analisa kondisi usaha industri gula merah · kabupaten madiun). di bawah bimbingan dr. ir. machfud,...

108
ANALISA KONDISI USAHA DAN RANCANG ULANG TATA LETAK INDUSTRI GULA MERAH TEBU (Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun) Oleh : Santo Priyono F34102088 2006 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: phammien

Post on 06-Mar-2019

263 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

ANALISA KONDISI USAHA DAN RANCANG ULANG

TATA LETAK INDUSTRI GULA MERAH TEBU (Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)

Oleh :

Santo Priyono

F34102088

2006

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

ANALISA KONDISI USAHA DAN RANCANG ULANG

TATA LETAK INDUSTRI GULA MERAH TEBU (Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)

Oleh :

Santo Priyono

F34102088

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2006

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 3: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ANALISA KONDISI USAHA DAN RANCANG ULANG

TATA LETAK INDUSTRI GULA MERAH TEBU (Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Santo Priyono

F34102088

Tanggal lulus : 22 Agustus 2006

Disetujui :

Bogor, 3 September 2006

Dr. Ir. Machfud, MS

Pembimbing Akademik

Page 4: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

Santo Priyono. F34102088. Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Ulang Tata Letak Industri Gula Merah Tebu (Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS.

RINGKASAN

Gula merah merupakan salah satu alternatif yang dapat membantu memenuhi kekurangan konsumsi gula pasir. Gula merah sudah digunakan di Jawa sejak tahun 400. Pada awalnya gula merah dibuat dari nira palma, nira kelapa dan nira siwalan. Setelah tebu masuk ke Indonesia, dikenal pembuatan gula merah dari nira tebu. Penelitian ini bertujuan untuk (i) menganalisa kondisi usaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari, (ii) menganalisa dan melakukan rancang ulang bangunan pabrik, dan (iii) menganalisa prospek pengembangan dan kelayakan usaha industri gula merah tebu. Penelitian ini termasuk kedalam kelompok penelitian survei dan studi kasus dengan sampel yaitu semua unit usaha pengolahan gula merah tebu yang pada saat penelitian sedang beroperasi. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, observasi, wawancara, dan pengukuran langsung.

Industri gula merah tebu yang dikaji termasuk kelompok industri kecil non formal, dengan pola usaha (i) mengolah tebu yang berasal dari lahan milik dan atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii) mengolah tebu dari orang lain (titip giling). Kegiatan produksi dilakukan sesuai periode musim panen tebu antara bulan Mei – Oktober dengan tingkat produksi 268 kg gula merah / hari. Mutu produk yang dibagi menjadi (21%), sedang (51%), dan jelek (28%). Penentuan tingkat mutu produk dilakukan berdasarkan warna, rasa, dan kekerasan. Pemasaran dilakukan melalui pedagang pengumpul pengecer, pedagang pengumpul besar, dan konsumen secara langsung. Jumlah tenaga kerja adalah 5 – 10 orang / kelompok. Kebutuhan modal untuk kegiatan usaha berasal dari modal sendiri dan pinjaman. Berdasarkan kombinasi sumber bahan baku yang diolah, rata-rata usaha ini memberikan keuntungan sebesar Rp 302.053 / hari.

Pertimbangan kegiatan rancang ulang adalah (i) memperbaiki kondisi fisik bangunan pabrik gula merah tebu, (ii) membuat ruang produksi menjadi lebih bersih, dan (iii) memperbaiki aliran proses produksi dan perpindahan bahan. Hasil rancang ulang menunjukkan (i) tata letak lebih baik dan rapi, (ii) aliran proses produksi lebih baik, (iii) ruang produksi menjadi lebih bersih, dan (iv) mengurangi pergerakan pekerja. Analisa finansial dengan melihat nilai NPV, IRR, dan PBP sebagai kriteria kelayakan usaha menunjukkan rancang ulang layak dilakukan.

Page 5: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

Santo Priyono. F34102088. Analyse Condition Effort and Redesign Manufacturing Plan of Brown Sugar Cane Industry (Case study in Sub district Kebonsari, Regency Madiun). Below tuition Dr. Ir. Machfud, MS

SUMMARY

Brown sugar is one alternative in supporting deficient sugar consumption. Brown sugar has been used in Java since the early of 5th century. In the past, brown sugar was made from palm, coconut, and siwalan juice. The production of brown sugar from sugar cane was introduced after sugar cane had entered Indonesia. The objective of this research are (i) analyze the condition of the brown sugar cane industry in Kebonsari Sub district, (ii) analyze and redesign the manufacturing plant, and (iii) analyze the development prospect and feasibility of the industry itself. The research is comprised in the survey and case study analysis category by means of samples of all production units operating. Data was attained through literary studies, observation, and direct sampling.

