analisis efektivitas waduk ciawi menggun

Upload: putera-ne-deripper

Post on 08-Jul-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    1/103

     

    ANALISIS EFEKTIVITAS WADUK CIAWI MENGGUNAKAN

    MODEL SWAT SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN

    BANJIR DAS CILIWUNG 

    LUTFHI ADHYTIA PUTRA

    DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2015

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    2/103

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    3/103

     

    PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

    SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA 

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul "Analisis EfektivitasWaduk Ciawi Menggunakan Model SWAT Sebagai Upaya Pengendalian Banjir

    DAS Ciliwung" adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

    dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.

    Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

    tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

    dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

    Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

    Pertanian Bogor.

    Bogor, Maret 2015

     Lutfhi Adhytia Putra

     NIM F44100047

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    4/103

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    5/103

     

    ABSTRAK

    LUTFHI ADHYTIA PUTRA. Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggunakan

    Model SWAT Sebagai Upaya Pengendalian Banjir DAS Ciliwung. Dibimbing oleh

    YULI SUHARNOTO. 

    Pengelolaan DAS bagian hulu merupakan faktor penting dalam suatu DAS,

    karena memiliki peran sebagai daerah peresapan air untuk mengurangi aliran

     permukaan dan timbulnya kejadian banjir. DAS Ciliwung termasuk DAS yang

     banyak mendapatkan perhatian karena pusat pemerintahan Indonesia, yakni Jakarta

    yang terletak di hilir DAS tersebut sering mengalami banjir. Program pembangunan

    Waduk Ciawi pada bagian hulu DAS Ciliwung diharapkan dapat membantu

    mengatasi masalah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis

    efektivitas Waduk Ciawi melalui respon hidrologi yang dihasilkan dengan

    mengaplikasikan model SWAT. Skenario pemodelan waduk dilakukan pada

    simulasi hidrologi yang telah terbentuk, sehingga diketahui perubahan responhidrologi yang terjadi sebelum dan setelah skenario model waduk diterapkan. Hasil

    yang diperoleh terdapat 28 subbasin dan 516 HRU dengan 9 jenis tutupan lahan, 3

     jenis tanah, dan 5 kelas kelerengan pada Sub DAS Ciliwung Hulu. Hasil pemodelan

    waduk dengan 15 skenario menunjukkan perubahan debit aliran yang secara khusus

    diamati pada titik outlet  1 (Katulampa). Penurunan jumlah total debit tertinggi yaitu

    sebesar 158.626 m3 s-1 (34%), penurunan debit puncak terbesar yaitu sebesar 27.07

    m3 s-1 (47.79%), dan nilai KRS terbaik yang diperoleh sebesar 28.326 dengan hasil

    kategori baik. Berdasarkan hasil yang diperoleh, skenario pemodelan waduk

     berhasil meminimalkan laju debit aliran yang terjadi, sehingga dapat dikatakan

     pembangunan Waduk Ciawi dianggap cukup efektif.

    Kata kunci: banjir, DAS Ciliwung Hulu, debit aliran, SWAT, Waduk Ciawi

    ABSTRACT

    LUTFHI ADHYTIA PUTRA. The Analysis of Ciawi Reservoir Effectiveness

    Using SWAT Model As Ciliwung Watershed Flood Control Effort. Supervised by

    YULI SUHARNOTO. 

    Management of the upstream watershed was significant factor because it had

    a role as the water catchment area to decrease the surface flow and potential flood.Ciliwung watershed had been gaining attention because the Indonesia central

    government, which is Jakarta, was located in the downstream of that watershed

    frequently flooded. The Ciawi Reservoir construction program on the upstream

    watershed was expected could help to recover that issue. The aim of this research

    was to analyse the effectiveness of Ciawi Reservoir by hydrology response that

    obtained by apply the SWAT model. The scenario of reservoir modelling was made

    on the hydrology simulation that had been formed, so the alteration of hydrology

    response that happened before and after the reservoir model applied could be known.

    There were 28 subbasins and 516 HRUs with 9 types of landuse, 3 soil types, and

    5 slope classes on Sub Ciliwung Hulu watershed. The reservoir modelling with 15

    scenarios indicated the alteration of flow discharge that specifically observed on

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    6/103

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    7/103

     

    Skripsi

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Teknik

     padaDepartemen Teknik Sipil dan Lingkungan

    ANALISIS EFEKTIVITAS WADUK CIAWI MENGGUNAKAN

    MODEL SWAT SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN

    BANJIR DAS CILIWUNG 

    LUTFHI ADHYTIA PUTRA

    DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2015

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    8/103

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    9/103

     

    Judul Skripsi: Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggunakan Model SWAT

    Sebagai Upaya Pengendalian Banjir DAS Ciliwung

     Nama : Lutfhi Adhytia Putra

     NIM : F44100047

    Disetujui oleh

    Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng

    Pembimbing Akademik

    Diketahui oleh

    Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr

    Ketua Departemen

    Tanggal Lulus:

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    10/103

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    11/103

     

    PRAKATA

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

     Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah bangunan air, dengan judul Analisis Efektivitas Waduk Ciawi

    Menggunakan Model SWAT Sebagai Upaya Pengendalian Banjir DAS Ciliwung.

    Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu

    dalam pembuatan skripsi ini, diantaranya adalah:

    1.  Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng selaku pembimbing yang telah memberikan

    arahan, bimbingan, solusi, saran, dan seluruh bantuannya mulai dari awal

     penelitian hingga karya ilmiah ini selesai.

    2. 

    Bapak Gunadi Firdaus, S.Hut, M.Si dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran

    Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung yang telah banyak memberikan saran dan

    membantu selama pengumpulan data dan proses pembelajaran software.

    3. 

    Ayah, ibu, adik, serta seluruh keluarga besar atas segala doa, kasih sayang, dandukungan yang diberikan baik berupa moral maupun material.

    4. 

    Teman-teman seperjuangan mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan

    Lingkungan angkatan 47 IPB yang senantiasa memberikan dorongan semangat

    dan motivasi berjuang selama menjalani masa perkuliahan.

    Kepada pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini dan

    tidak bisa disebutkan satu-persatu diucapkan juga terima kasih. Semoga karya

    ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap

     perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Saran dan kritik sangat diharapkan

    guna memperbaiki kualitas dari karya ilmiah ini.

    Bogor, Maret 2015

     Lutfhi Adhytia Putra

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    12/103

     

    DAFTAR ISI

    DAFTAR TABEL ix 

    DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x 

    PENDAHULUAN 1 

    Latar Belakang 1 

    Perumusan Masalah 2 

    Tujuan Penelitian 3 

    Manfaat Penelitian 3 

    Ruang Lingkup Penelitian 4 

    TINJAUAN PUSTAKA 4 

    DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung 4 

    Debit Aliran 6 

    Penggunaan Lahan ( Land Use) 6 

    Gejala Banjir DKI Jakarta 7 

    Waduk Ciawi 8 

    Geographic Information System (GIS) 9 

    Soil and Water Assessment Tool  (SWAT) 10 

    METODE PENELITIAN 12 

    Waktu dan Lokasi Penelitian 12 

    Alat dan Bahan 12 

    Prosedur Analisis Data 13 

    Pengolahan Data 13 

    Menjalankan Program SWAT 15 

    Pemodelan Waduk 21 

    HASIL DAN PEMBAHASAN 26 

    Kondisi Biofisik 26 

    Penggunaan Lahan 26 Jenis Tanah 27 

    Kemiringan Lahan 28 

    Analisis Hidrologi Model SWAT 29 

    Delineasi Sub DAS 30 

    Pembentukan dan Definisi HRU 30 

    Pembentukan Data Iklim 31 

     Run SWAT 33 

    Kalibrasi 34 

    Validasi 37 

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    13/103

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    14/103

     

    7  Tampilan menu pembentukan data generator iklim 17 

    8  Tampilan menu pengaturan dan simulasi model SWAT 19 

    Tampilan kalibrasi parameter menggunakan menu Edit SWAT Input   21 

    10 

    Lokasi desa dan perkiraan Waduk Ciawi pada Google Earth 22 

    11  Transformasi dan identifikasi titik koordinat waduk 23 

    12  Pembentukan polygon DEM model waduk 23 

    13  Input  data parameter waduk 24 

    14  Diagram alir penelitian 25 

    15  Peta tutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu 27 

    16 

    Peta jenis tanah Sub DAS Ciliwung Hulu 28 

    17  Peta kelerengan Sub DAS Ciliwung Hulu 29 

    18  Peta delineasi Sub DAS Ciliwung Hulu 30 

    19 

    Peta HRU ( Hydrology Response Unit ) Sub DAS Ciliwung Hulu 31 20  Rataan curah hujan bulanan tahun 1979-2010 32 

    21  Perbandingan debit harian observasi dengan hasil simulasi model

    SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu 34 

    22  Perbandingan debit bulanan observasi dengan hasil simulasi model

    SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu 34 

    23  Fluktuasi debit harian observasi dan hasil simulasi terkalibrasi model

    SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu 36 

    24 

    Perbandingan debit bulanan observasi dan hasil simulasi terkalibrasi

    model SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu 36 

    25 

    Fluktuasi debit bulanan observasi dan hasil validasi simulasi modelSWAT Sub DAS Ciliwung Hulu 37 

    DAFTAR LAMPIRAN

    Pembagian DAS Ciliwung berdasarkan administrasi daerah 49 

    2  Pembagian zona UTM wilayah Indonesia 50 

    3  Peta DEM ( Digital Elevation Model ) Jawa Barat 51 

    4  Peta lokasi stasiun cuaca 52 

    Peta lokasi Waduk Ciawi 53 

    6  Pembagian subbasin Sub DAS Ciliwung Hulu 54 

    Data Generator Iklim (Weather Generator Data) 55 

    8  Data curah hujan dan debit harian tahun 2008-2009 56 

    9  Data debit bulanan tahun 2008-2010 73 

    10  Data debit bulanan tahun 2008-2009 pada titik outlet  1, titik outlet  6,

    dan titik outlet  7 hasil 15 skenario pemodelan waduk 74 

    11  Fluktuasi debit aliran pada masing-masing titik outlet   hasil skenario

     pemodelan waduk 77 

    12 

    Fluktuasi debit aliran masing-masing skenario pemodelan waduk 80 

    http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681513http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681513http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681514http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681514http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681514http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681514http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681515http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681515http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681516http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681516http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681518http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681518http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681518http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681518http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681518http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681516http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681515http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681514http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681513

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    15/103

    1

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu wilayah yang dibatasi

     punggung bukit dimana hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan dialirkan pada

    satu outlet  yang sama. Pengelolaan DAS dibagi atas tiga bagian yaitu DAS bagian

    hulu, tengah, dan hilir. DAS bagian hulu merupakan daerah penting dalam suatu

    DAS, karena memiliki peran sebagai daerah peresapan air dengan tujuan untuk

    mengurangi aliran permukaan dan timbulnya kejadian banjir. Kondisi hidrologis

    suatu DAS dapat dilihat dari kemampuan DAS tersebut dalam menyerap, menahan,

    menyimpan, dan mengalirkan air sehingga tercipta keseimbangan air. Kondisi

    hidrologis suatu DAS dikatakan baik jika pada DAS tersebut tidak terjadi banjir

     pada musim penghujan dan tidak terjadi kekeringan pada musim kemarau (Carolina

    2012). Terganggunya salah satu komponen di dalam DAS akan menyebabkanterjadinya perubahan kondisi hidrologis DAS tersebut.

