62 masih di
bawah 1,96 sehingga dinyatakan tidak signifikan. Sementara keempat variabel lainnya
memiliki nilai di atas 1,96 sehingga dinyatakan signifikan dan memiliki pengaruh terhadap
Pengawasan Internal.
45
Sistem pengendalian internal (internal control system) merupakan suatu proses
yang dijalankan oleh pimpinan, manajemen dan pegawai lainnya, yang dimaksudkan
untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga kategori tujuan,
yaitu (1) efektivitas dan efisiensi kegiatan; (2) keandalan laporan keuangan; dan (3)
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. (Root,
1998; Sawyer, 2003) yang unsur- unsurnya terdiri dari lingkungan pengendalian,
penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi/komunikasi, dan pemantauan
(Moeller, 2007).
a. Lingkungan Pengendalian (Control Environment) adalah kondisi yang memengaruhi
efektivitas pengendalian internal (Kreitner, 1992; Stoner, 1995; Bartol, 1996).
Lingkungan Pengendalian (t=2,38) yang secara nyata berpengaruh terhadap
pencapaian tujuan Pengawasan Internal ditunjukkan dengan indikator (1) adanya
aturan dan kebijakan yang berisi tentang standar perilakuu etis, yang dapat diterima,
dan praktik yang tidak dapat diterima; (2) pimpinan mendorong terciptanya budaya
yang menekankan pentingnya nilai-nilai integritas dan etika antara lain melalui
komunikasi lisan, rapat dan diskusi; (3) suasana etis dibangun pada setiap tinngkatan
dan dikomunikasikan; dan (4) jenis sanksi dikomunikasikan kepada seluruh pegawai
sehingga pegawai mengetahui konsekuensi dari penyimpangan dan pelanggaran yang
dilakukan.
b. Penaksiran Risiko (Risk Assessment) adalah penilaian atas kemungkinan kejadian
yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi (Namee & Selim, 1998;
Kinney, 2000; Jorion 2005, Pickett, 2006). Penilaian Risiko (t=3,98) mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap Pengawasan Internal sebagaimana terlihat pada
indikator (1) pimpinan menetapkan tujuan unit kerja dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan; (2) tujuan kegiatan unit kerja berdasarkan pada
tujuan dan rencana strategis; (3) pimpinan dalam mengidentifikasi risiko menggunakan
metodologi yang sesuai untuk tujuan kegiatan secara komprehensif; (4) pimpinan
menganalisis risiko dalam rangka menentukan dampak dan risiko yang telah
diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan; dan (5) unit kerja memiliki mekanisme untuk
mengantisipasi, mengidentifikasi, dan bereaksi terhadap risiko yang diakibatkan oleh
adanya berbagai perubahan.
c. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) adalah tindakan yang diperlukan untuk
mengatasi risiko dan memastikan bahwa pelaksanaan kebijakan dan prosedur
tersebut telah efektif (Namee & Selim, 1998, Kinney, 2000; Reagan, 2004; Jorion
2005). Aktivitas Pengendalian (t=2,50) berpengaruh nyata terhadap Pengawasan
Internal dengan indikator (1) pimpinan dan pegawai memahami tujuan kegiatan
pengendalian; (2) pimpinan secara berkala melakukan reviu atas kinerja dibandingkan
dengan rencana; (2) unit kerja memiliki persyaratan jabatan dan menetapkan kinerja
yang diharapkan untuk setiap posisi pimpinan; (4) pimpinan melakukan pengendalian
atas pengelolaan sistem informasi; (5) kepemilikan aset didukung dengan dokumen
kepemilikan yang sah; (6) pimpinan mengevaluasi faktor penilaian pengukuran
kinnerja; dan (7) pimpinan memastikan akuntabilitas terhadap sumber daya dan
pencatatannya.
d. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) adalah data yang telah
diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dan proses
menyampaikan informasi untuk mendapatkan umpan balik (Malone, 1987; Kreiner &
Schultz, 1993; Spoull & Kiesler, 1999). Informasi dan Komunikasi (t=5,10) berpengaruh
signifikan terhadaap Pengawasan Internal sebagaimana diperlihatkan oleh indikator
(1) pimpinan mengidentifikasi informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat; (2)
pimpinan memberikan arahan yang jelas kepada seluruh tingkatan organisasi bahwa
46
tanggung jawab pengendalian internal adalah masalah penting dan harus diperhatikan;
dan (3) pimpinan menggunakan bentuk dan sarana komunikasi yang efektif, berupa
buku pedoman kebijakan dan prosedur, surat edaran, memorandum, papan
pengumuman dan arahan lisan.
e. Pemantauan (Monitoring) adalah proses pengawalan atas mutu kinerja sistem
pengendalian internal (Kreitner, 1992, Stoner, 1995; Bartol, 1996). Pemantauan
(t=1,62) yang lebih rendah dari 1.96 menunjukkan bahwa variabel tersebut tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pengawasan Internal. Tidak kuatnya
pengaruh Pemantauan terhadap Pengawasan Internal terlihat pada indikator (1)
pemantauan sistem pengendalian internal yang masih lemah; (2) tidak adanya
evaluasi secara terpisah terhadap kegiatan yang sedang dilaksanakan; (3) evaluasi
tidak dilaksanakan oleh pegawai yang mempunyai keahlian tertentu yang disyaratkan
atau kurang melibatkan aparat pengawasan internal maupun auditor eksternal.
Gambar 17. Grafik Standardized Solution of IA (PI)
Sumber: Hasil penelitian, diolah dengan program LISREL
Sementara itu, Gambar 17 di atas yang merupakan grafik loading menunjukkan
bahwa pengaruh yang terbesar dimiliki oleh Informasi dan Komunikasi dengan loading
sebesar 0,30 atau 30 persen; sedangkan loading terkecil dimiliki oleh Pemantauan dan
Lingkungan Pengendalian dengan nilai sebesar 0,17 atau 17 persen. Pengaruh total yang
diberikan oleh kelima variabel tersebut adalah sebesar 73 persen atau dengan kata lain,
kelima variabel tersebut memiliki pengaruh sebesar 73 persen terhadap pembentukan
Pengawasan Internal. Tiap variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel terikat,
yakni tiap unsur dalam system pengendalian intern (lingkungan pengendalian, penaksiran
risiko, aktivitas pengendalian, informasi/komunikasi, dan pemantauan) memiliki kontribusi
terhadap pengawasan internal dengan besaran yang bervariasi.
Informasi dan Komunikasi mempunyai pengaruh terbesar (30 persen) terutama
dalam hal (1) pimpinan mengelola sistem secara terus menerus; (2) sikap perilaku yang
bisa diterima dan tidak bisa diterima serta konsekuensinya sudah dikomunikasikan secara
jelas kepada pegawai; (3) pimpinan menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk
47
sarana komunikasi dan (4) manajemen sistem informasi dilaksanakan berdasarkan suatu
rencana strategis sistem informasi yang merupakan bagian dari rencana straegis
Kemdikbud secara keseluruhan.
Lingkungan Pengendalian dan Pemantauan mempunyai pengaruh terkecil,
masing-masing sebesar 17 persen mengindikasikan lemahnya (1) pemahaman terhadap
sistem pengendalian internal; (2) identifikasi atas keahlian, dan kemampuan yang
diperlukan untuk setiap jabatan; (3) penyampaian laporan pencapaian target yang tepat
dan akurat; (4) hubungan dan jenjang pelaporan yang telah ditetapkan; pendelegasian
wewenang kepada bawahan yang tepat sesuai dengan tanggung jawabnya; (5) tindakan
korektif untuk menyelesaikan masalah dalam jangka waktu yang ditetapkan; dan (6)
pelaksanaan pemantauan reviu laporan keuangan.
