analisis efektivitas biaya antidiabetik oral ...eprints.ums.ac.id/54572/10/naskah publikasi.pdfc....

17
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP PESERTA BPJS DI RSUD SUKOHARJO TAHUN 2016 PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Oleh: ACHMAD HARJANTO K 100 130 042 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

Upload: duongdung

Post on 26-May-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA

PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP PESERTA BPJS DI

RSUD SUKOHARJO TAHUN 2016

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Farmasi

Fakultas Farmasi

Oleh:

ACHMAD HARJANTO

K 100 130 042

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017

Page 2: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL
Page 3: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL
Page 4: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL
DualCore
Stamp
Page 5: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA

DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP PESERTA BPJS DI RSUD SUKOHARJO

TAHUN 2016

Abstrak

Diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif dalam jangka panjang dapat

menyebabkan timbulnya komplikasi ginjal, mata, sistem saraf serta meningkatkan resiko

kardiovaskuler sehingga membutuhkan terapi pengobatan yang lama dan biaya terapi

yang sangat besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengobatan dan

efektivitas biaya terapi penggunaan antidiabetik oral pada penderita diabetes melitus tipe

2 rawat inap peserta BPJS di RSUD Sukoharjo tahun 2016.

Penelitian ini merupakan studi observasional dengan mengumpulkan data rekam

medik secara retrospektif pada pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 peserta BPJS di

RSUD Sukoharjo tahun 2016. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

purposive sampling. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 32 pasien.

Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan menghitung biaya medik langsung dan

menghitung nilai ACER dan ICER.

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan antidiabetik oral di RSUD Sukoharjo

pada tahun 2016 dengan kombinasi metformin + glimepiride sebesar 31,25%, metformin

+ glimepiride + akarbose 21,87%, metformin 18,75%, metformin + akarbose 15,62%,

metformin + glibenklamid + akarbose 6,25%, glimepirid + akarbose 3,12%, metformin +

glibenklamid 3,12%. Terapi antidiabetik oral yang paling cost-effective berdasarkan nilai

ACER dan ICER berada pada ruang kelas 3 dengan kombinasi metformin dan

glibenklamid dengan nilai ACER sebesar Rp. 11.203,54 dan ICER Rp. 1.380,56.

Kata Kunci: Diabetes melitus, antidiabetik oral, efektivitas biaya, BPJS, RSUD

Sukoharjo.

Abstract

Diabetes mellitus is a long-term degenerative diseases that can lead to kidney,

eye, nervous system complications and increased cardiovascular risk. That’s make

medication diabetes mellitus requiring long treatment therapies and substantial amount of

cost. This study aims to know general overview of treatment and cost effectiveness of

oral antidiabetic therapy for in-patients with type 2 diabetes mellitus and BPJS members

at Sukoharjo Hospital in 2016.

This study used observational method. Medical record of in-patients with type 2

diabetes mellitus and members of BPJS at Sukoharjo Hospital 2016 was collected

retrospectively. Purposive sampling method was used as sampling technique. There were

32 patients met inclusion criteria. Cost effectiveness analysis is calculating by direct

medical costs and calculating the value of ACER and ICER.

The result shows oral antidiabetic used in Sukoharjo Hospital in 2016 was

combination of metformin + glimepiride 31,25%, metformin + glimepiride + akarbose

21,87%, metformin 18,75%, metformin + akarbose 15,62%, metformin + glibenclamide

+ akarbose 6,25%, glimepiride + akarbose 3,12%, metformin + glibenclamide 3,12%.

Page 6: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

5

The most cost-effective oral antidiabetic according ACER and ICER values was found in

class III using combination metformin and glibenclamide with ACER was Rp. 11.203,54

and ICER was Rp. 1.380,56.

Keywords: Diabetes mellitus, oral antidiabetic, cost-effectiveness, BPJS, RSUD

Sukoharjo.

1. PENDAHULUAN

Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang disebabkan ketiadaan atau kurangnya insulin.

Karakteristik dari diabetes melitus ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah atau

hiperglikemia serta terjadi gangguan metabolisme pada lipid dan protein. Dalam jangka panjang,

gangguan metabolisme yang terjadi meningkatkan resiko komplikasi seperti retinopati, neuropati dan

nepropati (Koda-Kimble et al., 2008).

Pada tahun 2000 prevalensi diabetes melitus untuk semua umur diperkirakan sebesar 2,8%

dan pada tahun 2030 prevalensi diabetes diperkirakan akan meningkat menjadi 4,4%. Dengan

kenaikan prevalensi penderita diabetes melitus ini diperkirakan dari 171 juta menjadi 366 juta dari

tahun 2000 hingga 2030 (Wild, et al., 2004). Hasil laporan dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

pada tahun 2007 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan menunjukkan di daerah urban

Indonesia memiliki prevalensi diabetes sebesar 5,7% pada usia diatas 15 tahun. Prevalensi terkecil

terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7% dan daerah yang memiliki prevalensi diabetes terbesar di

Propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1% (Melorose et al., 2015).