The research shows that brown sugar industries are considered a small informal industries, with patterns of business activity which are (i) sugar cane processed is obtained from sugar cane planted on private property and rented, (ii) sugar cane processed is obtained from purchased, and (iii) sugar cane processed is obtained from other person (refinery entrust). Production activity is conducted according to the season period of sugar cane harvesting between May – October with the production capacity 268 kg / day. Product quality consists of excellent (21 %), average (51 %), and poor (28 %) quality. Determination of quality is based on color, taste, and hardness. Distribution of product was conducted through retailers, mass retailers, and direct consumers. There are 5 – 10 laborers / group. Capital source derived for the business activity come from the industrialist and loan. Based on processed raw material source combination, the rate of benefit of the business activity is Rp 302.053 / day.

Manufacturing plant redesign is conducted to (i) repair the physical manufacturing plant condition, (ii) make the plant cleaner, and (iii) improve stream production process and material transfer. The result of manufacturing plant redesign shows (i) better and orderly plant layout, (ii) better production process, (iii) cleaner manufacturing plant, and (iv) improvement in workers movement efficiency.

Page 6: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skipsi yang berjudul ”Analisa Kondisi Usaha

dan Rancang Ulang Tata Letak Industri Gula Merah Tebu (studi kasus di

Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)” adalah benar-benar hasil karya

saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing atau dengan jelas ditunjukkan

rujukannya

Bogor, 3 September 2006

Yang menyatakan

Santo Priyono

F34102088

Page 7: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotamadya Bogor, Propinsi Jawa

Barat pada tanggal 6 Oktober 1984. Penulis merupakan anak

pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ibu Suprihatin dan

Bapak Suparyono. Pendidikan dasar penulis diselesaikan di

SD Negeri Lawanggintung I Bogor pada tahun 1996,

selanjutnya penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 2

Bogor. Setelah lulus dari SMU Negeri 2 Bogor, pada tahun 2002 penulis

melanjutkan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut

Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis pernah melakukan kegiatan praktek

lapang di PT Sumber Sari Bumi Pakuan Perkebunan Teh Ciliwung Cisarua Bogor

pada tahun 2005.

Page 8: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT karena

dengan rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Uiang Industri Gula Merah” yang dibuat

untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Machfud, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang bersedia

membimbing dan memberikan saran-saran

2. Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MS dan Ir. Elisa Anggareni MSc sebagai dosen

penguji yang memberikan saran-saran perbaikan penulisan skripsi

3. Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc., Dr. Ir. Sukardi, MM., dan Dr. Ir. Suprihatin

yang telah memberikan kesempatan penelitian

4. Kedua orang tua dan adik-adik yang selalu memberikan dorongan semangat,

pengorbanan dan doa yang tiada putus

5. Keluarga Bapak Sugito yang selalu membantu penulis selama penelitian

6. Instansi-instansi yang telah memberikan ijin dan informasi dalam penelitian

7. Para pengusaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari sebagai

responden yang telah memberikan informasi dalam penelitian

8. Teman-teman semua atas kebersamaan, kerjasama, dan dukungan selama

penelitian dan studi

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian

dan studi

Kekurangan diakui oleh penulis dan untuk itu kritik dan saran yang

membangun akan sangat membantu dalam penyempurnaan skripsi ini. Demikian

semoga skripsi ini bermanfaat di kemudian hari.

Bogor, Agustus 2006

Penulis

Page 9: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

ii

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................

vi

I. PENDAHULUAN .......................................................................................

A. LATAR BELAKANG ................................................................................

B. TUJUAN PENELITIAN .............................................................................

C. RUANG LINGKUP ....................................................................................

D. MANFAAT PENELITIAN .........................................................................

1

1

2

3

3

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

A. INDUSTRI KECIL ....................................................................................

B. TEKNOLOGI PROSES GULA MERAH ..................................................

1. Bahan Baku ............................................................................................

2. Proses Pembuatan Gula Merah Tebu .....................................................

3. Mutu dan Kualitas Gula Merah ..............................................................

C. MANAJEMEN PEMASARAN ..................................................................

D. PERENCANAAN TATA LETAK .............................................................

E. ANALISA BIAYA DAN FINANSIAL ......................................................

4

4

5

6

7

8

9

10

11

III. METODOLOGI ............................................................................................

A. KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................

B. METODE PENELITIAN ............................................................................

1. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................

2. Metode Sampling ....................................................................................

3. Metode Pengumpulan Data ....................................................................

4. Metode Pengolahan Data ........................................................................

13

13

16

16

16

17

17

Page 10: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

iii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................

