analisis bi rate terhadap nilai tukar

24
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbedaan nilai tukar mata uang suatu Negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang tersebut (Levi, 1996:129). Kurs merupakan salah satu harga yang lebih penting dalam perekonomian terbuka, karena ditentukan oleh adanya kseimbangan antara permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar, mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca transaksi berjalan maupun bagi variabelvariabel makro ekonomi lainnya. Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil (Salvator, 1997:10). Ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi arus modal atau investasi dan pedagangan Internasional. Indonesia sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku industri mengalami dampak dan ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari rnelonjaknya biaya produksi sehingga menyebabkan harga barangbarang milik Indonesia mengalami peningkatan. Dengan melemahnya rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri. Krisis moneter yang dimulai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian, termasuk perbankan. Inflasi merupakan salah satu dampak dari terjadinya krisis ekonomi

Upload: ahmad-zakariya

Post on 15-Nov-2015

59 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Analisis BI Rate Terhadap Nilai Tukar

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN1.1.Latar BelakangPerbedaan nilai tukar mata uang suatu Negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang tersebut (Levi, 1996:129). Kurs merupakan salah satu harga yang lebih penting dalam perekonomian terbuka, karena ditentukan oleh adanya kseimbangan antara permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar, mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca transaksi berjalan maupun bagi variabelvariabel makro ekonomi lainnya. Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil (Salvator, 1997:10). Ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi arus modal atau investasi dan pedagangan Internasional. Indonesia sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku industri mengalami dampak dan ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari rnelonjaknya biaya produksi sehingga menyebabkan harga barangbarang milik Indonesia mengalami peningkatan. Dengan melemahnya rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri. Krisis moneter yang dimulai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian, termasuk perbankan. Inflasi merupakan salah satu dampak dari terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda suatu negara. Inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam (absolute) yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara (Tajul Kahalwaty, 2000:5). Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi inflasi adalah dengan menekan uang beredar baik dalam arti sempit (M1) maupun arti luas (M2) atau likuiditas perekonomian. Efek dari kebijakan ini, bank-bank swasta maupun bank-bank pemerintah berlomba-lomba menaikkan suku bunga. Bunga yang diberikan oleh bank-bank pada masyarakat merupakan daya tarik yang utama bagi masyarakat untuk melakukan penyimpanan uangnya di bank, sedangkan bagi bank, semakin besar dana masyarakat yang bisa dihimpun, akan meningkatkan kemampuan bank untuk membiayai operasional aktivanya yang sebagian besar berupa pemberian kredit pada masyarakat. Menurut Usman (1987:29), tidak jarang bank-bank menetapkan suku bunga terselubung, yaitu suku bunga simpanan yang diberikan lebih tinggi dari yang diinformasikan secara resmi melalui media massa dengan harapan tingkat suku bunga yang dinaikkan akan menyebabkan jumlah uang yang beredar akan berkurang karena orang lebih senang menabung daripada memutarkan uangnya pada sektor-sektor produktif atau menyimpannya dalam bentuk kas di rumah. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga terlalu rendah, jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah karena orang akan lebih senang memutarkan uangnya pada sektor-sektor yang dinilai produktif. Suku bunga yang tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang memiliki tingkat risiko lebih besar. Sehingga dengan demikian, tingkat inflasi dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga (Khalwaty, 2000:144). Namun ternyata kebijakan ini dapat menimbulkan dampak negatif pada kegiatan ekonomi. Kebijakan uang ketat disatu sisi memang menunjukkan indikasi yang baik pada nilai tukar yang secara bertahap menunjukkan kecenderungan menguat namun di sisi lain kebijakan uang ketat yang mendorong tingkat suku bunga tinggi ternyata dapat menyebabkan cost of money menjadi mahal, hal yang demikian akan memperlemah daya saing ekspor di pasar dunia sehingga dapat membuat dunia usaha tidak bergairah melakukan investasi dalam negeri, produksi akan turun, dan pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan (Boediono, 1990:3).1.2.Rumusan Masalah1. Bagaimana dampak yang ditimbulkan BI rate terhadap nilai tukar?2. Bagaimana dampak positif dan negatif yang ditimbulkan akibat kebijakan Bank Indonesia meningkatkan BI rate?1.3.Tujuan Penelitian1. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan BI rate terhadap nilai tukar.2. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif yang ditimbulkan akibat kebijakan Bank Indonesia meningkatkan BI rate.BAB IILANDASAN TEORI2.1.Pengertian Nilai Tukar (Kurs)Untuk memberikan gambaran umum tentang nilai tukar (kurs) makaStephen M. Goldfeld dan Lester V Chandler (1989:657)mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kurs antara dua satuan mata uang adalah jumlah satuan suatu mata uang yang dibutuhkan untuk membeli satu satuan mata uang asing.Suatu kurs dapat ditentukan seperti setiap harga barang yang lain yaitu oleh fungsi permintaan dan penawaran valuta asing. Dapat pula ditentukan (pagged) oleh suatu instansi pemerintah yang campur tangan dalam pasar valuta asing dengan membeli dan menjual aktiva cadangan resmi untuk mempertahankan kurs pada level tertentu.Lebih lanjutSadono Sukirno (1999:358)menyebutkan bahwa kurs (nilai tukar) adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing. Lebih jauhWinardi (1987:168)memberikan pengertian kurs yaitu harga persatuan sebuah valuta asing yang dinyatakan dalam satuan valuta domestik.Berdasarkan pendapat di atas maka nilai berbagai mata uang asing berbeda dalam suatu waktu tertentu dan suatu mata uang asing nilainya akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi saat itu. Jika mata uang suatu negara mengalami penurunan dibanding dengan mata uang negara lain disebut depresiasi, sedang jika mengalami kenaikan dibanding dengan uang negara lain disebut apresiasi.Pergerakan mata uang ditentukan oleh berbagai sistem yang berlaku. Ada beberapa sistem yang digunakan oleh beberapa negara untuk menentukan sistem yang akan dipakai seperti yang dipakai pada tahun 1930 di mana sistem-sistem nilai tukar yang berfluktuatif bebas ataupunsistem nilai tukar tetap, akan dimungkinkan setiap negara dapat melakukan devaluasi untuk memulihkan keseimbangan neraca pembayarannya, walaupun tindakan devaluasi ini tidak pasti memulihkan keseimbangan neraca pembayarannya. Untuk mencapai suatu sistem moneter atau sistem nilai tukar yang tertib agar memudahkan arus bebas perdagangan setelah perang dunia II.Nilai tukar mata uang diperlukan ketika akan melakukan pembayaran internasional. Berbagai negara di dunia yang melakukan perdagangan luar negeri menggunakan beberapa sistem penetapan nilai tukar dengan tujuan mempermudah proses penukaran mata uang yang satu dengan mata uang yang lainnya.Samuelson (1986:622)membagi sistem penetapan nilai tukar menjadi tiga bentuk utama yaitu 1) Kurs menurut sistem standar emas 2) Kurs mengambang bebas 3) Sistem kurs mengambang terkendali.SedangkanRobert Ekellund Jr dan Robert D Tollisondalam bukunya Makroekonomimenambahkan sistem lain yaitu sistem kurs tetap.Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :1.Sistem nilai tukar menurut standar emasDalam sistem ini setiap transaksi internasional dibayar dengan menggunakan emas sebagai alat tukar. Negara yang banyak mengimpor barang dan jasa memerlukan banyak devisa emas untuk membayar biaya-biaya impor. Sebaliknya negara yang banyak mengekspor barang dan jasa akan banyak menerima emas. Kondisi ini jika terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan suatu negara kehilangan seluruh persediaan emasnya sementara di negara lain akan terjadi penumpukan devisa emas sehingga terjadi ketidakseimbangan neraca pembayaran internasional pada masing-masing negara.Hume dan Samuelson (1986:624)memberikan teori tentang penyeimbang kembali arus emas menurut Hume, negara yang terlalu banyak mengimpor barang akan terlalu banyak kehilangan emasnya untuk pembayaran. Merosotnya kuantitas emas akan menurunkan persediaan uang sesuai dengan teori kuantitas uang dariIrving Fisher, harga-harga dan biaya akan tertekan sehingga negara tersebut akan mengurangi impornya karena harga barang impor menjadi relatif lebih mahal. Harga barang domestik dianggap lebih murah oleh pihak asing, maka ekspor domestik akan meningkat. Dengan juga demikian negara yang semula kehilangan persediaan emas akan berubah menjadi negara yang banyak mempunyai emas. Neraca pembayaran yang semula tidak seimbang akan menjadi seimbang.Mekanisme penyeimbang arus emas ini, menurut Hume akan memperbaiki neraca pembayaran dari negara yang semula kehilangan emas dan memperburuk neraca pembayaran negara yang semula banyak menerima emas. Pada akhirnya akan tercapai keseimbangan perdagangan luar negeri dan keuangan akan tertata kembali pada harga-harga relatif baru.2.Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate system)Nilai tukar dibuat konstan atau hanya dibiarkan berfluktuasi dalam batas-batas yang sangat sempit. Jika nilai tukar bergerak terlalu tajam pemerintah dapat melakukan intervensi untuk mempertahankannya.3.Sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate system)Yaitu nilai tukar dibiarkan berfluktuasi secara bebas. Perkembangan kurs akan tergantung permintaan dan penawaran di pasar valuta asing.Apabilapelaku ekonomi tidak melakukan perlindungan terhadap nilai mata uang maka akan sulit menentukan perencanaan.4.Sistem nilai tukar mengambang terkendaliYaitu pemerintah ikut campur tangan mengendalikan kurs mata uang dengan cara menjual dan membeli valuta asing. Tujuannya adalah menjaga stabilitas kurs mata uang sebagaimana yang diinginkan pemerintah.

2.2.Tingkat Suku Bunga Bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang disebut sebagai persentase dari jumlah yang dipinjamkan. Dengan kata lain, orang harus membayar kesempatan untuk meminjam uang. Biaya peminjaman uang, diukur dalam dolar per tahun per dolar yang dipinjam, adalah suku bunga (Samuelson dan Nordhaus, 2004). Menurut Case dan Fair (2004), tingkat suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan atas suatu pinjaman yang dinyatakan sebagai persentase pinjaman. Besarnya sama dengan jumlah bunga yang diterima pertahun dibagi jumlah pinjaman. Tingkat bunga sangat berpengaruh dalam aktivitas perekonomian suatu negara. Tingkat bunga dapat berpengaruh terhadap tingkat investasi, jumlah uang beredar, inflasi, obligasi, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Selain itu tingkat bunga merupakan faktor yang penting dalam perekonomian suatu negara karena sangat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan perekonomian negara tersebut. Hal ini tidak hanya mempengaruhi keinginan konsumen untuk membelanjakan ataupun menabungkan uangnya, tetapi juga mempengaruhi dunia. usaha dalam mengambil keputusan. ena itu tingkat bunga mempunyai pengaruh yang sangat luas ter tetapi juga pada sektor riil, sektor ketenagakerjaan, bahkan sektor internasional. Secara teoritis terdapat dua jalur utama mekanisme transmisi kebijaka moneter, yaitu melalui jumlah uang yang beredar (quantity targeting) dan jalur harga melalui suku bunga (price targeting). Dalam kenyataannya terdapat banyak macam tingkat bunga. Tingkat bunga berbeda terutama dalam hal karakteristik dari pinjaman atau peminjam. Pinjaman dibedakan atas jangka waktu atau jatuh temponya. Sekuritas jangka panjang banyak yang memiliki tingkat bunga lebih tinggi dari jangka pendek karena pemberi pinjaman mau mengorbankan akses cepat ke dana mereka hanya jika mereka dapat meningkatkan penghasilan mereka.

