analisis efektivitas waduk ciawi menggun
TRANSCRIPT
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
1/103
ANALISIS EFEKTIVITAS WADUK CIAWI MENGGUNAKAN
MODEL SWAT SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN
BANJIR DAS CILIWUNG
LUTFHI ADHYTIA PUTRA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
2/103
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
3/103
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul "Analisis EfektivitasWaduk Ciawi Menggunakan Model SWAT Sebagai Upaya Pengendalian Banjir
DAS Ciliwung" adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Lutfhi Adhytia Putra
NIM F44100047
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
4/103
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
5/103
ABSTRAK
LUTFHI ADHYTIA PUTRA. Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggunakan
Model SWAT Sebagai Upaya Pengendalian Banjir DAS Ciliwung. Dibimbing oleh
YULI SUHARNOTO.
Pengelolaan DAS bagian hulu merupakan faktor penting dalam suatu DAS,
karena memiliki peran sebagai daerah peresapan air untuk mengurangi aliran
permukaan dan timbulnya kejadian banjir. DAS Ciliwung termasuk DAS yang
banyak mendapatkan perhatian karena pusat pemerintahan Indonesia, yakni Jakarta
yang terletak di hilir DAS tersebut sering mengalami banjir. Program pembangunan
Waduk Ciawi pada bagian hulu DAS Ciliwung diharapkan dapat membantu
mengatasi masalah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
efektivitas Waduk Ciawi melalui respon hidrologi yang dihasilkan dengan
mengaplikasikan model SWAT. Skenario pemodelan waduk dilakukan pada
simulasi hidrologi yang telah terbentuk, sehingga diketahui perubahan responhidrologi yang terjadi sebelum dan setelah skenario model waduk diterapkan. Hasil
yang diperoleh terdapat 28 subbasin dan 516 HRU dengan 9 jenis tutupan lahan, 3
jenis tanah, dan 5 kelas kelerengan pada Sub DAS Ciliwung Hulu. Hasil pemodelan
waduk dengan 15 skenario menunjukkan perubahan debit aliran yang secara khusus
diamati pada titik outlet 1 (Katulampa). Penurunan jumlah total debit tertinggi yaitu
sebesar 158.626 m3 s-1 (34%), penurunan debit puncak terbesar yaitu sebesar 27.07
m3 s-1 (47.79%), dan nilai KRS terbaik yang diperoleh sebesar 28.326 dengan hasil
kategori baik. Berdasarkan hasil yang diperoleh, skenario pemodelan waduk
berhasil meminimalkan laju debit aliran yang terjadi, sehingga dapat dikatakan
pembangunan Waduk Ciawi dianggap cukup efektif.
Kata kunci: banjir, DAS Ciliwung Hulu, debit aliran, SWAT, Waduk Ciawi
ABSTRACT
LUTFHI ADHYTIA PUTRA. The Analysis of Ciawi Reservoir Effectiveness
Using SWAT Model As Ciliwung Watershed Flood Control Effort. Supervised by
YULI SUHARNOTO.
Management of the upstream watershed was significant factor because it had
a role as the water catchment area to decrease the surface flow and potential flood.Ciliwung watershed had been gaining attention because the Indonesia central
government, which is Jakarta, was located in the downstream of that watershed
frequently flooded. The Ciawi Reservoir construction program on the upstream
watershed was expected could help to recover that issue. The aim of this research
was to analyse the effectiveness of Ciawi Reservoir by hydrology response that
obtained by apply the SWAT model. The scenario of reservoir modelling was made
on the hydrology simulation that had been formed, so the alteration of hydrology
response that happened before and after the reservoir model applied could be known.
There were 28 subbasins and 516 HRUs with 9 types of landuse, 3 soil types, and
5 slope classes on Sub Ciliwung Hulu watershed. The reservoir modelling with 15
scenarios indicated the alteration of flow discharge that specifically observed on
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
6/103
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
7/103
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
padaDepartemen Teknik Sipil dan Lingkungan
ANALISIS EFEKTIVITAS WADUK CIAWI MENGGUNAKAN
MODEL SWAT SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN
BANJIR DAS CILIWUNG
LUTFHI ADHYTIA PUTRA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
8/103
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
9/103
Judul Skripsi: Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggunakan Model SWAT
Sebagai Upaya Pengendalian Banjir DAS Ciliwung
Nama : Lutfhi Adhytia Putra
NIM : F44100047
Disetujui oleh
Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng
Pembimbing Akademik
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
10/103
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
11/103
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah bangunan air, dengan judul Analisis Efektivitas Waduk Ciawi
Menggunakan Model SWAT Sebagai Upaya Pengendalian Banjir DAS Ciliwung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan skripsi ini, diantaranya adalah:
1. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan, bimbingan, solusi, saran, dan seluruh bantuannya mulai dari awal
penelitian hingga karya ilmiah ini selesai.
2.
Bapak Gunadi Firdaus, S.Hut, M.Si dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung yang telah banyak memberikan saran dan
membantu selama pengumpulan data dan proses pembelajaran software.
3.
Ayah, ibu, adik, serta seluruh keluarga besar atas segala doa, kasih sayang, dandukungan yang diberikan baik berupa moral maupun material.
4.
Teman-teman seperjuangan mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan angkatan 47 IPB yang senantiasa memberikan dorongan semangat
dan motivasi berjuang selama menjalani masa perkuliahan.
Kepada pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini dan
tidak bisa disebutkan satu-persatu diucapkan juga terima kasih. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Saran dan kritik sangat diharapkan
guna memperbaiki kualitas dari karya ilmiah ini.
Bogor, Maret 2015
Lutfhi Adhytia Putra
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
12/103
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung 4
Debit Aliran 6
Penggunaan Lahan ( Land Use) 6
Gejala Banjir DKI Jakarta 7
Waduk Ciawi 8
Geographic Information System (GIS) 9
Soil and Water Assessment Tool (SWAT) 10
METODE PENELITIAN 12
Waktu dan Lokasi Penelitian 12
Alat dan Bahan 12
Prosedur Analisis Data 13
Pengolahan Data 13
Menjalankan Program SWAT 15
Pemodelan Waduk 21
HASIL DAN PEMBAHASAN 26
Kondisi Biofisik 26
Penggunaan Lahan 26 Jenis Tanah 27
Kemiringan Lahan 28
Analisis Hidrologi Model SWAT 29
Delineasi Sub DAS 30
Pembentukan dan Definisi HRU 30
Pembentukan Data Iklim 31
Run SWAT 33
Kalibrasi 34
Validasi 37
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
13/103
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
14/103
7 Tampilan menu pembentukan data generator iklim 17
8 Tampilan menu pengaturan dan simulasi model SWAT 19
9
Tampilan kalibrasi parameter menggunakan menu Edit SWAT Input 21
10
Lokasi desa dan perkiraan Waduk Ciawi pada Google Earth 22
11 Transformasi dan identifikasi titik koordinat waduk 23
12 Pembentukan polygon DEM model waduk 23
13 Input data parameter waduk 24
14 Diagram alir penelitian 25
15 Peta tutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu 27
16
Peta jenis tanah Sub DAS Ciliwung Hulu 28
17 Peta kelerengan Sub DAS Ciliwung Hulu 29
18 Peta delineasi Sub DAS Ciliwung Hulu 30
19
Peta HRU ( Hydrology Response Unit ) Sub DAS Ciliwung Hulu 31 20 Rataan curah hujan bulanan tahun 1979-2010 32
21 Perbandingan debit harian observasi dengan hasil simulasi model
SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu 34
22 Perbandingan debit bulanan observasi dengan hasil simulasi model
SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu 34
23 Fluktuasi debit harian observasi dan hasil simulasi terkalibrasi model
SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu 36
24
Perbandingan debit bulanan observasi dan hasil simulasi terkalibrasi
model SWAT Sub DAS Ciliwung Hulu 36
25
Fluktuasi debit bulanan observasi dan hasil validasi simulasi modelSWAT Sub DAS Ciliwung Hulu 37
DAFTAR LAMPIRAN
1
Pembagian DAS Ciliwung berdasarkan administrasi daerah 49
2 Pembagian zona UTM wilayah Indonesia 50
3 Peta DEM ( Digital Elevation Model ) Jawa Barat 51
4 Peta lokasi stasiun cuaca 52
5
Peta lokasi Waduk Ciawi 53
6 Pembagian subbasin Sub DAS Ciliwung Hulu 54
7
Data Generator Iklim (Weather Generator Data) 55
8 Data curah hujan dan debit harian tahun 2008-2009 56
9 Data debit bulanan tahun 2008-2010 73
10 Data debit bulanan tahun 2008-2009 pada titik outlet 1, titik outlet 6,
dan titik outlet 7 hasil 15 skenario pemodelan waduk 74
11 Fluktuasi debit aliran pada masing-masing titik outlet hasil skenario
pemodelan waduk 77
12
Fluktuasi debit aliran masing-masing skenario pemodelan waduk 80
http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681513http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681513http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681514http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681514http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681514http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681514http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681515http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681515http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681516http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681516http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681518http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681518http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681518http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681518http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681522http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681521http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681518http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681516http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681515http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681514http://c/Users/ASUS/Desktop/Skripsi%20-%20Lutfhi%20Adhytia%20Putra_F44100047.docx%23_Toc413681513
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
15/103
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu wilayah yang dibatasi
punggung bukit dimana hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan dialirkan pada
satu outlet yang sama. Pengelolaan DAS dibagi atas tiga bagian yaitu DAS bagian
hulu, tengah, dan hilir. DAS bagian hulu merupakan daerah penting dalam suatu
DAS, karena memiliki peran sebagai daerah peresapan air dengan tujuan untuk
mengurangi aliran permukaan dan timbulnya kejadian banjir. Kondisi hidrologis
suatu DAS dapat dilihat dari kemampuan DAS tersebut dalam menyerap, menahan,
menyimpan, dan mengalirkan air sehingga tercipta keseimbangan air. Kondisi
hidrologis suatu DAS dikatakan baik jika pada DAS tersebut tidak terjadi banjir
pada musim penghujan dan tidak terjadi kekeringan pada musim kemarau (Carolina
2012). Terganggunya salah satu komponen di dalam DAS akan menyebabkanterjadinya perubahan kondisi hidrologis DAS tersebut.
