analisis etnografi virtual meme islami di...
TRANSCRIPT
-
ANALISIS ETNOGRAFI VIRTUAL MEME ISLAMI
DI INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM
Skrispsi
Ditujukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
Oleh:
Ryan Alamsyah
NIM: 1113051000123
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
-
-
-
-
i
ABSTRAK
Ryan Alamsyah
Analisis Etnografi Virtual Meme Islami di Instagram Memecomic.islam
Media sosial adalah media yang digunakan untuk berkomunikasi dan
terhubung melalui jaringan internet sehingga komunikasi dapat dilakukan tanpa
adanya batas ruang dan waktu. Memecomic.islam adalah salah satu media sosial
instagram yang menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten-konten
dakwah dalam bentuk meme sehingga komunikasi yang terjadi menciptakan
sebuah artefak budaya baru dengan sebutan meme Islami. Meme Islami digunakan
oleh memecomic.islam sebagai salah satu cara untuk berdakwah di ruang siber
dengan ringan, padat, dan jelas sehingga dapat mencakup berbagai kalangan tanpa
adanya batas ruang dan waktu.
Berdasarkan konteks di atas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk
menjawab pertanyaan mayor dan minor. Adapun pertanyaan mayornya adalah
bagaimana level-level analisis media siber di instagram memecomic.islam?
Kemudian minornya adalah mengapa artefak budaya meme Islami yang digunakan
di instagram memecomic.islam?
Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan etnografi virtual dengan
analisis media siber. Teori yang digunakan adalah teori realitas sosial-siber oleh
Gotved. Konsep tersebut memberikan arahan secara tradisional tentang aspek-
aspek sosial dari realitas yang ada di internet dengan melihat atau melibatkan
fitur-fitur teknologi. Aspek ini menjadi penting karena model realitas sosial-siber
ini menjadi dasar serta landasan teori dalam melihat apa yang terjadi di komunitas
virtual. Interaksi yang ada di komunitas virtual dan nilai-nilai atau artefak budaya
merupakan konsep-konsep sebagai sebuah pelengkap teori tentang riset di
internet.
Meme Islami digunakan oleh memecomic.islam karena sedang viral-
viralnya postingan meme di media sosial. Meme itu sendiri adalah semacam suatu
kejadian yang sangat bisa mempengaruhi masyarakat dan bisa menyebar dengan
sangat cepat layaknya virus, oleh karena itu diharapkan memecomic.islam dapat
menyebarkan kebaikan dengan sangat cepat kepada masyarakat luas. Selain itu
meme adalah ide atau perilaku yang menyebar secara viral dari satu orang ke
orang lainnya. Maka memecomic.islam bertujuan untuk menyebarkan ide,
perilaku, dakwah kepada orang lain dengan tujuan berdakwah.
Level-level dalam analisis media siber adalah ruang media yang dalam hal
ini media sosial instagram, level dokumen media yang adalah meme Islami, level
objek media yang adalah kolom komentar atau direct message, dan level
pengalaman yang adalah motivasi dan efek yang terjadi di dunia nyata. Selain itu
dalam level dokumen media, memecomic.islam membuat sebuah artefak budaya
seperti kata “akh” yang digunakan untuk panggilan kepada followersnya. Ada
juga dalam level pengalaman dimana ada followers yang mengaplikasikan
postingan dari memecomic.islam tentang bacaan buka puasa.
Kata kunci: media siber, meme Islami, instagram, memecomic.islam
-
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulliahirobbil ‘aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha Pengasih, dan Yang Maha Penyayang
yaitu Allah SWT. Berkat semua limpahan karunia dan nikmat-Nya, serta ridho-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Media
Siber Meme Islami di Instagram Memecomic.Islam” ini dengan sebaik-baiknya.
Shalawat serta salam tercurah dan terlimpah kepada baginda Rasulullah
SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang telah membawa umatnya dari masa
jahilliyah ke masa ilmiah seperti saat ini.
Penulis sadar bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak akan luput dari
bantuan orang lain. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini baik berupa materil maupun moril yaitu kepada:
1. Kedua orangtua tercinta Papa Suhadi dan Mama Farida yang telah
merawat, mendidik, dan mencintai penulis dengan segala kekurangan dan
kelebihannya. Semoga dengan selesainya studi ini menjadi salah satu bakti
kepada orangtua sekaligus mewujudkan mimpi mereka agar anaknya bisa
menjadi sarjana. Semoga Allah memberikan kesehatan dan kemudahan
rezeki kepada papa dan mama.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi.
3. Bapak Drs. Masran, MA dan Ibu Fita Fathurokmah, SS, M.Si selaku Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan KPI. Terima kasih telah meluangkan
waktunya untuk menanggapi keluh kesah penulis dalam birokrasi
perkuliahan.
4. Ibu Dr. Roudhonah, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang tak
henti memotivasi anak didiknya untuk menyelesaikan akademik
perkuliahan.
-
iii
5. Bapak Dr. Rulli Nasrullah, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang
telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk
membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Tenaga Kependidikan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah membina dan mendidik penulis, semoga Bapak
dan Ibu diberikan keberkahan atas ilmunya.
7. Para Pustakawan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Jakarta, terimakasih telah
menyediakan bahan-bahan referensi dalam penulisan skripsi ini.
8. Narasumber penelitian Mas Fajar Ryandoko, Mas Fabian, Mba Dea, Mba
Ayu, dan Mba Devi yang telah membantu penulis dengan meluangkan
waktunya untuk melengkapi data-data yang diperlukan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Semua Abang dan Kakak penulis, Bang Andri, Bang Maulana, Bang
Harfan, Bang Ferdi, Kak Vira, Kak Revi, Kak Hesti, serta si bontot Sandi
yang telah mendukung dan mendoakan penulis agar terselesaikannya
skripsi ini.
10. Nia Nadia, yang telah menjadi penyemangat dan membantu penulis dalam
menyelesaikan di saat penulis down dan bingung dalam menulis skripsi
ini.
11. Teman-teman seperjuangan KPI angkatan 2013, khususnya KPI C yang
telah mewarnai kehidupan selama perkuliahan penulis yang tidak akan
pernah terlupakan.
12. Teman-temanku yang sudah seperti saudara di University Studio, Bang
Madi, Ihsan, Ur, Febrian, Dika, dan Adit yang telah memberikan
dukungan, solusi, dan pengalaman berharga bagaimana caranya bekerja di
dunia kerja yang sesungguhnya. Semoga setelah penulis lulus dan bekerja,
kita bisa bekerja sama lagi sampai seterusnya.
13. Seluruh anggota DNK TV khususnya angkatan 5 terima kasih telah begitu
banyak memberikan pengalaman berorganisasi kepada penulis. Semoga
DNK TV bisa terus membuat karya-karya yang positif dan semakin
dikenal dengan prestasi-prestasinya.
-
iv
14. Teman-teman KKN Possible yang telah sama-sama berjuang untuk
memberikan sedikit ilmu dan materi kepada warga Sukatani Kecamatan
Cisoka Tangerang. Terima kasih atas kerjasamanya dan semoga
silahturahmi kita tetap terjaga.
15. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dan menyelesaikan skripsi ini
baik materi maupun moril. Semoga Allah membalas kebaikan anda,
aamiin.
Karena penulis telah berupaya sesuai dengan kemampuan agar skripsi ini
menjadi lebih baik. Oleh karena itu, penulis akan menerima semua saran yang
konstruktif untuk menjadikan skripsi ini menjadi lebih baik.
Jakarta, 27 Februari 2018
Penulis
-
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 4
C. Batasan Masalah .............................................................................. 4
D. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 5
F. Tinjauan Kajian Terdahulu ............................................................ 6
G. Metode Penelitian ............................................................................ 7
H. Sistematika Penulisan .................................................................... 11
BAB II REALITAS SOSIAL-SIBER MEME ISLAMI DALAM
INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM ........................................................... 13
A. Media Sosial ................................................................................... 13
B. Meme .............................................................................................. 23
C. Dakwah di Internet ........................................................................ 26
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG AKUN INSTAGRAM
MEMECOMIC.ISLAM DAN MEME ISLAMI ............................................. 34
A. Akun Instagram Memecomic.Islam............................................... 34
B. Meme Islami ................................................................................... 36
BAB IV LEVEL-LEVEL ANALISIS MEDIA SIBER MEME ISLAMI DI
INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM ........................................................... 40
A. Level Ruang Media (Media Space) ................................................ 40
B. Level Dokumen Media (Media Archive) ........................................ 44
C. Level Objek Media (Media Object) ................................................ 50
D. Level Pengalaman (Experiential Stories) ...................................... 56
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 62
A. Kesimpulan .................................................................................... 62
-
vi
B. Saran .............................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 65
-
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Tampilan profil akun memecomic.islam .................................... 43
Gambar 4.2 Postingan tentang perbedaan...................................................... 45
Gambar 4.3 Postingan tentang sholat 5 waktu ............................................... 46
Gambar 4.4 Postingan tentang kelebihan dari ibadah ................................... 46
Gambar 4.5 Postingan tentang ibadah akhir zaman ...................................... 47
Gambar 4.6 Komentar followers akun memecomic.islam .............................. 50
Gambar 4.7 Komentar di kolom comments memecomic.islam ...................... 51
Gambar 4.8 Komentar di kolom comments memecomic.islam ...................... 51
Gambar 4.9 Komentar di kolom comments memecomic.islam ...................... 52
Gambar 4.10 Komentar di kolom comments memecomic.islam .................... 52
Gambar 4.11 Komentar di kolom comments memecomic.islam .................... 52
Gambar 4.12 Komentar di kolom comments memecomic.islam .................... 52
Gambar 4.13 Postingan tentang perbedaan .................................................... 55
Gambar 4.14 Postingan tentang doa buka puasa ........................................... 58
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teknologi bukan hanya menjadi gaya hidup seseorang, namun saat ini
teknologi sudah menjadi kebutuhan bagi orang banyak. Karena memang hadirnya
teknologi bisa mempermudah kehidupan manusia, seperti pekerjaan, bisnis,
hingga mengakses ilmu pengetahuan dan informasi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat perkembangan
teknologi komunikasi, informasi, dan teknologi media informasi turut mengalami
kemajuan serta perkembangan sehingga secara tidak langsung manusia menjadi
masyarakat informasi. Menurut Abrar dalam buku Sosiologi Komunikasi karya
Burhan Bungin, masyarakat informasi adalah masyarakat yang menjadikan
informasi sebagai komoditas ekonomi yang sangat berharga, berhubungan dengan
masyarakat lain dalam sistem komunikasi global, dan mengakses informasi
superhighway.1
Dalam era globalisasi saat ini kehidupan masyarakat untuk mengakses
berbagai informasi sangat tergantung terhadap perkembangan teknologi
komunikasi. Dengan adanya teknologi komunikasi masyarakat bisa mengetahui
langsung berbagai informasi yang terjadi di berbagai tempat dengan cepat. Selain
itu juga bisa menjadi media pembelajaran dan penambahan wawasan informasi
dari media yang disampaikan.2
Seiring dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi yang sangat
pesat membuat lahirnya media-media baru (new media) dan salah satunya adalah
media sosial. Kehadiran situs jejaring sosial (social networking site) atau sering
disebut dengan media sosial (social media) seperti Instagram, Facebook, Twitter,
Skype dan sebagainya merupakan media yang digunakan untuk mempublikasikan
konten seperti profil, aktivitas, atau bahkan pendapat pengguna, juga sebagai
1 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007), cet. 2, h. 149 2 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 149-150
-
2 media yang memberikan ruang bagi komunikasi dan interaksi dalam jejaring
sosial di ruang siber.3 Media sosial sudah menjadi media yang digunakan oleh
semua kalangan. Media sosial berpengaruh dalam membentuk sikap dan
kepribadian masyarakat luas. Hal ini disebabkan oleh satelit dan pesatnya
perkembangan jaringan internet yang menjangkau masyarakat hingga ke wilayah
terpencil. Kultur yang dibawa media sosial dengan sendirinya mulai tumbuh di
masyarakat.