A. PROFIL INDUSTRI GULA MERAH TEBU ............................................

1. Karakteristik Wilayah .............................................................................

2. Karakteristik Industri ..............................................................................

3. Kontribusi Industri Terhadap Wilayah ...................................................

B. RANCANG ULANG BANGUNAN INDUSTRI GULA MERAH TEBU

1. Perbaikan Tata Letak Pabrik ..................................................................

2. Analisa Finansial ....................................................................................

21

21

21

25

54

58

58

65

V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................

A. Kesimpulan ...............................................................................................

B. Saran .........................................................................................................

70

70

72

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 73

LAMPIRAN .......................................................................................................... 77

Page 11: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

iv

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu gula merah tebu ......................................

8

Tabel 2. Luas tanah kecamatan kebonsari berdasarkan penggunaan ..................

22

Tabel 3. Hasil produksi pertanian, tanaman obat, dan perkebunan kecamatan kebonsari tahun 2004 ........................................................

22

Tabel 4. Mata pencaharian penduduk di kecamatan kebonsari tahun 2004 ....

23

Tabel 5. Sarana dan prasarana di kecamatan kebonsari ....................................

24

Tabel 6. Harga tebu berdasarkan bulan tahun 2006 ........................................

30

Tabel 7. Kebutuhan bahan baku dan areal perkebunan tebu industri gula merah tebu di kecamatan kebonsari ..................................................

31

Tabel 8. Penggunaan dan harga bahan tambahan pangan ................................

32

Tabel 9. Harga jual produk gula merah tebu tahun 2006 ..............................

45

Tabel 10. Biaya pengadaan bahan baku tebu / kotak (163 kw tebu) ...............

51

Tabel 11. Analisa profitabilitas berdasarkan bahan baku (264 kg produk/hari) ...

52

Tabel 12. Analisa kebutuhan dan luas ruang .....................................................

62

Tabel 13. Kondisi sebelum dan setelah rancang ulang ......................................

63

Tabel 14. Analisa profitabilitas sebelum rancang ulang ....................................

65

Tabel 15. Analisa profitabilitas setelah rancang ulang ......................................

66

Tabel 16. Investasi rancang ulang industri gula merah tebu ............................

67

Tabel 17. Biaya tetap peralatan industri gula merah tebu / tahun ...................

68

Tabel 18. Analisa kelayakan finansial rancang ulang .......................................

68

Page 12: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

v

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Skematis pelaksanaan penelitian .....................................................

15

Gambar 2. Perencanaan tata letak secara sistematis ..........................................

18

Gambar 3. Prosedur pendirian perusahaan di Kabupaten Madiun ....................

28

Gambar 4. Sumber bahan baku untuk industri gula merah tebu .......................

29

Gambar 5. Grafik persentase areal tanaman tebu Kabupaten Madiun ..............

30

Gambar 6. Grafik luas areal tanaman tebu Kecamatan Kebonsari pada periode tahun 1997 – 2004 ..............................................................

31

Gambar 7. Mesin diesel dan mesin penggiling tebu .........................................

34

Gambar 8. Prinsip kerja mesin penggiling tebu ................................................

35

Gambar 9. Desain tungku pemasakan gula merah tebu ....................................

36

Gambar 10. Diagram alir proses gula merah tebu ...............................................

37

Gambar 11. Tahapan proses penggilingan ..........................................................

38

Gambar 12. Tahapan proses pemasakan .............................................................

40

Gambar 13. Tahapan proses pengentalan dan pencetakan .................................

41

Gambar 14. Tahapan proses pengemasan dan penyimpanan .............................

42

Gambar 15. Distribusi produk gula merah tebu ..................................................

46

Gambar 16. Peta keterkaitan aktivitas .................................................................

60

Gambar 17. Diagram keterkaitan aktivitas ..........................................................

61

Page 13: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Peta lokasi Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun ....................

77

Lampiran 2. Mesin dan peralatan produksi ...........................................................

78

Lampiran 3. Analisa peningkatan dan penurunan tingkat upah ............................

79

Lampiran 4. Analisa profitabilitas industri gula merah tebu .................................

80

Lampiran 5. Kondisi awal pabrik gula merah tebu ...............................................

81

Lampiran 6. Peta proses operasi pembuatan gula merah tebu ..............................

82

Lampiran 7. Tata letak industri gula merah tebu awal ..........................................

83

Lampiran 8. Hasil rancangan tata letak industri gula merah tebu .........................

84

Lampiran 9. Kondisi akhir industri gula merah tebu .............................................

85

Lampiran 10. Laporan laba rugi rancang ulang tata tetak industri gula merah tebu

86

Lampiran 11.

Arus kas rancang ulang tata letak industri gula merah tebu .............