Pemanfaatan DAS secara intensif mengakibatkan terjadinya konversi lahan
di bagian hulu yang membawa dampak negatif terhadap keseimbangan dan kualitas
sumberdaya air. Konversi lahan pada umumnya terjadi pada penggunaan lahan
hutan menjadi daerah perkebunan dan pertanian, daerah perkebunan menjadi lahan
pertanian dan permukiman, daerah pertanian menjadi permukiman dan industri.
Tidak jarang terdapat daerah hutan dan perkebunan yang berubah menjadi tanah
kosong, terlantar, dan gundul yang kemudian menjadi lahan kritis (Yustika 2013).
Perubahan tata guna lahan yang terjadi pada suatu kawasan menyebabkan
terjadinya perubahan kondisi kawasan catchment area dan dapat menyebabkan
perubahan aliran permukaan. Hal ini berpengaruh terhadap kondisi debit sungai dioutlet Sub DAS dan DAS tersebut. Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab
utama tingginya runoff dibandingkan dengan faktor lainnya. Apabila suatu hutan
yang berada dalam suatu daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka
debit puncak sungai akan meningkat antara 6 sampai 20 kali. Angka tersebut
tergantung dari jenis hutan dan jenis pemukiman (Kodoatie et al . 2008).
Pertambahan penduduk yang mempunyai kecenderungan meningkat seiring
bertambahnya waktu, menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan termasuk di
DAS bagian hulu. Peningkatan kebutuhan lahan ini berbanding lurus dengan
perubahan fungsi lahan. Perubahan fungsi lahan dapat mempengaruhi fungsi
hidrologis DAS. Ketika musim penghujan air tidak terserap sepenuhnya oleh lahan
dan mengakibatkan limpasan air yang berlebihan, yang tidak termanfaatkan, dan
mengakibatkan kerusakan lingkungan seperti erosi dan sedimentasi. Sedimentasi
akan mempengaruhi umur bangunan-bangunan penampung air seperti waduk.
Dengan semakin besarnya volume sedimen, beban waduk akan semakin berat
(Oeurng et al . 2011).
DAS memiliki komponen-komponen hidrologi yang kompleks dan mungkin
sulit untuk dipahami secara keseluruhan. Proses hidrologi yang terjadi di suatu
wilayah merupakan faktor penting dalam menentukan besarnya debit aliran pada
outlet sungai seperti curah hujan, infiltrasi, limpasan, evapotranspirasi, retensi
permukaan, dan air tanah. Selanjutnya faktor kemiringan lahan, jenis tanah, dan
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
16/103
2
vegetasi di atasnya sangat berperan dalam menentukan besarnya limpasan yang
terjadi dan air yang dapat disimpan ke dalam tanah melalui proses infiltrasi.
Pengelolaan DAS merupakan faktor penting yang mempengaruhi kualitas
sumberdaya alam dan ekosistem DAS. DAS Ciliwung Hulu termasuk kedalam
DAS yang banyak mendapatkan perhatian karena di bagian wilayah hilir DASCiliwung yaitu ibukota negara (Jakarta) sering mengalami kejadian banjir. Tekanan
pembangunan yang tinggi pada Sub DAS Ciliwung Hulu menyebabkan DAS ini
tergolong salah satu DAS yang mengalami degradasi. Kondisi ini dicirikan oleh
pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan tidak disertai
dengan usaha konservasi tanah dan air, serta perubahan pola penggunaan lahan
bervegetasi (Yustika 2013).
Pemerintah DKI Jakarta saat ini memiliki program untuk membantu
mengatasi banjir dan mengurangi beban air yang masuk dari hulu ke Jakarta.
Program tersebut adalah pembangunan beberapa unit waduk di beberapa lokasi
sepanjang aliran DAS Ciliwung dan salah satunya di bagian hulu sungai.
Keberadaan waduk tersebut dapat menampung air dari hulu dan dapat menjadi potensi sumber air baku di wilayah tersebut. Waduk yang direncanakan adalah
Waduk Ciawi yang berlokasi di Desa Cipayung, Kecamatan Ciawi, Kabupaten
Bogor.
Suatu pemodelan hidrologi yang dapat bekerja dengan cepat dan hasil yang
akurat diperlukan untuk mengetahui kondisi tutupan lahan dan kondisi biofisik
lainnya pada suatu DAS yang cukup luas, serta untuk mengetahui respon hidrologi
berupa fluktuasi debit aliran dan sedimentasi sebagai akibat kondisi biofisik
tersebut. Model SWAT (Soil and Water Assessment Tool ) menurut Gassman et al .
(2007), merupakan salah satu model hidrologi yang dianggap paling efektif dalam
simulasi hidrologi dan pengelolaan DAS dan dianggap sebagai model yang paling
banyak digunakan saat ini. Model ini dapat melakukan proses secara cepat dalam
mengkaji hubungan input , proses, dan output dari suatu sistem hidrologi, sehingga
dapat mengetahui karakteristik dan respon hidrologi suatu DAS yang luas dalam
jangka waktu yang panjang. Model ini juga dapat digunakan dalam memprediksi
kondisi hidrologi DAS berdasarkan perubahan penggunaan lahan, penerapan teknik
konservasi tanah, dan terjadinya perubahan iklim global (Neitsch et al . 2011).
Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini mencoba mengaplikasikan model
SWAT untuk melihat respon hidrologi dari kondisi biofisik suatu Sub DAS
terutama kondisi tutupan lahannya, serta untuk menganalisis respon hidrologi dari
penerapan teknik konservasi bangunan air pada Sub DAS yang sama agar dapat
direkomendasikan penerapannya di lapangan.
Perumusan Masalah
Pengelolaan lahan DAS Ciliwung bagian hulu pada saat ini dapat dikatakan
masih belum berkelanjutan. Hal ini antara lain dicirikan oleh terjadinya konversi
lahan dari lahan pertanian ke penggunaan non pertanian, peningkatan aliran
permukaan dari tahun ke tahun, semakin tingginya perbedaan debit sungai antara
musim penghujan dan musim kemarau dan terjadinya peningkatan erosi.
Berdasarkan hasil evaluasi Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung (2002), nilai
erosi pada tahun 2001 sebesar 247.28 t ha-1 tahun-1 dan pada tahun 2002 meningkat
menjadi 443.21 t ha-1
tahun-1
. Hasil penelitian Singgih (2000) dengan menggunakan
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
17/103
3
simulasi model HEC-1 terhadap debit, volume banjir, dan kontribusi terhadap
banjir di bagian hilir, menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan tahun 1981
dan tahun 1999 di DAS Ciliwung Hulu mengindikasikan terjadi peningkatan debit
sebesar 67%, volume banjir 59%, dan kontribusi banjir di bagian hilir 8%.
Program pembangunan waduk yang telah direncanakan sejak tahun 2003 danmembutuhkan anggaran dana yang besar menjadi pertanyaan apakah akan dapat
bekerja secara efektif dan mampu membantu mengatasi permasalahan banjir yang
terjadi di bagian hilir Sungai Ciliwung. Penggunaan model sebagai suatu
penyederhanaan dari realitas yang sebenarnya diperlukan untuk membantu dalam
memprediksi proses yang terjadi di dalam DAS. SWAT (Soil and Water Assessment
Tool ) merupakan suatu model yang dapat memperkirakan kondisi hidrologi
berbasis proses fisik ( physical based model ), sehingga memungkinkan sejumlah
proses fisik yang berbeda untuk disimulasikan pada suatu DAS (Neitsch et al .
2011).
Berkaitan dengan kondisi tersebut, maka untuk kepentingan penelitian ini
dirumuskan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian iniadalah sebagai berikut.
1.
Identifikasi kondisi biofisik (tutupan lahan, jenis tanah, dan kelerengan) Sub
DAS Ciliwung Hulu.
2.
Respon hidrologi yang berupa debit aliran sungai berdasarkan kondisi biofisik
Sub DAS Ciliwung Hulu.
3. Skenario pemodelan waduk untuk mengetahui respon hidrologi setelah
dilakukan pemodelan waduk dengan menggunakan SWAT.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis respon hidrologi berdasarkan kondisi biofisik Sub DAS Ciliwung
Hulu dengan menggunakan model SWAT sebelum dilakukan penerapan
skenario model waduk.
2. Menganalisis respon hidrologi berdasarkan penerapan skenario model waduk
dengan menggunakan SWAT.
3. Menganalisis efektivitas pembangunan Waduk Ciawi berdasarkan hasil
perbandingan respon hidrologi sebelum dan setelah dilakukan penerapan
skenario model waduk dengan menggunakan SWAT.
Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini diharapkan akan dapat:
1. Memberikan informasi mengenai pengaruh pembangunan Waduk Ciawi sebagai
salah satu upaya dalam penanganan kejadian banjir DAS Ciliwung.
2. Memberikan rekomendasi penanganan bencana banjir yang sesuai dengan
kondisi lokasi kajian DAS Ciliwung Hulu.
3.
Memberikan masukan bagi pemangku kepentingan utamanya pembuat
kebijakan dan pengambil keputusan dalam merencanakan pengelolaan DAS
Ciliwung Hulu.
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
18/103
4
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dibatasi secara kewilayahan hanya membahas DAS Ciliwung
bagian hulu.2. Secara teknis, permasalahan yang diangkat dalam lingkup penelitian ini hanya
dilakukan pada aspek biofisik (tutupan lahan, jenis tanah, dan kelerengan) dari
Sub DAS Ciliwung Hulu dan tidak dilakukan kajian pada aspek sosial, ekonomi,
dan kelembagaan.
3. Respon hidrologi yang diteliti dibatasi hanya pada debit aliran sungai. Adapun
data yang digunakan sebagai parameter dalam SWAT merupakan data-data
sekunder seperti data tata guna lahan, data jenis tanah, data kelerengan, data
debit, data curah hujan, dan sebagainya. Data-data tersebut diolah dengan
menggunakan program ArcSWAT.
TINJAUAN PUSTAKA
DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung
Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung
gunung sehingga air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung dan
dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak 1995). Menurut
Chow et al. (1988), DAS dipandang sebagai suatu sistem hidrologi dimana curah
hujan merupakan input dan aliran sungai serta evapotranspirasi adalah output
sistem. Secara operasional DAS dapat didefinisikan sebagai wilayah yang terletakdi atas suatu titik pada sungai yang oleh batas-batas topografi mengalirkan air yang
jatuh diatasnya ke dalam sungai yang sama pada sungai tersebut.
DAS Ciliwung merupakan salah satu DAS besar yang mengalir melintasi dua
propinsi serta kabupaten/kota dan memiliki fungsi penting bagi masyarakat sekitar
yaitu sebagai sumber air baku, penggelontoran, jalur transportasi, dan lain-lain.