Sebagaimana dinyatakan oleh Root (1998) bahwa akuntabilitas kinerja organisasi
banyak ditentukan oleh keandalan sistem pengendaliannya (control system). Dalam
menjalankan organisasi dibutuhkan kepemimpinan yang kuat (strong leadership), visi
organisasi yang memampukan manajemen melaksanakan strategi untuk mencapai tujuan
organisasi yang berdampak pada keberlanjutan kompetensi inti (core competence)
sehingga memiliki keunggulan kompetetitif yang lebih kuat (stronger competitive
advantages). Kurangnya perhatian terhadap pengendalian (control) akan melemahkan
pengawasan (audit) dalam hal mendefinisikan masalah kunci dan kondisi yang perlu
dilaporkan (reportable conditions), memvalidasi bukti yang diuji (testimonial evidence),
melakukan penilaian akhir, dan mengidentifikasi tindakan korektif (Simmons, 1997).
2. Implementasi Sistem Pengendalian Internal
Sebagimana tujuan penelitian kedua, yakni menganalisis perbedaan
pelaksanaan sistem pengendalian internal (internal control system) dan
pengawasan internal (internal audit) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, terdapat perbedaan yang nyata dalam implementasi sistem
pengendalian internal dan pengawasan, hasilnya menunjukkan bahwa unsur
penilaian risiko penerapannya terendah, hal ini dapat membawa organisasi ke
dalam situasi chaos yang penuh dengan ketidakpastian (Gleick, 1997). Mitigasi
atas risiko yang probabilitas terjadinya tinggi akan menjadikan organisasi lebih
mampu beradaptasi dalam situasi yang dinamis (Kotler, 2008).
Proposisi penelitian yang menyatakan bahwa penerapan berbagai unsur
sistem pengendalian internal yang terdiri dari lingkungan pengendalian; (2)
penaksiran risiko; (3) aktivitas pengendalian; (4) informasi dan komunikasi; dan
(5) pemantauan berlangsung melalui aktivitas yang saling terkait dan bervariasi
intensitasnya serta mempunyai diferensiasi dalam implementasinya pada tiap
level kegiatan (operations), pada saat menyusun laporan keuangan (financial
reporting), dan pada saat harus menaati peraturan yang berlaku (compliance with
the regulations) (Root, 1998; Moeller, 1998; Regan, 2004).
Berdasarkan pengujian hipotesis terungkap bahwa Penilaian risiko (risk
assessment) memberikan arahan bagi perumusan kebijakan dan prosedur
pengendalian yang baik dan memadai dapat mengurangi timbulnya risiko atau
meminimalkan dampaknya. Kegiatan pengendalian yang dikembangkan belum
didasarkan pada hasil penilaian risiko yang membantu pencapaian tujuan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan melakukan penilaian risiko,
48
pimpinan dapat menentukan jenis pengendalian internal dan pegawai yang
bertanggung jawab terhadap informasi perlu memastikan bahwa jaringan
informasi dan komunikasi berjalan dengan baik. Pemantauan pengendalian
internal yang efektif membantu pimpinan dalam mengenali masalah dan
mengoreksinya serta mengendalikan risikonya.
Informasi dan komunikasi (information and communication) berkaitan
dengan upaya perbaikan kebijakan dan prosedur pengendalian internal.
Komitmen tentang pentingnya informasi dan komunikasi untuk merealisasikan
tujuan organisas akan efektif jika memperoleh masukan yang signifikan dalam
mengkomunikasikan tujuan. Kebijakan dan prosedur yang tidak efisien
memperpanjang jalur informasi dan komunikasi. Informasi yang tidak valid dan
mengandung kesalahan serta komunikasi yang tidak berfungsi dengan baik
menghambat upaya pimpinan melakukan pengendalian internal atas seluruh
kegiatan organisasi. Informasi dan komunikasi yang efektif membantu manajemen
memperoleh gambaran yang lebih baik atas risiko yang dihadapi dalam
mewujudkan tujuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kesalahan dalam menerjemahkan perintah dapat terjadi meskipun
pengendalian telah didesain sedemikian rupa. Kegagalan dapat terjadi
disebabkan adanya pegawai yang salah menginterpretasikan perintah. Kesalahan
dalam menerjemahkan perintah dapat disebabkan dari ketidaktahuan atau
kecerobohan karyawan yang bersangkutan. Terjadinya kegagalan dapat lebih
parah jika kesalahan menafsirkan perintah dilakukan oleh level pimpinan. Sistem
apapun yang dibuat manusia berpotensi rusak (breakdowns) karena kesalahan
informasi, interpretasi, maupun implementasinya.
Dengan menggunakan metode analisis deskriptif dapat diketahui tingkat
penerapan atau implementasi setiap bagian dari Sistem Pengendalian Internal.
Dengan skala pengukuran 1 sampai 5 maka penerapan yang sangat baik adalah
yang berada pada rentang 4,21 hingga 5,00. Adapun kriterianya adalah sebagai
berikut.
1. Sangat Rendah : 1,01 – 1,80 2.
2. Rendah : 1,81 – 2,60
3. Sedang : 2,61 – 3,40
4. Tinggi : 3,41 – 4,20
5. Sangat Tinggi : 4,21 – 5,00
49
Tabel 30: Analisis Deskriptif Tiap Variabel
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan program SPSS
Tabel 30 di atas adalah hasil analisis deskriptif untuk masing–masing
variabel. Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh variabel
Informasi dan Komunikasi, dengan nilai 2,07 diikuti oleh variabel Aktivitas
Pengendalian dengan nilai 2,05. Pada posisi ketiga ditempati Lingkungan
Pengendalian dengan nilai 2,015 dan keempat Pemantauan dengan 2,014
sedangkan yang paling rendah adalah Penilaian Risiko dengan nilai 1,96.
Berdasarkan pada hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan yang paling
dominan adalah pada aspek Informasi dan Komunikasi, sedangkan yang paling
rendah adalah Penilaian Risiko. Namun demikian, kelima variabel independen
yang ada dalam analisis ini seluruhnya memiliki nilai yang rendah, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kelima variabel tersebut memiliki penerapan yang rendah di
mana yang paling besar dimiliki oleh Informasi dan Komunikasi.
Penilaian Risiko yang mempunyai nilai rata-rata terendah (1,96) dapat
dijelaskan berdasarkan indikator yang tercermin dari data atas pertanyaan dalam
kuesioner yang terkait dengan Penilaian Risiko yang termasuk dalam kategori
antara 1,81 – 2,60 yang jawabannya lebih banyak menolak pernyataan bahwa (1)
penetapan tujuan unit kerja secara keseluruhan disusun sesuai dengan
persyaratan program yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan
dan memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis
dan terikat waktu; dan (2) tujuan unit kerja dikomunikasikan kepada seluruh
pegawai sehingga pimpinan mendaptkan umpan balik, yang menandakan bahwa
komunikasi berjalan efektif; (3) unit kerja mempunyai strategi manajemen
terintegrasi dan rencana penilaian dan pengendalian risiko; (4) asumsi yang
mendasari rencana strategis dan anggaran unit kerja konsisten dengan kondisi
yang terjadi sebelumnya dan kondisi saat ini.
3. Eksistensi pada Pengawasan Internal
Sebagaimana tujuan penelitian yang ketiga, yaitu menganalisis perbedaan
dampak masing-masing aspek Sistem Pengendalian Internal yang terdiri dari
unsur Lingkungan Pengendalian, Penaksiran Risiko, Aktivitas Pengendalian,
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
LINGKUNGAN PENGENDALIAN
322 1.30 3.00 2.0151 .43170
PENILAIAN RISIKO 322 0.72 3.00 1.9622 .44911
AKTIVITAS PENGENDALIAN
322 0.91 3.00 2.0539 .47140
INFORMASI/ KOMUNIKASI
322 0.71 3.00 2.0700 .48634
PEMANTAUAN 322 0.52 3.00 2.0140 .48100 PENGAWASAN INTERNAL 322 1.17 2.87 2.0048 .41720
50
Informasi/Komunikasi, dan Pemantauan pada Pengawasan Internal dalam
kegiatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuktikan bahwa
pengabaian atau kurangnya perhatian terhadap hasil pengawasan internal yang
tidak material atau bernilai kecil, dapat mengakibatkan pelaksanaan sistem
pengendalaian intern berjalan kurang efektif.
