analisis pengaruh jalur pembiayaan terhadap...
TRANSCRIPT
1
ANALISIS PENGARUH JALUR PEMBIAYAAN TERHADAP INFLASI
DALAM SISTEM MONETER SYARIAH DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh:
ANNISA MAYA NADHILAH
NIM: 1113086000043
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
2
3
4
5
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Annisa Maya Nadhilah
2. Tempat & Tanggal Lahir : Tangerang, 23 Mei 1995
3. Agama : Islam
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Alamat : Jl. Pintu Air 3 No. 10 RT003 RW06
Parung Serab Ciledug Tangerang 15153
6. Nomor Telepon : 081212608081
7. Email : [email protected] /
B. PENDIDIKAN FORMAL
1. SDI Annajah Jakarta Selatan Tahun 2001-2007
2. MTs Annajah Jakarta Selatan Tahun 2007-2010
3. MA Sahid Bogor Tahun 2010-2013
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013-2017
C. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ekonomi Syariah Departemen
Olahraga Periode 2016-2017
2. Bendahara 2 Kuliah Kerja Nyata (KKN) Ekadasa Arka 054 di Desa
Cikopomayak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor 25 Juli- 25 Agustus
2016.
3. Anggota biasa kader HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Cabang Ciputat
Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis
v
4. Aktif dalam kepanitiaan beragam acara seperti OPAK DEMA FEB 2014
dan OPAK DEMA U 2015 dll.
D. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Diskusi interaktif ,“Muda Bicara APEC 2013 „APEC di Mata Anak
Muda‟” yang diselenggarakan oleh KOMPAS, 2013.
2. Seminar Kewirausahaan dengan tema, “Menciptakan Entrepreneur yang
Sip dan Berprinsip”, Pekan Koperasi. Koperasi Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta., 2013.
3. Seminar Internasional Ekonomi Islam Indonesia dengan tema, “Building
Strategic Alliance In Islamic Economic, Finance, and Business Policies”,
Gedung Dhanapala, Kompleks Kementerian Keuangan RI, 2015.
4. Company Visit to Dana Reksa Sekuritas, PT Dana Reksa Sekuritas, 2015.
5. Seminar Nasional Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia denga tema,
“Pembiayaan Properti dan Investasi Syariah Untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, Gedung Dhanapala, Kompleks
Kementerian Keuangan RI, 2016.
E. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Slamet
2. Tempat, Tanggal Lahir : Purwerejo, 05 Februari 1965
3. Ibu : Sumaryati
4. Tempat, Tanggal Lahir : Purwerejo, 19 Oktober 1968
vi
5. Alamat : Jl. Pintu Air 3 No. 10 RT003 RW06 Parung
Serab Ciledug Tangerang 15153
6. Anak ke dari : 1 dari 3 bersaudara.
vii
ABSTRACT
This study aimed to anylize the impact of financing channel towards inflasi
in sharia monetary system. This study used Vector Error Regression Model
(VECM), Causality Granger Test, Forecast Error Variance Decompossition
(FEVD), and Impulse Reponse Function (IRF) to analyze the impact of sharia
financing channel towards inflation. Using monthly data, the study covers the
period from Januari 2012 to December 2016. Variables used inflation rates, fee
SBIS, yield PUAS, total Depositor Funds, total financing.
The result of Causality Granger Test, IRF, and FEVD showed that sharia
monetary instrument is SBIS and PUAS through financing channel significantly
influence to inflation rates. But, there was different result in the other test.
Furthermore, total Depositor Funds, and total financing through financing
channel significantly influence to inflation rates.
Keywords: Sharia Monetary Transmission Mechanisme, Sharia Monetary
Instument, Sharia Financing
viii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jalur pembiayaan
terhadap inflasi dalam sistem moneter syariah di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan Vector Error Regression Model (VECM), uji kausalitas Granger,
Forecast Error Variance Decompossition (FEVD), dan Impulse Reponse
Function (IRF) untuk menguji pengaruh jalur pembiayaan moneter syariah
terhadap inflasi. Penelitian ini menggunakan data bulanan periode Januari 2012
hingga periode Desember 2016. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu tingkat inflasi, fee SBIS, Imbal Hasil PUAS, total DPK, total pembiayaan
yang diberikan oleh bank syariah.
Berdasarkan hasil Uji kausalitas Granger, IRF dan Forecast Error
Variance Decompositions, instrumen moneter syariah yaitu berupa tingkat SBIS
dan PUAS melalui jalur pembiayaan memberikan pengaruh secara signifikan
terhadap tingkat inflasi. Namun, terdapat hasil yang berbeda pada uji lainnya.
Selain itu, jumlah dana pihak ketiga bank syariah serta jumlah pembiayaan bank
syariah juga memberikan pengaruh terhadap tingkat inflasi.
Kata Kunci: Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah, Instrumen
Moneter Syariah, Pembiayaan bank syariah
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr, Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat,
rezeki, karunia, berkah, dan hidayahNya kepada penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Jalur Pembiayaan Terhadap Inflasi
dalam Sistem Moneter Syariah di Indonesia” dengan baik. Shalawat serta
salam tak lupa penulis hanturkan kepada nabi besar Muhammad SAW sebagai
panutan bagi kita semua.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini tentu dengan dukungan, bantuan, bimbingan,
semangat, dan do‟a dari orang-orang terbaik yang ada di sekeliling penulis selama
proses penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT yang telah menghendaki, menunjukan jalan dan memberi
pertolongan dari awal perkuliahan hingga akhirnya penulis dapat mengerjakan
tugas akhir ini. Terimakasih atas segala nikmatMu ya Allah.
2. Keluarga tercinta, terimakasih atas kasih sayang yang tulus tanpa pamrih.
Bapak Slamet dan Ibu Sumaryati yang dengan sabar mendoakan anak-anaknya,
dengan gigih bekerja untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Yusuf Fauzan dan
Salsabila Nadhifah, atas candaannya dan berantemnya menjadi hiburan bagi
penulis.
x
3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc. M.Si selaku dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semoga Fakultas Ekonomi semakin
baik lagi.
4. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Ali Rama SE., M.E selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan
kesabarannya selalu bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing,
memberikan pengarahan, ilmu yang sangat bermanfaat dan motivasi kepada
penulis selama penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas
kebaikannya dengan sebaik-baiknya balasan.
6. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
ilmu dan pembelajaran yang sangat berharga dan bermanfaat bagi penulis.
Serta jajaran karyawan dan staf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
melayani dan membantu penulis selama perkuliahan. Semoga ini dapat menjadi
ladang amal kebaikan untuk kita semua.
7. Ketua dan pegawai Perpustakaan Utama UIN, kalian telah memberi pelayanan
terbaik sehingga dapat memenuhi kebutuhan pustaka penulis.
8. Terima kasih banyak kepada Ilhamsyah, yang selalu sabar dan tenang dalam
membantu, mendampingi, mendengarkan curahan, memotivasi, dan
menghibur tiada henti selama pembuatan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabatku Aliyah Ahmad, Gita Oktavia, Irmawati, Isnaeni Octaviani,
Diyanah Nurmalasari, Nurulita Dewi, Nur Awaliyah, Putri Khikmatul, dan
xi
Riska Asri Agustina. Terimakasih kalian telah membantu dan menjadi panutan
bagi penulis selama 4 tahun ini. Kalian menginspirasi!
10. Teman-teman Ekonomi Syariah angkatan 2013 yang tidak bisa penulis
sebutkan satu-persatu, terimakasih atas semua perjuangan bersama selama
empat tahun, suka-duka, canda-tawa mewarnai kebersamaan dengan kalian.
11. Kelompok KKN Ekadasa Arka 054 yang telah bersama-sama memberikan
pengabdian langsung ke masyarakat selama sebulan. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan keberkahan kepada kita semua.
12. Penyedia layanan ojek online, para driver ojek online dan pihak-pihak lain
yang turut membantu dari awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah melimpahkan rahmatNya untuk kalian semua.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab
itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan, baik kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu‟alaikum Wr, Wb
Jakarta, 30 Mei 2017
Annisa Maya Nadhilah
xii
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... iv
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel .................................... 8
1. Kebijakan moneter ............................................................... 9
a. Operasi Pasar Terbuka ................................................... 9
b. Persyaratan Cadangan .................................................. 10
c. Tingkat Diskonto ......................................................... 10
2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ....................... 11
xiii
a. Jalur Suku Bunga ......................................................... 12
b. Jalur Nilai Tukar .......................................................... 13
c. Jalur Harga Aset .......................................................... 14
d. Jalur Kredit .................................................................. 14
e. Jalur Ekspektasi ........................................................... 16
3. Kebijakan Moneter Islam .................................................. 16
4. Transmisi Kebijakan Moneter Islam ................................. 19
5. Pembiayaan Syariah .......................................................... 20
6. Inflasi ................................................................................. 24
B. Keterkaitan Antar Variabel ...................................................... 27
C. Penelitian Terdahulu ................................................................ 29
D. Kerangka Pemikiran ................................................................ 33
E. Hipotesa Penelitian .................................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 38
B. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 38
1. Field Research .................................................................... 38
2. Library Research ................................................................ 39
3. Internet Research ............................................................... 39
C. Metode Analisis Data .............................................................. 39
1. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi ........................ 41
2. Penentuan Lag Optimal ..................................................... 42
3. Uji Stabilitas VAR ............................................................. 44
xiv
4. Uji Kointegrasi .................................................................. 44
5. Model dan Estimasi VAR .................................................. 45
6. Impulse Response Function (IRF) ..................................... 47
7. Variance Decomposition ................................................... 47
8. Granger Causality ............................................................. 48
D. Model Penelitian ...................................................................... 49
E. Operasional Data Penelitian .................................................... 50
1. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ......................... 50
2. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) .......................... 51
3. Dana Pihak Ketiga Syariah ................................................ 51
4. Pembiayaan ........................................................................ 51
5. Inflasi ................................................................................. 52
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ............................ 53
1. Perkembangan Inflasi ........................................................ 53
2. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah ............ 54
3. Perkembangan Pasar Uang Antarbank Syariah ................. 55
4. Perkembangan Jumlah Dana Pihak Ketiga ........................ 56
5. Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah ........................ 58
B. Analisis Uji Ekonometrik ........................................................ 59
1. Uji Stasioneritas / Unit Root Test ..................................... 59
2. Uji Lag Length Criteria ..................................................... 60
3. Uji Stabilitas VAR ............................................................. 61
xv
4. Uji Kointegrasi .................................................................. 62
5. Uji Kausalitas .................................................................... 63
6. Estimasi VECM ................................................................. 65
7. Impulse Response Function ............................................... 66
8. Variance Decomposition ................................................... 68
C. Analisis Penelitian ................................................................... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................ 73
B. Saran ....................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Data Penelitian ......................................................................... 79
B. Uji Stasioneritas Tingkat Level ................................................ 81
C. Uji Stasioneritas Tingkat First Difference ............................... 83
D. Uji Lag Length Criteria ............................................................ 85
E. Uji Stabilitas VAR ................................................................... 86
F. Uji Kointegrasi ......................................................................... 87
G. Uji Kausalitas Granger ............................................................. 88
H. Estimasi VECM ....................................................................... 89
I. Uji Impulse Response Function ............................................... 91
J. Uji Variance Decomposition .................................................... 92
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Data Instrumen Moneter Syariah, Sektor Perbankan Syariah, dan Inflasi ............. 4
Table 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu ...................... .................................................... 29
Table 3.1
Model Peneltian Analisis Pengaruh Jalur Pembiayaan Terhadap Inflasi Dalam
System Moneter Syariah di Indonesia ............. ................................................... 50
Table 3.2
Model VAR Penelitian Analisis Pengaruh Jalur Pembiayaan Terhadap Inflasi
Dalam Sistem Moneter Syariah di Indonesia ... ................................................... 50
Table 4.1
Hasil Uji Akar Unit .......................................... ................................................... 59
Table 4.2
Hasil Uji Lag Length Criteria .......................... ................................................... 60
Table 4.3
Uji Stabilitas VAR ........................................... ................................................... 62
Table 4.4
Hasil Uji Kointegrasi ........................................ ................................................... 63
xvii
Table 4.5
Hasil Uji Kausalitas Granger ............................ ................................................... 64
Table 4.6
Hasil Estimasi VECM ...................................... ................................................... 65
Table 4.7
Hasil Uji Variance Decomposition .................. ................................................... 68
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Data Tingkat Inflasi........................................... ...................................................... 1
Gambar 2.1
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ....... .................................................... 12
Gambar 4.1
Perkembangan Inflasi Periode Januari 2012 s.d Desember 2016 Di Indonesia ..... 54
Gambar 4.2
Perkembangan SBIS Periode Januari 2012 s.d Desember 2016 di Indonesia ..... 55
Gambar 4.3
Perkembangan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Periode Januari 2012 s.d
Desember 2016 Di Indonesia ........................... ................................................... 56
Gambar 4.4
Perkembangan Jumlah Dana Pihak Ketiga Bank Syariah Periode 2012 s.d 2016.. 57
Gambar 4.5
Perkembangan Pembiayaan di Indonesia Tahun 2012 s.d Tahun 2016 ............... 58
Gambar 4.6
Hasil Uji Impulse Response Function .............. .................................................... 67
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh bank sentral selaku otoritas
moneter diarahkan untuk dapat mempengaruhi aktifitas perekonomian sektor
rill dan juga tingkat harga. Bank sentral di berbagai negara banyak menjadikan
pengendalian tingkat inflasi sebagai tujuannya. Inflasi merupakan sebuah
fenomena ekonomi berupa kenaikan harga yang terjadi secara terus menerus.
Inflasi yang berbahaya ialah inflasi yang tidak dapat diprediksikan sehingga
menimbulkan keterkejutan masyarakat karena naiknya harga.
Gambar 1.1
Data Tingkat Inflasi
Sumber : Bank Indonesia
Untuk mengendalikan inflasi maka digunakan mekanisme transmisi
kebijakan moneter. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan
sebuah proses yang menggambarkan dari terbentuknya kebijakan moneter
hingga kebijakan tersebut mempengaruhi perputaran uang dan akhirnya akan
0
2
4
6
8
10
2012 2013 2014 2015 2016
Inflasi
Inflasi
2
berpengaruh ke sektor riil. Mekanisme transmisi kebijakan moneter
menggunakan 5 jalur yaitu jalur suku bunga, jalur nilai tukar, jalur kredit, jalur
harga aset, dan jalur ekspektasi.
Transmisi kebijakan moneter pada hakikatnya menunjukan interaksi
tercermin dengan adanya 2 tahap proses perputaran uang. Pertama, interaksi
yang terjadi di pasar keuangan, yaitu interaksi antara bank sentral dengan
perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam berbagai aktivitas transaksi
keuangan. Kedua, interaksi yang berkaitan dengan fungsi intermediasi, yaitu
interaksi antara perbankan dan lembaga keuangan lainnya dengan para pelaku
ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi sektor riil (Warjiyo, 2004).
Fungsi utama dari perbankan ialah intermediasi, yakni sebuah proses
pengumpulan dana dari sektor usaha, rumah tangga ataupun pemerintah lalu
dana tersebut disalurkan melalui kredit yang diberikan perbankan. Menurut
Ali dan Rama, (2016) hal ini dapat memperbaiki alokasi sumber daya karena
lembaga intermediasi mempertemukan antara unit surplus (pihak kelebihan
dana) dengan unit defisit (pihak kekurangan dana).
Di Tahun 1992, berdiri Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di
Indonesia. Secara resmi Indonesia mulai menerapkan sistem perbankan ganda
setelah diterbitkannya kebijakan perbankan pada tahun 1998 UU No. 10
tentang sistem perbankan ganda. Pada September 2016 menunjukan jumlah
bank syariah di Indonesia saat ini terdiri dari 13 Bank Umum Syariah, dan 21
Unit Usaha Syariah dengan jumlah kantor sebanyak 2.540. Adapun komposisi
Total Aset, Pembiayaan, Dana Pihak Ketiga (BUS dan UUS) masing-masing
3
mencapai sebesar Rp. 331.76 triiun, Rp. 235.01 triliun, dan Rp. 263.52 triliun
(Otoritas Jasa Keuangan, 2016).
Sejalan dengan ditetapkannya sistem perbankan ganda, Bank Indonesia
pun diberi amanah sebagai otoritas moneter ganda yang dapat menjalankan
kebijakan moneter konvensional dan juga syariah sesuai dengan ketetapan
UUNo. 3 Tahun 2004. Mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia
akhirnya semakin berkembang dan kompleks. Demikian isu mengenai
mekanisme transmisi kebijakan moneter menjadi sangatlah penting.
Menariknya, mekanisme transmisi kebijakan moneter ini adalah hal yang
masih banyak diperdebatkan oleh para ahli ekonomi di dunia. Banyak yang
masih mempertanyakan bagaimana mekanisme transmisi kebijakan moneter
tersebut. Terlebih di Indonesia yang memiliki sistem moneter ganda yaitu
konvensional dan syariah. Sehingga sering muncul pertanyaan di masyarakat
mengenai bagaimana kedua sistem mekanisme transmisi terjadi sampai
mempengaruhi kegiatan ekonomi serta keuangan dan akhirnya mencapai
tujuan akhir kebijakan moneter tersebut.
Wulandari (2014) menganalisis efektivitas mekanisme transmisi moneter
melalui jalur pembiayaan bank syariah di Indonesia. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa secara keseluruhan pengaruh terbesar dalam alur
transmisi kebijakan moneter menuju pertumbuhan output dan inflasi diberikan
oleh pembiayaan syariah. Demikian perbankan syariah memliki peran penting
dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia.