Sungai Ciliwung merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Ciliwung-
Cisadane. Sebagai bagian dari SWS Ciliwung-Cisadane, Sungai Ciliwung
mempunyai daerah tangkapan ±337 km2, mengalir sepanjang 117 km bermata air
di Gunung Pangrango dan bermuara di wilayah perairan Laut Jawa. Sungai
Ciliwung mengairi sekitar 3,853 ha sawah dari bendung Katulampa. Daerah hulu
Sungai Ciliwung yang berfungsi sebagai kawasan resapan air dan melindungidaerah di bawahnya sangat sensitif terhadap resiko serius pada kerusakan
lingkungan. Kawasan resapan air merupakan kawasan yang mempunyai
kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat
pengisian air bumi (akuifer) yang bermanfaat sebagai sumber air. Kondisi DAS
Ciliwung saat ini sangat mengkhawatirkan, karena selain banjir yang sering terjadi,
juga karena tingkat erosi dan sedimentasi yang terjadi terlalu tinggi (BPDAS
Ciliwung-Cisadane 2004).
Menurut Pawitan (2002), DAS Ciliwung dibagi kedalam tiga bagian
berdasarkan toposekuensinya, yaitu hulu, tengah, dan hilir, masing-masing dengan
stasiun pengamatan arus sungai di Bendung Katulampa Bogor, Ratujaya Depok,
dan Pintu Air Manggarai Jakarta Selatan. Berdasarkan wilayah administrasi, DAS
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
19/103
5
Ciliwung (dari hulu sampai hilir) dibagi menjadi enam segmen yang melingkupi
Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kota Administratif Depok, dan Propinsi DKI
Jakarta dengan delineasi wilayah sebagai berikut.
a.
Bagian hulu DAS Ciliwung sebagian besar termasuk wilayah Kabupaten Bogor
(Kecamatan Megamendung, Cisarua, dan Ciawi) dan sebagian kecil Kota MadyaBogor (Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kota Bogor Selatan).
b. Bagian tengah DAS Ciliwung termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan
Sukaraja, Cibinong, Bojong Gede, dan Cimanggis), Kota Madya Bogor
(Kecamatan Kota Bogor Timur, Kota Bogor Tengah, Kota Bogor Utara, dan
Tanah Sareal), dan Kota Administratif Depok (Kecamatan Pancoran Mas,
Sukmajaya, dan Beji).
c. Bagian hilir sampai dengan Pintu Air Manggarai termasuk wilayah administrasi
pemerintahan Kota Madya Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, lebih ke hilir dari
Pintu Air Manggarai, termasuk saluran buatan Kanal Barat, Sungai Ciliwung ini
melintasi wilayah Kota Madya Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara.
Gambar 1 Upstream, middlestream, dan downstream DAS Ciliwung (jakarta.go.id)
Secara umum wilayah DAS Ciliwung terbentuk oleh batuan vulkanik yang
bersifat piroklastik, yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi,
yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan satuan breksi tufaan) dan Gunung Salak
(berupa aluvium/kpal dan kipas aluvium/kpal). Endapan permukaan umumnya
berupa aluvial yang tersusun oleh tanah, pasir, dan kerikil hasil dari pelapukan
endapan. Bahan induk geologi tersebut menghasilkan tanah-tanah yang relatifsubur. Jenis tanah yang dominan ialah latosol coklat kemerahan, andosol cokelat,
dan aluvial kelabu. Keadaan DAS Ciliwung yang semakin rusak telah semakin
nyata dapat kita lihat bersama. Beberapa indikator kerusakan DAS diantaranya
tingginya persentase alih fungsi lahan, tingginya tingkat pencemaran sungai dan
lingkungan, yang secara perlahan merusak kultur tanah DAS dan pada akhirnya
menyebabkan penurunan kemampuan resap tanah pada DAS Ciliwung (BPDAS
Citarum-Ciliwung 2002).
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
20/103
6
Debit Aliran
Arsyad (2010) menyatakan bahwa aliran permukaan ( surface runoff ) adalah
air yang mengalir di atas pemukaan tanah dan merupakan bentuk aliran yang
penting sebagai penyebab erosi karena mengangkut bagian-bagian tanah. Aliran permukaan mempunyai sifat yang dinyatakan dalam jumlah, kecepatan, laju, dan
gejolak aliran permukaan. Sifat-sifat ini mempengaruhi kemampuan dalam
menimbulkan erosi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat aliran permukaan adalah: (1) curah
hujan: jumlah, intensitas, dan distribusi; (2) temperatur udara; (3) tanah: tipe, jenis
substratum, dan topografi; (4) luas DAS; (5) tanaman/tumbuhan penutup tanah; dan
(6) sistem pengelolaan tanah. Pengaruh faktor-faktor tersebut sedemikian
kompleksnya, sehingga meskipun semuanya dapat diketahui, keadaan aliran
permukaan yang terjadi hanya mungkin dapat dihitung sampai mendekati keadaan
sebenarnya (Arsyad 2010). Aliran permukaan akan mengalir ke dalam saluran-
saluran yang kecil dan masuk ke aliran sungai yang lebih besar terakumulasimenjadi debit aliran sungai.
Dalam proses hidrologi, aliran air sungai terbentuk dari beberapa sumber air
yang berada pada bukit atau gunung. Bukit dan gunung merupakan daerah penyerap
dan penyimpan cadangan air yang berasal dari air hujan. Cadangan air yang diserap
tersebut masuk ke dalam tanah dan batuan. Karena volume air tersimpan dalam
jumlah besar, air keluar ke permukaan melalui tekuk lereng. Air yang keluar
tersebut kemudian mengalir pada permukaan yang kemudian menjadi sungai.
Aliran ini mengalir ke permukaan yang memiliki ketinggian lebih rendah, sesuai
dengan sifat air yang mengalir dari tempat dengan tempat tinggi ke rendah. Saat
dilakukan pengukuran tinggi permukaan air oleh alat ukur, diperoleh debit aliran
sungai. Debit aliran sungai merupakan laju aliran air (volume air) yang melewatisuatu penampang melintang sungai per satuan waktu, di mana satuan besaran debit
dalam satuan internasional adalah meter kubik per detik (m3 s-1) (Rau 2012).
Fluktuasi debit yang didefinisikan sebagai perbandingan antara debit
maksimum (Qmaks) dengan debit minimum (Qmin) atau yang disebut Koefisien
Regim Sungai (KRS) dapat memberikan gambaran tingkat kesehatan suatu DAS.
Semakin kecil nilai KRS suatu DAS maka DAS tersebut kondisinya semakin sehat
(Dirjen RLPS 2009). Debit aliran kecil menunjukkan kecenderungan meningkat
dan tidak terjadi fluktuasi debit yang mencolok antara musim hujan dan musim
kemarau adalah kondisi DAS yang dianggap normal (Asdak 1995).
Penggunaan Lahan (Land Use )
Penggunaan lahan (land use) merupakan campur tangan manusia terhadap
kondisi lahan, baik secara menetap maupun berkala untuk memenuhi kebutuhan
hidup baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan
kedalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan
lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar
kedalam macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan lahan yang
diusahakan. Berdasarkan hal itu, dikenal berbagai macam penggunaan lahan seperti
sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, ladang, perkebunan, dan hutan.
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
21/103
7
Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan menjadi penggunaan kota atau
desa (pemukiman), industri, rekreasi, dan sebagainya (Arsyad 2010).
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan
bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO 1976). Perubahan
penggunaan lahan ialah adanya pertambahan/pengurangan luas suatu jenis
penggunaan lahan akibat dari adanya pertambahan/pengurangan penggunaan lahan
yang lain. Perubahan penggunaan lahan memberikan pengaruh nyata terhadap
kualitas DAS yang ada di sekitarnya. Hasil penelitian di banyak negara telah
memberikan informasi mengenai pengaruh komposisi vegetasi terhadap kondisi
aliran air. Menurut Asdak (1995), secara umum kenaikan aliran air disebabkan oleh
penurunan penguapan air oleh vegetasi (transpiration) dan dengan demikian aliran
air permukaan maupun air tanah semakin besar.
Pemanfaatan DAS secara intensif mengakibatkan terjadinya konversi lahan
di bagian hulu yang membawa dampak negatif terhadap keseimbangan dan kualitassumberdaya air. Konversi lahan pada umumnya terjadi pada penggunaan lahan
hutan menjadi daerah perkebunan dan pertanian, daerah perkebunan menjadi lahan
pertanian dan permukiman, daerah pertanian menjadi permukiman dan industri.
Tidak jarang terdapat daerah hutan dan perkebunan yang berubah menjadi tanah
kosong, terlantar dan gundul yang kemudian menjadi lahan kritis. Fakhrudin (2003)
mengemukakan bahwa, berdasarkan hasil analisis penggunaan lahan, luas
permukiman di Sub DAS Ciliwung meningkat secara subtansial dari 1990 sampai
1996 (meningkat 67.88%). Penurunan luas lahan pertanian dan hutan, dan
peningkatan luas lahan terbangun tersebut telah meningkatkan debit puncak
hidrograf pada Stasiun Katulampa dari 150 m3 s-1 menjadi 205 m3 s-1.
Gejala Banjir DKI Jakarta
Banjir di DKI Jakarta bukan merupakan hal baru, tetapi hampir terjadi setiap
tahun dengan skala dan intensitas yang bervariasi. Kasus banjir di DKI yang
menimbulkan kerugian besar telah terjadi pada setiap periodenya dan puncaknya
pada tahun 2007. Pada besaran curah hujan yang sama dengan saat kejadian banjir
tersebut, DKI Jakarta akan tetap mengalami kebanjiran ulang, terutama bila tata
lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki aliran sungai melewati
DKI Jakarta tidak diperbaiki secara serius. Dalam konteks ini, banjir di DKI Jakarta
yang telah terjadi secara berulang-ulang merupakan gejala ( symptom) dari
terlampauinya kapasitas DAS-DAS untuk meregulasi debit yang aliran sungainya
melewati DKI Jakarta, dan salah satunya yaitu Sungai Ciliwung (BPDAS Citarum-
Ciliwung 2007).