Proposisi yang menyatakan bahwa penerapan berbagai unsur sistem
pengendalian internal yang terdiri dari lingkungan pengendalian (control
environment); (2) penaksiran risiko (risk assessment); (3) aktivitas pengendalian
(control activities); (4) informasi dan komunikasi (information and communication);
dan (5) pemantauan (monitoring) berlangsung melalui aktivitas yang saling terkait
dan bervariasi intensitasnya serta mempunyai diferensiasi dalam
implementasinya pada tiap level kegiatan (operations), pada saat menyusun
laporan keuangan (financial reporting), dan pada saat harus menaati peraturan
yang berlaku (compliance with the regulations) (Root, 1998; Moeller, 1998; Regan,
2004) sejalan dengan hasil pengujian hipotesis.
Untuk mengetahui apakah kelima variabel yang dianalisis memiliki
kesetaraan atau terdapat perbedaan yang signifikan antara kelima variabel
eksogen dengan variabel Pengawasan Internal dengan analisis perbandingan
menggunakan metode One Way ANOVA dan penguji T-Test Sampel
Berpasangan. Dengan metode ini akan diketahui variabel mana saja yang
memiliki nilai yang tertinggi dan berbeda nyata. Pada analisis ini, setiap variabel
diujikan secara terpisah dengan Variabel Pengawasan Internal.
Tabel 31: Uji Perbandingan Antar Variabel dengan Pengawasan Internal
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan program SPSS
Pada Tabel 31 di atas terlihat bahwa nilai tertinggi dimiliki oleh Informasi
dan Komunikasi, namun untuk mengetahui apakah perbedaan rata-rata yang
terbentuk antara kelima variabel tersebut dapat dinyatakan signifikan secara
statistik atau tidak, maka digunakan analisis ANOVA Satu Arah atau One Way
ANOVA. Hasil yang diperoleh ditampilkan pada bagian di bawah ini.
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Lingkungan Pengendalian
322 2.0151 .43170 1.30 3.00
Penilaian Risiko 322 1.9622 .44911 0.72 3.00 Aktivitas Pengendalian 322 2.0539 .47140 0.91 3.00
Informasi dan Komunikasi 322 2.0700 .48634 0.71 3.00
Pemantauan 322 2.0140 .48100 0.52 3.00
51
Tabel 32: Test of Homogeneity of Variances of Internal Audit
Levene Statistic
df1 df2 Sig.
.920
4 1605 .452
Sumber: Data penelitian, diolah dengan SPSS
Tabel 32 di atas merupakan hasil uji Homogenitas yang menjadi syarat ANOVA
dengan hasil yang diperoleh menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,452 yang lebih
besar dari 0,05 sehingga data dinyatakan Homogen dan dapat dianalisis menggunakan
ANOVA.
Tabel 33: ANOVA Pengawasan Intern
Sumber: Data Penelitian, diolah dengan SPSS
Tabel 33 di atas menunjukkan hasil uji ANOVA Satu Arah yang bertujuan untuk
membandingkan kelima variabel yang dianalisis. Hasil yang diperoleh menunjukkan nilai
signifikansi sebesar 0,034 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
dari kelima variabel yang dianalisis tidak setara secara statistik, atau dengan kata lain ada
variabel yang lebih unggul dibandingkan variabel lainnya. Untuk mengetahui variabel
mana yang lebih unggul, dilakukan analisis dengan Uji Duncan yang bertujuan untuk
mendeteksi variabel mana saja yang lebih baik dibandingkan varaibel lainnya
sebagaimana ditampilkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 34: Uji Duncan terhadap Pengawasan Intern
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 322.000. b.
Berdasarkan Uji Duncan pada Tabel 34 di atas dapat disimpulkan bahwa variabel
yang berbeda sendiri adalah Penilaian Risiko. Hal ini terlihat dari Subset 2 di mana
keempat variabel mengelompok secara terpisah dan hanya Penilaian Risiko yang tidak
Sum of Squares
Df Mean Square
F Sig.
Between Groups 2.253 4 .563 2.612 .034
Within Groups 346.093 1605 .216
Total 348.346 1609
Variabel N Subset for alpha = 0.05
1 2
Penilaian Risiko 322 1.9622 Pemantauan 322 2.0140 2.0140 Lingkungan Pengendalian 322 2.0151 2.0151 Aktivitas Pengendalian 322 2.0539 Informasi dan Komunikasi 322 2.0700
Sig. .1 74 .166
52
masuk. Berdasarkan pada hasil ini dapat dikatakan bahwa keempat variabel selain
Penilaian Risiko tidak berbeda nyata secara statistik, dan hanya Penilaian Risiko saja
yang berbeda secara statistik.
Perbedaan tersebut mencakup dimensi (1) penetapan tujuan kegiatan; (2)
identifikasi risiko; (3) analisis risko; dan (4) mengelola risiko selama perubahan.
Pengukuran atas penilaian risiko dengan menggunakan mekanisme pengenalan risiko
dari faktor eksternal dan internalal menunjukkan bahwa penaksiran atas kemungkinan
kejadian yang menghambat pencapaian tujuan dan sasaran unit kerja maupun tujuan dan
sasaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara keseluruhan belum sesuai
dengan standar yang ditetapkan dalam Sistem Pengendalian Internal (Internal Control
System). Adapun tampilan pergerakan nilai rata-rata dari kelima variabel tersebut dapat
dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 18. Nilai Rata-Rata Varibel Eksogen
Sumber: Hasil penelitian, diolah dengan SPSS
Penilaian Risiko (Risk Assessment) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
secara statistik pada Gambar 18 di atas dapat dideskripsikan dari data yang sebagian
besar pernyataan atas identifikasi risiko masih belum sepenuhnya dilakukan, yaitu (1)
Identifikasi risiko menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan kegiatan secara
komprehensif; (2) Metode kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi risiko
dan menentukan peringkat risiko secara terjadwal dan berkala; (3) Cara suatu risiko
diidentifikasi, diperingkat, dianalisis, dan diatasi dikomunikasikan kepada pegawai yang
berkepentingan; (4) Pembahasan identifikasi risiko dilakukann pada rapat tingkat
pimpinan; (5) Identifikasi risiko merupakan bagian dari perkiraan rencana jangka pendek
dan jangka panjang serta rencana strategis.
Tabel 35: Paired Sample T-Test
Sumber: Hasil penelitian, diolah dengan program SPSS
Paired Differences T Df Sig. (2- tailed) Mean Std.
Deviation Pair 1
Lingkungan Pengendalian – Pengawasan
-.02295 .44406 -.927 322 .354
Internal Pair 2
Penilaian Risiko – Pengawasan Internal
-.07584 .51479 -2.644 322 .009
Pair 3
Aktivitas Pengendalian – Pengawasan Internal
.01584 .41144 .691 322 .490
Pair 4 Informasi dan Komunikasi – Pengawasan
.03189 .44982 1.272 322 .204
Internal Pair 5
Pemantauan – Pengawasan Internal
-.02410 .37741 -1.146 322 .253
53
Tabel 35 di atas menunjukkan hasil uji Paired Sample T-Test antara masing-
masing variabel dengan penguatan Pengawasan Internal. Kedua variabel dinyatakan
berbeda secara statistik jika nilai signifikansi yang berada pada kolom paling kanan
memiliki nilai di bawah 0,05. Dari lima pengujian yang dilakukan, hanya variabel Penilaian
Risiko (Risk Assessment) yang berbeda secara statistik di mana nilai signifikansi yang
diperoleh adalah sebesar 0,009. Sementara variabel lainnya memiliki nilai signifikansi
yang lebih besar dari 0,05 sehingga dinyatakan tidak signifikan secara statistik, atau
dengan kata lain tidak berbeda nyata.
