makalah waduk saguling

25
13 Teknik Konservasi Waduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum dapat dikatakan bahwa erosi dan sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di tempat lain. Proses erosi dan sedimentasi ini baru mendapat perhatian cukup serius oleh manusia pada sekitar 1940- an, setelah menimbulkan kerugian yang besar, baik berupa merosotnya produktivitas tanah serta yang tidak kalah pentingnya adalah rusaknya bangunan-bangunan keairan serta sedimentasi waduk. Daerah pertanian merupakan lahan yang paling rentan terhadap terjadinya erosi (Suriin, 2002). Indonesia merupakan Negara agraria dimana pemenuhan utama dalam alokasi irigasinya bersumber dari sungai. Dari sungai ini kebutuhan air terutama air irigasi dan air bersih pada umumnya terpenuhi. Akan tetapi permasalahan yang kerap timbul di sungai-sungai Indonesia adalah erosi dan sedimentasi. Khususnya mayoritas di daerah-daerah kota besar masalah ini tidak bisa dihindari. Hal ini dapat mengakibatkan

Upload: ifonifon

Post on 14-Dec-2015

145 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

Keadaan Waduk Saguling

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara umum dapat dikatakan bahwa erosi dan sedimentasi merupakan

proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya

material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan

pengendapan material yang terangkut di tempat lain. Proses erosi dan sedimentasi

ini baru mendapat perhatian cukup serius oleh manusia pada sekitar 1940-an,

setelah menimbulkan kerugian yang besar, baik berupa merosotnya produktivitas

tanah serta yang tidak kalah pentingnya adalah rusaknya bangunan-bangunan

keairan serta sedimentasi waduk. Daerah pertanian merupakan lahan yang paling

rentan terhadap terjadinya erosi (Suriin, 2002).

Indonesia merupakan Negara agraria dimana pemenuhan utama dalam

alokasi irigasinya bersumber dari sungai. Dari sungai ini kebutuhan air terutama

air irigasi dan air bersih pada umumnya terpenuhi. Akan tetapi permasalahan yang

kerap timbul di sungai-sungai Indonesia adalah erosi dan sedimentasi. Khususnya

mayoritas di daerah-daerah kota besar masalah ini tidak bisa dihindari. Hal ini

dapat mengakibatkan pendangkalan kedalaman sungai, sumbatnya saluran untuk

pengaliran, dan sebagainya. Akibat lebih jauh lagi pemenuhan kebutuhan irigasi

maupun air bersih berkurang. Selain itu ancaman terjadinya banjir yang

diakibatkan air sungai yang meluap dikarenakan tidak bisa menampung air hujan

maupun air kiriman dari daerah lain meskipun volume air masih dibawah rencana.

Dalam melestarikan waduk sebagai sarana pemanfaatan sumber air,

masalah berat yang dihadapi adalah masalah erosi dan sedimentasi yang

memenuhi seluruh tampungan waduk sehingga dikhawatirkan tidak akan

mencapai umur waduk yang direncanakan. Sehingga di Kabupaten Bandung Barat

diharapkan dapat mengetahui solusi yang ada dari permasalahan dan kondisi

Waduk Saguling pada makalah ini.

Page 2: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan adapun rumusan masalah

yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi umum Waduk Saguling dalam menambah wawasan

dibidang sumber daya air?

2. Bagaimana permasalahan yang ada pada Waduk Saguling saat ini serta

solusi dalam menangani masalah tersebut?

1.3. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan dari makalah ini antara lain adalah sebagai

berikut:

1. Mengetahui kondisi umum Waduk Saguling untuk menambah wawasan

dibidang sumber daya air.

2. Mengetahui permasalahan yang ada pada Waduk Saguling saat ini serta solusi

dalam menangani masalah tersebut.

Page 3: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Umum Waduk Saguling

Waduk Saguling terletak terletak di Kabupaten Bandung Barat pada

ketinggian 643 m di atas permukaan laut. Merupakan salah satu dari tiga waduk

yang membendung aliran Sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar di

Jawa Barat. Dua waduk lainnya adalah Waduk Jatiluhur dan Waduk Cirata.