89

Lampiran 12. Kuesioner responden pengusaha industri gula merah tebu ............... 92

Page 14: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gula merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok yang pengadaan

dan distribusinya diatur oleh pemerintah. Pada tahun 2004 konsumsi gula nasional

mencapai 3,4 juta ton, sedangkan produksi gula nasional hanya sebesar 2,05 juta

ton (Anonim, 2005). Gula merah merupakan salah satu alternatif yang dapat

membantu memenuhi kekurangan konsumsi gula pasir. Berbeda dengan gula

kristal, pengadaan dan distribusi gula merah tidak diatur oleh pemerintah.

Menurut Mubyarto (1984) pada akhir tahun 1960-an, industri gula mengalami

penurunan produktivitas dari tahun ke tahun karena inefisiensi dalam melakukan

pengolahan tebu menjadi gula. Akibat terjadinya penurunan nilai sewa tanah dan

harga tebu sehingga para petani lebih untung untuk mengolah sendiri tebu mereka

menjadi gula merah untuk dikonsumsi sendiri atau untuk dijual di pasar-pasar

terdekat dengan harga jual sebesar ± 80% dari harga gula pasir.

Gula merah sudah digunakan di Jawa sejak tahun 400. Pada awalnya gula

merah dibuat dari nira palma, nira kelapa dan nira siwalan. Setelah tebu masuk ke

Indonesia, dikenal pembuatan gula merah dari nira tebu. Sejarah usaha gula tebu

dimulai pada abad 17 pada jaman penjajahan Belanda yang memperkenalkan gula

tebu sebagai komoditi perdagangan dan kemudian sebagai komoditi industri yang

cukup potensial di Pulau Jawa (Wirioadmodjo et al., 1984).

Industri gula merah merupakan industri rumah tangga yang turun temurun.

Proses pengolahan gula merah dikerjakan dengan cara dan peralatan yang

sederhana. Secara tradisional gula merah banyak dibuat dari nira tebu, nira kelapa,

nira siwalan, dan nira dari palma lain. Gula merah mempunyai flavor yang khas

sehingga tidak dapat digantikan oleh gula pasir. Gula merah dapat digunakan

sebagai penyedap masakan, pemanis minuman, kue-kue, dan merupakan salah

satu bahan baku dalam industri kecap (Syukur et al., 1999).

Profil pengusaha kecil di Indonesia dari segi manajemen antara lain pemilik

sebagai pengelola, tidak membuat perencanaan tertulis dan pembukuan, kurang

mampu mempertahankan mutu, sangat tergantung pada pelanggan dan pemasok

Page 15: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

2

disekitar usaha, dan kurang mampu membina hubungan perbankan. Profil

pengusaha kecil dari segi keuangan antara lain memulai usaha kecil-kecilan

dengan bermodalkan sedikit dana dan keterampilan pemilik, kemampuan

memperoleh sumber dana pinjaman dari perbankan rendah dan terbatas,

perencanaan anggaran kas kurang akurat, serta kurang memahami prinsip dan

pentingnya pencatatan keuangan dan penyajian laporan keuangan (Sejoedono dan

Tiktik, 2004).

Berbagai permasalahan yang umum dialami oleh pengusaha kecil juga

ditemukan pada pengusaha gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari. Oleh karena

industri gula merah tebu di Kecamatan Kecamatan Kebonsari merupakan sentral

gula merah tebu di Kabupaten Madiun serta mengingat usaha ini dapat

memberikan kontribusi terhadap kebutuhan gula dan memiliki potensi ekspor,

maka industri gula merah tebu perlu dikembangkan. Agar perkembangan tersebut

dapat efektif maka diperlukan informasi yang lengkap dan akurat mengenai

kondisi industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari saat ini.

Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain yang menentukan produktivitas UKM

agar dapat berkembang, salah satu faktor pada bidang manajemen produksi adalah

aspek tata letak pabrik. Oleh karena produksi gula merah tebu merupakan

kelompok bahan pangan, maka aspek higienis dan sanitasi dalam ruang produksi

dan selama proses produksi menjadi faktor yang penting. Berdasarkan

pertimbangan tersebut maka penelitian ini juga melakukan rancang ulang pabrik

di salah satu pengusaha gula merah tebu yang berada di Kecamatan Kebonsari

untuk memperbaiki produktivitas dan kualitas terutama dari segi higienis dan

kebersihan.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :

1. Menganalisa kondisi usaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari,

Kabupaten Madiun yang meliputi aspek legalitas, aspek teknis dan

teknologis, aspek ketenagakerjaan, aspek pemasaran, aspek pembiayaan, dan

aspek profitabilitas.

2. Menganalisa dan melakukan rancang ulang pabrik salah satu pengusaha

industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun.