Penilaian Risiko yang memiliki nilai tidak signifikan merefleksikan rendahnya
pertimbangkan risiko atas (1) perubahan kebutuhan atau harapan lembaga dan
masyarakat terhadap kinerja Kemdikbud; (2) adanya peraturan perundang-undangan
baru; (3) perubahan anggaran; (4) kemungkinan terjadinya bencana atau tindakan
destruktif terhadap kegiatan; (5) pelaksanaan kegiatan di suatu area geografis baru; (6)
timbulnya resistensi masyarakat, wanprestasi rekanan, atau perubahan kondisi usaha,
politik, dan ekonomi; dan (7) interaksi dengan instansi lainnya.
Risiko yang belum sepenuhnya dipertimbangkan termasuk di antaranya (1) risiko
yang timbul dari perancangan ulang proses atau kegiatan serupa yang telah dilaksanakan
dan dibiayai tahun sebelumnya; (2) risiko yang timbul dari gangguan pemrosesan sistem
informasi; (3) risiko yang timbul dari pelaksanaan
program yang didesentralisasi; (4) risiko yang terjadi terhadap perubahan besar dalam
tanggung jawab pimpinan; (5) risiko yang timbul dari kegagalan pencapaian misi, tujuan,
dan sasaran atau keterbatasan anggaran; dan (6) risiko yang timbul dari pembiayaan
yang tidak memadai, pelanggaran penggunaan dana, atau ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan.
D. Temuan Itjen Kemendikbudristek Terkini
Untuk menguji kesahihan hasil interpretasi penelitian apakah masih berlaku
hingga saat ini, maka penulis melakukan analisis terhadap temuan-temuan Audit Kinerja
oleh Inspektorat IV Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek berdasarkan hasil kompilasi
temuan di 10 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) periode Oktober 2020. Dari Laporan Hasil
Audit (LHA) diperoleh data bahwa terdapat 115 temuan senilai Rp2,179.045.449,00 (dua
milyar seratus tujuh puluh sembilan juta empat puluh lima ribu empat ratus empat puluh
sembilan rupiah) yang terkait aspek tugas dan fungsi (20 temuan), aspek keuangan (34
temuan), aspek sarana/prasarana (31 temuan), dan aspek SDM (30 temuan). Hal
tersebut disebabkan lemahnya system pengendalian intern. Akibatnya pelaksanaan tugas
tidak optimal dan terdapat kerugian negara, serta dampak selanjutnya adalah
pembebanan kepada keuangan negara untuk menindaklanjuti temuan pengawasan
tersebut berupa pengeluaran biaya operasional monitoring penyelesaian tindak lanjut
hasil pengawasan.
Adapun berdasarkan Laporan Rapat Koordinasi Pengawasan (Rakorwas)
Inspektorat IV bulan Desember 2020, diinformasikan bahwa terdapat temuan yang terjadi
di PTN dan hal tersebut menjadi tanggung jawab tidak hanya PTN yang diaudit namun
54
juga menjadi bagian tanggung jawab masing-masing eselon II di lingkungan Ditjen Dikti
dengan uraian sebagai berikut.
1. Terdapat rasio dosen tetap dengan mahasiswa untuk kelompok bidang ilmu sosial dan
eksakta yang tidak sesuai ketentuan, program studi tertentu jumlahnya melebihi
kapasitas daya tampung, dan maraknya pembukaan prodi baru yang dapat berdampak
pada jumlah mahasiswa pada prodi lainnya serta kecukupan atau ketersedian tenaga
pengajar dan fasilitas lainnya. Sementara itu, pembukaan prodi baru di PTS
memerlukan proses birokrasi melalui LLDikti. Oleh karena itu, Ditjen Dikti perlu
mengkaji ketepatan pembukaan prodi baru disesuaikan dengan kebutuhan dan
keseimbangan serta ketersediaan sumber daya yang ada.
2. Di beberapa PTN ditemukan dosen yang tidak memenuhi kualifikasi (masih
berpendidikan S1), tidak melaksanakan Tridharma PT sepenuhnya, lebih dari 5 tahun
belum naik pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi dari jabatan fungsional asisten ahli
ke lektor dan jabatan fungsional lektor ke lektor kepala. Direkomendasikan kepada
Ditjen Dikti agar melakukan pembenahan sumber daya di lingkungan PTN melalui
perencanaan SDM yang terintegrasi agar tidak terjadi kesenjangan yang tajam dalam
hal kualitas sumber daya antar perguruan tinggi negeri.
3. Di beberapa PTN terdapat rasio dosen tetap dengan mahasiswa untuk kelompok
bidang ilmu sosial dan eksakta yang tidak sesuai ketentuan, program studi tertentu
jumlahnya melebihi kapasitas daya tampung, dan maraknya pembukaan prodi baru
yang dapat berdampak pada jumlah mahasiswa pada prodi lainnya serta kecukupan
atau ketersedian tenaga pengajar dan fasilitas lainnya. Sementara itu, pembukaan
prodi baru memerlukan proses birokrasi melalui LLDikti. Oleh karena itu, Ditjen Dikti
perlu mengkaji ketepatan pembukaan prodi baru disesuaikan dengan kebutuhan dan
keseimbangan serta ketersediaan sumber daya yang ada.
4. Masih ditemukan dosen yang tidak memenuhi kualifikasi (berpendidikan S1), tidak
melaksanakan Tridharma PT sepenuhnya, lebih dari 5 tahun belum naik
pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi dari jabatan fungsional asisten ahli ke lektor dan
jabatan fungsional lektor ke lektor kepala. Dalam hal ini, direkomendasikan kepada
Ditjen Dikti agar melakukan pembenahan sumber daya di lingkungan PTN melalui
perencanaan SDM yang terintegrasi agar tidak terjadi kesenjangan yang tajam dalam
hal kualitas sumber daya antar perguruan tinggi negeri.
5. Terdapat Beban Kerja Dosen (BKD) tidak sesuai ketentuan, tidak mengisi lembar kerja
dosen (LKD), dosen belum memiliki sertifikasi dosen (serdos) yang berimplikasi pada
kelebihan pembayaran tunjangan profesi, kelebihan jumlah hasil penelitian yang harus
direviu dan tidak sesuai SBM, sehingga mengakibatkan penyetoran ke kas negara,
dan masalah dosen tidak melaksanakan tugas sebagai dosen. Oleh karena itu,
direkomendasikan kepada Ditjen Dikti untuk melakukan penertiban dan pendisiplinan
melalui pengendalian terhadap kinerja PTN secara menyeluruh termasuk sumber daya
manusianya.
6. Terdapat dosen yang sudah selesai melaksanakan tugas belajar dan izin belajar
namun tidak dapat diproses pengaktifannya kembali sebagai dosen karena
permasalahan pelanggaran administrasi, antara lain masalah paspor/visa, akreditasi
prodi/jurusan/fakultas/universitas yang tidak terdata/tidak diakui, pindah universitas,
dan masalah linearitas. Di lain pihak, ada pula peserta tugas belajar/izin belajar yang
tidak selesai (DO) namun belum dilakukan pemeriksaan dan belum dikenakan
tindakan, sehingga belum bisa diaktifkan/diberhentikan. Hal ini disebabkan lemahnya
pengendalian dan tidak adanya pemantuan/evaluasi selama proses pelaksanaan
tugas/izin belajar sedang berjalan, tidak ada peringatan bertahap, namun ybs dipenalti
setelah pulang dari tugas/izin belajar dan yang bersangkutan tidak mungkin dapat
55
melengkapi administrasi yang telah lewat atau kuliah kembali di tempat baru yang
terakreditasi atau agar linier dengan latar belakang pendidikan sebelumnya. Dalam hal
ini, direkomendasikan kepada Ditjen Dikti untuk mengambil langkah penyelesaian
bersama dengan Biro SDM Setjen Kemendikbud agar tidak mengambang atau
menggantung, dan sumber daya sebagai aset yang ada dapat dimanfaatkan secara
optimal.