Gambar 2.1. Waduk Saguling

Waduk Saguling direncanakan hanya untuk keperluan menghasilkan

tenaga listrik. Pada tahap pertama pembangkit tenaga listrik yang dipasang

berkapasitas 700 MW, tetapi bila di kemudian hari ada peningkatan kebutuhan

listrik pembangkit dapat ditingkatkan hingga mencapai 1.400 MW. Badan yang

bertanggungjawab dalam pembangunannya adalah Proyek Induk Pembangkit

Hidro (PIKITDRO) dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), Depatemen

Pertambangan dan Energi (sekarang menjadi Departemen Energi dan Sumber

Daya Mineral Republik Indonesia. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan

permasalahan lingkungan di daerah itu, Saguling ditata-ulang sebagai bendungan

multiguna, termasuk untuk kegunaan pengembangan lain seperti perikanan, agri-

akuakultur, pariwisata, dan lain-lain. Sekarang, waduk ini juga digunakan untuk

kebutuhan lokal seperti mandi, mencuci, bahkan untuk membuang kotoran. Hal

ini membuat Waduk Saguling kondisinya lebih mengkhawatirkan ketimbang

Page 4: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang sudah dibangun lebih dahulu. Hal

tersebut terjadi karena sebagai pintu pertama Sungai Citarum, di Saguling inilah

semua kotoran "disaring" untuk pertama kali sebelum kemudian disaring kembali

oleh Waduk Cirata dan terakhir oleh Waduk Jatiluhur.

Daerah di sekitar Waduk Saguling berupa perbukitan, dengan banyak

sumber air yang berkontribusi pada waduk. Hal tersebut membuat bentuk Waduk

Saguling sangat tidak beraturan dengan banyak teluk. Daerah waduk ini asalnya

adalah berupa daerah pertanian. Daerah perikanan dari waduk berhadapan dengan

tekanan kuat dari populasi penduduk. Hal tersebut terjadi karena 50% dari

populasi terdiri dari petani dengan tingkat pertumbuhan tinggi. Peningkatan

populasi petani tersebut mengakibatkan berkurangnya lahan yang dapat diolah

sehingga memaksa mereka mengembangkan lahan pertanian mereka dengan

melakukan pembabatan hutan. Sebagai konsekuensinya, muncul masalah banjir

dan longsor di musim hujan.

2.2. Kondisi Sedimen Waduk Saguling

Sebagai filter pertama, Bendungan Saguling harus memiliki ketahanan

maksimal dalam mengantisipasi permasalahan yang dapat menimbulkan bencana.

Mengingat begitu banyaknya persoalan yang menyangkut pencemaran air di DAS

Citarum pada saat sekarang ini. Dengan adanya UU RI Nomor 32 Tahun 2009

Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 13, kiranya

Pemerintah bersama pihak terkait perlu memberikan perhatian yang sangat serius

dalam menyelesaikan persoalan menyangkut penyelamatan tiga bendungan di

DAS Citarum ini. Kemungkinan rendahnya komitmen pelaksanaan pengelolaan

lingkungan oleh industri yang mengeluarkan limbah ataupun masyarakat yang

membuang limbah domestik ke Citarum yang memberi kontribusi besar pada

penurunan kualitas air dan pendangkalan (sedimentasi) sungai tersebut,

menyebabkan tercemarnya Sungai Citarum oleh limbah industri dan limbah

rumah tangga merupakan pemantik terjadinya penurunan mutu air. Bagi Saguling,

kondisi tersebut berdampak pada berkurangnya usia PLTA.

Page 5: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

Sedimentasi Sungai Citarum akibat lahan kritis di Daerah Aliran Sungai

(DAS) Citarum Hulu mencapai empat juta ton per tahun. Selain menyebabkan

banjir di sejumlah wilayah di Kab. Bandung, tingginya sedimentasi pada aliran

Sungai Citarum juga mengancam tiga waduk utama di Jawa Barat, yaitu Waduk

Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur. Laju degradasi kawasan hutan di

DAS Citarum Hulu telah melebihi upaya rehabilitasi yang dilakukan sejumlah

pihak. Upaya penghijauan tidak sepadan dengan luasnya lahan kritis yang

menyebabkan sedimentasi di Sungai Citarum, ada baiknya apabila ungkapan yang

disampaikan oleh Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kab.