2.3. Tingkat Bunga Riil dan Nominal Samuelson dan Nordhaus (2004) menjelaskan suku bunga nominal (kadang juga disebut suku bunga uang) adalah suku bunga atas uang dalam ukuran uang. Sebaliknya, suku bunga riil dikoreksi karena inflasi dan dihitung sebagai suku bunga nominal dikurangi tingkat inflasi. Mankiw (2007) menyatakan bahwa para ekonom menyebutkan tingkat bunga yang dibayar bank sebagai tingkat bunga nominal (nominal interest rate) dan kenaikan daya beli sebagai tingkat bunga riil (real interest rate). Jika i menyatakan tingkat bunga nominal, r tingkat bunga riil, dan tingkat inflasi, maka hubungan antara ketiga variabel tersebut adalah: r = i ...................................................................................................... (i) Tingkat bunga riil adalah perbedaan diantara tingkat bunga nominal dan tingkat inflasi. Sedangkan tingkat bunga nominal adalah jumlah tingkat bunga riil dan tingkat inflasi: i = r + ...................................................................................................... (ii) Persamaan di atas disebut persamaan Fisher (Fisher equation). Persamaan tersebut menunjukkan tingkat bunga bisa berubah karena dua alasan: karena tingkat bunga riil berubah atau karena tingkat inflasi berubah.

2.4.Konsep Paritas Suku Bunga (Interest Rate Parity)Interest Rate Parity (IRP) adalah salah satu teori yang paling dikenal dalam keuangan internasional yang menerangkan bagaimana hubungan bursa valas forex market dengan international money market (pasar uang internasional). Teori IRP menyatakan bahwa perbedaan tingkat bunga (securities) pada international money market akan cenderung sama dengan forward rate premium atau discount. Dengan kata lain berdasarkan teori IRP akan dapat ditentukan/diperkirakan berapa perubahan kurs forward atau forward rate (FR) dibandingkan dengan spot rate (SR), bila terdapat perbedaan tingkat bunga misalnya antara home country dan foreign country. Menurut IRP, besarnya perubahan FR terhadap SR akan ditentukan oleh besarnya forward rate premium atau discount, yang timbul sebagai akibat dari perbedaan tingkat bungan antara home country dan foreign country. Dengan deminkian seorang pemilik dana akan dapat menentukan dalam mata uang atau valas apa dananya akan diinvestasikan (Hady, 2001). Persamaannya dapat diturunkan dari rumus di bawah ini: it= i*t + Ft - St ......................................................................................... (i) i = i*t + FP .............................................................................................. (ii) Dimana Ft = Nilai tukar di masa mendatang St = Nilai tukar sekarang FP (Forward Premium) = Ft St

BAB IIIHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN4.1.Studi KasusPositif-Negatif Kebijakan BI RateDI sepanjang 2013 Bank Indonesia (BI) gencar menaikkan suku bunga acuannya (BI rate). Mulai dari 6% (Juni-Juli), 6,5% (Agustus-September), 7% (Oktober) hingga menjadi 7,5% menjelang akhir November. Menaikkan dan atau menurunkan BI rate merupakan otoritas penuh BI sebagai pengambil kebijakan terkait moneter. Menaikkan BI rate , berupaya menarik rupiah yang "nongkrong" di manca negara agar kembali masuk ke Indonesia. Dengan demikian pemilik rupiah (termasuk non rupiah) di mancanegara terpikat karena suku bunga yang menjanjikan (tinggi), sehingga menyimpan dananya di Indonesia.Kebijakan menaikkan BI rate (hingga ke level 7,5%), oleh berbagai kalangan/pakar ekonomi dinilai bisa memberikan dampak positif atau negatif terhadap dinamika perekonomian nasional. Dampak positif, pemerintah bisa lebih mengendalikan/menjaga inflasi dan defisit pada neraca transaksi berjalan. Sedangkan dampak negatif, kebijakan menaikkan BI rate mempengaruhi sektor riil terutama usaha kecil dan menengah (UKM). Melesunya kegiatan UKM, karena terbatasnya dana (tingginya suku bunga kredit perbankan) untuk para pelaku usaha kelompok ini dalam melangsungkan usahanya.Pemerintah