Kejadian banjir yang diartikan sebagai luapan air hujan dari penampungan
merupakan fenomena alam sebagai akibat hujan tidak tertampung oleh tanah dan
penampungan permukaan baik dalam bentuk kolam, danau/situ, badan sungai dan
saluran drainase. Faktor yang berpengaruh terhadap fenomena alam banjir ini dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu faktor bentukan alam yang
dipengaruhi tidak hanya oleh kondisi lokal tetapi juga kondisi global (iklim, pasang
surut muka laut, morfologi) dan faktor bentukan manusia (penggunaan lahan,
saluran drainase buatan). Bencana banjir yang terjadi pada akhir Januari dan awal
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
22/103
8
Februari 2002 di Jakarta merupakan indikator yang sangat nyata telah terjadinya
kerusakan lingkungan. Kegiatan dan aktivitas manusia yang bersifat mengubah
pola tata guna lahan, atau pola penutupan lahan dalam suatu DAS dapat
mempengaruhi besar-kecilnya air yang dihasilkan dari DAS (BPDAS Citarum-
Ciliwung 2002).DAS Ciliwung termasuk dalam DAS Prioritas Nasional (Kemenhut 2009).
Pelanggaran terhadap tata ruang, penegakkan hukum yang lemah, dan kerusakan
hutan yang terletak di hulu-hulu sungai secara langsung merupakan penyebab
terjadinya bencana yang terjadi dewasa ini. Permasalahan banjir di DKI Jakarta
tidak bisa lepas dari keberadaan 13 sungai yang bermuara di bagian Utara Jakarta.
Ketiga belas sungai itu adalah Mookervaart, Kali Angke, Kali Pasangrahan, Kali
Grogol, Kali Krukut, Kali Baru Barat, Ciliwung, Kali Baru Timur, Kali Cipinang,
Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jati Keramat, dan Kali Cakung (Singgih 2000 dalam
Pawitan 2002). Ketiga belas sungai tersebut ada yang bermula dari daerah Serpong,
Parung, Depok, dan Sungai Ciliwung yang merupakan sungai terpanjang yang
melalui DKI Jakarta berhulu di daerah Bogor, Puncak dan berasal dari GunungPangrango. Berdasarkan peta administratif dan batas DAS/Sub DAS, Ciliwung
58% (85,650 ha) berada diluar wilayah DKI Jakarta serta 42% (62,730 ha) berada
di wilayah administratif DKI Jakarta, sehingga dengan demikian membahas
permasalahan banjir di DKI Jakarta tidak terlepas dengan perkembangan
pembangunan dan perubahan tataguna lahan dan penutupan lahan yang ada di
dalam dan di luar DKI Jakarta.
Kapasitas sistem pengendalian banjir DKI Jakarta yang masih rendah
menjadikan wilayah tersebut sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap banjir,
baik dari limpahan hujan lokal maupun dari limpahan hujan daerah Bopunjur.
Rendahnya kapasitas tersebut antara lain karena rendahnya hidrotopografi
(terutama wilayah sepanjang pantai Jakarta dan wilayah tengah), keterbatasan lahan
untuk saluran dan tampungan, kurang tepatnya prediksi beban banjir, dan kurang
efektifnya pengelolaan sistem pengendalian yang ada (BPDAS Ciliwung-Cisadane
2004).
Upaya untuk mengatasi banjir di DKI Jakarta sudah banyak dilakukan melalui
beberapa program dengan curahan dana dan usaha yang besar, tetapi kejadian banjir
tetap berulang. Respon atas kejadian banjir Jakarta telah menghasilkan banyak
rekomendasi dan rumusan program yang sasarannya adalah memecahkan masalah
pengelolaan DAS terpadu dan pengendalian banjir. Sebagian besar rekomendasi
dan program masih bersifat makro dan belum dikaitkan dengan tapak dimana
masalah tersebut terjadi, serta belum dipertimbangkannya secara mendalamkarakteristik hulu, tengah, dan hilir DAS. Akibatnya, implementasi program dan
kegiatan belum terfokus pada upaya penyelesaian masalah riil di lapangan.
Waduk Ciawi
Waduk menurut pengertian umum adalah tempat pada permukaan tanah yang
digunakan untuk menampung air saat terjadi kelebihan air atau musim penghujan
sehingga air tersebut dapat dimanfaatkan pada musim kering. Waduk dapat terjadi
secara alami maupun buatan yang dibangun oleh manusia. Sumber air waduk
terutama berasal dari aliran permukaan ditambah dengan air hujan langsung. Air
yang ditampung di dalam waduk dapat digunakan untuk keperluan irigasi, air
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
23/103
9
minum, industri, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Sehingga fungsi utama waduk
adalah bangunan untuk mengatur air dengan cara menampung air pada saat terjadi
surplus di sumber air agar dapat dipakai sewaktu-waktu saat terjadi kekurangan air
dan digunakan dalam berbagai keperluan.
Informasi dari UPT Pengairan Wilayah Ciawi menyebutkan kurang lebihempat desa akan dijadikan lokasi pembangunan waduk di dua kecamatan, yakni
Kecamatan Ciawi dan Kecamatan Megamendung. Desa-desa itu adalah Desa
Cibogo, Desa Gadog, dan Desa Cipayung (Datar dan Girang) di Kecamatan
Megamendung. Pintu masuk air melalui Ciawi sehingga dikenal dengan nama
Waduk Ciawi. Profil dari Waduk Ciawi adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Profil Waduk Ciawi
Waduk Ciawi
Lokasi waduk Cibogo, Katulampa
Total daya tampung (m3
) 35.67 jutaLuas catchment area DAS (km2) 105Luas lahan dibutuhkan (ha) 200Luas kapasitas genangan waduk (ha) 137.08Volume tampung (m3) 35.67 jutaTinggi bendungan (m) 90
Kedalaman (m) 85
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta
Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta menyatakan bahwa tujuan
pembangunan Waduk Ciawi adalah sebagai berikut.
1.
Mereduksi debit puncak banjir Sungai Ciliwung sekitar 370 m3
s-1
.2.
Menyediakan air baku wilayah Bogor dan DKI Jakarta sebanyak 5.22 m3 s-1.
3. Meningkatkan intensitas tanam daerah irigasi Katulampa dan Cibanon seluas
1.103 ha.
4. Menyediakan air untuk penggelontoran ke Bogor dan DKI Jakarta.
5. Sebagai objek pariwisata.
6. Sebagai wadah konservasi sumberdaya air.
Geographic I nformation System (GIS)
Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG)
merupakan sistem yang memberikan banyak bantuan terhadap informasikeruangan. GIS merupakan suatu sistem yang dirancang untuk mengumpulkan,
menyimpan, mengubah, memanipulasi, menganalisis, menampilkan, dan
mengeluarkan data yang berhubungan dengan fitur-fitur geografis. Sistem ini tidak
hanya meliputi penggunaan perangkat lunak dan keras, tetapi juga database yang
diperlukan atau dikembangkan dan personal yang mengerjakan (Bettinger dan
Wing 2004). Software Sistem Informasi Geografis (SIG) banyak digunakan karena
penggunaannya lebih mudah dan akurat jika dibandingkan dengan metode
konvensional.
Aplikasi GIS digunakan dalam berbagai keperluan informasi keruangan,
selama data yang digunakan memiliki referensi geografi. Pada pelaksanaannya, GIS
digunakan untuk melakukan pengolahan data peta digital yang memiliki sistem
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
24/103
10
koordinat sendiri. Sistem koordinat merupakan pendefinisian suatu titik awal dari
pembuatan peta. Sistem koordinat di Indonesia terdiri dari sistem koordinat
geografis dan sistem koordinat Universal Transverse Mecator (UTM). Kedua
sistem koordinat tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Pada
koordinat geografis, bumi dibagi menurut garis khayal yang biasa disebut dengangaris lintang (latitude/paralell ) dan garis bujur (longitude/meridian). Pada sistem
koodinat UTM permukaan bumi dibagi kedalam 60 bagian zona bujur dan setiap
zona dibatasi oleh 2 meridian selebar 6° yang memiliki meridian tengah sendiri.
Zona 1 sampai 60 dimulai dari 180°-174°, 174°-168° BB dan seterusnya, sampai
174°-180° BT. Pada wilayah Indonesia terdapat sembilan zona, yaitu zona 46-54
(Gandasasmita et al . 2003).
GIS memiliki dua jenis data yang berbeda, yaitu data vektor dan data raster.
Data vektor merupakan data yang tidak memiliki bentuk dan ketentuan, di mana
data ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu point , line, dan polygon. vektor
menggunakan koordinat x dan y dalam menampilkan data spasial (Chang 2003).
Data raster merupakan informasi data yang terdiri dari satuan piksel yang memilikikolom serta baris tertentu, seperti data hasil citra satelit maupun Digital Elevation
Model (DEM). Data raster merupakan hal penting dalam penerapan GIS.
GIS terdiri atas 4 komponen, yaitu hardware, software, brainware, dan data
spasial. Tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan GIS dengan tujuan apapun sangat
bergantung dari interaksi keempat komponen ini. ArcGIS adalah salah satu
perangkat lunak yang dikembangkan oleh ESRI ( Environment Science & Research
Institute) yang merupakan kompilasi fungsi-fungsi dari berbagai macam perangkat
lunak GIS yang berbeda, seperti GIS desktop, server , dan GIS berbasis web. Produk
utama dari ArcGIS adalah ArcGIS desktop, dimana ArcGIS desktop merupakan
perangkat lunak GIS profesional yang komprehensif dan dikelompokkan atas tiga
komponen, yaitu ArcView (komponen yang fokus pada penggunaan data yang
komprehensif, pemetaan, dan analisis), ArcEditor (lebih fokus ke arah editing data
spasial), dan ArcInfo (lebih fokus pada penyajian fungsi-fungsi GIS termasuk untuk
keperluan analisis geoprocessing ). Software ArcGIS inilah yang akan digunakan
dalam proses pemetaan.
Soil and Water Assessment Tool (SWAT)
SWAT adalah model yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold pada awal
tahun 1990-an untuk pengembangan Agricultural Research Service (ARS) dari
USDA. Model tersebut dikembangkan untuk melakukan prediksi dampak jangka
panjang dari manajemen lahan pertanian terhadap air, sedimentasi, dan jumlah
bahan kimia, pada suatu area DAS yang kompleks dengan mempertimbangkan
variasi jenis tanahnya, tata guna lahan, serta kondisi manajemen suatu DAS setelah
melalui periode yang lama. SWAT merupakan hasil gabungan dari beberapa model,
diantaranya adalah Simulator for Water Resources in Rural Basin (SWWRRB),
Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management System (CREAMS),
Groundwater Loading Effect an Agricultural Management System (GREAMS), dan
Erosion Productivity Impact Calculator (EPIC) (Neitsch et al. 2012).