Bandung pada rapat penanganan DAS Citarum Hulu bulan Juni kemarin bahwa

luas lahan kritis di Kab. Bandung saat ini tercatat 22.076,68 hektare.

Lahan kritis tersebut tersebar di Kec. Rancabali, Nagreg, Cikancung,

Paseh, Kertasari, Pangalengan, Cimenyan, Cilengkrang, Cicalengka, Margahayu,

Baleendah, Arjasari, Ciparay, Pasirjambu, Ciwidey, Banjaran, dan Soreang.

Penanganan lahan kritis disesuaikan dengan anggaran yang sering terbatas

jumlahnya. Belum lagi dengan integrasi antar instansi ataupun dengan masyarakat

sehingga hasilnya belum begitu memuaskan. Menurut Tisna, DAS Citarum Hulu

menyimpan banyak kepentingan, seperti penyelamatan usia pakai Waduk

Saguling dengan kapasitas 982 juta meter kubik, Waduk Cirata (2.165 juta meter

kubik), dan Waduk Jatiluhur (3.000 juta meter kubik). Jika aliran Sungai Citarum

lenyap akibat di kawasan hulunya hancur, daya listrik 5.000 giga watt/jam atau

setara BBM 16 juta ton per tahun senilai Rp 20 triliun per tahun, akan hilang.

Kerugian yang sama akan diderita para petani karena hasil panen padi sawah

seluas 300.000 hektare atau senilai Rp 5,25 triliun per tahun bisa lenyap.

Saat ini, sedimentasi Sungai Citarum sudah parah, mencapai empat juta

ton per tahun sehingga mengancam usia pakai ketiga waduk tersebut. Pemkab

Bandung tidak bisa sendirian menangani DAS Citarum Hulu meski sebagian besar

berada di Kab. Bandung. Kerusakan Waduk Saguling yang luasnya men capai

4.869 hektare itu secara garis besar dise babkan semakin parahnya sedimentasi

dan kualitas air. Transportasi sedimentasi yang ter jadi saat ini sudah me lebihi

dari perencanaan, di dalam perencanaan, transportasi sedimentasi seharusnya

Page 6: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

maksimal empat juta meter kubik per tahun. Namun, saat ini sudah mencapai 4,2

juta meter kubik per tahun. Hal tersebut menyebabkan sedimentasi di Saguling

saat ini sudah memakan 38,6 persen atau 64.740.206 meter kubik (dari

167.700.000 meter kubik) volume dead storage.

Kondisi tersebut menyebabkan ketinggian (elevasi) muka air Saguling

semakin tahun semakin tinggi. Selain sedimentasi yang semakin parah, kualitas

air di Saguling pun kini hanya bisa digunakan untuk industri. Sementara untuk air

minum, bahan baku air minum, dan perikanan sudah dalam kategori buruk yang

selanjutnya dapat menyebabkan menurunnya jumlah keramba jaring apung (KJA)

dan produksi ikan per tahun. Secara signifikan. Manajer Sipil Lingkungan PT

Indonesia Power UBP Saguling Pitoyo Punu mengatakan bahwa persoalan di

Saguling tersebut, belum bisa diselesaikan secara kuratif. Untuk mengeruk

sedimen per tahun sebesar 4,2 meter kubik misalnya, dibutuhkan dua ratus hektare

lahan. "Sulit untuk menemukan lahan yang tidak bermasalah, apalagi sedimennya

sudah mengandung polutan."

Secara garis besar, terganggunya potensi air dan waduk Saguling terjadi

dikarenakan tata guna lahan yang tidak konsisten, pengelolaan lahan yang salah,

dan pola hidup masyarakat yang merusak lingkungan, seperti membuang sampah

sembarangan, ditambah dengan tingginya angka pemukiman di Cekungan

Bandung yang pada 2010 ini yang jumlahnya diperkirakan mencapai kurang lebih

7.867.006 jiwa (idealnya 3-4 juta), merambat kepada persoalan berkembangnya

permukiman tanpa perencanaan yang baik dan selanjutnya akan mengarah pada

permasalahan alih fungsi lahan konservasi menjadi pertanian, permukiman, dan

industri.

Berdasarkan data dari UBP Saguling, lahan hutan di hulu DAS Citarum

yang pada tahun 2000 mencapai 71,750 hektare, pada 2009 tersisa 9,899 hektare.

