analisis novel incest karya i wayan artika : (kajian .../analisis... · perpustakaan.uns.ac.id...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS NOVEL INCEST KARYA I WAYAN ARTIKA :
(KAJIAN STRUKTURAL DAN PERUBAHAN SOSIAL)
Skripsi
oleh :
Angga Aulia Aswagata K 1204013
PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS NOVEL INCEST KARYA I WAYAN ARTIKA :
(KAJIAN STRUKTURAL DAN PERUBAHAN SOSIAL)
oleh :
Angga Aulia Aswagata K 1204013
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan
Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I, Pembimbing II, Drs. Swandono, M. Pd. Dra. Raheni Suhita, M. Hum. NIP 194709191968061001 NIP 196303091988032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima untuk
memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim penguji skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dr. Rr. E. Nugraheni Eko W, M. Hum ........................
Sekretaris : Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. ........................
Anggota I : Drs.Swandono, M. Hum. ........................
Anggota II : Dra. Raheni Suhita, M. Hum. ........................
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK Angga Aulia Aswagata. ANALIS NOVEL INCEST KARYA I WAYAN ARTIKA : KAJIAN STRUKTURAL DAN PERUBAHAN SOSIAL. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1) Unsur-unsur
intrinsik yang terdapat dalam novel Incest karya I Wayan Artika. 2) Perubahan
sosial yang terdapat dalam novel Incest karya I Wayan Artika. 3) Tanggapan
masyarakat tentang novel Incest karya I Wayan Artika.
Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang menggunakan
pendekatan struktural dan sosiologi sastra. Sumber data dalam penelitian ini ada
dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data
primer berupa novel Incest karya I Wayan Artika yang diterbitkan oleh Interpre
Book KPP (Kelompok Penerbit Pinus), Yogyakarta pada tahun 2008 dengan
jumlah halaman 268. Sedangkan sumber data sekunder yaitu dokumen yang
meliputi profil pengarang yang berisi perjalanan hidup dan latar belakang sosial
pengarang. teknik pengumpulan data yang digunakan dengan teknik dokumen dan
wawancara. Teknik sampling (cuplikan) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling. Kesahihan data dalam penelitian ini menggunakan
triangulasi teori, sumber data dan triangulasi metode. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik analisis mengalir (flow
model of analysis) yaitu proses analisis dengan tiga komponen (reduksi data,
sajian data dan penarikan kesimpulan dengan verifikasinya). Penelitian ini dimulai
dari tahap persiapan, pelaksanaan dan penyusunan laporan.
Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan: 1) Struktur novel Incest
karya I Wayan Artika dapat dideskripsikan sebagai berikut : tema dalam novel
Incest adalah perkawinan sedarah. Penokohan dalam novel Incest dibagi menjadi
dua yaitu tokoh utama dan tokoh utama tambahan. Latar dalam novel Incest
adalah masyarakat Bali. Alur yang digunakan dalam novel Incest karya I Wayan
Artika adalah alur campuran (regresif dan progresif). Sudut pandang dalam novel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Incest adalah teknik sudut pandang campuran. Perubahan yang terdapat dalam
novel Incest karya I Wayan Artika adalah Perubahan budaya masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
1. Ibu dan Bapakku yang bekerja lebih keras
dan konsisten dengan idealisme.
2. Teman-teman satu angkatan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu
memberi motivasi kepadaku.
3. Kakak dan adikku tercinta yang selalu
menghiburku.
4. Serta orang-orang hebat yang memberi
pelajaran berharga kepadaku, yang tidak bisa
aku sebutkan satu persatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat peneliti selesaikan. Skripsi ini
peneliti tulis dan ajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan dalam penyelesaian skripsi ini, namun berkat bantuan
dari berbagai pihak, akhirnya kesulitan-kesulitan tersebut dapat teratasi. Untuk itu,
peneliti menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan izin penyusunan skripsi ini;
2. Dr. Muhammad Rohmadi, M Hum selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
persetujuan penyusunan skripsi ini;
3. Dr. Kundharu Saddhono, M Hum selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa,
Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang juga telah memberikan persetujuan
penyusunan skripsi ini;
4. Dr. Kundharu saddhono, M Hum selaku Pembimbing Akademik yang
senantiasa memantau kegiatan akademik dan memberikan nasihat, saran, dan
bimbingan kepada peneliti selama kuliah;
5. Drs. Swandono, M. Pd. selaku Pembimbing I dan Dra. Raheni Suhita, M.
Hum. selaku Pembimbing II atas bimbingan yang diberikan;
6. Keluargaku (Bapak, Ibu, kakak dan adikku) yang menjadi naungan dan
pelarianku;
7. Perpustakaan di lingkup UNS, teman-teman mahasiswa Pendidikan Bahasa
Indonesia satu angkatan; dan
8. Berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, namun tidak
dapat peneliti sebutkan satu persatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Semoga kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan balasan terbaik dari Tuhan
yang Maha Esa.
Surakarta, April 2012
Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ...................................................................................................... i
PENGAJUAN ........................................................................................... ii
PERSETUJUAN ........................................................................................ iii
PENGESAHAN ......................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................ v
MOTTO ..................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ...................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................... ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah......................................................................... 4
C. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5
BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................ 7
A. Hakikat Novel ................................................................................. 7
1. Pengertian Novel ....................................................................... 7
2. Unsur-unsur Novel .................................................................... 8
3. Hakikat Pendekatan Struktural .................................................. 19
4. Hakikat Sosiologi Sastra ........................................................... 21
5. Pendekatan Sosiologi Sastra ..................................................... 26
6. Perubahan Sosial ....................................................................... 27
B. Penelitian yang Relevan .................................................................. 29
C. Kerangka Berpikir ........................................................................... 32
BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................... 34
A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 34
B. Pendekatan dan Metode Penelitian ................................................. 34
C. Sumber Data Penelitian ................................................................... 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 35
E. Teknik Cuplikan .............................................................................. 36
F. Validitas data ................................................................................... 36
G. Teknik Analisis Data ....................................................................... 36
H. 37
BAB IV. HASIL PENELITIAN ............................................................... 39
A. Deskripsi Novel Incest .................................................................... 39
B. Analisis Data ................................................................................... 43
1. Tema .......................................................................................... 43
2. Alur / Plot .................................................................................. 47
3. Penokohan ................................................................................ 49
4. Latar atau Setting ...................................................................... 54
5. Sudut Pandang........................................................................... 57
6. Perubahan Sosial........................................................................ 57
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................................ 60
A. Simpulan ......................................................................................... 60
B. Implikasi .......................................................................................... 61
C. Saran ................................................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 63
LAMPIRAN................................................................................................. 65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Prosedur Penelitian................................................................................ 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Berpikir ................................................................................... 33
2. Analisis Mengalir .................................................................................... 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Sinopsis ................................................................................................... 65
2. Biografi Pengarang.................................................................................. 69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS NOVEL INCEST KARYA I WAYAN ARTIKA :
(KAJIAN STRUKTURAL DAN PERUBAHAN SOSIAL)
Oleh:
Angga Aulia Aswagata
K 1204013
PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya
merupakan sarana menuangkan ide-ide kreatif dari pengarangnya. Kehidupan
manusia dengan segala permasalahannya sering kali menjadi sumber inspirasi
bagi pengarang dalam menghasilkan sebuah karya sastra. Dalam hal ini pengarang
bebas memilih realitas manusia yang akan diangkat menjadi sebuah tulisan,
tentunya diiringi dengan pengetahuan yang cukup tentang realitas tersebut
sehingga dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang hal-hal yang
sebelumnya tidak diketahui. Karya sastra bagi pengarang adalah sarana untuk
menyampaikan keyakinan, kebenaran, ide, gagasan, sikap, dan pandangannya
kepada pembaca tentang hidup dan kehidupan. Dengan demikian karya sastra bisa
dianggap sebagai cermin masyarakat.
Karya sastra sebagai cermin kehidupan bermasyarakat merupakan suatu
karya yang dapat dinikmati, dipahami, dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Banyak hal yang dapat diketahui dengan membaca sebuah karya sastra, maka
tidak berlebihan jika Daniel Dhakidae memandang karya sastra sebagai social
stock of knowledge, yakni tempat terhimpunnya suatu pengetahuan tentang
masyarakat dan sebagai pembaca dapat senantiasa menimbanya (Toha dan
Sarumpaet (ed), 2002: 38).
Karya sastra, selain sebagai tempat terhimpunnya pengetahuan, juga terdapat
pelajaran yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan. Dalam penyampaian nilai-
nilai tersebut dikemas dengan style (bahasa) yang berbeda. Pengarang dalam hal
ini, memiliki kebebasan yang luas untuk mengekspresikan struktur maknanya ke
dalam struktur lahir (baris-baris kalimat sebuah novel) yang dianggap paling
efektif. Penulisan lahir bisa sampai pada berbagai bentuk penyimpangan, bahkan
bahasa yang wajar (Burhan Nurgiyantoro,
2005: 279). Di sinilah letak estetika yang ada dalam sebuah karya sastra (novel).
Hal ini tidak mengherankan jika pembaca tidak merasa bosan untuk membaca
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
sebuah karya sastra. Inilah satu hal yang menunjukkan bahwa fungsi sastra
berguna.
Bentuk karya sastra yang kerap menampilkan potret kehidupan manusia
adalah novel. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 9), sebutan novel dalam
bahasa Inggris-dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia-berasal dari bahasa
Itali novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). Sedangkan Abrams (Burhan
Nurgiyantoro, 2005: 9) menyatakan bahwa secara harfiah novella
Novel merupakan sebuah karya fiksi yang berbentuk prosa dengan
mengambil suatu tema tertentu, biasanya tentang realitas kehidupan masyarakat,
yang disampaikan sesuai dengan sudut pandang dan imajinasi pengarang. Hal ini
sesuai dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro yang memberikan batasan novel
sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model
kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai
unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut
pandang, dan lain-lain yang kesemuanya, tentu saja, juga bersifat imajinatif (2005:
4).
Novel dibangun melalui berbagai macam unsur. Secara garis besar unsur
pembangun novel dibagi menjadi dua, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur
inilah yang secara lahir akan dijumpai ketika membaca sebuah karya sastra. Unsur
intrinsik prosa pada dasarnya terdiri dari tema, latar, penokohan, plot, sudut
pandang, gaya dan (bahasa). Tema adalah gagasan atau ide yang menjadi dasar
sebuah karya sastra. Sedangkan latar atau setting disebut juga sebagai landas
tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial
tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Penokohan adalah
penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Plot diartikan sebagai
peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana,
karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab
akibat. sudut pandang atau point of view adalah cara pandang pengarang dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
menggambarkan tokoh dan menyajikannya dalam suatu cerita fiksi. Gaya
merupakan cara pengungkapan yang khas dari seorang pengarang, gaya atau style
berhubungan erat dengan diksi, imajeri (citraan), dan sintaksis. Amanat adalah
pesan-pesan moral yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca, baik
secara implisit maupun eksplisit. Di pihak lain, unsur ekstrinsik adalah unsur yang
berada di luar karya sastra yang secara tidak langsung mempengaruhi bangunan
karya sastra.
Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil yang
signifikan terhadap karya sastra, misalnya saja novel, baik dalam segi isi maupun
bentuk. Keberadaan pengarang dalam lingkungan sosial masyarakat tertentu, ikut
mempengaruhi karya yang dibuatnya. Dengan demikian suatu masyarakat tertentu
yang ditempati pengarang akan dengan sendirinya mempengaruhi jenis sastra
tertentu yang dihasilkan pengarang. Hal ini sesuai dengan pendapat Mursal Esten
(dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2002: 261) yang mengemukakan hipotesis
bahwa latar belakang sejarah dan zaman serta latar belakang kemasyarakatan
mempunyai pengaruh yang besar dalam proses penciptaan, begitu juga dalam
novel Indonesia; pengaruhnya tidak hanya dalam tema-tema, tetapi juga dalam
strukturnya. Novel-novel Indonesia merupakan gambaran suatu proses perubahan
sosial dan tata nilai.
Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses
pergeseran atau berubahnya struktur/ tatanan di dalam masyarakat, meliputi pola
pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan
penghidupan yang lebih bermartabat. Menurut Sztompka, masyarakat senantiasa
mengalami perubahan di semua tingkat kompleksitas internalnya. Dalam kajian
sosiologis, perubahan dilihat sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak linear.
Dengan kata lain, perubahan tidak terjadi secara linear. Maksudnya, perubahan
terjadi pada tingkat makro, mezo dan mikro. Pada tingkat makro, terjadi
perubahanan ekonomi, politik, sedangkan di tingkat mezo terjadi perubahan
kelompok, komunitas, dan organisasi, dan di tingkat mikro sendiri terjadi
perubahan interaksi, dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kekuatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda
(Sztompka, 2004).
Incest adalah novel yang terbit dengan kontroversi, sehingga membawa
penulisnya I Wayan Artika harus mempertanggungjawabkan tulisannya ini di
depan para tokoh modern, pemuka adat, tokoh tradisional adat di balai desa pada
Natal 2003. Novel yang mengisahkan tentang pasangan suami istri yaitu Nyoman
Sika dan Ketut Artini yang melahirkan sepasang bayi kembar buncing, laki-laki
dan perempuan ini, dianggap melecehkan adat desa setempat. Hal ini karena
teknik yang dipakai pengarang dalam menulis novel ini adalah teknik etnografi,
sehingga penggambaran peristiwa berdasar pada fakta dan realitas di desa
tersebut. Menurut adat, kelahiran kembar buncing merupakan aib besar bagi
masyarakat desa. Dan di novel Incest semua tentang kembar buncing itu dikupas
secara mendalam melalui kisah Nyoman Sika dan Ketut Artini beserta bayi
kembar buncingnya yaitu Gek Bulan Armani dan Putu Geo Antara.
Pemilihan novel ini sebagai bahan kajian penelitian karena dalam novel
Incest bercerita tentang keadaan sosiologis suatu masyarakat Indonesia khususnya
Bali dengan balutan adat yang menyertainya, sehingga dirasa cocok untuk
menjadi objek kajian sosiologi sastra. Juga isinya yang mengarah pada perubahan
baik dari segi ekonomi maupun sosial membuat peneliti tertarik untuk
menganalisis perubahan sosial yang ada dalam novel tersebut. Untuk itu peneliti
juga membutuhkan pendapat dari masyarakat tentang novel ini untuk memperkuat
hasil penelitian.
B. Pembatasan Masalah
Luasnya permasalahan yang disajikan dalam novel, tentu akan lebih baik
jika dalam pengkajiannya dibatasi pada permasalahan tertentu dengan tujuan agar
penelitian ini lebih terarah dan lebih mendalam. Sehubungan dengan latar
belakang masalah yang telah diuraikan maka masalah dalam penelitian ini dibatasi
pada:
1. Unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Incest karya I Wayan Artika.
2. Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Jelungkap yang terkandung
dalam novel Incest karya I Wayan Artika dengan analisis sosiologis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
3. Tanggapan masyarakat tentang novel Incest karya I Wayan Artika.
C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan pembatasan masalah yang ada maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana unsur-unsur intrinsik dalam novel Incest karya I Wayan Artika?
2. Bagaimana perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Jelungkap yang
terkandung dalam novel Incest karya I Wayan Artika?
3. Bagaimana tanggapan masyarakat tentang novel Incest karya I Wayan Artika?
D. Tujuan Penelitian
Bertolak dari rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut:
1. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik dalam novel Incest karya I Wayan
Artika.
2. Mendeskripsikan perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Jelungkap
yang terkandung dalam novel Incest karya I Wayan Artika.