Teknologi pada saat ini berkembang pesat dengan seiring bertambahnya waktu, begitupun

dalam dunia kesehatan. Penerapan teknologi canggih mengakibatkan kenaikan biaya kesehatan di

Indonesia, bukan hanya teknologi yang mengakibatkan kenaikan biaya kesehatan tapi juga pelayanan

yang diberikan melebihi kebutuhan pasien dalam pelayanan kesehatan, pola penyakit degeneratif dan

kronik serta inflasi. Biaya pemeliharaan kesehatan yang semakin tinggi semakin sulit ditangani oleh

masyarakat dan pemerintah yang menyediakan dana. Biaya yang tinggi berdampak pada mutu

pelayanan kesehatan dan akses masyarakat untuk mendapatkan kesehatan (Andayani, 2013).

Menurut Janis (2014) dengan adanya kebijakan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)

masyarakat yang sebelumnya tidak mampu membayar jasa kesehatan bisa mendapatkan pelayanan

kesehatan sehingga permintaan pelayanan keseahatan tinggi. BPJS yang memiliki konsep SJSN

(Sistem Jaminan Sosial Nasional) menunjukan keberhasilan karena transformasi Askes ke BPJS

memiliki potensi kinerja yang bagus.

Berdasarkan penelitian Priharsi (2015) tentang analisis efektivitas biaya yang dilakukan di

RSUD Moewardi Surakarta menyatakan antidiabetik oral yang banyak digunakan adalah glikuidon

Page 7: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

6

dari golongan sulfonilurea dengan persentase sebesar 80%. Golongan biguanid memiliki efektivitas

tertinggi dengan persentase sebesar 58,33% dan golongan sulfonilurea memiliki efektivitas terendah

dengan presentase sebesar 14,81%. Biaya antidiabetik oral yang terendah yaitu golongan biguanid

dengan nilai ACER sebesar Rp 1.426,72 dan ICER sebesar Rp -10.454,89, sedangkan antidiabetik

oral yang memiliki biaya paling tinggi adalah golongan sulfonilurea sengan nilai ACER dan ICER

sebesar Rp 15.193.

Untuk itu perlu dilakukannya evaluasi efektivitas biaya pengobatan antidiabetik pada pasien

diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan BPJS dan menjalani rawat inap di RSUD Sukoharjo tahun

2016.

2. METODE

2.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif, teknik

pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan data rekam medik. Sampel yang

digunakan adalah rekam medik penderita diabetes melitus tipe 2 pada tahun 2016. Subyek penelitian

yang digunakan adalah pasien rawat inap peserta BPJS yang telah didiagnosis menderita diabetes

melitus tipe 2 yang mendapatkan terapi antidiabetik oral di RSUD Sukoharjo tahun 2016.

Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari instalasi rekam medik, instalasi farmasi

dan bagian keuangan rumah sakit. Data yang ditulis pada pengumpulan data meliputi nomor rekam

medik, identitas pasien, hasil laboratorium, perincian biaya pengobatan.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengumpul data dan catatan data

biaya medik langsung di RSUD Sukoharjo. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

rekam medik, instalasi farmasi dan bagian keuangan.

2.3 Tempat Penelitian

Tempat yang dipilih untuk penelitian ini di RSUD Sukoharjo tahun 2016 pada bagian rekam

medik, instalasi farmasi dan bagian keuangan.

2.4 Definisi Operasional

a. Analisis efektivitas biaya adalah perbandingan dari biaya medik langsung perbulan dengan

efektivitas terapi.

b. Biaya medik langsung (direct medical cost) per pasien. Perhitungan biaya dibatasi pada direct

medical cost, yaitu seluruh biaya yang telah dikeluarkan pasien terkait dengan pelayanan jasa

medis untuk tercapai diabetes melitus. Biaya tersebut meliputi biaya antidiabetik oral, biaya obat

lain, biaya laboratorium, biaya dokter dan biaya tindakan dan keperawatan, biaya ini dapat

Page 8: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

7

diperoleh di bagian keuangan rumah sakit. Biaya ini dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya

antidiabetik oral, biaya obat lain, biaya laboratorium, biaya dokter dan biaya tindakan dan

keperawatan kemudian dibagi jumlah kasus.

c. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL (PERKENI,

2015).

d. % Efektivitas adalah jumlah pasien yang mencapai target gula darah sewaktu dibagi dengan

jumlah seluruh pasien yang medapatkan terapi.

