analisa sosial - katekese umat.pdf
TRANSCRIPT
Katekese Umat_Adrianus Bai Meo1
ANALISA SOSIAL
DALAM KATEKESE UMAT
1. Arti dan Tujuan Analisa Sosial
Pengertian Analisa Sosial
Analisa Sosial adalah suatu usaha untuk mempelajari struktur sosial yang ada, mendalami
institusi ekonomi, politik, agama, budaya, dan keluarga, sehingga kita tahu sejauh mana dan
bagaimana institusi – institusi itu menyebabkan ketidakadilan sosial.
Jadi analisa sosial adalah satu usaha nyata yang merupakan bagian penting menegakkan
keadilan sosial.
Tujuan Analisa Sosial
- Dengan mempelajari institusi – institusi itu, kita akan mampu melihat masalah sosial yang
ada dalam konteksnya yang lebih luas.
- Dan kalau kita berhasil melihat suatu masalah sosial yang hendak kita pecahkan dalam
konteksnya yang lebih luas, maka kita pun dapat menentukan aksi yang lebih tepat yang
diharapkan dapat menyembuhkan sebab terdalam dari masalah tersebut.
2. 5 dimensi Analisa Sosial
Menurut Jhon Prior, analisa sosial dibagi kedalam 5 dimensi yaitu :
1. Dimensi Ekonomis
Mulai dari menggambarkan bagaimana kenyataan ekonomis dari situasi, yang didalamnya
masyarakat menemukan dirinya.
Pengalaman menunjukkan apabila suatu kelompok menganalisa suatu dimensi secara
sistematis maka akan diperoleh penemuan-penemuan baru.
Penting juga untuk menempatkan analisa tersebut pada suatu level zonal yang bergerak dari
tingkat lokal ke regional, dari regional ke nasional, dan dari tingkat nasional ke
international. Hal ini dilakukan guna memahami secara menyeluruh sifat saling
mempengaruhi yang terjadi pada dimensi ekonomi ini.
Dimensi ekonomi dalam banyak hal sangat fundamental dan mempengaruhi apa yang
terjadi pada dimensi-dimensi lain.
2. Dimensi Politik
Katekese Umat_Adrianus Bai Meo2
Hal ini berkaitan dengan penggunaan kekuasaan di dalam masyarakat siapa yang
menentukan undang-undang dan melaksanakannya dan demi keuntungan siapa.
Yang terpenting ialah kenyataan ketidakadilan yang begitu biasa dalam politik.
Menurut konsep kristiani tentang pribadi adalah perlu bahwa orang berpartisipasi dalam
membentuk masyarakat mereka bagi keuntungan semua orang.
Bila partisipasi ini ditantang, hal ini menjadi problem pastoral, karena akjan terjadi
dehumanisasi
Proses dehumanisasi dalam masyarakat menyebabkan mereka bersikap sebagai penerima
pasif terhadap keputusan-keputusan orang lain dan mempersulit mereka untuk menjadi
manusia yang matang dan karena itu juga sulit untuk sampai pada suatu jawaban yang
penuh iman.
3. Dimensi Sosial
Dimensi sosial lebih mengarah pada perhatian terhadap kelompok-kelompok basis yang
membentuk masyarakat, yakni kelompok petani, pekerja/buruh, tuan-tuan tanah dan
kelompok orang kaya pada umumnya.
Perhatian juga terhadap realitas kelas-kelas, masyarakat, struktur keluarga, persekolahan,
pemeliharaan kesehatan, dan sistem legal.
Maka katekese hendak mengarahkan minatnya untuk melihat bagaimana faktor-faktor ini
membentuk manusia yang dipanggil kepada kebebasan dan kematangan melalui rahmat
Kristus.
4. Dimensi Kultural
Dimensi ini secara mendasar lebih berhubungan dengan sistem nilai yang dianut oleh
masyarakat, yang meresap lebih jauh didalam motivasi mereka, misalnya mereka bertindak
menurut cara yang mereka biasa bertindak.