Sementara untuk permukiman meningkat pesat dari 81,685 hektare (2000)

menjadi 176,441.5 (2009). Melihat kondisi seperti itu, tidak heran apabila air yang

turun ke bumi akan langsung dialirkan ke sungai tanpa penyerapan (infiltrasi).

Kini kondisi lingkungan di waduk saguling cukup memprihatinkan sehingga

Page 7: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

pemerintah tidak lagi merekomendasikan kegiatan perikanan disana. Beberapa

jaring ikan tidak beroperasi lagi.

Di samping itu fungsi waduk Saguling sebagai PLTA pun makin

berkurang. Diperkirakan, bila laju sedimentasi yang ada sekarang (yaitu 4,2 juta

meter kubik per tahun) tidak bisa dikurangi maka umur pembangkit listrik tinggal

24 tahun lagi. Karena itu pihak Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan

Saguling melakukan kegiatan penghijauan daerah aliran sungai dan pengerukan

dengan 70 alat berat, namun hal ini cukup sulit dilakukan dan memakan biaya

besar. Oleh karena itu, sebaiknya ada cara atau langkah efektif yang harus

ditempuh dengan mengantisipasi penyebab kerusakan bendungan di daerah

tangkapan air (catchment area) Saguling di hulu DAS Citarum. Salah satunya

dengan penanaman tanaman keras. Catchment area tersebut mencapai sepertiga

dari luas DAS Citarum atau 2.283 meter persegi dari Gunung Wayang, Majalaya,

Soreang, Bandung, dan Padalarang.

2.3. Manfaat Waduk Saguling

Berbagai manfaat yang diperoleh dari Pembangunan Waduk Saguling

antara lain :

Sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan kapasitas 700,72

MW,

Untuk keperluan irigasi, air baku air minum, domestik, munisipal, dan

industri di Kabupaten Bandung dan sekitarnya,

Obyek pariwisata yang menyediakan berbagai fasilitas sarana rekreasi,

Budidaya ikan khususnya Sistem Jaring Terapung (Japung).

Page 8: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Umum

Waduk Saguling mulai dibangun pada Agustus 1981, dan menghabiskan

dana sebesar 662.968.000 dollar AS. Biaya tersebut termasuk biaya pembebasan

lahan yang menenggelamkan 49 desa, yang didominasi lahan pertanian. Sebanyak

12.489 kepala keluarga terpaksa pindah dari desanya, dan sebagian ada yang

ditransmigrasikan. Pembangunan Saguling menghabiskan waktu yang cukup lama

hingga dapat dioperasikan pada 1985, dan baru diresmikan pada 1986 oleh

mantan Presiden RI, Soeharto. Waduk ini kemudian dikelola PT Perusahaan

Listrik Negara, untuk memasok listrik kawasan Jawa-Madura-Bali. Struktur

bangunan Waduk Saguling terbuat dari urukan batu dengan inti kedap air. Hal ini

dilakukan untuk efisiensi dana dengan memanfaatkan potensi batu dari Gunung

Karang yang ada di sekitar Saguling. Waduk Saguling pun dibuat dengan

ketinggian muka air maksimum 643 meter sehingga bisa menampung 875 juta

meter kubik air. Saguling dipasangi empat turbin pembangkit listrik masing-

masing berkapasitas 175,18 MW yang akan menghasilkan 700-720 kilowatts per

jam. Saguling yang berada di posisi teratas secara otomatis menjadi penerima

awal gelontoran air dari Citarum Hulu, termasuk segala sedimentasi yang dibawa.

Masalah sedimentasi ini menjadi masalah krusial Saguling beberapa tahun

terakhir ini. (Sanusi, 2012)

Adapun masalah yang ada pada Waduk Saguling saat ini, serta solusi

dalam mengatasi permasalahan akan dibahas lebiih lanjut sebagai berikut ;

3.2. Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pengendapan material hasil erosi air, angin,

gelombang laut dan gletsyer. Material hasil erosi yang diangkut oleh aliran air

akan diendapakan di daerah yang lebih rendah. Delta yang terdapat di mulut-

mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang

Page 9: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di

gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut

oleh angin (Sidik, 2013).