3. Mendeskripsikan tanggapan masyarakat tentang novel Incest karya I Wayan
Artika.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi
secara teoretis dan praktis.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan,
khususnya dalam bidang studi analisis novel dengan pendekatan struktural dan
sosiologi sastra. Selain itu juga dapat membuktikan sejauh mana sosiologi
sastra dapat diaplikasikan kepada novel Indonesia modern dalam hal ini novel
Incest karya I Wayan Artika dilihat sebagai dokumen sosio-budaya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Hasil penelitian ini berupa deskripsi unsur-unsur intrinsik dan perubahan
sosial pada masyarakat Jelungkap dalam novel Incest. Penelitian ini juga
merupakan salah satu wujud usaha untuk membuka pola pikir masyarakat
dalam menyikapi adat daerahnya yang dirasa sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman juga akibat yg ditimbulkannya. Oleh karena itu,
Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia dapat menjadikan hasil penelitian ini
sebagai materi dalam pembelajaran apresiasi dan kritik sastra di perguruan
tinggi.
b. Bagi Guru Sekolah Menegah Atas (SMA)
Hasil penelitian ini mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik novel Incest.
Oleh karena itu, guru SMA dapat menjadikan novel itu sebagai materi
pembelajaran di SMA.
c. Bagi Mahasiswa dan Peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi penting bagi
penelitian sosiologi sastra selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN
PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Landasan Teori
1. Hakikat Novel
a. Pengertian Novel
novellus yang diturunkan dari kata
menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 9), sebutan novel dalam bahasa Inggris-dan
inilah yang kemudian masuk ke Indonesia-berasal dari bahasa Itali novella (yang
dalam bahasa Jerman: novelle). Abrams (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 9)
menyatakan bahwa secara harfiah novella
Burhan Nurgiyantoro (2005: 4) memberikan batasan novel sebagai sebuah
karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang
diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya
seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain
yang kesemuanya, tentu saja, juga bersifat imajinatif. Meskipun bersifat
imajinatif, namun dunia yang ditawarkan pengarang tidak jauh dari kehidupan
sehari-hari, sehingga sangatlah tepat pabila Burhan menyebut novel sebagai
sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan.
Pendapat lain tentang novel dikemukakan Goldmann (Faruk, 1994: 29)
yang mendefinisikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang
terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh seorang hero yang
problematik dalam sebuah dunia yang juga terdegradasi. Yang dimaksud dengan
nilai-nilai yang otentik adalah totalitas kehidupan.
Herman J. Waluyo (2002: 36-37) menyatakan bahwa istilah novel
mewakili dua pengertian, yakni pengertian yang sama dengan roman (jadi
menggantikan istilah roman) dan pengertian yang biasa digunakan untuk
klasifikasi cerita menengah. Dalam novel terdapat; (1) perubahan nasib dari tokoh
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
cerita; (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya
tokoh utamanya tidak sampai mati.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah
sebuah cerita fiksi dengan berbagai unsur intrinsik yang di dalamnya terdapat
problematik/ permasalahan hidup yang dialami tokoh-tokohnya sehingga
membuat tokoh utamanya mengalami perubahan nasib.
b. Unsur-unsur Novel
Secara garis besar unsur pembangun novel dibagi menjadi dua, yaitu unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun
karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang secara lahir akan dijumpai ketika
membaca sebuah karya sastra. Di pihak lain, unsur ekstrinsik adalah unsur yang
berada di luar karya sastra yang secara tidak langsung mempengaruhi bangunan
karya sastra. Dalam pembahasan mengenai unsur pembangun novel yang dibahas
adalah unsur intrinsik karya sastra.
Stanton menjabarkan unsur pembangun fiksi atau cerita menjadi (1) fakta
cerita yang meliputi plot, tokoh, dan latar; (2) sarana cerita yang meliputi judul,
sudut pandang, gaya dan nada; dan (3) tema. Sementara itu, Luxemburg dkk.
membahas teks dan juru cerita, cerita, visi terhadap dunia rekaan, alur, dan para
pelaku dalam pembahasan mengenai teks naratif (Wiyatmi, 2006: 29).
Jacob Sumardjo dan Saini K.M. (Herman J. Waluyo, 2002: 140)
menyebutkan tujuh unsur pembangun cerita rekaan, yakni (1) plot; (2) tema; (3)
karakter; (4) setting; (5) point of view; (6) gaya; dan (7) suasana cerita. Tidak
berbeda jauh dengan pendapat di atas, Burhan Nurgiyantoro dalam buku Teori
Pengkajian Fiksi (2005) membahas unsur intrinsik prosa, yaitu tema, pemplotan,
pelataran, cerita, penokohan, penyudutpandangan, gaya (bahasa), dan moral.
Imbuhan pe(N)-an di atas dapat diartikan sebagai teknik pengungkapan. Jadi,
pembahasan mengenai unsur intrinsik prosa menurut Burhan Nurgiyantoro
meliputi tema, plot, latar, cerita, tokoh, sudut pandang, bahasa, dan moral.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, unsur intrinsik prosa pada
dasarnya terdiri dari tema, latar, penokohan, plot, sudut pandang, gaya dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
(bahasa). Kehadiran moral (amanat) sebagai penyusun prosa tidak selamanya
diperhitungkan oleh para ahli, padahal setiap karya sastra pasti mempunyai pesan
moral (amanat) yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.
a. Tema
Setiap karya sastra mengandung ide sentral yang mendasari cerita yang
ada. Ide sentral inilah yang sering disebut dengan tema. Hal ini senada dengan
pendapat Atar Semi (1993: 42) yang menyatakan bahwa tema tidak lain dari
suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tersebut. Pengertian lain
disampaikan oleh Stanton dan Kenny (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 67)
yang memberi batasan tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.
Makna yang dikandung dalam sebuah cerita kadang tidak terlepas dari realita
kehidupan manusia yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat
demikian diungkapkan Herman J. Waluyo (2002: 142) bahwa tema ada yang
diambil dari khasanah kehidupan sehari-hari dan dimaksudkan pengarang
untuk memberikan saksi sejarah atau mungkin sebagai reaksi terhadap praktek
kehidupan masyarakat yang tidak disetujui. Menurutnya, tema adalah masalah
hakiki menusia seperti halnya cinta, kasih, ketakutan, kebahagiaan,
kesengsaraan, keterbatasan, dan sebagainya. Panuti Sudjiman (1988: 50) juga
memberikan definisi tema yang tidak jauh berbeda dengan pendapat ahli yang
lain, bahwa tema merupakan gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasar
suatu karya sastra.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
tema adalah gagasan atau ide yang menjadi dasar sebuah karya sastra.
b. Latar
Gambaran latar sering digunakan untuk mengawali sebuah cerita. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Burhan Nurgiyantoro (2005: 217) bahwa tahap
awal karya fiksi pada umumnya bersifat penyituasian, pengenalan terhadap
berbagai hal yang akan diceritakan; misalnya pengenalan tokoh, pelukisan
keadaan alam, lingkungan, suasana tempat, mungkin juga hubungan waktu,
dll.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Herman J. Waluyo (2002: 200) memaparkan bahwa setting tidak hanya
menampilkan lokasi, tempat dan waktu. Adat istiadat dan kebiasaan hidup
dapat tampil sebagai setting. Jadi, latar yang terdapat dalam sebuah novel
tidak hanya mengacu pada tempat saja.
Senada dengan pendapat di atas, Abrams (Burhan Nurgiyantoro, 2005:
216) berpendapat bahwa latar atau setting yang disebut juga sebagai landas
tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan
sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Bertolak dari beberapa pendapat mengenai latar dapat disimpulkan bahwa
Latar memang tidak hanya mengacu pada satu macam. Acuan latar yang tidak
hanya mengarah pada satu segi akhirnya membentuk berbagai macam latar.
Burhan Nurgiyantoro (2005: 27) membedakan unsur latar ke dalam tiga
unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat menyaran pada
lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur
tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu,
inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.
-peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Sedangkan latar sosial menyaran
pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat
di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial
masyarakat mencakup berbagai masalah kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dll yang tergolong
latar spiritual.
Latar dalam sebuah karya sastra memberikan fungsi tersendiri. Montaque
dan Henshan (Herman J. Waluyo, 2002: 198) menyatakan ada tiga fungsi
setting, yaitu 1) mempertegas watak para pelaku, 2) memberikan tekanan pada
tema, 3) memperjelas tema yang disampaikan.
Burhan Nurgiyantoro (2005: 40) berpendapat bahwa latar memiliki fungsi
sebagai metafor dan atmosfir. Diperjelas dengan pendapat Lakoff dan Johnson
(Burhan Nurgiyantoro, 2005: 241) yang menjelaskan fungsi pertama metafora
adalah menyampaikan pengertian, pemahaman. Ekspresi yang berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
ungkapan-ungkapan tertentu sering lebih tepat disampaikan dengan bentuk
metaphor daripada secara literal. Latar sebagai atmosfer artinya ia berupa
deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan suasana tertentu, misalnya
suasana ceria, romantis, sedih, muram, maut, misteri, dsb.
Akhirnya meskipun dalam suatu cerita rekaan boleh jadi latar merupakan
unsur dominan, latar itu tidak pernah berdiri sendiri. Seperti yang sudah
diungkapkan sebelumnya, ada unsur yang mendukung keberadaan latar yaitu
plot dan penokohan. Diungkapkan oleh Burhan Nurgiyantoro (2005: 225)
antara latar dengan penokohan mempunyai hubungan yang erat dan bersifat
timbal balik. Sifat-sifat latar dalam banyak hal akan memperngaruhi sifat-sifat
tokoh. Bahkan, barangkali tak berlebihan jika dikatakan bahwa sifat seseorang
akan dibentuk oleh keadaan latarnya. Hal ini akan tercermin, misalnya sifat
orang-orang desa yang hidup di pedalaman akan berbeda dengan sifat orang-
orang kota. Adanya perbedaan tradisi, konvensi, keadaan sosial, dll yang
menciri tempat-tempat tertentu, langsung atau tidak langsung akan
berpengaruh pada penduduk, tokoh cerita.
Di pihak lain, juga dikatakan bahwa sifat-sifat dan tingkah laku tertentu
yang ditujukkan oleh seorang tokoh mencerminkan dari mana dia berasal.
Jadi, ia akan mencerminkan latar dalam kaitannya dengan hubungan waktu,
langsung tak langsung akan berpengaruh terhadap cerita dan pengaluran,
khususnya waktu yang dikaitkan dengan unsur kesejarahan.
c. Penokohan
Keadaan latar (setting) dalam sebuah karya sastra tidak akan berarti jika
tidak didukung oleh unsur yang lain. Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro,
2005: 216) mengelompokkan latar bersama dengan tokoh dan plot ke dalam
fakta (cerita). Sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan dapat
diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi.
Tokoh merupakan para pelaku yang menjalankan sebuah cerita. Para tokoh
ditampilkan dengan membawa peran masing-masing sesuai dengan keinginan
pengarangnya. Menurut Abram (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 165),
tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan.
mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, dan
bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga
sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Burhan
Nurgiyantoro, 2005: 166).
Sudjiman (dalam Panuti Sudjiman, 1988: 23) menyebutkan penokohan
adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Citra tokoh
digambarkan melalui ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya agar
wataknya juga dikenal oleh pembaca.
Berdasarkan sudut pandang pengarang dalam menciptakan tokoh dalam
cerita dapat dibedakan macam-macam tokoh. Burhan Nurgiyantoro
(2005:176) mengkategorikan tokoh dalam sebuah karya sastra, yaitu 1)tokoh
utama dan tokoh tambahan, 2) tokoh protagonis dan antagonis, 3) tokoh
sederhana dan tokoh bulat, 4) tokoh statis dan tokoh berkembang, 5) tokoh
tipikaldan tokoh netral.
Pendapat lain dikemukakan oleh Panuti Sudjiman (1988: 17) yaitu, tokoh
dibedakan menjadi 1) tokoh sentral dan tokoh bawahan, 2) tokoh datar dan
tokoh bulat. Berdasarkan atas pembedaan di atas, yang lebih dikenal oleh
pembaca adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
Menurut Herman J. Waluyo (2002: 168), tokoh protagonis adalah tokoh
sentral atau tokoh yang mendukung jalannya cerita. Pendapat lain
diungkapkan oleh Altenbend dan Lewis (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995:
178) yang menyatakan bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi
yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero-tokoh yang merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.
Panuti Sudjiman (1988: 17) menyatakan tokoh protagonis yaitu tokoh
yang memegang pimpinan. Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dalam cerita. Ia bahkan menjadi pusat sorotan dalam kisahan. Dengan kata
lain, mengacu pada beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa tokoh
protagonis adalah tokoh yang dihadirkan dalam karya sastra dengan membawa
karakter yang disukai oleh kebanyakan pembaca.
Lawan dari protagonis adalah antagonis. Tokoh jenis ini biasanya tidak
disukai pembaca karena dilahirkan dengan karakter yang bertentangan dengan
protagonis. Dikatakan oleh Burhan Nurgiyantoro (2005: 179) bahwa tokoh
yang menyebabkan konflik adalah antagonis. Di pihak lain Herman J. Waluyo
(2002: 168) menyatakan bahwa tokoh antagonis adalah tokoh yang
mempunyai konflik dengan protagonis.
Untuk menampilkan tokoh ke dalam sebuah cerita, ada beberapa cara yang
dilakukan pengarang. Menurut Herman J. Waluyo (2002: 165) ada tiga cara,
yaitu:
1. Metode analitis (langsung)
Dengan metode ini pengarang cecara langsung mendeskripsikan keadaan
tokoh itu dengan terinci (analitis). Pendeskripsian dimulai dari keadaan fisik,
psikis (wataknya) sampai keadaan sosial (kedudukan dan pangkat). Menurut
Suminto (1996/1997: 57), dengan metode ini pengarang menyebutkan secara
langsung masing-masing kualitas tokohnya.
2. Metode dramatik (tidak langsung)
Metode ini, selain menampilkan tokoh secara fisik, juga menggambarkan
hubungannya dengan orang lain, cara hidup sehari-hari. Metode dramatik
dialog antara tokoh itu dengan tokoh lainnya. Menurut Suminto (1996/1997:
58), disebut metode dramatis karena tokoh-tokoh dinyatakan kepada kita
seperti dalam drama. Pengarang membiarkan tokoh-tokohnya untuk
menyatakan dirinya sendiri melalui kata-kata, tindakan atau perbuatan mereka
sendiri.
3. Metode kontekstual
Berbeda dengan dua metode sebelumnya, metode ini dalam
menggambarkan watak tokohnya melalui konteks bahasa atau bacaan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh tersebut. Menurut Suminto
(1996/1997: 68), metode kontekstual adalah cara menyatakan karakter tokoh
dengan melalui konteks verbal yang mengelilinginya.
d. Plot
Unsur plot yang juga mempengaruhi keberartian latar (setting) menjadi hal
yang penting pula dalam sebuah karya sastra (novel). Plot diartikan sebagai
peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat
sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan
kaitan sebab akibat (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 113).
Herman J. Waluyo (2002: 145) menyebut plot sebagai alur cerita yang
berarti struktur gerak yang didapatkan dalam cerita fiksi. Boulton mengatakan
bahwa plot berarti seleksi peristiwa yang disusun dalam urutan waktu yang
menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan
mengetahui kejadian yang akan dating (Herman J. Waluyo, 2002: 145).