2.5 Populasi dan Sampel

Populasi yang dipilih sebagai subyek penelitian ini yaitu pasien rawat inap diabetes melitus

tipe 2 di RSUD Sukoharjo tahun 2016. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

metode purposive sampling.

Kriteria inklusi :

a. Pasien peserta BPJS yang terdiagnosis menderita diabetes melitus tipe 2 yang menjalani rawat

inap di RSUD Sukoharjo tahun 2016.

b. Pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan terapi antidiabetik oral minimal 3 bulan dengan

jenis yang sama dalam periode pemeriksaan tahun 2016.

c. Data rekam medik memuat identitas pasien (nomor rekam medik, nama, jenis kelamin dan usia),

diagnosis, hasil laboratorium gula darah sewaktu masuk dan keluar rumah sakit, biaya medik

langsung (biaya obat antidiabetik oral, biaya obat lain, biaya laboratotium,biaya rawat inap, biaya

jasa dokter dan biaya tindakan dan keperawatan), nama obat yang diberikan.

Kriteria eksklusi :

a. Pasien diabetes melitus mendapat terapi insulin yang mengindikasikan DM tipe 1.

b. Pasien diabetes melitus yang mempunyai komplikasi gagal ginjal.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karateristik Pasien

Penelitian dilakukan pada 236 pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Sukoharjo tahun 2016.

Pengambilan sampel pasien dilakukan dengan metode purposive sampling. Setelah dilakukan

penelitian pada 236 pasien didapatkan 32 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, dari 236 pasien

berkurang menjadi 199 karena 37 pasien membayar pengobatan dengan mandiri tidak menggunakan

BPJS, dari sejumlah 199 pasien berkurang karena riwayat pasien meninggal, gagal ginjal, ulkus

diabetik, data rekam medik dan keuangan yang tidak lengkap. Data 32 pasien diabetes melitus tipe 2

rawat inap RSUD Sukoharjo tahun 2016 dikelompokakan menurut umur, jenis kelamin, lama

Page 9: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

8

perawatan dan kelas rawat inap. Karateristik pasien diabetes melitus tipe 2 rawat inap peserta BPJS

di RSUD Sukoharjo tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Gambaran demografi pasien diabetes melitus tipe 2 rawat inap RSUD Sukoharjo tahun 2016

Keterangan Jumlah Persentase (%)N=32

Usia

20-44 3 9,37%

45-64 25 78,13%

> 65 4 12,5%

Jenis Kelamin

Laki-laki 9 28,12%

Perempuan 23 71,88%

Lama Rawat Inap

1-2 hari 1 2,94%

3-4 hari 9 29,41%

5-6 hari 10 32,35%

>7 hari 12 35,30%

Kelas

III 25 78,12%

II 4 12,5%

I - -

VVIP 3 9,38%

Diagnosa

DM 14 43,75%

DM + HT 9 28,125%

DM + Gastritis 2 6,25%

DM + IHD

2 6,25%

DM + Malaise 1 3,125%

DM + IHD + HT 3 9,375%

DM + HT + Gastritis 1 3,125%

Menurut penelitian yang dilakukan oleh CDC pada tahun 2010-2012, 37% orang dewasa

dengan umur 20 tahun atau lebih memiliki riwayat prediabetes, 51% orang dewasa dengan umur 65

tahun atau lebih memiliki riwayat diabetes melitus. Hasil observasi penelitian ini pada umur 45-64

memiliki persentase terbesar, hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2013).

Hasil penelitian Riskesdas tahun 2013 menyatakan prevalensi diabetes melitus tipe 2 pada rentang

usia 55-64 tahun sebesar (4,8%), sedangkan rentang umur 65-74 tahun sebesar (4,2%).

Pasien diabetes melitus di RSUD Sukoharjo tergambarkan pada jenis kelamin laki-laki

sebanyak 9 dengan persentase 28,12% dan perempuan 23 dengan persentase 71,88%. Perawatan di

rumah sakit paling banyak lebih dari 7 hari. Riwayat diabetes gestational yang terjadi pada

perempuan akan lebih mudah berkembang menjadi diabetes melitus pada masa mendatang, sehingga

perkembangan penyakit diabetes melitus pada perempuan terus meningkat (American Diabetes

Association, 2016). Wanita pasca-menopause memiliki resiko diabetes melitus karena adanya

perubahan hormonal, perubahan hormonal menyebabkan terjadinya gangguan pada distribusi lemak

sehingga menyebabkan diabetes melitus (Irawan, 2010).