5. Dimensi Religius
Menurut istilah ilmu pengetahuan sosial hal ini biasanya tergolong dalam dimensi kultural,
namun karena hal ini penting sebagai dimensi yang terdalam dari masyarakat, dimana masalah-
masalah terakhir dipertanyakan dan tinjauan dunia yang menyeluruh diintegrasikan, hal itu
meminta perhatian istimewa dari manusia.
3. Tiga ( 3 ) pendekatan yang digunakan untuk menganalisis dimensi – dimensi Analisa Sosial
1. Pendekatan analisis fenomenalis – historis
Katekese Umat_Adrianus Bai Meo3
Dalam analisis ini menempatkan problem yang sedang diselidiki dalam konteks sejarah
seturut pandangan masyarakat setempat yang dibandingkan dengan dokumen-dokumen
seperlunya.
Analisis ini ditempatkan dalam konteks sejarah perjuangan masyarakat.
Analisa ini dimunculkan dari pengikut-sertaan dalam kecemasan dan pengharapan yang
telah dialami selama ini.
2. Pendekatan analisis struktural – budaya (semiotik)
Melalui analisis ini dipahami sistem pemahaman budaya dibalik pengalaman masyarakat
yang dipakai oleh orang setempat untuk menafsirkan pengalaman dan menata tingkah
lakunya.
Yang dianalisis misalnya, simbol-simbol bahasa, tingkah laku, dan benda.
3. Pendekatan analisis sosiologis
Meneliti situasi seturut golongan-golongan masyarakat.
Contohnya, golongan tua dan muda, pria dan wanita, desa dan kota, petani, buruh,
pedagang, orang kebanyakan, dan orang elite.
4. Analisa Sosial dengan “tiga poros”
Dalam Nota Pastoral 2004 berjudul “Keadaan publik : menuju habitus baru bangsa”, KWI
memperkenalkan analisa sosial dengan 3 poros, yaitu :
1. Poros Negara
Melalui badan-badan publiknya, negara bergerak di ruang publik dengan menyelenggarakan
kesejahteraan umum.
Keberadaannya berdasarkan kekuasaan yang dilimpahkan secara sah padanya oleh
masyarakat, melalui suatu proses demokratis misalnya, Pemilihan Umum.
Lembaga publik ini mempunyai kuasa regulatif yang memungkinkan pengaturan dan
koordinasi hidup bersama misalnya wewenang untuk melarang pabrik kertas membuang
limbah di sungai yang membahayakan kesehatan masyarakat di sekitar pabrik tersebut.
2. Poros Pasar
Bergerak di ruang publik melalui urusan transaksi jual-beli barang dan jasa secara spontan
namun “fair” demi keuntungan baik bagi penjual, pembeli, maupun masyarakat pada
umumnya.
3. Poros Masyarakat Warga
Katekese Umat_Adrianus Bai Meo4
Berinteraksi di ruang publik atas dasar saling percaya dan tata perilaku sosial yang
diandaikan diterima dan dihormati oleh semua pihak.
Contohnya, rasa aman berjalan di jalan umum, rasa nyaman dalam beribadat, memasang
lampu penerang di depan rumah demi kepentingan bersama, semua hal ini merupakan tanda
ada dan berfungsinya sebuah komunitas warga.
5. Model atau kerangka berpikir dalam menganalisa situasi
Ada 2 model yang sering melatarbelakangi orang dalam mendekati masalah-masalah sosial, yaitu :
1. Model Konsensus
Menurut model konsensus ini :
Struktur sosial yang ada merupakan hasil konsensus bersama anggota masyarakat,
perjanjian dan pengakuan bersama akan nilai-nilai.
Setiap masyarakat pada hakekatnya teratur dan stabil disebabkan karena adanya kultur
bersama yang meliputi nilai-nilai, norma, dan tujuan yang hendak dicapai, yang dianut dan
dihayati oleh masyarakat.
Dengan adanya konsensus bersama, maka tata sosial dalam suatu masyarakat tetap stabil.