Salah satu media sosial yang berkembang adalah instagram dan yang
menjadi daya tarik terbesar instagram adalah dengan banyaknya meme (mim)
yang menjadi fenomena tersendiri dan menjadi hiburan bagi para pengguna
instagram yang lelah dengan aktivitas sehari-harinya.
Dalam literatur riset di media sosial, istilah meme merupakan itilah yang
diperkenalkan oleh Richard Dawkins pada 1979. Disebutkan bahwa sebagian
besar kebiasaan atau perilaku manusia itu bukan karena faktor genetik, melainkan
karena kultur atau budaya yang ada di sekitarnya. Kebiasaan yang bukan berasal
dari genetika itulah yang bisa dikatakan sebagai gambaran proses mental
seseorang dari upayanya mengamati maupun belajar dari realitas sosial di luar.4
Manifestasi dari meme itu bisa berupa fesyen, bahasa, olahraga, dan perilaku
keseharian, baik yang profane maupun ritual. Berkembang teknologi internet
akhirnya membawa istilah meme identik dengan ilustrasi tertentu yang terdiri atas
gambar dan teks yang beredar online. Davison (2012) menegaskan bahwa an
internet meme is a piece of culture, typically a joke, which gains influence
through online transmission. Meme merupakan bagian dari kultur--kadang sebuah
lelucon--yang muncul di internet dan ditransmisikan secara online.5
Dengan semakin berkembangnya meme, banyak bermunculan akun-akun
yang menggunakan meme untuk berdakwah. Mereka membuat meme (dibaca
mim) untuk menggambarkan atau mengilustrasikan apa yang ingin disampaikan
kepada para pengguna instagram hingga muncullah meme dengan konten Islami
3 Rulli Nasrullah, Cybermedia, (Yogyakarta: IDEA Press Yogyakarta, 2003), h. 43 4 Rulli Nasrullah, Etnogravi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), h. 115 5 Rulli Nasrullah, Etnogravi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h. 115
-
3 yang banyak disebut sebagai meme Islami. Meme Islami banyak berisi tentang
hadits-hadits, kata-kata Islami, ajaran-ajaran Islam, sampai dengan ayat-ayat
Alquran.
Dengan beberapa data tersebut, maka muncullah beberapa akun yang
menyebarkan konten dakwah melalui media sosial instagram dan salah satunya
adalah akun memecomic.islam. Memecomic.islam menggunakan media meme
Islami untuk menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam, mulai
dari gambar maupun tulisan-tulisan yang dibuat ringan dan mudah dipahami oleh
para followers. Saat ini akun memecomic.islam sudah memiliki sekitar 25,1 ribu
pengikut (followers) dan mengikuti (following) 30 akun. Tidak hanya melalui
instagram, memecomic.islam pun memiliki akun twitter dan juga website
sehingga memiliki pengaruh yang lebih luas. Akun memecomic.islam juga
memiliki keunikan tersendiri dimana akun ini memang dibentuk untuk
berdakwah, sesuai dengan motonya “Dakwah via Comic, Menebar Manfaat untuk
Kebangkitan Umat”. Memang mayoritas meme yang diposting oleh akun
memecomic.islam berbentuk Comic sesuai dengan motonya, namun ada pula
beberapa postingan yang berbentuk tulisan dan juga berbentuk video.
Memecomic.islam juga tidak hanya berdakwah melalui media sosial,
mereka juga mempunyai brand baju yang di desain sendiri dengan tulisan-tulisan
yang mengajak kepada kebaikan, desain tulisan-tulisan itu pun dibuat ringan dan
mudah dipahami bagi siapa saja yang membacanya. Hal tersebut juga semakin
memperluas jangkauan dakwah dari memecomic.islam, karena siapapun yang
membeli dan memakai baju dari memecomic.islam maka secara tidak langsung
orang yang melihatnya akan membaca tulisan yang ada di baju tersebut, sehingga
diharapkan dapat menyadarkan atau mengingatkan orang lain untuk berbuat
kebaikan.
Bisa dikatakan memecomic.islam adalah salah satu akun yang
mempopulerkan dakwah melalui meme di Indonesia selain Meme Comic
Indonesia karena memecomic.islam dibentuk sudah cukup lama, hal tersebut
dapat dilihat dari awal mula memecomic.islam dari media sosial facebook yang
memang lebih dahulu dikenal daripada instagram. Bahkan mereka mulai
-
4 memposting meme Islami pada tahun 2013 dimana saat itu sedang viral-viralnya
meme, di instagram pun mereka pertama kali memposting pada tahun 2015 yang
memang instagram belum sepopuler sekarang, dan belum begitu banyaknya akun-
akun yang berdakwah di instagram terutama melalui meme Islami itu sendiri.
Berdasarkan hal diatas, maka penulis menjadikan fenomena Meme Islami
sebagai bahan penelitian untuk skripsi dengan judul: “Analisis Media Siber
Meme Islami di Instagram Memecomic.islam”.
B. Identifikasi Masalah
Dengan era globlisasi saat ini dan begitu populernya media sosial yang
salah satunya adalah instagram menjadikan begitu banyak akun-akun yang
menggunakan instagram sebagai media untuk berjualan, promosi, ataupun bahkan
untuk media berdakwah. Akun memecomic.islam adalah salah satu akun yang
menjadikan instagram sebagai media untuk berdakwah melalui meme dan hal
tersebut menjadi fenomena tersendiri di dalam media sosial karena seyogyanya
berdakwah dilakukan secara langsung di masjid atau majelis-majelis. Namun
dilihat dari sisi lain, hal tersebut justru memudahkan orang-orang untuk mengajak
dan menebarkan kebaikan kepada para pengguna media sosial tanpa harus dibatasi
oleh ruang dan waktu karena sifat media sosial yang merupakan tempat
berinteraksi sesama penggunanya. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian
kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara
mendalam, dan pengamatan serta menggunakan analisis media siber.
C. Batasan Masalah
Penulis membatasi penelitian ini agar penelitian yang dilakukan lebih
terarah dan terperinci. Berdasarkan latar belakang, maka penelitian ini dibatasi
pada akun instagram memecomic.islam dan mencakup meme yang di share oleh
akun tersebut selama tahun 2015.
-
5
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana level-level analisis media siber Meme Islami di akun
instagram memecomic.islam?
2. Mengapa memecomic.islam menggunakan meme Islami sebagai media
untuk berdakwah?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan analisis media siber yang
terjadi pada akun memecomic.islam di instagram dengan mengungkap:
1. Level-level analisis media siber dalam akun memecomic.islam
2. Latar belakang memecomic.islam menggunakan meme Islami sebagai
media untuk berdakwah
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:
1. Dari segi teoritis, penelitian ini berupaya menangkap fenomena kajian
budaya dan media, terutama dalam kajian budaya siber. Dengan
demikian, hasil penelitian ini melakukan deskripsi terhadap teori
realitas sosial-siber untuk melihat bagaimana komunikasi online
terjadi dan aspek-aspek yang muncul mengikutinya. Penggunaan
teknologi mengubah konstruksi dari realitas sosial dan dalam kondisi
tertentu mengaburkan batasan-batasan yang ada antara teknologi dan
sosialitas yang berada dalam pikiran aktan (actant).6
2. Dari segi metodologis, penelitian ini diharapkan akan semakin
memperkaya sumber-sumber penelitian yang menggunakan perspektif
budaya siber, khususnya menilik level-level analisis media siber yang
dilakukan di media sosial.
3. Dari segi praktis
a. Bagi akademisi dan mahasiswa yang secara khusus memperdalam
kajian dakwah dan komunikasi dalam budaya siber, penelitian ini
dapat dijadikan data awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut,
misalnya untuk mengungkap bagaimana pengaruh dalam dunia
6 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h.20.