sebagai pengambil kebijakan fiskal dan BI sebagai pengambil kebijakan moneter yang bertujuan sama, yakni mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan yang realistis, harus bergerak (harmonis) meski sesuai bidang tugasnya masing-masing. Kebijakan menaikkan BI rate, selain menarik dana di luar negeri juga guna mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya terhadap US$ atau dolar Amerika. Sekaligus mendukung "empat paket kebijakan pemerintah". Pertama, memperbaiki defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap US$ dengan mendorong ekspor dan keringanan pajak kepada industri tertentu.Kedua, menjaga pertumbuhan ekonomi, di mana pemerintah memastikan defisit APBN 2013 tetap sebesar 2,38% dan pembiayaan aman. Ketiga, menjaga daya beli, dan keempat, guna mempercepat investasi pemerintah mengefektifkan sistem layanan terpadu satu pintu perizinan investasi.BI Rate dan Solusi Pemulihan RupiahPengusaha/produsen dan pelaku pasar saat ini butuh kebijakan yang menghasilkan dalam waktu segera (berjangka pendek). Jika memungkinkan, pemerintah menalangi sementara selisih kurs khusus impor barang, paling tidak selama enam bulan. Selisih kelebihan biaya impor ditanggung pemerintah, sementara produsen/importir membayar harga barang impornya dipatok pada kurs (ideal) Rp 10.000 per US$.Hanya saja, timbul pertanyaan, dengan kurs rupiah yang sudah menembus level Rp 12.000 per US$ apa ada uang pemerintah menalangi selisih kurs, misalnya sebesar Rp 2.000? Padahal cadangan devisa, transaksi perdagangan dan APBN sudah defisit (tekor). Jika kebijakan menalangi dipaksakan dikhawatirkan berpotensi menimbulkan masalah baru bagi pemerintah.Sementara di lain pihak, akibat melemahnya nilai tukar rupiah bunga utang pemerintah juga membengkak. Terlebih jika penaikan BI rate ternyata tidak berdaya menarik rupiah/non rupiah dari mancanegara, dikhawatirkan akan merunyamkan perkenomian/keuangan negara. Guna bisa kembali menggairahkan sektor riil sebagai akibat pelemahan nilai tukar rupiah dan seiring dengan kebijakan menaikkan BI rate serta empat paket kebijakan pemerintah, disarankan pemerintah mengambil langkah-langkah (solusi) berikut.1. Memberikan insentif kepada para pengusaha industri/produsen yang menggunakan bahan baku impor untuk menggunakan US$ bernilai "patok" Rp 10.000 per US$ paling tidak dalam kurun waktu enam bulan (hingga Juni 2014).2. Membebaskan pajak penghasilan gaji para pegawai/buruh sekaligus menjaga harmonisasi pengusaha-buruh-pemerintah agar selalu tercipta suasana kondusif.3. Tidak menaikkan suku bunga kredit untuk perusahaan-perusahaan produsen tertentu yang menggunakan bahan impor untuk produksinya meski BI rate dinaikkan.4. Menghapus/meniadakan (lagi) biaya-biaya siluman seperti untuk perizinan, biaya-biaya keamanan dan biaya-biaya non operasional/ekonomis lainnya.Harus Bekerja SamaPemerintah dengan empat paket kebijakannya dan BI dengan kebijakan (menaikkan) BI rate-nya yang beralasan untuk mengimbangi tekanan geliat inflasi yang cenderung meliar harus saling bekerja sama secara baik. Meski BI telah menaikkan BI rate (7,5%), mengusahakan suku bunga kredit bagi pengusaha/produsen yang menggunakan bahan impor sebagai bahan bakunya tidak dinaikkan. Sehingga, sektor riil tetap berjalan meski dengan keuntungan minim, sembari terus mencari solusi terbaik agar tingkat kepercayaan asing bisa pulih kembali. Sementara dana-dana yang sempat keluar bisa ditarik kembali dari mancanegara, diharapkan peran aktif pemerintah untuk melakukan reformasi di bidang ekonomi dan perbankan. Juga mengupayakan agar para investor percaya menanamkan investasinya di Indonesia dengan memudahkan perijznan, membatasi gerak unjuk rasa anarkis dan menjaga stabilitas kemanan dalam negeri.Terpenting lainnya, pemerintah wajib memberdayakan dan mengembangkan produk-produk dalam negeri (pangan dan non pangan) dengan mensupport dana, fasilitas dan pembinaan kepada para petani/perajin untuk bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sehingga, pasca terpenuhinya kebutuhan dalam negeri barulah memproduksi untuk tujuan ekspor dan mengurangi berbagai penggunaan barang-barang impor.Terakhir, melakukan efisiensi terhadap berbagai bidang kehidupan, kedinasan, penanganan/tender berbagai proyek, dan lain-lain. Terutama pemberantasan korupsi melalui political will secara sungguh-sungguh dari pemerintah dan DPR.Sumber: Medanbisnisdaily.com