Model SWAT berbasis fisik, efisien secara komputerisasi, dan mampu
membuat simulasi untuk jangka waktu yang panjang. Komponen utama model
adalah iklim, tanah, tutupan lahan termasuk pola tanam dan pengelolaan tanaman,
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
25/103
11
kelerengan, suhu, dan curah hujan. Dalam SWAT, DAS dibagi menjadi beberapa
subbasin, yang kemudian dibagi lagi kedalam unit respon hidrologi ( Hydrologic
Response Units = HRU) yang memiliki karakteristik tutupan lahan, kelerengan, dan
tanah yang homogen. HRU didistribusikan pada subbasin secara spasial dalam
simulasi SWAT (Neitsch et al . 2011).Untuk prediksi secara akurat terhadap debit dan sedimen, siklus hidrologi
yang disimulasikan oleh model harus dikonfirmasikan dengan proses yang terjadi
di dalam DAS. Simulasi hidrologi DAS dapat dipisahkan menjadi dua bagian
utama. Bagian pertama adalah siklus hidrologi dari fase lahan (Gambar 2), yang
mana fase lahan pada siklus hidrologi mengontrol jumlah air, sedimen, unsur hara,
dan pestisida yang bergerak menuju saluran utama pada masing-masing Sub DAS.
Bagian kedua adalah fase air atau penelusuran dari siklus hidrologi yang dapat
didefinisikan sebagai pergerakan air, sedimen, dan lainnya melalui jaringan sungai
dalam DAS menuju ke outlet (Neitsch et al . 2011).
Gambar 2 Skema representasi siklus hidrologi model SWAT (Neitsch et al . 2012)
Model SWAT memungkinkan untuk diterapkan dalam berbagai analisis serta
simulasi suatu DAS, sehingga agar menghasilkan output yang baik, model SWAT
melakukan simulasi berdasarkan beberapa hal, diantaranya adalah:
1. Menjalankan proses secara fisik, yaitu menghasilkan output berdasarkan
informasi yang spesifik mengenai iklim, karakteristik tanah, topografi, vegetasi,
dan manajemen lahan pada suatu DAS. Hal ini memungkinkan model SWATdalam memodelkan DAS walaupun tanpa data observasi, serta dapat menghitung
pengaruh alternatif data input , seperti perubahan penggunaan lahan, data iklim,
dan lainnya.
2.
Menggunakan input yang telah tersedia, saat SWAT akan digunakan untuk
melakukan proses analisa yang lebih spesifik, maka diperlukan tambahan data
yang diperoleh dari instansi penelitian pemerintah.
3. Menggunakan perhitungan dengan proses yang lebih efisien, sehingga dalam
melakukan simulasi DAS yang luas serta dengan banyak strategi pengelolaan,
dapat menghemat waktu dan materi.
4. Memungkinkan untuk dapat melakukan penelitian untuk dampak dalam jangka
waktu yang lama.
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
26/103
12
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan pada bulan Juli hingga Desember
2014. Penelitian mengkaji kawasan DAS Ciliwung Hulu yang secara geografis
terletak pada 6°37'-6°46' LS dan 106°50'-107°00' BT. Pengolahan data dilakukan
di Kampus IPB Dramaga, Bogor menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
beberapa lembaga dan instansi pemerintah, diantaranya kantor BPDAS (Badan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) Citarum-Ciliwung dan SPAS (Stasiun
Pengamatan Arus Sungai) Katulampa Bogor.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputeratau laptop yang telah dilengkapi dengan perangkat lunak ArcGIS 10.1, ArcSWAT
versi 2012.10_1.14, pcpSTAT, Google Earth, dan Microsoft Office 2013.
Perhitungan nilai koefisien deterministik (R 2) dan nilai efisiensi Nash-Sutcliffe (NS)
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SWATPlot dan SWATGraph
yang secara otomatis akan menunjukkan grafik dan angka nilai R 2 dan NS untuk 2
seri data yang dibandingkan, yaitu data observasi dan data hasil model yang
diinginkan. Sedangkan untuk proses kalibrasi dan validasi model tidak
menggunakan perangkat lunak khusus seperti SWAT-CUP melainkan secara
manual. Kalibrasi manual dilakukan hanya terhadap satu parameter saja dengan
sistem coba-coba atau yang biasa disebut dengan trial and error .
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 jenis,yaitu data spasial dan data numerik. Data spasial digunakan untuk keperluan
pembentukan jaringan sungai, pembentukan outlet , batas DAS, dan HRU. Data-
data spasial dan numerik tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
1.
Peta DEM ( Digital Elevation Model ) Jawa Barat skala 1:25,000; sumber dari
Citra SRTM dengan resolusi 30 m.
2.
Peta batas DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung Hulu skala 1:25,000; sumber
dari BPDAS Citarum-Ciliwung.
3. Peta tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2009 skala 1:25,000 berdasarkan
interpretasi citra satelit wordview; sumber dari BPDAS Citarum-Ciliwung.
4. Peta jenis tanah DAS Ciliwung Hulu skala 1:25,000; sumber dari FAO ( Food
and Agriculture Organization).5. Data iklim tahun 1979-2010; sumber dari CRU (Climate Riset Unit ).
5.a.
Data curah hujan harian (mm)
5.b. Data temperatur maksimum dan minimum harian (°C)
5.c. Data kelembaban udara harian (%)
5.d. Data radiasi matahari harian (MJ m-2 hari-1)
5.e. Data kecepatan angin harian (m s-1)
6. Data debit observasi harian Sungai Ciliwung tahun 1991-2010; sumber dari
SPAS (Stasiun Pengamatan Arus Sungai) Katulampa Bogor.
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
27/103
13
Prosedur Analisis Data
Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini diawali dengan
munculnya gagasan atau ide penelitian, perumusan masalah, kemudian studi
literatur. Langkah berikutnya adalah pengumpulan data dan dilanjutkan dengan pengolahan data, kemudian dilakukan analisis data. Diagram alir penelitian
disajikan dalam Gambar 14 pada akhir bagian bab ini.
Pengolahan Data
Simulasi hidrologi menggunakan pemodelan SWAT membutuhkan data-data
spasial dan numerik. Sebelum dilakukan pemodelan menggunakan program
ArcSWAT, perlu dilakukan pengolahan data terlebih dahulu sebagai persiapan data
yang akan digunakan sebagai input dalam menjalankan program. Data-data yang
diolah tersebut adalah data spasial dengan membuat sistem koordinatnya terlebih
dahulu, dan data iklim dengan menghitung nilai akhir dari data harian yang telah
diperoleh sebagai masukan dalam weather generator data (.wgn) pada ArcSWAT.Pengolahan data spasial yang dimiliki seperti peta DEM, peta batas DAS, peta
tutupan lahan, dan peta jenis tanah diolah terlebih dahulu dengan membuat sistem
koordinat yang sesuai. Sistem koordinat yang digunakan adalah sistem koordinat
Universal Transverse Mecator (UTM). Menurut Gandasasmita et al. (2003), bahwa
pada wilayah Indonesia terdapat sembilan zona yaitu zona 46-54 (Lampiran 2).
Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa lokasi penelitian yang dikaji
berada pada zona 48 bagian selatan. Maka dari itu dibuat sistem koordinat dari data
spasial lokasi penelitian yang sesuai dengan masukan program adalah WGS 1984
UTM Zone 48S. Peta DEM dan peta batas DAS yang telah dibuat sistem
koordinatnya selanjutnya digunakan dalam rangka untuk membuat Watershed
Delineator (delineasi DAS). Sedangkan peta tutupan lahan dan peta jenis tanahselanjutnya digunakan dalam rangka pembentukan HRU ( Hydrology Response
Unit ).
Pembentukan HRU membutuhkan data input penggunaan lahan, jenis tanah,
dan kelerengan. Penggunaan lahan tanaman yang terdapat di Sub DAS Ciliwung
Hulu pada tahun 2009 yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder,
hutan tanaman, semak belukar, perkebunan, pertanian lahan kering, dan pertanian
lahan kering bercampur semak. Penggunaan lahan urban yaitu pemukiman dan
lahan terbuka. Kelerengan atau kemiringan lahan dibagi kedalam 5 kelas, yaitu
0-8%, 8%-15%, 15%-25%, 25%-40%, dan > 40%. Informasi data jenis tanah
diperoleh dari data sekunder.
Data numerik yang digunakan pada penelitian ini yaitu data iklim hariantahun 1979-2010 seperti yang telah disebutkan di atas. Pembuatan basis data iklim
untuk membuat data generator iklim (weather generator data) membutuhkan 14
parameter input yang perlu diolah terlebih dahulu berdasarkan data iklim. Data-data
tersebut dihitung terlebih dahulu agar dapat digunakan karena parameter input
dalam program ArcSWAT merupakan parameter iklim bulanan. Data iklim yang
digunakan merupakan hasil pengukuran dari satu stasiun penakar (pos hujan) yaitu
671069 (kode dari sumber) yang diperoleh dari Geo Climate Metereology (GCM).
Kode tersebut digunakan sebagai nama stasiun cuaca pada database program
ArcSWAT yaitu User Weather Station. Selain itu diperlukan juga input parameter
cuaca bulanan sebagai masukan data iklim bulanan pada User Weather Station
program ArcSWAT untuk membentuk data generator iklim (weather generator
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
28/103
14
data). Adapun parameter iklim bulanan yang dibutuhkan dalam pembuatan data
generator iklim dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Parameter input iklim bulanan pada weather generator data
Parameter Satuan Definisi
TMPMX °C Rata-rata temperatur maksimum bulanan
TMPMN °C Rata-rata temperatur minimum bulanan
TMPSTDMX °C Standar deviasi temperatur maksimum bulanan
TMPSTDMN °C Standar deviasi temperatur minimum bulanan
PCPMM mm H2O Jumlah rata-rata curah hujan bulanan
PCPSTD mm H2O Standar deviasi curah hujan harian dalam satu bulan
PCPSKW - Koefisien skew curah hujan harian dalam satu bulan
PR_W1 -Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari
kering dalam satu bulan
PR_W2 - Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari basahdalam satu bulan
PCPD hari Rata-rata jumlah hari hujan dalam satu bulan
RAINHHMX mmCurah hujan 0.5 jam maksimum pada seluruh
periode dalam satu bulan
SOLARAV MJ m-2 hari-1 Rata-rata radiasi matahari harian dalam satu bulan
DEWPT °C Rata-rata titik embun/beku dalam satu bulan
WNDAV m s-1 Rata-rata kecepatan angin dalam satu bulan
Parameter iklim di atas diolah menggunakan program Ms. Excel yaitu dengan
fitur pivot table. Pengolahan data menggunakan pivot table sangat mempermudah
dan mempercepat dalam mendapatkan hasil dibandingkan dengan menghitungmenggunakan rumus secara manual. Pengolahan data iklim menggunakan pivot
table hanya digunakan untuk menghitung 7 (tujuh) parameter saja, yaitu TMPMX,
TMPMN, TMPSTDMX, TMPSTDMN, RAINHHMX, SOLARAV, DEWPT, dan
WNDAV. Berikut merupakan tampilan pengolahan data menggunakan pivot table.