Alur adalah peristiwa yang diurutkan yang menjadi tulang punggung
cerita (Panuti Sudjiman, 1988: 29). Abram (dalam Burhan Nurgiyantoro,
2005: 113) menyebutkan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur
peristiwa-peristiwa yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan
penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek
artistik tertentu.
Bertolak dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa plot tidak
sekadar sebuah rentetan peristiwa. Dinamakan plot karena di antara peristiwa
satu dengan peristiwa lainnya memuat hubungan kausalitas. Hal ini
menjadikan pembaca terhanyut untuk menikmati jalannya cerita.
Pengaluran dalam sebuah karya sastra memilik tahap-tahapan sebagaimana
diungkapkan Herman J. Waluyo (2002: 147), alur cerita meliputi 1) eksposisi,
2) inciting moment (saat perkenalan), 3) rising action, 4) complication, 5)
climax, 6) falling action, 7) denonement (penyelesaian).
Eksposisi merupakan paparan awal cerita. Pengarang mulai
memperkenalkan tempat kejadian, waktu, topik, dan tokoh-tokoh. Inciting
moment adalah peristiwa mulai adanya problem-problem, mulai ditampilkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
oleh pengarang untuk kemudian dikembangkan atau ditingkatkan. Rising
action adalah penanjakan konflik sampai terjadi peningkatan konflik.
Complication adalah konflik yang semakin ruwet. Falling action artinya
konflik yang dibangun cerita itu menurun karena telah mencapai klimaksnya.
Denonement artinya penyelesaian.
Sebuah alur cerita dapat dinikmati oleh pembaca karena terkandung
beberapa hal di dalamnya. Menurut Panuti Sudjiman (1988: 37), faktor
penting yang ada dalam alur yaitu kebolehjadian, kejutan, dan kebetulan.
Kebolehjadian (plausibility)
e. Sudut pandang/Point of view
Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang
menceritakan, atau dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat.
Dengan demikian, pemilihan bentuk persona yang dipergunakan di samping
mempengaruhi perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga
mempengaruhi kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian, dan
keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan.
Sudut pandang pada intinya adalah cara atau strategi yang dengan sengaja
dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Abrams
(Burhan Nurgiyantoro, 2005: 248) menyatakan bahwa sudut pandang adalah
cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk
cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian, sudut
pandang merupakan teknik atau strategi yang dipilih pengarang untuk
mengungkapkan cerita.
Tarigan (1993: 140) menyatakan bahwa sudut pandang atau point of view
adalah hubungan yang terdapat antara sang pengarang dan alam fiktif cerita,
atau antara pengarang dan pikiran serta perasaan para pembacanya. Pengarang
harus dapat menjelaskan kepada para pembaca bahwa dia selaku narator atau
pencerita mempunyai tempat berpijak tertentu dalam hubungannya dengan
cerita itu. Herman J. Waluyo mengungkapkan bahwa point of view adalah
sudut pandang dari mana pengarang bercerita, apakah dia bertindak sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
pencerita yang tahu segala-galanya, ataukah ia sebagai orang yang terbatas.
Point of view dapat juga berarti cara yang digunakan pengarang dalam
melibatkan dirinya dalam cerita, apakah dia terlibat secara langsung sebagai
orang pertama, ketiga atau orangn yang tahu segalanya (2005:184).
Menurut Herman J. Waluyo (2002: 184-185) point of view dibagi menjadi
tiga, yakni (1) pengarang sebagai orang pertama dan menyatakan pelakunya
t teknik aku-an; (2) pengarang sebagai orang
-an;
omniscient narratif
ini pengarang tidak mengambil peran salah satu tokoh, tetapi ia mengambil
peran sebagai pencerita yang serba tahu. Ia bebas memasuki segala peran
tanpa batas. Kadang-kadang ketiga metode ini dikombinasikan oleh pengarang
dalam sebuah cerita agar cerita tersebut lebih bervariatif.
Sedikit berbeda dengan Herman J. Waluyo, Burhan Nurgiyantoro
memaparkan tiga jenis sudut pandang, yaitu pertama sudut pandang persona
yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan
menyebut nama atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Sudut pandang ini daapt
of view, third person omniscent , the omniscent narrator atau author
termasuk motivasi yang melatarbelakangi tindakannya. Kebebasannya ini
tidak hany
penceritaan dengan narator bebas menceritakan apa saja yang berhubungna
u tokoh saja atau hanya pada
tokoh fokusnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
mengenai peristiwa atau tindakan yang dialami dan dirasakannya. Narator
juga mempunyai sifat mahatahu, tapi terbatas hanya pada dirinya sendiri.
peran utama dalam cerita. Penggunaan sudut pandang ini memungkinkan
pembaca merasa terlibat langsung dalam cerita sehingga akan memberikan
hanya tampil untuk mengantarkan dan menutup cerita, sedangkan inti cerita
diserahkan sepenuhnya kepada tokoh utama cerita untuk mengisahkan
kisahnya itu.
Ketiga, sudut pandang campuran. Dalam sebuah novel atau roman
pengarang mungkin saja menggunakan penyudutpandangan lebih dari satu.
Hal ini dilakukan agar cerita tidak membosankan dan lebih variatif.
Penggunaan sudut pandang ini tergantung pada kemauan dan kreativitas
pengarang dalam memanfaatkan teknik-teknik yang ada.
Jadi, pada dasarnya sudut pandang atau point of view adalah cara pandang
pengarang dalam menggambarkan tokoh dan menyajikannya dalam suatu
cerita fiksi.
f. Gaya/style
Bahasa dalam karya sastra merupakan unsur yang penting. Bahasa dapat
disamakan dengan baju bagi manusia. Keduanya merupakan bahan atau sarana
yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan menimbulkan nilai lebih.
Kuntowijoyo menyatakan bahwa sastra itu berada sedikit di atas dan sedikit di
bawah kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan pun
harus sesuai dengan sifatnya yang bukan kesehari-harian meskipun ia
merupakan refleksi kehidupan manusia sehari-hari (Korrie Layun Rampan,
1995: 63). Jadi, dapat dikatakan bahwa bahasa karya sastra memang berbeda
dengan bahasa sehari-hari. Umumnya bahasa dalam karya sastra (roman)
adalah bahasa yang emotif, bersifat konotatif, dan mengandung deotomisasi
(penyimpangan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Hal yang paling menonjol dalam pembahasan bahasa karya sastra adalah
gaya atau style. Gaya merupakan cara pengungkapan yang khas dari seorang
pengarang. Gaya atau style berhubungan erat dengan diksi, imajeri (citraan),
dan sintaksis. Sifat gaya dalam karya sastra adalah khas, tidak mungkin dapat
ditiru orang lain, dan bersifat individual. Dengan hanya melihat gaya
penulisan sebuah karya sastra, pembaca langsung dapat menyimpulkan siapa
pengarangnya dari berbagai bentuk linguistik yang berlaku dalam sistem
bahasa yang bersangkutan. Gaya atau style hadir setelah mengalami seleksi
oleh pengarang. Keberhasilan suatu karya juga dipengaruhi oleh kecakapan
pengarang dalam menggunakan gaya yang serasi dalam karyanya.
Dalam penentuan atau penggunaan gaya, pengarang memiliki kebebasan
untuk mengekspresikan struktur makna ke dalam struktur lahir yang dianggap
paling efektif. Pemilihan bentuk struktur lahir dapat sampai pada berbagai
yang wajar. Namun, pemilihan wujud struktur lahir yang sesuai dengan selera
tak selamanya dilakukan secara sadar oleh pengarang. Hal ini terjadi karena
pengungkapan gaya kadang-kadang terjadi secara otomatis oleh pengarang,
seolah-olah gaya tersebut telah menjadi bagian dari diri pengarang.
Burhan Nurgiyantoro (2005: 277) menganggap gaya sebagai teknik, teknik
pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang
akan diungkapkan. Bentuk ungkapan kebahasaan sendiri dibagi menjadi dua
macam bentuk, yakni sebagai sebuah fiksi dan sebagai sebuah teks. Sebagai
sebuah fiksi berarti pengarang bekerja dengan sarana bahasa, dan sebagai
sebuah teks berarti pengarang bekerja dalam bahasa.
Leech dan Short (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 277) menyatakan bahwa
gaya bahasa merupakan hal yang pada umumnya tak lagi mengandung sifat
konvensional, menyaran pada pengertian cara penggunaan bahasa dalam
konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu, dsb. Dengan
demikian, gaya tergantung pada konteks ia digunakan, siapa pengarangnya,
tujuannya ,dsb. Gaya ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan, seperti pilihan
kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, dan penggunan kohesi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
g. Amanat
Selain memberi keindahan, juga bermanfaat bagi pembaca. Bermanfaat
disebabkan di dalam karya sastra terdapat hal-hal yang dapat dipetik oleh
pembaca. Hal-hal tersebut sebenarnya adalah pesan yang ingin disampaikan
pengarang kepada pembaca. Menurut Panuti Sudjiman (1988: 57) amanat
adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Sedang Zulfahnur (1996/1997: 26) memberikan batasan amanat sebagai pesan,
berupa ide, gagasan, ajaran, moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang ingin
disampaikan atau dikemukakan pengarang lewat cerita. Amanat pengarang ini
biasanya disajikan secara implisit dan eksplisit. Cara penyampaian implisit
misalnya disiratkan dalam tingkah laku tokoh-tokoh ceritanya. Sedangkan
secara eksplisit, bila dalam tengah atau akhir cerita pengarang menyampaikan
pesan-pesan, saran, nasihat, pemikiran, dsb.
Bertolak dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa amanat
adalah pesan-pesan moral yang hendak disampaikan pengarang kepada
pembaca, baik secara implisit maupun eksplisit.
2. Hakikat Pendekatan Struktural
a. Pengertian Pendekatan Struktural
Ali Imron (2006: 20) menyatakan bahwa sesuai dengan teori Abrams,
pendekatan struktural disebut juga pendekatan objektif. Teori struktural
memandang karya sastra sebagai sebuah struktur yang otonom, berdiri sendiri,
dan terlepas dari unsur yang berada di luar dirinya. Telaah ini terlepas dari unsur
sosial, budaya, pengarang, dan pembacanya. Hal yang berada di luar pengarang
seperti biografi pengarang, psikologi, sosiologi, dan sejarah tidak diikutkan dalam
analisis.
Peaget dan Hawkes (dalam Ali Imron, 2006: 16) menyatakan bahwa
strukturalisme mengandung tiga gagasan pokok, sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
a. Keseluruhan unsur-unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah
intrinsik yang menentukan, baik keseluruhan struktur maupun bagian-
bagiannya;
b. Transformasi struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang
memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru; dan
c. Keteraturan yang mandiri atas struktur itu yang tidak memerlukan hal yang di
luar dirinya. Artinya, struktur itu otonom terhadap sistem rujukan lain.
Sementara itu, Aristoteles (dalam A. Teeuw, 2003: 100) mengenalkan
strukturalisme dalam konsep: wholeness, unity, complexity, dan coherence Dia
memandang bahwa keseluruhan makna bergantung pada keseluruhan unsur
tersebut. Wholeness berarti keseluruhan; unity berarti semua unsur harus ada;
complexity berarti luasnya ruang lingkup harus memungkinkan perkembangan
peristiwa yang masuk akal; dan coherence berarti sastrawan bertugas untuk
menyebutkan hal-hal yang mungkin atau hal yang harus terjadi sesuai dengan
konsistensi logika cerita.
Lebih lanjut A. Teeuw (2003: 112) menyatakan bahwa tujuan analisis
dalam pendekatan struktural adalah memaparkan secermat, seteliti, dan sedalam
mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang
bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Analisis itu bukan penjumlahan
dari unsur, tetapi yang paling penting justru sumbangan yang diberikan oleh
semua gejala pada keseluruhan makna dalam keterkaitan dan keterjalinannya.
Pendekatan strukturalisme memberikan peluang untuk telaah karya sastra dengan
lebih rinci, namun di sisi lain justru menyebabkan masalah estetika atau makna
sastra terkorbankan. Pengkajian karya sastra dengan pendekatan struktural pada
umumnya hanya sampai pada analisis unsur-unsur pembentuknya. Hubungan
antarunsur sebagai kebulatan dalam membentuk makna masih jarang dilakukan.
Padahal unsur-unsur dalam karya sastra tidak dapat berdiri sendiri dalam
keseluruhan makna. Oleh sebab itu, untuk sampai pada pengungkapan makna,
penganalisis perlu memahami unsur-unsur yang berada di luar karya sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Teeuw (2003: 115-116) juga menyatakan bahwa pendekatan
strukturalisme memiliki empat kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut,
sebagai berikut.
a. Pendekatan strukturalisme belum memiliki syarat sebagai teori yang lengkap
dan tepat;
b. Karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing, tetapi harus dipahami dalam
rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah;
c. Karya sastra dipisahkan dengan pembaca selaku pemberi makna; dan
d. Analisis yang menekankan otonomi akan menghilangkan konteks dan
fungsinya, karena karya sastra dilepaskan dari relevansi sosial budaya yang
melatarbelakanginya.
Kelemahan-kelemahan itulah yang kemudian memacu munculnya pendekatan-
pendekatan lain dalam analisis sastra. Karena itulah, dalam telaah novel, penelaah
jangan hanya menggunakan pendekatan struktural. Hal itu dilakukan agar telaah
sampai pada tataran pengungkapan makna karya sastra secara utuh.
Terlepas dari berbagai kelemahan pendekatan struktural di atas,
pendekatan tersebut ternyata sangat populer. Hal itulah yang menyebabkannya
sering digunakan dalam analisis karya sastra, khususnya dalam pembelajaran
sastra di sekolah. Pendekatan itu dipandang lebih mudah untuk dilaksanakan
karena memfokuskan analisis pada unsur-unsur dan hubungan antarunsur yang
membangun karya itu sendiri. Adapun aspek yang dikaji dalam pendekatan
struktural adalah unsur-unsur intrinsik karya sastra yang berupa: tema, nada,
suasana, alur, latar, penokohan, stilistik, dan hubungan antaraspek yang
membuatnya menjadi karya sastra (Ali Imron, 2006: 20-21). Dalam penelitian ini,
peneliti hanya akan menguraikan latar dan tokoh utama karena fokus kajian novel
ini hanya berhubungan dengan dua unsur tersebut.
3. Hakikat Sosiologi Sastra
a. Hakikat Sosiologi Sastra
Istilah sosiologi muncul pada abad ke-19 sekitar tahun 1839. Dari seorang
ahli filsafat berkebangsaan Perancis, bernama Auguste Comte. Ia telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
mengusulkan agar penelitian terhadap masyarakat ditingkatkan menjadi suatu
ilmu tentang masyarakat yang berdiri sendiri. Ilmu tersebut diberi nama
Yunani logos
Senada dengan pendapat Soerjono Soekanto sosiologi menurut Miekel
Bal, dkk (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2003: 363) yaitu sebagai ilmu yang
relative muda, ini ditandai dengan terbitnya buku yang berjudul Positive-
Philoshophy yang ditulis oleh Auguste Comte (1798-1857). Sosiologi
berkembang pesat pada setengah abad kemudian disusul dengan terbitnya buku
Principles of Sociology yang ditulis oleh Herbert Spencer (1820-1903). Hasan
Shadily (1989: 2) juga berpendapat:
Sosiologi merupakan ilmu masyarakat atau ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia sebagai anggota golongan atau masyarakatnya (tidak sebagai individu yang terlepas dari golongan atau masyarakatnya), dengan ikatan-ikatan adat, kebiasaan, kepercayaan atau agamanya, tingkah laku serta keseniannya atau yang disebut kebudayaan yang meliputi segala segi kehidupan.