7. Dalam hal Sumber Daya Anggaran, setiap kali pemeriksaan senantiasa terdapat
temuan tentang penggunaan anggaran BOPTN/BPPTNBH yang tidak sesuai
ketentuan, antara lain alokasi anggaran tidak sesuai peruntukannya, kelebihan
pembayaran honorarium, perjalanan dinas, kekurangan volume pekerjaan, dan
kemahalan harga. Biaya pembangunan fisik, rehab, pemeliharaan, kebersihan,
pengadaan peralatan/barang habis pakai/ATK kurang efisien dan efektif serta hasil
pengadaan/BMN tidak diadministrasikan dengan tertib. Oleh sebab itu,
direkomendasikan kepada Ditjen Dikti dan Setjen Kemendikbud agar lebih cermat
dalam mengalokasikan BOPTN/BPPTNBH dan mereviu seluruh program kegiatan
secara saksama agar tercapai efektivitas dan efisiensi keuangan negara.
8. Dalam hal kebijakan penganggaran, besarnya BOPTN/BPPTNBH masih belum
memenuhi kebutuhan yang diharapkan oleh masing-masing PTN. Namun bagi PTN,
terlebih PTN BLU dan PTNBH mempunyai sumber-sumber lain, termasuk dari dana
masyarakat. BOPTN/BPPTNBH sebagai pendukung operasional PTN belum
terintegrasi sepenuhnya dengan sumber-sumber pembiayaan lainnya dan berpotensi
duplikasi yang berakibat tidak tercapainya efektivitas dan efisiensi pengelolaan PTN.
Dengan demikian, direkomendasikan kepada Ditjen Dikti untuk melakukan
perencanaan yang komprehensif dan integratif melalui reviu dan evaluasi atas Laporan
Kinerja, Laporan Keuangan, Laporan KAP, Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, BPKP,
Itjen Kemendikbud.
Dari berbagai permasalahan tersebut di atas dapat dianalisis bahwa telah terjadi
kelemahan dalam sistem pengendalian intern, tidak hanya di lingkungan perguruan tinggi
yang diaudit, namun juga kelemahan sistem pengendalian intern di lingkungan Direktorat
Jenderal Pendididkan Tinggi sebagai pembina teknis dan administratif bagi organisasi
PTN dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti). Kelehaman sistem pengendalian
intern tersebut terjadi di setiap unsur, yakni lingkungan pengendalian, penaksiran risiko,
aktivitas pengendalian, informasi/komunikasi, dan pemantauan. Masalah pengendalian
tersebut mempunyai pengaruh terhadap pengawasan, selain pengeluaran anggaran juga
menjadi beban bagi Satuan Pengawasan Intern (SPI) di masing-masing PTN untuk
menindaklanjuti rekomendasi hasil audit.
56
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Hasil penelitian yang berkaitan dengan persoalan faktual pendidikan dengan
permasalahan konseptual pengawasan internal dalam konteks sistem pengendalian
internal dapat menjawab pertanyaan penelitian atas fungsi dan relasi kausalitas faktor-
faktor yang mempengaruhinya yang diformulasikan dalam bentuk tiga pertanyaan
peneltian yang meliputi (1) besaran pengaruh sistem pengendalian internal terhadap
pengawasan internal; (2) perbedaan penerapan sistem pengendalian internal pada
pengawasan internal; dan (3) elemen lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas
pengendalian, informasi/komunikasi, dan pemantauan mempunyai dampak pada
pengawasan internal sebagai berikut.
1. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern
a. Sistem pengendalian internal (internal control sistem) mempunyai peran yang
signifikan dalam penciptaan area perubahan (area of improvement) melalui
penguatan pengawasan internal (internal audit). Hal ini kongruen dengan postulat
bahwa sistem pengendalian internal merupakan proses yang dirancang untuk
memastikan adanya upaya pencapaian tujuan organisasi yang konsekuensinya
bahwa segenap personel di dalam organisasi mempunyai tanggung jawab dalam
penerapannya. (Sawyer, 2003). Pengendalian sebagai suatu proses yang
berkembang dan pendekatannya pun bergeser dari hard control, yakni
pengendalian yang menekankan pada prosedur dan kegiatan, ke arah soft control,
pengendalian yang lebih menitikberatkan pada faktor manusia sebagai pembentuk
lingkungan pengendalian (Moeller, 1998).
b. Tiap elemen pengendalian memiliki eksistensi yang tidak setara dan pengabaian
atas unsur yang berkaitan dengan risiko pengendalian (risk assessment)
mempunyai dampak yang signifikan pada keberlanjutan kompetensi inti (core
competence) yang pada gilirannya akan melemahkan pengawasan (audit) dalam
hal mendefinisikan masalah kunci dan kondisi yang perlu dilaporkan (reportable
conditions), memvalidasi bukti yang diuji (testimonial evidence), melakukan
penilaian akhir, dan mengidentifikasi tindakan korektif (Simmons, 1997; Namee &
Selim, 1998; Kinney, 2000; Jorion 2005). Dengan demikian, simpulan atas hasil
penelitian ini terdiri dari tiga kategori sebagai berikut.
c. Hubungan yang signifikan antara sistem pengendalian internal (internal control
system) dengan pengawasan internal (internal audit) sebagai aktivitas penilaian
atas kegiatan operasional, pengamanan aset, pelaporan keuangan, dan ketaatan
terhadap peraturan (Vinten, 1991; Sawyer, 2003, Moeller, 2007) terletak pada
lingkungan pengendalian sebagai unsur yang dominan namun mempunyai
pengaruh terkecil akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam kegagalan
efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian internal lainnya (Arens 2007).
d. Suatu pengendalian internal dapat berjalan efektif manakala semua pihak dalam
organisasi mulai dari tingkat tertinggi hingga terendah melaksanakan tugas dan
fungsinya sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya. Meskipun
organisasi memiliki sistem pengendalian internal yang memadai, pengendalian
tersebut tidak akan dapat mencapai tujuannya jika staf atau bahkan seorang
pimpinan mengabaikan pengendalian. Pengabaian tersebut karena adanya
57
kepentingan di luar kepentingan organisasi. Akan terjadi management override,
yaitu jika manajemen yang justru melanggar peraturan dan prosedur yang
dibuatnya, maka dapat dipastikan bahwa sistem tersebut akan gagal.
e. Adanya persekongkolan (collusion) merupakan salah satu ancaman yang efektif
terhadap pengendalian. Meskipun pemisahan fungsi telah dilakukan, tetapi jika
manusianya melakukan kolusi untuk kepentingan pribadi atau kepentingan tertentu
selain kepentingan organisasi, maka pengendalian sebaik apapun tidak akan dapat
mendeteksi atau mencegah terjadinya suatu tindakan yang merugikan organisasi.
Jika terjadi kolusi akan sulit ditemukan penyimpangan walaupun ada kegiatan
monitoring, karena informasi berubah, fakta tersembunyikan, dan komunikasi tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Berbagai keterbatasan itulah yang menjadi
tantangan internal control system.