Oleh karena itu, masalah sosial dinilai sebagai penyimpangan dari nilai-nilai dan norma-
norma bersama karena dianggap membahayakan stabilitas sosial dan penyelesaiannya selalu
diusahakan didalam kerangka tata sosial yang sudah ada.
Model konsensus ini melatarbelakangi 2 ideologi, yaitu :
Ideologi Konservatif
Menjunjung tinggi struktur sosial (stratifikasi sosial/tingkat sosial).
Perbedaan tingkat sosial disebabkan karena perbedaan diantara individu-individu
dengan bakat-bakat yang berbeda, setiap orang harus berkembang sesuai dengan
bakat dan kemampuannya.
Prestasi yang berbeda dan hak untuk mendapat balas jasa yang berbeda merupakan
dasar adanya hak milik pribadi.
Kaum konservatif melihat masalah kemiskinan sebagai kesalahan pada orang miskin
itu sendiri. Sebab orang miskin dinilai bodoh, malas, tidak punya motivasi
berprestasi yang tinggi, tidak punya ketrampilan, dsb.
Kaum konservatif sering berbicara mengenai kultur dan mentalitas orang miskin
yang mereka anggap sebagai sebab kemiskinan karena mereka menilai positif
Katekese Umat_Adrianus Bai Meo5
struktur sosial yang sudah ada maka orang miskin dianggap sebagai orang yang
gagal menyesuaikan diri dalam tata sosial yang ada atau bahkan menyimpang dari
ketentuan yang diharapkan dan disetujui masyarakat.
Kaum konservatif senang menyebarluaskan contoh-contoh orang yang berhasil
misalnya, dari bekerja sebagai penjual koran akhirnya bisa menjadi orang yang
sukses.
Kaum konservatif tidak mendukung adanya campur tangan pemerintah untuk
mengatasi kemiskinan. Misalnya, pemerintah memberi dana bagi mereka yang
berpendapatan rendah, maka hal ini dianggap akan membuat orang miskin semakin
malas dan mengurangi motivasi untuk berkembang bagi kelompok tersebut.
Ideologi Liberal
Liberalisme memandang manusia sebagai yang digerakkan oleh motivasi
kepentingan ekonomi pribadi dan liberalisme mempertahankan hak manusia untuk
mencapai semaksimal mungkin cita-cita pribadinya.
Liberalisme percaya akan efektivitas pasaran bebas dan hak atas milik pribadi, hak-
hak, kebebasan individu sangat ditekankan dan diperjuangkan demi untuk
melindungi individu-individu terhadap kesewenangan negara.
Kaum liberal memandang kemiskinan sebagai masalah yang serius, karenanya harus
diselesaikan dalam struktur politik, ekonomi yang sudah ada. Yang terpenting ialah
diciptakannya kesempatan yang sama untuk berusaha bagi setiap orang tanpa
diskriminasi.
Kaum liberal percaya bahwa orang miskin dapat mengatasi kemiskinan mereka
asalkan mendapat kesempatan berusaha yang memadai.
Untuk mengatasi kemiskinan, kaum liberal mengusulkan diperbaikinya pelayanan-
pelayanan bagi kaum miskin, membuka kesempatan-kesempatan kerja baru,
membangun perumahan dan menyebarluaskan pendidikan.
Sehubungan dengan kultur orang miskin, kaum liberal mempunyai pandangan yang
optimistis. Menurut mereka agar orang miskin terbebaskan dari kultur
kemiskinannya maka perlu diadakan perubahan-perubahan terhadap lingkungan dan
situasi hidup mereka yang meliputi, dihapuskannya diskriminasi dalam mencari
kerja, perumahan, dan pendidikan. Perlu juga diciptakannya lapangan-lapangan
Katekese Umat_Adrianus Bai Meo6
kerja dan latihan-latihan ketrampilan dan diperbaikinya pelayanan-pelayanan
lainnya.