-
6
nyata bagi khalayak ketika mengikuti akun memecomic.islam di
instagram.
b. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
salah satu sumber pengetahuan yang mampu menggambarkan
bagaimana level-level analisis media siber dalam akun
memecomic.islam di instagram.
F. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dari hasil peninjauan, ada beberapa skripsi yang menjadi tinjauan pustaka
bagi peneliti yaitu:
1. Skripsi karya Rizki Hakiki dengan judul “Dakwah di Media Sosial
(Etnografi Virtual Pada Fanpage Facebook KH. Abdullah
Gymnastiar)” yang menjelaskan bagaimana KH. Abdullah Gymnastiar
menggunakan facebook untuk menjaring penikmat dakwah Aa Gym.
Di dalamnya terdapat artikel, foto, catatan, audio, dan video yang
berisi pembahasan tentang akhlak, menejemen qalbu, ibadah, dan juga
tauhid.
2. Skripsi karya Agam Bahtiar dengan judul “Perspektif Teori
Interaksionisme Simbolik Tentang Peranan “Meme” Sebagai Media
Tabligh (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Kitabah Kelompok
Sahabat Islami) Pada Media Instagram” yang menjelaskan bagaimana
proses Interaksionisme Simbolik antara pembuat meme dan pembaca
serta menjelaskan optimalisasi tabligh melalui media meme yang
dijadikan sebagai Media Tabligh.
3. Tesis karya M. Latiful Hanan Mustajab dengan judul “Analisis Resepsi
Remaja Islam Surabaya Tentang Meme Islami di Media Sosial” yang
menjelaskan tentang bagaimana remaja Islam Surabaya dalam proses
penerimaan atas konten meme Islami di media sosial dan bagaimana
meme dengan konten Islam yang sebenarnya mempunyai kekuatan
dalam membentuk pola fikir serta budaya masyarakat, selain itu juga
menguatkan pendapat Stuart Hall bahwa tidak selamanya media sosial
-
7
mampu mengendalikan khalayak, tetapi pada perkembangannya
khalayaklah yang mengolah produk media dengan menerima,
menimbang, atau bahkan menolaknya.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah
pendekatan kualitatif deskriptif dengan menjelaskan fenomena melalui
pengumpulan data yang dalam hal ini ialah pendeskripsian mengenai level-level
analisis media siber instagram memecomic.islam mulai dari ruang media,
dokumen media, objek media, dan pengalaman media.
Dalam penerapannya, pendekatan kualitatif deskriptif menggunakan
metode pengumpulan data dan metode analisis yang bersifat nonkuantitatif,
seperti misalnya penggunaan instrumen wawancara mendalam (in depth
interview) dan pengamatan (observation).7 Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah etnografi virtual.
Secara bahasa, etnografi berasal dari bahasa Yunani gabungan kata ethos
yang berarti warga suatu bangsa atau masyarakat dan kata graphein yang berarti
tulisan atau artefak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etnografi bisa
diartikan sebagai (1) deskripsi tentang kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup;
(2) ilmu tentang pelukisan kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup tersebar di
muka bumi. Secara sederhana etnografi adalah artefak (peninggalan budaya) yang
berasal dari suatu masyarakat.8
Istilah etnografi biasanya sangat erat kaitannya dengan kebudayaan,
bahkan istilah tersebut merupakan hal yang pokok dalam studi etnografis. Makna
kebudayaan dalam konteks etnografi ini bisa dimaknai sebagai suatu kumpulan
dari pola-pola perilaku serta keyakinan. Etnografi juga sering dikaitkan dengan
sebagai sebuah metode penelitian dan hasil laporan penelitian. Dalam arti metode,
istilah etnografi biasa diartikan sebagai penelitian lapangan, dimana seorang
7 Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta:
Gintanyali, 2004), h. 2 8 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h.5
-
8 peneliti tinggal dan hidup bersama orang-orang yang diteliti. Dan jika dalam arti
hasil penelitian, etnografi biasa dipakai untuk studi tentang kebudayaan yang ada
pada kelompok masyarakat tertentu. Jika dalam konteks penelitian komunikasi,
etnografi sering dipahami dan diaplikasikan secara bervariasi, diantaranya untuk:
Mendeskripsikan pendapat serta perasaan-perasaan khalayak, mendeskripsikan
kecenderungan perilaku audiens sebagai subjek, dan mendokumentasikan pola
aktivitas khalayak dalam konstruksi sosial, wilayah budaya, pengaruh politik, dan
pola komunikasi.9
Etnografi virtual merupakan pendekatan (metode) baru dalam melihat
budaya di dunia virtual. Sebagai sebuah metode –dan juga bisa dipergunakan
sebagai level-level dalam melihat realitas di dunia virtual—etnografi virtual
mengungkap bagaimana budaya siber diproduksi, mana yang muncul, relasi dan
pola, hingga bagaimana hal tersebut berfungsi melalui medium internet. Sebuah
realitas budaya melalui etnografi virtual setidaknya bisa mendeskripsikan
perangkat dan konten yang dibangun, juga melihat bentuk (form) media di
internet, apa yang membawa (site) dan yang tampak dari yang disampaikannya
(surface).10
Karena itu, secara sederhana etnografi virtual bisa didefinisikan sebagai
metode etnografi yang digunakan untuk mengungkap realitas, baik yang tampak
maupun tidak, dari komunikasi termediasi komputer di antara entitas (anggota)
komunitas virtual di internet.11 Selain itu penulis juga menggunakan metode
Analisis Media Siber untuk menguraikan budaya dan artefak budaya di internet.
Metode Analisis Media Siber (AMS) merupakan perpaduan dan sekaligus
memandu proses menganalisis etnografi virtual. Setiap level dalam AMS
memberikan gambaran bagaimana komunitas virtual yang ada di internet.12
9 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: Pelangi Aksara, 2007), h. 149-
150 10 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h. 43 11 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h. 10 12 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h. 44
-
9 Pada prinsipnya, dalam menganalisis budaya di internet, AMS (Analisis
Media Siber) memerlukan unit analisis, baik pada lever mikro maupun makro.
Dua unit analisis ini bisa disederhanakan dalam teks dan konteks. Di level mikro
penulis menguraikan bagaimana perangkat internet, tautan yang ada, sampai hal-
hal yang bisa dilihat di permukaan. Sementara di level makro peneliti melihat
konteks yang ada dan menyebabkan teks itu muncul serta alasan yang mendorong
kemunculan teks tersebut. Level mikro-makro pada praktiknya terbagi menjadi
empat level, yakni ruang media (media space), dokumen media (media archive),
objek media (media object), dan pengalaman (experiential stories).13
Secara garis besar, level-level dalam Analisis Media Siber sebagaimana
dapat dilihat di bawah ini:14
Level Objek
Ruang media (media space)
Struktur perangkat media dan penampilan,
terkait dengan prosedur perangkat atau
aplikasi yang bersifat teknis.
Dokumen media (media archive) Isi, aspek pemaknaan teks/grafis sebagai
artefak budaya.
Objek media (media object)
Interaksi yang terjadi di media siber,
komunikasi yang terjadi antaranggota
komunitas.
Pengalaman (experiental stories)
Motif, efek, manfaat atau realitas yang
terhubung secara offline maupun online
termasuk mitos.
Tabel 1.1
Analisis Media Siber
13 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h. 44 14 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h. 45
-
10
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah level-level analisis media siber dalam
akun instagram memecomic.islam, sedangkan yang menjadi objek dari penelitian
ini adalah Meme Islami yang di posting oleh akun memecomic.islam, admin akun
memecomic.islam, dan followers dari akun memecomic.islam.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diambil meliputi penelitian di lapangan
dengan analisis kualitatif. Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat
dalam penelitian lapangan, penulis melakukan teknik sebagai berikut:
a. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu metode pengumpulan data yang
digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Dalam penelitian ini
penulis mengambil data dari akun Memecomic.islam.
b. Wawancara
Wawancara merupakan teknik tanya jawab untuk mengumpulkan data
yang akurat serta melaksanakan pemecahan masalah tertentu sesuai
dengan data. Wawancara dapat membantu menetapkan keabsahan data
yang telah diperoleh penulis dari sumber-sumber lain atau melalui
instrumen lain untuk mengungkapkan berbagai pertentangan yang muncul
di dalam sumber-sumber tersebut. Dalam penelitian ini penulis
mewawancarai admin dari akun Memecomic.islam dan beberapa followers
akun Memecomic.islam.
c. Studi Kepustakaan
Penulis melakukan studi kepustakaan dengan membaca buku-buku
yang berkaitan dengan komunikasi, etnografi virtual, meme Islami, dan
media sosial serta hasil-hasil dari penelitian yang sebelumnya yang juga
menggunakan analisis media siber.
6. Teknik Analisis Data
Tahap analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum di mulai sejak
pengumpulan data, yaitu; 1) reduksi data yang diartikan sebagai proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
-
11 kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan 2) penyajian data
(display data) dilakukan dengan menggunakan bentuk teks naratif dan 3)
penarikan kesimpulan serta verifikasi.15
Teknik analisis data dalam penelitian ini, dilakukan setelah data-data yang
diperoleh melalui wawancara mendalam bersama beberapa narasumber dan juga
data-data yang diperoleh dari hasil dokumentasi pada akun instagram tersebut.
Kemudian data-data tersebut, dianalisis secara saling berhubungan untuk
mendapatkan dugaan sementara, yang dipakai dasar untuk mengumpulkan data
berikutnya, lalu dikonfirmasikan dengan informan secara terus-menerus secara
triangulasi.