Gambar 3 Tampilan pengolahan data menggunakan pivot table
Fitur pivot table Hasil pivot table
Kotak dialog
pengaturan
pivot table
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
29/103
15
Sedangkan untuk pengolahan data curah hujan dimana terdapat 6 (enam)
parameter yaitu PCPMM, PCPSTD, PCPSKW, PR_W1, PR_W2, dan PCPD
dihitung dengan menggunakan program pcpSTAT. Pertama dimasukkan nama file
dari data curah hujan yang dimiliki, lalu ditentukan keluaran nama file hasil
perhitungan sesuai yang diinginkan, kemudian dimasukkan tahun pertama periode,terakhir ditentukan nilai masukan untuk baris data yang kosong atau tidak memiliki
nilai. Setelah selesai dan dilakukan eksekusi penghitungan secara otomatis oleh
program, maka diperoleh nilai keenam parameter dari data curah hujan yang
disebutkan di atas. Berikut merupakan tampilan program pcpSTAT.
Gambar 4 Tampilan program pcpSTAT
Parameter terakhir yaitu jumlah curah hujan 0.5 jam maksimum
(RAINHHMX), diperoleh dari penghitungan data curah hujan menggunakan rumus
Mononobe. Rumus Mononobe digunakan apabila data yang dimiliki hanya data
hujan harian dan tidak tersedia data hujan jangka pendek. Adapun rumus Mononobe
dapat dilihat pada persamaan (1) berikut.
I =R 2424
(24t )2 3⁄ (1)
Keterangan:
I = Intensitas curah hujan (mm jam-1)
R 24 = Curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)t = Waktu konsentrasi hujan (jam)
Menjalankan Program SWAT
a.
Delineasi DAS
Proses delineasi DAS dilakukan dengan menggunakan menu Watershed
Delineator (Gambar 5). Dalam membuat delineasi DAS terdapat beberapa tahapan
yang dilakukan yaitu pemasukan peta DEM grid (add DEM grid ), penentuan
jaringan sungai ( stream definition), penentuan outlet (outlet definition), seleksi dan
penentuan outlet DAS (watershed outlet selection and definition), dan
penghitungan parameter Sub DAS (calculate subbasin parameter ).
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
30/103
16
Proses delineasi batas luar Sub DAS Ciliwung Hulu berdasarkan peta DEM,
dilakukan secara otomatis oleh model SWAT setelah titik outlet yang merupakan
titik observasi pengukuran debit ditentukan, yang mana dalam penelitian ini adalah
bendung Katulampa pada koordinat 06°38'00.6" LS dan 106°50'13.7" BT. Hasil
delineasi ini adalah terbentuknya batas luar Sub DAS Ciliwung Hulu yang dalammodel SWAT didefinisikan sebagai basin. Bersamaan dengan terbentuknya basin,
terbentuk juga jaringan sungai dan titik-titik outlet pada setiap percabangan sungai
yang ada.
Gambar 5 Tampilan menu delineasi DAS
b.
Pembentukan dan Definisi HRU ( Hydrology Response Unit )
HRU merupakan unit analisis hidrologi yang dibentuk berdasarkan
penggunaan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lahan yang spesifik. Pembentukan
HRU dilakukan dengan overlay peta penggunaan lahan, jenis tanah, dan kemiringan
lahan. Setiap HRU yang terbentuk berisi informasi spesifik mengenai lahan tersebutyang mencakup penggunaan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lereng. HRU ini
tersebar dalam subbasin, sehingga dapat menggambarkan keadaan biofisik untuk
masing-masing subbasin tersebut. Langkah berikutnya setelah pembentukan HRU
yaitu pendefinisian HRU. Melalui menu definisi HRU ( HRU Definition) maka
dapat dilakukan penentuan kriteria spesifik untuk diaplikasikan dalam HRU.
Multiple HRU merupakan opsi yang dipilih dalam tahap definisi HRU. Pada
penggunaan threshold , masing-masing penggunaan lahan, jenis tanah, dan
kemiringan lereng menggunakan threshold sebesar 0%, artinya HRU terbentuk dari
data-data tersebut yang luasnya tidak lebih dari luas basin.
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
31/103
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
32/103
18
Tabel 3 File data input analisis hidrologi pada SWAT
No. Nama f i le Fungsi
1 Configuration File (.fig) Mengidentifikasi dan mendefenisi
jaringan hidrologi sungai (DAS beserta parameternya)
2 Soil Data (.sol) Membuat data jenis tanah
3 Weather Generator Data (.wgn) Membuat data generator iklim
4 Subbasin General Data (.sub) Membuat dan mengontrol keragaman
data parameter di tingkat Sub DAS
5 HRU General Data (.hru) Membuat dan mengontrol keragaman
data parameter di tingkat HRU
6 Main Channel Data (.rte) Membuat data saluran utama
(pergerakan air, sedimen, hara, dan
pestisida)
7 Groundwater Data (.gw) Membuat data air bawah tanah8 Water Use Data (.wus) Membuat data penggunaan air
9 Management Data (.mgt) Membuat data pengelolaan lahan
10 Soil Chemical Data (.chm) Membuat data kimia tanah
11 Pond Data (.pnd) Membuat data untuk badan air
12 Stream Water Quality Data (.swq) Membuat data kualitas aliran air
13 Operations Data (.ops) Membuat data operasi
14 Watershed General Data (.bsn) Membuat dan mengontrol keragaman
data parameter di tingkat DAS
15 Master Watershed File (.cio) File data informasi DAS mengenai
pilihan modeling , database, cuaca,
dan output specification
e.
Run SWAT
Simulasi model SWAT dapat dijalankan setelah proses input data selesai dan
database telah dibangun. Run model (Gambar 8) dapat dilakukan setelah mengisi
tanggal mulai dan tanggal akhir simulasi serta dipilih distribusi curah hujan yang
digunakan ( skewed normal ). Kemudian ditentukan hasil keluaran simulasi dalam
bentuk harian, bulanan, atau tahunan dan data-data apa saja yang ingin dicetak.
Dilanjutkan dengan klik Setup SWAT Run dan terakhir klik tombol Run SWAT .
Hasil dari simulasi dapat dilihat pada menu Read SWAT Output atau menggunakan
program SWATPlot dan SWATGraph.
Model SWAT yang telah dijalankan akan menghasilkan output file yang
terpisah untuk subbasin, HRU, dan outlet sungai. Beberapa variable output di lahan
atau subbasin ( file output.sub) dapat dilihat pada Tabel 4 dan variable output di
outlet sungai ( file output.rch) dapat dilihat pada Tabel 5. Pada penelitian ini periode
simulasi yang digunakan adalah periode Januari-Desember tahun 2008 dan 2009.
Dari sekian banyak output yang dikeluarkan model SWAT, penelitian ini hanya
difokuskan pada debit harian rata-rata yang dihasilkan (FLOW_OUT) pada outlet
sungai.
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
33/103
19
Gambar 8 Tampilan menu pengaturan dan simulasi model SWAT
Tabel 4 Variable output model SWAT pada subbasin
Variable Definisi
PRECIP Jumlah curah hujan (mm)
PET Evapotranspirasi potensial (mm)
ET Evapotranspirasi aktual (mm)
SW Kadar air tanah pada akhir periode waktu (mm)
PERC Air yang meresap melewati zona akar (mm)
SURQ Kontribusi aliran permukaan terhadap debit sungai (mm)
GW_Q Air bawah tanah (mm)WYLD Hasil air (mm)
SYLD Hasil sedimen (ton ha-1)
Tabel 5 Variable output model SWAT pada outlet sungai
Variable Definisi
FLOW_IN Debit sungai harian rata-rata yang masuk ke outlet (m3 s-1)
FLOW_OUT Debit sungai harian rata-rata yang keluar dari outlet (m3 s-1)
EVAP Jumlah kehilangan air harian rata-rata karena penguapan (m3 s-1)
TLOSS Jumlah kehilangan air harian rata-rata karena kebocoran (m3 s-1)
SED_IN Sedimen yang terangkut air dan masuk ke outlet (ton)SED_OUT Sedimen yang terangkut air dan keluar dari outlet (ton)
f. Kalibrasi
Setiap analisis yang menggunakan pemodelan harus disertai dengan
pengujian untuk menilai keakuratan output yang dikeluarkan model terhadap data
hasil observasi atau pengamatan lapangan. Kalibrasi merupakan suatu pengujian
model untuk mengetahui apakah model yang digunakan dapat menggambarkan
kondisi sebenarnya. Kalibrasi model dilakukan dengan cara mengubah nilai
parameter-parameter yang bersifat sensitif dan mempunyai pengaruh besar
terhadap proses hidrologi yang diukur lalu dilakukan simulasi kembali untuk
melihat perubahan output model yang terjadi. Perbandingan output debit hasil
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
34/103
20
simulasi SWAT dengan debit hasil observasi outlet di lapangan dilakukan dengan
menggunakan SWATPlot dan SWATGraph (George 2014).
Metode kalibrasi ada tiga, yaitu coba-coba, otomatis, dan kombinasi. Dalam
metoda coba-coba, nilai parameter dicocokkan secara manual dengan cara coba-
coba. Metode ini banyak digunakan dan direkomendasikan untuk model yangkomplek. Metode otomatis menggunakan algoritma untuk menentukan nilai fungsi
objektif dan digunakan untuk mencari kombinasi dan permutasi parameter dengan
tingkat keakuratan yang optimum. Metoda kombinasi dilakukan dengan
menggunakan kalibrasi otomatis untuk menentukan kisaran parameter lalu
selanjutnya dilakukan trial and error untuk menentukan detail kombinasi yang
optimal (Indarto 2012).