Page 10: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

9

Penderita diabtes melitus tipe 2 pada usia 20 tahun ke atas akan meningkat angka

kejaidiannya, peningkatan sering terjadi pada wanita dari pada pria. Umur 41-60 tahun pada pasien

diabetes melitus tipe 2 memiliki angka kejadian paling banyak dengan 62,5% dan pada penderita

dengan jenis kelamin perempuan sebesar 68,75% (Triplitt et al., 2008).

3.2 Gambaran Penggunaan Obat Antidiabetik Oral

Terapi antidiabetik oral pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Sukoharjo secara umum

menggunakan obat golongan sulfonilurea, alfa-glukosidase inhibitor dan biguanid. Sulfonilurea

bekerja dengan memacu sekresi insulin. Biguanid bekerja dengan meningkatkan sensivitas insulin.

Alfa-glukosidase inhibitor bekerja dengan menghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan

(PERKENI, 2015). Gambaran penggunaan antidiabetik oral di RSUD Sukoharjo tahun 2016 dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Penggunaan antidiabetik oral pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat inap di RSUD sukoharjo 2016

Golongan Obat Nama Obat Jumlah Persentase (N=32)

Biguanid Metformin 6 18,75%

Biguanid + sulfonylurea Metformin +

Glimepirid

10 31,25%

Biguanid + Alfa- glukosidase

inhibitor

Metformin +

Akarbose

5 15,62%

Sulfonilurea + Alfa-

glukosidase inhibitor

Glimepirid +

Akarbose

1 3,12%

Biguanid + sulfonylurea Metformin +

Glibenklamid

1

3,12%

Biguanid + sulfonilurea +

Alfa- glukosidase inhibitor

Metformin +

Glimepirid +

Akarbose

7

21,87%

Biguanid + sulfonilurea +

Alfa- glukosidase inhibitor

Metformin +

Glibenklamid +

Akarbose

2 6,25%

Antidiabetik oral digunakan untuk menurunkan kadar gula dalam darah dengan bebabagai

macam mekanisme, penggunaan antidiabetik oral yang paling banyak digunakan adalah metformin.

Metformin adalah obat lini pertama untuk diabetes melitus. Metformin dapat menurunkan 1-2%

HbA1c sehingga lebih banyak digunakan (PERKENI, 2016). Metformin merupakan obat yang

memiliki efektivitas terapi yang tinggi dengan biaya yang rendah (Gu et al., 2015).

3.3 Penggunaan Obat Lain

Terapi diabetes melitus tidak hanya pada pengobatan penyakitnya saja tetapi juga komplikasi

dan gejala-gejala yang ditimbulkan, oleh karena itu dibutuhkan terapi obat lain. Penggunaan infus

RL OGB menjadi terapi yang banyak digunakan. Gambaran penggunaan obat lain di RSUD

Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 11: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

10

Tabel 3. Gambaran Pola Pengobatan Non Antidiabetik Oral Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap Peserta

BPJS di RSUD Sukoharjo Tahun 2016

Kelas Terapi Nama Obat Jumlah Persentase (%)

N=32

Larutan elektrolit Inj. RL OGB 32 100%

Obat saluran cerna Inj. Omeprazole 20 mg CAP 9 28,12%

Inj. Ranitidine 25 mg/mL 10 31,25%

Syp . Sucralfat 100 mL 3 9,37%

Inj. Ondansentron 4 mg 4 12,5%

Antihipertensi Amlodipine 10 mg 11 34,37%

Captopril 12,5 mg 2 6,25%

Obat jantung Clopidogrel 3 9,37%

Nitrokaf 2 6,25%

Obat saluran napas Ambroxol 30 mg 2 6,25%

Multivitamin inj .Vitmin B1 100 mg 5 15,62%

Inj. Vitamin B12 500 mg 17 53,12%

Vitamin B12 100 mg 9 28,12%

Asam folat 1 mg 3 9,37%

Analgesik Ketorolak 2 6,25%

Antalgin 3 9,37%

Paracetamol 500 mg 6 18,75%

Pada penelitian ini terdapat komplikasi penyakit yang paling banyak yaitu hipertensi dengan

jumlah 13 kasus dan IHD dengan jumlah 4 kasus. Pasien diabetes melitus umumnya memiliki

kopmlikasi hipertensi yang bisa memicu komplikasi mikrovaskuler dan faktor resiko terjadinya

penyakit jantung (American Diabetes Association, 2014). Terapi hipertensi pada penelitian ini

menggunakan obat amlodipine 10 mg dan kaptopril 12,5 mg. Amlodipine merupakan golongan

Calcium Channel Blocker yang diberikan pada pasien khusus yang memiliki resiko tinggi terhadap

penyakit koroner dan diabetes (Depkes, 2006). Pemberian terapi obat amlodipin bermanfaat untuk

mengurangi resiko terjadinya stroke dengan persentase mencapai 50% dan resiko myocardial

infraction dengan persentase 26% (Fares et al., 2016).