H. Sistematika Penulisan
Guna menjelaskan dan menyistematiskan penulisan laporan riset, maka
disusun sistematika penulisan ke dalam enam bab, dan pada masing-masing bab
dibagi menjadi beberapa sub-bab yang akan mendukung isi dari tiap bab yang
saling berhubungan, adapun sistematika penulisan skripsi ini yaitu sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab satu yang meliputi latar belakang masalah yang membahas
gambaran secara singkat mengenai media sosial khususnya
instagram dan bagaimana media sosial dapat digunakan untuk
berdakwah terutama melalui meme. Kemudian bab ini juga
mencakup pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II REALITAS SOSIAL-SIBER MEME ISLAMI DALAM
INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM
Kajian pustaka menyusul pada bab II, yang memuat teori-teori
yang menunjang dan mempunyai hubungan dengan permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini. Bab ini juga mengandung
15 Emzir, Analisis Data, (PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 50-51
-
12
penjelasan teori Realitas Sosial-Siber sebagai teori utama serta
teori-teori lain yang mendukung dan mengkritik teori utama.
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG AKUN INSTAGRAM
MEMECOMIC.ISLAM DAN MEME ISLAMI
Selanjutnya, gambaran umum tentang akun instagram
memecomic.islam yang meliputi sejarah dari akun tersebut serta
gambaran umum tentang meme islami akan dijabarkan pada bab III
ini.
BAB IV LEVEL-LEVEL ANALISIS MEDIA SIBER MEME ISLAMI
DI AKUN INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM
Sampai pada analisis data yang merupakan inti dari penelitian ini
diletakkan di bab empat. Dalam bab ini penulis menganalisis
semua temuan data yang diperoleh dengan menggunakan analisis
media siber. Penuis membahas bagaimana level-level analisis
media siber dalam akun instagram memecomic.islam mulai dari
level ruang media (media space), level dokumen media (media
archive), level objek media (media object), dan level pengalaman
(experiental stories).
BAB V PENUTUP
Akhirnya, bab lima sebagai penutup penelitian ini. Dalam bab ini,
penuis menyimpulkan hasil yang diambil setelah melakukan
analisa data dan interpretasi dari hasil penelitian, serta memberikan
saran baik dari segi akademis, maupun praktis.
-
13
BAB II
REALITAS SOSIAL-SIBER MEME ISLAMI DALAM
INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM
A. Media Sosial
1. Media
Secara sederhana, istilah media bisa dijelaskan sebagai alat komunikasi
sebagaimana definisi yang selama ini diketahui. Terkadang pengertian media ini
cenderung lebih dekat terhadap sifatnya yang massa karena terlibat dari berbagai
teori yang muncul dalam komunikasi massa. Namun, semua definisi yang ada
memiliki kecenderungan yang sama bahwa ketika disebutkan kata “media”, yang
muncul bersamaan dengan itu adalah sarana disertai dengan teknologinya. Koran
merupakan representasi dari media cetak, sementara radio yang merupakan media
audio dan televisi sebagai media audio-vsual merupakan representasi dari
elektronik, dan internet merupakan representasi dari media online atau di dalam
jaringan.1
Terlepas dari cara pandang melihat media dari bentuk dan teknologinya,
pengungkapan kata “media” bisa dipahami dengan melihat dari proses komunikasi
itu sendiri. Proses terjadinya komunikasi memerlukan tiga hal, yaitu objek, organ,
dan medium. Saat menyaksikan sebuah program di televisi, televisi adalah objek
dan mata adalah organ. Perantara antara televisi dan mata adalah gambar atau
visual. Contoh sederhana ini membuktikan bahwa media merupakan wadah untuk
membawa pesan dari proses komunikasi.2
Sedangkan media baru adalah berbagai perangkat teknologi komunikasi
yang berbagi ciri yang sama yang mana selain baru dimungkinkan dengan
1 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2017), h. 3. 2 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h. 3.
-
14 digitalisasi dan ketersediaannya yang luas untuk penggunaan pribadi sebagai alat
komunikasi.3
2. Sosial
Kata “sosial” dalam media sosial secara teori semestinya didekati oleh
ranah sosiologi. Inilah yang menurut Fuchs dalam buku Media Sosial karya Rulli
Nasrullah ada beberapa pertanyaan dasar ketika melihat kata sosial, misalnya
terkait dengan informasi dan kesadaran. Ada pertanyaan dasar, seperti apakah
individu itu baru dikatakan sosial ketika ia secara sadar melakukan interaksi.
Bahkan, dalam teori sosiologi disebutkan bahwa media pada dasarnya adalah
sosial karena media merupakan bagian dari masyarakat dan aspek dari masyarakat
yang direpresentasikan dalam bentuk perangkat teknologi yang digunakan.4
Menurut Durkheim, sosial merujuk pada kenyataan sosial (the social as
social facts) bahwa setiap individu melakukan aksi yang memberikan kontribusi
kepada masyarakat. Pernyataan ini menegaskan bahwa pada kenyataannya media
dan semua perangkat lunak (software) merupakan sosial dalam makna bahwa
keduanya merupakan produk dari proses sosial.
Menurut Weber, kata sosial secara sederhana merujuk pada relasi sosial.
Relasi sosial itu sendiri bisa dilihat dalam kategori aksi sosial (social action) dan
relasi sosial (social relations). Kategori ini mampu membawa penjelasan tentang
apa yang dimaksud dengan aktivitas sosial dan aktivitas individual.
Menurut Tonnies, sosial merujuk pada kata “komunitas” (community).
Menurutnya, eksistensi dari komunitas merujuk pada kesadaran dari anggota
komunitas itu bahwa mereka saling memiliki dan afirmasi dari kondisi tersebut
adalah kebersamaan yang saling bergantung satu sama lain. Sementara menurut
Marx, makna sosial itu merujuk pada saling bekerja sama (co-operative work).
Dengan melihat fakta bahwa kata sosial bisa dipahami dari bagaimana setiap
individu saling bekerja sama, apapun kondisinya, sebagaimana yang terjadi dalam
proses produksi di mana setiap mesin saling bekerja dan memberikan kontribusi
terhadap produk. Dalam kajian Marx ini, ada penekanan bahwa sosial berarti
3 Putri Iva Izzati, Teori Komunikasi Massa McQuail, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010),
h. 148. 4 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h. 6.
-
15 terdapatnya karakter kerja sama atau salung mengisi di antara individu dalam
rangka membentuk kualitas baru dari masyarakat.5
3. Media Sosial
Media sosial (Facebook, Twitter, Youtube, Instagram dan Flickr) adalah
keniscayaan sejarah yang telah membawa perubahan dalam proses komunikasi
manusia. Proses komunikasi yang selama ini dilakukan hanya melalui komunikasi
tatap muka, komunikasi kelompok, komunikasi massa, berubah total dengan
perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini, khususnya internet. Perubahan
tersebut akan membawa konsekuensi-konsekuensi proses komunikasi. Proses
komunikasi yang terjadi membawa konsekuensi di tingkat individu, organisasi,
dan kelembagaan.6
Kehadiran situs jejaring sosial (social networking site) atau sering disebut
dengan media sosial (social media) seperti facebook, twitter, dan instagram
merupakan media yang digunakan untuk memublikasikan konten seperti profil,
aktivitas, atau bahkan pendapat pengguna juga sebagai media yang memberikan
ruang bagi komunikasi dan interaksi dalam jejaring sosial di ruang siber.7
Pada dasarnya media sosial merupakan hasil dari perkembangan teknologi
baru yang ada di internet, dimana para penggunanya bisa dengan mudah untuk
berkomunikasi, berpartisipasi, berbagi, dan membentuk sebuah jaringan di dunia
virtual, sehingga para pengguna bisa menyebarluaskan konten mereka sendiri.8
Berikut beberapa definisi media sosial yang berasal dari berbagai literatur
penelitian:9
1. Menurut Mandibergh, media sosial adalah media yang mewadahi
kerjasama di antara pengguna yang menghasilkan konten (user
generated content).
5 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.
7-9. 6 Nurudin, Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi, (Jurnal
Komunikator, Vol. 5, 2010), h. 83. 7 Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), (Jakarta: Kharisma Putra
Utama, 2016), h. 36-37. 8 Dan Zarella, The Social Media Marketing Book, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
Anggota IKAPI, 2010), h. 2-3. 9 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.
11.
-
16
2. Menurut Shirky, media sosial dan perangkat lunak sosial merupakan
alat untuk meningkatkan kemampuan pengguna untuk berbagi (to
share), bekerja sama (to cooperate) di antara pengguna dan melakukan
tindakan secara kolektif yang semuanya berada di luar kerangka
institusional maupun organisasi.
3. Boyd menjelaskan media sosial sebagai kumpulan perangkat lunak
yang memungkinkan individu maupun komunitas untuk berkumpul,
berbagi, berkomunikasi, dan dalam kasus tertentu saling berkolaborasi
atau bermain. Media sosial memiliki kekuatan pada user-generated
content (UGC) di mana konten dihasilkan oleh pengguna, bukan oleh
editor sebagaimana di institusi media massa.
4. Menurut Van Dijk, media sosial adalah platform media yang
memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka
dalam beraktivitas maupun berkolaborasi. Karena itu, media sosial
dapat dilihat sebagai medium (fasilitator) online yang menguatkan
hubungan antarpengguna sekaligus sebagai sebuah ikatan sosial.
5. Meike dan Young mengartikan kata media sosial sebagai konvergensi
antara komunikasi personal dalam arti saling berbagi di antara individu
(to be share one-to-one) dan media publik untuk berbagi kepada siapa
saja tanpa ada kekhususan individu.”