    Pemanfaatan DAS secara intensif mengakibatkan terjadinya konversi lahan

    di bagian hulu yang membawa dampak negatif terhadap keseimbangan dan kualitas

    sumberdaya air. Konversi lahan pada umumnya terjadi pada penggunaan lahan

    hutan menjadi daerah perkebunan dan pertanian, daerah perkebunan menjadi lahan

     pertanian dan permukiman, daerah pertanian menjadi permukiman dan industri.

    Tidak jarang terdapat daerah hutan dan perkebunan yang berubah menjadi tanah

    kosong, terlantar, dan gundul yang kemudian menjadi lahan kritis (Yustika 2013).

    Perubahan tata guna lahan yang terjadi pada suatu kawasan menyebabkan

    terjadinya perubahan kondisi kawasan catchment area  dan dapat menyebabkan

     perubahan aliran permukaan. Hal ini berpengaruh terhadap kondisi debit sungai dioutlet  Sub DAS dan DAS tersebut. Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab

    utama tingginya runoff  dibandingkan dengan faktor lainnya. Apabila suatu hutan

    yang berada dalam suatu daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka

    debit puncak sungai akan meningkat antara 6 sampai 20 kali. Angka tersebut

    tergantung dari jenis hutan dan jenis pemukiman (Kodoatie et al . 2008).

    Pertambahan penduduk yang mempunyai kecenderungan meningkat seiring

     bertambahnya waktu, menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan termasuk di

    DAS bagian hulu. Peningkatan kebutuhan lahan ini berbanding lurus dengan

     perubahan fungsi lahan. Perubahan fungsi lahan dapat mempengaruhi fungsi

    hidrologis DAS. Ketika musim penghujan air tidak terserap sepenuhnya oleh lahan

    dan mengakibatkan limpasan air yang berlebihan, yang tidak termanfaatkan, dan

    mengakibatkan kerusakan lingkungan seperti erosi dan sedimentasi. Sedimentasi

    akan mempengaruhi umur bangunan-bangunan penampung air seperti waduk.

    Dengan semakin besarnya volume sedimen, beban waduk akan semakin berat

    (Oeurng et al . 2011).

    DAS memiliki komponen-komponen hidrologi yang kompleks dan mungkin

    sulit untuk dipahami secara keseluruhan. Proses hidrologi yang terjadi di suatu

    wilayah merupakan faktor penting dalam menentukan besarnya debit aliran pada

    outlet   sungai seperti curah hujan, infiltrasi, limpasan, evapotranspirasi, retensi

     permukaan, dan air tanah. Selanjutnya faktor kemiringan lahan, jenis tanah, dan

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    16/103

    2

    vegetasi di atasnya sangat berperan dalam menentukan besarnya limpasan yang

    terjadi dan air yang dapat disimpan ke dalam tanah melalui proses infiltrasi.

    Pengelolaan DAS merupakan faktor penting yang mempengaruhi kualitas

    sumberdaya alam dan ekosistem DAS. DAS Ciliwung Hulu termasuk kedalam

    DAS yang banyak mendapatkan perhatian karena di bagian wilayah hilir DASCiliwung yaitu ibukota negara (Jakarta) sering mengalami kejadian banjir. Tekanan

     pembangunan yang tinggi pada Sub DAS Ciliwung Hulu menyebabkan DAS ini

    tergolong salah satu DAS yang mengalami degradasi. Kondisi ini dicirikan oleh

     pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan tidak disertai

    dengan usaha konservasi tanah dan air, serta perubahan pola penggunaan lahan

     bervegetasi (Yustika 2013).

    Pemerintah DKI Jakarta saat ini memiliki program untuk membantu

    mengatasi banjir dan mengurangi beban air yang masuk dari hulu ke Jakarta.

    Program tersebut adalah pembangunan beberapa unit waduk di beberapa lokasi

    sepanjang aliran DAS Ciliwung dan salah satunya di bagian hulu sungai.

    Keberadaan waduk tersebut dapat menampung air dari hulu dan dapat menjadi potensi sumber air baku di wilayah tersebut. Waduk yang direncanakan adalah

    Waduk Ciawi yang berlokasi di Desa Cipayung, Kecamatan Ciawi, Kabupaten

    Bogor.

    Suatu pemodelan hidrologi yang dapat bekerja dengan cepat dan hasil yang

    akurat diperlukan untuk mengetahui kondisi tutupan lahan dan kondisi biofisik

    lainnya pada suatu DAS yang cukup luas, serta untuk mengetahui respon hidrologi

     berupa fluktuasi debit aliran dan sedimentasi sebagai akibat kondisi biofisik

    tersebut. Model SWAT (Soil and Water Assessment Tool ) menurut Gassman et al .

    (2007), merupakan salah satu model hidrologi yang dianggap paling efektif dalam

    simulasi hidrologi dan pengelolaan DAS dan dianggap sebagai model yang paling

     banyak digunakan saat ini. Model ini dapat melakukan proses secara cepat dalam

    mengkaji hubungan input , proses, dan output  dari suatu sistem hidrologi, sehingga

    dapat mengetahui karakteristik dan respon hidrologi suatu DAS yang luas dalam

     jangka waktu yang panjang. Model ini juga dapat digunakan dalam memprediksi

    kondisi hidrologi DAS berdasarkan perubahan penggunaan lahan, penerapan teknik

    konservasi tanah, dan terjadinya perubahan iklim global (Neitsch et al . 2011).

    Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini mencoba mengaplikasikan model

    SWAT untuk melihat respon hidrologi dari kondisi biofisik suatu Sub DAS

    terutama kondisi tutupan lahannya, serta untuk menganalisis respon hidrologi dari

     penerapan teknik konservasi bangunan air pada Sub DAS yang sama agar dapat

    direkomendasikan penerapannya di lapangan.

    Perumusan Masalah

    Pengelolaan lahan DAS Ciliwung bagian hulu pada saat ini dapat dikatakan

    masih belum berkelanjutan. Hal ini antara lain dicirikan oleh terjadinya konversi

    lahan dari lahan pertanian ke penggunaan non pertanian, peningkatan aliran

     permukaan dari tahun ke tahun, semakin tingginya perbedaan debit sungai antara

    musim penghujan dan musim kemarau dan terjadinya peningkatan erosi.

    Berdasarkan hasil evaluasi Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung (2002), nilai

    erosi pada tahun 2001 sebesar 247.28 t ha-1 tahun-1 dan pada tahun 2002 meningkat

    menjadi 443.21 t ha-1

     tahun-1

    . Hasil penelitian Singgih (2000) dengan menggunakan

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    17/103

    3

    simulasi model HEC-1 terhadap debit, volume banjir, dan kontribusi terhadap

     banjir di bagian hilir, menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan tahun 1981

    dan tahun 1999 di DAS Ciliwung Hulu mengindikasikan terjadi peningkatan debit

    sebesar 67%, volume banjir 59%, dan kontribusi banjir di bagian hilir 8%.

    Program pembangunan waduk yang telah direncanakan sejak tahun 2003 danmembutuhkan anggaran dana yang besar menjadi pertanyaan apakah akan dapat

     bekerja secara efektif dan mampu membantu mengatasi permasalahan banjir yang

    terjadi di bagian hilir Sungai Ciliwung. Penggunaan model sebagai suatu

     penyederhanaan dari realitas yang sebenarnya diperlukan untuk membantu dalam

    memprediksi proses yang terjadi di dalam DAS. SWAT (Soil and Water Assessment

    Tool ) merupakan suatu model yang dapat memperkirakan kondisi hidrologi

     berbasis proses fisik ( physical based model ), sehingga memungkinkan sejumlah

     proses fisik yang berbeda untuk disimulasikan pada suatu DAS (Neitsch et al .

    2011).

    Berkaitan dengan kondisi tersebut, maka untuk kepentingan penelitian ini

    dirumuskan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian iniadalah sebagai berikut.

    1. 

    Identifikasi kondisi biofisik (tutupan lahan, jenis tanah, dan kelerengan) Sub

    DAS Ciliwung Hulu.

    2. 

    Respon hidrologi yang berupa debit aliran sungai berdasarkan kondisi biofisik

    Sub DAS Ciliwung Hulu.

    3.  Skenario pemodelan waduk untuk mengetahui respon hidrologi setelah

    dilakukan pemodelan waduk dengan menggunakan SWAT.

    Tujuan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang dan perumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

    1.  Menganalisis respon hidrologi berdasarkan kondisi biofisik Sub DAS Ciliwung

    Hulu dengan menggunakan model SWAT sebelum dilakukan penerapan

    skenario model waduk.

    2.  Menganalisis respon hidrologi berdasarkan penerapan skenario model waduk

    dengan menggunakan SWAT.

    3.  Menganalisis efektivitas pembangunan Waduk Ciawi berdasarkan hasil

     perbandingan respon hidrologi sebelum dan setelah dilakukan penerapan

    skenario model waduk dengan menggunakan SWAT.

    Manfaat Penelitian

    Manfaat hasil penelitian ini diharapkan akan dapat:

    1.  Memberikan informasi mengenai pengaruh pembangunan Waduk Ciawi sebagai

    salah satu upaya dalam penanganan kejadian banjir DAS Ciliwung.

    2.  Memberikan rekomendasi penanganan bencana banjir yang sesuai dengan

    kondisi lokasi kajian DAS Ciliwung Hulu.

    3. 

    Memberikan masukan bagi pemangku kepentingan utamanya pembuat

    kebijakan dan pengambil keputusan dalam merencanakan pengelolaan DAS

    Ciliwung Hulu.

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    18/103

    4

    Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

    1.  Penelitian ini dibatasi secara kewilayahan hanya membahas DAS Ciliwung

     bagian hulu.2.  Secara teknis, permasalahan yang diangkat dalam lingkup penelitian ini hanya

    dilakukan pada aspek biofisik (tutupan lahan, jenis tanah, dan kelerengan) dari

    Sub DAS Ciliwung Hulu dan tidak dilakukan kajian pada aspek sosial, ekonomi,

    dan kelembagaan.

    3.  Respon hidrologi yang diteliti dibatasi hanya pada debit aliran sungai. Adapun

    data yang digunakan sebagai parameter dalam SWAT merupakan data-data

    sekunder seperti data tata guna lahan, data jenis tanah, data kelerengan, data

    debit, data curah hujan, dan sebagainya. Data-data tersebut diolah dengan

    menggunakan program ArcSWAT.