4
Begitupun dengan Ascarya (2012) dalam penelitiannya Alur Transmisi
dan Efektivitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia. Dari ketiga uji yang
dilakukan yaitu uji kausalitas, uji IRF dan uji Variance Decomposition
mengarahkan pada kesimpulan empiris bahwa kebijakan moneter untuk
„pengurangan inflasi‟ dengan pola syariah lebih efektif dari pada dengan pola
konvensional.
Kebijakan moneter syariah menggunakan instrumen moneter syariah
yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Tingkat fee SBIS akan
menjadi rate untuk kebijakan bagi pendanaan dan pembiayaan bank syariah
melalui pasar uang antar bank syariah (PUAS). Kegiatan PUAS bertujuan
untuk mengelola kelebihan atau kekurangan likuiditas bank. Jika bank syariah
mengalami kekurangan likuditas, maka bank syariah harus mencari tempat
untuk menutupi kekurangan tunai mereka agar tidak terjadi bank run dan
pihak Dana Pihak Ketiga (DPK) bank syariah tidak perlu khawatir ketika akan
mengambil tunai. Dana Pihak Ketiga yang telah terkumpul umumnya
digunakan untuk pembiayaan bank syariah.
Tabel 1.1
Data Instrumen Moneter Syariah dan Sektor Perbankan Syariah
Tahun SBIS PUAS DPK Pembiayaan Inflasi
2012 4,80% 4,42% 147,512 147.505 4.3%
2013 7,22% 6,25% 183,534 184.122 8.38%
2014 6,90% 6,30% 217,858 199.303 8.36%
2015 7,10% 6,73% 231,174 212.966 3.35%
2016 5,90% 6,08% 329,135 248.007 3.06%
Sumber : Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam persen dan triliyun
rupiah.
5
Berdasarkan teori kebijakan moneter jika bank sentral mengeluarkan
kebijakan kontraktif berupa naiknya tingkat suku bunga maka akan
mengurangi pendanaan dan pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Hal ini
dimaksudkan untuk memperlambat laju ekonomi sehingga dapat mengurangi
tingkat inflasi. Kebijakan moneter ekspansif merupakan kebalikan dari
kebijakan kontraktif.
Namun, dari data yang disajikan dari tabel 1.1 terlihat pada tahun 2013
tingkat SBIS dan PUAS mengalami kenaikan yaitu sebesar 7.22% dan 6.25%
diikuti dengan naiknya jumlah dana pihak ketiga bank syariah sebesar 183,
534 triliyun rupiah dan pembiayaan bank syariah sebesar 184.122 triliyun
rupiah. Namun, hal ini diikuti dengan naiknya tingkat inflasi sebesar 8.38%.
Tahun 2014 terjadi penurunan tingkat SBIS menjadi 6.90% namun PUAS naik
menjadi 6.30% dan diikuti lagi dengan kenaikan jumlah dana pihak ketiga
bank syariah, dan jumlah pembiayaan bank syariah. Namun, terjadi turunnya
tingkat inflasi.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur pembiayaan dapat
dikatakan sangatlah penting karena pembiayaan yang diberikan perbankan
dapat menunjang sektor riil sehingga dapat mempengaruhi inflasi. Maka
berangkat dari penjelasan tersebut penelitian ini mengambil judul “ANALISA
PENGARUH JALUR PEMBIAYAAN TERHADAP INFLASI DALAM
SISTEM MONETER SYARIAH DI INDONESIA”.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, adapun rumusan masalah
yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah ketidakkonsistenan hubungan
antar SBIS, PUAS, DPK bank syariah dan jumlah pembiayaan bank syariah
dan inflasi menjadi suatu masalah yang perlu untuk dilakukan penelitian lebih
lanjut. Demikian, penelitian ini berfokus kepada variabel SBIS, PUAS, DPK
bank syariah dan jumlah pembiayaan bank syariah dan inflasi pada tahun
2012-2016.
Dari rumusan masalah yang diuraikan, maka diperlukan penelitian lebih
lanjut sehingga dapat merumuskan sebuah masalah yang akan dibahas adalah
bagaimanakah pengaruh SBIS, PUAS, DPK bank syariah, dan pembiayaan
bank syariah melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini berkaitan dengan rumusan masalah yang
telah dikemukan yaitu sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh SBIS dalam transmisi kebijakan moneter syariah
melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di Indonesia
2. Menganalisis pengaruh PUAS dalam transmisi kebijakan moneter
syariah melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di Indonesia
3. Menganalisis pengaruh DPK bank syariah dalam transmisi kebijakan
moneter syariah melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di Indonesia
7
4. Menganalisis pengaruh pembiayaan bank syariah dalam transmisi
kebijakan moneter melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di
Indonesia
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi rujukan atau referensi dan pedoman
bagi peneliti lainnya yang berminat di bidang ini :
1. Bagi peneliti, penelitian ini adalah sebuah kesempatan bagi peneliti
untuk mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang telah di peroleh di
semasa kuliah sehingga dapat menambah pengetahuan bagi peneliti
dalam bidang ekonomi syariah khususnya dengan konsentrasi moneter
syariah.
2. Penelitian ini dapat dipergunakan bagi sebagai referensi bagi penelitian
selanjutnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan bank sentral atau orotitas
moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan/atau suku bunga
untuk mencapai tujuan perekonomian yang diinginkan (Mishkin, 2010).
Stabilitas harga merupakan tujuan utama dari kebanyakan bank sentral,
lima tujuan lainnya yaitu: (1) penyediaan lapangan kerja yang tinggi, (2)
pertumbuhan ekonomi, (3) stabilitas pasar keuangan, (4) stabilitas suku
bunga, dan (5) stabilitas di pasar valuta asing (Mishkin, 2009).
Jika yang dilakukan adalah menambah jumlah uang yang beredar,
maka pemerintah dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif.
Sebaliknya, jika jumlah uang beredar dikurangi, pemerintah menempuh
kebijakan kontraktif adalah kebijakan uang ketat (Rahardja dan Manurung,
2002).
Kerangka operasional kebijakan moneter mencakup instrumen,
sasaran operasional, dan sasaran antara yang digunakan untuk mencapai
sasaran akhir. Demikian, perlu adanya indikator yang dapat segera dilihat
untuk mengetahui indikasi arah pergerakan ekonomi dan inflasi ke depan
dan respon kebijakan moneter yang diperlukan yang biasa disebut sasaran
antara. Ada 2 indikator yang biasa digunakan dalam kebijakan moneter
yaitu tingkat suku bunga dan jumlah uang yang beredar.
9
Dalam kerangka tersebut, sasaran akhir kebijakan moneter tidak
dapat langsung dicapai, dan harus melalui sasaran antara dan sasaran
operasional. Sasaran antara (intermediate target) dapat berupa jumlah
uang beredar, apakah uang beredar dalam arti sempit (M1) atau uang
beredar dalam arti luas (M2). Sasaran antara berupa jumlah uang beredar
biasa digunakan dalam pelaksanaaan kebijakan moneter yang berbasis
agregat moneter. Disamping itu, sasaran antara juga dapat berupa suku
bunga jangka panjang. Sasaran antara suku bunga jangka panjang biasa
digunakan dalam pelaksanaan kebijakan moneter yang berbasis suku
bunga. Sementara itu, untuk mencapai sasaran antara tersebut, perlu
adanya sasaran operasional dapat berupa uang primer (M0) atau suku
bunga jangka pendek (Suseno dan Aisyah, 2009).
Menurut Mankiw (2007), bank sentral mempunyai 3 instrumen
kebijakan moneter yaitu operasi pasar terbuka, persyaratan cadangan, dan
tingkat diskonto.
a. Operasi Pasar Terbuka (open-market operations)
Pembelian dan penjualan obligasi pemerintah oleh bank sentral.
Ketika bank sentral membeli obligasi dari publik, jumlah uang yang
dibayarkan untuk obligasi itu akan meningkatkan basis moneter
sekaligus meningkatkan jumlah uang beredar. Ketika bank sentral
menjual obligasi ke publik, jumlah uang yang diterima akan
menurunkan basis moneter dan dengan demikian menurunkan
jumlah uang beredar. Operasi pasar terbuka adalah instrumen
10
kebijakan yang paling sering digunakan oleh bank sentral di Amerika
Serikat.
b. Persyaratan Cadangan (reserve requirements)
Peraturan bank sentral yang menuntut bank-bank untuk memiliki
rasio-deposito cadangan minimum. Kenaikan dalam persyaratan
cadangan akan meningkatkan rasio-deposito cadangan dan
menurunkan pengganda uang serta jumlah uang yang beredar
perubahan-perubahan dalam persyaratan cadangan paling jarang
digunakan dari ketiga instrumen kebijakan bank sentral Amerika
Serikat.
c. Tingkat Diskonto (discount rate)
Tingkat bunga yang dikenakan bank sentral ketika memberi
pinjaman kepada bank-bank. Bank meminjam dari bank sentral
ketika cadangan mereka terlalu sedikit untuk memenuhi persyaratan
cadangan. Semakin kecil tingkat diskonto, semakin murah cadangan
yang dipinjamkan, dan semakin banyak bank yang meminjam
dengan fasilitas discount window bank sentral. Jadi, penurunan
tingkat diskonto meningkatkan basis moneter dan jumlah uang yang
beredar.
Selain 3 instrumen diatas menurut Rahardja dan Manurung
(2002), terdapat instrumen lain yaitu berupa imbauan moral yaitu
dimana otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan
jumlah uang beredar. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia dapat
11
memberi kredit atau membatasi kegiatan meminjam uang dari bank
sentral (berhati-hati menggunakan fasilitas diskonto).
2. Mekanisme Tranmsisi Kebijakan Moneter
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ialah sebuah proses dari
terbentuknya suatu kebijakan moneter sampai akhirnya kebijakan tersebut
dapat menyentuh sektor riil. Pendekatan ini mempelajari dampak
perubahan uang beredar terhadap aktivitas ekonomi dengan membentuk
model struktural, yaitu deskripsi mengenai bagaimana perekonomian
bekerja dengan menggunakan sekumpulan persamaan yang menunjukan
perilaku perusahaan dan konsumen dalam banyak sektor dalam
perekonomian (Mishkin, 2009).
Transmisi kebijakan moneter pada hakikatnya menunjukan
bagaimana interaksi antara bank sentral selaku ototitas moneter, perbankan
dan lembaga keuangan lainnya serta para pelaku ekonomi melalui sektor
riil. Interaksi ini tercermin dengan adanya 2 tahap proses perputaran uang.
Pertama, interaksi yang terjadi di pasar keuangan, yaitu interaksi antara
bank sentral dengan perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam
berbagai aktivitas transaksi keuangan. Kedua, interaksi yang berkaitan
dengan fungsi intermediasi, yaitu interaksi antara perbankan dan lembaga
keuangan lainnya dengan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas
ekonomi sektor riil (Warjiyo, 2004).
12
Berikut merupakan bagan dari mekanisme transmisi kebijakan
moneter:
Gambar 2.1
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Sumber: Bank Indonesia
Pada awalnya mekanisme transmisi kebijakan moneter ini hanya
menggunakan jalur langsung yaitu dengan menggunakan jalur uang yang
beredar. Namun, jalur moneter yang bersifat langsung ini dianggap tidak
dapat menjelaskan pengaruh faktor-faktor selain uang terhadap inflasi,
seperti suku bunga, nilai tukar, jalur kredit, harga aset, dan ekspektasi.
a. Jalur Suku Bunga
Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku
bunga menekankan bahwa kebijakan moneter dapat memengaruhi
permintaan agregat melalui perubahan suku bunga. Dalam hal ini,
pengaruh perubahan suku bunga jangka pendek ditransmisikan pada
suku bunga jangka menengah-panjang melalui mekanisme
penyeimbangan sisi permintaan dan penawaran di pasar uang. Dalam
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Jalur Suku Bunga
Jalur Nilai Tukar
Jalur Kredit
Jalur Harga Aset
Jalur Ekspektasi
Output dan
Inflasi
13
hal ini, apabila perubahan harga tidak dapat terjadi segera atau bersifat
kaku (sticky prices), perubahan suku bunga nominal jangka pendek
yang dipengaruhi kebijakan moneter bank sentral akan mendorong
perubahan suku bunga rill jangka pendek dan jangka panjang. Dengan
demikian, dengan kekacauan harga tersebut, kebijakan moneter
ekspansif akan mendorong penurunan suku bunga rill jangka pendek,
yang selanjutnya mendorong penurunan suku bunga rill jangka
panjang.
b. Jalur Nilai Tukar
Mekanisme transmisi melalui jalur nilai tukar menekankan
bahwa pergerakan nilai tukar dapat memengaruhi perkembangan
penawaran dan permintaan agregat dan selanjutnya memengaruhi
output dan harga. Besar kecilnya pengaruh pergerakan nilai tukar
tergantung pada sistem nilai tukar yang dianut suatu negara. Misalnya,
dalam sistem nilai tukar mengambang, kebijakan moneter ekspansif
oleh bank sentral akan mendorong depresiasi mata uang domestik dan
meningkatkan harga barang ekspor/impor. Hal itu selanjutnya akan
mendorong kenaikan harga barang domestik walaupun tidak terdapat
ekspansi disisi permintaan agregat. Sementara itu, dalam sistem nilai
tukar mengambang terkendali, pengaruh kebijakan moneter pada
perkembangan output rill dan inflasi menjadi semakin lemah (dengan
time lag [tenggat waktu] yang lama), terutama apabila terdapat
14
susbtitusi yang tidak sempurna antara aset domestik dan aset luar
negri.
c. Jalur Harga Aset
Mekanisme transmisi melalui jalur harga aset menekankan
bahwa kebijakan moneter berpengaruh pada perubahan harga aset dan
kekayaan masyarakat yang selanjutnya memengaruhi pengeluaran
investasi dan konsumsi. Apabila bank sentral melakukan kebijakan
moneter kontraktif, kebijakan tersebut akan mendorong peningkatan
suku bunga yang pada gilirannya akan menekan harga pasar aset
perusahaan. Penurunan harga aset dapat berakibat pada dua hal.
Pertama, mengurangi kemampuan perusahaan untuk melakukan
ekspansi. Kedua, menurunkan nilai kekayaan dan pendapatan yang
pada gilirannya mengurangi pengeluaran konsumsi. Secara
keseluruhan, kedua hal tersebut berdampak pada penurunan
pengeluaran agregat.
d. Jalur Kredit
Mekanisme transmisi melalui jalur kredit menekankan bahwa
pengaruh kebijakan moneter terhadap output dan harga terjadi melalui
kredit perbankan. Transmisinya dapat dibedakan menjadi dua jalur.
Pertama, bank lending channel (jalur pinjaman bank) yang
menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kredit karena kondisi
keuangan bank, khususnya sisi aset. Kedua, firms balance sheet
channel yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi
15
keuangan perusahaan, seperti cash flow (arus kas), dan leverage (rasio
utang terhadap modal), dan selanjutnya memengaruhi akses
perusahaan untuk mendapatkan kredit. Menurut jalur pinjaman bank,
selain sisi aset, sisi liabilitas bank juga merupakan komponen penting
dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Apabila bank sentral melaksanakan kebijakan moneter kontraktif,
misalnya, melalui peningkatan rasio giro wajib minimum di bank
sentral cadangan yang ada di bank akan mengalami penurunan
sehingga loanable fund (dana yang dapat dipinjamkan) oleh bank akan
mengalami penurunan. Apabila hal tersebut tidak diatasi dengan
melakukan penambahan dana atau pengurangan surat-surat berharga,
kemampuan bank untuk memberikan pinjaman akan menurun. Kondisi
ini menyebabkan penurunan investasi dan selanjutnya mendorong
penurunan output.
Sementara itu, jalur neraca perusahaan menekankan bahwa
kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral akan
memengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Dalam hal ini, apabila
bank sentral melakukan kebijakan moneter ekspansif, suku bunga di
pasar uang akan turun, dan mendorong harga saham mengalami
peningkatan. Sejalan dengan peningkatan harga saham tersebut, nilai
pasar dari modal perusahaan (networth) akan meningkat dan rasio
leverage perusahaan menurun, yang selanjutnya memperbaiki tingkat
kelayakan permohonan kredit yang diajukan perusahaan kepada bank.
16
Kondisi itu mendorong peningkatan pemberian kredit oleh bank yang
selanjutnya meningkatkan investasi dan pada akhirnya meningkatkan
output.
e. Jalur Ekspektasi
Mekanisme transmisi melalui jalur ekspektasi menekankan
bahwa kebijakan moneter dapat diarahkan untuk memengaruhi
pembentukan ekspektasi mengenai inflasi dan kegiatan ekonomi.
Kondisi tesebut memengaruhi perilaku agen-agen ekonomi dalam
melakukan keputusan konsumsi dan investasi yang pada gilirannya
akan mendorong perubahan permintaan agregat dan inflasi. Sebagai
contoh, dalam hal bank sentral menempuh kebijakan moneter
ekspansif, kenaikan jumlah uang beredar akan mendorong naiknya laju
inflasi. Dengan harga-harga yang meningkat, ekspektasi inflasi
masyarakat akan meningkat pula, dan selanjutnya, apabila tidak diatasi
dengan kebijakan moneter kontraktif, kebijakan moneter ekspansif
akan mendorong laju inflasi meningkat lebih tinggi.
3. Kebijakan Moneter Islam
Sektor keuangan dalam Islam pada hakikatnya merupakan sektor
yang erat kaitannya dengan arus uang dengan aktivitas banyak utamanya
adalah investasi. Oleh karena itu, sektor keuangan sangat erat kaitannya
dengan sektor riil karena aktivitas investasi merupakan aktivitas produksi
di sektor riil. Kondisi inilah yang merupakan corak ekonomi islam yang
sesungguhnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa corak ekonomi Islam
17
yang sebenernya adalah aktivitas sektor riil yang didukung oleh
kelancaran sektor moneter (Simorangkir, 2014).