Selain itu ada beberapa pengertian media sosial dari berbagai jurnal
ilmiah:
1. Media sosial menurut Sourav Gupta dalam jurnal karya Ririen Putri
Wahyuni dengan judul Penggunaan Gambar Meme Terhadap Kepuasan
Khalayak adalah sebuah media untuk melakukan interaksi sosial yang
menggunakan teknik komunikasi yang terukur dan sangat mudah
diakses. Media sosial menggunakan teknologi berbasi web dan mobile
untuk mengubah komunikasi ke dalam bentuk dialog interaktif.10
10 Ririen Putri Wahyuni, Penggunaan Gambar Meme Terhadap Kepuasan Khalayak
(Studi Korelasional Penggunaan Meme dalam Media Sosial Instagram di Kalangan Mahasiswa
Universitas Sumatera Utara), (Skripsi Universitas Sumatera Utara, 2014), h. 3
-
17
2. Media sosial dalam jurnal karya Anang Sugeng Cahyono dengan judul
Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat
Indonesia adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa
dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi
blog, jejaring sosial, wiki, forum, dan dunia virtual.8
3. Media sosial dalam jurnal karya Novia Ika Setyani dengan judul
Penggunaan Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi Bagi Komunitas
(Studi Deskriptif Kualitatif Penggunaan Media Sosial Twitter,
Facebook, dan Blog sebagai Sarana Komunikasi bagi Komunitas
Akademi Berbagi Surakarta) merupakan perkembangan mutakhir dari
teknologi-teknologi web baru berbasis internet, yang memudahkan
semua orang untuk berkomunikasi, berpartisipasi, saling berbagi, dan
membentuk sebuah jaringan secara online, sehingga dapat
menyebarluaskan konten mereka sendiri.9
4. Media sosial menurut Laughey dalam jurnal karya Een Irianti dengan
judul Dampak Ketergantungan Media Sosial pada Kalangan Dystopian
dan Utopian berasal dari media dan sosial. Secara sederhana istilah
media bisa dijeaskan sebagai alat komunikasi sebagaimana definisi
yang selama ini diketahui. Sedangkan dalam buku Pengantar Ilmu
Komunikasi, media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak.10
Media sosial melalui internet mengalami perkembangan pesat. Media
sosial ini berkontribusi terhadap akuntabilitas pemerintah, aktivitas Hak Asasi
Manusia, pembangunan civil society, dan praktik-praktik kewarganegaraan.
Account jejaring sosial seperti Friendster, Facebook, MySpace atau
Microblogging Twitter nyatanya memeiliki posisi yang penting pada beberapa
8 Anang Sugeng Cahyono, Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial
Masyarakat Indonesia, h.142. 9 Novia Ika Setyani, Penggunaan Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi Bagi
Komunitas (Studi Deskriptif Kualitatif Penggunaan Media Sosial Twitter, Facebook, dan Blog
sebagai Sarana Komunikasi bagi Komunitas Akademi Berbagi Surakarta), (Jurnal Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret, 2013), h.6. 10 Een Irianti, Dampak Ketergantungan Media Sosial Pada Kalangan Dystopian dan
Utopian, (Jurnal Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017), h.70.
-
18 peristiwa penting di dunia, termasuk revolusi di beberapa negara Timur Tengah.
Imbasnya, pemerintah di beberapa negara mulai mempersiapkan strategi untuk
merespons atau bahkan mengontrol keberadaan aktor baru dalam arena politik ini,
yakni media sosial.11
Media sosial di Indonesia cukup populer. Berdasarkan data Nielson, pada
tahun 2011 internet digunakan dalam bersosialisasi di internet (social networking)
menyusul kemudian surat elektronik, bermain games, mendengarkan musik, dan
seterusnya.12
Sementara khusus pada media sosial, laporan Yahoo Net Index pada 2011
menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai pengguna
Facebook terbanyak di dunia. Sementara pengguna Twitter menduduki urutan
ketiga. Di Twitter, pengguna asal Indonesia mencapai 6 hingga 8 juta orang.13
Sedangkan menurut IPJI (Institut Penyedia Jasa Internet) pada tahun 2016,
136 juta rakyat Indonesia menggunakan internet dan mayoritas lewat mobile data.
Selain itu, lembaga We Are Social memublikasikan hasil penelitian terhadap
perilaku internet, akses terhadap internet hingga akun media sosial dari seluruh
dunia. Hasil penelitian yang dipublikasikan di http://wearesocial.sg tersebut
mencakup berbagai negara dari benua yang berbeda. Untuk Indonesia, data riset
menunjukkan bahwa ada sekitar 15 persen penetrasi internet atau 38 juta lebih
pengguna di internet. Juga, dari jumlah total penduduk, ada sekitar 62 juta orang
yang terdaftar serta memiliki akun di media sosial Facebook. Data riset tersebut
juga menunjukkan bahwa rata-rata pengguna internet di Indonesia menghabiskan
waktu hampir 3 jam untuk terkoneksi dan berselancar di media sosial. Sebagian
besar dari pengguna tersebut mengakses media sosial melalui perangkat telepon
genggam.14
11 Hermin Indah Wahyuni, Kebijakan Media Baru di Indonesia (Harapan, Dinamika, dan
Capaian Kebijakan Media Baru di Indonesia), (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2013), h. 71. 12 Hermin Indah Wahyuni, Kebijakan Media Baru di Indonesia (Harapan, Dinamika, dan
Capaian Kebijakan Media Baru di Indonesia), h. 74. 13 Hermin Indah Wahyuni, Kebijakan Media Baru di Indonesia (Harapan, Dinamika, dan
Capaian Kebijakan Media Baru di Indonesia), h. 75. 14 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.
12.
http://wearesocial.sg/
-
19
Kecenderungan percakapan di sosial media di Indonesia memang masih
sebagian besar terkait pesan-pesan ringan, yaitu sekitar 80% dan 20% telah
memanfaatkan media sosial untuk promosi bisnis dan politik.15
Untuk melihat bagaimana sebuah realitas terjadi dan entitas berinteraksi di
internet, Gotved dalam buku Etnografi Virtual karangan Rulli Nasrullah
menawarkan sebuah skema realitas sosial-siber. Konsep tersebut memberikan
arahan secara tradisional tentang aspek-aspek sosial dari realitas yang ada di
internet dengan melihat atau melibatkan fitur-fitur teknologi. Pengguna sebagai
entitas dan perangkat yang juga merupakan entitas memiliki peranan dalam
mentransformasikan realitas di internet. Aspek ini menjadi penting karena model
realitas sosial-siber ini menjadi dasar serta landasan teori dalam melihat apa yang
terjadi di komunitas virtual. Interaksi yang ada di komunitas virtual dan nilai-nilai
atau artefak budaya merupakan konsep-konsep sebagai sebuah pelengkap teori
tentang riset di internet.16
Segitiga realitas sosial-siber adalah pengembangan dari model realitas
sosial yang merupakan dasar dari pemahaman terhadap sosiologi yang
dikembangkan oleh Boudreau dan Newman. Model ini kemudian dimodifikasi
oleh Gotved untuk melihat bagaimana realitas itu terjadi di internet.17
Model ini menggunakan perspektif konstruksi sosial maupun interaksi
sosial sebagai landasan awal terbentuknya budaya maupun struktur sosial dari
komunitas virtual. Ketiga sisi model, yakni interaksi sosial, kultur atau budaya,
maupun struktur sosial, pada akhirnya akan membentuk apa yang disebut realitas
sosial sebagai inti dari konstruksi sebuah realitas sosial. Meski untuk membaca
model ini bisa dilihat dengan cara interaksi sosial menghasilkan kultur dan kultur
membentuk struktur seterusnya kembali ke interaksi sosial dan berputar seperti
arah jarum jam, semua elemen ini harus dilihat secara bersamaan.18
15 Anwar Abugaza, Social Media Politica, (Jakarta: Tali, 2013), h. 43. 16 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h.18-19. 17 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h.53. 18 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h.19.
-
20
Terkait dengan internet, Gotved menggunakan model segitiga ini untuk
melihat bagaimana komunikasi online terjadi dan aspek-aspek yang muncul
mengikutinya. Penggunaan teknologi mengubah konstruksi dari realitas sosial dan
dalam kondisi tertentu mengaburkan batasan-batasan yang ada antara teknologi
dan sosialitas yang berada dalam pikiran aktan (actant). Terminologi aktan
merujuk pada penjelasan Latour dalam buku Etnografi Virtual karya Rulli
Nasrullah untuk melihat bahwa dalam kajian sains dan teknologi aktor di internet
yang terlibat tidak bisa dilihat hanya sebagai manusia (human) atau teknologi
(non-human) semata. Aktor bisa keduanya dan bisa saling silih berganti.19
Skema awal ini kemudian dikembangkan oleh Gotved untuk melihat
bahwa realitas di dunia siber merupakan hasil dari jalinan antara teknologi dan
penggunanya. Sebagaimana disebutkan bahwa:20
“Skema segitiga realitas sosial memberikan arahan secara tradisional
aspek-aspek sosial dari konstruksi realitas yang terjadi di sekitar kita, saya
ingin meluaskan konsep tersebut untuk melihat fitur-fitur teknologi saling
terhubung dengan pengguna sebagai human agency dengan demikian akan
diketahui bagaimana transformasi dari realitas yang merupakan hasil dari
jalinan tersebut”.
Selanjutnya, segitiga realitas sosial-siber ini dibentuk oleh dimensi waktu
dan ruang. Konteks waktu dan ruang dalam pembahasan ini tidak dipandang
secara normatif sebab dalam berbagai pembahasan terkait teknologi internet,
keberadaan waktu dan ruang seolah-olah menjadi kabur, bahkan menghilang di
antara pengguna. Padahal, dimensi-dimensi ini memberikan kontribusi terhadap
penciptaan realitas sosial-siber.21
4. Realitas Sosial-Siber Dimensi Waktu
19 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h.20. 20 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.
54. 21 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.
54.
-
21
Waktu merupakan dimensi yang ada dalam segitiga ini akan menghasilkan
kategori pemaknaan (meaning), orientasi (orientation), maupun regulasi
(regulation).22
Waktu pun bisa ditunjukkan dengan tanggal maupun jam. Juga, kronologi
dari realitas sosial-siber yang terjadi. Kondisi ini bisa dilihat bagaimana sebuah
arsip (archive) konten yang dipublikasikan di media sosial. Pengguna bisa melihat
apa yang telah ditulis di blog berdasarkan urutan tanggal, bisa melihat foto apa
yang diunggah di Instagram berdasarkan bulan, atau melihat status pertama apa
yang ditulis di dinding Facebook.23
5. Realitas Sosial-Siber Dimensi Ruang
Konsep ruang merupakan konsep tempat, lokasi, wilayah, geografis,
maupun keberadaan. Namun, ruang tidak hanya dilihat secara normatif, tetapi
melihat ruang sebagai sebuah upaya melihat karakter yang ada di dalamnya.