Nyoman Kutha Ratna menyatakan, kata sosiologi berasal dari akar kata
sosio (Yunani) dan logi atau logos. Sosio berarti bersama-sama, bersatu,
berkawan, dan teman. Sementara logi atau logos ,maksudnya sabda, perkataan,
dan perumpamaan (Nyoman Kutha Ratna, 2003: 1).
Selanjutnya kata sosio mengalami perubahan makna, soio/ socius yang
berarti masyarakat. Logi atau logos berarti ilmu. Sosiologi sendiri, kemudian
dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari asal-usul dan pertumbuhan (evolusi)
masyarakat, dan mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam
masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris.
Sementara itu menurut Swingewood (dalam Faruk, 1999: 1) Sosiologi
merupakan studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat,
studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Sosiologi pada intinya
hendak menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan,
bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Ritzer (dalam Faruk, 1999: 2) menganggap sosiologi sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang multiparadigma. Maksudnya, di dalam ilmu tersebut dijumpai
beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain dalam usaha merebut
hegemoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan. Paradigma itu sendiri
diartikannya sebagai satu citra fundamental mengenai pokok persoalan dalam
suatu ilmu pengetahuan. Paradigma itu berfungsi untuk menentukan apa yang
harus dipelajari, pertanyaan-pertanyaan apa yang harus diajukan, bagaimana cara
mengajukannya, dan aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam interpretasi
jawaban yang diperoleh. Ritzer sendiri kemudian menemukan tiga paradigma
dasar dalam sosiologi, yaitu paradigma fakta-fakta sosial, paradigma definisi
sosial, paradigma perilaku sosial.
Max Weber (dalam Idianto M, 2004: 11) mengatakan bahwa sosiologi
adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial. Selo Soemardjan
dan Soelaeman Soemardi (dalam Soerjono Soekanto, 1990: 21) juga
menambahkan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari
struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sosiologi
adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang manusia dan hubungannya dengan
proses sosial termasuk pada perubahan sosial.
Sementara itu, Teeuw (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2003: 4)menyatakan
bahwa sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu sas dan tra. Sas berarti
mengarahkan, memberi petunjuk, maupun instruksi dan tra berarti alat atau
sarana. Jadi secara lengkap sastra diartikan alat untuk mengajar, atau buku
petunjuk yang baik. Kata sastra bersifat lebih spesifik setelah terbentuk menjadi
kata jadian, kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik. Seperti halnya
dengan sosiologi, sastra juga memiliki kajian yang sama yaitu mempelajari
tentang manusia dan hubungannya dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Laurenson dan Swingewood (dalam Suwardi Endraswara, 2003: 78)
karena sosiologi obyek studinya tentang manusia dan sastrapun demikian.
Sedangkan Teeuw (dalam Atar Semi, 1993: 9) mengatakan bahwa sastra itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah
manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Walaupun objek kajian sosiologi dan sastra sama, namun terdapat
perbedaan di antara keduanya. Ekarini Saraswati (2003: 3) mengatakan perbedaan
yang ada antara keduanya adalah bahwa sosiologi melakukan analisis ilmiah yang
objektif, sedangkan sastra mencoba memahami setiap kehidupan sosial dari relung
perasaan yang terdalam. Damono menambahkan (dalam Ekarini Saraswati, 2003:
3) yang satu beranjak dari hasil pemikiran sedangkan yang satu lagi beranjak dari
hasil pergulatan perasaan yang merupakan 2 kutub yang berbeda, seandainya ada
dua orang sosiologi mengadakan penelitian atas satu masyarakat yang sama, hasil
penelitian itu besar kemungkinan menunjukkan persamaan juga, sedangkan
seandainya ada dua orang novelis menulis tentang suatu masyarakat yang sama,
hasilnya cenderung berbeda sebab cara-cara manusia menghayati masyarakat
dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut pandangan seseorang.
Kendati sosiologi dan sastra mempunyai perbedaan tertentu namun
sebenarnya dapat memberikan penjelasan terhadap makna teks sastra. Sehingga
sosiologi dan sastra dapat saling melengkapi, sehingga lahirlah ilmu yang
merupakan penggabungan dari keduannya yang disebut sosiologi sastra. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Levin (Suwardi Endraswara, 2003: 79)
yang
memberikan arah bahwa penelitian sosiologi sastra dapat kearah hubungan
pengaruh timbal balik antara sosiologi dan sastra, yang keduanya akan saling
mempengaruhi dalam hal-hal tertentu yang pada gilirannya menarik perhatian
peneliti.
Penelitian sosiologi sastra hadir dari Glickberg (dalam Suwardi
fantasticor mystical in
content, is animated by a profound social concern, and this is true of even the
a seperti apa bentuk
karya sastra (fantastis atau mistis) pun akan besar perhatiannya terhadap
fenomena sosial. Pencetus sosiologi sastra adalah seorang filsafat Perancis yang
bernama Auguste Comte pada sekitar tahun 1839 melalui sebuah karyanya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
berjudul Cours de Philosophie Positive. Dalam buku itu, Comte menyebutkan ada
tiga tahap perkembangan intelelektual, yang masing-masing merupakan
perkembangan dari tahap sebelumnya.
Tiga tahapan itu adalah:
c. Tahap teologis; adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di
dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di
atas manusia.
d. Tahap metafisis; pada tahap ini manusia menganggap bahwa di dalam setiap
gejala terhadap kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan
dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita
terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan
hukum-hukum alam yang seragam.
e. Tahap positif; adalah tahap di mana manusia mulai berpikir secara alamiah.
Wolff (dalam Suwardi Endraswara, 2003: 77) menyatakan bahwa
sosiologi sastra merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan
baik, terdiri atas sejumlah studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang
agak general, yang masing-masing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa
semua berurusan dengan hubungan sastra dengan masyarakat. Nyoman Kutha
Ratna (2003:2) memberi pengertian sosiologi sastra sebagai usaha analisis
terhadap unsur(-unsur) karya seni sebagai bagian integral unsur(-unsur)
sosiokultural. Dari pengertian tersebut, sosiologi sastra adalah cara untuk
membuktikan bahwa karya sastra termasuk bagian dari keseluruhan sosiokultural.
Di mana, sosiologi sastra mencoba menjelaskan karya sastra dengan tidak
mungkin dapat menghindar dari realitas masyarakat.
Lebih jauh sosiologi sastra dipahami sebagai pendekatan terhadap sastra
yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (Sapardi Djoko Damono,
1979: 2). Sosiologi sastra, dipandang sebagai usaha pendekatan yang mencoba
menemukan kaitan antara karya sastra dan masyarakat. Dalam hal ini, sosiologi
sastra merupakan cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Karya sastra
dilihat sebagai cermin kehidupan masyarakat. Kelahiran sastra tidak dalam
kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
sedangkan karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu
merefleksikan zamannya. Sehingga antara karya sastra dan kehidupan sosial
masyarakat selalu berkaitan satu sama lain. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Laurenson dan Swingewood (dalam Suwardi Endraswara, 2003: 79) yang
menjelaskan bahwa sosiologi sastra dapat dipandang dari tiga perspektif, yaitu (1)
penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di
dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra itu diciptakan, (2)
penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, dan
(3) penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan
keadaan sosial budaya.
Teori sosiologi sastra lain dikemukakan oleh Ian Watt. Ian Watt (dalam
Sapardi Djoko Damono, 1978: 3) mengklasifikasikan sosiologi sastra menjadi tiga
macam pendekatan. Menurutnya, telaah karya sastra mencakup tiga hal utama,
yakni konteks sosial pengarang, kajian karya sastra itu sendiri, dan fungsi sosial
sastra. Pendapat ini senada dengan yang dikemukakan Rene Wellek dan Austin
Warren (1993: 111) yang mengklasifikasikan sosiologi sastra menjadi tiga bentuk,
(1) sosiologi pengarang, (2) karya sastra itu sendiri, (3) mempermasalahkan
pembaca dan pengaruh karya sastra terhadap masyarakat.
Berdasarkan pendapat di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
sosiologi sastra adalah pendekatan dalam menganalisis karya sastra yang
memperbincangkan hubungan antara pengarang dengan kehidupan sosialnya.
Sosiologi sastra berusaha mengungkapkan keterkaitan antara pengarang, pembaca,
kondisi sosial budaya pengarang maupun pembaca, serta karya itu sendiri.
Demikian beberapa ulasan tentang hakikat sosiologi sastra serta hubungan antara
karya sastra dengan masyarakat yang dipakai dalam analisis sosiologi sastra
terhadap novel Incest karya I Wayan Artika.
b. Pendekatan Sosiologi Sastra
Pendekatan sosiologi sastra bertolak dari suatu anggapan bahwa sastra
adalah ungkapan perasaan masyarakat, yang juga berarti bahwa sastra
mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan (Wellwk dan Warren, 1990: 110).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Dengan demikian pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan sastra yang
mempertimbangkan segi-segi sosial dan kemasyarakatan yang tercermin dalam
karya sastra. Pendekatan sosiologi bermaksud menjelaskan bahwa karya sastra
(novel) pada hakikatnya merupakan sebuah fakta sosial yang tidak hanya
mencerminkan realitas sosial yang terjadi di masyarakat tempat karya itu
dilahirkan, melainkan juga merupakan tanggapan pengarang terhadap realitas
sosial tersebut.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh
Rene Wellek dan Austin Warren, khususnya yang kedua dan yang ketiga. Yakni,
penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial, selain itu juga
mempermasalahkan pembaca dan pengaruh karya sastra terhadap masyarakat.
Dalam mengaplikasikan pendekatan ini, karya sastra tidak dilihat sebagai
keseluruhan, melainkan hanya tertarik pada unsur sosio-budaya di dalamnya yang
dilihat sebagai unsur-unsur yang lepas dari kesatuan karya. Sehubungan dengan
analisis terhadap novel Incest, penulis mengambil unsur yang menarik dalam
karya tersebut, yakni perubahan sosial. Untuk menganalisis perubahan sosial
dibutuhkan teori yang relevan dengan permasalahan yang dianalisis, yakni teori
perubahan sosial.
c. Perubahan Sosial
Di dalam kehidupan, masyarakat selalu mengalami perubahan. Menurut
Sztompka, masyarakat senantiasa mengalami perubahan di semua tingkat
kompleksitas internalnya. Dalam kajian sosiologis, perubahan dilihat sebagai
sesuatu yang dinamis dan tidak linear. Dengan kata lain, perubahan tidak terjadi
secara linear. Secara umum, perubahan sosial dapat diartikan sebagai suatu proses
pergeseran atau berubahnya struktur/ tatanan di dalam masyarakat, meliputi pola
pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan
penghidupan yang lebih bermartabat.
Perubahan terjadi pada tingkat makro, mezzo, dan mikro. Pada tingkat
makro, terjadi perubahan ekonomi dan politik. Sedangkan pada tingkat mezzo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
terjadi perubahan kelompok, komunitas dan organisasi. Dan di tingkat mikro
terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah
kekuatan fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat
ganda (Sztompka, 2004).
Bottomore mengatakan bahwa perubahan sosial mempunyai kerangka.
Adapun susunan kerangka tentang perubahan sosial antara lain:
f. Perubahan sosial itu dimulai pada suatu masyarakat mana yang pertama-tama
mengalami perubahan.
g. Kondisi awal terjadinya perubahan mempengaruhi proses perubahan sosial
dan memberi ciri tertentu yang khas sifatnya.
h. Kecepatan proses dari perubahan sosial tersebut mungkin akan berlangsung
cepat dalam jangka waktu tertentu.
i. Perubahan-perubahan sosial memang disengaja dan dikehedaki. Oleh
karenanya bersumber pada perilaku para pribadi yang didasarkan pada
kehendak-kehendak tertentu.
Perubahan sosial selalu mendapat dukungan/ dorongan dan hambatan dari
berbagai faktor. Adapun faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan
adalah:
a. Kontak dengan kebudayaan lain
salah satu proses yang menyangkut dalam hal ini adalah difusi. Difusi
merupakan proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari perorangan kepada
perorangan lain, dan dari masyarakat kepada masyarakat lain. Dengan difusi,
suatu inovasi baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat disebarkan kepada
masyarakat luas di dunia sebagai tanda kemajuan.
b. Sistem pendidikan yang maju
c. Sikap menghargai hasil karya dan keinginan-keinginan untuk maju.
d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
e. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.
Sistem terbuka memungkinkan adanya gerakan mobilitas sosial vertikal secara
luas yang berarti memberi kesempatan perorangan untuk maju atas dasar
kemampuan-kemampuanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
f. Penduduk yang heterogen
Masyarakat-masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang
memiliki latar belakang, ras, dan ideologi yang berbeda mempermudahkan
terjadinya kegoncangan yang mendorong terjadinya proses perubahan.
Selain itu, perubahan sosial juga mendapatkan hambatan-hambatan. Adapun
faktor-faktor penghambat tersebut adalah :
a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
c. Sikap masyarakat yang masih tradisional.
d.Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat sekali
atau vested interest.
e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan.
f. Prasangka terhadap hal-hal yang asing atau baru.
g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
h. Adat atau kebiasaan.
B. Penelitian yang Relevan
Novel Incest karya I Wayan Artika pernah dibahas oleh Nita Handayani
Hasan, mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sebelas Maret
Surakarta, sebagai skripsi untuk meraih gelar Sarjana Sastra. Karya Ilmiah
t Incest karya I Wayan Artika : Tinjauan Antropologi
naratif didapat melalui pengelompokkan miteme-miteme ke dalam unit-unit
naratif. Kemudian, unit-unit naratif yang didapat digolongkan pada tiga
permasalahan yaitu perkawinan sedarah yang terjadi pada kembar buncing,
pergeseran pekerjaan dari petani menjadi buruh pabrik, dan perjuangan seorang
petani organik yang tetap mempertahankan profesinya sebagai petani. Ketiga
permasalahan tersebut kemudian dianalisis secara sintagmatik paradigmatik, dan
sinkronik diakronik. (2) pola berpikir masyarakat Jelungkap didapatkan setelah
mengetahui relasi logis antarunit naratif. Pola pikir yang didapatkan berbentuk
segitiga sama sisi. Di dalam segitiga tersebut terdapat bentuk lingkaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
menjelaskan bahwa semua permasalahan yang dialami masyarakat Jelungkap
akan diselesaikan dengan keputusan adat.
Saman
Dan Larung
yang pernah dibahas oleh Nuraini, mahasiswa Program Pendidikan Bahasa, Sastra
Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa (1)
unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Saman dan Larung karya Ayu Utami;
penokohan (fisilogis, psikologis dan sosiologis), latar (tempat, waktu dan sosial),
alur novel Saman adalah campuran, novel Larung beralur progresif yang terbagi
dalam dua kisah, tema yang diangkat oleh pengarang adalah tentang
pemberontakan manusia terhadap nilai-nilai normatif masyarakat, kepercayaan
terhadap ilmu-ilmu gaib, (2) adanya lapisan sosial dalam novel Saman dan Larung
yang dilihat dari segi pendidikan, yakni tingkat kepandaian dan kreativitas.
Ekonomi, yakni tingkat kemapanan, kaya dan miskin. Kedudukan atau
kehoramatan, yakni tingkat jabatan, (3) pandangan dunia pengarang dalam novel
Saman dan Larung adalah pandangan dunia humanisme dan kemanusiaan, baik itu
humanisme kejawen, politik, dan feminisme, (4) nilai pendidikan dalam novel
Saman dan Larung adalah nilai pendidikan agama yang menyoroti soal keyakinan
pada Tuhan. Nilai sosial yang menyoroti tentang hubungan keluarga, masyarakat
dan persahabatan. Nilai moral menyoroti tingkah laku para tokohnya yang bersifat
baik dan buruk. Nilai estetis menyoroti tenteng gaya bahasa dan bentuk kasih
sayang antara para tokoh dalam kedua novel tersebut.
Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi karya
Nyali
memenuhi persyaratan meraih gelar sarjana sastra pada Jurusan Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, yang dipublikasikan melalui situs
internet dengan alamat http://www.geocities.com/ngartofebruana/skripsi.htm.
Karya ilmiah ini menganalisis konflik sosial dan politik yang terdapat dalam novel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Nyali karya Putu Wijaya kemudian menyejajarkannya dengan peristiwa sejarah
yang ada.
Dalam hubungannya dengan ketiga penelitian di atas, penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti mempunyai kesamaan dalam hal penggunaan objek dan
pendekatan penelitian, yaitu novel Incest karya I Wayan Artika dan pendekatan
penelitian yaitu sosiologi sastra.
C. Kerangka Berpikir
Novel mampu memotret kehidupan, meskipun dipandang sebagai karya
yang fiksional. Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki
andil yang signifikan terhadap karya sastra, khususnya novel, baik dalam segi isi
maupun bentuk. Keberadaan pengarang dalam lingkungan sosial masyarakat
tertentu, ikut mempengaruhi karya yang dibuatnya. Dengan demikian suatu
masyarakat tertentu yang ditempati pengarang akan dengan sendirinya
mempengaruhi jenis sastra tertentu yang dihasilkan pengarang.
Incest merupakan merupakan salah satu novel yang sangat dipengaruhi
oleh kehidupan masyarakat dimana pengarangnya yaitu I Wayan Artika tinggal.
Novel ini ditulis menggunakan teknik etnografi, sehingga deskripsi-deskripsi
peristiwa dalam cerita yang disusun adalah fakta atau realitas dan bukan fiksi.
Kemunculan novel ini menjadi kontroversi dan diprotes masyarakat adat yang
dijadikkan setting karena novel ini dianggap melecehkan adat setempat.
Konsekuensi yang diterima oleh I Wayan Artika adalah dengan
mempertanggungjawabkan tulisannya ini di depan pengadilan adat.
Penelitian ini menganalisis Incest dengan pendekatan sosiologi sastra.
Dasar pemikiran dalam penelitian sastra berperspektif sosiologi sastra ini adalah
upaya pemahaman karya sastra sebagai dokumen sosial yang didalamnya
merupakan refleksi situasi pada masa sastra itu diciptakan. Selain itu juga
menangkap karya sastra sebagai manifestasi keadaan sosial yang dipengaruhi
lingkungan sosial pengarang. Namun sebelum itu, diperlukan pemahaman yang
lebih terhadap novel tersebut, untuk itu terlebih dahulu akan diterapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
pendekatan struktural dengan menganalisis unsur-unsur intrinsik yang ada dalam
novel Incest.
Dalam mengaplikasikan pendekatan sosiologi sastra, karya sastra tidak
dilihat sebagai keseluruhan, melainkan hanya pada unsur sosio-budaya di
dalamnya yang dilihat sebagai unsur-unsur yang lepas dari kesatuan karya.
Sehubungan dengan analisis terhadap novel Incest, penulis mengambil unsur yang
menarik dalam karya tersebut, yakni perubahan sosial yang terjadi pada
masyarakat Jelungkap yang terkandung dalam novel Incest karya I Wayan Artika.
Selain itu, pendekatan sosiologi sastra juga digunakan untuk mengetahui
tanggapan masyarakat tentang novel Incest karya I Wayan Artika, dilihat sebagai
karya sastra ataupun cerminan sosial kehidupan masyarakat dalam hal ini
masyarakat Bali pada umumnya dan Jelungkap pada khususnya. Berikut adalah
gambar kerangka berpikir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Gambar 1. Kerangka berpikir
Novel Incest
Pendekatan Sosiologi Sastra
Tanggapan masyarakat
terhadap novel Incest
Pendekatan Struktural
Unsur Intrinsik Novel: a. Tema b. Latar c. Penokohan d. Plot e. Sudut Pandang f. Gaya/ style g. Amanat
Perubahan Sosial yang terjadi pada masyarakat Jelungkap
Simpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan objek karya sastra, yaitu novel
Incest karya I Wayan Artika. Penelitian ini berupa kajian teks maka dalam
prosesnya peneliti mencari pembaca novel yaitu kota Solo. Adapun pelaksanaan
penelitan ini direncanakan selama 6 bulan, yang dimulai dari bulan Oktober 2011
sampai Maret 2012.
B. Pendekatan dan Metode Penelitian
Berdasarkan objek penelitian yang berupa karya sastra yaitu novel yang
dalam analisisnya mengarah pada menggambarkan beberapa fenomena di
dalamnya, penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Suwardi
Endraswara (2003: 5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif dilakukan dengan
No Waktu Okt ' 11 Nov
Des '11 Jan '12 Feb '12
Mar
Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
Tahap persiapan awal sampai pengajuan proposal
2
Menentukan informan, menyiapkan peralatan dan instrumen
3 Pengumpulan data
4 Analisis data
5 Penyusunan laporan
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
tidak mengutamakan angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan
terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi yang ditinjau dari
aspek struktural dan sosiologi sastra.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer berupa novel Incest karya I
Wayan Artika yang diterbitkan oleh Interpre Book KPP (Kelompok Penerbit
Pinus), Yogyakarta pada tahun 2008 dengan jumlah halaman 268. Sedangkan
sumber data sekunder yaitu dokumen yang meliputi profil pengarang yang berisi
perjalanan hidup dan latar belakang sosial pengarang, buku-buku yang
berhubungan dengan penelitian, juga beberapa pendapat dari pembaca novel yang
peneliti pilih dengan usia pembaca novel antara 20 tahun sampai 50 tahun.
D. Teknik Pengumpulan Data
Suatu penelitian membutuhkan teknik pengumpulan data yang sesuai
dengan bentuk penelitiannya agar didapatkan data yang sahih. Seperti yang telah
diungkapkan di atas bahwa objek penelitian ini adalah sebuah karya sastra, maka
dalam hal ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan teknik
dokumen dan wawancara.
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Incest karya I
Wayan Artika sebagai objek kajian; buku-buku tentang teori sastra, sosiologi
sastra, serta artikel-artikel yang mendukung penelitian ini. Teknik wawancara
digunakan ketika mencari informasi tentang novel Incest karya I Wayan Artika
kepada para ahli sastra, juga digunakan ketika meminta tanggapan masyarakat
tentang novel tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
E. Teknik Cuplikan
Teknik sampling (cuplikan) yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Teknik ini dilakukan dengan mencuplik data yang mengarah
pada konsep yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Peneliti menyajikan
data untuk dikaji dari aspek strukturalnya serta memilih data yang berhubungan
dengan konsep sosial kemasyarakatan untuk ditinjau dari aspek sosiologi sastra.
F. Validitas Data
Kesahihan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teori,
sumber data dan triangulasi metode. Triangulasi teori yaitu dengan menggunakan
perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Dan
teori yang peneliti gunakan yaitu berasal dari ilmu sastra, sosiologi dan
antropologi.
Triangulasi sumber data yaitu pembahasan masalah dengan menggunakan
beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama. Adapun sumber data
dalam penelitian ini adalah dokumen (novel Incest karya I Wayan Artika , buku-
buku, artikel-artikel yang sesuai penelitian) dan narasumber (ahli sastra dan
masyarakat).
Triangulasi metode yaitu dengan menganalisis dokumen dan wawancara
dengan narasumber (informan).
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
teknik analisis mengalir (flow model of analysis) yaitu proses analisis dengan tiga
komponen (reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan dengan
verifikasinya) yang saling menjalin dan dilakukan secara terus menerus di dalam
proses pengumpulan data. Adapun tiga komponen tersebut yaitu:
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses perampingan, penyederhanaan dan
pengabstraksikan data. Di dalamnya terdapat proses memilih data yang
dipandang penting dan mempunyai potensi dalam rangka analisis data dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
juga membuang data yang dipandang tidak memenuhi syarat untuk
kepentingan analisis data. Tahap yang dilakukan selama penelitian
berlangsung.
2. Penyajian Data
Tahap kedua dari analisis data adalah sajian data. Tahap ini adalah tahap
menyajikan data dengan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis
sehingga mudah dipahami. Data yang disajikan merupakan jawaban
(deskripsi) dari rumusan masalah yang dimunculkan.
3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi
Tahap ini adalah tahap pengecekan kembali terhadap data (catatan) yang
telah dibuat, selanjutnya dapat dibuat simpulan sementara.
Adapun teknik analisis data dengan model analisis mengalir (flow model
analysis) tersebut dapat digambarkan sebagai berikut
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Pra Display Data Post
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi Post
Post
Gambar 2. Analisis mengalir
H. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan penyusunan
laporan. Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan adalah:
1. Membaca berulang-ulang novel Incest karya I Wayan Artika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
2. Mencatat setiap data yang terdapat dalam novel Incest karya I Wayan Artika.
3. Mengumpulkan data yang berasal dari jawaban narasumber (informan).
4. Teori yang terkumpul dijadikan dasar untuk memperoleh hasil penelitian.
5. Menarik kesimpulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Novel Incest
Novel Incest adalah sebuah novel karya I Wayan Artika.Novel ini
diterbitkan oleh penerbit penerbit Interpre Book pada Juli 2008.Novel dengan
tebal 268 halaman ini merupakan novel kedua karya I Wayan Artika.Dan novel ini
telah berhasil ikut memenangkan lomba yang diadakan oleh Bali Post.
Putu Geo Antara adalah seorang keturunan Jelungkap yang pergi merantau
untuk menuntut ilmu.Suatu hari dia kembali ke kampung halamannya dengan
tujuan untuk memajukan desanya.Putu Geo Antara adalah seorang pemuda yang
dilahirkan sebagai kembar buncing terjebak dalam kisah cinta yang rumit, yang
terbelenggu adat dan pembaruan pemikiran masyarakat zaman sekarang terhadap
adat itu sendiri.
Kisah ini berawal dari pasangan suami istri, Nyoman Sika dan Ketut Artini
yang dikaruniai sepasang bayi kembar buncing.Bagi masyarakat Jelungkap, hal itu
merupakan aib, dan mereka harus mendapatkan hukuman/ sanksi.Banyak cerita
tentang kesalahan leluhur di masa lalu yang mengiringi kelahiran bayi kembar
buncing itu.Dan kelahiran bayi itu dianggap karma atas segala kesalahan yang
dilakukan leluhur di masa lalu.Sebagai masyarakat adat, Nyoman Sika dan Ketut
Artini menjalankan sanksi adat itu.Selama empat puluh dua hari mereka hidup
dalam pengasingan di Langking Langkau.Mereka juga harus mengadakan upacara
penyucian dan pemisahan si kembar dari pasangannya. Ketika upacara malik
sumpah, di luar dugaan Nyoman Sika justru memberikan pendapatnya tentang
adat. Menurutnya, adat hanyalah cara untuk mencampur air dan minyak,
persalinan dan aib. Masa lalu yang konyol dan malik sumpah ini dia pilih untuk
mengajukan satu yang lain, yaitu masa depan. Dimana sebelumnya masa depan itu
tidak ada, yang ada hanyalah masa kini yang ditentukan oleh masa lalu. Atau
dengan kata lain, apa yang terjadi hari ini tergantung perbuatan kita dan leluhur
kita di masa lalu. Sanksi yang paling berat adalah ketika mereka harus
memisahkan kedua bayinya, yang perempuan dinamai Gek Bulan Armani dan
39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
diasuh sendiri oleh pasangan itu, sedangkan yang laki-laki diberi nama Putu Geo
Antara dan diserahkan kepada Gus Eka, sahabat mereka.
Waktu terus berjalan, Gek Bulan tetap tinggal bersama orang tuanya di
Jelungkap, sedangkan Geo Antara ikut orang tua angkatnya dan tinggal di
Denpasar.Merekapun semakin dewasa, dan tiba saatnya melanjutkan pendidikan
mereka di perguruan tinggi. Keduanya ternyata melanjutkan di perguruan tinggi
yang sama, yaitu Universitas Gajah Mada, walaupun di sana mereka tidak saling
mengenal karena mengambil jurusan yang berbeda. Geo Antara melanjutkan ke
Antropologi, sedangkan Gek Bulan melanjutkan ke Hubungan Internasional.
Suatu saat, Geo Antara memutuskan untuk kembali ke kampung
halamannya, Jelungkap. Dia ingin mengabdikan dirinya dan berkarya di sana.
Keputusan yang diambil Geo ini seringkali mendapat tanggapan yang kurang
mengenakkan dari teman-temannya, mengingat di Jakarta dia sudah bekerja
dengan posisi yang cukup bagus.Tetapi keinginannya yang kuat untuk
membangun desanya, tidak mematahkan semangatnya untuk kembali ke
Jelungkap. Di sana, Geo membuka perpustakaan untuk anak-anak desa dan
memberi tambahan pelajaran gratis. Sedangkan Gek Bulan kembali ke Jelungkap
bersama Komang Wiarsa untuk membuat pertanian organik.Suatu konsep baru
yang tidak menggunakan pupuk kimia dalam mengolah lahan pertanian.Dan dari
perkenalan mereka di desa ini, cerita cinta mereka dimulai seiring dengan
perkembangan Jelungkap yang mulai terkena arus modernisasi.
Masyarakat Jelungkap mulai tergiur mimpi akan masa depan mereka
melalui industri agropolitan yang masuk di desa mereka. Mereka berpikir dengan
adanya proyek itu, kehidupan mereka akan lebih layak karena mereka akan
mendapat pekerjaan di tempat itu. Tapi kenyataannya tidaklah demikian, karena
tidak mungkin semua warga tertampung dalam industri itu, dan apabila mereka
bias mendapat pekrjaan di sana, pekerjaan yang didapat hanyalah pekerjaan kasar
dengan upah rendah karena mereka tidak memiliki pendidikan yang tinggi
ataupun keterampilan yang ahli.
Kehadiran perusahaan yang pada awalnya merupakan harapan baru bagi
Jelungkap, dengan berjalannya waktu mereka sadar bahwa ada banyak hal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
dikorbankan untuk pembangunan proyek itu, mereka merasa dibohongi dan ada
penipuan pembebasan tanah di Lungkang dan Padaka Paduk.Di sinilah mereka
merasa kehormatan adatnya dijual yaitu cerita tentang penipuan dan pemalsuan
tanda tangan salah seorang tetua desa.Keadaan ini membuat ketegangan antara
perusahaan dan warga Jelungkap.Dalam keadaan seperti ini, manajemen
perusahaan membutuhkan seseorang yang bisa membuat hubungan menjadi lebih
baik.Geo Antaralah yang diminta membantu perusahaan untuk mengharmoniskan
hubungan perusahaan dengan Jelungkap.Banyak hal yang ditawarkan Geo untuk
kemudian dilakukan perusahaan supaya hubungan mereka membaik.Usulan Geo
itu disambut baik dan dilakukan oleh perusahaan, sehingga hubungan antara
perusahaan dengan masyarakat menjadi lebih baik.Tapi setelah semua itu terjadi,
Geo merasa bersalah karena kebijakan-kebijakan perusahaan atas dasar usulannya
itu, membuat Jelungkap merasa simpati dan bangga pada perusahaan.Mereka
justru melindungi perusahaan dari orang-orang yang hendak menghancurkan
perusahaan.