Menurut Chapra (2000), untuk menjamin bahwa pertumbuhan
moneter mencukupi dan tidak berlebihan, perlu memonitor secara hati-hati
tiga sumber utama ekspansi moneter. Pertama adalah membiayai defisit
anggaran, ekspansi deposito melalui penciptaan kredit pada bank-bank
komersial dan bersifat eksternal atau menggunakan surplus neraca
pembayaran.
Dalam kebijakan moneter menurut Islam sangat diperlukan
kerjasama antara bank sentral dan pemerintah seperti sistem lainnya.
Apabila pemerintah tidak bertekad memiliki stabilitas harga sebagai suatu
sasaran kebijakan yang tidak dapat diatur pada pusatnya, penyesuaian
minor yang diperlukan karena perubahan kondisi perekonomian atau
karena terjadi kesalahan dalam memprediksi harus dilakukan oleh bank
sentral melalui penggunaan instrumen yang ada padanya (Chapra, 2000).
Bank Indonesia selaku otoritas moneter menggunakan instrumennya
untuk mempengaruhi sasaran-sararan moneter. Instrumen yang biasanya
digunakan ialah Operasi Pasar Terbuka (OPT). Operasi Pasar Terbuka
ialah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dengan bank/pihak lain dalam rangka Operasi Moneter. Kegiatan OPT
berdasarkan prinsip syariah diatur dalam Pasal 6 PBI/10/36/PBI/2008
tentang Operasi Moneter Syariah dan terdiri dari penerbitan Sertifikat
Bank Syariah Indonesia (SBIS), jual-beli surat berharga dalam rupiah yang
18
memenuhi prinsip syariah, dan penyerapan dana tanpa penerbitan surat
berharga (Simorangkir, 2014).
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/11/PBI tanggal 31
Maret 28 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah. SBIS adalah surat
berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata
uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS memiliki
karakteristik sebagai berikut, yaitu:
a. Menggunakan akad Ju’alah, berdasarkan fatwa Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia, SBIS juga dapat diterbitkan
dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadiah, qardh,
dan wakalah.
b. Satuan unit sebesar Rp. 1 (satu juta rupiah)
c. Berjangka waktu paling kurang 1 bulan dan paling lama 12 bulan
d. Diterbitkan tanpa warkat
e. Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia
f. Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder
Tingkat fee SBIS berperan sebagai rate kebijakan bank syariah
yang akan mempengaruhi pendanaan dan pembiayaan melalui pasar uang
antarbank syariah (PUAS) dan kemudian mempengaruhi biaya dana
perbankan dalam menyalurkan pembiayaannya (Sangidi, 2014).
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/8/PBI/2000 tanggal 23
Februari 2000 mengenai Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip
Syariah (PUAS). Peserta PUAS terdiri atas Bank Syariah dan Bank
19
Konvensional. Bank Syariah dapat melakukan penanaman dana dan atau
pengelolaan dana, sedangkan Bank Konvensional hanya dapat melakukan
penanaman dana. asar uang antar bank syariah (PUAS) menggunakan
piranti sertifikat investasi mudhrabah antar bank (IMA) yang berjangka
waktu maksimum 90 hari diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah atau
unit usaha syariah bank konvensional (Sudarsono, 2003).
4. Transmisi Kebijakan Moneter Islam
Instrumen-instrumen kebijakan moneter Islam banyak yang mirip
dengan instrumen kebijakan moneter syariah. Namun, cara kerja instrumen
tersebut dapat sama atau juga berbeda dengan instrumen moneter
konvensional. Sehingga dapat terjadi perbedaan atau persamaan pada
transmisi kebijakan moneternya. Perkembangan teori moneter Islam
selanjutnya juga belum ada yang menyinggung tentang transmisi
kebijakan moneter Islam, termasuk pass-through atau jalur-jalurnya
(Ascarya, 2012).
Menurut Ningsih (2013), hingga saat ini belum ditemukan teori baku
mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam konteks
ekonomi Islam, begitu pula dengan jalur-jalurnya. Namun, bukan berarti
penelitian mengenai hal tersebut tidak tersedia. Penelitian mengenai jalur
transmisi kebijakan moneter syariah sebagian besar masih mengkaji jalur
pembiayaan bank syariah (yang dalam ekonomi konvensional disebut jalur
kredit). Penelitian dalam bidang ini diantaranya dilakukan oleh Rusydiana
(2009), Ascarya (2010), dan Sukmana (2011).
20
5. Pembiayaan Syariah
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip syariah. Saat
ini bank syariah telah memiliki 474 kantor pusat operasional/kantor
cabang dan 1.207 kantor cabang pembantu. Sedangkan unit usaha syariah
(UUS) memiliki 150 kantor cabang/kantor pusat operasional dan 135
kantor cabang pembantu (Ototitas Jasa Keuangan, 2017).
Produk penghimpun dana bank syariah secara umum terbagi menjadi
2 yaitu wadhiah dan mudharabah. Al Wadhiah dalam teknisnya berarti
dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan
saja dikehendaki. Sedangkan mudharabah dana tersebut digunakan bank
untuk melakukan pembiayaan mudharabah atau ijarah. Hasil usaha dari
pembiayaan mudharabah akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang
disepakati (Sudarsono, 2003).
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi kedalam 4 kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu (Karim, 2013) :
a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
d. Pembiayaan dengan akad pelengkap
21
Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki
barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk
mendapat jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang
ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus. Pada kategori
pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan
menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang
termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip
jual beli seperti murabahah, salam, isthisna serta produk yang
menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah dan IMBT. Sedangkan pada
kategari ketiga tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya
keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil.
a. Prinsip Jual-beli
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property).
Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian
harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dapat dibedakan
berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya,
yakni sebagai berikut:
1) Pembiayaan Murabahah
Lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah yang berasal
dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual-beli dimana bank
menyebutkan jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual,
22
sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank
dari pemasok ditambah keuntungan (marjin).
Keduabelah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu
pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika
telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam
perbankan, murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran
cicilan (bi tsaman ajil, atau muajal). Dalam transaksi ini barang
diserahkan segera setalah akad, sementara pembayaran dilakukan
secara tangguh atau cicilan.
2) Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual-beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara
tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak
sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi
ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas,
harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
3) Pembiayaan Istishna
Produk istishna’ menyerupai produk salam, tapi dalam istishna’
pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin)
pembayaran. Skim istishna’ dalam Bank Syariah umumnya
diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Ketentuan umum pembiayaan istishna’ adalah spesifikasi barang
pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu, dan jumlahnya.
23
Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’ dan
tidak boleh berubah salam berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari
kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandangani,
seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
b. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat yaitu berupa
jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakan pada nasabah. Transaksi ini dinamakan ijarah muntahiyya
bitamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga
sewa dan jual disepakati pada awal perjanjian.
c. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi-hasil
adalah sebagai berikut:
1) Pembiayaan Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi-hasil adalah musyarakah (syirkah
atau syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para
pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka
miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua
pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan
seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tak
berwujud.
2) Pembiayaan Mudharabah
24
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam
perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk
kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib
al-mal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini
menegaskan kerja sama dalam paduan kontribusi 100% modal kas dari
shahib al-mal dan keahlian dari mudharib.
Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak
pada besarnya kontribusi pada besarnya manajemen dan keuangan atau
salah satu di antara itu. Dalam mudharabah, modal hanya berasal dari
satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasa dari dua pihak
atau lebih.
d. Akad Pelengkap
Ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.
Meskipun tidak ditujukan untuk mengambil keuntungan, dalam akad
pelengkap dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya
ini sekedar untuk menutupi biaya-biaya yang benar-benar timbul.
Yang termasuk dalam akad pelengkap adalah Hiwalah, Kafalah,
Qardh, Rahn, dan Wakalah.
6. Inflasi
Inflasi secara singkat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan
meningkatnya harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus
25
menerus. Laju inflasi dihitung berdasarkan angka indeks yang disusun dari
harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat atau disebut
sebagai Indeks Harga Konsumen (IHK). Inflasi juga dapat dihitung
berdasarkan Indeks Biaya Hidup (IBH), Indeks Harga Produsen (IBP),
Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), atau juga dapat dihitung dengan
deflator Produk Domestik Bruto (PDB Deflator) (Suseno dan Aisyah,
2009).
Menurut Al-Maqrizi faktor penyebab inflasi dapat diklasifikasikan
ke dalam dua hal, yaitu inflasi yang disebabkan oleh faktor alamiah dan
inflasi yang disebabkan oleh kesalahan manusia. Inflasi alamiah
disebabkan berbagai faktor alamiah yang tidak dapat dihindari oleh
manusia seperti bencana alam, peperangan dan sangat signifikannya
barang tersebut sehingga terjadi peningkatan yang drastis terhadap
permintaan barang tersebut. Sedangkan inflasi karena kesalahan manusia
yaitu disebabkan karena korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang
berlebihan dan peningkatan sirkulasi mata uang fulus (Amalia, 2010).
Ada beberapa masalah sosial yang muncul dari inflasi yang tinggi
yaitu lebih dari 1% pertahun, diantaranya yaitu (Rahardja dan Manurung,
2008).
a. Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat, diukur dari tingkat daya beli
pendapatan yang diperoleh masyarakat. Inflasi menyebabkan daya beli
pendapatan makin rendah, bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil
26
atau tetap. Sehingga semakin tinggi inflasi, makin cepat penurunan
tingkat kesejateraan.
b. Makin buruknya distribusi pendapatan, dampak buruk inflasi terhadap
tingkat kesejahteraan dapat dihindari jika pertumbuhan tingkat
pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi. Namun, jika hanya
segelintir orang yang mampu meningkatkan pendapatannya lebih besar
dari kenaikan inflasi.
c. Akibatnya hanya sebagian orang yang mampu menaikan pendapatan
riil, tetapi sebagaian besar masyarakat mengalami penurunan
pendapatan riil. Distribusi pendapatan dilihat dari pendapatan rill,
makin memburuk.
d. Terganggunya stablitas ekonomi, pengertian paling sederhana dari
stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya tindakan spekulasi dalam
perekonomian. Produsen berproduksi pada kapasitas penuh. Konsumen
juga memakai barang dan jasa optimal dengan kebutuhan mereka.
Kondisi nyaman ini akan mulai terganggu bila inflasi yang relatif
tinggi telah menjadi kronis.
Inflasi dalam mempengaruhi permintaan agregat melalui kebijakan
moneter yaitu dengan mengerahkan ekonomi makro ke kondisi yang
diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang yang beredar.
Kebijakan uang ketat (kontraktif) akan mengurangi jumlah uang beredar
dalam masyarakat. Kebalikannya, kebijakan moneter ekspansif akan
menambah jumlah uang beredar. Jika pemerintah mengambil kebijakan
27
uang ketat, jumlah uang beredar akan berkurang. Besar kemungkinan hal
ini akan dapat mengurangi daya beli secara agregat. Sebaliknya dengan
kebijakan moneter ekspansif yang menyebabkan uang beredar bertambah.
Pengaruh kebijakan moneter terhadap permintaan agregat (Rahardja dan
Manurung, 2008).
Menurut Huda dkk (2008) agar ekonomi tumbuh lebih cepat, bank
sentral bisa memberikan lebih banyak kredit kepada sistem perbankan
melalui operasi pasar terbuka, atau bank sentral menurunkan persyaratan
cadangan dari bank-bank atau menurunkan tingkat diskonto, yang harus
dibayar oleh bank jika hendak meminjam dari bank sentral. Akan tetapi,
apabila ekonomi tumbuh terlalu cepat dan inflasi menjadi masalah yang
semakin besar, maka bank sentral dapat melakukan operasi pasar terbuka,
menarik uang dari sistem perbankan, menaikan persyaratan cadangan
minimum, atau menaikan tingkat diskonto, sehingga dengan demikian
akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
B. Keterkaitan Antar Variabel
Bank sentral sebagai otoritas moneter melakukan kebijakan moneternya
melalui mekanisme transmisi kebijakan moneter dengan menggunakan
instrumen langsung ataupun tidak langsung. Mekanisme ini menggambarkan
tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-perubahan instrumen moneter
dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai variabel ekonomi dan
keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme
tersebut terjadi melalui interaksi antara bank sentral, perbankan dan sektor
28
keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui
berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur
harga aset, dan jalur ekspektasi (Bank Indonesia, 2015).
Sebelum mendapatkan sasaran akhir untuk mencapai stabilitas harga
(inflasi) terdapat tahap-tahap yang dilakukan dalam transmisi kebijakan
moneter. Untuk menjalankan transmisi tersebut diperlukan instrumen Operasi
Pasar Terbuka seperti SBI dan SBIS. SBI merupakan salah satu mekanisme
yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai
rupiah. Begitupun SBIS yang merupakan surat berharga berdasarkan prinsip
syariah yang berjangka waktu pendek dengan menggunakan akad Jualah.
Digunakan dengan maksud menyerap uang primer yang beredar di
masyarakat. Tingkat fee SBIS berperan sebagi rate kebijakan bank syariah
yang akan mempengaruhi pendanaan dan pembiayaan melalui Pasar Uang
Antar Bank Syariah (PUAS) dan kemudian memengaruhi biaya dana
perbankan dalam menyalurkan pembiayaannya (Sangidi, 2014).
Interaksi antara bank sentral dengan perbankan di pasar uang di atas
akan mempengaruhi tidak saja perkembangan suku bunga jangka pendek di
pasar uang tetapi juga besarnya dana yang akan di alokasikan bank dalam
bentuk instrumen likuiditas maupun penyaluran kreditnya. Mekanisme ini
akan mempengaruhi jumlah DPK (Dana Pihak Ketiga) yang ada di perbankan
syariah. Karena DPK merupakan sumber loanable funds, maka besar kecilnya
DPK akan mempengaruhi jumlah pembiayaan yang akan disalurkan (Ningsih,
2013).
29
Dengan meningkatnya pembiayaan akan berdampak pada sektor riil,
baik itu kegiatan investasi oleh perusahaan atau konsumsi serta produksi oleh
rumah tangga. Meningkatnya kegiatan-kegiatan ekonomi tersebut akan
berdampak pada harga barang dan jasa. Adapun pengaruh kebijakan moneter
yang ditempuh BI dalam mempengaruhi jalur pembiayaan sebelum akhirnya
menentukan tingkat inflasi.
C. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti dan
Judul
Variabel Metode dan Hasil
1. Amine, Najib dan
Ridha
(2015).
Judul :
The Effectiveness
of Monetary
Policy
Transmission
Channels in The
Pressence of
Islamic Banks :
The Case of Saudi
Arabia.
Sumber :
International
Journal of
Business
Target Variable
(CPI and
PIBNPRSP), Short
Term Interest Rate
(T3MAS and
T3MUS),
Transmission
Variable (CBI),
Budget Balance
(BUD), Oil Price
(OIL), and The US
Output (PIBUS).
Analisis SVAR
Hasil :
Hasil menunjukan jalur
pinjaman bank relatif
efektif dalam
mempengaruhi output
perusahaan swasta non-
minyak tetapi kurang
efektif dalam
mempengaruhi
konsumen. Memang,
goncangan positif pada
pembiayaan bank
diperpanjang oleh bank
syariah dan
konvensional dalam
mempengaruhi
kegiatan ekonomi.
2. Guslielmo,
Abdurrahman,
Islamic Credit,
Conventional
Analisis TVAR
30
Mohammad, Faek,
dan Mohammad
Tajik
(2016).
Judul :
The Bank Lending
Channel in a Dual
Banking System
Evidence from
Malaysia.
Sumber : CESifo
Working Paper
Credit, Money
Supply (M2),
Consumer Price
Index (CPI),
Industrial
Production Index
(IPI), and
Overnight Policy
Rate (I).
Hasil :
Hasil menunjukan
perubahan pembiayaan
syariah kurang
responsive
dibandingkan kredit
konvensional terhadap
gejolak suku bunga
yang naik dan turun.
Sebaliknya, saling
keterkaitan perubahan
kredit syariah/
pembiayaan dalam
mendorong
pertumbuhan output
lebih besar pada saat
tingkat suku bunga
rendah, efeknya positif.
3. Wulandari Sangidi
(2013).
Judul :
Efektivitas
Mekanisme
Transmisi
Kebijakan
Moneter Melalui
Jalur Pembiayaan
Bank Syariah di
Indonesia.
Sumber : Skripsi
terpublikasi
Institut Pertanian
Bogor
Bonus SWBI, Fee
SBIS, Imbal Hasil
PUAS, Indeks
Harga Konsumen
(IHK), Indeks
Produksi Industri
(IPI), Total DPK,
dan Pembiayaan
Bank Syariah
Analisis VECM
Hasil :
Hasilnya adalah
menunjukan perbankan
syariah memiliki peran
penting dalam
transmisis kebijakan
moneter di Indonesia.
Secara keseluruhan,
pegaruh terbesar dalam
alur transmisi
kebijakan moneter
menuju pertumbuhan
output dan inflasi
diberikan oleh
pembiayaan bank
syariah.
4. Kurnia Ningsih
(2013).
Judul :
Sertifikat Bank
Indonesia Syariah
(SBIS), Pasar
Uang Antarbank
Analiis VECM dan Uji
Kausalitas Granger.