Ruang juga tempat terjadinya proses interaksi manusia yang menghasilkan
budaya, struktur, juga regulasi.24
Dalam realitas sosial-siber, dimensi ruang ini memunculkan perspektif
terhadap konstruksi atau rekonstruksi, penampakan (visibility), maupun praktik.
Ini berarti bahwa ketika melihat dimensi ruang dalam pembentukan realitas sosial-
siber harus pula melibatkan dan menggunakan perspektif dimensi waktu secara
bersamaan.
Cyber banyak digunakan untuk menjelaskan realitas media baru. Konsep
media baru itu sendiri pada awalnya diperkenalkan dalam sebuah novel sci-fi True
Name oleh Vernor seorang novelis yang juga ahli matematika pada tahun 1981.
Vernor menggunakan istilah “The Other Plane” untuk menggambarkan
keberadaan sebuah jaringan. Gibson kemudian memperkenalkan istilah
“cyberspace” untuk menjelaskan bahwa ada tempat dimana ia tidak nyata tetapi
keberadaannya dapat dirasakan bahkan menjadi kenyataan dalam benak.25
22 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.
56. 23 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.
55. 24 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.
56. 25 Rulli Nasrullah, Cyber Media, (Yogyakarta: IDEA Press, 2013), h. 22.
-
22
A consensual halucination experienced daily by billion of legitimate
operators, in every nation, by children being taught mathematical
concepts – A graphic representation of data abstracted from the banks of
every computer in the human system. Unthinkable complexity. Lines of
light ranged in the city lights, receding.
Pengertian cyberspace menurut Gibson adalah sekumpulan data,
representasi grafik demi grafik, dan hanya bisa diakses melalui komputer.
Cyberspace digambarkan oleh Gibson jauh sebelum teknologi internet
berkembang dan untuk menjelaskan gambaran “consencual hallucination” atau
seolah-olah ruang atau sesuatu itu ada. Misalnya, ketika kita melihat seseorang
anak sedang memainkan game balap mobil di perangkat seperti PlayStation, maka
anak tersebut tidak hanya melihat grafis mobil, arena balap, dan grafis lainnya di
layar televisi, melainkan seolah-oah ia bagian dari grafis tersebut. Stick atau
perangkat permainan di tangan sang anak tidak sekedar tombol-tombol yang
secara kerja elektronik akan memerintahkan bagaimana mobil balap itu berbelok,
maju, atau behenti, ia menjadi perangkat pengendalian seperti mobil sungguhan
dalam benak mereka. Bahkan lihatlah bagaimana tubuh mereka ikut bergerak
miring ke kiri atau ke kanan ketika grafis mobil di layar televisi itu sedang
berbelok di arena lintasan. Inilah yang dikatakan sebagai ruang siber, bersifat
halusinasi tetapi menjadi nyata dan hidup dalam benak.26
Ruang virtual menjadi lokasi di mana interaksi sosial berjalan dan virtual
society itu ada. Facebook, Twitter, Youtube, atau Path tidak sekedar medium
untuk mengunggah konten (teks, audio, atau video). Media sosial tersebut adalah
arena tempat pemaknaan sebuah realitas virtual yang seiring berjalannya waktu
menjadi semacam budaya di internet. Teman-teman yang terkoneksi di media
sosial merupakan anggota komunitas sekaligus anggota masyarakat/negara yang
lebih luas. Interaksi yang terjadi di antara anggota itu mengambil lokasi di
perangkat media sosial layaknya tempat-tempat di dunia nyata.
Jika menggunakan perspektif ekonomi media, ruang di media sosial adalah
latar geografi dan demografi pengguna. Media sosial memberikan informasi
26 Rulli Nasrullah, Cyber Media, h. 22-23.
-
23 bagaimana lokasi, misalnya, dari pengguna tersebut. Lokasi inilah yang secara
proses logika teknologi digunakan untuk mengunggah konten apa yang cocok
untuk pengguna. Twitter misalnya pada awal 2015 telah menyediakan fasilitas
kicauan promosi yang digunakan untuk menampilkan kicauan tertentu di halaman
Twitter pengguna sesuai dengan karakteristik pengguna, seperti bahasa yang
digunakan, kegemaran, maupun lokasi berada.27
B. Meme
Meme merupakan kata yang dipopulerkan oleh Richard Dawkins yang
digunakaannya untuk menceritakan bagaimana prinsip Darwinian untuk
menjelaskan penyebaran ide ataupun fenomena budaya. Richard Brodie
mengembangkan teori ini dalam penelitiannya Virus of The Mind : The New
Science of the Meme (1996) yang menyebutkan bahwa meme adalah suatu unit
informasi yang tersimpan di benak seseorang, yang mempengaruhi kejadian di
lingkungannya sedemikian rupa sehingga makin tertular luas di benak orang
lain.28
Pengertian tersebut dapat membawa kita pada kesimpulan bahwa meme
merupakan suatu informasi yang berupa ide, ideologi, gambar, musik, video
maupun susunan kata serta hashtag yang menjadi populer karena tersebar begitu
cepat dan mampu mendiami benak masyarakat selayaknya virus.29
Limor Shifman dalam buku Etnografi Virtual karya Rulli Nasrullah
menjelaskan lebih lugas tentang pengertian meme:
(1) a group of digital items sharing common characteristic of
content, form, and/or stance, which (2) were created with awarness
of each other, and (3) were circulated, imitated, and/or
transformed via the internet by many users.
27 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.
57. 28 James Lull, Media, Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1997), h.17. 29 Rosa Redia Pusanti Haryanto, Representasi Kritik dalam Meme Politik (Studi Semiotika
Meme Politik dalam Masa Pemilu 2014 pada Jejaring Sosial “Path” Sebagai Media Kritik di Era
Siber), (Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Univesitas Sebelas Maret Surakarta), h. 7.
-
24
(1) Kelompok unsur digital yang berbagi karakteristik umum dari
konten, bentuk, dan/atau sikap, yang (2) dimana dibuat dengan
kesadaran satu sama lain, dan (3) diedarkan. Ditiru, dan/atau
diubah melalui internet oleh banyak pengguna.
Riset yang dilakukan oleh Limor menunjukkan bahwa meme menjadi viral
karena beberapa alasan. Pertama, ada nilai positif dalam sindiran yang terkandung
dalam meme dan nilai itu disampaikan secara humor atau candaan yang ada
kecenderungan tidak menyinggung secara langsung kepada pembacanya. Kedua,
visual meme kadang memberikan provokasi kepada pembaca. Secara emosional,
provokasi ini memberikan respon, baik positif maupun negatif. Ketiga, aspek viral
dari meme karena pesan yang disampaikan dikemas (packaging) secara sederhana
dan jelas. Keempat, pelibatan atas kredibilitas dan figur publik memberikan
dorongan viral terhadap meme. Kelima, posisi atau positioning dari meme yang
diunggah terkait dengan konteks yang tengah marak di masyarakat. Jika teks
meme mewakili konteks yang ramai dibincangkan di dunia offline, penyebaran
meme tersebut pun akan semakin ramai di dunia online. Keenam, partisipasi
(participation) dari pengguna media online dalam menyebarkan, membincangkan,
dan memproduksi ulang meme.30
Munculnya meme tidak hanya dilihat dari segi bentuk baru ekspresi
khalayak semata, tetapi ia juga menjadi bentuk baru dalam seni (art), menjadi
artefak budaya, dan ia adalah komoditas konten yang diproduksi-dikonsumsi.31
Meme mesti dilihat dari dua aspek, yakni (1) aspek visual yang
menggunakan potongan gambar atau ilustrasi untuk menunjukkan emosi yang
ditunjukkan, dan (2) aspek lainnya adalah teks. Meme dapat dicirikan dengan
adanya teks yang berada di antara visual, biasanya di atas dan di bawah atau
dialog yang saling bertolakbelakang. Meme bisa didekati atau menggambarkan
tiga komponen, yakni manifestasi (manifestation), kebiasaan (behavior), dan
keidealan (ideal) (Davidson dalam buku Etnografi Virtual karya Rulli Nasrullah,
2017: 116). Sebagai manifestasi, meme merupakan kultur yang dapat diamati dan
30 Rulli Nasrullah, Etnogravi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h. 115-116. 31 Rulli Nasrullah, Etnogravi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h. 116.
-
25 sebagai fenomena eksternal. Sebuah objek yang ada di visual meme merupakan
manifestasi atau gambaran dari apa yang sedang terjadi serta merupakan realitas
offline. Visual meme dapat diindikasikan sebagai segala sesuatu, partikel nyata
terkait waktu dan tempat yang terhubung dengan realitas. Oleh sebab itu, meme
merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh pengguna internet dalam
mengungkapkan ekspresi atau emosinya, baik menggunakan meme yang sudah
beredar di online maupun kreasi sendiri dengan bantuan teknologi kemudian
diunggah di media sosial. Terakhir, meme merupakan gambaran dari realitas ideal
yang terjadi. Misalnya, sebuah status unik atau lucu di facebook bisa dikomentari
dengan hanya mengunggah gambar meme—dengan visual lucu dan teks yang juga
lucu—sebagai bentuk pernyataan terhadap realitas tersebut.32
Adapun beberapa pengertian meme dari jurnal ilmiah :
1. Meme dalam jurnal karya kenfitria Diah Wijayanti dengan judul Meta
Pesan dalam Perspektif Meme adalah neologi yang dikenal sebagai
karakter dari budaya, yang termasuk di dalamnya yait gagasan, perasaan,
ataupun perilaku. Konsep meme atau sering dibaca mim ini mengusung
unsur menyerupai atau menirukan. Gambar, foto, atau ilustrasi hal-hal
yang populer digunakan untuk kemudian dilengkapi dengan kata-kata atau
kalimat.33
2. Meme dalam jurnal karya Ririen Putri Wahyuni dengan judul Penggunaan
Gambar Meme Terhadap Kepuasan Khalayak adalah ide yang mudah
sekali menular dan menyebar seperti virus, yakni menyebar melalui
jaringan komunikasi dan secara tatap muka antar manusia. Mimikri dalam
meme terlibat dari kecenderungan orang untuk menyebarkan ide yang
terdapat meme atau membuat sesuatu yang serupa. Ide yang terdapat
dalam sebuah meme dapat berupa kegiatan, kejadian, atau tuturan yang
32 Rulli Nasrullah, Etnogravi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di
Internet), h. 116. 33 Kenfitria Diah Wijayanti, Meta Pesan dalam Perspektif Meme, (Jurnal Universitas
Sebelas Maret, 2015), h. 204.