Page 16: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

3

3. Menganalisa prospek pengembangan dan kelayakan usaha industri gula

merah tebu di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian adalah industri gula merah tebu, yaitu industri yang

mengolah tebu menjadi gula merah. Industri ini meliputi industri yang berskala

rumah tangga yaitu industri yang mempunyai tenaga kerja kurang dari lima orang,

dan industri kecil yaitu industri dengan tenaga kerja 5 – 19 orang. Penelitian ini

dibatasi pada dua kegiatan utama yaitu analisa profil usaha industri gula merah

tebu, dan analisa rancang ulang bangunan industri gula merah tebu di Kecamatan

Kebonsari, Kabupaten Madiun.

Analisa profil usaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari

meliputi karakteristik wilayah, karakteristik industri, dan kontribusi industri

terhadap wilayah. Karakteristik wilayah meliputi kondisi lokasi, kependudukan,

serta sarana dan prasarana. Karakteristik industri meliputi sejarah dan

perkembangan, aspek legalitas, aspek teknis dan teknologis, aspek

ketenagakerjaan, aspek pemasaran, aspek pembiayaan dan aspek profitabilitas.

Kontribusi industri terhadap wilayah meliputi pendapatan daerah, pertumbuhan

usaha lain, dan penyerapan tenaga kerja. Analisa rancang ulang bangunan industri

gula merah tebu meliputi aspek tata letak pabrik dan aspek finansial.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dilakukannya penelitian ini antara lain :

1. Memberikan informasi mengenai kondisi usaha industri gula merah tebu yang

saat ini dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten

Madiun.

2. Melakukan perbaikan tata letak dan fasilitas pabrik gula merah tebu yang

diharapkan akan memperbaiki mutu dan kualitas gula merah yang dihasilkan.

3. Mengidentifikasi berbagai permasalahan dalam industri gula merah tebu serta

memberikan rekomendasi yang diharapkan mampu menyelesaikan

permasalahan tersebut.

Page 17: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. INDUSTRI KECIL

Menurut Undang-Undang No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, definisi

industri kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau

rumah-tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang ataupun

jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih

paling banyak Rp 200 juta, dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar Rp 1

milyar atau kurang.

Batasan mengenai skala usaha menurut BPS dilakukan berdasarkan kriteria

jumlah tenaga kerja, yaitu :

1. Industri dan Dagang Mikro (ID Mikro) : 1 – 4 orang

2. Industri dan Dagang Kecil (ID Kecil) : 5 – 19 orang

3. Industri dan Dagang Menengah (ID Menengah) : 20 – 99 orang

4. Industri dan Dagang Besar (ID Besar) : 100 orang ke atas

Berdasarkan Undang-Undang No 9 Tahun 1995 tersebut, Departemen

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah membuat empat kelompok bidang usaha

yang ada pada usaha kecil dan menengah (UKM), yaitu :

1. Bidang usaha perdagangan

2. Bidang usaha industri pertanian

3. Bidang usaha industri non pertanian

4. Bidang usaha aneka jasa

Menurut Sejoedono dan Tiktik (2004) kriteria umum UKM dilihat dari ciri-

cirinya pada dasarnya bisa dianggap sama, yaitu sebagai berikut :

1. Struktur organisasi yang sangat sederhana

2. Tanpa staf yang berlebihan

3. Pembagian kerja yang “kendur”

4. Memiliki hierarki manajerial yang pendek

5. Aktivitas sedikit yang formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan

6. Kurang membedakan aset pribadi dari aset perusahaan

Page 18: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

5

Menurut Adiningsih (2004) permasalahan utama UKM, yaitu masalah

finansial dan masalah manajemen. Masalah yang termasuk dalam masalah

finansial diantaranya adalah :

1. Kurangnya akses ke sumber dana yang formal baik disebabkan oleh ketiadaan

bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai

2. Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi

3. Banyak UKM yang belum bankable baik disebabkan belum adanya

manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan

manajerial dan finansial

Masalah organisasi manajemen (non-finansial) antara lain :

1. Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang

disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan

teknologi serta kurangnya pendidikan dan pelatihan

2. Kurangnya pengetahuan atas pemasaran yang disebabkan oleh terbatasnya

informasi yang dapat dijangkau oleh UKM mengenai pasar, selain karena

keterbatasan kemampuan UKM untuk menyediakan produk atau jasa yang

sesuai dengan keinginan pasar

3. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) serta kurangnya sumber daya

untuk mengembangkan SDM

4. Kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi

B. TEKNOLOGI PROSES GULA MERAH

Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat

yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya

digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu

(Buckle et al, 1987). Menurut asalnya bahan pemanis dapat dibedakan menjadi

dua macam yaitu bahan pemanis alami dan bahan pemanis sintesis. Jenis-jenis

bahan pemanis alami di Indonesia diperoleh dari berbagai tanaman yaitu tebu,

singkong, aren, kelapa, siwalan, jagung, nipah dan Stevia rebaudiana (BPPPG,

1985). Salah satu jenis pemanis alami adalah gula merah. Jenis gula ini

mengandung bermacam-macam gula selain sukrosa (Buckle et al, 1987).