Pada tahap kalibrasi, data yang digunakan yaitu data debit harian dan bulanan
hasil observasi serta data debit harian dan bulanan hasil simulasi pada periode bulan
Januari-Desember tahun 2008 dan 2009. Kalibrasi dilakukan secara manual hanya
terhadap satu parameter saja dengan metode coba-coba atau yang biasa disebut
dengan trial and error . Perubahan nilai parameter dilakukan dengan menggunakanmenu Edit SWAT Input (Gambar 9). Nilai parameter yang diubah diberlakukan
terhadap seluruh subbasin dalam jaringan hidrologi DAS. Metode statistik yang
digunakan dalam melakukan kalibrasi dan validasi adalah model koefisien
determinasi (R 2) dan model efisiensi Nash-Sutcliffe (NS) yang direkomendasikan
oleh The American of Civil Engineers (Ahl et al . 2008). Persamaan model yang
digunakan adalah persamaan (2) dan persamaan (3).
R 2 =
∑ (Qobs,i - Qobs,i)ni=1 (Qcal,i - Qcal,i)
√ ∑ (Qobs,i - Qobs,i)2
ni=1 ∑ (Qcal,i - Qcal,i)
2ni=1
2
(2)
NS = 1 - [∑ (Qobs,i - Qcal,i)2ni=1∑ (Qobs,i - Q̅ obs,i)2ni=1 ] (3)Dimana Qobs,i adalah debit observasi (m
3 s-1), Qcal,i adalah debit simulasi (m3 s-1),
Qobs,i
adalah debit rata-rata observasi (m3 s-1), dan Qcal,i
adalah debit rata-rata
simulasi (m3 s-1).
Nilai R 2 berkisar antara 0 sampai dengan 1. Apabila nilai R 2 semakin
mendekati 1, berarti menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara data
simulasi dengan data observasi. Nash-Sutcliffe (NS) merupakan suatu model
statistik yang menunjukkan besar dari pengaruh hubungan data simulasi dan dataobservasi. Nilai NS berkisar antara 0 sampai dengan 1, yang mana nilai mendekati
1 menunjukkan bahwa performa dari suatu model yang baik. Model statistik NS ini
paling banyak digunakan untuk menunjukkan performa dari suatu model karena
dapat memberikan informasi yang lebih akurat mengenai nilai yang diberikan.
Kriteria nilai statistik untuk Nash-Sutcliffe (NS) dapat dilihat pada Tabel 6. Jika
hasil kalibrasi didapatkan hasil memuaskan atau layak maka model SWAT dapat
diaplikasikan disimulasikan untuk berbagai kondisi dalam manajemen sumber daya
air pada DAS tersebut.
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
35/103
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
36/103
22
Sebelum dilakukan pemodelan waduk, terlebih dahulu dilakukan identifikasi
terhadap lokasi rencana pembangunan waduk. Identifikasi lokasi dilakukan dengan
memperkirakan lokasi waduk berdasarkan desa-desa yang akan dijadikan lokasi
pembangunan waduk. Sebagaimana informasi dari UPT Pengairan Wilayah Ciawi
menyebutkan lebih dari empat desa akan dijadikan lokasi pembangunan waduk didua kecamatan, yakni Kecamatan Ciawi dan Kecamatan Megamendung. Desa-desa
itu adalah Desa Cibogo, Desa Gadog, dan Desa Cipayung (Datar dan Girang) di
Kecamatan Megamendung. Langkah pertama yaitu setiap lokasi dari desa di
Kecamatan Megamendung tersebut diberi placemark pada program Google Earth.
Setelah itu lokasi waduk diperkirakan berada pada aliran Sungai Ciliwung di antara
desa-desa tersebut dan dengan memperhitungkan luasan dari waduk itu sendiri.
Kemudian hasil perkiraan dari lokasi waduk tersebut diberi placemark sehingga
diperoleh titik koordinatnya. Tampilan program Google Earth dalam representasi
penentuan lokasi desa dan lokasi perkiraan waduk dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Lokasi desa dan perkiraan Waduk Ciawi pada Google Earth
Lokasi waduk yang diperkirakan berada pada titik A dengan koordinat
6°39'28.88" LS dan 106°52'54.22" BT. Titik koordinat dari lokasi bendung
kemudian ditransformasikan kedalam program ArcSWAT menggunakan menu
fungsi Go To XY . Selanjutnya titik tersebut diidentifikasi untuk mengetahui nilai
ketinggian sebenarnya berdasarkan peta DEM yang digunakan. Nilai tersebut
sangat penting karna digunakan sebagai landasan dalam menentukan ketinggian
model waduk. Tahap pembuatan titik koordinat dan identifikasi ketinggian titik
dapat dilihat pada Gambar 11.Setelah dilakukan identifikasi dapat diketahui bahwa ketinggian sebenarnya
dari titik koordinat tersebut pada peta DEM yang digunakan adalah 524 m.
Berikutnya ketinggian model waduk diperoleh dari penghitungan beda elevasi
antara ketinggian titik koordinat, tinggi rencana waduk, dan kedalaman sungai.
Dimana hasil penjumlahan dari ketinggian titik koordinat dengan tinggi rencana
waduk dikurangi dengan kedalaman sungai. Contoh perhitungan dapat dilihat
sebagai berikut.
Tinggi model waduk (m) = (Tinggi titik koordinat + Tinggi rencana waduk) –
Estimasi kedalaman sungai
= (524 m + 90 m) – 3m
= 611 m (di atas permukaan laut)
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
37/103
23
Gambar 11 Transformasi dan identifikasi titik koordinat waduk
Parameter input data waduk seperti volume dan luas permukaan waduk pada
program ArcSWAT menggunakan desain principal spillway dan emergency spillway untuk pemodelannya, sehingga digunakan tinggi rencana waduk yang
berbeda untuk masing-masing keadaan tersebut. Untuk mengetahui potensi volume
dan luas permukaan waduk pada peta DEM yang digunakan, maka dilakukan
klasifikasi ketinggian DEM berdasarkan ketinggian dasar waduk (524 m) dan
ketinggian puncak waduk (611 m) menggunakan menu fungsi Reclassify pada
ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Reclass > Reclassify. Hasil klasifikasi
ketinggian pada peta DEM menampilkan area yang berpotensi menjadi area
pembangunan waduk. Lalu area yang menjadi bagian upstream pada model waduk
dipisahkan dengan menggunakan grafik polygon yang telah diubah kedalam bentuk
format shapefile sesuai dengan luas waduk yang direncanakan. Volume dan luas
permukaan waduk aktual berdasarkan model dapat diketahui dari peta DEM yang
diekstrak dengan polygon dalam format shapefile tersebut (Gambar 12).
Gambar 12 Pembentukan polygon DEM model waduk
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
38/103
24
Skenario pemodelan waduk dilakukan dengan cara merubah parameter input
waduk (Tabel 7) menjadi beberapa kondisi yang berbeda. Perubahan nilai
parameter input waduk dilakukan dengan menggunakan menu Edit SWAT Input >
Reservoirs (Gambar 13) pada program ArcSWAT. Setelah parameter input waduk
dimasukkan, lalu model SWAT kembali dijalankan untuk memperoleh hasilsimulasi hidrologi yang telah ditambahkan waduk. Hasil output simulasi model
SWAT yang telah dilakukan skenario pemodelan waduk kemudian dibandingkan
dengan hasil output simulasi terkalibrasi model SWAT. Dalam penelitian ini output
model atau variable yang digunakan sebagai perbandingan adalah debit aliran
(FLOW_OUT).
Tabel 7 Parameter input waduk
Parameter Satuan Definisi
ORES - Bulan waduk mulai beroperasional
YRES - Tahun simulasi waduk mulai beroperasionalES_ESA ha Luas permukaan waduk pada kondisi emergency spillway
ES_EVOL 104 m3 Volume waduk pada kondisi emergency spillway
ES_PSA ha Luas permukaan waduk pada kondisi principal spillway
ES_PVOL 104 m3 Volume waduk pada kondisi principal spillway
ES_VOL 104 m3 Volume waduk aktual
RESCO - Pilihan simulasi outflow
FLOOD1R bulan Awalan bulan pada hari/musim kering
FLOOD2R bulan Akhiran bulan pada hari/musim kering
DTARGR hari Jumlah hari untuk mencapai target tampungan waduk
Gambar 13 Input data parameter waduk
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
39/103
25
Gagasan Penelitian
Studi Literatur
Pembahasan
Simpulan dan Saran
Perumusan Masalah
Pengumpulan Data
Peta DEM
Citra SRTM
Peta Batas
DAS
Peta Tutupan &
Kemiringan Lahan
Peta Jenis
Tanah
Data Debit
ObservasiData-Data
Iklim
Membentuk:
- DEM
- Jaringan Sungai
- Outlet
- Sub DAS
Identifikasi:
- Tutupan Lahan
- Kemiringan Lahan
- Jenis Tanah
Pembentukan HRU
Mengisi Input Tabel
Iklim
Run SWAT
Output Model
Kalibrasi?
Validasi
Skenario & Simulasi
Pemodelan Waduk
Analisis Biofisik
Tidak
Tahap I
Pengumpulan Data
Tahap II
Delineasi DAS
Tahap III
Pembentukan HRU
dan Running SWAT
Tahap IV
Kalibrasi dan Validasi
Tahap V
Pemodelan Waduk
Tahap VI
Analisis Respon Hidrologi
Edit SWAT database
(mengubah persentase parameter
curah hujan pada subbasin)Ya
Gambar 14 Diagram alir penelitian
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
40/103
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daerah aliran sungai Ciliwung Hulu terletak pada posisi 6°37'-6°46' LS dan
106°50'-107°00' BT. Bagian hulu DAS Ciliwung mencakup areal seluas ±14,860ha yang merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 347 sampai 2,984 m
dpl (hasil delineasi DEM). Di bagian hulu paling sedikit terdapat 7 Sub DAS, yaitu
Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa.
Berdasarkan wilayah administrasi, bagian hulu DAS Ciliwung sebagian besar
termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Megamendung, Cisarua, dan
Ciawi) dan sebagian kecil Kota Madya Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur dan
Kota Bogor Selatan).
Pada penelitian ini, outlet yang digunakan sebagai lokasi pengukuran debit
adalah bendung Katulampa pada posisi 06°38'00.6" LS dan 106°50'13.7" BT.