3.2.1. Masalah pada Waduk Saguling

Sampah kota Bandung, Cimahi dan Bandung Barat menambah beban

Waduk Saguling. Tak kurang 1 milyar rupiah dana yang digelontorkan oleh

otorita pengelola Saguling tiap tahunnya hanya untuk membersihkan sampah yang

masuk ke Waduk Saguling. Rendahnya komitmen pelaksanaan pengelolaan

lingkungan oleh industri yang menghasilkan limbah ataupun masyarakat yang

membuang limbah domestik ke Citarum memberi kontribusi besar pada

penurunan kualitas air dan pendangkalan (sedimentasi) sungai tersebut.

Adapun logam berat yang terindikasi masuk ke waduk Saguling antara lain

merkuri (Hg), tembaga (Cu), seng (Zn), dan timbal (Pb). Hasil pengujian air oleh

peneliti Universitas Padjadjaran Bandung pada tahun 2004 menunjukkan bahwa

air Waduk Saguling mengandung logam merkuri (Hg) sebesar 0,236 ppm dari

batas aman 0,002 ppm. Pada kondisi tertentu, pernah ditemukan kandungan

merkuri (Hg) 30 kali di atas batas normal, yakni 0,06 miligram per liter.

(Artihapsari, 2012)

Meskipun banyaknya ketidakpastian terhadap prediksi sedimentasi waduk

terkait dengan ketersediaan data, adalah sangat jarang adanya kasus penghentian

perencanaan bendungan hanya karena tidak cukupnya data sedimen.

3.2.2. Solusi untuk Penanganan Sedimentasi di Waduk

Secara umum, strategi pengelolaan sedimentasi waduk dapat dilakukan

melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan pada daerah tangkapan waduk, dan

pendekatan pada waduk itu sendiri. Beberapa strategi dimaksudkan untuk

menekan laju erosi di daerah tangkapan waduk, mengurangi sedimen yang masuk

ke dalam waduk, memperkecil jumlah sedimen yang mengendap di dalam waduk,

dan mengeluarkan sebanyak mungkin endapan sedimen dari waduk.

Pengelolaan daerah tangkapan air, seringkali dianjurkan sebagai cara

terbaik untuk mengatasi permasalahan sedimentasi waduk. Penekanan laju erosi di

daerah tangkapan waduk dapat dilakukan dengan teknik konservasi, baik secara

Page 10: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

mekanis maupun vegetatif atau kombinasi dari kedua cara tersebut (Kironto dan

Yulistiyanto, 2010). Penekanan laju erosi di daerah tangkapan akan berhasil

dengan baik apabila gangguan aktifitas manusia terhadap lahan di kawasan hulu

dapat dikurangi, atau ditekan serendah mungkin. Hal ini ditunjukkan pada hasil

penelitian Pramono et al., (2001) tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar

sedimen di Waduk Saguling bukan berasal dari hasil erosi ditempat (sheet-rill

erosion) namun dapat berasal dari erosi tebing sungai, erosi tebing jalan, erosi

parit dan erosi jurang (gully). Hal ini karena ukuran butir material sedimen di

waduk pada sub DAS tersebut lebih kasar dibanding tanah aslinya. Kondisi ini

mencerminkan bahwa penanganan erosi lahan dengan praktek konservasi tanah

seperti terasering dan lain-lain telah dilakukan dengan tepat, namun penangan

erosi pada offsite (pada alur-alur sungai) belum tepat sasaran.

Untuk daerah tangkapan dengan luas lebih dari 1000 km2, tidak selalu

dapat ditemukan adanya korelasi langsung antara konservasi daerah tangkapan

dengan pengurangan sedimentasi waduk. Disebutkan pula, bahwa untuk dapat

mengurangi sekitar 10 -20% dari beban sedimen pada derah tangkapan dengan

luas lebih dari 1000 km2, diperlukan upaya konservasi secara intensif dalam

rentang waktu beberapa puluh tahun. Untuk daerah tangkpan air waduk yang tidak

terlalu luas, upaya konservasi dengan konsep pemberdayaan masyarakat relatif

masih dapat diharapkan.

Pengurangan sedimen yang masuk ke dalam waduk dapat dilakukan

melalui dua cara, yaitu penangkapan sedimen melalui sistem alur cekungan, dan

pengalihan sedimen yang akan masuk ke dalam waduk, dialihkan ke lokasi lain di

luar waduk. Penangkapan sedimen dapat dilakukan dengan membangun cekdam ,

sabo dam, consolidation dam dan atau kantong – kantong pasir..