Page 19: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

6

1. Bahan Baku

Salah satu bahan baku yang digunakan dalam industri gula merah adalah

tanaman tebu. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan

atau industri berupa rumput tahunan. Tebu membutuhkan musim dengan keadaan

iklim yang panas, ada sinar matahari, dan lembab pada fase tumbuhnya.

Temperatur rata-rata adalah sekitar 200C, intensitas cahaya lebih dari 1.200

jam/tahun dan penyediaan air yang cukup merupakan persyaratan tumbuh yang

optimal. Bibit tebu tidak dapat bertunas dengan baik pada temperatur kurang dari

200C, namun tebu dapat tumbuh pada temperatur antara 150C – 450C. Tebu

membutuhkan curah hujan sebanyak lebih dari 1.300 mm/musim pertumbuhan

(Tjokrodirdjo et al., 1999).

Rendemen dipengaruhi oleh teknik budidaya tanaman tebu. Masa kemasakan

tebu adalah suatu gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat

timbunan sakarosa di dalam batang tebu (Sutardjo, 2002). Menurut Sudiatso

(1982) menjelang tebu masak untuk dipanen dikehendaki keadaan kering tidak

ada hujan sehingga pertumbuhan terhenti. Hujan terus menerus turun

mengakibatkan kemasakan terus tertunda sehingga rendemen menjadi rendah.

Untuk mengurangi kepekaan tanaman tebu terhadap kekurangan air ini perlu

adanya penyesuaian masa tanam dengan keadaan iklim sehingga peramalan iklim

sangat penting dilakukan.

Nira adalah bahan baku dalam pembentukan gula nira tebu berupa cairan

hasil ekstraksi batang tebu yang mengandung gula antara 10 – 20% (b/v). Nira

tebu ini yang diolah menjadi gula merah tebu (Muchtadi, 1992). Komposisi nira

terdiri dari karbohidrat, protein, air, dan pati (Goutara dan Wijandi, 1975).

Santoso (1993) menambahkan nira mempunyai rasa manis, berbau harum dan

tidak berwarna. Adanya bahan-bahan dari berbagai jenis gula seperti sukrosa,

fruktosa, glukosa, dan maltosa menyebabkan rasa manis pada nira. Nira sangat

mudah mengalami kerusakan sehingga nira menjadi asam, berbuih putih, dan

berlendir. Apabila nira terlambat dimasak, biasanya warna nira akan berubah

menjadi keruh kekuningan, rasanya asam serta baunya menyengat.

Page 20: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

7

2. Proses Pembuatan Gula Merah

Menurut Dachlan (1984) gula merah merupakan hasil olahan nira dengan cara

menguapkan airnya kemudian dicetak. Gula merah berbentuk padat dan berwarna

coklat kemerahan sampai dengan coklat tua. Proses pembuatan gula merah pada

prinsipnya adalah proses penguapan nira dengan cara pemanasan sampai nira

mencapai kekentalan tertentu kemudian mencetaknya menjadi bentuk yang

diinginkan (Abbas dan Nirawan, 1980).

Pembuatan gula merah ini biasanya dilakukan secara sederhana di daerah-

daerah pedesaan. Selain itu peralatan dan teknologi yang digunakan umumnya

masih sederhana sehingga mutu produk yang dihasilkan relatif rendah dan tidak

konsisten (Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 1997). Tahap awal dari proses

pembuatan gula merah adalah persiapan nira, kemudian disaring dengan

menggunakan kain penyaring untuk memisahkan kotoran-kotoran seperti

potongan ranting, daun kering, dan serangga. Nira hasil penyaringan dimasukkan

ke dalam wajan kemudian dipanaskan pada suhu sekitar 1100C sambil dilakukan

pengadukan. Pada pemasakan dengan suhu tinggi ini, kotoran-kotoran halus akan

terapung di permukaan bersama-sama dengan buih nira. Kotoran tersebut

kemudian dibuang dengan menggunakan serok (Santoso, 1983).

Buih-buih yang timbul selama proses dapat dikurangi dengan melakukan

pengadukan terus menerus serta dapat ditambahkan kelapa parut, minyak kelapa,

atau kemiri yang dihaluskan (Palungkun, 1993). Menurut Jatmika et al (1990)

minyak dalam parutan kelapa berfungsi sebagai penurun tegangan permukaan

antara buih dan cairan nira sehingga peluapan buih dapat dicegah. Pemanasan nira

dihentikan jika nira sudah mulai pekat dan berwarna kecoklatan serta buih-buih

nira sudah menurun. Gula yang dihasilkan akan berwarna gelap dan agak keras.