-
26
menarik. Sifat menarik inilah yang membuat ide tersebut mudah tersebar
secara visual di dunia maya dan menjadi internet meme.34
Dapat dikatakan meme merupakan suatu bentuk wacana. Salah satu
pengertian wacana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan. Wacana sebagai satuan bahasa
yang paling besar yang digunakan dalam komunikasi. Dalam wacana ada tiga hal
yang sentral, yaitu teks, konteks, dan wacana. Dalam meme terdapat keseluruhan
tutur yang merupakan satu kesatuan. Selain itu, ada teks dan konteks dalam meme
tersebut. Ada teks dalam meme, yaitu bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang
tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi. Ada juga
konteks dalam meme, yaitu semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan
mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi tempat
teks tersebut di produksi, fungsi yang dimasukkan, dan sebagainya. Selanjutnya,
wacana dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama yang muncul dalam
meme.35
Di Indonesia, istilah meme ini populer sejak kemunculan pada situs
yeahmahasiswa.com di tahun 2009 yang menunjukkan berbagai meme tentang
parodi dan sindiran kehidupan keseharian mahasiswa seperti skripsi, tugas akhir,
hingga indeks prestasi kumulatif. Fenomena meme kemudian berkembang menuju
ke arah yang lebih luas. Netizen atau para pengguna internet kemudian
mereplikasi meme ini menjadi beragam versi yang membahas berbagai topik, tak
terkecuali politik kontemporer. Tak hanya itu, netizen juga menyebarluaskan
meme ini melalui jejaring sosial maupun situs-situs yang terdapat di internet.36
C. Dakwah di Internet
Dakwah hakikatnya adalah upaya untuk menumbuhkan kecenderungan
dan ketertarikan. Menyeru seseorang pada agama Islam maknanya adalah Anda
34 Ririen Putri Wahyuni, Penggunaan Gambar Meme Terhadap Kepuasan Khalayak,
(Skripsi Universitas Sumatera Utara, 2014), h. 3. 35 Ari Listiyorini, Wacana Humor dalam Meme di Media Online sebagai Potret
Kehidupan Sebagian Masyarakat Indonesia, (Yogyakarta: Litera, 2017), h. 66. 36 Sandy Allifiansyah, Kaum Muda, Meme, dan Demokrasi Digital di Indonesia,
(Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2016), h. 153.
-
27 berupaya untuk menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada apa yang
Anda serukan, yakni Islam. Karenanya, dakwah Islam tidak hanya terbatas pada
aktivitas lisan saja, tetapi mencakup seluruh aktivitas—lisan atau perbuatan—
yang ditujukan dalam rangka menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada
Islam. Dengan demikian, dakwah Islam dijalankan melalui aktivitas lisan dan
aktivitas perbuatan.37
Dakwah dari segi bahasa ‘Da’wah’ berarti: panggilan, seruan atau ajakan.
Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut mashdar. Sedangkan
bentuk kata kerja (fi’il)nya adalah berarti memanggil, menyeru atau mengajak
(Da’a, Yad’u, Da’watan). Orang yang berdakwah disebut Da’i dan orang yang
menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan Mad’u.38 Menurut
Muhammad Natsir, dakwah mengandung arti kewajiban yang menjadi tanggung
jawab seorang Muslim dalam amar ma’ruf nahi mungkar.39
Sementara itu, secara istilah, Hasjmy dalam buku Dakwah di Era Media
Baru karya Moch. Fakhruroji mengungkapkan bahwa dakwah adalah mengajak
orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah serta syariat Islam yang
terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh da’i (pendakwah). Hampir
sejalan dengan pandangan ini, Asmuni Syukir mengungkapkan bahwa dakwah
merupakan suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan sadar dan
terencana untuk mengajak manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi ke arah
yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yaitu hidup bahagia di
dunia maupun di akhirat.
Sementara dengan pendekatan proses, Syukridi Sambas lebih menjelaskan
dakwah sebagai proses transmisi, transformasi, dan internalisasi ajaran Islam
dengan menggunakan metode, media, dan untuk mencapai tujuan tertentu. Agak
berbeda dengan dua pandangan sebelumnya, Sambas lebih melihat dakwah
sebagai sebuah proses panjang daripada hanya berbicara tentang tujuan
pelaksanaan dakwah itu sendiri. Dalam definisi yang ditawarkannya, Sambas
mengungkapkan bahwa proses penyampaian dakwah lebih ditekankan pada aspek
37 Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009), h. 13. 38 Ahmad Warson Munawar, Kamus Al-Munawi, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h.
406. 39 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT Grafindo Persada), h.2.
-
28 penggunaan metode, media, dan pesan yang disesuaikan dengan situasi serta
kondisi mad’u (objek dakwah).40
Dengan berpijak pada beberapa definisi tersebut, konsep dakwah dapat
dipahami melalui beberapa kata kunci, yaitu proses, usaha, transmisi, tujuan,
metode, dan media. Kelima kata kunci dari definisi dakwah tersebut merupakan
hasil rumusan penulis yang sifatnya tidak baku dan belum tentu mewakili definisi
yang diungkapkan oleh para ahli, namun dapat dijadikan pijakan awal bagi suatu
kegiatan dakwah. Sebab kegiatan dakwah akan senantiasa mengalami berbagai
perubahan pada setiap zamannya sesuai dengan situasi dan kondisi sosial budaya
yang berkembang.41
Secara umum, aktivitas dakwah memiliki dua dimensi besar, yakni
dimensi kerisalahan dan kerahmatan yang satu sama lain merupakan two sides of
the same coin (dua sisi koin yang sama) yang tidak dapat dipisahkan antara yang
satu dengan yang lainnya. Dalam konteks yang lebih luas, dimensi kerisalahan
lebih identik dengan penyampaian teks agama sebagai ajaran ideal bagi manusia,
sedangkan dimensi kerahmatan lebih merupakan upaya implementasi agama
sebagai praktik sosial-kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk
aktivisme. Secara sempit, kedua dimensi ini dapat dipahami dengan dihubungkan
pada tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Dengan kata lain, penyampaian
risalah Tuhan yang dilakukan dalam dakwah pada dasarnya bertujuan untuk
merealisasikan konsep “rahmatan lil al-‘alamin”, etos utama dalam ajaran
Islam.42
Di era ini, dakwah tidak hanya cukup disampaikan melalui lisan tanpa
adanya perangkat pendukung, yang saat ini dikenal dengan sebutan alat-alat
komunikasi massa, yaitu media cetak ataupun elektronik. Kata-kata yang
diucapkan oleh manusia hanya dapat menjangkau jarak yang sangat terbatas, tapi
40 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
2017), h. 2-3. 41 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 3. 42 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 5-6.
-
29 jika menggunakan alat-alat komunikasi massa, maka jangkauannya tidak lagi
terbatas pada ruang dan waktu.43
Sedangkan, internet adalah sebuah sistem komunikasi global yang bisa
menghubungkan komputer-komputer beserta jaringan-jaringan komputer di
seluruh dunia.44
Menurut LaQuey, yang membedakan internet dengan jaringan global
lainnya dari teknologi komunikasi tradisional adalah tingkat interaksi dan
kecepatan yang dapat dinikmati pengguna untuk menyiarkan pesannya. Tidak ada
media yang memberi setiap penggunanya kemampuan untuk berkomunikasi
secara seketika dengan ribuan orang. Internet adalah perkakas sempurna untuk
menyiagakan dan mengumpulkan sejumlah besar orang secara elektronis.
Informasi mengenai peristiwa tertentu dapat ditransmisikan secara langsung,
sehingga membuatnya menjadi suatu piranti meriah yang sangat efektif.45
Dakwah melalui internet merupakan suatu inovasi terbaru dalam syiar
Islam, dan tentunya akan memudahkan para da’i dalam melebarkan sayap-sayap
dakwahnya. Penggunaan media internet sebagai media dakwah merupakan
kesempatan dan tantangan untuk mengembangkan dan memperluas dakwah
Islamiyah. Kesempatan yang dimaksud ialah bagaimana orang-orang yang peduli
terhadap kemampuan dakwah maupun memanfaatkan media internet tersebut
sebagai sarana dan media dakwah untuk menunjang proses dakwah Islamiyah.46
Perkembangan teknologi memberikan peran yang sangat besar dalam
perkembangan dakwah saat ini. Dengan kehadiran teknologi seperti internet,
jangkauan dakwah menjadi lebih luas dan tidak terbatas oleh batasan geografis.47
Menggunakan internet sebagai media dalam aktivasi dakwah bukanlah hal
baru, namun internet juga telah membuka sejumlah kemungkinan baru bagi
lahirnya gerakan-geakan dan aktivisme dakwah. Internet dengan arena yang
43 Mulkhan, Abdul Munir, Ideologisasi Gerakan Dakwah, (Yogyakarta: SIPRESS, 1996),
h. 58. 44 Iskandar, Panduan Lengkap Internet, (Jakarta: Andi Publisher, 2009), h. 1. 45 Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2014), h. 150-151. 46 Nur Ahmad, Tantangan Dakwah di Era Teknologi dan Informasi: Formulasi
Karakteristik, Popularitas, dan Materi di Jalan Dakwah, (Jurnal Addin, 2014), h. 326-327. 47 Fathul Wahid, E-Dakwah: Dakwah Melalui Internet, (Yogyakarta: Gava Media, 2004),
h.30.