1. Sabo Dam

Penerapan teknologi sabo atau lebih  populer dengan sebutan Tekno Sabo

atau bendung pengatur adalah teknologi untuk mencegah terjadinya bencana

sedimen dan mempertahankan daerah hulu terhadap kerusakan lahan. Tujuan dari

pembangunan prototipe Sabo dam adalah untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh bangunan  prototipe Sabo dam terhadap pengurangan sedimentasi

Page 11: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

waduk,  karena fungsi dari Sabo dam adalah untuk menahan, menampung dan

mengendalikan sedimen. Semula, teknologi ini dipergunakan untuk

mengendalikan material lahar gunung api.

Kondisi alur sungai awal pasca pembangunan Sabo dam perlu diketahui,

dan secara berkala bentuk alur ini  diamati perubahan-perubahannya, utamanya

setelah terjadi banjir, sehingga dapat diketahui perubahan dasar sungai (riverbed

fluctuation) dari waktu ke waktu, maka volume sedimen yang mengendap pada

alur sungai dapat dihitung dan  selanjutnya dapat dipakai sebagai dasar untuk

memperkirakan pengaruh pembangunan Sabo dam terhadap pengurangan

sedimentasi waduk.  Sketsa penampungan sedimen di hulu Sabo dam dan

pembentukan kemiringan dasar sungai statis serta dinamis dapat dilihat pada

Gambar 1.5. berikut;

Gambar 3.1. Sketsa Pengendalian Aliran Sedimen di Hulu Bangunan Sabo Dam dan Pembentukan Kemiringan Dasar Sungai Statis Serta Dinamis

Penentuan tempat kedudukan bendung, biasanya didasarkan pada tujuan

pembangunannya sebagaimana tertera di bawah ini (Soetrisno, 2010):

Untuk tujuan pencegahan terjadinya sedimentasi yang mendadak dengan

jurnlah yang sangat besar yang dapat timbul akibat terjadinya tanah

longsor, sedimen luruh, banjir lahar dan lain-lain maka tempat kedudukan

bendung haruslah diusahakan pada lokasi di sebelah hilir dari daerah

sumber sedimen yang labil tersebut, yaitu pada alur sungai yang dalam,

agar dasar sungai naik dengan adanya bendung tersebut

Untuk tujuan pencegahan terjadinya penurunan dasar sungai, tempat

kedudukan bendung haruslah sebelah hilir dari diusahakan penempatannya

Page 12: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

di ruas sungai tersebut. Apabila ruas sungai tersebut cukup panjang, maka

diperlukan beberapa buah bendung yang dibangun secara berurutan

membentuk terap-terap sedemikian, sehingga pondasi bendung yang lebih

hulu dapat tertimbun oleh tumpukan sedimen yang tertahan oleh bendung

di hilirnya.

Untuk tujuan memperoleh kapasitas tampung yang besar, maka tempat

kedudukan bendung supaya diusahakan pada lokasi di sebelah hilir ruas

sungai yang lebar sehingga dapat terbentuk semacam kantong. Kadang-

kadang bendung ditempatkan pada sungai utama di sebelah hilir muara

anak-anak sungai yang biasanya berupa sungai arus deras (torrent) dapat

berfungsi sebagai bendung untuk penahan sedimen baik dari sungai utama

maupun dari anak-anak sungainya.

2. Cek Dam

Bendung-bendung penahan dibangun di sebelah hulu yang berfungsi

memperlambat gerakan dan berangsur-angsur mengurangi volume banjir lahar.

Adapun penjelasan fungsi lain untuk menahan sedimen untuk tidak masuk ke

dalam waduk terbatas, dimana hanya efektif untuk menahan material berukuran

besar. Untuk menghadapi gaya-gaya yang terdapat pada banjir lahar maka

diperlukan bendung penahan yang cukup kuat. Selain itu untuk menampung

benturan batu-batu besar, maka mercu dan sayap bendung harus dibuat dari beton

atau pasangan yang cukup tebal dan dianjurkan sama dengan diameter maksimum

batu-batu yang diperkirakan akan melintasi. Sangat sering runtuhnya bendung

penahan disebabkan adanya kelemahan pada sambungan konstruksinya, oleh

sebab ini sambungan-sambungan harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

Walaupun terdapat sedikit perbedaan perilaku gerakan sedimen, tetapi

metode pembuatan desain untuk pengendaliannya hampir sama, kecuali perbedaan

pada konstruksi sayap mercu serta ukuran pelimpah dan bahan tubuh bendung.