Hasil :
31
Jalur Pembiayaan
Bank Syariah
dalam Mekanisme
Tranmisi
Kebijakan
Moneter di
Indonesia
Sumber : Jurnal
Ilmiah
terpublikasi
Universitas
Brawijaya
Syariah (PUAS),
Islamic Deposits,
Pembiayaan Modal
Kerja (MK),
Pembiayaan
Investasi (INV),
Pembiayaan
Konsumsi (KON),
Inflasi (INF),
Output (Y), dan
Output Gap
(YGAP)
Hasil analisis IRF
diketahui variabel
output Dan output gap
lebih responsif dalam
merespon pembiayaan
konsumsi
dibandingkan
pembiayaan modal
kerja dan investasi.
Berdasarkan analisis
Variance
Decompositions, output
dijelaskan sebagian
besar oleh pembiayaan
investasi dibandingkan
pembiayaan konumsi
dan modal kerja. Selain
itu inflasi dijelaskan
sebagian besar oleh
pembiayaan konsumsi
dibandingkan
pembiayaan modal
kerjadan investasi.
Sementara hasil uji
kausalitas Granger
menunjukan SBIS
lebih sebagai instrumen
yang dipengaruhi
bukan mempengaruhi.
5. Eva misfah
bahyuni dan
Ascarya
(2010).
Judul :
Analisis Pengaruh
Instrumen
Moneter Terhadap
Stabilitas Besaran
Moneter Dalm
Sertifikat Bank
Indonesia (SBI)
dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah
(SBIS) sebagai
variabel
independen dan
komponen besaran
moneter, SBI rate,
SBIS return dan
IHK sebagai
Analisis VAR dan
VECM.
Hasil :
Hasil pengujian
menunjukan bahwa
perubahan pada
besaran moneter stabil
dalam jangka pendek.
Perubahan pada SBI
dan SBIS tidak
32
Sistem Moneter
Ganda di
Indonesia
Sumber : Islamic
Finance &
Business Review.
Vol. 5 No. 1
variabel dependen. terdefinisi dalam
jangka panjang.
Selanjutnya pada
komponen besaran
moneter, hanya
tabungan yang stabil
dan berpengaruh dalam
jangka panjang.
Sedangkan variabel
lainnya, hanya stabil
dan efektif jangka
pendek. Selain itu,
hubungan perubahan
besaran moneter
dengan perubahan IHK
hanya stabil dalam
jangka pendek, dan
tidak terdefinisi dalam
jangka panjang.
6. Ascarya
2012
Judul:
Alur Transmisi
dan Efektifitas
Kebijakan
Moneter Ganda di
Indonesia
Sumber : Buletin
Ekonomi Moneter
dan Perbankan.
Vol. 14 No. 3
Sertifikat Bank
Indonesia (SBI)
dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah
(SBIS), Pasar
Uang Antar Bank
(PUAB), Pasar
Uang Antarbank
Syariah (PUAS),
Suku Bunga Kredit
bank konvensional
(INT), Tingkat
Bagi Hasil
Pembiayaan (PLS),
kredit bank
konvensional
(LOAN) ,
pembiayaan bank
syariah (FINC) dan
tingkat inflasi
(IHK).
Metode VAR dan Uji
Kausalitas Granger
Hasil:
Mekanisme transmisi
kebijakan konvensional
semuanya terkait
dengan inflasi,
sementara kebijakan
Islam tidak terkait
dengan output dan
inflasi. Selain itu,
guncangan dari suku
bunga kredit, PUAB
memberikan dampak
negatif dan permanen
kepada inflasi dan
output. Sementara PLS,
FINC (pembiayaan),
PUAS serta SBIS
memberikan dampak
33
positif kepada inflasi
dan output.
SBI sebagai instrumen
kebijakan konvensional
memberikan dampak
positif kepada inflasi
dan negatif kepada
output.
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan fondasi dimana seluruh proyek
penelitian didasarkan. Kerangka pemikiran adalah jaringan asosiasi antar
variabel yang disusun, dijelaskan, dan dielaborasi secara logis yang dianggap
relevan pada situasi masalah serta diidentifikasi melalui proses seperti
wawancara, pengamatan, dan survei literatur. Pengalaman dan intuisi juga
berperan dalam menyusun kerangka berpikir (Uma Sekaran, 2007).
Kerangka pemikiran dalam penelitan ini adalah mengenai inflasi
dipengaruhi oleh mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur
pembiayaan. Dalam teori mekanisme transmisi kebijakan moneter yang
merupakan sebuah proses dari suatu kebijakan moneter dibentuk sampai pada
akhirnya kebijakan itu akan mempengaruhi sektor riil dan stabilitas harga.
Dari teori mekanisme transmisi kebijakan moneter dapat kita ambil
variabel-variabel independen yang mana mempengaruhi inflasi yaitu SBIS,
PUAS, jumlah DPK, dan jumlah pembiayaan (jual-beli dan bagi-hasil). Data-
data yang berhubungan dengan variabel independen dan dependen di peroleh
34
dari berbagai sumber resmi diantaranya website Bank Indonesia dan Otoritas
Jasa Keuangan. Setelah mendapatkan data tersebut, data akan di uji apakah
stasioner atau tidak menggunakan uji akar root. Uji stabilitas VAR dilakukan
untuk memastikan sistem VAR yang dibentuk sudah stabil. Lalu dilakukan
penentuan uji lag optimum dan uji kointegrasi untuk menentukan model apa
yang akan digunakan (VAR atau VECM).
Selanjutnya, dilakukan uji hipotesis berupa uji Kausalitas Granger,
Variance Decompossitions, dan Impulse Response Function dan uji estimasi
VAR. Dari uji-uji tersebut maka akan didapatkan hasil yang setelahnya akan
diinterpretasikan. Hasil interpretasi tersebut akan menjawab masalah yang
telah dirumuskan dalam bab 1. Jawaban atas rumusan masalah tersebut akan
disimpulkan dan disertai saran. Berikut bagan kerangka pemikiran:
35
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
SBIS
(X1)
PUAS
(X2)
DPK
(X3)
Pembiayaan (jual-
beli dan bagi-hasil)
(X4)
ANALISIS PENGARUH JALUR PEMBIAYAAN TERHADAP INFLASI
DALAM SISTEM MONETER SYARIAH DI INDONESIA
Inflasi (Y)
Pra-estimasi VAR
Uji Stabilitas
VAR
Uji Hipotesis
Uji Impulse
Response Function
Uji Kausalitas
Garnger
Uji Variance
Decompossitions
Interpretasi
Kesimpulan dan Saran
Uji
Kointegrasi
Uji Estimasi VAR/VECM
Uji Akar
Root
Uji Lag
Optimal
36
E. Hipotesa Penelitian
Hipotesa merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang masih
perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas, dan dapat diuji.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. H0: Tidak ada pengaruh positif signifikan SBIS dalam transmisi kebijakan
moneter syariah melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di Indonesia.
H1: Terdapat pengaruh positif signifikan SBIS dalam transmisi moneter
syariah melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di Indonesia.
H0: Tidak ada pengaruh positif signifikan PUAS dalam transmisi moneter
syariah melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di Indonesia.
H1: Terdapat pengaruh positif signifikan PUAS dalam transmisi moneter
syariah melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di Indonesia.
2. H0: Tidak ada pengaruh positif signifikan PUAS dalam transmisi moneter
syariah melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di Indonesia.
H1: Terdapat pengaruh positif signifikan PUAS dalam transmisi kebijakan
moneter melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di Indonesia.
3. H0: Tidak ada pengaruh positif signifikan DPK bank syariah dalam
transmisi moneter syariah melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di
Indonesia.
H1: Terdapat pengaruh positif signifikan DPK bank syariah dalam
transmisi moneter syariah melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di
Indonesia.
37
4. H0: Tidak ada pengaruh positif signifikan pembiayaan bank syariah dalam
transmisi moneter syariah melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di
Indonesia.
H1: Terdapat pengaruh positif signifikan pembiayaan bank syariah dalam
transmisi moneter syariah melalui jalur pembiayaan terhadap inflasi di
Indonesia.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Perhitungan dan pengelolaan data dalam penelitian ini menggunakan
bantuan perangkat lunak komputer yaitu E-Views. Luasnya objek penelitian
sehingga ruang lingkup variabel yang akan digunakan berdasarkan pada data-
data berikut ini:
1. Data statistik Bank Indonesia (BI) berupa data bulanan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS), dan
tingkat inflasi.
2. Data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupa data bulanan jumlah
dana pihak ketiga bank syariah dan jumlah pembiayaan bank syariah
periode Januari 2012 - Desember 2016.
B. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian statistik deskriptif dan menggunakan data
sekunder maka metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk
melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
4. Field Research
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
sekunder yaitu data yang diperoleh melalui hasil pengolahan pihak kedua
(data eksternal atau data yang sudah dipublikasi) untuk menjelaskan gejala
dari suatu fenomena, seperti pusat referensi Bank Indonesia (BI) dan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
39
5. Library Research
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh
dari membaca literatur, buku, artikel, jurnal, dan sejenisnya yang
berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai upaya untuk memperoleh
data yang valid.
6. Internet Research
Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atau pinjam
di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadaluarsa, karena
ilmu selalu berkembang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal
tersebut penulis melakukan penelitian dengan teknologi yang juga
berkembang yaitu internet sehingga data yang diperoleh merupakan data
yang sesuai dengan perkembangan zaman.
C. Metode Analisis Data
Pada penelitian ini akan menganalisis dan mengolah data dengan uji
Vector Autoregressive (VAR) jika data yang digunakan stasioner pada level
namun, jika data yang digunakan stasioner pada first difference maka akan
dilanjutkan dengan uji Vector Error Correction Model (VECM). VAR
dianggap sebagai multivariate time series dalam konteks ekonometrika
modern. Model VAR menjadikan semua varabel bersifat endogen dan VAR
memungkinkan data untuk menceritakan apa yang sebenernya terjadi.
Bentuk VAR yang teretriksi disebut sebagai Vector Error Correction
Model (VECM). Retriksi diberikan karena data tidak stasioner pada level
namun terkointegrasi. Model ini digunakan untuk deret nonstasioner yang
40
berpotensi memiliki hubungan kointegrasi. VECM digunakan untuk mencoba
mencari hubungan dinamis dalam sistem yang terkointegrasi. VECM dapat
mengestimasi hubungan jangka pendek maupun jangka panjang antar variabel
(Sangidi, 2013).
Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua variabel
tak bebas bersifat stasioner, semua sisaan bersifat white nose, yaitu memiliki
rerataan nol, ragam konstan, dan diantara variabel tak bebas tidak ada korelasi.
Uji kestasioneran data dapat dilakukan melalui pengujian terhadap ada
tidaknya unit roor dalam variabel dengan diuji Augmented Dekey Fuller
(ADF), adanya unit root akan menghasilkan persamaan atau model regresi
yang lancing (Ajija,dkk, 2011).
Menurut Fauziyah (2015), pendekatan VAR sangat lazim digunakan
untuk meneliti dampak kebijakan moneter terhadap variabel ekonomi lainnya
yang banyak ditunjuk oleh peneliti lain untuk menganalisa hubungan dan
dampak kebijakan moneter. Seperti dalam penelitian ini yang menggunakan
alat transmisi kebijakan moneter syariah melalui jalur pembiayaan dalam
memengaruhi stabilitas harga (inflasi).
Analisis data menggunakan VAR dan VECM yang umumnya digunakan
yaitu impulse response function (IRF), forecast error decompositions
variance (FEVD), dan uji kausalitas. Sebelum melakukan uji estimasi
VAR/VECM, maka ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu
pengujian pra-estimasi. Pengujian-pengujian tersebut antara lain stasioneritas
data, penentuan lag optimal, uji stabilitas VAR, dan uji kointegrasi.
41
1. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi
Proses yang bersifat random atau skokastik merupakan kumpulan
dari variabel random dalam urutan waktu. Setiap data time series yang kita
punyai merupakan suatu data dari hasil proses skokastik. Suatu data hasil
proses random dikatakan stasioner jika memenuhi 3 kriteria yaitu jika rata-
rata dan variannya konstan sepanjang waktu dan kovarian antara dua data
runtut waktu hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu
tersebut. Terdapat beberapa metode uji stasioneritas. Metode yang akhir-
akhir ini banyak digunakan adalah uji akar unit Dickey-Fuller (ADF)
(Widarjono, 2009).
Dalam prakteknya uji ADF inilah yang sering digunakan untuk
mendekteksi apakah data stasioner atau tidak. Adapun formulasi uji ADF
sebagai berikut (Widarjono, 2009) :
∑
dimana :
Y = variabel yang diamati
=
T = trend waktu
Uji stasioneritas data dalam ADF dilihat dari nilai t-statistik yyang
dibandingkan dengan nilai kritis Mac-Kinnon pada level 1 persen, 5
persen, atau 10 persen. Apabila nilai mutlak t-statistik ADF lebih besar
dari nilai mutlak MacKinnon Critical Value maka data telah stasioner pada
taraf nyata yang telah ditentukan. Apabila berdasarkan hasil uji ADF data
42
tidak stasioner pada tingkat level maka harus dilakukan penarikan
diferensial sampai data stasioner pada tingkat first difference atau second
difference. Langkah-langkah pengujian akar unit sebagai berikut:
Hipotesis Ho: Data tersebut tidak stasioner pada tingkat level
Ha: Data tersebut stasioner pada tingkat level
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
Jika ADF > MacKinnon Critical Value (critical value)
α = 5% maka Ho ditolak.
Jika ADF < MacKinnon Critical Value (critical value)
α= 5% maka Ha diterima.
Uji akar unit ini digunakan untuk melihat apakah data yang diamati
stasioner atau tidak. Test ini sebenernya hanya merupakan pelengkap dari
analisis VAR, mengingat tujuan dari analisis VAR adalah untuk menilai
adanya hubungan timbal balik di antara variabel-variabel yang diamati,
dan bukan test untuk data. Akan tetapi, apabila data yang diamati adalah
stasioner, hal ini akan meningkatkan akurasi dari analisis VAR (Fauziyah,
2015).
2. Penentuan Lag Optimal
Dampak sebuah kebijakan ekonomi seperti kebijakan moneter dan
fiskal biasanya tidak secara langsung berdampak pada aktivitas ekonomi
tetapi memerlukan waktu atau kelambanan (lag). Bekerjanya kebijakan
ekonomi mungkin memerlukan beberapa waktu misalnya 6 bulan sampai
43
dengan 12 bulan. Ketika kita menganalisis model kelambanan, pertanyaan
krusial yang muncul adalah bagaimana menentukan panjangnya
kelambanan. Ada beberapa metode untuk melakukan hal ini. Salah satunya
adalah nilai koefisien determinasi yang disesuaikan ( ). Berikut
formulanya sebagai berikut (Widarjono, 2009):
Dimana k adalah jumlah variabel independen dan n adalah jumlah
observasi. Dalam formula tersebut jika kita tambah variabel independen di
dalam model maka dapat menurun atau naik. Oleh karena itu metode
penentuan panjangnya kelambanan dipilih jika nilai tidak lagi naik
ketika kita menambah panjangnya kelambanan.
Selain menggunakan nilai koefisien determinasi yang disesuaikan,
kita bisa menggunakan kriteria yang dikemukanan oleh Akike Informatin
Criterion (AIC) dan Schwarz Information Criterion (SIC). Berikut
formulasi kedua kriteria tersebut:
(
)
(
)
dimana :
RSS = jumlah residual kuadrat (Residual sum of squares)
k = jumlah variabel parameter estimasi
n = jumlah observasi
44
Penentuan panjang lag optimal harus secara tepat karena apabila lag
yang dipilih terlalu panjang maka model akan menjadi tidak signifikan
akibat banyak derajat bebas yang terbuang. Penentuan panjang lag optimal
juga dapat dilihat menggunakan kriteria lainnya seperti Final Prediction
Error (FPE), Likelihood Ratio (LR), dan Hannan-Quin Information (HQ)
(Sangidi, 2014).
3. Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari
fungsi polimonial atau dikenal dengan roots of characteristic polimonial.
Jika semua akar dari fungsi polimonial tersebut berada di dalam unit circle
atau jika nilai absolutnya < 1 maka model VAR tersebut dianggap stabil
sehingga hasil Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error
Varince Decomposition (FEVD) yang dihasilkan dianggap valid (Sangidi,
2014).
4. Uji Kointegrasi
Regresi yang menggunakan data time series yang tidak stasioner
kemungkinan besar akan menghasilkan regresi lancing (spurious
regression). Regresi lancing terjadi jika koefisien determinasi cukup tinggi
tapi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen tidak
mempunyai makna. Hal ini terjadi karena hubungan keduanya yang
merupakan data time series hanya menunjukan trend saja. Jadi tingginya
koefisien determinasi karena trend bukan karena hubungan antar keduanya
(Widarjono, 2009).
45
Uji yang dikembangkan Johanssen dapat digunakan untuk
menentukan kointegrasi sejumlah variabel (vektor). Untuk menjelaskan uji
Johanssen perhatikan model autoregresif dengan order p berikut ini
(Widarjono, 2009):
dimana adalah vektor k dari variabel l(1) non-stasioner, adalah
vektor d dari variabel deterministik dan adalah vektor inovasi.
Uji kointegrasi yang dilakukan uji kointegrasi Johanssen bertujuan
untuk mengetahui adanya kointegrasi dilihat dari nilai trace statistic
dibandingkan dengan nilai kritis. Apabila nilai trace statistic > nilai kritis,
maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut terkointegrasi
(Fauziyah, 2015).