    TINJAUAN PUSTAKA

    DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung

    Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung

    gunung sehingga air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung dan

    dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak 1995). Menurut

    Chow et al. (1988), DAS dipandang sebagai suatu sistem hidrologi dimana curah

    hujan merupakan input   dan aliran sungai serta evapotranspirasi adalah output  

    sistem. Secara operasional DAS dapat didefinisikan sebagai wilayah yang terletakdi atas suatu titik pada sungai yang oleh batas-batas topografi mengalirkan air yang

     jatuh diatasnya ke dalam sungai yang sama pada sungai tersebut.

    DAS Ciliwung merupakan salah satu DAS besar yang mengalir melintasi dua

     propinsi serta kabupaten/kota dan memiliki fungsi penting bagi masyarakat sekitar

    yaitu sebagai sumber air baku, penggelontoran, jalur transportasi, dan lain-lain.

    Sungai Ciliwung merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Ciliwung-

    Cisadane. Sebagai bagian dari SWS Ciliwung-Cisadane, Sungai Ciliwung

    mempunyai daerah tangkapan ±337 km2, mengalir sepanjang 117 km bermata air

    di Gunung Pangrango dan bermuara di wilayah perairan Laut Jawa. Sungai

    Ciliwung mengairi sekitar 3,853 ha sawah dari bendung Katulampa. Daerah hulu

    Sungai Ciliwung yang berfungsi sebagai kawasan resapan air dan melindungidaerah di bawahnya sangat sensitif terhadap resiko serius pada kerusakan

    lingkungan. Kawasan resapan air merupakan kawasan yang mempunyai

    kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat

     pengisian air bumi (akuifer) yang bermanfaat sebagai sumber air. Kondisi DAS

    Ciliwung saat ini sangat mengkhawatirkan, karena selain banjir yang sering terjadi,

     juga karena tingkat erosi dan sedimentasi yang terjadi terlalu tinggi (BPDAS

    Ciliwung-Cisadane 2004).

    Menurut Pawitan (2002), DAS Ciliwung dibagi kedalam tiga bagian

     berdasarkan toposekuensinya, yaitu hulu, tengah, dan hilir, masing-masing dengan

    stasiun pengamatan arus sungai di Bendung Katulampa Bogor, Ratujaya Depok,

    dan Pintu Air Manggarai Jakarta Selatan. Berdasarkan wilayah administrasi, DAS

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    19/103

    5

    Ciliwung (dari hulu sampai hilir) dibagi menjadi enam segmen yang melingkupi

    Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kota Administratif Depok, dan Propinsi DKI

    Jakarta dengan delineasi wilayah sebagai berikut.

    a. 

    Bagian hulu DAS Ciliwung sebagian besar termasuk wilayah Kabupaten Bogor

    (Kecamatan Megamendung, Cisarua, dan Ciawi) dan sebagian kecil Kota MadyaBogor (Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kota Bogor Selatan).

     b.  Bagian tengah DAS Ciliwung termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan

    Sukaraja, Cibinong, Bojong Gede, dan Cimanggis), Kota Madya Bogor

    (Kecamatan Kota Bogor Timur, Kota Bogor Tengah, Kota Bogor Utara, dan

    Tanah Sareal), dan Kota Administratif Depok (Kecamatan Pancoran Mas,

    Sukmajaya, dan Beji).

    c.  Bagian hilir sampai dengan Pintu Air Manggarai termasuk wilayah administrasi

     pemerintahan Kota Madya Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, lebih ke hilir dari

    Pintu Air Manggarai, termasuk saluran buatan Kanal Barat, Sungai Ciliwung ini

    melintasi wilayah Kota Madya Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara.

    Gambar 1 Upstream, middlestream, dan downstream DAS Ciliwung (jakarta.go.id)

    Secara umum wilayah DAS Ciliwung terbentuk oleh batuan vulkanik yang

     bersifat piroklastik, yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi,

    yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan satuan breksi tufaan) dan Gunung Salak

    (berupa aluvium/kpal dan kipas aluvium/kpal). Endapan permukaan umumnya

     berupa aluvial yang tersusun oleh tanah, pasir, dan kerikil hasil dari pelapukan

    endapan. Bahan induk geologi tersebut menghasilkan tanah-tanah yang relatifsubur. Jenis tanah yang dominan ialah latosol coklat kemerahan, andosol cokelat,

    dan aluvial kelabu. Keadaan DAS Ciliwung yang semakin rusak telah semakin

    nyata dapat kita lihat bersama. Beberapa indikator kerusakan DAS diantaranya

    tingginya persentase alih fungsi lahan, tingginya tingkat pencemaran sungai dan

    lingkungan, yang secara perlahan merusak kultur tanah DAS dan pada akhirnya

    menyebabkan penurunan kemampuan resap tanah pada DAS Ciliwung (BPDAS

    Citarum-Ciliwung 2002).

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    20/103

    6

    Debit Aliran

    Arsyad (2010) menyatakan bahwa aliran permukaan ( surface runoff ) adalah

    air yang mengalir di atas pemukaan tanah dan merupakan bentuk aliran yang

     penting sebagai penyebab erosi karena mengangkut bagian-bagian tanah. Aliran permukaan mempunyai sifat yang dinyatakan dalam jumlah, kecepatan, laju, dan

    gejolak aliran permukaan. Sifat-sifat ini mempengaruhi kemampuan dalam

    menimbulkan erosi.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat aliran permukaan adalah: (1) curah

    hujan: jumlah, intensitas, dan distribusi; (2) temperatur udara; (3) tanah: tipe, jenis

    substratum, dan topografi; (4) luas DAS; (5) tanaman/tumbuhan penutup tanah; dan

    (6) sistem pengelolaan tanah. Pengaruh faktor-faktor tersebut sedemikian

    kompleksnya, sehingga meskipun semuanya dapat diketahui, keadaan aliran

     permukaan yang terjadi hanya mungkin dapat dihitung sampai mendekati keadaan

    sebenarnya (Arsyad 2010). Aliran permukaan akan mengalir ke dalam saluran-

    saluran yang kecil dan masuk ke aliran sungai yang lebih besar terakumulasimenjadi debit aliran sungai.

    Dalam proses hidrologi, aliran air sungai terbentuk dari beberapa sumber air

    yang berada pada bukit atau gunung. Bukit dan gunung merupakan daerah penyerap

    dan penyimpan cadangan air yang berasal dari air hujan. Cadangan air yang diserap

    tersebut masuk ke dalam tanah dan batuan. Karena volume air tersimpan dalam

     jumlah besar, air keluar ke permukaan melalui tekuk lereng. Air yang keluar

    tersebut kemudian mengalir pada permukaan yang kemudian menjadi sungai.

    Aliran ini mengalir ke permukaan yang memiliki ketinggian lebih rendah, sesuai

    dengan sifat air yang mengalir dari tempat dengan tempat tinggi ke rendah. Saat

    dilakukan pengukuran tinggi permukaan air oleh alat ukur, diperoleh debit aliran

    sungai. Debit aliran sungai merupakan laju aliran air (volume air) yang melewatisuatu penampang melintang sungai per satuan waktu, di mana satuan besaran debit

    dalam satuan internasional adalah meter kubik per detik (m3 s-1) (Rau 2012).

    Fluktuasi debit yang didefinisikan sebagai perbandingan antara debit

    maksimum (Qmaks) dengan debit minimum (Qmin) atau yang disebut Koefisien

    Regim Sungai (KRS) dapat memberikan gambaran tingkat kesehatan suatu DAS.

    Semakin kecil nilai KRS suatu DAS maka DAS tersebut kondisinya semakin sehat

    (Dirjen RLPS 2009). Debit aliran kecil menunjukkan kecenderungan meningkat

    dan tidak terjadi fluktuasi debit yang mencolok antara musim hujan dan musim

    kemarau adalah kondisi DAS yang dianggap normal (Asdak 1995).

    Penggunaan Lahan (Land Use )

    Penggunaan lahan (land use) merupakan campur tangan manusia terhadap

    kondisi lahan, baik secara menetap maupun berkala untuk memenuhi kebutuhan

    hidup baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan

    kedalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan

    lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar

    kedalam macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan lahan yang

    diusahakan. Berdasarkan hal itu, dikenal berbagai macam penggunaan lahan seperti

    sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, ladang, perkebunan, dan hutan.

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    21/103

    7

    Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan menjadi penggunaan kota atau

    desa (pemukiman), industri, rekreasi, dan sebagainya (Arsyad 2010).

    Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup

     pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan

     bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO 1976). Perubahan

     penggunaan lahan ialah adanya pertambahan/pengurangan luas suatu jenis

     penggunaan lahan akibat dari adanya pertambahan/pengurangan penggunaan lahan

    yang lain. Perubahan penggunaan lahan memberikan pengaruh nyata terhadap

    kualitas DAS yang ada di sekitarnya. Hasil penelitian di banyak negara telah

    memberikan informasi mengenai pengaruh komposisi vegetasi terhadap kondisi

    aliran air. Menurut Asdak (1995), secara umum kenaikan aliran air disebabkan oleh

     penurunan penguapan air oleh vegetasi (transpiration) dan dengan demikian aliran

    air permukaan maupun air tanah semakin besar.

    Pemanfaatan DAS secara intensif mengakibatkan terjadinya konversi lahan

    di bagian hulu yang membawa dampak negatif terhadap keseimbangan dan kualitassumberdaya air. Konversi lahan pada umumnya terjadi pada penggunaan lahan

    hutan menjadi daerah perkebunan dan pertanian, daerah perkebunan menjadi lahan

     pertanian dan permukiman, daerah pertanian menjadi permukiman dan industri.

    Tidak jarang terdapat daerah hutan dan perkebunan yang berubah menjadi tanah

    kosong, terlantar dan gundul yang kemudian menjadi lahan kritis. Fakhrudin (2003)

    mengemukakan bahwa, berdasarkan hasil analisis penggunaan lahan, luas

     permukiman di Sub DAS Ciliwung meningkat secara subtansial dari 1990 sampai

    1996 (meningkat 67.88%). Penurunan luas lahan pertanian dan hutan, dan

     peningkatan luas lahan terbangun tersebut telah meningkatkan debit puncak

    hidrograf pada Stasiun Katulampa dari 150 m3 s-1 menjadi 205 m3 s-1.

    Gejala Banjir DKI Jakarta

    Banjir di DKI Jakarta bukan merupakan hal baru, tetapi hampir terjadi setiap

    tahun dengan skala dan intensitas yang bervariasi. Kasus banjir di DKI yang

    menimbulkan kerugian besar telah terjadi pada setiap periodenya dan puncaknya

     pada tahun 2007. Pada besaran curah hujan yang sama dengan saat kejadian banjir

    tersebut, DKI Jakarta akan tetap mengalami kebanjiran ulang, terutama bila tata

    lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki aliran sungai melewati

    DKI Jakarta tidak diperbaiki secara serius. Dalam konteks ini, banjir di DKI Jakarta

    yang telah terjadi secara berulang-ulang merupakan gejala ( symptom) dari

    terlampauinya kapasitas DAS-DAS untuk meregulasi debit yang aliran sungainya

    melewati DKI Jakarta, dan salah satunya yaitu Sungai Ciliwung (BPDAS Citarum-

    Ciliwung 2007).