Penempatan outlet pada bendung Katulampa dilakukan karena bendung Katulampa
merupakan titik awal pengukuran debit aktual DAS Ciliwung. Bendung Katulampamerupakan stasiun pengamatan arus sungai dengan tujuan sebagai pos peringatan
yang memberi informasi dini atas air dan bahaya banjir Sungai Ciliwung yang akan
memasuki wilayah Ibukota DKI Jakarta. Data mengenai ketinggian air di bendung
Katulampa ini memperkirakan bahwa sekitar 3 sampai 4 jam kemudian air akan
sampai di daerah Depok. Selanjutnya di bendung Depok ketinggian air dipantau
dan dilaporkan ke Jakarta sehingga masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar
aliran dapat mengantisipasi sedini mungkin datangnya banjir yang akan melewati
daerah mereka. Selain itu bendung Katulampa juga merupakan sumber sarana
irigasi lahan yang terdapat di sekitar bendung hingga seterusnya. Sehingga bendung
Katulampa ini merupakan lokasi yang sangat cocok sebagai outlet pengukuran debit
pada penelitian ini berdasarkan peranannya yang sangat penting.
Kondisi Biofisik
Penggunaan Lahan
Jenis penggunaan lahan pada suatu DAS sangat mempengaruhi hidrologi
kawasan tersebut. Begitu pula perubahan penggunaan lahan juga dapat
mempengaruhi hidrologi khususnya mempengaruhi besar aliran permukaan dan
debit sungai. Data yang digunakan adalah data tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu
tahun 2009 skala 1:25,000 berdasarkan interpretasi citra satelit wordview (BPDAS
Citarum-Ciliwung). Pengolahan data menggunakan model SWAT menghasilkan bahwa pada Sub DAS Ciliwung Hulu terdiri dari 9 (sembilan) jenis tutupan lahan,
yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman,
semak belukar, perkebunan, pemukiman, lahan terbuka, pertanian lahan kering, dan
pertanian lahan kering bercampur semak. Berdasarkan hasil pengolahan data
tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan pada Sub DAS Ciliwung Hulu
didominasi oleh pertanian lahan kering dengan persentase sebesar 43.46%,
sedangkan penggunaan lahan terkecil adalah lahan terbuka dengan persentase
sebesar 0.15%. Proporsi luasan masing-masing tutupan lahan beserta peta
sebarannya dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 15.
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
41/103
27
Tabel 8 Sebaran tutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu
No. Tutupan lahanKode
SWAT
Nomor
kode
Luas
(ha) (%)
1 Hutan lahan kering primer FRST 2001 454.88 3.282 Hutan lahan kering sekunder FRSD 2002 1,550.42 11.19
3 Hutan tanaman FRSE 2006 3,641.79 26.28
4 Semak belukar RNGB 2007 106.55 0.77
5 Perkebunan PLAN 2010 543.91 3.92
6 Pemukiman URMD 2012 829.30 5.98
7 Lahan terbuka WETN 2014 20.09 0.15
8 Pertanian lahan kering AGRR 20091 6,023.41 43.46
9Pertanian lahan kering
bercampur semakAGRC 20092 689.51 4.97
Total 13,859.86 100.00
Gambar 15 Peta tutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu
Jenis Tanah
Data yang digunakan adalah data jenis tanah DAS Ciliwung Hulu skala
1:25,000 dari FAO ( Food and Agriculture Organization). Berdasarkan hasil
pengolahan data menggunakan model SWAT diketahui bahwa tanah pada Sub DAS
Ciliwung Hulu diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis tanah. Umumnya tanah
bertekstur tanah liat dan berlempung. Proporsi luasan masing-masing jenis tanah
beserta peta sebarannya dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 16.
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
42/103
28
Tabel 9 Klasifikasi jenis tanah Sub DAS Ciliwung Hulu
No. Jenis tanah Kode SWATLuas
(ha) (%)
1 Clay Loam Ao83-2-3c-4467 381.46 2.752 Loam To24-2c-4575 5,234.49 37.77
3 Loam Th17-2c-3856 8,243.91 59.48
Total 13,859.86 100.00
Gambar 16 Peta jenis tanah Sub DAS Ciliwung Hulu
Kemiringan Lahan
Kemiringan lahan merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi
karakteristik aliran air karena dapat menentukan besarnya debit yang keluar dari
outlet dan kecepatan volume runoff . Lahan dengan kemiringan yang curam
memiliki potensi runoff dan erosi yang tinggi jika terjadi hujan. Data spasial
kemiringan lahan dibuat secara otomatis oleh SWAT dari DEM sesuai dengan kelas
interval yang ditetapkan sebanyak 5 kelas, yaitu 0-8% (landai), 8-15%
(bergelombang), 15-25% (berbukit), 25-40% (curam), > 40% (sangat curam).
Penetapan kelas kelerengan ini mengacu pada penetapan kelas kelerengan oleh
Dirjen RLPS Kemenhut (2009).
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan model SWAT, kelas
kelerengan Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh lereng bergelombang
(15-25%) seluas 3,469.54 ha. Daerah yang memiliki kelerengan lebih tinggi
tersebut terletak pada elevasi yang lebih tinggi, yaitu pada daerah pinggiran Sub
DAS Ciliwung Hulu bagian timur dan tengah. Proporsi luasan masing-masing kelas
kelerengan beserta peta sebarannya dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 17.
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
43/103
29
Tabel 10 Kelas kelerengan Sub DAS Ciliwung Hulu
No. Slope (%) DefinisiLuas
(ha) (%)
1 0-8 Landai 1,334.26 9.632 8-15 Bergelombang 2,559.87 18.47
3 15-25 Berbukit 3,469.54 25.03
4 25-40 Curam 3,214.91 23.20
5 > 40 Sangat curam 3,281.28 23.67
Total 13,859.86 100.00
Gambar 17 Peta kelerengan Sub DAS Ciliwung Hulu
Analisis Hidrologi Model SWAT
ArcSWAT ArcGIS extension adalah perangkat lunak pengguna grafis untuk
model SWAT (Soil and Water Assessment Tool ) (Arnold et al . 1998). ArcSWAT
ArcGIS extension berevolusi dari AVSWAT 2000, sebuah ArcView extension yangdikembangkan untuk versi sebelumnya dari SWAT. Aplikasi SWAT digunakan
untuk simulasi hidrologi dengan interval waktu harian, bulanan, dan tahunan. Selain
itu aplikasi SWAT juga dirancang untuk melakukan prediksi dampak jangka
panjang dari praktek pengelolaan lahan terhadap air, sedimentasi, dan jumlah bahan
kimia, pada suatu area DAS yang kompleks dengan mempertimbangkan variasi
jenis tanahnya, tata guna lahan, serta kondisi manajemen suatu DAS setelah melalui
periode yang lama, untuk memastikan simulasi berhasil. Pada simulasi model
SWAT dilakukan beberapa tahap, diantaranya yaitu delineasi DAS, pembentukan
dan definisi HRU ( Hydrology Response Unit ), pembentukan data iklim,
menjalankan simulasi model, serta kalibrasi dan validasi hasil simulasi.
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
44/103
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
45/103
31
Berdasarkan hasil HRU yang telah dibentuk, diketahui bahwa pada outlet
Katulampa yang berada pada subbasin 1 terbentuk 18 jenis HRU dengan total luas
663.04 ha atau 4.78% dari seluruh luas Sub DAS Ciliwung Hulu. Pada wilayah
subbasin 1 penggunaan lahan yang terdapat adalah pemukiman seluas 106.55 ha
(16.07%) dan pertanian lahan kering seluas 556.48 ha (83.93%). Terdapat 2 jenistanah yaitu clay loam seluas 381.46 ha (57.53%) dan loam seluas 281.57 ha
(42.47%). Subbasin 1 ini memiliki tingkat kemiringan lahan yang relatif
bergelombang (8-15%).
Gambar 19 Peta HRU ( Hydrology Response Unit ) Sub DAS Ciliwung Hulu
Pembentukan Data Iklim
Simulasi hidrologi suatu DAS tentunya sangat dipengaruhi oleh iklim yang
terjadi pada wilayah DAS tersebut. Pada penelitian ini digunakan data input iklim
berupa curah hujan, temperatur, kelembaban relatif, radiasi matahari, dan kecepatan
angin. Data-data tersebut merupakan data hasil pengukuran salah satu stasiun cuaca
dari 43 stasiun cuaca yang terdapat di Jawa Barat, yaitu stasiun cuaca dengan kode
671069 (kode sumber) yang terletak pada 6°42'47.246" LS dan 106°52'30.45" BT
(Lampiran 4). Stasiun cuaca 671069 tersebut digunakan sebagai sumber data iklimkarena lokasinya berada paling dekat dengan titik outlet Katulampa.
Data iklim yang digunakan adalah data iklim jangka panjang yaitu sejak tahun
1979 sampai 2010 yang bersumber dari CRU (Climate Riset Unit ). Data iklim yang
lengkap dan memiliki jangka waktu yang cukup panjang hanya dari satu sumber
sangat mendukung untuk memberikan hasil simulasi hidrologi yang baik, karena
semakin lama periode simulasi maka output yang dihasilkan akan semakin baik dan
akurat. Data-data iklim tersebut telah diolah sebelumnya dengan menggunakan
program Ms. Excel fitur pivot table, program pcpSTAT, dan rumus Mononobe
sehingga dihasilkan 14 parameter input dalam data generator iklim (weather
generator data) untuk masukan pada program ArcSWAT. Hasil pengolahan data
-
8/19/2019 Analisis Efektivitas Waduk Ciawi Menggun
46/103
32
iklim sebagai parameter input data generator iklim (weather generator data) pada
program ArcSWAT secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.
Rata-rata curah hujan dari stasiun hujan 671069 selama 32 tahun (1979-2010)
menunjukkan bahwa curah hujan maksimum terjadi pada bulan April sebesar
574.67 mm dan diikuti bulan Maret sebesar 534.58 mm. Sedangkan curah hujanminimum terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 125.73 mm. Grafik dari sebaran
rata-rata curah hujan dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20 Rataan curah hujan bulanan tahun 1979-2010
Berdasarkan data dari stasiun iklim 671069 tahun 1979-2010, rata-rata
kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan Februari mencapai 1.70 m s-1 sedangkan
rata-rata kecepatan angin terkecil terjadi pada bulan Mei yaitu sebesar 1.15 m s-1.
Rata-rata penyinaran matahari lebih besar terjadi pada bulan Maret sampai dengan
bulan Desember. Penyinaran matahari mencapai puncaknya pada bulan Maret
sebesar 15.89 MJ m-2 hari-1. Selama periode bulan Januari dan Februari rata-rata
penyinaran matahari yan