5. Model dan Estimasi VAR
Penggunaan pendekatan struktural atau teoritis atas permodelan
persamaan simultan biasanya menerapkan teori ekonomi di dalam
usahanya untuk mendeksripsikan hubungan antar variabel yang ingin di
uji. Disebut persamaan struktural karena hubungan variabel di dalam
persamaan dibentuk atas dasar teori ekonomi. Estimasi persamaan
struktural tersebut akan menyediakan informasi numerik dan sekaligus alat
uji kepada teori. Akan tetapi sering kali teori ekonomi belum mampu
menentukan spesifikasi yang tepat (Fauziyah, 2015).
Menurut Widarjono (2009), teori ekonomi terlalu komplek sehingga
semlifikasi harus dijelaskan dengan teori yang ada. VAR muncul sebagai
46
jalan keluar atas permasalahan ini, model VAR dibangun dengan
pertimbangan meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar mampu
menangkap fenomena ekonomi yang baik. Dengan demikian VAR adalah
model non structural atau merupakan model tidak teoritis (ateoritis).
Dengan VAR kita hanya perlu memperlihatkan dua hal, yang
pertama adalah kita tidak perlu membedakan mana yang merupakan
variabel endogen dan eksogen. Semua variabel baik endogen atau eksogen
yang dipercaya saling berhubungan seharusnya dimasukan di dalam
model. Namun kita juga bisa memasukan variabel eksogen di dalam VAR,
dan yang kedua adalah untuk melihat hubungan antar variabel di dalam
VAR kita membutuhkan sejumlah kelambanan variabel yang ada.
Kelambanan variabel ini diperlukan untuk menangkap efek dari variabel
tersebut terhadap variabel yang lain di dalam model (Widarjono, 2007).
Secara umum model VAR dengan n variabel endogen bisa ditulis
sebagai berikut:
∑
∑
∑
Diperlukan sebuah strategi dalam pembentukan VAR agar tidak
terjadi miss-spesifikasi di dalam pembentukannya. Karenanya estimasi
model VAR dilakukan dengan tahapan-tahapan secara berurutan. Setelah
melakukan beberapa pengujian pra-estimasi seperti yang sudah dipaparkan
sebelumnya hasil dari pengujian tersebut akan berujung pada penggunaan
VAR pada dua pilihan VAR ataupun VAR dalam bentuk difference atau
47
VECM (Vector Error Correction Model). Setelah di tentukan selanjutnya
akan dilakukan beberapa uji hipotesis yaitu uji estimasi VAR/VECM, uji
Impulse Response Function (IRF), uji Forecast Error Variance
Decompositions (FEVD), dan uji kausalitas.
Hal yang krusial di dalam estimasi VAR adalah masalah penentuan
panjangnya kelambanan di dalam sistem VAR. Panjangnya kelambanan
variabel yang optimal diperlukan untuk menangkap pengaruh dari setiap
variabel terhadap variabel yang lain di dalam sistem VAR.
6. Impulse Response Function (IRF)
Impulse response function (IRF) menggambarkan tingkat laju dari
guncangan variabel yang satu terhadap variabel lainnya pada suatu rentang
periode tertentu, sehingga dapat dilihat lamanya pengaruh guncangan satu
variabel terhadap variabel lain hingga pengaruh tersebut hilang dan
mencapai keseimbangan. IRF digunakan untuk melihat pengaruh
kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan
atau inovasi dari variabel independen sebesar satu standar deviasi. Selain
itu, IRF dapat mengukur kekuatan relatif dari berbagai guncangan dan
menelusuri pola dan arah transmisi guncangan. (Sangidi, 2014).
7. Variance Decomposition
Variance Decomposition atau disebut Forecast Eror Decomposition
of Variance merupakan perangkat pada model VAR yang akan
memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi menjadi
komponen-komponen shock atau menjadi variabel innovation, dengan
48
asumsi bahwa variabel-variabel innovation tidak saling berkolerasi.
Kemudian Variance Decomposition akan memberikan informasi mengenai
proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada ebuah variabel terhadap
shock variabel lainnya pada periode saat ini dan periode yang akan datang.
(Ajija, dkk, 2011).
Menurut Rama dan Musri (2015), variance decomposition digunakan
untuk menggali lebih dalam hubungan dinamis antar variabel. Variance
decomposition memungkinkan kita untuk menguji diluar dari kausalitas
sampel antar variabel di dalam sistem VAR. Metode ini mengukur
presentase dari variasi variabel yang bisa dijelaskan oleh variabel yang
lain. Dengan kata lain, untuk menunjukan dampak dari suatu variabel
terhadap variabel yang lain.
8. Granger Causality
Uji kausalitas Granger digunakan untuk mengevaluasi kemampuan
peramalan dari suatu peubah deret waktu pada periode sebelumnya
terhadap peubah deret waktu lainnya pada periode saat ini. Dengan kata
lain uji ini bertujuan untuk melihat pengaruh masa lalu dari suatu variabel
terhadap kondisi variabel lain pada masa sekarang. Dalam uji ini dapat
dilihat apakah terdapat hubungan satu arah atau hubungan 2 arah antar
variabel.
Secara matematis, untuk melihat apakah X menyebabkan Y atau
tidak, dapat dilakukan dengan beberapa tahapan (Nachrowi dan Usman,
2006) :
49
1.
Dalam regresi tentunya hal ini berarti bahwa semua koefisien regresi
bernilai 0, sehingga hipotesis dapat dituliskan juga dengan :
2. Buat regresi penuh dan dapatkan Sum Square of Error (SSE)
∑ ∑
3. Buat regresi terbatas dan dapatkan pula Sum Square of Error (SSE)
∑
4. Lakukan uji F berdasarkan SSE yang di dapat, dengan formula :
dimana N adalah banyaknya pengamatan, k adalah banyaknya
parameter model penuh, dan q adalah banyaknya parameter model
terbatas.
5. Bila ditolak, berarti X mempengaruhi Y. Cara yang sama juga
dapat dilakukan untuk melihat apakah Y mempunyai pengaruh
terhadap X.
D. Model Penelitian
Model yang digunakan dalam penelitian ini mengenai mekanisme
transmisi kebijakan moneter syariah melalui jalur pembiayaan. Berikut model
yang digunakan dalam penelitian ini:
50
Tabel 3.1
Model Penelitian Analisis Pengaruh Jalur Pembiayaan Terhadap
Inflasi Dalam Sistem Moneter Syariah di Indonesia
Model Penjabaran
I
Keterangan :
= jumlah dana pihak ketiga bank syariah
= jumlah pembiayaan bank syariah
Adapun penerapannya dalam model VAR sebagai berikut :
Tabel 3.2
Model VAR Penelitian Analisis Pengaruh Jalur Pembiayaan Terhadap
Inflasi Dalam Sistem Moneter Syariah di Indonesia
Model Pejabaran
I ∑
∑
∑
∑
∑
E. Operasional Data Penelitian
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, berikut ini definisi operasional
variabel yang digunakan dalam penelitian :
6. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka
waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia. SBIS memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu
51
Menggunakan akad Ju’alah, berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional-
Majelis Ulama Indonesia, SBIS juga dapat diterbitkan dengan
menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadiah, qardh, dan
wakalah. Satuan unit sebesar Rp. 1 (satu juta rupiah). Berjangka waktu
paling kurang 1 bulan dan paling lama 12 bulan. Diterbitkan tanpa warkat.
Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia. Tidak dapat diperdagangkan di
pasar sekunder.
7. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
Merupakan kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarbank
berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah ataupun valuta asing.
Bermanfaat bagi industri perbankan syariah untuk memenuhi likuiditas
jangka pendek. Piranti yang digunakan oleh PUAS yaitu Sertifikat
Mudharabah Antar Bank Syariah (SIMA).
8. Dana Pihak Ketiga Syariah
Sumber dana yang terdapat di bank umum syariah. Dana ini diperoleh
dari masyarakat yang terhimpun di bank syariah dalam bentuk
titipan/wadiah, partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi resiko serta
investasi khusus.
9. Pembiayaan
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi kedalam 4 kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu pembiayaan denagn prinsip jual
52
beli, pembiayaan dengan prinsip sewa, pembiayaan dengan prinsip bagi
hasil, dan pembiayaan dengan akad pelengkap.
Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki
barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk
mendapat jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang
ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus. Pada kategori
pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan
menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang
termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip
jual beli seperti murabahah, salam, isthisna serta produk yang
menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah dan IMBT. Sedangkan pada
kategari ketiga tingkat keuntungan bank ditetukan dari besarnya
keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil.
10. Inflasi
Merupakan sebuah fenomena ekonomi berupa kenaikan harga secara
umum dan terjadi secara terus menerus. Bahkan Milton Friedman, ekonom
besar penerima Nobel di tahun 1976 pernah mengatakan “inflasi selalu dan
dimanapun merupakan fenomena moneter”. Inflasi yang berbahaya ialah
inflasi yang tidak dapat diprediksikan sehingga menimbulkan keterkejutan
masyarakat akan kenaikan harga. Banyak ekonom yang berpendapat
tingkat inflasi yang rendah merupakan hal yang baik apabila itu terjadi
akibat dari adanya inovasi yang dilakukan. Demikian tingkat inflasi harus
terus di pantau dan dikendalikan agar tetap berada di tingkat yang aman.
53
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Pada penelitian analisis pengaruh jalur pembiayaan terhadap inflasi ini,
menggunakan SBIS dan PUAS sebagai instrumen moneter syariah yang
diduga mempengaruhi jumlah dana pihak ketiga bank syariah. Jumlah dana
pihak ketiga (DPK) akan mempengaruhi jumlah pembiayaan yang diberikan
oleh bank syariah. Besarnya jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank
syariah mempengaruhi tingkat ouput dan pada akhirnya akan mempengaruhi
inflasi.
6. Perkembangan Inflasi
Inflasi merupakan salah satu kajian terpenting dalam lingkup
makroekonomi. Karena inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa
secara umum. Tentunya inflasi yang tinggi dapat menjadi beban bagi
banyak pihak. Inflasi akan menurunkan daya beli dari mata uang suatu
negara. Jika daya beli mata uang menurun maka kemampuan masyarakat
yang berpenghasilan tetap untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari
dalam bentuk barang dan jasa, juga akan menurun.
Selain itu, inflasi juga menimbulkan ketidakpastian karena laju
inflasi yang tidak stabil. Hal ini akan mempengaruhi minat masyarakat
untuk menabung dan menyulitkan perencanaan dalam dunia usaha. Oleh
karena itu, inflasi merupakan fenomena yang penting untuk terus di
54
cermati oleh setiap negara. Tak hanya dicermati, setiap negara juga
berupaya untuk menjaga laju inflasi agar tetap rendah dan stabil.
Pada gambar 4.1 terlihat pergerakan dari awal tahun 2012 sampai
dengan akhir tahun 2016. Di tahun 2013 sampai dengan 2015 tercatat laju
inflasi yang cukup tinggi menyebabkan tunrunnya daya beli masyarakat.
Namun, di tahun 2016 laju inflasi mengalami penurunan dari tahun-tahun
sebelumnya. Berikut gambar mengenai perkembangan tingkat inflasi dari
awal tahun 2012 hingga akhir tahun 2016 :
Gambar 4.1
Perkembangan Inflasi (IHK) Periode Januari 2012 s.d Desember 2016
Di Indonesia
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016
Inflasi
Sumber : Bank Indonesia, diolah
7. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI tanggal 31
Maret 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah. SBIS adalah surat
berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata
uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS memiliki
55
karakteristik yaitu menggunakan akad ju’alah, namun menurut fatwa
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, SBIS juga dapat
diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadiah,
qardh, dan wakalah. Selain itu, dijual dengan dalam satuan unit sebesar
Rp. 1 (satu juta rupiah), berjangka waktu paling kurang 1 bulan dan paling
lama 12 bulan.
Dari gambar 4.2 terlihat posisi SBIS cenderung terus mengalami
kenaikan dari tahun 2013 hingga tahun 2015. Selanjutnya di tahun 2016
mengalami penurunan namun lebih sedikit jika dibandingkan dengan
tingkat SBIS pada tahun 2012. Berikut gambaran mengenai perkembangan
tingkat SBIS dari awal tahun 2012 hingga akhir tahun 2016 :
Gambar 4.2
Perkembangan SBIS Periode Januari 2012 s.d Desember 2016 di
Indonesia
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016
SBIS
Sumber : Bank Indonesia, diolah
8. Perkembangan Pasar Uang Antarbank Syariah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/8/PBI/2000 tanggal 23 Februari
2000 mengenai Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
56
(PUAS). Peserta PUAS terdiri atas bank syariah dan bank konvensional.
Bank syariah dapat melakukan penanaman dana dan atau pengelolaan
dana, sedangkan bank konvensional hanya dapat melakukan penanaman
dana. Pasar uang antar bank syariah (PUAS) menggunakan piranti
sertifikat investasi mudhrabah antar bank (IMA) yang berjangka waktu
maksimum 90 hari diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah atau unit
usaha syariah bank konvensional (Sudarsono, 2003).
Dari gambar 4.3 didapatkan bahwa tingkat PUAS cenderung
mengalami kenaikan dimulai akhir tahun 2013 sampai pada tahun 2014
dan di tahun 2015 dan 2016 tingkat PUAS cenderung fluktuatif. Berikut,
gambar 4.3 mengenai perkembangan tingkat PUAS:
Gambar 4.3
Perkembangan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Periode
Januari 2012 s.d Desember 2016 Di Indonesia
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016
PUAS
Sumber : Bank Indonesia, diolah
9. Perkembangan Jumlah Dana Pihak Ketiga
Menurut Rama (2015), perbankan syariah mengalami pertumbuhan
yang pesat setelah dikeluarkannya UU Perbankan No. 10/1998 dan UU
57
Bank Sentral No. 23/1998. Dana pihak ketiga biasanya juga disebut
dengan dana masyarakat. Hal ini dikarenakan dana diperoleh dari
masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga,
sekolah, yayasan, dan lain-lain baik dalam bentuk rupiah ataupun mata
uang asing. Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting atau
sumber utama dalam kegiatan operasional suatu bank menjadi salah satu
faktor keberhasilan suatu bank jika mereka dapat membiayai segala
operasi bank dengan menggunakan dana ini (Syariahbank.com, 2015).
Berikut, jumlah dana pihak ketiga dari awal tahun 2012 hingga akhir
tahun 2016:
Gambar 4.4
Perkembangan Jumlah Dana Pihak Ketiga Bank Syariah Periode
2012 s.d 2016
11.6
11.8
12.0
12.2
12.4
12.6
2012
Jan
2012
Mar
2012
Mei
2012
Jul
2012
Sep
2012
Nov
e
2013
Jan
2013
Mar
2013
Mei
2013
Jul
2013
Sep
2013
Nov
2014
Jan
2014
Mar
2014
Mei
2014
Jul
2014
Sep
2014
Nov
2015
Jan
2015
Mar
2015
Mei
2015
Jul
2015
Sep
2015
Nov
2016
Jan
2016
Mar
2016
Mei
2016
Jul
2016
Sep
2016
Nov
DPKX
Sumber : Ototitas Jasa Keuangan, diolah
Dilihat dari gambar 4.4 diatas perkembangan jumlah dana pihak
ketiga bank syariah cenderung terus mengalami kenaikan namun stabil.
Mengindikasikan setiap tahunnya jumlah dana pihak ketiga terus
58
bertambah. Jika terjadi penurunan hanyalah sedikit sehingga tidak terjadi
perubahan yang signifikan.
10. Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi kedalam 4 kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu pembiayaan dengan prinsip jual
beli, pembiayaan dengan prinsip sewa, pembiayaan dengan prinsip bagi
hasil, dan pembiayaan dengan akad pelengkap (Karim, 2013).
Gambar 4.5
Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia Tahun 2012
s.d Tahun 2016
11.4
11.6
11.8
12.0
12.2
12.4
12.6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016
LNFINC
Sumber : Ototitas Jasa Keuangan, diolah
Bersdasarkan gambar di atas jumlah pembiayaan yang diberikan oleh
bank syariah cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah
pembiayaan meningkat namun tetap stabil. Terjadi peningkatan yang
cukup signifikan menjelang akhir tahun 2016. Hal ini disebabkan adanya
dukungan pemerintah untuk terus mengembangkan keuangan syariah di
Indonesia.
59
B. Analisis Uji Ekonometrik
9. Uji Stasioneritas / Unit Root Test
Uji akar unit ini digunakan untuk melihat apakah data yang diamati
stasioner atau tidak. Uji stasioneritas data dalam ADF dilihat dari nilai t-
statistik yyang dibandingkan dengan nilai kritis Mac-Kinnon pada level 1
persen, 5 persen, atau 10 persen. Apabila nilai mutlak t-statistik ADF lebih
besar dari nilai mutlak MacKinnon Critical Value maka data telah
stasioner pada taraf nyata yang telah ditentukan. Apabila berdasarkan hasil
uji ADF data tidak stasioner pada tingkat level maka harus dilakukan
penarikan diferensial sampai data stasioner pada tingkat first difference
atau second difference.
Tabel 4.1
Hasil Uji Akar Unit
Variabel
Level 1st Difference
t-statistics Prob-ADF t-statistics Prob-ADF
Inflasi -2.283540 0.4358 -6.048422*** 0.0000
SBIS -1.045355 0.9291 -8.271767*** 0.0000
PUAS -1.769515 0.7067 -10.98163*** 0.0000
LnDPK -1.613710 0.7757 -8.803891*** 0.0000
LnFINC -2938787 0.1583 -1.825521 0.6790
60
Catatan: ***, signifikan pada ketiga nilai kritis MacKinnon 1%, 5%, dan
10%. Sumber : data yang diolah.