Menurut kaum liberal, jika kondisi-kondisi sosial dan ekonomi telah diperbaiki dan
kesempatan-kesempatan baru telah terbuka bagi orang miskin maka mereka akan
siap menyesuaikan diri dengan kultur dominan dalam masyarakat dan meninggalkan
kultur mereka.
Baik konservatif maupun liberal mempertahankan struktur sosial yang sudah ada.
Struktur sosial ditandai dengan perbedaan tingkat sosial, sistem ekonomi kapitalis,
dan demokratis politik.
Dalam memandang kemiskinan ada perbedaan antara kaum konservatif dan liberal.
Konservatif cenderung menyalahkan orang miskin sebab tidak berusaha
menggunakan kesempatan-kesempatan yang ada yang disediakan oleh masyarakat,
sedangkan kaum liberal memandang bahwa kesempatan yang ada belum cukup
memadai sehingga orang miskin tidak bisa hidup sesuai harapan, maka usaha kaum
liberal ialah bagaimana memungkinkan orang miskin hidup dalam struktur sosial
yang sudah ada, sedangkan kaum konservatif lebih cenderung membiarkan orang
miskin berusaha sendiri.
2. Model Konflik
Menurut model konflik ini :
Struktur sosial yang ada sebagai hasil pemaksaan sekelompok kecil anggota masyarakat
terhadap mayoritas warga masyarakat. Jadi, struktur sosial bukanlah hasil konsensus seluruh
warga apalagi persetujuan bersama mengenai nilai-nilai dan norma-norma.
Struktur sosial adalah dominasi sekelompok kecil dan kepatuhan serta ketundukan sebagian
besar warga masyarakat atas dominasi kelompok kecil tersebut.
Hukum dan undang-undang dalam masyarakat adalah ciptaan kelompok kecil, elite,
kelompok yang memerintah untuk mempertahankan kepentingan mereka. Hukum dan
undang-undang ditujukan untuk melindungi milik-milik pribadi dan kepentingan mereka.
Model ini memandang positif perubahan-perubahan dan konflik sebagai sumber-sumber
potensial bagi perubahan sosial yang progresif.
Penganut model ini selalu mempertanyakan struktur sosial yang sudah ada dan
menganggapnya sebagai penyebab kemiskinan. Maka, persoalan kultur dan mentalitas
orang miskin tidak menarik perhatian para penganut model konflik sebab persoalan kultur
Katekese Umat_Adrianus Bai Meo7
orang miskin dianggap tidak mempersoalkan secara mendasar struktur ekonomi dan
kekuasaan politik yang sudah ada.
Model konflik menilai kultur dan mentalitas orang miskin yang sudah digambarkan oleh
kaum konservatif disebabkan oleh struktur sosial itu sendiri yang tetap bertahan sejak
dahulu.
Penganut model ini selalu mempersoalkan struktur sosial yang dianggap sebagai sebab
kemiskinan. Untuk menganalisa keadaan mereka selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
sebagai berikut :
- Kelompok mana yang mendapat untung dari sistem masyarakat yang ada dan kelompok
mana yang dirugikan?
- Siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam kompetisi, dalam grup dan di antara
grup yang ada?
- Faktor-faktor mana yang menentukan siapa pemenang dan siapa yang kalah?
a. Pandangan model konflik tentang masyarakat
Penganut model ini melihat masyarakat yang ada sebagai masyarakat massal yang
terdiri dari kelompok elite yang berada di atas dan massa rakyat banyak yang ada di
lapisan bawah yang sama sekali tidak terorganisasi sehingga tidak memiliki konsumen
mass media.
Karena tidak menguasai mass media maka komunikasi terjadi hanya satu arah dan
pendengar-pendengar individual tidak dapat memberi reaksi/jawaban kembali sehingga
kelompok ini tidak mampu menyuarakan pendapat mereka.
Penganut model konflik juga berpendapat bahwa dalam masyarakat kemiskinan
memang sengaja dipertahankan sebab orang-orang miskin dianggap memang
mempunyai fungsi.