Gek Bulan Armani merasa warga desa sudah dibodohi perusahaan. Dia
mencari tahu tentang perusahaan dari beberapa arsip tentang perusahaan agrop
dan dari opini-opini yang tertulis di media massa, juga dengan bercakap-cakap
dengan Komang Wiarsa, warga asli Jelungkap yang mengembangkan pertanian
organik dan tidak bergantung dari perusahaan itu. Bulan merasa sangat sedih
ketika mengetahui warga desa setiap menjelang hari besar (misalnya Nyepi) harus
mengantri untuk mendapatkan dua kilo sayuran yang tidak layak jual dari
perusahaan.Begitu murah harga yang diberikan perusahaan pada masyarakat
Jelungkap.Yang lebih menyakitkan adalah perusahaan itu dibangun di atas tanah
yang dianggap keramat bagi warga.Misalnya saja punden berundak, Pura
Lungkang, Pura Inggu.Gek Bulan Armani lalu datang ke perusahaan dan bertemu
dengan Cok Dodi Erawan sebagai wakil dari perusahaan untuk membicarakan
masalah itu.Awalnya Bulan dikira hendak meminta sumbangan, karena biasanya
warga desa dating untuk meminta sumbangan.Ketika komunikasi itu berlangsung,
Bulan diminta bekerja sama dengan perusahaan, tetapi dengan tegas ia menolak.
Dia datang ke perusahaan untuk memperjuangkan nasib warga desa yang selama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
ini diperlakukan tidak adil. Di luar dugaan, ternyata warga menyimpan dendam
pada perusahaan setelah apa yang dilakukan perusahaan terhadap mereka. Amarah
mereka memuncak ketika ada mahasiswa dari Universitas Kebangsaan, Denpasar
sedang melakukan KKN di Jelungkap. Mahasiswa KKN itu hendak membangun
got desa sepanjang dua kilometer di Jelungkap. Warga desa marah ketika mereka
mengetahui bahwa proyek itu didanai oleh perusahaan.Mahasiswa itu akhirnya
diusir malam itu juga, dan warga bergerak menuju perusahaan lalu membakar
perusahaan itu.
Pertemuan Bulan dan Dodi di perusahaan ternyata membuat Dodi
terpesona terhadap Bulan, sehingga dia berusaha mendekati Bulan. Tapi di saat
yang sama jalinan cinta Bulan dan Geo telah terlebih dulu terjalin. Pertemuan Geo
dan Bulan yang terus menerus membuat benih-benih cinta di antara mereka
tumbuh.Hingga suatu saat mereka memutuskan untuk menjalin
hubungan.Hubungan mereka terjalin tanpa mereka tahu kalau sebenarnya mereka
adalah saudara kandung, kembar buncing.Warga desa pun enggan untuk memberi
tahu mereka karena terikat adat.Dan sesuai adat mereka seharusnya memang
saling jatuh cinta dan menikah.Tetapi sekarang pemikiran warga sudah berubah,
apabila mereka dibiarkan menjalin cinta tanpa tahu yang sebenarnya bahwa
mereka adalah saudara, warga merasa menjerumuskan mereka pada perkawinan
sedarah.Warga desa mulai membicarakan hubungan Geo dan Bulan, hingga
akhirnya sampailah ke telinga mereka.Mereka berusaha menolak dan tidak
percaya terhadap berita itu.Mereka lalu meninggalkan Jelungkap untuk
menyepi.Sekembalinya mereka ke Jelungkap mereka di bawa ke pertemuan
dengan warga di bale banjar. Jelungkap merasa malu dengan adat mereka yang
membiarkan kembar buncing menikah, dan salah satu cara untuk mengatasi rasa
malu mereka adalah dengan menggagalkan pernikahan Geo dan Bulan. Di
pertemuan itu Geo dan Bulan kembali diberi tahu kenyataan bahwa mereka
sebenarnya adalah kembar buncing. Tetapi mereka tetap saja tidak percaya,
mereka lalu dibawa ke Pura Desa, di sana Bendesa Adat kembali menyatakan
bahwa mereka adalah saudara kandung dan meminta mereka menghentikan
hubungan cinta mereka. Geo dan Bulan yang terlanjur saling mencintai menolak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
dengan keras pernyataan itu.Hingga mereka dihadapkan pada ritual yang akhirnya
membuat mereka pingsan, dan setelah mereka di bawa ke rumah sakit ternyata
Bulan sedang mengandung.Dan ternyata mereka sudah menikah setahun yang
lalu. Inilah yang membuat mereka mati-matian menolak apa yang dikatakan
warga dan Bendesa Adat.
B. Analisis Data
1. Tema
Tema merupakan gagasan pokok, inti, atau masalah utama yang
dituangkan dalam cerita. Tema yang merupakan makna cerita sebuah novel dapat
memiliki lebih dari satu interpretasi.Dalam novel Incest terdapat tema utama dan
tema tambahan.
a) Tema utama
Tema utama atau tema mayor novel Incest adalah perkawinan
sedarah.Para tokoh utama biasanya dibebani membawakan tema.Ini tercermin dari
tokoh utama novel Incest yaitu Geo dan Bulan. Dimana setelah mereka bertemu di
Jelungkap, tertarik satu sama lain dan akhirnya saling jatuh cinta harus menerima
kenyataan bahwa ternyata mereka adalah saudara kembar. Geo dan bulan ketika
lahir adalah pasangan bayi kembar, dimana dalam adat Jelungkap mereka harus
dipisahkan. Atas kenyataan yang mereka terima bahwa mereka adalah saudara
kandung, Geo dan Bulan masih ragu dan masih mempertanyakan pada diri mereka
masing-masing apakah mereka adalah benar saudara kandung. Hal ini tampak
dalam kutipan berikut.
Tersentak sangat Geo mendengar penjelasan Bendesa Adat.Ada keraguan yang dirasakannya. Walaupun demikian, ia tengah berjuang untuk meyakinkan dirinya betapa waktu cinta yang telah mereka mulai dan lewati, tidak sepotong incesttidak mungkin, :pikir Geo. Semacam itulah kenyataan yang coba ia bangun sehingga dengan ini penjelasan dan pengakuan adat Jelungkap bahwa dirinya dan Bulan adalah saudara, sesungguhnya hendak ditolaknya. Di sisi lain, Geo sedih juga. Mungkin sesal karena hal itu bisa ia terima sebagai kebenaran. Walaupun demikian, siapakah yang bisa mengatakan kepada dirinya bahwa dirinya satu saudara dengan Bulan? (Incest, hal 204)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
-
(Incest, hal 241) b) Tema tambahan
Tema tambahan atau tema minor adalah makna yang hanya terdapat pada
bagian-bagian tertentu cerita saja. Makna ini dapat ditafsirkan sebagai
makna bagian atau makna tambahan. Tema tambahan dalam novel Incest
meliputi: cinta kasih orang tua, percintaan, perjuangan, kebudayaan.
1) Cinta kasih orang tua
Setelah kelahiran anak kembar buncing yang mereka beri nama Geo dan
bulan. Nyoman Sika dan Ketut Artini mempunyai harapan dan keinginan terhadap
anak mereka. Seperti dalam kutipan berikut.
Nyoman Sika mencoba tersenyum menyaksikan sepasang bayi mereka yang menggerak-gerakkan tangan- s tabah, Tut. Ketabahan adalah bekal tanggung jawab kita dan dengan hal itu kita sanggup berdoa yang tulus agar anak- Doa itu barangkali akan mengantarkan sepasang bayi buncing yang dua hari lalu dilahirkan disa menikmati udara Jelungkap yang sejuk. Dan, ketika Agustus tiba, mereka akan bermain dengan bunga-bunga kopi yang harum. Suatu hari, kelak, pada musim itu, Nyoman Sika akan menghadiahi sepasang anak mereka dengan madu lebah segar. Atau, ketika musim jamus tiba, mereka akan menikmati makan malam dengan sup jamur pali yang ranum dan orang-orang Jelungkap menyebutnya dengan mencongos celeng. Pada musim padi menjelang panen tiba, kedua anak itu akan melintasi pematang, sepulang sekolah, untuk menghalau burung. (Incest, hal 45) 2) Percintaan
Tema percintaan dalam novel ini muncul dari hubungan antara Geo dan
Bulan, Geo adalah sarjana Antropologi sedangkan Bulan adalah sarjana
Hubungan Internasional HI. Setelah mereka bertemu di Jelungkap, antara Geo dan
Bulan mulai timbul rasa tertarik dan mulai timbul rasa cinta di antara mereka.
Kisah percintaan mereka pada akhirnya akan mengalami masalah, karena ternyata
mereka adalah saudara kandung yang ketika kecil dipisahkan sehingga ketika
dewasa baru saling mengenal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
3) Perjuangan
Tema perjuangan dibawakan oleh Geo. Sejak datang ke Jelungkap Geo
merasa bahwa masyarakat Jelungkap telah dibodohi oleh perusahan. Sehingga ia
tergerak untuk untuk mencerdaskan masyarakat Jelungkap dengan menjadi
sukarelawan pendidikan, membangun perpustakaan sekolah dan mendatangkan
guru menggambar untuk mengajar anak-anak di Jelungkap. Seperti dalam kutipan
berikut ini.
beli Putu Geo Antara. Katanya juga ia pernah
banyak temannya datang. Macam-macam pekerjaannya.Mungkin dia banyak dibantu oleh teman-temannyaitu. Sebulan lalu, ia mendatangkan guru menggambar dan selama satu minggu anak-anak belajar menggambar. Hasilnya lalu dipamerkan di Bale Banjar.Wah, jadi meriah sekali, mbok. (Incest, hal 152) 4. Kebudayaan
Tema kebudayaan adalah tema yang menjadikan Novel Incest ini menjadi
menarik, dimana dalam budaya Bali khususnya Jelungkap masih mempertahankan
adat istiadat yang sulit dimengerti dengan akal sehat manusia. Menurut adat Bali,
kelahiran kembar buncing merupakan aib besar bagi masyarakat desa. Bali di
masa lampau memang tidak adil terhadap bayi kembar buncing (dua bayi kembar
dengan kelamin yang berbeda, kembar laki-laki dan perempuan). Menurut mitos,
jika lahir di lingkungan kerajaan, bayi kembar buncing dianggap berkah yang
membawa keberuntungan. Kembar buncing di lingkungan kerajaan dibesarkan
secara terpisah. Setelah mencapai dewasa, keduanya akan dipertemukan kembali
dan dikawinkan sebagai suami istri. Dibandingkan dengan anak lainnya, anak
kembar buncing ini memiliki tempat yang sangat terhormat di lingkungan
kerajaan. Sebaliknya, jika bayi kembar buncing lahir di luar lingkungan kerajaan,
kehadiran sang bayi diyakini sebagai aib. Jika dirujuk dari dokumen sastra tua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
bali, anggapan noda aib dari kembar buncing bersumber dari ajaran raja yang
menjelaskan bahwa pasangan bayi kembar tersebut ketika dalam kandungan telah
melakukan hubungan seksual, sehingga kehadiran kembar buncing dianggap
mengganggu keharmonisan desa. Lebih dari itu, desa menjadi tercemar hingga
harus dipulihkan melalui sanksi adat yang ditentukan.
Tindakan diskriminasi seperti ini ternyata berlangsung di Bali dewasa ini.
Sesuai dengan aturan adatnya, sang bayi kembar harus menanggung sanksi adat
berupa pengucilan ke sebuah lokasi sepi sangat jauh dari perkotaan atau desa
tempat tinggalnya. Masa pengucilan bayi kembar buncing ini harus dijalani
selama 105 hari atau tiga bulan kalender bali. Selama tenggang waktu itu pula
orang tua bayi, tidak diperbolehkan beraktivitas, melakukan perjalanan keluar
Desa, ataupun mencari nafkah. Pengucilan itu sendiri bermaksud untuk dapat
membersihkan aib bawaan kembar buncing.
Setelah masa pengucilan berakhir, maka akan diadakan upacara suci yang
bertujuan untuk menyucikan bayi kembar tersebut. Namun, bukan hanya itu,
terkadang orang tua muda bayi kembar buncing harus membayar denda dan rela
melepas salah satu bayinya.Bayi kembar harus dipisahkan sehingga kelak saat
dewasa mereka tak pernah tahu bahwa mereka adalah saudara kandung dan
sedarah, sedangkan para warga desa diminta oleh peraturan adat untuk
merahasiakannya. Yang terjadi selanjutnya adalah ketua adat akan berusaha
mengawinkan keduanya menjadi sepasang suami istri, karena menurut
kepercayaan warga, bayi kembar buncing memang telah dijodohkan sejak dalam
rahim. Mitos aib yang dibawa oleh kembar buncing ini tertuang dalam awig-awig
(tradisi atau hukum adat) yang jelas-jelas menggambarkan perlakuan tidak adil
dan diskriminatif dari raja.Karenanya, mitos seperti ini harus dihapus karena
menodai martabat kemanusiaan.Seperti yang kita ketahui, di manapun di dunia
ini, jika suatu hal telah menjadi mitos, maka untuk memulihkannya bukanlah
pekerjaan yang mudah. Butuh pencerahan secara terus-menerus, terutama
terhadap ahli waris yang masih mau mempertahankannya. Jika ditinjau lebih jauh,
hukuman pengucilan itu sangat bertentangan dengan ajaran agama Hindu dan juga
hak asasi manusia serta sangat bertentangan dengan kesepakatan Sabha II PHDI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
(Parisadha Hindu Dharma Indonesia) Bali tahun 1971 serta Perda Bali No
03/2001 yang semuanya berintikan himbauan kepada komunitas adat, terutama
jajaran prajuru (pengurus desa adat), supaya menyesuaikan tradisi adatnya dengan
hukum agama dan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
2. Alur/Plot
Alur adalah rangkaian-rangkaian peristiwa yang disampaikan dalam cerita
yang memiliki hubungan sebab akibat. Alur merupakan perpaduan unsur-unsur
yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita. Alur
merupakan cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan peristiwa yang lain.
Alur dalam novel dikembangkan mengikuti kaidah pengembangannya.
Alur harus memiliki sifat plausibilitas, suspense, surprise, dan kepaduan. Berikut
ini akan dijabarkan alur dalam novel Incest menurut kaidah pengembangannya.
a) Plausibel
Alur dalam novel Incest memiliki sifat plausibel. Sifat plausibel berarti
dapat dipercaya dan sesuai dengan logika cerita. Tokoh cerita yang terdapat pada
novel Incest beserta peristiwa yang terjadi di dalamnya seluruhnya dapat
diimajinasi, dan mungkin saja terjadi.
Kejadian yang dialami oleh Geo dan Bulan berupa perkawinan sedarah,
bisa saja dan mungkin terjadi. Peristiwa sebab akibat yang terjalin, misalnya saat
Geo merasa harus kembali ke Jelungkap dan bertemu dengan Bulan kemudian
menjalin cinta. Namun percintaan mereka yang akhirnya ditentang oleh
masyarakat Jelungkap, karena adat istiadat dari masyarakat Jelungkap yang dulu
dianggap benar kini setelah mengetahui akibat tidak baik dari adat lama tersebut
mayarakat menolak hubungan percintaan antara Geo dan Bulan yang mereka
anggap salah karena mereka adalah saudara kembar.