Kecukupan pemanasan sangat mempengaruhi mutu gula merah yang dihasilkan.

Apabila waktu pemanasan terlalu cepat maka gula merah yang dihasilkan akan

lembek dan mudah meleleh (Sardjono, 1985).

Nira pekat yang telah dimasak, kemudian dituangkan ke dalam cetakan yang

telah dibasahi dengan air untuk mempermudah pelepasan gula merah. Alat

pencetakan gula merah umumnya adalah tempurung kelapa atau batang bambu.

Tahap akhir pembuatan gula merah adalah pengemasan. Menurut Dyanti (2002)

Page 21: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

8

pengemasan diperlukan untuk memperpanjang umur simpan gula merah dan

mencegah penurunan mutu gula merah akibat penyerapan air. Bahan kemasan

yang biasa digunakan adalah daun pisang kering, daun aren, kulit jagung, atau

plastik.

3. Mutu dan Kualitas Gula Merah

Mutu gula merah ditentukan dari penampilannya seperti bentuk, warna, dan

kekerasan. Kekerasan dan warna gula merah sangat dipengaruhi oleh mutu nira

yang telah terfermentasi. Gula merah memiliki tekstur dan struktur yang kompak

serta tidak terlalu keras, sehingga mudah dipatahkan dan memberi kesan empuk.

Namun apabila gula merah disimpan pada tempat yang lembab atau terkena air

maka teksturnya akan berubah menjadi lembek (Sardjono, 1986).

Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu gula merah tebu

Persyaratan No Jenis Uji Satuan Mutu I Mutu II Keadaan Bau - khas khas Rasa - khas khas Warna - coklat muda – tua coklat muda – tua

1 Penampakan - tidak berjamur tidak berjamur

2 Bagian yang tidak larut dalam air, b/b % maks 1,0 maks 5,0 3 Air, b/b % maks 8,0 maks 10,0 4 Gula (dihitung sebagai sakarosa), b/b % min 65 min 60 5 Gula Pereduksi (dihitung sebagai glukosa), b/b % maks 11 maks 14

Bahan tambahan makanan residu mg/kg maks 20 maks 20

6 benzoat mg/kg maks 200 maks 200

Cemaran logam timbal (Pb) mg/kg maks 2,0 maks 2,0 tembaga (Cu) mg/kg maks 2,0 maks 2,0 seng (Zn) mg/kg maks 40,0 maks 40,0 timah (Sn) mg/kg maks 40,0 maks 40,0

7 raksa (Hg) mg/kg maks 0,03 maks 0,03

8 Cemaran arsen mg/kg maks 0,1 maks 0,1 . Mutu produk gula merah yang dihasilkan ditentukan oleh warna gula merah,

tekstur, dan daya simpan. Mutu gula merah dapat digolongkan menjadi dua atau

tiga tingkat mutu tergantung tingkatan masing-masing daerah. Untuk pengolahan

mutu dengan dua tingkatan sesuai dengan standar mutu gula merah tebu yang

dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam SNI 01-6237-2000

(Tabel 1). Mutu gula merah yang digolongkan menjadi tiga tingkatan terdiri dari

Page 22: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

9

mutu baik, sedang, dan jelek. Mutu baik adalah gula merah dengan warna kuning

jernih, tekstur berpasir lembut, dan terasa manis. Mutu sedang adalah gula merah

dengan warna kuning kemerahan dan tekstur berpasir kasar. Mutu jelek adalah

gula merah dengan warna merah tua dengan tekstur lunak (Syukur et al., 1999).

Gula merah memiliki aroma dan rasa yang khas. Rasa manis pada gula merah

disebabkan karena gula merah mengandung beberapa jenis gula seperti sukrosa,

fruktosa, glukosa dan maltosa (Santoso, 1993). Warna merupakan salah satu

faktor yang menentukan kualitas penampakan bahan makanan, disamping faktor

lainnya seperti bentuk dan ukuran. Pada gula merah, warna dijadikan salah satu

faktor yang digunakan untuk menentukan tingkat kualitas produk. Sardjono

(1986) menyatakan bahwa gula merah yang warnanya lebih cerah dianggap

memiliki kualitas yang lebih baik.

