analisis masalah umi

5
Mengapa anggota gerak ikut terasa berat? Kelemahan pada otot-otot pada miastenia gravis dan meningkatnya kelemahan otot pada saat melakukan kegiatan fisik adalah disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction. Pada orang normal waktu untuk kegiatan fisik adalah lebih lama dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan kekuatan otot atau istirahat, sebaliknya pada miastenia gravis justru waktu yang dibutuhkan untuk istirahat adalah lebih lama dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan fisik 1 . Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis. Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain. Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum penderita miastenia gravis secara langsung melawan konstituen pada otot. Hal inilah yang memegang peranan penting pada melemahnya otot penderita dengan miastenia gravis. Tidak diragukan lagi, bahwa antibodi pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired myasthenia gravis generalisata. Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia

Upload: umiieg-miansyah

Post on 11-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

analisi umi 2

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Masalah Umi

Mengapa anggota gerak ikut terasa berat?

Kelemahan pada otot-otot pada miastenia gravis dan meningkatnya kelemahan otot pada

saat melakukan kegiatan fisik adalah disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor asetilkolin pada

neuromuscular junction. Pada orang normal waktu untuk kegiatan fisik adalah lebih lama

dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan kekuatan otot atau istirahat, sebaliknya

pada miastenia gravis justru waktu yang dibutuhkan untuk istirahat adalah lebih lama

dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan fisik1.

Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi

miastenia gravis. Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan

autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun

tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain. Sejak tahun 1960, telah

didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum penderita miastenia gravis secara

langsung melawan konstituen pada otot. Hal inilah yang memegang peranan penting pada

melemahnya otot penderita dengan miastenia gravis. Tidak diragukan lagi, bahwa antibodi pada

reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien dengan

miastenia gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada

serum 90% pasien yang menderita acquired myasthenia gravis generalisata. Mekanisme pasti

tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia

gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti. Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit

terkait sel B”, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor

asetilkolin. Peranan sel T pada patogenesis miastenia gravis mulai semakin menonjol. Timus

merupakan organ sentral terhadap imunitas yang terkait dengan sel T. Abnormalitas pada timus

seperti hiperplasia timus atau thymoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien dengan gejala

miastenik. Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai subklas

yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama pada

subunit alfa. Subunit alfa juga merupakan binding site dari asetilkolin. Ikatan antibodi reseptor

asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular

melalui beberapa cara, antara lain : ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi anti-

reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction

dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga

Page 2: Analisis Masalah Umi

mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin

yang baru disintesis5.

Bagaimana cara pemeriksaan reflex patologis?

babinski (-)

Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks.

Reaksi : Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan melebar jari-jari lainnya

chaddock (-)

Pemeriksa menggores dibawah dan sekitar maleolus eksterna ke arah lateral dengan palu refleks

ujung tumpul.

Reaksi : sama dengan babinski sign

Apa WD pada kasus?

Miastenia Gravis

Apa definisi WD pada kasus?

Miastenia gravis adalah suatu keadaan yang ditandai oleh kelemahan atau kelumpuhan otot-otot

lurik setelah melakukan aktivitas dan akan pulih kekuatannya setelah beberapa saat yaitu dari

beberapa menit sampai jam.

Bagaimana etiologi pada kasus?

Miastenia gravis adalah suatu penyakit autoimun yang berhubungan dengan penyakit-

penyakit lain seperti : tirotoksikosis, miksedema, artritis rematoid dan lupus eritematosus

sistemik. Dulu di katakan bahwa IgG autoimun antibodi merangsang pelepasan thymin, suatu

hormon dari kelenjar timus yang mempunyai kemampuan mengurangi jumlah asetilkolin.

Sekarang dikatakan bahwa miastenia gravis disebabkan oeh kerusakan reseptor asetilkolin

neuromuscular junction akibat penyakit autoimun1. Pada penyakit miastenia gravis yaitu

kelemahan otot yang berbahaya telah ditemukan adanya antibodi yang menduduki reseptor

acetylcholine dari motor end plate sehingga ia tidak dapat menggalakkan serabut-serabut otot

Page 3: Analisis Masalah Umi

skeletal. Antibodi tersebut dikenal sebagai antiacetylcholine reseptor antibodi ayng terbukti

dibuat oleh kelenjar timus yang dihasilkan oleh proses imunologik. Ketepatan konsep itu telah

dikonfirmasi oleh tindakan operatif menyingkirkan timus (timektomi) untuk melenyapkan

penyakit miastenia gravis. Membran postsinaptik dari sinaps itu menjadi atrofik akibat reaksi

imunologik, karena itu penyerapan acetylcholine sangat menurun. Lagipula jarak antar membran

ujung terminal akson motoneuron dan membran motor end plate menjadi lebih panjang sehingga

cholinesterase mendapat kesempatan yang lebih besar untuk menghancurkan lebih banyak

acetylcholine sehingga potensial aksi postsinaptik yang dicetuskan menjadi lebih kecil. Dalam

pada itu kontraksi otot skeletal pertama-tama berlalu secara normal, tetapi kontraksi-kontraksi

berikutnya menjadi semakin lemah dan berakhir pada kelumpuhan total. Setelah istirahat,

kontraksi otot pulih kembali untuk kemudian melemah dan lumpuh lagi. Kelemahan yang

bergelombang seperti itu dikenal sebagai kelemahan miastenik. Otot-otot yang paling sering

dilanda kelemahan mistenik adalah otot-otot okuler dan otot-otot penelan. Otot-otot anggota

gerak dan pernafasan dapat terkena juga pada tahap lanjut miastenia gravis4.

Pada miastena gravis ciri-ciri imunologik lebih lengkap daripada penyakit otot lainnya.

Gejala tunggal utama adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan tenaga yang sembuh kembali

setelah istirahat. Walaupun kelumpuhan khas itu dapat timbul pada setiap otot terutama otot-otot

okuler dan saraf kranial motorik yang sering terkena juga adalah otot wajah dan otot penelan.

Pembuktian etiologi auto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa glandula timus

mempunyai hubungan yang erat. Pada 80% dari penderita mistenia gravis didapati glandula

timus yang abnormal. Kira-kira 10% dari mereka memperlihatkan struktur timoma dan pada

penderita lainnya terdapat infiltrat limfosit pada pusat germinativa di glandula timus seperti juga

ditemukan pada penderita lupus eritematosus sistemik, tirotoksikosis, miksedema, penyakit

Addison dan anemia hemolitik eksperimental pada tikus. Gambaran histologik otot yang terkena

terdiri dari reaksi CMI. Antibodi dan faktor rheumatoid kedua-duanya ditemukan pada

maworitas penderita miastenia gravis. Kombinasi dengan arthritis rheumatid, lupus, anemia

pernisiosa, sarkoidosis, Hodgkin dan tiroidits sering dijumpai pada beberapa penderita

miastenia gravis4.