3.4 Analisis efektivitas biaya

a) Biaya Medik Langsung

Biaya medik langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk produk dan layanan medis yang

digunakan untuk mencegah, mendeteksi, dan mengobati penyakit. Biaya medik langsung memiliki

cakupan biaya obat,biaya obat lain, biaya keperawatan dan tindakan, biaya laboratorium dan biaya

tes diagnostik, biaya rawat inap, dan biaya kunjungan. Kopomonen biaya medik langsung pada

pasien diabetes melitus tipe 2 rawat inap peserta BPJS di RSUD Sukoharjo tahun 2016 dapat dilihat

pada Tabel 4.

Page 12: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

11

11

Tabel 4. Rekapitulasi biaya medik langsung pada pasien Diabetes melitus tipe 2 rawat inap peserta BPJS di RSUD Sukoharjo tahun 2016.

Ruangan Kombinasi

0bat

Komponen biaya (Rp±SD)

Biaya Visite

Dokter

Biaya

Laboratorium

Harga

Antidiabetik

Harga Obat

Lain

Biaya rawat inap Biaya

keperwatan

dan tindakan

Total Biaya

Kelas 3 Metformin

+

Glimepirid

+

Akarbose

23.332,09±

60.100

89.036,62±

230.468

6.491,11±

13.744

182.445,93±

463.169

53.632±

227.229

149.941,69±

198.745

285.681,93±

1.193.455

Metformin

+

Akarbose

35.309,34±

94.250

106580,94±

256.875

7.919,82±

13.692

122.682,11±

437.612

194.300,41±

421.750

217.497,35±

288.313

671.807,27±

1.512.492

Metformin

+

Glimepirid

34.606,35±

92.500

111.394,40±

218.900

13.29,42±

3.450

93.143±

353.165

144.938,79±

309.278

306.823,95±

538.006

538.061,89±

1.515.299

Metformin

+

Glibenklamid

+

Akarbose

41,365,75±

92.250

48,012,55±

205.900

1,849,1±

8.612

807,51±

443.781

34,082,55±

409.700

70,268,74±

149.813

198,507,5±

1.310.055

Glimepirid

+

Akarbose

49.500 284.300 20.889 359.337 289.200 317.175 1.320.401

Metformin 57.510,87±

84.000

137.353,78±

236.538

998,71±

2.249

259.041,98±

383.278

188.288,32±

298.981

37.980,65±

80.795

419.742,33±

1.085.840

Metformin

+

Glibenklamid

67.500 177.030 3.401 430.323 337.400 104.700 1.120.354

Kelas 2 Metformin

+

Glimepirid

66.267,22±

61.642

777,82±

148.250

5.379,67±

10.980

99.610,13±

327.432

156.270,59±

552.500

349.504,49±

380.013

667050,59±

1.480.817

Metformin 300.520,38±

280.000

289.135,96±

378.400

3.835,34±

5.613

211.654,73±

439.461

872.852,61±

1.002.800

332.104,72±

550.984

1.579.123,59±

2.657.257

Kelas

Vvip

Metformin

+

Glimepirid

68.589,35±

226.000

127.526,70±

269.275

7.684,13±

12.250

3.078,03±

308.657

1.517.451,15±

2.723.000

279.307,17±

522.500

1.851.089,58±

4.061.681

Metformin

+

Akarbose

300.500 852.100 13.122 834.614 1.442.500 288.675 3.731.511

Page 13: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

12

Hasil penelitian yang ada pada tabel 6 menunjukkan total biaya medik langsung terendah

terdapat pada kelas 3 dengan terapi obat metformin, biaya yang dikeluarkan sebesar 419.742,33 ±

1.085.840. Metformin dapat menghemat biaya terapi 39,87% sampai 40,97% (Gu et al., 2015).

Sedangkan pemberian terapi metformin dan glimepirid menjadi total biaya medik langsung tertinggi

dengan biaya sebesar 4.061.681, hal ini disebabkan karena biaya ruang rawat inap selama 15 hari

dan biaya obat lain yang sudah tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan Hartanto (2017) pada

pasien diabetes melitus tipe 2 dengan terapi antidiabetik oral di RSUD Ulin Banjarmasin

menunjukkan biaya tertinggi adalah biaya obat sebesar 53,27% yang mencakup biaya obat

antidiabetik oral dan obat lain. Biaya obat pada pasien Jamkesmas diabetes melitus menjadi

komponen yang paling besar untuk biaya total pengobatan yaitu sebesar 32,38% (Sari,2014).