Berdasarkan hasil uji akar ADF menunjukan bahwa semua variabel
tidak stasioner pada tingkat level dikarenakan nilai probabilitas ADF yang
didapat lebih dari 0.05. Demikian, uji dilakukan lagi pada tingkat first
difference. Dari hasil uji stasioner pada tingkat first difference semua
variabel stasioner di setiap nilai kritis MacKinnon dan nilai probalitas
ADF kurang dari 0.05. Namun, untuk variabel LNFINC atau pembiayaan
stasioner di tingkat second difference dengan probabilitas sebesar 0.0000
dan t-statistik -6.249722.
10. Uji Lag Length Criteria
Dampak sebuah kebijakan ekonomi seperti kebijakan moneter dan
fiskal biasanya tidak secara langsung berdampak pada aktivitas ekonomi
tetapi memerlukan waktu atau kelambanan (lag). Bekerjanya kebijakan
ekonomi mungkin memerlukan beberapa waktu misalnya 6 bulan sampai
dengan 12 bulan. Ketika kita menganalisis model kelambanan, pertanyaan
krusial yang muncul adalah bagaimana menentukan panjangnya
kelambanan.
Dalam menentukan lag kita bisa menggunakan kriteria yang
dikemukanan oleh Akike Informatin Criterion (AIC) dan Schwarz
Information Criterion (SIC). Dalam penelitian ini akan menggunakan
kriteria SIC karena kriteria SIC memberikan pertimbangan yang lebih
61
besar dan jika terjadi kontradiksi antara nilai AIC dan SIC maka gunakan
kriteria SIC. Berikut hasil uji lag length:
Tabel 4.2
Hasil Uji Lag Length Criteria
Schwarz Information Criteria
0 1 2
-1.92777 -8.024313* -7.275801
Sumber: data di olah
Dari tabel diatas merupakan hasil uji lag length criteria. Dalam
menentukan panjang lag menggunakan kriteria SIC. Sehingga dapat
disimpulkan akan menggunakan lag ke 1. Dilihat dari nilai SIC yang
paling kecil dan berbintang. Demikian, panjang lag ini akan digunakan
untuk uji selanjutnya seperti stabilitas VAR, kointegrasi dsb.
11. Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari
fungsi polimonial atau dikenal dengan roots of characteristic polimonial.
Jika semua akar dari fungsi polimonial tersebut berada di dalam unit circle
atau jika nilai absolutnya < 1 maka model VAR tersebut dianggap stabil
sehingga hasil Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error
Varince Decomposition (FEVD) yang dihasilkan dianggap valid (Sangidi,
2014).
62
Tabel 4.3
Uji Stabilitas VAR
Nilai Modulus Keterangan
0.978799 Stabil
0.888683 Stabil
0.888683 Stabil
0.76166 Stabil
0,199027 Stabil
Sumber : data di olah
Tabel di atas menunjukan hasil uji stabilitas VAR. Dapat dikatakan
stabil jika nilai modulus < 1. Dapat dilihat nilai modulus yang didapat
kurang dari 1. Dapat disimpulkan bahwa model VAR tersebut dianggap
stabil. Sehingga hasil uji Impulse Response Function (IRF) dan Forecast
Error Variable Decompossiton (FEVD) yang dihasilkan dianggap valid.
12. Uji Kointegrasi
Pegujian kointegrasi dapat dilakukan dengan uji kointegrasi Engle-
Granger, uji kointegrasi Johanssen, dan uji kointegrasi Durbin Watson.
Pengujian ini dilakukan dalam rangka memperoleh hubungan jangka
panjang antar variabel yang telah memenuhi persyaratan dimana terdapat
variabel yang stasioner pada derajat first difference.
Uji kointegrasi yang dilakukan uji kointegrasi Johanssen bertujuan
untuk mengetahui adanya kointegrasi dilihat dari nilai trace statistic
dibandingkan dengan nilai kritis. Apabila nilai trace statistic > nilai kritis,
maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut terkointegrasi
(Fauziyah, 2015).
63
Tabel 4.4
Hasil Uji Kointegrasi
Hipotesa Trace
Statistics
5% critical
value
Prob. Kesimpulan
None 116.9850 69.81889 0.0000 Terdapat
Kointegrasi
At most 1 57.06715 47.85613 0.0054 Terdapat
Kointegrasi
At most 2 31.25192 29.79707 0.0338 Terdapat
Kointegrasi
At most 3 13.56936 15.49471 0.0955 Tidak
Terkointegrasi
At most 4 0.219614 3.841486 0.6393 Tidak
Terkointegrasi
Sumber: data yang di olah
Dilihat dari tabel di atas menunjukan hasil dari uji kointegrasi
Johannsen. Dapat disimpulkan dari hasil uji kointegrasi di atas bahwa
terdapat hubungan kointegrasi. Ini menandakan adanya hubungan
keseimbangan jangka panjang antar variabel tersebut. Hal ini dikarenakan
nilai probabilitas berada di bawah nilai probabilitas , sehingga
untuk uji selanjutnya dapat untuk uji jangka panjang yaitu menggunakan
VECM.
13. Uji Kausalitas
Uji ini bertujuan untuk melihat pengaruh masa lalu dari suatu
variabel terhadap kondisi variabel lain pada masa sekarang. Dalam uji ini
dapat dilihat apakah terdapat hubungan satu arah atau hubungan 2 arah
antar variabel.
64
Kriteria dalam penentuan kausalitas dilihat dari nilai probabilitas
yang dibandingkan dengan nilai kritis. Nilai kritis yang digunakan dalam
penelitian ini ialah 5 persen. Apabila nilai probabilitasnya < 0.05 dan nilai
f statistiknya > f tabel (> 3,20) maka terdapat hubungan kausalitas diantara
variabel. Berikut hasil uji kausalitas:
Tabel 4.5
Hasil Uji Kausalitas Granger
SBIS, PUAS, LNDPKS, LNFINC Terhadap Inflasi
Null Hypothesis Obs F Statistik Prob
SBIS doest not granger cause INFLASI 60 2.11239 0.1517
INFLASI does not granger cause SBIS 60 20.1356 4.E-0.5*
PUAS does not granger cause INFLASI 60 1.15428 0.2873
INFLASI does not granger cause PUAS 60 9.55348 0.0031*
LNDPKS does not granger cause INFLASI 60 1.21732 0.2746
INFLASI does not granger cause LNDPKS 60 3.04106 0.0867
LNFINC does not granger cause INFLASI 60 0.81961 0.3692
INFLASI does not granger cause LNFINC 60 7.70548 0.0075*
Sumber : data diolah
Hasil uji kausalitas Granger menunjukan terdapat hubungan searah
antara SBIS terhadap inflasi yaitu SBIS berpengaruh signifikan terhadap
tingkat inflasi namun, inflasi tidak mempengaruhi tingkat SBIS. Begitu
juga dengan tingkat PUAS dan jumlah pembiayaan bank syariah memiliki
hubungan searah dengan tingkat inflasi. Demikian tingkat PUAS dan
jumlah pembiayaan berpengaruh signifikan terhadap inflasi.
65
14. Estimasi VECM
Estimasi model VAR dilakukan dengan tahapan-tahapan secara
berurutan. Setelah melakukan beberapa pengujian pra-estimasi seperti
yang sudah dipaparkan sebelumnya hasil dari pengujian tersebut akan
berujung pada penggunaan VAR pada dua pilihan VAR ataupun VAR
dalam bentuk difference atau VECM (Vector Error Correction Model).
Setelah di lakukan uji kointegrasi Johansen terlebih dahulu hasil
yang didapatkan adalah terdapat kointegrasi atau hubungan jangka
panjang. Maka selanjutnya dilakukan estimasi VECM. Tabel 4.6
menyajikan hasil estimasi dengan VECM. Uji-t dilakukan pada level of
significant ( ) 5% dengan nilai t-tabel 2,005. Berikut adalah hasil dari
estimasi VECM:
Tabel 4.6
Hasil Estimasi VECM
(Jangka Panjang)
Cointegration E.q : CointEq1
INF (-1) 1.000000
SBIS (-1) 14.57770*
[-3.33327]
PUAS (-1) 2.155328
[0.61263]
LNDPKS (-1) 18.85146
[0.67058]
LNFINC (-1) -18.25030
[-0.56409]
C 63.91866
(Jangka Pendek)
66
CointEq1 0.011275
[1.13687]
D(INFLASI(-1)) 0.201035
[1.43111]
D(SBIS(-1)) -0.097520
[0.21238]
D(PUAS(-1)) -0.080366
[-0.40183]
D(LNDPKS(-1)) 4.027927
[0.71974]
D(LNFINC(-1)) -2.052752
[-0.22941]
C -0.034793
[-0.23146]
Catatan : *, tingkat signifikansi 5%
Sumber : data yang di olah
Dari hasil uji pada tabel jangka panjang dapat dilihat bahwa dalam
jangka panjang variabel instrumen moneter syariah (SBIS) dapat
mempengaruhi tingkat inflasi. Instrumen moneter syariah yaitu SBIS
dalam jangka panjang dari hasil uji di atas memberikan pengaruh positif
yaitu sebesar 14.5 persen. Artinya, jika terjadi kenaikan tingkat SBIS
maka akan menyebabkan naiknya tingkat inflasi yaitu sebesar 14.5 persen.
Hal tersebut dikarenakan nilai t-statistik pada variabel lebih besar dari nilai
t-tabelnya.
15. Impulse Response Function
Impulse response function (IRF) digunakan untuk melihat pengaruh
kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan
67
atau inovasi dari variabel independen sebesar satu standar deviasi. Selain
itu, IRF dapat mengukur kekuatan relatif dari berbagai guncangan dan
menelusuri pola dan arah transmisi guncangan (Sangidi, 2014).
Variabel dikatakan merespon positif terhadap variabel lainnya jika
pada grafik hasil uji IRF garis biru berada di atas 0.00. Sementara variabel
dikatakan merespon negatif jika pada grafik hasil uji IRF garis biru berada
di bawah 0.00. Berikut hasil uji IRF dalam bentuk grafik:
Gambar 4.6
Hasil Uji Impulse Response Function
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Response of INFLASI to SBIS
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Response of INFLASI to PUAS
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Response of INFLASI to LNDPKS
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Response of INFLASI to LNFINC
68
Dari grafik hasil uji IRF di atas dapat dilihat bahwa guncangan
variabel SBIS direspon negatif oleh tingkat inflasi pada periode ke-3
hingga periode ke-30. Sebaliknya, guncangan variabel PUAS tidak
direspon oleh tingkat inflasi pada periode ke-1 hingga ke-7 lalu mulai
direspon positif oleh tingkat inflasi dimulai dari periode ke-8 hingga ke-
30. Guncangan variabel LNDPKS dan LNFINC juga direspon positif oleh
tingkat inflasi pada periode ke-4 hingga ke-30.
16. Variance Decomposition
Variance Decomposition akan memberikan informasi mengenai
proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap
shock variabel lainnya pada periode saat ini dan periode yang akan datang.
(Ajija, dkk, 2011).
Berikut telah disajikan tabel hasil uji variance decomposition:
Tabel 4.9
Hasil Uji Variance Decomposition
Periode S.E. DINFLASI DSBIS DPUAS DLNDPKS DLNFINC
1 0.745535 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
5 2.038408 98.22272 0.681156 0.017556 1.033768 0.044795
10 2.948179 95.75906 2.047809 0.024633 1.973059 0.195434
15 3.649585 93.30867 3.479393 0.064446 2.761610 0.385885
20 4.248267 91.11650 4.780714 0.114164 3.417800 0.570821
25 4.781183 89.25322 5.895248 0.163020 3.954067 0.734442
30 5.266322 87.70379 6.826039 0.206954 4.389573 0.873648
Sumber: data yang di olah
Tabel 4.9 menjelaskan mengenai besarnya kontribusi yang diberikan
oleh variabel SBIS, PUAS, LNDPKS, dan LNFINC terhadap tingkat
inflasi. Pada periode ke-1 tingkat inflasi berkontribusi terhadap variabel itu
69
sendiri. Lalu dimulai pada periode ke-2 kontribusi yang paling besar
diberikan oleh jumlah dana pihak ketiga bank syariah lalu disusul oleh
tingkat SBIS, jumlah pembiayaan bank syariah dan tingkat PUAS. Pada
periode ke-30 variabel yang paling berkontribusi ialah variabel SBIS yaitu
sebesar 6.82 persen dan yang terkecil kontribusi yang dibeikan oleh PUAS
yaitu sebesar 0.2 persen.
C. Analisis Penelitian
Bank Indonesia memiliki peran dan fungsi sebagai otoritas moneter yang
diberikan mandat untuk membuat dan melaksanakan kebijakan moneter.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter dengan menggunakan berbagai jalur
diharapkan sebagai formulasi yang tepat untuk mempengaruhi stabilitas
ekonomi makro salah satunya ialah stabilitas harga (inflasi).
Transmisi kebijakan moneter syariah melalui jalur pembiayaan
berdasarkan hasil uji kausalitas Granger melalui metode VECM didapati hasil
terdapat hubungan searah antar tingkat SBIS dan tingkat Inflasi. Hasil ini
sejalan dengan teori kebijakan moneter dimana melalui OPT menerbitkan
SBIS sebagai sasaran operasional lalu memepengaruhi sasaran antara dan
menuju sasaran akhir yaitu inflasi.
Dalam uji IRF, variabel tingkat infasi merespon negatif terhadap
guncangan dari variabel SBIS. Artinya jika terjadi penambahan tingkat SBIS
akan mengurangi tingkat inflasi. Hal ini sejalan dengan teori kebijakan
moneter kontraktif. Bank sentral akan berupaya untuk menjaga tingkat inflasi
tetap rendah dengan melakukan kegiatan OPT berdasarkan prinsip dan
70
menerbitkan SBIS dengan imbal hasil yang tinggi. Hal ini akan membuat bank
syariah tertarik untuk menempatkan uangnya di bank sentral dan mengurangi
jumlah uang beredar.
Pada hasil Uji Variance Decomposition menampilkan pada periode awal
pergerakan dari tingkat inflasi seluruhnya dipengaruhi oleh guncangan dari
variabel tingkat inflasi itu sendiri. Guncangan variabel SBIS memberikan
kontribusi dimulai pada periode ke 2 sebesar 0.04 persen dan periode ke-30
sebesar 6.8 persen terhadap tingkat inflasi.
Berdasarkan hasil uji Kausalitas Granger terdapat hubungan satu arah
antara PUAS terhadap tingkat inflasi. Hal ini sejalan dengan teori kebijakan
moneter dimana PUAS sebagai wadah bank syariah untuk mengelola
likuditasnya. Bank syariah yang memiliki likuditas yang baik dapat
memberikan pelayanan dan penyaluran dana. Dengan semakin meningkatnya
pembiayaan yang diberikan akhirnya akan berpengaruh terhadap tingkat harga
(Inflasi).
Dalam uji IRF, tingkat inflasi tidak merespon guncangan pada variabel
PUAS pada periode ke-1 hingga ke-8. Hal ini disebabkan adanya time lag atau
tenggat waktu dari terbentuknya suatu kebijakan hingga dapat mempengaruhi
sasarannya. Tingkat Inflasi merespon positif terhadap guncangan pada
variabel PUAS dari periode ke-9 hingga ke-30.
Hasil uji Variance Decompositions menampilkan guncangan variabel
PUAS memberikan kontribusi mulai pada periode ke-2 sebesar 0.03 persen
dan periode ke-30 sebesar 0.2 persen terhadap tingkat inflasi. Jumlah ini
71
masih sangat kecil dibandingkan kontribusi yang diberikan oleh Pasar Uang
Antar Bank Konvensional terhadap tingkat inflasi dalam penelitian Sanrego
dan Rusydiana (2013) yaitu sebesar 2.1 persen.
Dari hasil uji IRF menunjukan bahwa tingkat inflasi tidak merespon
guncangan pada variabel dana pihak ketiga bank syariah pada periode ke-1.
Tingkat inflasi merespon positif terhadap guncangan pada variabel dana pihak
ketiga bank syariah dari periode ke-2 himgga ke-30. Hasil uji Variance
Decompositions menampilkan guncangan variabel dana pihak ketiga
memberikan kontribusi mulai pada periode ke-2 sebesar 0.3 persen dan
periode ke-30 sebesar 4.3 persen terhadap tingkat inflasi.
Berdasarkan hasil uji Kausalitas Granger terdapat hubungan satu arah
antara jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap tingkat
inflasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sangidi (2014) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara jumlah pembiayaan bank syariah
terhadap tingkat inflasi.
Dalam uji IRF, didapati hasil tingkat inflasi merespon negatif guncangan
pada variabel jumlah pembiayaan bank syariah pada periode ke-1 dan 2.
Tingkat inflasi merespon positif guncangan jumlah pembiayaan bank syariah
dimulai dari periode ke-3 hingga ke-30. Hasil ini sesuai dengan hasil uji
Sangidi (2014), dikarenakan masih rendahnya jumlah pembiayaan
menggunakan prinsip bagi-hasil seperti musyarakah dan mudharabah.
Hasil Uji Variance Decompositions menampilkan guncangan variabel
jumlah pembiayaan bank syariah memberikan kontribusi mulai pada periode
72
ke-2 sebesar 0.04 persen dan periode ke-30 sebesar 0.8 persen terhadap
tingkat inflasi. Jumlah ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan
kontribusi yang diberikan oleh kredit bank konvensional terhadap tingkat
inlfasi dalam penelitian Ascarya (2012) yaitu sebesar 19,4 persen.
73
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis pada bab
IV, maka pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam hasil uji Kausalitas Granger tingkat SBIS memiliki pengaruh
terhadap tingkat inflasi. Pada uji IRF tingkat inflasi merespon negatif
terhadap guncangan SBIS. Artinya, kenaikan tingkat SBIS akan
menurunkan tingkat inflasi. Kontribusi yang diberikan tingkat SBIS
kepada tingkat inflasi sebesar 6.8 persen.