4.2.Hasil AnalisisBI Rate adalah suku bunga dengan tenor 1 bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik yang berfungsi sebagai sinyal kebijakan moneter. Secara sederhana BI rate adalah indikasi suku bunga jangka pendek yang diinginkan oleh Bank Indonesia dalam rangka mencapai target inflasi. Pada tahun 2013 Bank Indonesia (BI) untuk kelima kalinya dalam setahun kembali menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis poin (bps) lewat keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia. Sejak Juni 2013, nilai tukar Rupiah memang cenderung melemah. Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa Negara emerging markets(negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat) lainnya. Selama Juni-Agustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20 persen; dan nilai tukar Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen.Trendmelemahnya nilai tukar mata uang beberapa negaraemerging marketsselama Juni-Agustus 2013 bisa dilihat dalam grafik di bawah ini:Ketidakstabilan nilai tukar dalam beberapa waktu lalu cenderung memperlihatkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar semakin melemah , Salah satu penyebab masalah ini adalah Neraca perdagangan Indonesia yang sejak tahun 2012 mengalami defisit berkepanjangan, dan masih berlanjut hingga 2013. Defisit tersebut merupakan yang terburuk sejak tahun 1961. Di samping itu, neraca transaksi berjalan juga mengalami defisit yang bahkan jauh lebih serius dari defisit neraca perdagangan. Defisit transaksi berjalan ini sudah berlangsung selama 8 kwartal berturut-turut, yaitu sejak kwartal IV 2011 hingga kwartal III 2013. Secara kebetulan kurs rupiah terhadap dolar AS juga mengalami tekanan hebat, dan terdepresiasi hingga 24,26 persen selama satu tahun terakhir ini, terhitung 7 Desember 2012 hingga 6 Desember 2013. Puncak akselerasi depresiasi terjadi pada pertengahan tahun kedua sebesar 21,96 % (5 Juni 2013 6 Desember 2013). Untuk pertengahan tahun pertama (7 desember 2012 5 Juni 2013) rupiah hanya terdepresiasi 1,89 persen. Lihat tabel di bawah ini.

Depresiasi rupiah yang luar biasa ini memicu Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya, yang juga dikenal dengan BI rate, sebanyak lima kali dalam kurun waktu lima bulan, sejak 13 Juni 2013 hingga 12 November 2013. BI rate pada periode tersebut naik 1,75 persen, dari 5,75 persen menjadi 7,50 persen.Kenaikan BI rate yang terus menerus ini diharapkan dapat mengurangi defisit transaksi berjalan (dan defisit neraca perdagangan), yang pada akhirnya juga diharapkan dapat mengangkat kurs rupiah agar tidak merosot lebih jauh. Langkah ini diambil sebagai salah tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.Kebijakan menaikkan BI rate (hingga ke level 7,5%), dinilai bisa memberikan dampak positif atau negatif terhadap dinamika perekonomian nasional. Dampak positifnya yaitu ketika Bank Indonesia menaikkan BI rate tekanan terhadap rupiah akan berkurang karena kenaikan BI rate bisa menarik aliran modal kembali masuk ke Indonesia sehingga diharapkan mampu mebangkitkan pelemahan nilai tukar rupiah dan kegiatan impor bisa berjalan dengan baik lagi. Selain itu, kenaikan BI Rate ini juga berdampak positif khususnya dalam pengelolaan ekspektasi inflasi ke depannya. Inflasi perlu dijaga agar tidak melampaui level yang ditargetkan pemerintah dan Bank Indonesia pada 2013 yaitu pada angka 7,2 persen. Level inflasi yang tinggi menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang akan semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.Tapi di sisi lain dengan adanya Kenaikan BI Rate akan berdampak negatif terhadap perekonomian dan sektor riil. Pertumbuhan ekonomi akan melambat. Umumnya sektor riil adalah sektor yang padat karya, sehingga memiliki struktur permodalan yang lebih banyak terdiri dari utang. Dengan kenaikan suku bunga acuan, yang selanjutnya akan diikuti dengan kenaikan bunga pinjaman dan simpanan berjangka oleh bank-bank di seluruh Indonesia, para pengusaha sektor riil akan kesulitan dalam mengembangkan usahanya. Hal ini juga menyebabkan terjadinya multiplier effect antara lain potensi masalah pengangguran karena pemutusan hubungan kerja.Resiko lain yang mungkin ditimbulkan adalah penurunan penerimaan negara dari sektor pajak. Perlambatan ekonomi menimbulkan kecenderungan untuk mengurangi konsumsi dan menaikkan simpanan. Dari sisi pengusaha sendiri, akan terjadi penurunan pendapatan karena sedikitnya permintaan pasar. Sehingga penerimaan negara dari sektor pajak, terutama Pajak Penghasilan dan pajak konsumsi seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ikut menurun.Kenaikan BI Rate juga akan mengakibatkan kenaikan suku bunga perbankan. Bank bisa menaikkan suku bunga simpanan ataupun pinjaman. Kenaikan suku bunga simpanan akan mendorong masyarakat menunda kegiatan konsumsi karena memilih menyimpan dana di bank. Kenaikan suku bunga simpanan akan meningkatkan biaya dana bank. Jika tidak ingin margin tertekan, bank harus menaikkan suku bunga pinjaman. Langkah bank menaikkan suku bunga pinjaman akan berhadapan dengan risiko kredit bermasalah.Melihat sisi lain yang timbul dari kenaikan BI rate, hendaknya Pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah dan Bank Indonesia harus sejalan dalam mengantisipasi nilai tukar yang terus melemah. Dalam hal ini pemerintah bisa mengambil berbagai kebijakan untuk mengatasi nilai tukar yang melemah, diantaranya Memperbaiki defisit neraca perdagangan dengan mendorong tingkat ekspor dan memberikan keringanan pajak pada industri tertentu. Menjaga daya beli masyarakat, dengan mengubah tata niaga daging sapi dan holtikultura. Mempercepat investasi dengan mengoptimalkan sistem layanan terpadu satu pintu untuk perizinan investasi. Memberikan insentif kepada para pengusaha industri/produsen yang menggunakan bahan baku impor untuk menggunakan US$ bernilai "patok" Rp 10.000 per US$ paling tidak dalam kurun waktu enam bulan (hingga Juni 2014). Membebaskan pajak penghasilan gaji para pegawai/buruh sekaligus menjaga harmonisasi pengusaha-buruh-pemerintah agar selalu tercipta suasana kondusif. Tidak menaikkan suku bunga kredit untuk perusahaan-perusahaan produsen tertentu yang menggunakan bahan impor untuk produksinya meski BI rate dinaikkan. Menghapus/meniadakan (lagi) biaya-biaya siluman seperti untuk perizinan, biaya-biaya keamanan dan biaya-biaya non operasional/ekonomis lainnya

BAB IVPENUTUP4.1.KesimpulanPada beberapa tahun terakhir nilai tukar rupiah selalu terdepresiasi. Bank Indonesia sebagai pengambil kebijakan moneter mempunyai wewenang dalam menaik turunkan BI rate untuk menstabilkan nilai rupiah terhadap mata uang asing agar tetap stabil. BI rate dinilai dapat mempunyai dampak positif dan negatif terhadap Indonesia.Kebijakan menaikkan BI rate (hingga ke level 7,5%), dinilai bisa memberikan dampak positif atau negatif terhadap dinamika perekonomian nasional. Dampak positifnya yaitu ketika Bank Indonesia menaikkan BI rate tekanan terhadap rupiah akan berkurang karena kenaikan BI rate bisa menarik aliran modal kembali masuk ke Indonesia sehingga diharapkan mampu mebangkitkan pelemahan nilai tukar rupiah. Sedangkan dampak negatif, kebijakan menaikkan BI rate mempengaruhi aktivitas perekonomian dan sektor riil terutama usaha kecil dan menengah (UKM). Melesunya kegiatan UKM, karena terbatasnya dana (tingginya suku bunga kredit perbankan) untuk para pelaku usaha kelompok ini dalam melangsungkan usahanya.