2. Implementasi Sistem Pengendalian Intern
a. Pengendalian internal yang merupakan kebijakan, prosedur, proses, dan struktur
organisasi untuk memastikan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai dan
kejadian yang tidak dikehendaki dapat dicegah, diketahui dan dikoreksi (Simmons,
1997) dapat tercipta melalui penegakan kode etik, secara kontinu melakukan
supervisi pelaksanaan pengendalian internal, dan melakukan modifikasi jika
diperlukan (Konrath, 1999). Sistem pengendalian (control system) sebagai sikap
dan tindakan manajemen dalam mengendalikan organisasi perlu edukasi atas
pengendalian internal yang lebih baik guna menghindari terjadinya peristiwa
negatif atau merugikan (Moeller, 2007).
b. Akuntabilitas kinerja organisasi banyak ditentukan oleh keandalan sistem
pengendaliannya (control system). Dalam menjalankan organisasi dibutuhkan
kepemimpinan yang kuat (strong leadership), visi organisasi yang memampukan
manajemen melaksanakan strategi untuk mencapai tujuan organisasi yang
berdampak pada keberlanjutan kompetensi inti (core competence) sehingga
memiliki keunggulan kompetetitif yang lebih kuat (stronger competitive
advantages). Kurangnya perhatian terhadap pengendalian (control) akan
melemahkan pengawasan (audit) dalam hal mendefinisikan masalah kunci dan
kondisi yang perlu dilaporkan (reportable conditions), memvalidasi bukti yang diuji
(testimonial evidence), melakukan penilaian akhir, dan mengidentifikasi tindakan
korektif (Simmons, 1997, Root, 1998).
c. Terdapat perbedaan yang nyata dalam implementasi sistem pengendalian internal
(internal control system) dan pengawasan internal (internal audit) hasilnya terbukti
dan unsur penilaian risiko penerapannya terendah dapat membawa organisasi ke
dalam situasi yang penuh dengan ketidakpastian (Gleick, 1997). Pengendalian
internal yang efektif berhubungan dengan strategi audit yang efektif dan efisien
(Kelly, 1993). Sistem Pengendalian Internal (Internal Control System) yang
diformulasikan oleh COSO (1992) menurut Sawyer (2003) secara konseptual
merupakan faktor penting dalam keberhasilan pengawasan internal (internal audit)
dalam memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) tentang
efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan
(compliance) terhadap regulasi (Reader, 1994; Arens, 2000).
58
3. Eksistensi pada Pengawasan Intern
a. Pengendalian internal (internal control) sebagai variabel yang mempengaruhi
keberlangsungan pengawasan internal (internal audit). Ekspektasi manajemen agar
pengawasan internal tidak mengganggu organisasi dalam pengertian tidak perlu
menghasilkan temuan yang signifikan, merupakan arah yang tidak koheren dalam
menafsirkan relasi kausalitas dan dapat menimbulkan penilaian yang kontradiktif
terhadap pernyataan maupun prediksi atas keberhasilan atau ketidakberhasilan
pelaksanaan tata kelola pendidikan.
b. Unsur Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Aktivitas Pengendalian,
Informasi/ Komunikasi, dan Pemantauan mempunyai kontribusi yang tidak setara
membuktikan bahwa pengabaian atas Risiko mempunyai mengindikasikan
kurangnya perhatian terhadap pengawasan internal. Perhatian pengawas internal
terhadap penyimpangan yang kecil lebih disebabkan oleh pemahaman bahwa
penyimpangan-penyimpangan kecil bisa menjadi besar sehingga dapat
menggoyahkan pilar-pilar organisasi (Sawyer, 2003). Pengawasan internal (internal
audit) telah berkembang dari sekadar profesi yang memfokuskan pada masalah
teknis akuntansi ke arah pemberian jasa bernilai tambah (add value) bagi
manajemen, yang mencakup pemeriksaan dan penilaian atas pengendalian
(kontrol), kinerja, risiko, dan tata kelola (governance) organisasi.
c. Eksistensi tiap unsur pengendalian internal ditunjukkan dengan adanya perbedaan
dalam penerapannya atau dengan kata lain, keberadaan tiap elemen pengendalian
tidak setara. Berdasarkan pertimbangan cost versus benefit, sistem pengendalian
internal tepat dilaksanakan jika manfaatnya lebih besar dari biaya penerapannya.
Keterbatasan kemampuan dapat mempengaruhi sistem pengendalian internal.
Pimpinan perlu memonitor lingkungan internal dan eksternal guna mengidentifikasi
perubahan risiko dan mengantisipasi perbaikan yang diperlukan dan menentukan
penyebab serta pengaruhnya terhadap tujuan organisasi pada setiap kegiatan di
seluruh tingkatan dan terintegrasi melalui pemantauan berkelanjutan dan tindak
lanjut rekomendasi hasil pengawasan.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoretik
Penelitian tentang pengaruh sistem pengendalian internal terhadap pengawasan
internal dalam perspektif ilmiah dan penerapannya di organisasi, khususnya di
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mempunyai implikasi secara
teoretik, regulasi, dan kebijakan. Konsep internal control system sebagai suatu design
sistem, betapapun canggihnya, selain memiliki berbagai kelebihan, tentunya memiliki
persyaratan yang harus dipenuhinya. Keterbatasan internal control system adalah bahwa
sistem tersebut tidak bisa memberikan jaminan absolut, sehingga semua akan berjalan
lancar dan tujuan organisasi tercapai secara maksimal, karena internal control dilakukan
di berbagai level, unit organisasi dengan berbagai tujuan yang berbeda. Oleh karena itu,
diperlukan analisis terhadap sistem pengendalian internal ditinjau dari berbagai teori yang
mendasarinya.
59
2. Implikasi Kebijakan
Internal Control System diterapkan secara luas di berbagai negara dan diadopsi
oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) yang diberlakukan di segenap
kementerian/lembaga (K/L). Perlakuan yang tidak setara atas prasarat sistem
pengendalian internal terutama penilaian risiko, mengindikasikan perlunya unit
manajemen risiko yang melaksanakan Enterprise Risk Management (ERM) yang dapat
melakukan mitigasi risiko di setiap unit kerja. Di lain pihak, Inspektorat Jenderal perlu
menerapkan audit berbasis risiko (risk based audit) sehingga organisasi Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi memproleh keyakinan bahwa risiko yang
dihadapi telah dipahami dan dikelola dengan layak dalam konnteks perubahan dinamis.
Penerbitan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang pembentukan
satuan tugas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) perlu dievaluasi berbagai
aktivitasnya yang mencakup penyelenggaraan kegiatan yang berkaitan dengan
lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi/komunikasi,
dan pemantauan. Perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring atas tiap kegiatan perlu
ditetapkan indikator dan pencapaiannya serta dievaluasi secara berkelanjutan. Komitmen
pimpinan perlu diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang konsisten, sehingga tercipta
lingkungan pengendalian yang kondusif guna peningkatan kinerja organisasi.
C. Rekomendasi Penelitian Lanjutan
Untuk penelitian tentang Sistem Pengendalian Internal selanjutnya
direkomendasikan agar dilaksanakan dengan cakupan yang lebih luas yang melibatkan
obyek penelitian di setiap jenjang organisasi, antara lain pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar dan menengah, pendidikan vokasi, dan pendidikan tinggi. Di samping
itu, perlu pula dilakukan penelitian terhadap aspek yang sama dengan menggunakan
pendekatan atau paradigma penelitian yang berbeda guna memperoleh keyakinan
tentang keandalan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Demikian pula penelitian lanjutan
terhadap lingkup yang lebih spesifik, lebih terbatas atau khusus pada unit-unit kerja di
lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi akan lebih
bermakna dalam upaya menidaklanajuti hasil penelitian ini.