    Kejadian banjir yang diartikan sebagai luapan air hujan dari penampungan

    merupakan fenomena alam sebagai akibat hujan tidak tertampung oleh tanah dan

     penampungan permukaan baik dalam bentuk kolam, danau/situ, badan sungai dan

    saluran drainase. Faktor yang berpengaruh terhadap fenomena alam banjir ini dapat

    dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu faktor bentukan alam yang

    dipengaruhi tidak hanya oleh kondisi lokal tetapi juga kondisi global (iklim, pasang

    surut muka laut, morfologi) dan faktor bentukan manusia (penggunaan lahan,

    saluran drainase buatan). Bencana banjir yang terjadi pada akhir Januari dan awal

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    22/103

    8

    Februari 2002 di Jakarta merupakan indikator yang sangat nyata telah terjadinya

    kerusakan lingkungan. Kegiatan dan aktivitas manusia yang bersifat mengubah

     pola tata guna lahan, atau pola penutupan lahan dalam suatu DAS dapat

    mempengaruhi besar-kecilnya air yang dihasilkan dari DAS (BPDAS Citarum-

    Ciliwung 2002).DAS Ciliwung termasuk dalam DAS Prioritas Nasional (Kemenhut 2009).

    Pelanggaran terhadap tata ruang, penegakkan hukum yang lemah, dan kerusakan

    hutan yang terletak di hulu-hulu sungai secara langsung merupakan penyebab

    terjadinya bencana yang terjadi dewasa ini. Permasalahan banjir di DKI Jakarta

    tidak bisa lepas dari keberadaan 13 sungai yang bermuara di bagian Utara Jakarta.

    Ketiga belas sungai itu adalah Mookervaart, Kali Angke, Kali Pasangrahan, Kali

    Grogol, Kali Krukut, Kali Baru Barat, Ciliwung, Kali Baru Timur, Kali Cipinang,

    Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jati Keramat, dan Kali Cakung (Singgih 2000 dalam

    Pawitan 2002). Ketiga belas sungai tersebut ada yang bermula dari daerah Serpong,

    Parung, Depok, dan Sungai Ciliwung yang merupakan sungai terpanjang yang

    melalui DKI Jakarta berhulu di daerah Bogor, Puncak dan berasal dari GunungPangrango. Berdasarkan peta administratif dan batas DAS/Sub DAS, Ciliwung

    58% (85,650 ha) berada diluar wilayah DKI Jakarta serta 42% (62,730 ha) berada

    di wilayah administratif DKI Jakarta, sehingga dengan demikian membahas

     permasalahan banjir di DKI Jakarta tidak terlepas dengan perkembangan

     pembangunan dan perubahan tataguna lahan dan penutupan lahan yang ada di

    dalam dan di luar DKI Jakarta.

    Kapasitas sistem pengendalian banjir DKI Jakarta yang masih rendah

    menjadikan wilayah tersebut sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap banjir,

     baik dari limpahan hujan lokal maupun dari limpahan hujan daerah Bopunjur.

    Rendahnya kapasitas tersebut antara lain karena rendahnya hidrotopografi

    (terutama wilayah sepanjang pantai Jakarta dan wilayah tengah), keterbatasan lahan

    untuk saluran dan tampungan, kurang tepatnya prediksi beban banjir, dan kurang

    efektifnya pengelolaan sistem pengendalian yang ada (BPDAS Ciliwung-Cisadane

    2004).

    Upaya untuk mengatasi banjir di DKI Jakarta sudah banyak dilakukan melalui

     beberapa program dengan curahan dana dan usaha yang besar, tetapi kejadian banjir

    tetap berulang. Respon atas kejadian banjir Jakarta telah menghasilkan banyak

    rekomendasi dan rumusan program yang sasarannya adalah memecahkan masalah

     pengelolaan DAS terpadu dan pengendalian banjir. Sebagian besar rekomendasi

    dan program masih bersifat makro dan belum dikaitkan dengan tapak dimana

    masalah tersebut terjadi, serta belum dipertimbangkannya secara mendalamkarakteristik hulu, tengah, dan hilir DAS. Akibatnya, implementasi program dan

    kegiatan belum terfokus pada upaya penyelesaian masalah riil di lapangan.

    Waduk Ciawi

    Waduk menurut pengertian umum adalah tempat pada permukaan tanah yang

    digunakan untuk menampung air saat terjadi kelebihan air atau musim penghujan

    sehingga air tersebut dapat dimanfaatkan pada musim kering. Waduk dapat terjadi

    secara alami maupun buatan yang dibangun oleh manusia. Sumber air waduk

    terutama berasal dari aliran permukaan ditambah dengan air hujan langsung. Air

    yang ditampung di dalam waduk dapat digunakan untuk keperluan irigasi, air

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    23/103

    9

    minum, industri, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Sehingga fungsi utama waduk

    adalah bangunan untuk mengatur air dengan cara menampung air pada saat terjadi

    surplus di sumber air agar dapat dipakai sewaktu-waktu saat terjadi kekurangan air

    dan digunakan dalam berbagai keperluan.

    Informasi dari UPT Pengairan Wilayah Ciawi menyebutkan kurang lebihempat desa akan dijadikan lokasi pembangunan waduk di dua kecamatan, yakni

    Kecamatan Ciawi dan Kecamatan Megamendung. Desa-desa itu adalah Desa

    Cibogo, Desa Gadog, dan Desa Cipayung (Datar dan Girang) di Kecamatan

    Megamendung. Pintu masuk air melalui Ciawi sehingga dikenal dengan nama

    Waduk Ciawi. Profil dari Waduk Ciawi adalah sebagai berikut.

    Tabel 1 Profil Waduk Ciawi

    Waduk Ciawi

    Lokasi waduk Cibogo, Katulampa

    Total daya tampung (m3

    ) 35.67 jutaLuas catchment area DAS (km2) 105Luas lahan dibutuhkan (ha) 200Luas kapasitas genangan waduk (ha) 137.08Volume tampung (m3) 35.67 jutaTinggi bendungan (m) 90

    Kedalaman (m) 85

    Sumber: Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta

    Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta menyatakan bahwa tujuan

     pembangunan Waduk Ciawi adalah sebagai berikut.

    1. 

    Mereduksi debit puncak banjir Sungai Ciliwung sekitar 370 m3

     s-1

    .2.

     

    Menyediakan air baku wilayah Bogor dan DKI Jakarta sebanyak 5.22 m3 s-1.

    3.  Meningkatkan intensitas tanam daerah irigasi Katulampa dan Cibanon seluas

    1.103 ha.

    4.  Menyediakan air untuk penggelontoran ke Bogor dan DKI Jakarta.

    5.  Sebagai objek pariwisata.

    6.  Sebagai wadah konservasi sumberdaya air.

    Geographic I nformation System (GIS)

    Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG)

    merupakan sistem yang memberikan banyak bantuan terhadap informasikeruangan. GIS merupakan suatu sistem yang dirancang untuk mengumpulkan,

    menyimpan, mengubah, memanipulasi, menganalisis, menampilkan, dan

    mengeluarkan data yang berhubungan dengan fitur-fitur geografis. Sistem ini tidak

    hanya meliputi penggunaan perangkat lunak dan keras, tetapi juga database yang

    diperlukan atau dikembangkan dan personal yang mengerjakan (Bettinger dan

    Wing 2004). Software Sistem Informasi Geografis (SIG) banyak digunakan karena

     penggunaannya lebih mudah dan akurat jika dibandingkan dengan metode

    konvensional.

    Aplikasi GIS digunakan dalam berbagai keperluan informasi keruangan,

    selama data yang digunakan memiliki referensi geografi. Pada pelaksanaannya, GIS

    digunakan untuk melakukan pengolahan data peta digital yang memiliki sistem

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    24/103

    10

    koordinat sendiri. Sistem koordinat merupakan pendefinisian suatu titik awal dari

     pembuatan peta. Sistem koordinat di Indonesia terdiri dari sistem koordinat

    geografis dan sistem koordinat Universal Transverse Mecator   (UTM). Kedua

    sistem koordinat tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Pada

    koordinat geografis, bumi dibagi menurut garis khayal yang biasa disebut dengangaris lintang (latitude/paralell ) dan garis bujur (longitude/meridian). Pada sistem

    koodinat UTM permukaan bumi dibagi kedalam 60 bagian zona bujur dan setiap

    zona dibatasi oleh 2 meridian selebar 6° yang memiliki meridian tengah sendiri.

    Zona 1 sampai 60 dimulai dari 180°-174°, 174°-168° BB dan seterusnya, sampai

    174°-180° BT. Pada wilayah Indonesia terdapat sembilan zona, yaitu zona 46-54

    (Gandasasmita et al . 2003).

    GIS memiliki dua jenis data yang berbeda, yaitu data vektor dan data raster.

    Data vektor merupakan data yang tidak memiliki bentuk dan ketentuan, di mana

    data ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu  point , line, dan  polygon. vektor

    menggunakan koordinat x dan y dalam menampilkan data spasial (Chang 2003).

    Data raster merupakan informasi data yang terdiri dari satuan piksel yang memilikikolom serta baris tertentu, seperti data hasil citra satelit maupun Digital Elevation

     Model  (DEM). Data raster merupakan hal penting dalam penerapan GIS.

    GIS terdiri atas 4 komponen, yaitu hardware, software, brainware, dan data

    spasial. Tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan GIS dengan tujuan apapun sangat

     bergantung dari interaksi keempat komponen ini. ArcGIS adalah salah satu

     perangkat lunak yang dikembangkan oleh ESRI ( Environment Science & Research

     Institute) yang merupakan kompilasi fungsi-fungsi dari berbagai macam perangkat

    lunak  GIS yang berbeda, seperti GIS desktop, server , dan GIS berbasis web. Produk

    utama dari ArcGIS adalah  ArcGIS desktop, dimana  ArcGIS desktop  merupakan

     perangkat lunak  GIS profesional yang komprehensif dan dikelompokkan atas tiga

    komponen, yaitu  ArcView  (komponen yang fokus pada penggunaan data yang

    komprehensif, pemetaan, dan analisis), ArcEditor  (lebih fokus ke arah editing  data

    spasial), dan ArcInfo (lebih fokus pada penyajian fungsi-fungsi GIS termasuk untuk

    keperluan analisis  geoprocessing ). Software ArcGIS inilah yang akan digunakan

    dalam proses pemetaan.

    Soil and Water Assessment Tool  (SWAT)

    SWAT adalah model yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold pada awal

    tahun 1990-an untuk pengembangan  Agricultural Research Service  (ARS) dari

    USDA. Model tersebut dikembangkan untuk melakukan prediksi dampak jangka

     panjang dari manajemen lahan pertanian terhadap air, sedimentasi, dan jumlah

     bahan kimia, pada suatu area DAS yang kompleks dengan mempertimbangkan

    variasi jenis tanahnya, tata guna lahan, serta kondisi manajemen suatu DAS setelah

    melalui periode yang lama. SWAT merupakan hasil gabungan dari beberapa model,

    diantaranya adalah Simulator for Water Resources in Rural Basin  (SWWRRB),

    Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management System (CREAMS),

    Groundwater Loading Effect an Agricultural Management System (GREAMS), dan

     Erosion Productivity Impact Calculator  (EPIC) (Neitsch et al. 2012).