2. Dalam hasil uji Kausalitas Granger tingkat PUAS memiliki pengaruh
terhadap tingkat inflasi. Pada hasil uji IRF, tingkat inflasi merespon positif
terhadap guncangan tingkat PUAS. Kontribusi yang diberikan tingkat
PUAS terhadap tingkat inflasi sebesar 0.2 persen.
3. Dalam hasil uji Kausalitas Granger jumlah dana pihak ketiga bank syariah
memiliki pengaruh terhadap tingkat inflasi. Pada hasil uji IRF, tingkat
inflasi merespon positif terhadap guncangan jumlah dana pihak ketiga.
Kontribusi yang diberikan jumlah dana pihak ketiga terhadap tingkat
inflasi sebesar 4.8 persen.
4. Dalam hasil uji Kausalitas Granger jumlah pembiayaan bank syariah
memiliki pengaruh terhadap tingkat inflasi. Pada hasil uji IRF, tingkat
inflasi merespon positif terhadap guncangan jumlah pembiayaan bank
74
syariah. Kontribusi yang diberikan jumlah pembiayaan bank syariah
terhadap tingkat inflasi sebesar 0.8 persen.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis sampaikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan subjek yang sama
namun diharapkan menggunakan metode yang berbeda agar dapat menjadi
pembanding. Selain itu, dapat juga menambah atau mengganti variabel-
variabel lain yang berkaitan dengan transmisi kebijakan moneter syariah
melalui jalur pembiayaan.
2. Untuk perbankan syariah diharapkan untuk meningkatkan kembali jumlah
pembiayaan yang diberikan terutama pembiayaan skim yang bersifat
produktif seperti mudharabah dan musyarakah.
3. Untuk Bank Indonesia selaku otoritas moneter, diharapkan untuk terus
melakukan penelitian dan pengembangan terhadap instumen kebijakan
moneter syariah. Selain itu, Bank Indonesia diharapkan juga untuk
memberikan perhatian kepada perbankan syariah.
75
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shochrul R dkk. “Cara Cerdas Menguasai Eviews”, Salemba Empat,
Jakarta, 2011.
Ali, Herny dan Ali Rama. “The Ranking Performance On Sharia Financial
Institutions Based On Maqashid Al-Shari’ah”, Jurnal Penelitian dan Kajian
Keagamaan DIALOG Vol. 39 No. 2 Hal. 139-154, Jakarta, 2016.
Amalia, Euis. “Sejarah Pemikiran Ekonomi Indonesia”, Gramata Publishing,
Depok, 2010.
Ascarya. “Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan : Alur Transmisi dan
Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda Di Indonesia”, Bank Indonesia Vol 14
No. 3 Hal. 283-315, Jakarta, 2012.
Bahyuni, Eva Misfah dan Ascarya. “Analisis Pengaruh Instrumen Moneter
Terhadap Stabilitas Besaran Moneter Dalam Sistem Moneter Ganda Di
Indonesia”, TAZKIA Islamic Finance and Bussines Review, Vol. 5 No. 1
Hal. 76-100, 2010
Amine Ben Amar dkk. “The Effectiveness of Monetary Policy Transmission
Channels in The Pressence of Islamic Banks : The Case of Saudi Arabia.”.
INTERNATIONAL JOUNAL OF BUSINESS, Vol. 20 No.3 Hal. 238-260,
2015.
Chapra, Umer. “Sistem Moneter Islam : Towards a Just Monetary System”, Gema
Insani, Jakarta, 2000.
Fauziyah, Farah. “Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Konvensional dan Syariah Melalui Jalur Harga Aset Terhadap Inflasi di
76
Indonesia Periode 2011-2014”, (Skripsi Terpublikasi) Jakarta : UIN Syarif
Hidayatullah, 2015.
Guglielmo Maria Caporale, dkk. “The Bank Lending Channel in a Dual Banking
System: Evidence from Malaysia”, CESifo Working Paper No. 5807 Hal. 2-
32, 2016.
Karim, Adiwarman. “Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan”, Rajawali Pers,
Jakarta, 2008.
Mankiw, Gregory. “Makroekonomi”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2006.
Mishkin, Frederic. “Ekonomi, Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan”, Salemba
Empat, Jakarta, 2008.
Ningsih, Kurnia. “Jalur Pembiayaan Bank Syariah Dalam Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter Di Indonesia”. (Jurnal Ilmiah Terpublikasi) Malang :
Universitas Brawijaya, 2013.
Nurul Huda, dkk. “Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis”, Kencana
Pranada Media Grup, Jakarta, 2008.
Raharja, Pratama dan Mandala Manurung. “Pengantar Ilmu Ekonomi :
Makroekonomi dan Mikroekonomi”, FEUI, Jakarta, 2008.
Rama, Ali. “Analisis Deksriptif Perkembangan Perbankan Syariah Di Asia
Tenggara”, The Jounal of Tauhidinomics Vol. 1 No. 2 Hal. 105-128,
Jakarta, 2015.
Rama, Ali . “Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, Jurnal
Ilmu Ekonomi Signifikan Vol. 2 No. 1 Hal. 33-56, Jakarta, 2013.
77
Rama, Ali dan Mustabsyirah Musri. “Analisis Perilaku Deposan Perbankan di
Indonesia (Studi Kasus Bank Syariah dan Konvensional)” The Journal of
Tauhidionomics Vol. 1 No. 1 Hal. 1-34, Jakarta, 2015.
Rama, Ali. “Monetary Dynamics And Commodity Money : A Discussion In The
Context of a Fiat Money VS Commodity Money”,Jurnal Bisnis dan
Manajemen Esensi Vol. 4 No. 1 Hal. 30-43, Jakarta, 2013.
Rusydiana, Aam Slamet. “Mekanisme Transmisi Syariah Pada Sistem Moneter
Ganda Di Indonesia”, Buletin Ekonomi dan Perbankan Hal. 346-366,
Jakarta, 2009.
Sekaran, Uma. “Metodologi Penelitian Bisnis”, Salemba Empat, Jakarta, 2007.
Sangidi, Wulandari. “Efektivitas Mekansime Transmisi Moneter Melalui Jalur
Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia”, (Skripsi Terpublikasi) Bogor :
Institut Pertanian Bogor, 2014.
Simorangkir, Iskandar. “Pengantar Kebanksentralan : Teori dan Praktik di
Indonesia”, Rajawali Pers, Jakarta, 2014.
Suseno dan Siti Aisyah. “Inflasi”, Seri Kebansentralan No. 22 Pusat Pendidikan
dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia, Jakarta, 2009.
Sudarsono, Heri. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan
Ilustrasi”,Ekonisia, Yogyakarta, 2008.
Warjiyo, Perry. “Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia”, Seri
Kebansentralan No. 11 Pusat Pendidikan Dan Studi Kebansentralan, Jakarta
2004.
78
Widarjono, Agus. “Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya”, Ekonisia,
Yogyakarta, 2004.
Yeniwati dan Nova Zulva Riani. “Jalur Kredit Perbankan dalam Mekanisme
Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia”. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Sosial,
Budaya, dan Ekonomi TINGKAP Vol. VI No. 2 Hal. 101-114, Padang,
2010.
Website:
www.ojk.go.id
www.bi.go.id
www.syariahbank.com
www.julfahmisalim.com
https://uinjkt.academia.edu/AliRama
79
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
Data Penelitian
TAHUN_BULAN SBIS PUAS LNDPKS LNFINC Inflasi
2012Jan 4.88 4.25 11.6658 11.52967 3.65
2012Feb 3.82 3.96 11.64934 11.54938 3.56
2012Mar 3.82 4.13 11.69223 11.55444 3.97
2012Apr 3.92 4.09 11.64411 11.59696 4.5
2012Mei 4.23 4.09 11.65448 11.63376 4.45
2012Jun 4.32 4.74 11.68922 11.67498 4.53
2012Jul 4.45 4.17 11.70369 11.7028 4.56
2012Agus 4.54 4.3 11.7254 11.73564 4.58
2012Sep 4.67 4.43 11.75727 11.77083 4.31
2012Okt 4.74 4.7 11.80897 11.81732 4.61
2012Nove 4.77 4.33 11.83986 11.85167 4.32
2012Dec 4.8 4.42 11.90166 11.90162 4.3
2013Jan 4.84 4.51 11.90989 11.91623 4.57
2013Feb 4.86 4.23 11.92368 11.94518 5.31
2013Mar 4.86 4.28 11.9638 11.98966 5.9
2013Apr 4.89 4.29 11.9736 12.004 5.57
2013Mei 5.02 4.14 12.0068 12.0273 5.47
2013Jun 5.27 5.01 12.0074 12.05075 5.9
2013Jul 5.52 5.38 12.0225 12.0696 8.61
2013Agu 5.85 5.56 12.0449 12.06989 8.79
2013Sep 6.6 6.11 12.0535 12.08571 8.4
2013Okt 6.97 6.19 12.0669 12.09673 8.32
2013Nov 7.22 6.54 12.0799 12.10533 8.37
2013Des 7.21 6.25 12.1202 12.12335 8.38
2014Jan 7.23 6.48 12.0891 12.10845 8.22
2014Feb 7.17 6.31 12.0904 12.11051 7.75
2014Mar 7.12 6.62 12.1059 12.12792 7.32
2014Apr 7.13 6.47 12.1309 12.14359 7.25
2014Mei 7.14 6.57 12.1589 12.15457 7.32
2014Jun 7.13 6.35 12.1625 12.17115 6.7
2014Jul 7.09 7.3 12.1772 12.17602 4.53
2014Agu 6.97 6.73 12.1857 12.17553 3.99
2014Sep 6.88 6.36 12.1917 12.18874 4.53
80
2014Okt 6.84 6.17 12.2411 12.18837 4.83
2014Nov 6.86 5.19 12.2532 12.19792 6.23
2014Des 6.9 6.3 12.2916 12.20272 8.36
2015Jan 6.93 6.27 12.25848 12.19237 6.96
2015Feb 6.67 5.88 12.25628 12.19371 6.29
2015Mar 6.65 6.89 12.26899 12.20963 6.38
2015Apr 6.65 5.84 12.27361 12.21367 6.79
2015Mei 6.66 5.77 12.27997 12.22536 7.15
2015Jun 6.66 5.21 12.27128 12.2359 7.26
2015Jul 6.68 5.87 12.28342 12.22996 7.26
2015Agu 6.75 5.73 12.28468 12.23502 7.18
2015Sep 7.1 6.95 12.29826 12.24598 6.83
2015Okt 7.1 5.84 12.29901 12.24418 6.25
2015Nov 7.1 6.05 12.30427 12.25068 4.89
2015Des 7.1 6.73 12.35093 12.26903 3.35
2016Jan 6.65 5.13 12.34191 12.26066 4.14
2016Feb 6.65 5.2 12.35372 12.26232 4.42
2016Mar 6.6 4.82 12.35732 12.27131 4.45
2016Apr 6.6 4.67 12.36226 12.27134 3.6
2016Mei 6.6 4.93 12.38156 12.2916 3.33
2016Jun 6.4 5.53 12.39395 12.31122 3.45
2016Jul 6.4 4.82 12.40157 12.30203 3.21
2016Agu 6.4 4.67 12.40837 12.30344 2.79
2016Sep 6.45 4.66 12.48189 12.36736 3.07
2016Okt 5.9 4.83 12.48627 12.37592 3.31
2016Nov 5.9 4.68 12.50795 12.38998 3.58
2016Des 5.9 6.08 12.54017 12.42121 3.02
81
Lampiran 2
Uji Stasioner Tingkat Level
INFLASI
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.283540 0.4358
Test critical values: 1% level -4.124265
5% level -3.489228
10% level -3.173114
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
SBIS
Null Hypothesis: SBIS has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.045355 0.9291
Test critical values: 1% level -4.124265
5% level -3.489228
10% level -3.173114
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PUAS
Null Hypothesis: PUAS has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.769515 0.7067
Test critical values: 1% level -4.124265
5% level -3.489228
10% level -3.173114
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
82
Dana Pihak Ketiga Bank Syariah
Null Hypothesis: LNDPKS has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.613710 0.7757
Test critical values: 1% level -4.121303
5% level -3.487845
10% level -3.172314
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Pembiayaan Bank Syariah
Null Hypothesis: LNFINC has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.938787
Test critical values: 1% level -4.121303
5% level -3.487845
10% level -3.172314
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
83
Lampiran 3
Uji Stasioner Tingkat First Difference
Inflasi
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.048422 0.0000
Test critical values: 1% level -4.127338
5% level -3.490662
10% level -3.173943
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
SBIS
Null Hypothesis: D(SBIS) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.271767 0.0000
Test critical values: 1% level -4.124265
5% level -3.489228
10% level -3.173114
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PUAS
Null Hypothesis: D(PUAS) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.98163 0.0000
Test critical values: 1% level -4.124265
5% level -3.489228
10% level -3.173114
84
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
DPK
Null Hypothesis: D(LNDPKS) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.803891 0.0000
Test critical values: 1% level -4.124265
5% level -3.489228
10% level -3.173114
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Pembiayaan Bank Syariah
Null Hypothesis: D(LNFINC) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.825521 0.6790
Test critical values: 1% level -4.130526
5% level -3.492149
10% level -3.174802
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Pembiayaan Bank Syariah (2nd
Difference)
Null Hypothesis: D(LNFINC,2) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 4 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.249722 0.0000
Test critical values: 1% level -4.140858
5% level -3.496960
10% level -3.177579
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
85
Lampiran 4
Uji Lag Length Criteria
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: INFLASI SBIS PUAS LNDPKS
LNFINC
Exogenous variables: C
Date: 06/17/17 Time: 21:50
Sample: 2012M01 2016M12
Included observations: 55
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -42.99535 NA 3.94e-06 1.745285 1.927770 1.815854
1 280.7786 576.9063 7.57e-11 -9.119222 -8.024313* -8.695812*
2 310.2862 47.21214 6.57e-11* -9.283134* -7.275801 -8.506882
3 325.1522 21.08272 1.01e-10 -8.914626 -5.994869 -7.785532
4 359.3949 42.33646* 8.10e-11 -9.250725 -5.418543 -7.768789
5 380.5124 22.26929 1.15e-10 -9.109541 -4.364935 -7.274763
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5%
level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
86
Lampiran 5
Uji Stabilitas VAR
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: INFLASI SBIS PUAS LNDPKS LNFINC
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 1
Date: 06/17/17 Time: 21:51
Root Modulus
0.978799 0.978799
0.878587 - 0.133580i 0.888683
0.878587 + 0.133580i 0.888683
0.761660 0.761660
0.199027 0.199027
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
87
Lampiran 6
Uji Kointegrasi
Date: 06/17/17 Time: 22:05
Sample (adjusted): 2012M03 2016M12
Included observations: 58 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: INFLASI SBIS PUAS LNDPKS LNFINC
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.644086 116.9850 69.81889 0.0000
At most 1 * 0.359233 57.06715 47.85613 0.0054
At most 2 * 0.262782 31.25192 29.79707 0.0338
At most 3 0.205600 13.56936 15.49471 0.0955
At most 4 0.003779 0.219614 3.841466 0.6393
Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
88
Lampiran 7
Uji Kausalitas Granger
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 06/17/17 Time: 23:05
Sample: 2012M01 2016M12
Lags: 1
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
SBIS does not Granger Cause INFLASI 59 2.11239 0.1517
INFLASI does not Granger Cause SBIS 20.1356 4.E-05
PUAS does not Granger Cause INFLASI 59 1.15428 0.2873
INFLASI does not Granger Cause PUAS 9.55348 0.0031
LNDPKS does not Granger Cause INFLASI 59 1.21732 0.2746
INFLASI does not Granger Cause LNDPKS 3.04106 0.0867
LNFINC does not Granger Cause INFLASI 59 0.81961 0.3692
INFLASI does not Granger Cause LNFINC 7.70548 0.0075
PUAS does not Granger Cause SBIS 59 1.36261 0.2480
SBIS does not Granger Cause PUAS 7.55930 0.0080
LNDPKS does not Granger Cause SBIS 59 0.06904 0.7937