Adalah merupakan anggapan umum yang meluas, bahwa untuk mengatasi
persoalan di Indonesia, hanya ada dua solusi, yaitu pembentukan organisasi baru atau
penerbitan peraturan baru, atau kedua-duanya. Sebuah sistem terdiri dari unsur-unsur
yang berinteraksi untuk menghasilkan output yang bermanfaat bagi lingkungan sistem
tersebut. Organisasi Kemendikbud yang kini menjadi Kemendikbudristek perlu dievaluasi
atas eksistensi berbagai unit kerja yang ada di dalamnya dengan mempertimbangkan
efektivitas dan efisiensinya. Pengalaman menunjukkan bahwa selama ini kelemahan
aparat pengawasan internal pemerintah terletak pada koordinasi, baik antar aparat
pengawasan internal maupun antara pengawasan internal dengan eksternal, sehingga
terjadi redundancy yang mengakibatkan pengawasan menjadi kontraproduktif.
60
REFERENSI:
Anshari, Shahid L. (1977). An integrated approach to control system design. Accounting, Organisation and Society, 2 (2). Arens, Alvin A. et al. (2005). Auditing and Assurance Service: An Integrated Approach, (10th ed). New Jersey: Prentice Hall, Inc. Birkett, W.P et.al. (1999). Competency framework for internal auditing (CFIA), Altamonte Springs, FL: Institute of Internal Auditors Research Foundation. Brink, V.Z. & Witt, H.N. (1982). Modern Internal Auditing, New York: John Wiley & Sons, Inc. Chapman, C. & Anderson, U. (2002). Implementing the professional practice framework, Altamonte Springs, FL: The Institute of Internal Auditors (IIA). COSO. (1992). Internal Control-Integrated Framework, Committee of Sponsoring Organisations of the Treadway Commission, New York: Coopers and Lybrand. COSO. (1994). Addendum to Reporting to External Parties, Internal Control – Integrated Framework. Committee of Sponsoring Organisations of the Treadway Commission. Crawford, M. & Stein, W. (2002). Auditing risk management: Fine in theory but who can do it in paractice?, International Journal of Auditing, 6(2)119-131. Creswell, John W. (1994). Research design: Quantitative and qualitative approaches. Sage Publications, inc. Creswell, J.W. ed. (2001). The paradigm dialog. California: Sage Publication, Inc. Cristina, B.A. & Cristina, P. (2011). Measuring and assessment of internal audit’s effectiveness, Romania: Babes-Bolyai University, 784-790. Dance, F.E.X. (1970). The concept of communication in organization. Journal of Communication, 20(2), 201-210. DeLoach, J.W. (2000). Enterprise-wide risk management: strategies for linking risk and opportunity. London, UK: Financial Times. Dickinson, A. (2010). Interfacing risk management and internal audit: conflicting or complementary? Journal of Chartered Secretaries, Australia: Sydney, 6(7), 1-7. Doyle, J., W. Ge and S. Mc Vay (2007). Determinants of weaknesses in internal control over financial reporting. Journal of Accounting and Economics, 44 (1-2): 193-223. Flamholtz, Eric G. (1983). Accounting, budgeting, and control system in their organizational context: Theoretical and empirical perspectives. Accountung, Organizations, and Society, 8(2), 153-169. Flesher, D.L. (1996). Internal Auditing: Standards and Practices, Altamonte, Springs, FL: The Institute of Internal Auditors (IIA). General Accouning Office-GAO. (1990). Assessing internal controls in performance audits. Washington, DC. Gleim, I.N. (2004). Certified Internal Auditor Review, Part I: Internal audit’s role in governance, risk, and control, 11th ed. Florida: Gleim Publications, Inc., 90-94. Griffin, Douglas. (2002). The emergence of leadership: Linking self-organization and ethics. New York: Routledge. Gross, Gerhard & Bohm, Wolfgang P. (2012). Exposured Draft “Internal Control- Integrated Framework, Institut der Wirtschaftsprufer, 1-21. Guidance on Control (1995). Canadian Institute of Chartered Accountants. Canada. Hamel, Gary and C.K. Prahalad. (1994). competing for the future: Breakthrough strategies for seizing control. Cambridge, MA: Harvard Business School Press. Hanna, Blake, Mark Smith, & Craig Mindrum. (March, 2003). Managaing Operational Risk, Canadian Underwriter. Harahap, Sofyan Safri (2001). Sistem pengawasan manajemen (management control system). Jakarta: Pustaka Quantum.
61
Holm, C. & Laursen, P.B. (2007). Risk and control developments in corporate governance: changing inn the role of external auditor? Corporate Governance: An International Review, 15(2), 322-333. Ionescu, L. (2008). Evaluating internal control deficiencies. Spiru Haret University. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pengawasan Melekat. Internal Control: Guidance for Directors on the Combined Code (1999), Institute of Chartered Accountants in England and Wales, UK. Ittonen, K. (2010). A theoretical examination of the role of auditing and the relevance of audits reports. Prroceeding of the University of Vassa. Jorion, Phillippe, 2005. Financial risk: Manager handbook, John Wiley & Sons Inc. Joseph F. Hair Jr.,et. al. (1998). Multivariate data analysis, New Jersey: Prentice-Hall. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 83/Menpan/1994 tentang Petunjuk Pengawasan Melekat. Konrath, Larry F. (1996). Auditing: Concepts and applications, a risk analysis approach. (3rd ed.), Minnesota: West Publishing Company. Kuhn, Thomas S. (1970). The structure of scientific revolution, 2nd ed. Chicago: Univerity of Chicago Press. Lawrence, Paul R. & Jay W. Lorsch. (1979). Organization and Environment: Managing Differentiation and Integration, 7th ed. Massachusetts: Harvard University. Lorange, P., Morton, M.F.S. & Ghoshal, S. (1986). Strategic Control Systems. West, Minnesota. Maciariello, Joseph A. (1984). Management control system. Engelwood Cliffs: New Jersey: Prentice Hall. Marchetti, Anne M. (2005). Beyond Sarbanes-Oxley compliance – effective enterprise risk management. John Wiley & Sons, Inc. McNamee, D. & Selim, G.M. (1998). Risk management: Changing in the internal auditor’s paradigm. Altamonte, Springs, FL: The Institute of Internal Auditors Researcch Foundation. Mei Feng, Chan Li, & Sarah McVay. (2009, September). Internal control and management guidance. Journal of Accounting and Economics. Merchant, K.A. (1985). Control in business organizations. Boston: Pittman. Meuwissen, R. et. al. (2003). The influence of auditor independence regulation on earning quality: An empirical analysis of firms cross-listed in the US. Universiteit Maastricht. Mockler, Robert J. (1984). The management control process. New Jersey: Engelwood Cliffs, Prentice Hall. Moeller, Robert & N. Witt, Herbert (1999). Brink’s modern internal auditing, 5th ed, John Wiley & Sons, Inc. Moeller, Robert R. (2007). COSO Enterprise risk management: Understanding the new integrated ERM framework, John Wiley & Sons, Inc. Neuman, W.L. (2006). Social research methods: Qualitative and quantitative approaches. 6th ed. Boston: Pearson Education, Inc. Newman, W.H. (1975). Constructive control, New Jersey: Prentice-Hall. Otley, David T. (1983). Concept of control: The contribution of cybernetics and system theory of management control. In Lowe, Tony & Machin, John L.J., New perspective in management control. Houndmills, MacMillan Press. Parker, L.D. (1984). Control in organizational life: The contribution of Mary Parker Follet. Academy of Management Review, 9(4), 739-745. Parker, L.D. & Lewis, N. (1995). Classical management control in contemporary management and accounting: The persistence of Taylor and Fayol’s world. Accounting, Business, and Financial History, 5(2), 211-235.