Menurut penelitian yang dilakukan Priharsi (2015) menunjukkan biaya total rata-rata terapi diabetes

melitus tipe 2 rawat jalan peserta BPJS di RS Dr. Moewardi tahun 2014 yang paling besar adalah

terapi dengan golongan sulfonilurea yaitu sebesar Rp 225.008± 64.305,93.

b) Efektivitas Biaya

Terapi antidiabetik oral pada pasien diabetes melitus bertujuan untuk menurunkan kadar gula

darah sewaktu yang tinggi menjadi normal. Terapi diabetes melitus dikatakan berhasil jika kadar

glukosa darah sewaktu ≤ 200 mg/dl (PERKENI, 2015). Gambaran efektivitas pola terapi pada pasien

diabetes melitus tipe 2 rawat inap peserta BPJS di RSUD Sukoharjo tahun 2016 dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Gambaran Efektivitas Pola Terapi Pada Pasien DM tipe 2 Rawat Inap Peserta BPJS di RSUD Sukoharjo

Tahun 2016

Ruangan Kombinasi Obat Jumlah

pasien

Jumlah pasien

yang mencapi

target

Efektivitas

(%)

Kelas 3 Metformin +

Glimepirid +

Akarbose

7 5 71,43%

Metformin +

Akarbose

4 3 75%

Metformin +

Glimepirid

6 5 83,33%

Metformin +

Glibenklamid +

Akarbose

2 2 100%

Glimepirid +

Akarbose

1 1 100%

Metformin 4 3 75%

Metformin +

Glibenklamid

1 1 100%

Kelas 2 Metformin +

Glimepirid

2 2 100%

Metformin 2 2 100%

Kelas vvip Metformin +

Glimepirid

2 2 100%

Metformin +

Akarbose

1 1 100%

Page 14: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

13

Hasil efektivitas terapi menunjukkan sebagian besar pasien telah memenuhi target gula darah

sewaktu, efektivitas yang paling kecil adalah obat kombinasi metformin, glimepirid dan akarbose

sebesar 71,43%. Terapi pengobatan rata-rata hampir mencapai 100%, efektivitas yang mencapai

100% bukan berarti menunjukkan terapi berhasil semuanya karena hal ini terjadi hanya pada sampel

yang kecil.

Menurut penelitian Priharsi (2015) Hasil penelitian menunjukkan antidiabetik oral yang

banyak digunakan adalah glikuidon dari golongan sulfonilurea dengan presentase sebesar 80%.

Efektivitas terapi tertinggi yaitu golongan Biguanid dengan presentase sebesar 58,33% dan

efektivitas terendah adalah golongan Sulfonilurea dengan presentase sebesar 14,81%.

c) Perhitungan Efektivitas Biaya Berdasarkan ACER Dan ICER

Biaya merupakan komponen pengeluaran untuk mendapatkan outcome yang baik dengan

biaya serendah mungkin. Terapi dituntut bukan hanya pada efek terapi yang bagus tetapi juga biaya

terapi yang rendah. Pengukuran efektivitas biaya dapat menggunakan 2 metode yaitu ACER dan

ICER untuk menganalisis total biaya medik langsung. Perhitungan ACER Dan ICER dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Perhitungan ACER Dan ICER Pada tiap Antidiabetik oral yang digunakan pasien diabetes melitus tipe

2 peserta BPJS di RSUD Sukoharjo 2016.

Ruangan Kombinasi

Obat

Total biaya (C)

Efektivitas (E)

(%)

ACER (C/E) ICER (ΔC/ΔE)

Kelas 3 Metformin 1.085.840 75 14.477,87 -

Metformin +

Glibenklamid

1.120.354 100 11.203,54 1.380,56

.Metformin +

Glimepirid +

Akarbose

1.193.455 71,43 16.708,03 -2.558,66

Metformin +

Glibenklamid +

Akarbose

1.310.055 100 13.100,55 4.081,20

Glimepirid +

Akarbose

1.320.401 100 13.204,01 -

Metformin +

Akarbose

1.512.492 75 20.166,56 -7.683,64

Metformin +

Glimepirid

1.515.299 83,33 18.184,31 336,97

Kelas 2 Metformin +

Glimepirid +

1.480.817 100 14.808,17 -

Metformin 2.657.257 100 26.572,57 -

Kelas vvip Metformin +

Akarbose

3.731.511 100 37.315l,11 -

Metformin +

Glimepirid

4.061.681 100 40.616,81 -

Nilai ACER yang paling kecil pada penelitian ini adalah pemberian terapi obat metformin

dan glibenklamid pada kelas 3 dengan nilai sebesar Rp.11.203,54. Hasil nilai ICER yang paling kecil

adalah pemberian terapi obat metformin dan Akarbose yang memiliki nilai Rp.-7.683,64. Dari tabel

Page 15: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

14

6 menunjukkan terapi yang paling cost-effective adalah metformin dan glibenklamid di ruang kelas 3

dengan nilai ACER sebesar Rp.11.203,54 dan nilai ICER sebesar Rp.1.380,56.