Untuk bendung pengendali gerakan sedimen secara fluvial yang bahannya

berbutir halus, mercunya dapat dibuat lebih tipis. Bahan untuk tubuh beton selain

beton dan pasangan batu dapat juga dari kayu, bronjong kawat, atau tumpukan

batu. Sedangkan untuk bendung penahan gerakan massa biasanya digunakan

Page 13: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

beton dan pasangan batu. Tipe bendung yang dipakai adalah tipe gravitasi yang

lebih rendah dari 15 m.

3. Consolidation Dam

Peningkatan agradasi dasar sungai di daerah kipas pengendapan dapat

dikendalikan dan dengan demikian alur sungai di daerah ini tidak mudah

berpindah-pindah. Guna lebih memantapkan serta mencegah terjadinya degradasi

alur sungai di daerah kipas pengendapan ini, maka dibangun bendung-bendung

konsolidasi (consolidation dam). Jadi bendung konsolidasi tidak berfungsi untuk

menahan atau menampung sedimen yang berlebihan.

Apabila elevasi dasar sungai telah dimanfaatkan oleh adanya bendung-

bendung konsolidasi, maka degradasi dasar sungai yang diakibatkan oleh gerusan

dapat dicegah. Dengan demikian dapat dicegah pula keruntuhan bangunan

perkuatan lereng yang ada pada bagian sungai tersebut. Selanjutnya bendung-

bendung konsolidasi dapat pula mengekang pergeseran alur sungai dan dapat

mencegah terjadinya gosong pasir.

Tempat kedudukan bendung konsolidasi ditentukan berdasarkan tujuan

pembuatannya dengan persyaratan sebagai berikut:

Untuk tujuan pencegahan degradasi dasar sungai, bendung-bendung

konsolidasi ditempatkan pada ruas sungai yang dasarnya selalu menurun.

Jarak antara masing-masing bendung didasarkan pertimbangan kemiringan

sungai yang stabil.

Apabila terdapat anak sungai, mesti dipertimbangkan penempatan

bendung-bendung konsolidasi pada lokasi yang terletak di sebelah hilir

muara anak sungai tersebut.

Untuk tujuan pencegahan gerusan pada lapisan tanah pondasi suatu

bangunan sungai, bendung-bendung konsolidasi ditempatkan di sebelah

hilir bangunan tersebut.

Untuk menghindarkan tergerus dan jebolnya tanggul pada sungai-sungai

arus deras serta mencegah keruntuhan lereng dan tanah longsor, bendung-

Page 14: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

bendung konsolidasi ditempatkan langsung pada kaki-kaki tanggul, kaki

lereng dan kaki tebing bukit yang akan diamankan.

Apabila pembangunan sederetan bendung-bendung konsolidasi

dikombinasikan dengan perkuatan tebing, jarak antara masing-masing

bendung yang berdekatan supaya diarnbil 1,5 – 2,0 kali lebar sungai

Untuk memperkecil penegendapan sedimen di dalam waduk dapat

dilakukan dengan cara perlewatan (sluicing) sedimen yang masuk ke dalam

waduk, dan cara pelepasan (venting) turbidity density current. Cara pelewatan dan

pelepasan sedimen dapat berhasil dengan baik bilamana bentuk kolam waduk

memanjang tersedia cukup air selama waktu pelewatan atau pelepasan sedimen,

dan jenis sedimen yang akan dikeluarkan mempunyai ukuran relatif kecil.

Bilamana usaha – usaha yang telah di sebutkan masih belum mencukupi,

maka upaya terakhir yang dapat dilakukan adalah mengeluarkan sedimen waduk.