    Model SWAT berbasis fisik, efisien secara komputerisasi, dan mampu

    membuat simulasi untuk jangka waktu yang panjang. Komponen utama model

    adalah iklim, tanah, tutupan lahan termasuk pola tanam dan pengelolaan tanaman,

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    25/103

    11

    kelerengan, suhu, dan curah hujan. Dalam SWAT, DAS dibagi menjadi beberapa

     subbasin, yang kemudian dibagi lagi kedalam unit respon hidrologi ( Hydrologic

     Response Units = HRU) yang memiliki karakteristik tutupan lahan, kelerengan, dan

    tanah yang homogen. HRU didistribusikan pada  subbasin  secara spasial dalam

    simulasi SWAT (Neitsch et al . 2011).Untuk prediksi secara akurat terhadap debit dan sedimen, siklus hidrologi

    yang disimulasikan oleh model harus dikonfirmasikan dengan proses yang terjadi

    di dalam DAS. Simulasi hidrologi DAS dapat dipisahkan menjadi dua bagian

    utama. Bagian pertama adalah siklus hidrologi dari fase lahan (Gambar 2), yang

    mana fase lahan pada siklus hidrologi mengontrol jumlah air, sedimen, unsur hara,

    dan pestisida yang bergerak menuju saluran utama pada masing-masing Sub DAS.

    Bagian kedua adalah fase air atau penelusuran dari siklus hidrologi yang dapat

    didefinisikan sebagai pergerakan air, sedimen, dan lainnya melalui jaringan sungai

    dalam DAS menuju ke outlet  (Neitsch et al . 2011).

    Gambar 2 Skema representasi siklus hidrologi model SWAT (Neitsch et al . 2012)

    Model SWAT memungkinkan untuk diterapkan dalam berbagai analisis serta

    simulasi suatu DAS, sehingga agar menghasilkan output  yang baik, model SWAT

    melakukan simulasi berdasarkan beberapa hal, diantaranya adalah:

    1.  Menjalankan proses secara fisik, yaitu menghasilkan output   berdasarkan

    informasi yang spesifik mengenai iklim, karakteristik tanah, topografi, vegetasi,

    dan manajemen lahan pada suatu DAS. Hal ini memungkinkan model SWATdalam memodelkan DAS walaupun tanpa data observasi, serta dapat menghitung

     pengaruh alternatif data input , seperti perubahan penggunaan lahan, data iklim,

    dan lainnya.

    2. 

    Menggunakan input   yang telah tersedia, saat SWAT akan digunakan untuk

    melakukan proses analisa yang lebih spesifik, maka diperlukan tambahan data

    yang diperoleh dari instansi penelitian pemerintah.

    3.  Menggunakan perhitungan dengan proses yang lebih efisien, sehingga dalam

    melakukan simulasi DAS yang luas serta dengan banyak strategi pengelolaan,

    dapat menghemat waktu dan materi.

    4.  Memungkinkan untuk dapat melakukan penelitian untuk dampak dalam jangka

    waktu yang lama.

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    26/103

    12

    METODE PENELITIAN

    Waktu dan Lokasi Penelitian

    Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan pada bulan Juli hingga Desember

    2014. Penelitian mengkaji kawasan DAS Ciliwung Hulu yang secara geografis

    terletak pada 6°37'-6°46' LS dan 106°50'-107°00' BT. Pengolahan data dilakukan

    di Kampus IPB Dramaga, Bogor menggunakan data sekunder yang diperoleh dari

     beberapa lembaga dan instansi pemerintah, diantaranya kantor BPDAS (Badan

    Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) Citarum-Ciliwung dan SPAS (Stasiun

    Pengamatan Arus Sungai) Katulampa Bogor.

    Alat dan Bahan

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputeratau laptop yang telah dilengkapi dengan perangkat lunak ArcGIS 10.1, ArcSWAT

    versi 2012.10_1.14, pcpSTAT, Google Earth, dan Microsoft Office 2013.

    Perhitungan nilai koefisien deterministik (R 2) dan nilai efisiensi Nash-Sutcliffe (NS)

    dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SWATPlot dan SWATGraph

    yang secara otomatis akan menunjukkan grafik dan angka nilai R 2 dan NS untuk 2

    seri data yang dibandingkan, yaitu data observasi dan data hasil model yang

    diinginkan. Sedangkan untuk proses kalibrasi dan validasi model tidak

    menggunakan perangkat lunak khusus seperti SWAT-CUP melainkan secara

    manual. Kalibrasi manual dilakukan hanya terhadap satu parameter saja dengan

    sistem coba-coba atau yang biasa disebut dengan trial and error .

    Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 jenis,yaitu data spasial dan data numerik. Data spasial digunakan untuk keperluan

     pembentukan jaringan sungai, pembentukan outlet , batas DAS, dan HRU. Data-

    data spasial dan numerik tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

    1. 

    Peta DEM ( Digital Elevation Model ) Jawa Barat skala 1:25,000; sumber dari

    Citra SRTM dengan resolusi 30 m.

    2. 

    Peta batas DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung Hulu skala 1:25,000; sumber

    dari BPDAS Citarum-Ciliwung.

    3.  Peta tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2009 skala 1:25,000 berdasarkan

    interpretasi citra satelit wordview; sumber dari BPDAS Citarum-Ciliwung.

    4.  Peta jenis tanah DAS Ciliwung Hulu skala 1:25,000; sumber dari FAO ( Food

    and Agriculture Organization).5.  Data iklim tahun 1979-2010; sumber dari CRU (Climate Riset Unit ).

    5.a. 

    Data curah hujan harian (mm)

    5.b. Data temperatur maksimum dan minimum harian (°C)

    5.c. Data kelembaban udara harian (%)

    5.d. Data radiasi matahari harian (MJ m-2 hari-1)

    5.e. Data kecepatan angin harian (m s-1)

    6.  Data debit observasi harian Sungai Ciliwung tahun 1991-2010; sumber dari

    SPAS (Stasiun Pengamatan Arus Sungai) Katulampa Bogor.

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    27/103

    13

    Prosedur Analisis Data

    Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini diawali dengan

    munculnya gagasan atau ide penelitian, perumusan masalah, kemudian studi

    literatur. Langkah berikutnya adalah pengumpulan data dan dilanjutkan dengan pengolahan data, kemudian dilakukan analisis data. Diagram alir penelitian

    disajikan dalam Gambar 14 pada akhir bagian bab ini.

    Pengolahan Data

    Simulasi hidrologi menggunakan pemodelan SWAT membutuhkan data-data

    spasial dan numerik. Sebelum dilakukan pemodelan menggunakan program

    ArcSWAT, perlu dilakukan pengolahan data terlebih dahulu sebagai persiapan data

    yang akan digunakan sebagai input  dalam menjalankan program. Data-data yang

    diolah tersebut adalah data spasial dengan membuat sistem koordinatnya terlebih

    dahulu, dan data iklim dengan menghitung nilai akhir dari data harian yang telah

    diperoleh sebagai masukan dalam weather generator data (.wgn) pada ArcSWAT.Pengolahan data spasial yang dimiliki seperti peta DEM, peta batas DAS, peta

    tutupan lahan, dan peta jenis tanah diolah terlebih dahulu dengan membuat sistem

    koordinat yang sesuai. Sistem koordinat yang digunakan adalah sistem koordinat

    Universal Transverse Mecator  (UTM). Menurut Gandasasmita et al. (2003), bahwa

     pada wilayah Indonesia terdapat sembilan zona yaitu zona 46-54 (Lampiran 2).

    Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa lokasi penelitian yang dikaji

     berada pada zona 48 bagian selatan. Maka dari itu dibuat sistem koordinat dari data

    spasial lokasi penelitian yang sesuai dengan masukan program adalah WGS 1984

    UTM Zone 48S. Peta DEM dan peta batas DAS yang telah dibuat sistem

    koordinatnya selanjutnya digunakan dalam rangka untuk membuat Watershed

     Delineator   (delineasi DAS). Sedangkan peta tutupan lahan dan peta jenis tanahselanjutnya digunakan dalam rangka pembentukan HRU ( Hydrology Response

    Unit ).

    Pembentukan HRU membutuhkan data input  penggunaan lahan, jenis tanah,

    dan kelerengan. Penggunaan lahan tanaman yang terdapat di Sub DAS Ciliwung

    Hulu pada tahun 2009 yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder,

    hutan tanaman, semak belukar, perkebunan, pertanian lahan kering, dan pertanian

    lahan kering bercampur semak. Penggunaan lahan urban  yaitu pemukiman dan

    lahan terbuka. Kelerengan atau kemiringan lahan dibagi kedalam 5 kelas, yaitu

    0-8%, 8%-15%, 15%-25%, 25%-40%, dan > 40%. Informasi data jenis tanah

    diperoleh dari data sekunder.

    Data numerik yang digunakan pada penelitian ini yaitu data iklim hariantahun 1979-2010 seperti yang telah disebutkan di atas. Pembuatan basis data iklim

    untuk membuat data generator iklim (weather generator data) membutuhkan 14

     parameter input  yang perlu diolah terlebih dahulu berdasarkan data iklim. Data-data

    tersebut dihitung terlebih dahulu agar dapat digunakan karena parameter input  

    dalam program ArcSWAT merupakan parameter iklim bulanan. Data iklim yang

    digunakan merupakan hasil pengukuran dari satu stasiun penakar (pos hujan) yaitu

    671069 (kode dari sumber) yang diperoleh dari Geo Climate Metereology (GCM).

    Kode tersebut digunakan sebagai nama stasiun cuaca pada database  program

    ArcSWAT yaitu User Weather Station. Selain itu diperlukan juga input  parameter

    cuaca bulanan sebagai masukan data iklim bulanan pada User Weather Station 

     program ArcSWAT untuk membentuk data generator iklim (weather generator

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    28/103

    14

    data). Adapun parameter iklim bulanan yang dibutuhkan dalam pembuatan data

    generator iklim dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2 Parameter input  iklim bulanan pada weather generator data 

    Parameter Satuan Definisi

    TMPMX °C Rata-rata temperatur maksimum bulanan

    TMPMN °C Rata-rata temperatur minimum bulanan

    TMPSTDMX °C Standar deviasi temperatur maksimum bulanan

    TMPSTDMN °C Standar deviasi temperatur minimum bulanan

    PCPMM mm H2O Jumlah rata-rata curah hujan bulanan

    PCPSTD mm H2O Standar deviasi curah hujan harian dalam satu bulan

    PCPSKW - Koefisien skew curah hujan harian dalam satu bulan

    PR_W1 -Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari

    kering dalam satu bulan

    PR_W2 - Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari basahdalam satu bulan

    PCPD hari Rata-rata jumlah hari hujan dalam satu bulan

    RAINHHMX mmCurah hujan 0.5 jam maksimum pada seluruh

     periode dalam satu bulan

    SOLARAV MJ m-2 hari-1  Rata-rata radiasi matahari harian dalam satu bulan

    DEWPT °C Rata-rata titik embun/beku dalam satu bulan

    WNDAV m s-1  Rata-rata kecepatan angin dalam satu bulan

    Parameter iklim di atas diolah menggunakan program Ms. Excel yaitu dengan

    fitur pivot table. Pengolahan data menggunakan pivot table sangat mempermudah

    dan mempercepat dalam mendapatkan hasil dibandingkan dengan menghitungmenggunakan rumus secara manual. Pengolahan data iklim menggunakan  pivot

    table hanya digunakan untuk menghitung 7 (tujuh) parameter saja, yaitu TMPMX,

    TMPMN, TMPSTDMX, TMPSTDMN, RAINHHMX, SOLARAV, DEWPT, dan

    WNDAV. Berikut merupakan tampilan pengolahan data menggunakan pivot table.