Sifat plausibel novel Incest didukung oleh pengungkapan cerita harus
dilakukan secara konsisten.Dari awal hingga akhir secara konsisten pengarang
menampilkan cerita mengenai adat istiadat yang salah dan efek buruk bagi orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
yang harus menjalani adat tersebut.Hal inilah yang merupakan salah satu
pendukung novel Incest ini memiliki sifat plausibel.
b) Suspense (rasa ingin tahu)
Alur sebuah cerita haruslah mengandung suspense yang mengundang rasa
ingin tahu pembaca mengenai kelanjutan dan akhir cerita.Suspense dalam novel
Incest dimulai saat tiba-tiba Geo dan Bulan mengalami hal yang sangat
mengejutkan, yaitu kejadian ketika mereka berdua diberi tahu oleh masyarakat
Jelungkap bahwa mereka adalah saudara kembar, padahal mereka sudah saling
mencintai.
Suspense berikutnya yang muncul adalah ketika Geo dan Bulan mencoba
membuktikan kebenaran cerita masyarakat Jelungkap bahwa mereka adalah
pasangan kembar. Rasa ingin tahu pembaca pun bertambah tinggi seiring
perkembangan cerita.
Suspense dalam novel Incest memiliki suspense yang baik dan terjaga.
Hal-hal yang menimpa Geo dan Bulan, peristiwa, kejadian, baik itu menyedihkan
maupun menyenangkan, dimulai ketika Geo dan Bulan masih bayi sampai mereka
dewasa. Secara garis besar, suspense novel terjaga dengan baik.
c) Surprise
Surprise atau kejutan adalah sesuatu yang bersifat mengejutkan pembaca.
Surprise pertama kali terjadi saat orang orang tua Geo dan Bulan harus menerima
sanksi adat karena mempunyai bayi kembar buncing dengan hukuman di buang di
Langking Langkau. Mereka sangat sedih sekali atas hukuman tersebut yang
mereka rasa tidak adil. Kemudian Nyoman Sika dan Ketut Artini tidak
menyangka bahwa setelah hukuman itu, anak kembar mereka harus dipisahkan
hingga kelak setelah dewasa kedua anak mereka yaitu Bulan dan Geo harus
dinikahkan.
d) Kepaduan (unity)
Kepaduan berarti bahwa berbagai unsur yang ditampilkan memiliki
keterkaitan antara satu dengan yang lain. Alur berfungsi sebagai penghubung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
antarberbagai peristiwa dan konflik dalam suatu wadah, ikatan, kesatuan,
sehingga seluruhnya menjadi padu dan koherensif.
Alur dalam novel Padang Bulan menunjukkan keterkaitan antara unsur
satu dengan unsur yang lain. Hal ini ditunjukkan dengan padunya berbagai
peristiwa yang terdapat dalam novel. Ada keterjalinan yang erat antara peristiwa
yang satu dengan peristiwa yang lain.
Novel Incest secara umum beralur progresif. Namun, ada beberapa bagian
terdapat adegan sorot balik. Adegan sorot balik terjadi antara lain pada di awal
cerita dan di tengah cerita
Di awal cerita mengisahkan tentang Geo yang telah kembali ke Jelungkap
setelah lulus dari kuliah Antropologi, di Jelungkap ia ingin membangun desa
jelungkap ini supaya lebih maju. Lebih maju dalam artian cara berpikir
masyarakat yang pintar dan cerdas.
Di tengah cerita diceritakan masa lalu kedua orang tua Geo dan Bulan
yang melahirkan mereka, dimana dalam adat istiadat Jelungkap menjelaskan
bahwasanya anak kembar buncing (kembar laki-laki perempuan) dianggap aib
bagi desa.
Secara garis besar alur novel Incest adalah progresif, tetapi di dalamnya
terdapat adegan-adegan sorot balik. Dengan demikian alur novel Incest adalah
alur campuran.
3. Penokohan
a) Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam
novel.Tokoh merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Tokoh utama ini
menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.Tokoh utama dalam novel
Incest adalah Geo dan Bulan.
Kedua tokoh utama ini memiliki tingkat kadar keutamaan yang berbeda.
Geo lebih utama dibandingkan dengan Bulan. Tokoh Geo menentukan
perkembangan alur secara keseluruhan.Tokoh Geo yang dalam novel lebih banyak
membawakan cerita mengenai dirinya sendiri, bersifat batin, atau peristiwa-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
peristiwa yang terjadi di sekitarnya namun tidak begitu dominan dalam
perkembangan alur.
Teknik pelukisan tokoh meliputi teknik ekspositori dan dramatik.Kedua
teknik ini digunakan dalam melukiskan tokoh-tokoh pada novel Incest. Tokoh
Geo sebagai tokoh utama memiliki perwatakan yang cerdas, pengertian, berjiwa
sosial tinggi, memiliki kepedulian, simpati, mempertahankan harga diri,
berpendirian teguh, dan merupakan seorang sahabat yang baik. Perwatakan Geo
akan diuraikan satu persatu sebagai berikut.
Tokoh Geo adalah anak dari pasangan Nyoman Sika dan Ketut Artini.
Terlahir dari pasangan kembar buncing yaitu kembar perempuan dan laki-laki.
Terlahir dalam adat yang menganggap bahwa bayi kembar buncing adalah sebuah
aib, Geo yang masih bayi terpaksa harus dipisahkan dengan kedua orang tuanya.
Terlahir dengan adat yang begitu keras, Geo merupakan Potret kehidupan manusia
yang terlahir dengan adat istiadat yang tinggi. Pelukisan tokoh Geo lebih banyak
dilakukan secara ekspositori yang diungkapkan oleh pengarang.
Saat Geo datang ke desa Jelungkap, Geo menjadikan rumahnya sebagai
tempat untuk belajar bagi anak-anak desa. Hal ini menunjukkan bahwa Geo
adalah orang yang memiliki jiwa sosial yang tinggi hingga merelakan rumahnya
untuk tempat belajar. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut ini.
Namun orang-orang masih bungkam, bekal intelektualitas seorang muda menjelang 25 tahun ini, tampaknya, membuat mereka seperti diam sejenak. Ada sejumlah kerja kecil yang kini dilakoni Putu Geo bersama anak-anak desa yang sedang tumbuh. Rumahnya dijadikan tempat berkumpul dan belajar. Meski Geo bukan guru, tapi persoalan-persoalan diperbincangkan dan dianalisis. (Incest, hal 35) Watak Geo yang cerdas dijelaskan oleh pengarang dengan cukup jelas
ketika Geo tinggal di Jelungkap. Sebagai seorang lulusan mahasiswa Antropologi,
Geo begitu mempraktekkan ilmunya. Hal ini seperti dalam kutipan berikut ini.
Yang lebih menarik bagi Geo adalah sejarah sosial dan dinamika orang-orang Jelungkap. Hari-harinya selalu dipenuhi dengan pikiran dan dialog mengenai dinamika dan sejarah, yang disusun atau menjadi dengan sendirinya, di sebuah tempat kecil dari orang-orang yang terbatas, Jelungkap yang dingin dan lebih sering menyegarkan. (Incest, hal 138)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Selain itu watak Geo yang cerdas, dideskripsikan juga oleh pengarang
ketika tokoh Bulan membaca surat kabar yang didalamnya termuat tulisan tentang
desa Jelungkap berkaitan dengan perusahaan Agro yang ditulis oleh Geo. Seperti
dalam kutipan berikut ini.
Gek Bulan Armani membaca beberapa arsip tentang perusahaan agrop yang beroperasi di kampungnya ini. Tidak banyak. Ia pun membaca beberapa surat kabar, berita-berita ringan, dan sebuah opini di harian Bali Post.
Opini tersebut ditulis oleh seorang mahasiswa, orang jelungkap juga, yang kuliah di IKIP Negeri Singaraja. Selaku seorang mahasiswa yang menjadi anggota pecinta alam, kepekaan ekologisnya telah terlatih dan terbina. Dia tidak hanya menekuni ilmunya. Aksi-aksi lingkungan hidup sering sekali dihadiri. Pernah memperoleh tiket dari seorang donatur di Sanur, untuk mengunjungi pilau Komodo.
Di dalam tulisan itu diungkapkan bagaimana konsep-konsep konservasi yang diwujudkan dengan Tapal Batu, telah dilanggar. Orang-orang Jelungkap yang bodohlah yang paling tidak bisa menghormati konsep-konsep konservasi tersebut. Tulisan itu ternyata menghebohkan di jelungkap. Mahasiswa itu jadi buah bibir. Ada yang mendukung isi tulisan itu dan ada juga yang menilai sebagai batu sandungan. (Incest, hal 145)
Selain itu Geo adalah orang yang sangat peduli dan simpati dengan
masyarakat Jelungkap, adanya proyek pembangunan perusahan yang akan di
bangun di Jelungkap membuat Geo merasa bahwa masyarakat Jelungkap telah
dibodohi oleh perusahaan tersebut. Karena itulah Geo menolak ketika ada tawaran
pekerjaan untuk perusahaan tersebut, ia lebih memilih bersikap netral saja. Hal ini
tampak dalam kutipan berikut.
Saya mengikuti perkembangan proyek anda. Dari rencana dan permainan-, kan? Tapi saya
tidak tertarik masuk. Ada yang lain yang harus saya kerjakan dan hingga saat ini. Lagi pula saya tidak mau lihat, jika pengertian-pengertian yang saya bangun akan memecah orang-orang Jelungkap. (Incest, hal 99)
Watak Geo sebagai sahabat yang baik, tercermin oleh Komang Wiarsa
yang merupakan sahabat Geo, dari percakapan Komang Wiarsa dengan bulan.
Komang menjelaskan sedikit tentang kemajuan yang di peroleh atas bantuan Geo.
Seperti dalam kutipan berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Denpasar. Secara tepat saya tidak tahu. Orangnya baik sekali.
banyak temannya datang. Macam-macam pekerjaanya. Mungkin dia banyak dibantu oleh teman-temannya itu. Sebulan lalu, ia mendatangkan guru menggambar dan selama satu minggu anak-anak belajar menggambar. Hasilnya lalu dipamerkan di Bale Banjar. Wah, jadi meriah sekali, Mbok. Kegiatan-kegiatannya tidak mahal. Saya bangga karena tiap tamunya yang datang, selalu dia pesan sayur kesini. Saya selalu mengantarkannya. Biasanya tamu-tamu beli Geo pasti diajak ke
(Incest, hal 152) Watak geo yang berpendirian teguh dan menjaga harga diri tercermin
ketika Geo didatangi oleh Bendesa Adat. Seperti dalam kutipan berikut ini
Geo. Semacam itulah keyakinan yang coba ia bangun sehingga dengan penjelasan dan pengakuan adat Jelungkap bahwa dirinya dan bulan adalah saudara, sesungguhnya hendak ditolaknya. Di sisi lain geo sedih juga. Mungkin sesal karena hal itu bisa ia terima sebagai kebenaran. Walaupun demikian, siapakah yang bisa mengatakan kepada dirinya bahwa dirinya satu saudara dengan Bulan? (incest, hal 240)
cinta. Jika itu benar bahwa kami selaku sepasang buncing, kami tak mau percaya. Biarkan. Kami hanya kebetulan berjumpa dan saling menyukai, di sini, di jelungkap. Kami sama sekali tidak bermaksud mempermalukan orang-orang di sini. Tidak. Rasa malu itu datang dari orang-orang Jelungkap
(Incest, hal 248)
b) Tokoh utama tambahan
Tokoh utama tambahan dalan novel Incest adalah Bulan. Lulusan sarjana
Hubungan Internasional UGM, setelah lulus ia kembali ke Jelungkap karena ia
lahir disana. Bulan kembali ke Jelungkap dengan harapan untuk memajukan
desanya itu. Berikut sifat sifat yang dimiliki oleh Bulan.
Simpati
Betapa terharunya Gek bulan Armani. Disebuah desa yang tampaknya sangat terbelakang, ditemukan anak yang tidak pernah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
menikmati tradisi akademik dan tradisi berpikir kritis mandiri, berbicara dengan jujur dan jelas sekali titik berdirinya.
(Incest, hal 151) Cerdas
pemanfaatan ketidak mengertian dan kesederhanaan atau kebodohan orang-orang Jelungkap. Saya selaku sarjana dari desa ini dan saat saya pulang kampung, memiliki tanggung jawab untuk menyadarkan mereka. Saya hanya mencoba mengajak mereka mengerti sebuah persoalan.
(Incest, hal 177) Sahabat yang baik
HP-pasti. Ya, Jelungkap, di kecamatan Junggang, ya dong desa tempat lahirku. Seperti di Candi Kuning, dingin. Kamu mau datang? Ya, aku akan faks dikit ada yang sangat menarik. Baru tahap survei. Nggak, aku tak dapat dana dari mana. Ini kan desaku. Nanti aku minta bantuan teman-teman. Ada cowok, teman diJogja dulu. Belum begitu kenal sih. Oke
(Incest, hal 144)
c) Tokoh Tambahan
Tokoh Tambahan
1) Nyoman Sika
Nyoman Sika adalah ayah dari Geo dan Bulan. Nyoman Sika
dideskripsikan sebagai seorang laki-laki baik, sabar, ayah yang penyayang, suami
yang bertanggung jawab dan penuh perhatian terhadap keluarga. Hal ini
ditunjukkan dalam beberapa kutipan berikut.
Nyoman Sika mencoba tersenyum menyaksikan sepasang bayi mereka menggerak-gerakkan tangan-Ketabahan adalah bekal tanggung jawab kita dan dengan hal itu kita sanggup berdoa yang tulus agar anak-
(Incest, hal 45) Suami yang bertanggung jawab
Nyoman Sika sesungguhnya sudah tau. Tapi, dia diam saja dan berusaha mengalihkan pikiran buruk istrinya. Bagaimanapun saat ini istrinya masih merasakan sisa perih luka persalinan. Melebihi malam itu ketika ia membutuhkan laki-laki dengan napas perkasa untuk merobek jaring laba-laba hymen-nya. (Incest, hal 47) 2) Ketut Artini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Ketut Artini adalah ibu dari Geo dan Bulan. Ketut Artini dideskripsikan
sebagai seorang ibu yang menyayangi anaknya dan patuh terhadap suami. Rasa
sayang ketut Artini tampak ketika ia baru saja melahirkan kedua anaknya, hingga
ia membayangkan apa saja yang akan dilakukan bersama anak-anaknya kelak
hingga dewasa. Seperti dalam kutipan berikut ini.
Ketut Artini membayangkan bagaimana anak-anak itu nanti tumbuh subur. Mereka akan dibesarkan dengan kasih sayang oleh kedua orang tua yang terdidik. Mereka akan membelikan sepeda putar saat mereka sudah akan mengakhiri fase merangkak. Mereka akan dimasukkan TK, diajar bernyanyi dan bermain, menyekolahkan di SD dan belajar bahasa inggris. Saat mereka SMP, keduanya akan dititip di Malang, juga untuk SMU. (Incest, hal 61) Ketika Nyoman Sika dan Ketut Artini harus menjalani hukuman adat,
Ketut Artini adalah seorang istri yang patuh terhadap suaminya. Ia rela
mendampingi suaminya, meski ia harus menahan sakit setelah melahirkan. Seperti
terdapat dalam kutipan berikut ini.
Ketut Artini, mendengar kembali kenyataan adat ini, sebuah pemisahan kedua anaknya, dari orangtuanya, dan dari saudaranya, dan rahasia selama hidup mereka, ini yang paling keji diterimanya; dilihat oleh Nyoman Sika seperti warna Baturinggit, legam dan beku. Tidak ada pilihan lain kecuali patuh. (Incest, hal 122)
4. Latar/Setting
a) Latar Tempat
Pengangkatan suasana kedaerahan, sesuatu yang mencerminkan unsur
local color, akan menyebabkan latar menjadi unsur yang dominan dalam karya
yang bersangkutan. Tempat menjadi sesuatu yang bersifat khas, tipikal, dan
fungsional (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 228). Sifat khas dan tipikal ini tak hanya
ditentukan oleh rincinya deskripsi lokasi, melainkan harus didukung oleh sifat
kehidupan sosial, masyarakat penghuninya.