SBIS does not Granger Cause LNDPKS 0.98677 0.3248
LNFINC does not Granger Cause SBIS 59 1.35239 0.2498
SBIS does not Granger Cause LNFINC 11.7723 0.0011
LNDPKS does not Granger Cause PUAS 59 1.40578 0.2408
PUAS does not Granger Cause LNDPKS 2.53429 0.1170
LNFINC does not Granger Cause PUAS 59 2.74998 0.1028
PUAS does not Granger Cause LNFINC 14.1180 0.0004
LNFINC does not Granger Cause LNDPKS 59 3.81848 0.0557
LNDPKS does not Granger Cause LNFINC 0.01092 0.9171
89
Lampiran 8
Estimasi VECM
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/17/17 Time: 23:07
Sample (adjusted): 2012M03 2016M12
Included observations: 58 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq: CointEq1
INFLASI(-1) 1.000000
SBIS(-1) -14.57770
(4.37339)
[-3.33327]
PUAS(-1) 2.155328
(3.51815)
[ 0.61263]
LNDPKS(-1) 18.85146
(28.1122)
[ 0.67058]
LNFINC(-1) -18.25030
(32.3537)
[-0.56409]
C 63.91866
Error Correction: D(INFLASI) D(SBIS) D(PUAS) D(LNDPKS) D(LNFINC)
CointEq1 0.011275 0.008060 0.001548 -5.27E-05 0.000863
(0.00992) (0.00179) (0.00701) (0.00027) (0.00017)
[ 1.13687] [ 4.49688] [ 0.22099] [-0.19559] [ 5.19870]
D(INFLASI(-1)) 0.201035 0.057706 0.064993 -0.003432 -0.005600
(0.14047) (0.02539) (0.09923) (0.00382) (0.00235)
[ 1.43111] [ 2.27296] [ 0.65497] [-0.89946] [-2.38105]
D(SBIS(-1)) -0.097520 0.368111 0.461889 -0.001105 0.018259
(0.45917) (0.08299) (0.32436) (0.01247) (0.00769)
[-0.21238] [ 4.43578] [ 1.42402] [-0.08856] [ 2.37504]
D(PUAS(-1)) -0.080366 -0.006201 -0.471166 -0.008448 -0.007467
(0.20000) (0.03615) (0.14128) (0.00543) (0.00335)
90
[-0.40183] [-0.17156] [-3.33503] [-1.55507] [-2.22999]
D(LNDPKS(-1)) 4.027927 -1.169781 -4.144539 -0.286374 0.047396
(5.59637) (1.01144) (3.95322) (0.15202) (0.09370)
[ 0.71974] [-1.15656] [-1.04840] [-1.88385] [ 0.50582]
D(LNFINC(-1)) -2.052752 -4.794406 4.739340 0.568233 -0.024505
(8.94814) (1.61720) (6.32087) (0.24306) (0.14982)
[-0.22941] [-2.96463] [ 0.74979] [ 2.33783] [-0.16356]
C -0.034793 0.117604 0.021880 0.011167 0.014434
(0.15032) (0.02717) (0.10618) (0.00408) (0.00252)
[-0.23146] [ 4.32887] [ 0.20606] [ 2.73478] [ 5.73508]
R-squared 0.111358 0.508854 0.228367 0.181375 0.477312
Adj. R-squared 0.068120 0.451072 0.137587 0.085066 0.415819
Sum sq. resids 28.34695 0.925912 14.14474 0.020916 0.007947
S.E. equation 0.745535 0.134741 0.526638 0.020251 0.012483
F-statistic 1.065156 8.806468 2.515598 1.883268 7.762081
Log likelihood -61.53665 37.68673 -41.37652 147.6051 175.6693
Akaike AIC 2.363333 -1.058163 1.668156 -4.848451 -5.816182
Schwarz SC 2.612007 -0.809489 1.916830 -4.599777 -5.567508
Mean dependent -0.009310 0.035862 0.036552 0.015359 0.015032
S.D. dependent 0.748087 0.181862 0.567093 0.021172 0.016332
Determinant resid covariance (dof
adj.) 8.32E-11
Determinant resid covariance 4.37E-11
Log likelihood 280.2416
Akaike information criterion -8.284194
Schwarz criterion -6.863199
91
Lampiran 9
Uji Impulse Response Function
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
5 10 15 20 25 30
Response of INFLASI to INFLASI
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
5 10 15 20 25 30
Response of INFLASI to SBIS
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
5 10 15 20 25 30
Response of INFLASI to PUAS
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
5 10 15 20 25 30
Response of INFLASI to LNDPKS
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
5 10 15 20 25 30
Response of INFLASI to LNFINC
- .1
.0
.1
.2
5 10 15 20 25 30
Response of SBIS to INFLASI
- .1
.0
.1
.2
5 10 15 20 25 30
Response of SBIS to SBIS
- .1
.0
.1
.2
5 10 15 20 25 30
Response of SBIS to PUAS
- .1
.0
.1
.2
5 10 15 20 25 30
Response of SBIS to LNDPKS
- .1
.0
.1
.2
5 10 15 20 25 30
Response of SBIS to LNFINC
- .2
.0
.2
.4
.6
5 10 15 20 25 30
Response of PUAS to INFLASI
- .2
.0
.2
.4
.6
5 10 15 20 25 30
Response of PUAS to SBIS
- .2
.0
.2
.4
.6
5 10 15 20 25 30
Response of PUAS to PUAS
- .2
.0
.2
.4
.6
5 10 15 20 25 30
Response of PUAS to LNDPKS
- .2
.0
.2
.4
.6
5 10 15 20 25 30
Response of PUAS to LNFINC
- .01
.00
.01
.02
.03
5 10 15 20 25 30
Response of LNDPKS to INFLASI
- .01
.00
.01
.02
.03
5 10 15 20 25 30
Response of LNDPKS to SBIS
- .01
.00
.01
.02
.03
5 10 15 20 25 30
Response of LNDPKS to PUAS
- .01
.00
.01
.02
.03
5 10 15 20 25 30
Response of LNDPKS to LNDPKS
- .01
.00
.01
.02
.03
5 10 15 20 25 30
Response of LNDPKS to LNFINC
- .03
- .02
- .01
.00
.01
.02
5 10 15 20 25 30
Response of LNFINC to INFLASI
- .03
- .02
- .01
.00
.01
.02
5 10 15 20 25 30
Response of LNFINC to SBIS
- .03
- .02
- .01
.00
.01
.02
5 10 15 20 25 30
Response of LNFINC to PUAS
- .03
- .02
- .01
.00
.01
.02
5 10 15 20 25 30
Response of LNFINC to LNDPKS
- .03
- .02
- .01
.00
.01
.02
5 10 15 20 25 30
Response of LNFINC to LNFINC
Response to Cholesky One S.D. Innovations
92
Lampiran 10
Uji Variance Decomposition
Varia
nce
Deco
mposi
tion of
INFL
ASI:
Perio
d S.E. INFLASI SBIS PUAS LNDPKS LNFINC
1 0.745535 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 1.188555 99.56943 0.048963 0.039294 0.308539 0.033775
3 1.527350 99.17208 0.230124 0.027888 0.548054 0.021852
4 1.802536 98.69681 0.445171 0.022435 0.807953 0.027632
5 2.038408 98.22272 0.681156 0.017556 1.033768 0.044795
6 2.249064 97.74335 0.933679 0.014840 1.240077 0.068056
7 2.441744 97.25700 1.199127 0.014476 1.433980 0.095421
8 2.620812 96.76228 1.475632 0.016133 1.619617 0.126340
9 2.788975 96.26190 1.759434 0.019624 1.799177 0.159861
10 2.948179 95.75906 2.047809 0.024633 1.973059 0.195434
11 3.099841 95.25711 2.338005 0.030916 2.141560 0.232408
12 3.245051 94.75889 2.627903 0.038233 2.304654 0.270318
13 3.384651 94.26683 2.915682 0.046377 2.462364 0.308744
14 3.519315 93.78290 3.199901 0.055167 2.614676 0.347359
15 3.649585 93.30867 3.479393 0.064446 2.761610 0.385885
16 3.775904 92.84537 3.753246 0.074081 2.903204 0.424102
17 3.898643 92.39393 4.020758 0.083958 3.039523 0.461831
18 4.018113 91.95503 4.281403 0.093982 3.170654 0.498930
19 4.134578 91.52913 4.534806 0.104073 3.296704 0.535289
20 4.248267 91.11650 4.780714 0.114164 3.417800 0.570821
21 4.359376 90.71728 5.018979 0.124201 3.534078 0.605464
22 4.468078 90.33147 5.249535 0.134137 3.645686 0.639172
23 4.574525 89.95898 5.472386 0.143938 3.752780 0.671915
24 4.678854 89.59964 5.687589 0.153573 3.855520 0.703674
25 4.781183 89.25322 5.895248 0.163020 3.954067 0.734442
26 4.881623 88.91943 6.095502 0.172262 4.048585 0.764220
27 4.980272 88.59795 6.288515 0.181284 4.139235 0.793015
28 5.077218 88.28843 6.474473 0.190077 4.226180 0.820839
29 5.172543 87.99050 6.653577 0.198635 4.309574 0.847710
30 5.266322 87.70379 6.826039 0.206954 4.389573 0.873648
Varia
nce 8179
93
Deco
mposi
tion of
SBIS:
Perio
d S.E. INFLASI SBIS PUAS LNDPKS LNFINC
1 0.134741 0.884177 99.11582 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.229615 1.401975 88.10488 0.178284 5.982746 4.332117
3 0.306690 5.748220 78.80453 0.181970 8.234136 7.031144
4 0.363152 10.33977 73.03072 0.191171 8.657553 7.780790
5 0.405788 13.45086 69.73837 0.265435 8.457687 8.087650
6 0.438846 15.68924 67.60085 0.360089 8.192901 8.156924
7 0.465638 17.39039 66.05028 0.490138 7.902010 8.167174
8 0.487887 18.82206 64.77823 0.648482 7.620262 8.130966
9 0.506750 20.08176 63.66622 0.835611 7.344542 8.071869
10 0.522972 21.22730 62.64887 1.049073 7.080432 7.994325
11 0.537114 22.28471 61.69358 1.287518 6.829348 7.904846
12 0.549594 23.27161 60.77931 1.549236 6.593324 7.806527
13 0.560741 24.19870 59.89332 1.832545 6.373326 7.702114
14 0.570808 25.07356 59.02736 2.135664 6.169999 7.593420
15 0.579999 25.90141 58.17634 2.456762 5.983588 7.481895
16 0.588475 26.68612 57.33718 2.793979 5.814076 7.368642
17 0.596367 27.43064 56.50813 3.145453 5.661225 7.254548
18 0.603778 28.13735 55.68836 3.509347 5.524624 7.140321
19 0.610796 28.80827 54.87760 3.883869 5.403724 7.026536
20 0.617488 29.44519 54.07598 4.267293 5.297872 6.913659
21 0.623912 30.04976 53.28386 4.657974 5.206334 6.802068
22 0.630112 30.62354 52.50172 5.054360 5.128322 6.692064
23 0.636128 31.16799 51.73011 5.454999 5.063014 6.583889
24 0.641988 31.68457 50.96958 5.858546 5.009570 6.477730
25 0.647719 32.17468 50.22067 6.263768 4.967145 6.373732
26 0.653341 32.63968 49.48387 6.669538 4.934907 6.271999
27 0.658870 33.08090 48.75961 7.074841 4.912038 6.172606
28 0.664319 33.49964 48.04825 7.478764 4.897750 6.075599
29 0.669701 33.89714 47.35008 7.880497 4.891284 5.981002
30 0.675023 34.27462 46.66532 8.279325 4.891919 5.888821
Varia
nce
Deco
mposi
tion of
PUAS
:
Perio
d S.E. INFLASI SBIS PUAS LNDPKS LNFINC
94
1 0.526638 3.450084 12.09358 84.45633 0.000000 0.000000
2 0.606811 2.658566 14.15198 82.06219 0.563476 0.563791
3 0.731495 1.999585 15.96420 80.94729 0.602388 0.486530
4 0.816218 1.614179 15.90889 81.24714 0.818351 0.411443
5 0.898844 1.331055 15.72091 81.83568 0.772997 0.339357
6 0.971184 1.140913 15.20116 82.60681 0.742612 0.308506
7 1.039153 0.996913 14.65539 83.38060 0.682455 0.284645
8 1.102504 0.886466 14.05701 84.14896 0.626977 0.280585
9 1.162521 0.799412 13.46449 84.87942 0.572653 0.284029
10 1.219617 0.729361 12.88037 85.56950 0.523786 0.296985
11 1.274281 0.672299 12.31803 86.21341 0.480526 0.315732
12 1.326836 0.625242 11.78019 86.81161 0.443214 0.339751
13 1.377552 0.586134 11.26976 87.36489 0.411663 0.367552
14 1.426643 0.553398 10.78720 87.87551 0.385510 0.398383
15 1.474281 0.525850 10.33238 88.34602 0.364313 0.431438
16 1.520609 0.502566 9.904495 88.77922 0.347583 0.466132
17 1.565745 0.482817 9.502423 89.17797 0.334837 0.501954
18 1.609790 0.466020 9.124851 89.54503 0.325608 0.538494
19 1.652828 0.451704 8.770378 89.88305 0.319460 0.575410
20 1.694932 0.439482 8.437579 90.19452 0.315991 0.612425
21 1.736164 0.429036 8.125043 90.48177 0.314838 0.649311
22 1.776581 0.420103 7.831408 90.74693 0.315674 0.685885
23 1.816231 0.412462 7.555371 90.99196 0.318206 0.721998
24 1.855156 0.405926 7.295700 91.21867 0.322177 0.757532
25 1.893395 0.400339 7.051237 91.42867 0.327357 0.792396
26 1.930983 0.395570 6.820903 91.62346 0.333546 0.826517
27 1.967951 0.391503 6.603692 91.80439 0.340569 0.859843
28 2.004328 0.388044 6.398672 91.97268 0.348272 0.892335
29 2.040139 0.385109 6.204980 92.12942 0.356522 0.923968
30 2.075410 0.382629 6.021818 92.27563 0.365204 0.954725
Varia
nce
Deco
mposi
tion of
LNDP
KS:
Perio
d S.E. INFLASI SBIS PUAS LNDPKS LNFINC
1 0.020251 1.982715 4.233653 1.208604 92.57503 0.000000
2 0.027746 1.153934 2.384232 0.794958 91.73052 3.936357
3 0.034033 0.988172 2.116069 0.535694 92.73799 3.622076
4 0.039001 0.842144 1.742662 0.409154 93.00148 4.004562
5 0.043613 0.758115 1.473332 0.338042 93.36330 4.067209
95
6 0.047856 0.692094 1.239344 0.294133 93.53083 4.243600
7 0.051888 0.652920 1.055889 0.268288 93.64032 4.382585
8 0.055722 0.628704 0.917159 0.254082 93.66525 4.534800
9 0.059402 0.615851 0.816643 0.248020 93.64320 4.676281
10 0.062947 0.610008 0.748992 0.247785 93.57943 4.813788
11 0.066377 0.609154 0.708508 0.251703 93.48674 4.943893
12 0.069704 0.611702 0.690650 0.258653 93.37137 5.067625
13 0.072939 0.616670 0.691291 0.267776 93.23960 5.184659
14 0.076091 0.623325 0.707008 0.278459 93.09587 5.295339
15 0.079166 0.631148 0.734867 0.290229 92.94389 5.399863
16 0.082170 0.639754 0.772416 0.302729 92.78656 5.498542
17 0.085108 0.648860 0.817593 0.315685 92.62619 5.591673
18 0.087984 0.658254 0.868683 0.328889 92.46460 5.679572
19 0.090802 0.667778 0.924257 0.342176 92.30325 5.762543
20 0.093564 0.677316 0.983128 0.355425 92.14325 5.840885
21 0.096274 0.686780 1.044318 0.368539 91.98548 5.914884
22 0.098934 0.696105 1.107018 0.381447 91.83062 5.984813
23 0.101545 0.705244 1.170566 0.394096 91.67916 6.050929
24 0.104112 0.714164 1.234423 0.406445 91.53149 6.113474
25 0.106634 0.722841 1.298148 0.418468 91.38786 6.172678
26 0.109114 0.731260 1.361388 0.430145 91.24846 6.228752
27 0.111554 0.739410 1.423861 0.441464 91.11337 6.281896
28 0.113955 0.747289 1.485341 0.452419 90.98266 6.332296
29 0.116318 0.754894 1.545655 0.463009 90.85632 6.380125
30 0.118645 0.762227 1.604671 0.473234 90.73432 6.425545
Varia
nce
Deco
mposi
tion of
LNFI
NC:
Perio
d S.E. INFLASI SBIS PUAS LNDPKS LNFINC
1 0.012483 0.693221 0.256672 4.330067 34.69052 60.02952
2 0.017740 1.461563 0.244231 2.145899 39.04926 57.09905
3 0.021741 2.120036 0.636173 2.294582 39.51819 55.43102
4 0.025697 1.987882 2.109763 2.289824 39.65834 53.95419
5 0.029868 1.872062 4.145214 2.552299 39.79033 51.64010
6 0.034289 1.794323 6.567788 2.758245 39.51881 49.36084
7 0.038880 1.785785 8.979114 2.974790 39.15021 47.11010
8 0.043600 1.804518 11.29603 3.164814 38.66196 45.07268
9 0.048405 1.839101 13.43521 3.336098 38.15508 43.23451
10 0.053268 1.878128 15.38819 3.485843 37.64330 41.60454
11 0.058165 1.918337 17.15284 3.616930 37.15197 40.15993
96
12 0.063076 1.957337 18.74230 3.731332 36.68691 38.88212
13 0.067985 1.994294 20.17158 3.831426 36.25305 37.74965
14 0.072878 2.028737 21.45743 3.919254 35.85074 36.74384
15 0.077745 2.060573 22.61572 3.996615 35.47938 35.84771
16 0.082577 2.089847 23.66114 4.065033 35.13726 35.04672
17 0.087367 2.116700 24.60682 4.125793 34.82239 34.32830
18 0.092109 2.141307 25.46437 4.179975 34.53260 33.68175
19 0.096800 2.163857 26.24396 4.228484 34.26576 33.09795
20 0.101436 2.184536 26.95446 4.272081 34.01983 32.56909
21 0.106013 2.203519 27.60360 4.311406 33.79294 32.08854
22 0.110532 2.220969 28.19811 4.347002 33.58332 31.65059
23 0.114989 2.237033 28.74387 4.379328 33.38941 31.25035
24 0.119385 2.251846 29.24601 4.408776 33.20977 30.88360
25 0.123719 2.265529 29.70900 4.435681 33.04310 30.54669
26 0.127991 2.278187 30.13679 4.460331 32.88825 30.23644
27 0.132201 2.289918 30.53283 4.482975 32.74417 29.95011
28 0.136349 2.300808 30.90018 4.503827 32.60992 29.68527
29 0.140436 2.310932 31.24153 4.523075 32.48465 29.43982
30 0.144464 2.320360 31.55928 4.540880 32.36760 29.21188
Chole
sky
Orderi
ng:
INFL
ASI
SBIS
PUAS
LNDP
KS
LNFI
NC