    Gambar 3 Tampilan pengolahan data menggunakan pivot table 

    Fitur pivot table Hasil pivot table 

    Kotak dialog

     pengaturan

     pivot table 

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    29/103

    15

    Sedangkan untuk pengolahan data curah hujan dimana terdapat 6 (enam)

     parameter yaitu PCPMM, PCPSTD, PCPSKW, PR_W1, PR_W2, dan PCPD

    dihitung dengan menggunakan program pcpSTAT. Pertama dimasukkan nama file 

    dari data curah hujan yang dimiliki, lalu ditentukan keluaran nama  file  hasil

     perhitungan sesuai yang diinginkan, kemudian dimasukkan tahun pertama periode,terakhir ditentukan nilai masukan untuk baris data yang kosong atau tidak memiliki

    nilai. Setelah selesai dan dilakukan eksekusi penghitungan secara otomatis oleh

     program, maka diperoleh nilai keenam parameter dari data curah hujan yang

    disebutkan di atas. Berikut merupakan tampilan program pcpSTAT.

    Gambar 4 Tampilan program pcpSTAT

    Parameter terakhir yaitu jumlah curah hujan 0.5 jam maksimum

    (RAINHHMX), diperoleh dari penghitungan data curah hujan menggunakan rumus

    Mononobe. Rumus Mononobe digunakan apabila data yang dimiliki hanya data

    hujan harian dan tidak tersedia data hujan jangka pendek. Adapun rumus Mononobe

    dapat dilihat pada persamaan (1) berikut.

    I =R 2424

      (24t )2 3⁄   (1)

    Keterangan:

    I = Intensitas curah hujan (mm jam-1)

    R 24  = Curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)t = Waktu konsentrasi hujan (jam)

    Menjalankan Program SWAT

    a. 

    Delineasi DAS

    Proses delineasi DAS dilakukan dengan menggunakan menu Watershed

     Delineator  (Gambar 5). Dalam membuat delineasi DAS terdapat beberapa tahapan

    yang dilakukan yaitu pemasukan peta DEM  grid   (add DEM grid ), penentuan

     jaringan sungai ( stream definition), penentuan outlet  (outlet definition), seleksi dan

     penentuan outlet   DAS (watershed outlet selection and definition), dan

     penghitungan parameter Sub DAS (calculate subbasin parameter ).

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    30/103

    16

    Proses delineasi batas luar Sub DAS Ciliwung Hulu berdasarkan peta DEM,

    dilakukan secara otomatis oleh model SWAT setelah titik outlet  yang merupakan

    titik observasi pengukuran debit ditentukan, yang mana dalam penelitian ini adalah

     bendung Katulampa pada koordinat 06°38'00.6" LS dan 106°50'13.7" BT. Hasil

    delineasi ini adalah terbentuknya batas luar Sub DAS Ciliwung Hulu yang dalammodel SWAT didefinisikan sebagai basin. Bersamaan dengan terbentuknya basin,

    terbentuk juga jaringan sungai dan titik-titik outlet  pada setiap percabangan sungai

    yang ada.

    Gambar 5 Tampilan menu delineasi DAS

     b. 

    Pembentukan dan Definisi HRU ( Hydrology Response Unit )

    HRU merupakan unit analisis hidrologi yang dibentuk berdasarkan

     penggunaan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lahan yang spesifik. Pembentukan

    HRU dilakukan dengan overlay peta penggunaan lahan, jenis tanah, dan kemiringan

    lahan. Setiap HRU yang terbentuk berisi informasi spesifik mengenai lahan tersebutyang mencakup penggunaan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lereng. HRU ini

    tersebar dalam  subbasin, sehingga dapat menggambarkan keadaan biofisik untuk

    masing-masing subbasin tersebut. Langkah berikutnya setelah pembentukan HRU

    yaitu pendefinisian HRU. Melalui menu definisi HRU ( HRU Definition) maka

    dapat dilakukan penentuan kriteria spesifik untuk diaplikasikan dalam HRU.

     Multiple  HRU merupakan opsi yang dipilih dalam tahap definisi HRU. Pada

     penggunaan threshold , masing-masing penggunaan lahan, jenis tanah, dan

    kemiringan lereng menggunakan threshold  sebesar 0%, artinya HRU terbentuk dari

    data-data tersebut yang luasnya tidak lebih dari luas basin.

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    31/103

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    32/103

    18

    Tabel 3 File data input  analisis hidrologi pada SWAT

    No. Nama f i le   Fungsi

    1 Configuration File (.fig) Mengidentifikasi dan mendefenisi

     jaringan hidrologi sungai (DAS beserta parameternya)

    2 Soil Data (.sol) Membuat data jenis tanah

    3 Weather Generator Data (.wgn) Membuat data generator iklim

    4 Subbasin General Data (.sub) Membuat dan mengontrol keragaman

    data parameter di tingkat Sub DAS

    5  HRU General Data (.hru) Membuat dan mengontrol keragaman

    data parameter di tingkat HRU

    6  Main Channel Data (.rte) Membuat data saluran utama

    (pergerakan air, sedimen, hara, dan

     pestisida)

    7 Groundwater Data (.gw) Membuat data air bawah tanah8 Water Use Data (.wus) Membuat data penggunaan air

    9  Management Data (.mgt) Membuat data pengelolaan lahan

    10 Soil Chemical Data (.chm) Membuat data kimia tanah

    11  Pond Data (.pnd) Membuat data untuk badan air

    12 Stream Water Quality Data (.swq) Membuat data kualitas aliran air

    13 Operations Data (.ops) Membuat data operasi

    14 Watershed General Data (.bsn) Membuat dan mengontrol keragaman

    data parameter di tingkat DAS

    15  Master Watershed File (.cio)  File data informasi DAS mengenai

     pilihan modeling , database, cuaca,

    dan output specification 

    e. 

     Run SWAT

    Simulasi model SWAT dapat dijalankan setelah proses input  data selesai dan

    database telah dibangun. Run model  (Gambar 8) dapat dilakukan setelah mengisi

    tanggal mulai dan tanggal akhir simulasi serta dipilih distribusi curah hujan yang

    digunakan ( skewed normal ). Kemudian ditentukan hasil keluaran simulasi dalam

     bentuk harian, bulanan, atau tahunan dan data-data apa saja yang ingin dicetak.

    Dilanjutkan dengan klik Setup SWAT Run  dan terakhir klik tombol  Run SWAT .

    Hasil dari simulasi dapat dilihat pada menu Read SWAT Output  atau menggunakan

     program SWATPlot dan SWATGraph.

    Model SWAT yang telah dijalankan akan menghasilkan output   file  yang

    terpisah untuk subbasin, HRU, dan outlet  sungai. Beberapa variable output  di lahan

    atau  subbasin  ( file output.sub) dapat dilihat pada Tabel 4 dan variable output  di

    outlet  sungai ( file output.rch) dapat dilihat pada Tabel 5. Pada penelitian ini periode

    simulasi yang digunakan adalah periode Januari-Desember tahun 2008 dan 2009.

    Dari sekian banyak output  yang dikeluarkan model SWAT, penelitian ini hanya

    difokuskan pada debit harian rata-rata yang dihasilkan (FLOW_OUT) pada outlet  

    sungai.

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    33/103

    19

    Gambar 8 Tampilan menu pengaturan dan simulasi model SWAT

    Tabel 4 Variable output  model SWAT pada subbasin 

    Variable Definisi

    PRECIP Jumlah curah hujan (mm)

    PET Evapotranspirasi potensial (mm)

    ET Evapotranspirasi aktual (mm)

    SW Kadar air tanah pada akhir periode waktu (mm)

    PERC Air yang meresap melewati zona akar (mm)

    SURQ Kontribusi aliran permukaan terhadap debit sungai (mm)

    GW_Q Air bawah tanah (mm)WYLD Hasil air (mm)

    SYLD Hasil sedimen (ton ha-1)

    Tabel 5 Variable output  model SWAT pada outlet  sungai

    Variable Definisi

    FLOW_IN Debit sungai harian rata-rata yang masuk ke outlet  (m3 s-1)

    FLOW_OUT Debit sungai harian rata-rata yang keluar dari outlet  (m3 s-1)

    EVAP Jumlah kehilangan air harian rata-rata karena penguapan (m3 s-1)

    TLOSS Jumlah kehilangan air harian rata-rata karena kebocoran (m3 s-1)

    SED_IN Sedimen yang terangkut air dan masuk ke outlet  (ton)SED_OUT Sedimen yang terangkut air dan keluar dari outlet  (ton)

    f.  Kalibrasi

    Setiap analisis yang menggunakan pemodelan harus disertai dengan

     pengujian untuk menilai keakuratan output  yang dikeluarkan model terhadap data

    hasil observasi atau pengamatan lapangan. Kalibrasi merupakan suatu pengujian

    model untuk mengetahui apakah model yang digunakan dapat menggambarkan

    kondisi sebenarnya. Kalibrasi model dilakukan dengan cara mengubah nilai

     parameter-parameter yang bersifat sensitif dan mempunyai pengaruh besar

    terhadap proses hidrologi yang diukur lalu dilakukan simulasi kembali untuk

    melihat perubahan output   model yang terjadi. Perbandingan output   debit hasil

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    34/103

    20

    simulasi SWAT dengan debit hasil observasi outlet  di lapangan dilakukan dengan

    menggunakan SWATPlot dan SWATGraph (George 2014).

    Metode kalibrasi ada tiga, yaitu coba-coba, otomatis, dan kombinasi. Dalam

    metoda coba-coba, nilai parameter dicocokkan secara manual dengan cara coba-

    coba. Metode ini banyak digunakan dan direkomendasikan untuk model yangkomplek. Metode otomatis menggunakan algoritma untuk menentukan nilai fungsi

    objektif dan digunakan untuk mencari kombinasi dan permutasi parameter dengan

    tingkat keakuratan yang optimum. Metoda kombinasi dilakukan dengan

    menggunakan kalibrasi otomatis untuk menentukan kisaran parameter lalu

    selanjutnya dilakukan trial and error   untuk menentukan detail kombinasi yang

    optimal (Indarto 2012).