Sistem ekonomi, kepentingan kelompok penguasa, dan elite penguasa membutuhkan
kelanggengan kemiskinan sebab kemiskinan akan menjamin adanya pekerja-pekerja
kotor yang harus dikerjakan dalam masyarakat. Dengan kata lain, kemiskinan berfungsi
menyediakan tenaga-tenaga kerja murah yang mau menangani pekerjaan kotor dengan
upah murah, maka sebenarnya orang miskin memberikan subsidi berbagai macam
kegiatan ekonomi yang menguntungkan orang kaya.
Katekese Umat_Adrianus Bai Meo8
Orang miskinn juga berfungsi menstabilkan proses kehidupan politik, karena pada
umumnya mereka acuh dan kurang berminat dalam kegiatan politik, misalnya dalam
PEMILU, sejauh mereka telah diharapkan pasti akan memilih partai tertentu maka partai
yang bersangkutan terus memusatkan perhatian dan usahanya untuk memperoleh
dukungan suara dari kelompok kelas menengah dan atas, sebab orang miskin dianggap
sudah dalam genggaman.
Orang miskin juga dibutuhkan sebagai identifikasi jelas pelanggaran-pelanggaran norma
masyarakat. Misalnya, untuk membenarkan baiknya kerja keras, rajin, jujur, monogami,
maka para pendukung dan pembela norma-norma ini harus dapat menemukan orang-
orang yang bisa dinilai sebagai orang-orang yang malas, penipu, dan asusila.
Demikianlah nasib orang miskin yang lebih mudah daripada kelompok kelas menengah
dan atas untuk ditangkap dan dihukum jika mereka melanggar norma-norma
masyarakat.
b. Amal dan sosial
Menurut penganut model konflik, segala usaha amal, jaminan sosial, pelayanan-
pelayanan sosial dianggap sekedar untuk menyenangkan orang miskin hanya untuk
sementara saja.
Pelayanan-pelayanan sosial diadakan hanya untuk tujuan ekonomis dan politis yaitu
demi terhindarnya kekacauan sosial dan demi pengaturan kerja dengan upah rendah.
Dihindarinya kekacauan sosial dimaksudkan agar sistem politik yang ada dapat terus
dipertahankan, sedangkan pengaturan dengan upah rendah demi kelangsungan sistem
kapitalisme.
Dengan demikian, jaminan-jaminan sosial yang diberikan Negara untuk orang-orang
miskin pada hakikatnya adalah mekanisme untuk mengontrol dan mengendalikan orang-
orang miskin.
c. Jalan keluar
Menurut penganut model konflik, jalan keluar yang mengarah kepada perubahan sosial
melewati garis moderat sampai pada garis yang benar-benar radikal.
Garis moderat menghendaki demokrasi partisipatif baik dalam grup-grup sosial yang
ada maupun dalam organisasi-organisasi sebagai tujuan yang harus dicapai oleh setiap
masyarakat. Penganut garis moderat tidak menganggap penting kepemimpinan
sebaliknya mereka yakin bahwa semua orang harus ikut ambil bagian dalam
Katekese Umat_Adrianus Bai Meo9
pengambilan keputusan-keputusan yang mempengaruhi hidup mereka. Mereka
menentang segala bentuk birokrasi, pengaturan dari luar, maka mereka menginginkan
adanya kontrol, misalnya Mahasiswa terhadap Perguruan Tingginya, Buruh atas
Pabriknya, dsb.
Penganut garis radikal menganjurkan aksi-aksi menentang sistem sosial yang ada,
misalnya ketidaktaatan rakyat akan segala aturan yang ada, sebab mereka yakin bahwa
tidak mungkin mengadakan perubahan-perubahan lewat saluran-saluran resmi/legal
yang ada misalnya melalui PEMILU, saluran ini dianggap tidak efektif.
Perbedaan antara model konsensus dan model konflik secara skematis adalah sebagai
berikut :
ASPEK MODEL KONSENSUS MODEL
KONFLIK KONSERVATIF LIBERAL
1. Struktur Sosial - Hasil konsensus.
- Tidak dimasalahkan,
bahkan dipertahankan.