Banyak cara dan teknologi ditawarkan untuk mengeluarkan endapan sedimen di

dalam waduk, yaitu pengerukan (dredging), penggalian (excavation), sistem sipon

(siphoning), dan penggelontoran (flushing). Cara pengerukan terutama dilakukan

untuk waduk – waduk kecil dan sedang yang tidak tersedia cukup air untuk

penggelontoran. Sistem ini telah digunakan pada lebih dari 10 waduk di cina,

yang diantaranya pada waduk Tianjiwan, Waduk Xi-dia dan Waduk Taoshupo

(Zhou, 2007).

Page 15: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

BAB IV

KESIMPULAN

Pembangunan sumber daya air dalam kaitannya dengan pengembangan

wilayah sungai merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional secara

menyeluruh untuk mencapai tujuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

dan kemakmuran rakyat. Waduk merupakan salah satu cara untuk memenuhi

sumber daya air yang tidak selamanya terpenuhi sehingga diperlukan tampungan

untuk menampung kelebihan air pada saat kelebihan dan menyalurkan pada saat

dibutuhkan.

Dalam melestarikan waduk sebagai sarana pemanfaatan sumber air,

masalah berat yang dihadapi adalah masalah erosi dan sedimentasi sehingga

dikhawatirkan tidak akan mencapai umur waduk yang direncanakan salah satunya

terjadi pada Waduk Saguling.

Waduk Saguling terbuat dari urukan batu dengan inti kedap air. Hal ini

dilakukan untuk efisiensi dana dengan memanfaatkan potensi batu dari Gunung

Karang yang ada di sekitar Saguling. Waduk Saguling pun dibuat dengan

ketinggian muka air maksimum 643 meter sehingga bisa menampung 875 juta

meter kubik air. Saguling yang berada di posisi teratas secara otomatis menjadi

penerima awal gelontoran air dari Citarum Hulu, termasuk segala sedimentasi

yang dibawa. Masalah sedimentasi ini menjadi masalah krusial Saguling beberapa

tahun terakhir ini. Saguling yang terletak di daerah perbukitan, menjadi tempat

bermuara banyak sumber air yang ada di daerah tersebut. Belum lagi limbah-

limbah industri, maupun rumah tangga, ikut berkontribusi pada kualitas air yang

Page 16: Makalah Waduk Saguling

13

Teknik Konservasi Waduk

tidak memenuhi baku mutu. Saguling yang diperkirakan memiliki masa hidup 59

tahun, akan terus berkurang usianya, jika keadaan seperti ini tak cepat diatasi.

Adapun solusi penanganan masalah tersebut dengan penangkapan sedimen

melalui sistem alur cekungan, dan pengalihan sedimen yang akan masuk ke dalam

waduk, dialihkan ke lokasi lain di luar waduk. Penangkapan sedimen dapat

dilakukan dengan membangun cekdam , sabo dam, consolidation dam dan atau

kantong – kantong pasir.

DAFTAR PUSTAKA

Sanusi, 2012. Waduk Saguling. http://www.tamanbudaya.jabarprov.go.id. (diunduh 20 September 2014).

Enan M. A, H. Sigid, T.M.P. Niken. 2009. Perilaku Oksigen Terlarut selama 24 Jam pada Lokasi Karamba Jaring Apung di Waduk Saguling, Jawa Barat. Jurnal Limnotek. Vol. XVI, No. 2, p. 109-118.

Kironto, Bambang Agus dan Yulistiyanto, B. 2010. Sedimentasi Waduk dan Teknik Pengendaliannya. Bahan Kuliah Program S2 Teknik Sipil, Minat Teknik Keairan. Program Studi Teknik Sipil. Program Pascasarjana Fakultas Teknik UGM. Yogyakarta.

Anonim, 2012. Kondisi Bendungan Saguling Memburuk. http://www.alpensteel.com. (diunduh 20 September 2014).

Sidik, Khusnul. 2013. Pengertian Sedimentasi dan Macamnya. http://zonangelmu.blogspot.com. (diunduh 24 September 2013).

Soemarwoto, O. 1991. Analisis Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 378 hal.

Soetrisno, Fadly. 2010. Bangunan Pengendali Sedimen. http://fadlysutrisno.wordpress.com. (diunduh 24 September 2013).

Zhou, Z. 2007. Reservoir Sedientaion Management in China. Advance Training Workshop on Reservoir Sedimentaion Management. 10-16 October 2007. Cina.