Novel Incest berlatar tempat di Jelungkap. Jelungkap adalah salah satu
daerah di Bali yang masih memiliki Pure-pure agama hindu dan juga merupakan
daerah perkebunan kopi. Di Jelungkap juga terdapat mata air-mata air segar yang
dijadikan tempat pengambilan air suci. Seperti dalam kutipan berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Sepagi ini orang-orang Jelungkap meninggalkan rumah mereka. Seperti karnaval pagi, mereka berduyun menuju perkebunan di lereng Gunung Baturinggit. Seharian desa akan sepi. Hanya orang-orang tua ditinggalkan di rumah. Di sana mereka bekerja, di sawah-sawah tadah hujan, yang telah dibangun dengan keringat di lereng-lereng itu. Dari saat yang paling awal ketika mulanya hutan harus dibuka, atau di perkebunan kopi yang sejuk sekali. (Incest, hal 33)
Hindu, di Jelungkap dinikmati dengan cara-cara yang sangat lokal dan selalu tidak membutuhkan pusat-pusat atau patron-patron di luarnya. Mataair-mataair yang segar dijadikan tempat pengambilan air suci atau tirta. Mereka memproduksi air suci untuk ritus-ritusya dengan cara-cara sederhana. (Incest, hal 42) Latar tempat yang lain, yang melatari novel Incest masih terletak di
sekitar Jelungkap. Latar tempat tersebut antara lain: Langkit Langkau, yang
merupakan tempat keramat sebagai tempat pembuangan bagi kedua orang tua Geo
dan Bulan selama dalam masa hukuman adat. Seperti dalam kutipan berikut ini.
Tempat ini diakui oleh orang-orang Jelungkap sebagai bagian dari kuburan mereka. Mendengar namanya saja, orang-orang sudah merinding. Apalagi akan tinggal siang-malam selama empat puluh hari di sini. (Incest, hal 51) Latar tempat yang lain adalah Lungkang. Daerah ini merupakan
perkebunan kopi dan tempat peninggalan situs-situs bersejarah agama hindu.
Seperti dalam kutipan berikut ini.
Lungkang sebelum dirombak adalah hamparan perkebunan kopi. Inilah hulu desa Jelungkap. Di sini ditemukan tinggalan-tinggalan megalitikum. Orang-orang, setelah masuknya Hindu ke desa ini melalui pendeta-pendeta kecil yang tidak bernama, memadukan Hindu dengan kepercayaan lama.Lungkang dan Padaka Paduk tidak bisa dijadikan areal pemukiman. Ini adalah wilayah konservasi. (Incest, hal 96) b) Latar Waktu
Latar waktu berkaitan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah novel. Latar waktu dalam novel Incest
tidak disebutkan secara spesifik. Salah satu petunjuk waktu ditemukan pada
kalimat di halaman 172 alinea kedua. Kalimat tersebut tertulis sebagai berikut.
Nyepi tahun saka 1925, kembali perusahaan agropolitan akan memberikan dua kilo tomat atau wortel kepada setiap kepala keluarga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Tentu, ini momen yang baik juga, yang dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menjalankan misi sosial, dan apa yang dihadiahkan kepada para pejabat di desa Jelungkap, di kecamatan, di kantor polisi Junggang, sangat berbeda. (Incest, hal 172) Mengacu pada kalimat pada kutipan di atas, latar waktu yang terjadi
adalah tahun 2003, hal ini berdasarkan perhitungan bahwa tahun saka 1926 adalah
tahun 2003 menurut tahun masehi.
c) Latar Sosial
Latar
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Latar sosial novel Incest adalah masyarakat Bali. Hal ini tampak dari nama-nama
tokoh yang dituliskan oleh pengarang.
Nyoman Sika memasuki gubuk bambu di Langking Langkau, disusul oleh Ketut artini, setelah secara bergantian sepasang bayi itu diberinya susu, mereka digolekkan di atas amben banbu yang hanya dialasi tikar. (Incest, hal 55) Latar sosial memang dapat secara meyakinkan menggambarkan suasana
kedaerahan, local color, warna setempat daerah tertentu melalui kehidupan sosial
masyarakat (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 235). Novel Incest memiliki suasana
kedaerahan yang diperkuat oleh pengunaan kata sapaan yang digunakan dalam
masyarakat Bali dan penggunaan istilah-istilah bahasa Bali. Kata-kata sapaan
yang digunakan oleh masyarakat Bali antara lain sebagai berikut:
Beli, Mbok,
Berikut ini adalah kutipan yang menunjukkan budaya Bali.
Beli
Beli Putu Geo Antara. Katanya juga ia
(incest, hal 151) Mbok
ternyata saya bisa belajar banyak. Tapi tak semua pemuda mau membaca.
(Incest, hal 152) 5. Sudut Pandang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Sudut pandang adalah sarana yang digunakan pengarang untuk bercerita.
Teknik bercerita ini digunakan pengarang untuk menyampaikan makna ceritanya
sampai kepada pembaca. Dalam novel Incest pengarang menggunakan teknik
campuran. Teknik campuran yang digunakan adalah persona pertama dengan
mahatahu.
Sudut
untuk menceritakan kisah tentang Geo. Sudut pandang ini digunakan pada awal
protagonis digunakan pada akhir cerita.
Pada awalnya novel Incest seolah tampak merupakan fragmen-fragmen
ang dirinya sendiri. Pada awal
cerita pengarang menceritakan tokoh Geo, seperti dalam kutipan berikut ini.
Geo meneguk kembali kopinya. Agak dingin sudah. Rokok telah dinyalakan beberapa menit silam dan tersisa setengah, terjepit di antara telunjuk dan jari tengahnya. Sejak dua tahun ini jelungkap semakin ia pahami. Benar-benar sebuah kepulangan atau jalan hidup yang dibaliknya sendiri. (Incest, hal 31)
1) Perubahan Sosial
Perubahan sosial dalam novel incest menyangkut masalah perkawinan
sedarah, dimana budaya awal masyarakat Jelungkap yang menganggap bahwa
budaya perkawinan sedarah adalah suatu hal yang wajar namun pada
kenyataannya budaya tersebut akan berakibat tidak baik bagi yang menjalaninya.
Dimana dalam novel ini tokoh Geo dan bulan yang menjalaninya perkawinan
sedarah tersebut. Hal ini seperti dalam kutipan berikut.
Sementara itu percintaan Geo dan Bulan, masih disaksikan orang-orang dari masa silam Jelungkap yang teguh menyimpan rahasia. Tak banyak terungkap. Membuat hari ini bahkan masa depan, tetap sebagai dua hal yang saling bertentangan, antara harapan yang sangat indah di satu sisi dan iba hati di lain sisi. Tetapi, tentu saja, Jelungkap telah menyiapkan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
untuk membangun diam sebagai lembaganya. Dengan diam, rahasia adat akan dijalankan. Sejak kurang lebih dua puluh lima tahun yang lalu, masa ini disepakati, dan bukan datang tiba-tiba di hari ini. Dan dari masa lalu yang telah semakin kelabu, pertemuan dan percintaan Bulan-geo adalah harapan. Adat akan menikahkan mereka. Dengan cara inilah orang-orang Jelungkap memilihkan jalan hidup bagi sepasang bayi buncing. Di Jelungkap sejarah diputar, yang tidak mereka ketahui untuk apa, untuk menerima Incest sebagai anugerah yang suci dan dihormati, sebagai sebuah perkecualian. Sayang, Geo dan Bulan paling tidak mengerti semua itu. Mereka tidak mungkin mengenali satu sama lain.
(Incest, hal 203)
Kemudian masyarakat Jelungkap mengalami perubahan cara berpikir
mengenai adat istiadat yang mereka jalani selama ini. Masyarakat Jelungkap
mulai sadar bahwa perkawinan sedarah yang mereka anggap benar ternyata hal itu
salah. Hal itu tampak dalam kutipan berikut ini.
Malam ini, orang-orang bertemu di bale banjar. Inilah saat ketika satu keputusan yang paling berat akan diambil. Keputusan penting yang membawa resiko. Keputusan adat untuk menunjukkan betapa Jelungkap tengah terlibat di dalam perubahan sosial Bali. Masa lalu memang ada yang pahit. Tidak untuk dikenal atau hanya diingat dalam dendam komunal. Untuk dilupakan atau ditinggalkan. Meninggalkan masa lalu yang berhubungan dengan adat ternyata tidak gampang. Adat, di Jelungkap sering diterima sebagai nostalgia yang indah dan gemilang. Dari masa kini yang tengah berubah, masa lalu di tengah sistem adat Jelungkap, adalah romantisme. Indah sekali. Sulit untuk ditinggalkan. Diperlukan cara pandang baru. Cara pandang lain. Dan, yang paling tidak kalah pentingnya adalah keberanian. Telah banyak terbukti, semua itu sangat ditentukan oleh waktu. Pertemuan ini dimulai. Ada tanda-tanda duka dan sesal di antara mereka yang hadir. Mereka yang tengah jujur dan siap menanggung risiko, atau bisa jadi aib balik, yang tengah pergi membawa Jelungkap ke masa kini, ke masa depan, dan meninggalkan masa lalunya, meski bukan untuk melupakannya. (Incest, hal 232) Terhadap perubahan sosial masyarakat Jelungkap tersebut mereka
akhirnya menyesal dan berusaha untuk memberi tahu Geo dan Bulan bahwa
mereka sebenarnya adalah saudara kembar yang dipisahkan ketika kecil, dan
untuk pernikahan sedarah yang akan terjadi terhadap Geo dan Bulan mereka kini
melarang pernikahan semacam itu. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Warga yang hadir tidak ada yang menanggapi. Mereka sepertinya menyesali apa yang telah mereka harus ikut kerjakan. Mengapa baru kali ini mereka menyudahi adat seperti ini? Seluruh yang hadir memang tampaknya sepakat untuk mengatakan kepada Geo dan bulan, bahwa mereka satu saudara dan menikah tentu tidak mungkin. Di tengah senyap yang hadir, salah seorang memberanikan diri berbicara.
a adalah, apakah Geo dan
sangat kuat prinsipnya. Salah satu contohnya, dia yakin bahwa masyarakat harus tahu yang benar dan salah tentang perusahaan yang telah dibakar itu, dan untuk itu Gek Bulan rajin mengumpulkan warga untuk mengajaknya berpikir ulang, akhirnya kita sepakat dengan pilihan kita. Nah, apakah ada
harus diselamatkan. Mungkin bukti-bukti bisa diperoleh. Kita tidak bisa lupa. Hal ini tidak semata-mata untuk Geo dan Bulan. Ini waktu bagi Jelungkap untuk meninggalkan masa lalu yang tidak cocok. Malu rasanya jika kasus-kasus seperti ini, tiba-tiba kita berpikir bahwa mereka telah lahir bersama kekasihnya. Padahal, kita mengerti betapa mereka sebenarnya satu darah. (Incest, hal 235) Perubahan akan cara berpikir masyarakat Jelungkap akan budaya mereka,
membuat mereka sepakat untuk memberi tahu kan hal tersebut kepada Geo dan
Bulan. Seperti dalam kutipan berikut ini.
dan Bulan mudah percaya? Masalah mental kita siap malu. Yang penting adalah kemauan kita berubah dan menyadari kekeliruan. Sebelum terlambat. Sebelum terlambat. Ya, apa boleh buat, kita memang tengah
-cara yang
terhormat. Saya akan datang ke rumah Geo. Awalnya, atas nama adat dan seluruh orang di Jelungkap, saya akan minta maaf. Mudah-mudahan Geo
(Incest, hal 237)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada Bab IV, maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut:
1. Struktur novel Incest karya I Wayan Artika dapat dideskripsikan sebagai
berikut:
a. Tema dalam novel Incest karya I Wayan Artika adalah perkawinan
sedarah.
b. Penokohan dalam novel Incest menggunakan penokohan sesuai dengan
kadar keutamaannya yang dikategorikan menjadi dua yaitu tokoh
utama dan tokoh utama tambahan. Tokoh-tokoh yang dimunculkan
oleh pengarang, sebagian besar dilukiskan secara eksplisit baik dari
kondisi fisik maupun psikisnya.
c. Latar dalam novel Incest menggunakan latar tempat di Bali desa
Jelungkap. Latar sosial, yang mengambil latar belakang cerita
mengenai kehidupan masyarakat desa Bali yaitu petani kopi yang
memegang kuat budaya mereka. Keunikan dan heterogenitas
masyarakat Bali merupakan hal yang menonjol dari novel ini.
d. Alur yang digunakan dalam novel Incest karya I Wayan Artika adalah
alur campuran (regresif dan progresif). Dalam alur ceritanya terdapat
beberapa alur sorot balik yaitu mengingat masa lalu. Mengingat masa
lalu adalah,untuk menceritakan kejadian yang dialami tokohnya di
masa lalu.
e. Sudut pandang dalam novel Incest adalah teknik sudut campuran.
Teknik campuran yang digunakan adalah persona pertama dengan
2. Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang terdapat dalam novel Incest karya I Wayan Artika
yaitu: Perubahan budaya masyarakat
60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
3. Novel Incest karya I Wayan Artika dapat digunakan sebagai bahan ajar
apresiasi sastra. Selain itu novel ini juga memiliki nilai-nilai religius yang
inspiratif dan nilai-nilai sosial yang menyentuh dan lebih mengasah
kepekaan batin. Melalui novel ini diharapkan pembaca novel mampu
memahami dan mencerna permasalahan yang ada dalam novel dan
perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam novel tersebut,
B. IMPLIKASI
Novel Incest adalah sebuah novel karya I Wayan Artika yang sangat
inspiratif. Latar novel di daerah pedesaan Bali, latar budaya adat Bali yang
beragam dan menarik, serta cara pengarang mendeskripsikan cerita menjadikan
novel yang sebenarnya berawal dari kisah tragis ini menjadi semacam peletup
semangat bagi para pembacanya. Pembaca merasa dibuat malu akan adanya
budaya perkawinan sedarah, budaya atau adat istiadat yang salah, serta kerja keras
dan tekad yang kuat untuk mewujudkan cita-cita menjadikan masyarakat menjadi
cerdas.
Novel Incest mengandung Perubahan-perubahan sosial yang dapat
memotivasi bagi setiap pembacanya. Semangat untuk berubah ke arah yang lebih
baik serta kecintaan kepada budaya dan adat istiadat negeri sendiri merupakan
salah satu hal yang bisa dirasakan oleh pembacanya. Novel Incest ini sangat
cocok dibaca oleh pembaca yang ingin mengetahui adat istiadat dan budaya Bali.
Novel Incest dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif bahan
pembelajaran sastra, terutama dalam pembelajaran novel. Pembelajaran tidak
hanya dimaksudkan pada penguasaan teori-teori saja, namun yang terpenting
adalah aplikasi dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana sifat sastra yang
bermanfaat dan menghibur. Pembelajaran sastra harus dapat meningkatkan
apresiasi pembaca terhadap sastra, dan pada taraf yang lebih tinggi apresiasi ini
akan dapat membantu pembentukan karakter pembacanya.
Dari hasil penelitian ini dapat diungkapkan adanya struktur perubahan
sosial yang membangun dalam novel Incest karya I Wayan Artika ini yang
meliputi tema, penokohan, latar, alur, dan sudut pandang. Unsur-unsur intrinsik
tersebut dapat dapat dijadikan bahan ajar khususnya dalam hal apresiasi sastra.