Hasil penelitian Aldilla (2008) menunjukkan pola pengobatan yang banyak digunakan adalah

terapi tunggal biguanid sebesar 51,39 %. Biaya terapi tiap bulan untuk pengobatan DM tipe 2 rawat

inap di RSUD Sleman Yogyakarta untuk terapi tunggal biguanid sebesar Rp.56.359,42 ± 31.449,48

sedangkan terapi tunggal sulfonilurea sebesar Rp.54.080,68 ± 32.768,75. Efektivitas paling besar

terlihat pada pola pengobatan terapi tunggal biguanid yaitu 97,30 %. Pengobatan yang cost-effective

adalah terapi tunggal biguanid dengan nilai ACER sebesar Rp.579,23 serta memberikan manfaat

sebesar Rp.261,02.

Obat antidiabetik oral yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metformin, glimepirid,

glibenklamid dan akarbose telah terdapat dalam Formularium Nasional 2014 yang merupakan acuan

dalam pelaksanaan BPJS di Fasilitas Kesehatan 1,2 dan 3 sebagai salah badan hukum yang dibentuk

oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Formularium

Nasional 2014 karena menurut Keputusan Kementrian Kesehatan Nomor 228/Menkes/SK/VI/2013

tentang Komite Nasional Penyusunan Formularium Nasional 2013 obat-obat tersebut merupakan

obat yang dibutuhkan dan harus tersedia di Fasilitas Kesehatan 2 dan 3 yaitu Rumah Sakit tipe A, B

dan C, sehingga RSUD Sukoharjo yang merupakan rumah sakit tipe B termasuk kedalam Fasilitas

Kesehatan tipe 2. Sedangkan untuk kombinasi antidiabetik oral yang merupakan terapi lini ke 2 dan

3 dalam penelitian ini tidak terdapat penjelasan lebih lanjut pada Formularium Nasional 2014.

d) Analisis Sensivitas

Kajian farmakoekonomi memperhitungkan aspek ketidakpastian (uncertainty) dari berbagai

data yang digunakan maupun dihasilkan, agar ketidakpastian yang ada dapat diperhitungkan dengan

baik, dampak dari unsur ketidakpastian harus diidentifikasi, dinilai, dan diinterpretasi terutama untuk

parameter yang paling dominan pada hasil kajian. Untuk menganalisis dampak ketidakpastian, lazim

digunakan analisis sensitivitas. Metode yang paling sederhana adalah analisis sensitivitas satu arah,

dilakukan dengan mengubah nilai suatu variabel dalam kisaran yang memungkinkan dengan

menjaga nilai variabel lainnya konstan (KEMENKES, 2013)

Tabel 7. Rekapitulasi Perhitungan Analisis Uji Sensitivitas Terapi Metformin dan Glibenklamid

Biaya Visite

Dokter (Rp)

Biaya

Laboratorium

(Rp)

Biaya

Antidiabetik

(Rp)

Biaya Obat

Lain (Rp)

Biaya Ranap

(Rp)

Biaya

Keperwatan

dan

tindakan

(Rp)

Total Biaya

(Rp)

Biaya 67.500

177.030 3.401 430.323 337.400 104.700 1.120.354

Plus 25%

131.250 31.5037,5 4.251,25 350.403,75 421.750 177.750 1.400.442,5

Minus

25%

78.750 189.022,5 2.550,75 210.242,25 253.050 106.650 840.265,5

Page 16: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

15

Selisih 52.500 126.015 1.700,5 140.161,5 168.700 71.100 560.177

Biaya pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang kelas 3 dengan terapi obat

metformin dan glibenklamid menghabiskan total biaya Rp. 1.120.354. Hasil perhitungan analisis

sensivitas dengan selisih yang paling besar ada pada biaya rawat inap sebesar Rp.168.700. Biaya

rawat inap pada terapi antidiabetik metformin dan glibenklamid berada pada ruang kelas 3 yang

merupakan ruang kelas dengan biaya paling rendah dibandingkan dengan kelas lainnya sehingga jika

ruang kelas dinaikkan maka menjadi lebih mahal, sedangkan biaya antidiabetik merupakan

komponen biaya yang paling rendah.

4. PENUTUP

Antidiabetik oral yang digunakan adalah kombinasi metformin + glimepiride sebanyak 10

pasien (31,25%), metformin + glimepirid + akarbose sebanyak 7 pasien (21,87%), metformin

sebanyak 6 pasien (18,75%), metformin + akarbose sebanyak 5 pasien (15,62%), metformin +

glibenklamid + akarbose sebanyak 2 pasien (6,25%), glimepiride + akarbose sebanyak 1 pasien

(3,12%), metformin + glibenklamid sebanyak 1 pasien (3,12%).