-Hasil konsensus.
-Tidak dimasalahkan,
bahkan dipertahankan.
-Buatan
sekelompok kecil,
yang lalu
dipaksakan
kepada minoritas.
-Selalu
dimasalahkan.
1.1Stratifikasi
sosial
- Disebabkan oleh bakat
individu; jasa atau
karya seseorang dan
masyarakat wajibh
memberi balas jasa. Ini
dasar hak milik
pribadi.
- Menekankan asas
ketidak-samarataan.
Sama dengan
konservatif.
- Dibuat oleh yang
berkuasa.
- Hak milik pribadi
itu relative,
mepunyai fungsi
sosial.
- Menekankan asas
kesama-rataan.
1.2 Otoritas/
kepemimpinan
Dinilai sangat hakiki Sama dengan konservatif - Bersikap kritis
Terhadap
Katekese Umat_Adrianus Bai Meo10
kepemimpinan.
- Otoritas akan
Mementingkan
diri
sendiri (KUD).
1.3 Konflik kelas - Cenderung menutup
adanya konflik kelas.
- Menekankan
persatuan
Sama dengan konservatif Cenderung
membuka konflik
kelas yang
disembunyikan.
1.4 Stabilitas Stabilitas ditekankan Sama dengan konservatif Dinamika/perubaha
n sosial ditekankan.
1.5 Peraturan Sedikit mungkin peraturan.
Laissez faire, Laissez
passer.
Perlu adanya
peraturan yang
membatasi elite.
2. Kemiskinan Kesalahan orang yang
bersangkutan sebagai
sebab.
Kurangnya kesempatan
berusaha bagi orang
miskin.
Struktur sosial
sebagai sebab.
3.Usaha
mengatasi
kemisknan.
- Membiarkan.
-Menentang segala
usaha/bantuan
pemerintah/dari luar;
menilainya counter
produktive.
- Himbauan moral.
Menyediakan,
memperluas kesempatan
untuk berusaha bagi
orang miskin.
Merubah struktur
sosial, demokrasi,
kekuasaan di tangan
orang miskin.
4.Aktor
perubahan
demi mengatasi
kemiskinan
Orang yang bersangkutan
sendiri.
Pemerintah, elite. Aktor utama adalah
orang miskin
sendiri.
5.Cara mengatasi. Menertibkan orang-orang
yang bersangkutan
(himbauan moral).
Mengembangkan,
merealisir kemungkinan-
kemungkinan yang ada
dalam sistem.
Mengganti
sistem/aturan.
Katekese Umat_Adrianus Bai Meo11
3. Model Konsensus atau Model Konflik
Model konsensus dan model konflik merupakan dua sisi pandangan tentang kenyataan
masyarakat, yang saling melengkapi dan tidak dapat diabaikan salah satunya.
Konsensus atau konflik dalam masyarakat merupakan aspek-aspek struktur masyarakat
yang dapat dimengerti jika kita menyadari adanya dialektik antara stabilitas dan perubahan,
antara konsensus dan konflik.
Kedua model ini dipilih hanya untuk menerangkan masalah sosial yang ada, mengingat
sebagian besar penduduk baik ditingkat regional, nasional, maupun international miskin
hanya sebagian kecil penduduk yang kaya maka untuk menerangkan situasi kemiskinan ini
model konfliklah yang lebih tepat.
Pemilihan model juga didasarkan pada posisi/jabatan seseorang. Orang yang telah
menduduki posisi yang enak dan aman, misalnya sebagai pejabat pemerintahan atau telah
berhasil di bidang ekonomi biasanya cenderung memilih model konsensus, sebaliknya
orang-orang yang tidak menduduki posisi/jabatan yang aman dan enak cenderung memilih
model konflik.
Demikianlah orientasi sosial dan politik seseorang menentukan pemilihan model. Pemilihan
model tergantung pada sistem nilai seseorang, maka penting sekali orang mengungkapkan
sistem nilainya dalam membahas masalah sosial.