    Pada tahap kalibrasi, data yang digunakan yaitu data debit harian dan bulanan

    hasil observasi serta data debit harian dan bulanan hasil simulasi pada periode bulan

    Januari-Desember tahun 2008 dan 2009. Kalibrasi dilakukan secara manual hanya

    terhadap satu parameter saja dengan metode coba-coba atau yang biasa disebut

    dengan trial and error . Perubahan nilai parameter dilakukan dengan menggunakanmenu  Edit SWAT Input   (Gambar 9). Nilai parameter yang diubah diberlakukan

    terhadap seluruh  subbasin dalam jaringan hidrologi DAS. Metode statistik yang

    digunakan dalam melakukan kalibrasi dan validasi adalah model koefisien

    determinasi (R 2) dan model efisiensi Nash-Sutcliffe (NS) yang direkomendasikan

    oleh The American of Civil Engineers  (Ahl et al . 2008). Persamaan model yang

    digunakan adalah persamaan (2) dan persamaan (3).

    R 2 =

      ∑  (Qobs,i - Qobs,i)ni=1   (Qcal,i - Qcal,i)

    √ ∑  (Qobs,i - Qobs,i)2

    ni=1  ∑  (Qcal,i - Qcal,i)

    2ni=1

    2

      (2)

     NS = 1 -  [∑   (Qobs,i - Qcal,i)2ni=1∑   (Qobs,i - Q̅ obs,i)2ni=1 ]  (3)Dimana Qobs,i adalah debit observasi (m

    3 s-1), Qcal,i adalah debit simulasi (m3 s-1),

    Qobs,i

      adalah debit rata-rata observasi (m3  s-1), dan Qcal,i

      adalah debit rata-rata

    simulasi (m3 s-1).

     Nilai R 2  berkisar antara 0 sampai dengan 1. Apabila nilai R 2  semakin

    mendekati 1, berarti menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara data

    simulasi dengan data observasi.  Nash-Sutcliffe  (NS) merupakan suatu model

    statistik yang menunjukkan besar dari pengaruh hubungan data simulasi dan dataobservasi. Nilai NS berkisar antara 0 sampai dengan 1, yang mana nilai mendekati

    1 menunjukkan bahwa performa dari suatu model yang baik. Model statistik NS ini

     paling banyak digunakan untuk menunjukkan performa dari suatu model karena

    dapat memberikan informasi yang lebih akurat mengenai nilai yang diberikan.

    Kriteria nilai statistik untuk  Nash-Sutcliffe  (NS) dapat dilihat pada Tabel 6. Jika

    hasil kalibrasi didapatkan hasil memuaskan atau layak maka model SWAT dapat

    diaplikasikan disimulasikan untuk berbagai kondisi dalam manajemen sumber daya

    air pada DAS tersebut.

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    35/103

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    36/103

    22

    Sebelum dilakukan pemodelan waduk, terlebih dahulu dilakukan identifikasi

    terhadap lokasi rencana pembangunan waduk. Identifikasi lokasi dilakukan dengan

    memperkirakan lokasi waduk berdasarkan desa-desa yang akan dijadikan lokasi

     pembangunan waduk. Sebagaimana informasi dari UPT Pengairan Wilayah Ciawi

    menyebutkan lebih dari empat desa akan dijadikan lokasi pembangunan waduk didua kecamatan, yakni Kecamatan Ciawi dan Kecamatan Megamendung. Desa-desa

    itu adalah Desa Cibogo, Desa Gadog, dan Desa Cipayung (Datar dan Girang) di

    Kecamatan Megamendung. Langkah pertama yaitu setiap lokasi dari desa di

    Kecamatan Megamendung tersebut diberi placemark  pada program Google Earth.

    Setelah itu lokasi waduk diperkirakan berada pada aliran Sungai Ciliwung di antara

    desa-desa tersebut dan dengan memperhitungkan luasan dari waduk itu sendiri.

    Kemudian hasil perkiraan dari lokasi waduk tersebut diberi  placemark   sehingga

    diperoleh titik koordinatnya. Tampilan program Google Earth dalam representasi

     penentuan lokasi desa dan lokasi perkiraan waduk dapat dilihat pada Gambar 10.

    Gambar 10 Lokasi desa dan perkiraan Waduk Ciawi pada Google Earth

    Lokasi waduk yang diperkirakan berada pada titik A dengan koordinat

    6°39'28.88" LS dan 106°52'54.22" BT. Titik koordinat dari lokasi bendung

    kemudian ditransformasikan kedalam program ArcSWAT menggunakan menu

    fungsi Go To XY . Selanjutnya titik tersebut diidentifikasi untuk mengetahui nilai

    ketinggian sebenarnya berdasarkan peta DEM yang digunakan. Nilai tersebut

    sangat penting karna digunakan sebagai landasan dalam menentukan ketinggian

    model waduk. Tahap pembuatan titik koordinat dan identifikasi ketinggian titik

    dapat dilihat pada Gambar 11.Setelah dilakukan identifikasi dapat diketahui bahwa ketinggian sebenarnya

    dari titik koordinat tersebut pada peta DEM yang digunakan adalah 524 m.

    Berikutnya ketinggian model waduk diperoleh dari penghitungan beda elevasi

    antara ketinggian titik koordinat, tinggi rencana waduk, dan kedalaman sungai.

    Dimana hasil penjumlahan dari ketinggian titik koordinat dengan tinggi rencana

    waduk dikurangi dengan kedalaman sungai. Contoh perhitungan dapat dilihat

    sebagai berikut.

    Tinggi model waduk (m) = (Tinggi titik koordinat + Tinggi rencana waduk) –  

    Estimasi kedalaman sungai

    = (524 m + 90 m) –  3m

    = 611 m (di atas permukaan laut)

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    37/103

    23

    Gambar 11 Transformasi dan identifikasi titik koordinat waduk

    Parameter input  data waduk seperti volume dan luas permukaan waduk pada

     program ArcSWAT menggunakan desain  principal spillway  dan emergency spillway  untuk pemodelannya, sehingga digunakan tinggi rencana waduk yang

     berbeda untuk masing-masing keadaan tersebut. Untuk mengetahui potensi volume

    dan luas permukaan waduk pada peta DEM yang digunakan, maka dilakukan

    klasifikasi ketinggian DEM berdasarkan ketinggian dasar waduk (524 m) dan

    ketinggian puncak waduk (611 m) menggunakan menu fungsi  Reclassify  pada

     ArcToolbox > Spatial Analyst Tools >  Reclass >  Reclassify. Hasil klasifikasi

    ketinggian pada peta DEM menampilkan area yang berpotensi menjadi area

     pembangunan waduk. Lalu area yang menjadi bagian upstream pada model waduk

    dipisahkan dengan menggunakan grafik polygon yang telah diubah kedalam bentuk

    format shapefile sesuai dengan luas waduk yang direncanakan. Volume dan luas

     permukaan waduk aktual berdasarkan model dapat diketahui dari peta DEM yang

    diekstrak dengan polygon dalam format shapefile tersebut (Gambar 12).

    Gambar 12 Pembentukan polygon DEM model waduk

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    38/103

    24

    Skenario pemodelan waduk dilakukan dengan cara merubah parameter input  

    waduk (Tabel 7) menjadi beberapa kondisi yang berbeda. Perubahan nilai

     parameter input  waduk dilakukan dengan menggunakan menu Edit SWAT Input >

     Reservoirs (Gambar 13) pada program ArcSWAT. Setelah parameter input  waduk

    dimasukkan, lalu model SWAT kembali dijalankan untuk memperoleh hasilsimulasi hidrologi yang telah ditambahkan waduk. Hasil output   simulasi model

    SWAT yang telah dilakukan skenario pemodelan waduk kemudian dibandingkan

    dengan hasil output  simulasi terkalibrasi model SWAT. Dalam penelitian ini output  

    model atau variable  yang digunakan sebagai perbandingan adalah debit aliran

    (FLOW_OUT).

    Tabel 7 Parameter input  waduk

    Parameter Satuan Definisi

    ORES - Bulan waduk mulai beroperasional

    YRES - Tahun simulasi waduk mulai beroperasionalES_ESA ha Luas permukaan waduk pada kondisi emergency spillway 

    ES_EVOL 104 m3  Volume waduk pada kondisi emergency spillway 

    ES_PSA ha Luas permukaan waduk pada kondisi principal spillway 

    ES_PVOL 104 m3  Volume waduk pada kondisi principal spillway 

    ES_VOL 104 m3  Volume waduk aktual

    RESCO - Pilihan simulasi outflow 

    FLOOD1R bulan Awalan bulan pada hari/musim kering

    FLOOD2R bulan Akhiran bulan pada hari/musim kering

    DTARGR hari Jumlah hari untuk mencapai target tampungan waduk

    Gambar 13 Input  data parameter waduk

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    39/103

    25

    Gagasan Penelitian

    Studi Literatur 

    Pembahasan

    Simpulan dan Saran

    Perumusan Masalah

    Pengumpulan Data

    Peta DEM

    Citra SRTM

    Peta Batas

    DAS

    Peta Tutupan &

    Kemiringan Lahan

    Peta Jenis

    Tanah

    Data Debit

    ObservasiData-Data

    Iklim

    Membentuk:

    - DEM

    - Jaringan Sungai

    - Outlet 

    - Sub DAS

    Identifikasi:

    - Tutupan Lahan

    - Kemiringan Lahan

    - Jenis Tanah

    Pembentukan HRU

    Mengisi  Input  Tabel

    Iklim

     Run SWAT

    Output  Model

    Kalibrasi?

    Validasi

    Skenario & Simulasi

    Pemodelan Waduk 

    Analisis Biofisik 

    Tidak 

    Tahap I

    Pengumpulan Data

    Tahap II

    Delineasi DAS

    Tahap III

    Pembentukan HRU

    dan Running  SWAT

    Tahap IV

    Kalibrasi dan Validasi

    Tahap V

    Pemodelan Waduk 

    Tahap VI

    Analisis Respon Hidrologi

    Edit SWAT database

    (mengubah persentase parameter

    curah hujan pada  subbasin)Ya

     

    Gambar 14 Diagram alir penelitian

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    40/103

    26

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Daerah aliran sungai Ciliwung Hulu terletak pada posisi 6°37'-6°46' LS dan

    106°50'-107°00' BT. Bagian hulu DAS Ciliwung mencakup areal seluas ±14,860ha yang merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 347 sampai 2,984 m

    dpl (hasil delineasi DEM). Di bagian hulu paling sedikit terdapat 7 Sub DAS, yaitu

    Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa.

    Berdasarkan wilayah administrasi, bagian hulu DAS Ciliwung sebagian besar

    termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Megamendung, Cisarua, dan

    Ciawi) dan sebagian kecil Kota Madya Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur dan

    Kota Bogor Selatan).

    Pada penelitian ini, outlet  yang digunakan sebagai lokasi pengukuran debit

    adalah bendung Katulampa pada posisi 06°38'00.6" LS dan 106°50'13.7" BT.