Terapi antidiabetik oral yang paling cost-effective berdasarkan nilai ACER adalah kombinasi

metformin dan glibenklamid dengan nilai sebesar Rp. 11.203,54, jika berdasarkan nilai ICER

antidiabetik oral yang paling cost-effective adalah kombinasi metformin dan glibenklamid dengan

nilai sebesar Rp. 1.380,56.

PERSANTUNAN

Terimakasih diucapkan kepada Ibu Mariska Sri Harlianti, M.Sc., Apt selaku pembimbing

skripsi dan Direktur serta Staf rumah sakit terkait yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan artikel ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aldilla , D., 2008, Analisis Efektivitas-Biaya Penggunaan Terapi Tunggal Biguanid Dan

Sulfonilurea Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan Di RSUD Sleman Yogyakarta

Tahun 2007-2008. Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Andayani, T., 2013, Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi, Yogyakarta: Bursa Ilmu.

American Diabetes Association, 2014, Standards of Medical Care in Diabetes-2014. Diabetes Care,

Vol. 37 (1): S14

American Diabetes Association, 2014, Standards of Medical Care in Diabetes-2015. Diabetes Care,

Vol. 38.

Berger, M.L., Bingefors, K., Hedblom, E., Pashos, C.L., Torrance, G., Smith, M.D., 2003, Health

Care Cost, Quality, and Outcomes : ISPOR Book of Terms, ISPOR: USA.

Page 17: ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL ...eprints.ums.ac.id/54572/10/NASKAH PUBLIKASI.pdfc. Target terapi antidiabetik oral adalah tercapainya nilai normal dari GDS < 200 mg/dL

16

Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M., 2011,

Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 8th ed., Mc Graw - Hill, United State of

America.

Fares H., DiNicolantonio J.J., O’Keefe J.H. and Lavie C.J., 2016, Amlodipine in hypertension: a

first-line agent with efficacy for improving blood pressure and patient outcomes, Open Heart, 3

(2), e000473.

Gu S., Tang Z., Shi L., Sawhney M., Hu H. and Dong H., 2015, Cost-Minimization Analysis of

Metformin and Acarbose in Treatment of Type 2 Diabetes, Value in Health Regional Issues, 6,

84–88. Terdapat di: http://dx.doi.org/10.1016/j.vhri.2015.03.012.

Hartanto D. and Mulyani T., 2016, Gambaran Biaya Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Terapi

Antidiabetik Oral Di Rsud Ulin, , 2 (1), 109–116.

Kemenkes RI, 2013, Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi, Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta.

Kumar, S., and Baldi, A., 2013, Pharmacoeconomics: Principles, Methods and Economic

Evaluation of Drug Therapies, Department of Quality Assurance, I. S. F, College of Pharmacy:

India.

Koda-Kimble, M.A., et. al., 2009, Applied Therapeutics. The Clinical Use Of Drug. 9 th, Lippincot

Williams & Wilkins: Philadelpia.

Melorose J., Perroy R. and Careas S., 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2

di Indonesia, Statewide Agricultural Land Use Baseline 2015, 1, 3–7.

Murni, 2010, Analisis Efektivitas Biaya pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Rawat inap Peserta

Asuransi Kesehatan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014, Skripsi, Fakultas

Farmasi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

National Institute of Health, 2014, Causes of Diabetes, National Diabetes Information.

Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013, Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional,

www.depkes.go.id (diunduh pada tanggal 16 November 2016).

PERKENI, 2011, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia,

PB. PERKENI, Jakarta.

Price, S. A. And Wilson, L, M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6,

EGC: Jakarta.

Priharsari. A., 2015. Analisi Efektivitas Biaya Antidibetik Oral pada Penderita Diabetes Melitus

Tipe 2 Rawat inap Peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Daerah DR. Moewardi Tahun 2014,

Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Rascati, K, L., 2009, Essential of Pharmacoeconomics, Walters Kluwer Health: Philadelphia.

Sari, R.M. 2014. Perbandingan Biaya Riil dengan Tarif Paket Ina-CBGs dan Analisis Faktor yang

Mempengaruhi Biaya Riil pada Pasien Diabetes Melitus Rawat Inap Jamkesmas di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta. SPREAD. Vol.4 No.1 : 61-70

UU BPJS, 2011, Penjelasan Tentang BPJS, www.djpp.kemenkumham.go.id (diunduh pada tanggal

16 November 2016).

Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., & King, H., 2004, Global Prevalence of Diabetes:

Estimates for the year 2000 and projections for 2030, Diabetes Care, 27, 1047-1053.