-
30 begitu luas dan memiliki jangkauan global tidak hanya dapat dipandang sebagai
medium bagi aktiivtas dakwah---misalnya dengan menyebarkan beragam
informasi keislaman secara luas melalui website, blog, media sosial, atau platform
lainnya---tetapi juga telah menjadi sebuah “lingkungan” baru yang signifikan, di
mana umat Islam dapat membentuk identitas dirinya.48
Secara sosiologis, penerapan teknologi komunikasi dan informasi dalam
kehidupan telah mengubah ragam interaksi masyarakat. Masyarakat dakwah kini
bukan saja mereka yang berada di depan mata, melainkan juga mereka yang
secara bersama-sama ada di ruang abstrak yang disebut ruang maya.49
Sebagai ciptaan manusia, masyarakat maya menggunakan seluruh metode
kehidupan masyarakat nyata juga sebagai model yang dikembangkan di dalam
segi-segi kehidupan maya. Seperti, membangun interaksi sosial dan kehidupan
kelompok, membangun stratifikasi sosial, membangun kebudayaan, membangun
pranata sosial, membangun kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan,
membangun sistem kejahatan dan kontrol-kontrol sosial, dan sebagainya.50
Oleh sebab itu, penting dipahami bahwa aktivisme dakwah yang dimaksud
adalah tindakan yang hanya menjadikan internet sebagai medium bagi gerakan
sosial keagamaan dalam konteks dakwah, tetapi juga menjadikan internet sebagai
medan gerakan dakwah. Dengan begitu, dakwah dalam konteks ini tidak hanya
dilakukan melalui, tetapi juga di internet.51
Aktivisime dakwah merupakan domain penting dalam Islam yang sering
dipahami sebagai upaya penyebaran ajaran dan nilai-nilai Islam kepada
masyarakat luas. Tentu saja ketika aktivisme muncul secara online di internet,
dapat dipastikan internet telah menjadi sesuatu yang domestik, yakni sesuatu yang
tidak terpisah dari masyarakat Islam sebagai sasaran dakwah itu sendiri yang
sekaligus menggambarkan gagasan modernitas bagi umat Islam secara umum.52
48 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 190. 49 Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Dakwah: Teori, Pendekatan, dan Aplikasi,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012), h. 60. 50 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 165. 51 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 190. 52 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 191.
-
31 Sebagai bagian dari masyarakat modern, para pelaku aktivisme dakwah di
internet dapat mengekspresikan keberagamannya melalui konfigurasi dan
identifikasi keagamaan mereka untuk membedakannya dengan agama lain. Oleh
sebab itu, boleh jadi mereka memperoleh pemahaman keagamaan melalui web
literacy yang kemudian dikombinasikan dengan pengetahuan dan sumber
informasi keislaman yang dimilikinya. Sebagaimana dikemukakan Mandaville
dalam buku Dakwah di Era Media Baru karya Moch. Fakhruroji, yang dikutip
oleh Bunt, bahwa teknologi media berperan penuh atas perkembangan ini. Ia
memungkinkan kita untuk mereproduksi dan menjaga bentuk-bentuk identitas
komunal.53
Ada jutaan situs yang dapat diidentifikasi sebagai situs dakwah, baik
secara eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit, konten dalam situs-situs
dakwah biasanya berisi informasi dunia Islam, dialog seputar masalah-masalah
keagamaan, buku-buku dengan tema keislaman, fasilits untuk melakukan unduh
software Islami, dan sejumlah layanan lain yang berhubungan dengan Islam.
Situs-situs spesifik ini belum termasuk komunitas-komunitas Islam yang
bermunculan melalui situs-situs media sosial dan forum-forum diskusi yang pada
umumnya merupakan salah satu fitur situs yang relatif bersifat umum.54
Bentuk lain dari aktivisme dakwah di internet adalah adanya file-sharing
atau tempat berbagi file dalam berbagai format, mulai dari dokumen, video, audio,
bahkan software Islami. Meskipun beberapa portal memberikan layanan serupa,
namun beberapa situs memang secara khusus hadir sebagai sarana untuk berbagi
file, yakni direct-download dan torrent-download. Direct-download adalah
layanan unduh secara langsung yang difasilitasi oleh situs tertentu, sedangkan
Torrent-download adalah layanan unduh secara peer-to-peer (PTP) melalui situs
protokol tertemtu dan untuk melakukannya dibutuhkan software torrent-
downloader yang berfungsi sebagai client, seperti uTorrent, BitLord, BitTorrent,
dan sebagainya.55
53 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 192. 54 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 197-198. 55 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 208.
-
32 Dalam konteks Islam, salah satu situs yang bekerja, seperti Youtube.com,
adalah IslamicTube.com. Perbedaan funfamentalnya tentu saja terletak pada video
yang dimuat di dalamnya yang lebih spesifik pada video-video keislaman.56
Menyikapi prospek penggunaan media dalam syi’ar Islam, Zainudin
Sardar menyorotinya dari segi informasi yang ditawarkan. Menurutnya, dari
perspektif Islam, yang pertama harus disadari adalah bahwa informasi akan
mempunyai arti hanya ia berada di dalam kerangka pengetahuan tentang
masyarakat, hanya bila komponen sasarannya selaras dengan aspek-aspek mutlak,
substisional, cultural dan subyektif suatu masyarakat, barulah informasi akan
memberikan sumbangan positif kepada masyarakat itu. Keselarasan itu hanya
dapat terjadi hanya jika negeri-negeri muslim menghasilkan informasi mereka
sendiri dengan perlengkapan relevan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan para
pembuat keputusan dan komunitas-komunitas mereka. Strategi informasi bagi
dunia Muslim harus didasarkan kepada kesadaran ini.57
Prospek internet sebagai media dakwah secara lebih menjanjikan dapat
kita simak melalui tulisan Zulkiple Abd Ghani dalam bukunya Islam, Komunikasi
dan Teknologi Maklumat. Lebih jauh lagi Zulkiple Abd Ghani juga
menggambarkan bagaimana umat muslim masih rendah dalam penguasaan akan
teknologi komunikasi.58
Bahkan, menurut Moh. Ali Aziz dengan media internet inilah dakwah
memainkan perannya dalam menyebarkan informasi tentang Islam ke seluruh
penjuru tanpa mengenal waktu dan tempat. Semua orang dari berbagai etnis dan
berbagai agama dapat mengaksesnya dengan mudah. Tidak hanya pasif, pengguna
internet bisa proaktif untuk menentang, menyetujui, atau berdiskusi tentang
sebuah pemikiran keagamaan. Selain bermanfaat untuk dakwah, internet juga
menyediakan informasi dan data yang kesemuanya memudahkan umat untuk
berkarya. Karena itu, suatu ironi jika di kalangan ulama masih terdapat fatwa yang
mengharamkan internet untuk lembaga pendidikan atau lembaga dakwah karena
56 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 209. 57 Ziauddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Menjangkau Informasi Abad 21, (Bandung:
Mizan, 1989), h. 32. 58 Salman Yoga S, Dakwah di Internet: Konsep Ideal, Kondisi Objektif dan Prospeknya,
2015, h. 63.
-
33 media ini di pandang berisi informasi penuh kebohongan dan gambar-gambar
porno yang merusak akhlak. Jikalau umat Islam tidak segera memanfaatkan media
tersebut di era global sekarang ini, maka dakwah Islam akan semakin terasing dan
terpinggirkan di tengah persaingan ideologi-ideologi sekuler dan agama-agama
besar lainnya.59
Namun demikian, penting dicatat bahwa jumlah umat Islam sebagai
mayoritas memang masih relatif rendah dalam mengakses internet, bahkan ada
sejumlah resistensi terhadap internet itu sendiri. Namun, hal ini terus mengalami
perkembangan yang kemudian menempatkan internet—dengan berbagai interface
yang dimilikinya—menjadi bagian dari kesenangan, pendidikan, bisnis, dan
bahkan ekspresi dan pemahaman keagamaan.60
59 Ahmad Zaini, Dakwah Melalui Internet, 2013, h. 103-104. 60 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 209.
-
34
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG AKUN INSTAGRAM
MEMECOMIC.ISLAM DAN MEME ISLAMI
A. Akun Instagram Memecomic.Islam
Memecomic.islam adalah akun yang bertemakan Islam, pertama kali
dibuat pada tahun 2013 ketika saat itu masih viral-viralnya tentang meme di media
sosial. Fajar Ryandoko pembuat akun memecomic.islam sebelumnya pernah
mendaftar menjadi admin dari akun media sosial berbasis Islam yang bernama
Meme Islam Indonesia namun karna berbagai hal ia tidak diterima menjadi admin
dari akun tersebut dan pada akhirnya ia memutuskan untuk membuat akun
fanpage facebook yang diberi nama Memecomic.islam. Akun memecomic.islam
dibuat dengan bertujuan untuk mengenalkan Islam melalui meme comic serta
memberikan nilai positif untuk penikmat meme atau rage comic yang diharapkan
dapat mencakup para remaja yang memang menyukai meme itu sendiri.1
Akun tersebut diberi nama memecomic.islam karena sedang viral-viralnya
postingan meme di media sosial. Meme itu sendiri menurut Fajar Ryandoko adalah
semacam suatu kejadian yang sangat bisa mempengaruhi masyarakat dan bisa
menyebar dengan sangat cepat layaknya virus, oleh karena itu diharapkan akun
memecomic.islam dapat menyebarkan kebaikan dengan sangat cepat kepada
masyarakat luas.2
Setelah melihat fanpage facebook mendapatkan respon yang cukup baik
dengan ribuan followers dan likes, barulah dibuat akun memecomic.islam di
berbagai platform sosial media mulai dari twitter, website, sampai line dan
instagram saat ini.3
1 Wawancara pribadi denga