    Penempatan outlet  pada bendung Katulampa dilakukan karena bendung Katulampa

    merupakan titik awal pengukuran debit aktual DAS Ciliwung. Bendung Katulampamerupakan stasiun pengamatan arus sungai dengan tujuan sebagai pos peringatan

    yang memberi informasi dini atas air dan bahaya banjir Sungai Ciliwung yang akan

    memasuki wilayah Ibukota DKI Jakarta. Data mengenai ketinggian air di bendung

    Katulampa ini memperkirakan bahwa sekitar 3 sampai 4 jam kemudian air akan

    sampai di daerah Depok. Selanjutnya di bendung Depok ketinggian air dipantau

    dan dilaporkan ke Jakarta sehingga masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar

    aliran dapat mengantisipasi sedini mungkin datangnya banjir yang akan melewati

    daerah mereka. Selain itu bendung Katulampa juga merupakan sumber sarana

    irigasi lahan yang terdapat di sekitar bendung hingga seterusnya. Sehingga bendung

    Katulampa ini merupakan lokasi yang sangat cocok sebagai outlet  pengukuran debit

     pada penelitian ini berdasarkan peranannya yang sangat penting.

    Kondisi Biofisik

    Penggunaan Lahan

    Jenis penggunaan lahan pada suatu DAS sangat mempengaruhi hidrologi

    kawasan tersebut. Begitu pula perubahan penggunaan lahan juga dapat

    mempengaruhi hidrologi khususnya mempengaruhi besar aliran permukaan dan

    debit sungai. Data yang digunakan adalah data tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu

    tahun 2009 skala 1:25,000 berdasarkan interpretasi citra satelit wordview (BPDAS

    Citarum-Ciliwung). Pengolahan data menggunakan model SWAT menghasilkan bahwa pada Sub DAS Ciliwung Hulu terdiri dari 9 (sembilan) jenis tutupan lahan,

    yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman,

    semak belukar, perkebunan, pemukiman, lahan terbuka, pertanian lahan kering, dan

     pertanian lahan kering bercampur semak. Berdasarkan hasil pengolahan data

    tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan pada Sub DAS Ciliwung Hulu

    didominasi oleh pertanian lahan kering dengan persentase sebesar 43.46%,

    sedangkan penggunaan lahan terkecil adalah lahan terbuka dengan persentase

    sebesar 0.15%. Proporsi luasan masing-masing tutupan lahan beserta peta

    sebarannya dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 15.

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    41/103

    27

    Tabel 8 Sebaran tutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu

    No. Tutupan lahanKode

    SWAT

    Nomor

    kode

    Luas

    (ha) (%)

    1 Hutan lahan kering primer FRST 2001 454.88 3.282 Hutan lahan kering sekunder FRSD 2002 1,550.42 11.19

    3 Hutan tanaman FRSE 2006 3,641.79 26.28

    4 Semak belukar RNGB 2007 106.55 0.77

    5 Perkebunan PLAN 2010 543.91 3.92

    6 Pemukiman URMD 2012 829.30 5.98

    7 Lahan terbuka WETN 2014 20.09 0.15

    8 Pertanian lahan kering AGRR 20091 6,023.41 43.46

    9Pertanian lahan kering

     bercampur semakAGRC 20092 689.51 4.97

    Total 13,859.86 100.00

    Gambar 15 Peta tutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu

    Jenis Tanah

    Data yang digunakan adalah data jenis tanah DAS Ciliwung Hulu skala

    1:25,000 dari FAO ( Food and Agriculture Organization). Berdasarkan hasil

     pengolahan data menggunakan model SWAT diketahui bahwa tanah pada Sub DAS

    Ciliwung Hulu diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis tanah. Umumnya tanah

     bertekstur tanah liat dan berlempung. Proporsi luasan masing-masing jenis tanah

     beserta peta sebarannya dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 16.

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    42/103

    28

    Tabel 9 Klasifikasi jenis tanah Sub DAS Ciliwung Hulu

    No. Jenis tanah Kode SWATLuas

    (ha) (%)

    1 Clay Loam Ao83-2-3c-4467 381.46 2.752  Loam To24-2c-4575 5,234.49 37.77

    3  Loam Th17-2c-3856 8,243.91 59.48

    Total 13,859.86 100.00

    Gambar 16 Peta jenis tanah Sub DAS Ciliwung Hulu

    Kemiringan Lahan

    Kemiringan lahan merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi

    karakteristik aliran air karena dapat menentukan besarnya debit yang keluar dari

    outlet   dan kecepatan volume runoff . Lahan dengan kemiringan yang curam

    memiliki potensi runoff   dan erosi yang tinggi jika terjadi hujan. Data spasial

    kemiringan lahan dibuat secara otomatis oleh SWAT dari DEM sesuai dengan kelas

    interval yang ditetapkan sebanyak 5 kelas, yaitu 0-8% (landai), 8-15%

    (bergelombang), 15-25% (berbukit), 25-40% (curam), > 40% (sangat curam).

    Penetapan kelas kelerengan ini mengacu pada penetapan kelas kelerengan oleh

    Dirjen RLPS Kemenhut (2009).

    Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan model SWAT, kelas

    kelerengan Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh lereng bergelombang

    (15-25%) seluas 3,469.54 ha. Daerah yang memiliki kelerengan lebih tinggi

    tersebut terletak pada elevasi yang lebih tinggi, yaitu pada daerah pinggiran Sub

    DAS Ciliwung Hulu bagian timur dan tengah. Proporsi luasan masing-masing kelas

    kelerengan beserta peta sebarannya dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 17.

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    43/103

    29

    Tabel 10 Kelas kelerengan Sub DAS Ciliwung Hulu

    No. Slope  (%) DefinisiLuas

    (ha) (%)

    1 0-8 Landai 1,334.26 9.632 8-15 Bergelombang 2,559.87 18.47

    3 15-25 Berbukit 3,469.54 25.03

    4 25-40 Curam 3,214.91 23.20

    5 > 40 Sangat curam 3,281.28 23.67

    Total 13,859.86 100.00

    Gambar 17 Peta kelerengan Sub DAS Ciliwung Hulu

    Analisis Hidrologi Model SWAT

    ArcSWAT ArcGIS extension adalah perangkat lunak pengguna grafis untuk

    model SWAT (Soil and Water Assessment Tool ) (Arnold et al . 1998). ArcSWAT

    ArcGIS extension berevolusi dari AVSWAT 2000, sebuah ArcView extension yangdikembangkan untuk versi sebelumnya dari SWAT. Aplikasi SWAT digunakan

    untuk simulasi hidrologi dengan interval waktu harian, bulanan, dan tahunan. Selain

    itu aplikasi SWAT juga dirancang untuk melakukan prediksi dampak jangka

     panjang dari praktek pengelolaan lahan terhadap air, sedimentasi, dan jumlah bahan

    kimia, pada suatu area DAS yang kompleks dengan mempertimbangkan variasi

     jenis tanahnya, tata guna lahan, serta kondisi manajemen suatu DAS setelah melalui

     periode yang lama, untuk memastikan simulasi berhasil. Pada simulasi model

    SWAT dilakukan beberapa tahap, diantaranya yaitu delineasi DAS, pembentukan

    dan definisi HRU ( Hydrology Response Unit ), pembentukan data iklim,

    menjalankan simulasi model, serta kalibrasi dan validasi hasil simulasi.

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    44/103

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    45/103

    31

    Berdasarkan hasil HRU yang telah dibentuk, diketahui bahwa pada outlet  

    Katulampa yang berada pada subbasin 1 terbentuk 18 jenis HRU dengan total luas

    663.04 ha atau 4.78% dari seluruh luas Sub DAS Ciliwung Hulu. Pada wilayah

     subbasin 1 penggunaan lahan yang terdapat adalah pemukiman seluas 106.55 ha

    (16.07%) dan pertanian lahan kering seluas 556.48 ha (83.93%). Terdapat 2 jenistanah yaitu clay loam  seluas 381.46 ha (57.53%) dan loam  seluas 281.57 ha

    (42.47%). Subbasin  1 ini memiliki tingkat kemiringan lahan yang relatif

     bergelombang (8-15%).

    Gambar 19 Peta HRU ( Hydrology Response Unit ) Sub DAS Ciliwung Hulu

    Pembentukan Data Iklim

    Simulasi hidrologi suatu DAS tentunya sangat dipengaruhi oleh iklim yang

    terjadi pada wilayah DAS tersebut. Pada penelitian ini digunakan data input  iklim

     berupa curah hujan, temperatur, kelembaban relatif, radiasi matahari, dan kecepatan

    angin. Data-data tersebut merupakan data hasil pengukuran salah satu stasiun cuaca

    dari 43 stasiun cuaca yang terdapat di Jawa Barat, yaitu stasiun cuaca dengan kode

    671069 (kode sumber) yang terletak pada 6°42'47.246" LS dan 106°52'30.45" BT

    (Lampiran 4). Stasiun cuaca 671069 tersebut digunakan sebagai sumber data iklimkarena lokasinya berada paling dekat dengan titik outlet  Katulampa.

    Data iklim yang digunakan adalah data iklim jangka panjang yaitu sejak tahun

    1979 sampai 2010 yang bersumber dari CRU (Climate Riset Unit ). Data iklim yang

    lengkap dan memiliki jangka waktu yang cukup panjang hanya dari satu sumber

    sangat mendukung untuk memberikan hasil simulasi hidrologi yang baik, karena

    semakin lama periode simulasi maka output  yang dihasilkan akan semakin baik dan

    akurat. Data-data iklim tersebut telah diolah sebelumnya dengan menggunakan

     program Ms. Excel fitur  pivot table, program pcpSTAT, dan rumus Mononobe

    sehingga dihasilkan 14 parameter input   dalam data generator iklim (weather

     generator data) untuk masukan pada program ArcSWAT. Hasil pengolahan data

  • 8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun

    46/103

    32

    iklim sebagai parameter input  data generator iklim (weather generator data) pada

     program ArcSWAT secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.

    Rata-rata curah hujan dari stasiun hujan 671069 selama 32 tahun (1979-2010)

    menunjukkan bahwa curah hujan maksimum terjadi pada bulan April sebesar

    574.67 mm dan diikuti bulan Maret sebesar 534.58 mm. Sedangkan curah hujanminimum terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 125.73 mm. Grafik dari sebaran

    rata-rata curah hujan dapat dilihat pada Gambar 20.

    Gambar 20 Rataan curah hujan bulanan tahun 1979-2010

    Berdasarkan data dari stasiun iklim 671069 tahun 1979-2010, rata-rata

    kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan Februari mencapai 1.70 m s-1 sedangkan

    rata-rata kecepatan angin terkecil terjadi pada bulan Mei yaitu sebesar 1.15 m s-1.

    Rata-rata penyinaran matahari lebih besar terjadi pada bulan Maret sampai dengan

     bulan Desember. Penyinaran matahari mencapai puncaknya pada bulan Maret

    sebesar 15.89 MJ m-2 hari-1. Selama periode bulan Januari dan Februari rata-rata

     penyinaran matahari yan