62
Pathak, Jagdish. (2005). Risk management, internal controls, and organizational vulnerabilities. Managerial Auditing Journal. 20, 6. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127). Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/04/M.PAN/03/ 2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/ 2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2009 tentang Satuan Pengawasan Intern (SPI) di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 47 Tahun 2011 tentang Satuan Pengawasan Intern (SPI) di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Perry, William E. & Keagle W. Davis (1993). Handbook for internal auditors. 1 & II. Petrovits, Cristine, Chaterine Shakespeare, and Aimee Shih. (2009). The cause and consequenses of internal control Problems in nonprofit organizations. New York University Stern School of Business. Pickett, K. H. Spencer. (2005). The essential handbook of internal auditing. West Sussex, England: John Wiley & Sons. Rittenberg, L.E. (2009). Guidance on monitoring internal control system. The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), 1-4. Sawyer, B.L. (2003) Sawyer’s internal auditing: The practice of modern internal auditing. The Institute of Internal Auditors, 5th ed., Altamore Springs, Florida. Schwartz, Jay D. and Daniel E. Rivera. (January, 2010). A process control approach to tactical inventory management in production-inventory systems. Interntional Journal of Production Economics. Sekaran, Uma (2003). Research method for business: A skill building approach, 4th ed. New York: John Wiley & Sons Inc. Sharma, S. & Dhillon, G. (2009). Information system risk analysis: A chaos theoretic perspective. Issues in Information Systems, 10(2), 552-560. Shon, John J. & Renee Weiss. (2007). “SOX 404 Effective Internal Control Systems and Executive Compensation.” Journal of Applied Business and Economics. Simmons, Mark R. (1997). COSO-based auditing. Internal Auditor, 54(6), 69-73. Simons, Robert (1995). Levels of control: How managers use innovative control systems to drive strategic renewal. Massachussetts: Boston, Harvard Business School. Skinner, D. & Spira, L.F. (2003). Trust and control – a symbiotic relationnship?, Corporate Governance, 3(4), 28-35. Spira, L.F. & Page, M. (2003). Risk management: the reinvention of internal control and the changing role of internal audit. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 16(4), 640-661. Stoner, James A.F., Freeman, Edward R. & Gilbert, Daniel R., Jr. (1995). Management. Engelwood Cliffs: New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Tashakkori, A & Teddie, C. (2003). Handbook of mixed methods in social & behavioral research. Calfornia: Sage Publications, Inc. The Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission. (1992). Internal Control – Integrated Framework. Jersey City, NJ: COSO. The Instiitute of Internal Auditors (1992). Internal Control-Integrated Framework, Excecutive-Summary. http://www.coco.org/publication/Excecutive_Summary,Integrated.framework.ht m The Institute of Internal Auditors (2003). Control are everybody business, Tone at the top, http://www.theiia.org The Institute of Internal Auditors (2003). “COSO back in limelight, good practice for organisation, critical for SEC regristrant ”, http://www.theiia.org
63
The Institute of Internal Auditors (2009). Internal audit capability model (IA-CM) for the Public Sector, The IIA Research Foundation. Tunggal, Amin Widjaja, (2014). Mengenal audit internal kontemporer, Jakarta: Harvarindo. Walton, R. E. (1985). From control to commitment in the workplace. Harvard Business Review, March-April, 73-84. Wijanto, Setyo Hari. (2008). Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.8. Yogyakarta: Graha Ilmu.
64
JATI DIRI
MARALUS PANGGABEAN (nama lengkap dalam akte kelahiran MARALUS
PARLUHUTAN PANGGABEAN) dilahirkan di Ponorogo, Jawa Timur pada tanggal 21
Januari 1959, anak kedua dari sembilan bersaudara, dari seorang ibu bernama Suparmi,
berasal dari desa Demangan, Ponorogo, Jawa Timur, dan seorang ayah bernama
Hasoloan Panggabean, dari Aekimbo, Tapanuli Utara. Kedua orangtua menetap di
Ponorogo hingga ayah dipanggil-Nya (2010).
Peneliti sejak lahir hingga tamat SMA di kota tersebut. Tamat dari SD Negeri Sultan
Agung Ponorogo (1971). Lulus SMP Negeri I Ponorogo (1974). Lulus SMA Negeri I
Ponorogo (Jurusan IPA) 1977. Tahun 1978 merantau ke Jakarta, tidak langsung kuliah
tapi bekerja dan mengajar pada sebuah lembaga kursus. Tahun 1979 mengikuti seleksi
penerimaan mahasiswa baru dan diterima di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra (kini
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) Universitas Indonesia. Lulus 1986 dari Jurusan
Sejarah FS-UI (FIB-UI) dan memperoleh gelar Sarjana Sastra (SS). Pada tahun 1987
mendaftar dan diterima bekerja di Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dan bekerja di kantor tersebut hingga sekarang.
Setelah bekerja selama tiga tahun, pada tahun 1990 memperoleh tawaran beasiswa dari
Ausaid, OTO-Bappenas, dan Proyek Manajemen Terpadu Setjen Depdikbud yang
disponsori Bank Dunia XVII. Hasil seleksi dari ketiganya lulus semua dan peneliti memilih
beasiswa dari Setjen karena langsung berangkat ke Amerika Serikat dan melanjutkan
studi pada School of Education and Social Policy, Northwestern University di
Evanston/Chicago, USA dan tamat pada tahun 1992 dengan memperoleh gelar Master
of Science in Education and Social Policy (MSc) dengan konsentrasi Corporate Training
and Development (CT&D).
Sekembalinya studi dari Amerika Serikat, diangkat sebagai Kepala Subbagian Pelaporan
Bagian Perencanaan (1992). Menikah dengan Dra. Onny Reyna Pangaribuan pada tahun
1994 dan dikaruniai seorang putra, Andreas M.H. Panggabean (1999), yang kini telah
lulus dari Jurusan Akuntansi FEB-UI (2021). Setelah Kembali bekerja di kantor,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai banyak proyek yang dibiayai oleh
negara donor. Inspektorat Jenderal kekurangan tenaga pemeriksa yang menguasai
bahasa Inggris yang dapat membaca naskah perjanjian (loan agreement) dan kontrak-
kontrak pengadaan barang/jasa. Oleh karena itu, peneliti diangkat sebagai Pemeriksa
Bidang Keuangan, Perlengkapan dan Pembangunan (1995).
Karena hanya berbekal S1 (Sejarah) dan S2 luar negeri (Pengembangan SDM) yang tidak
terkait dengan keuangan dan keproyekan, peneliti menempuh studi pada Program
Ekstension Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) 1996-2001 dan memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi (SE) dengan konsentrasi Manajemen Keuangan. Guna
memudahkan mempelajari dokumen kontrak dan perjanjian yang kuat nuansa hukumnya,
peneliti kuliah di Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI) dan
lulus 2010 dengan memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) dengan program kekhususan
Hukum tentang Kegiatan Ekonomi. Tahun 2014 memperoleh gelar Doktor dalam bidang
Ilmu Administrasi dari FISIP-UI.
Pada saat menjabat sebagai Kepala Bagian Perencanaan (2004-2007), peneliti merintis
capacity building di Itjen Kemdikbud bersama dengan Bappenas, BPK-RI, BPKP, Itjen
Kemkeu, Itjen Kemdagri, dan Setjen DPR dalam kegiatan State Audit Reform (STAR
Project) yang dibiayai Asian Development Bank (ADB). Kegiatan proyek tersebut
65
menghasilkan antara lain sebanyak 665 orang auditor dan pengawas dari 20 inspektorat
jenderal kementerian dan 50 inspektorat provinsi/kabupaten/kota menyelesaikan
pendidikan jenjang S1 dan S2 bidang Akuntansi Pemerintahan / Pengawasan Keuangan
Negara di 36 perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia. Sempat mengemban
jabatan sebagai Inspektur III yang membidangi Pendidikan Tinggi (2012-2015) dan
Insperktur II yang membidangi Pendidikan Dasar dan Menengah (2015-1018). Sejak akhir
tahun 2018 beralih ke jabatan fungsional Auditor Utama di Kemendikbudristek.