Pembentukan warna gula merah pada dasarnya sangat bergantung pada 2 hal,

yaitu kondisi bahan baku dan proses pembuatan gula merah. Kondisi bahan baku

tergantung pada komposisi kimia nira (kadar air, protein, asam organik, dan

lemak) dan kondisi kesegaran nira (pH awal sebelum proses). Tahap proses

tergantung pada suhu proses, pengadukan selama pemasakan, kondisi kebersihan

(sanitasi) proses dan alat-alat yang digunakan (Nurlela, 2001). Pengolahan dengan

pemanasan menyebabkan gula merah memiliki warna yang bervariasi dari kuning

hingga coklat tua. Menurut Nengah (1990) warna merah terbentuk karena adanya

reaksi pencoklatan (browning) selama pengolahan.

Berdasarkan hasil penelitian Nurlela (2002) agar diperoleh warna gula merah

yang coklat kekuningan, keras dan kering sebaiknya pH nira sebelum diolah

berkisar antara 5,5 – 6,5. Dachlan (1984) menambahkan untuk memperoleh warna

gula merah yang kekuningan, sebelum nira dipanaskan perlu ditambahkan kira-

kira 5 gram Na-Metabisulfit untuk setiap 25 liter nira. Penggunaan api jangan

terlalu besar tetapi cukup untuk mendidihkan nira dan nyala api diusahakan

lancar.

C. MANAJEMEN PEMASARAN

Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan

kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan

menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang

Page 23: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

10

bernilai dengan pihak lain. Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan

pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan,

barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran

individu dan organisasi (Kotler, 2004).

Bagi pemasaran produk barang, manajemen pemasaran akan dipecah atas 4

kebijakan pemasaran yang lazim disebut sebagai bauran pemasaran (marketing-

mix) yang terdiri dari 4 komponen, yaitu produk, harga, distribusi, dan promosi

(Umar, 2003). Menurut Kotler (2004) pada umumnya harga ditetapkan oleh

pembeli dan penjual yang saling bernegosiasi. Dalam bauran pemasaran, harga

merupakan satu-satunya elemen yang menghasilkan pendapatan dan dapat diubah

dengan cepat.

Penetapan harga harus dipertimbangkan bersama-sama sebagai bagian dari

sistem ekonomi. Penetapan harga akan mempengaruhi keputusan bisnis produsen,

pemasar, dan konsumen dimana keputusan itu pada gilirannya akan

mempengaruhi harga (Hoos et al, 1954).

Sebagian besar produsen tidak menjual barang mereka secara langsung ke

pemakai akhir. Antara produsen dan pemakai akhir terdapat satu atau beberapa

saluran pemasaran, serangkaian pemasaran yang melaksanakan berbagai fungsi.

Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan

terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan

atau dikonsumsi. Keputusan saluran pemasaran merupakan salah satu keputusan

yang paling rumit dan menantang yang dihadapi perusahaan. Saluran yang dipilih

perusahaan sangat mempengaruhi semua keputusan pemasaran lain (Kotler,

2004).

D. PERENCANAAN TATA LETAK

Salah satu kegiatan rekayasawan industri yang tertua adalah menata letak

pabrik dan menangani perpindahan bahan. Tata letak yang baik selalu melibatkan

tata cara pemindahan bahan di pabrik, sehingga kemudian disebut tata letak pabrik

dan pemindahan bahan (Apple, 1990).

Menurut Machfud dan Agung (1990) perencanaan tata letak adalah suatu

perencanaan untuk menentukan dan mengatur mesin dan peralatan pada suatu

tempat atau lokasi yang paling baik, untuk memperoleh suatu aliran bahan yang

Page 24: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

11

tercepat dengan biaya produksi yang paling rendah. Perencanaan tata letak harus

memperhitungkan keseluruhan proses produksi, sejak dari penerimaan bahan baku

sampai dengan pengiriman produk akhir.

Perencanaan tata letak mencakup desain atau konfigurasi dari bagian-bagian,

pusat kerja, dan peralatan yang membentuk proses perubahan dari bahan mentah

menjadi bahan jadi. Perencanaan tata letak merupakan salah satu tahap dalam

perencanaan fasilitas yang bertujuan untuk mengembangkan suatu sistem

produksi yang efisien dan efektif sehingga dapat tercapai suatu proses produksi

dengan biaya yang paling ekonomis (Herjanto, 1999).

Permasalahan tata letak sangat beragam jenisnya antara lain bila dilakukan

perubahan rancangan, perluasan departemen, pengurangan departemen,

penambahan produk baru, memindahkan satu departemen, penambahan

departemen baru, peremajaan peralatan yang rusak, perubahan metode produksi,

penurunan biaya, dan perencanaan fasilitas baru (Apple, 1990).

Menurut Machfud dan Agung (1990) prinsip-prinsip yang harus diperhatikan

dalam perencanaan tata letak fasilitas adalah sebagai berikut : (1) prinsip integrasi

menyeluruh, (2) prinsip jarak pergerakan yang minimum, (3) prinsip aliran, (4)

prinsip volume ruang, (5) prinsip kepuasan dan kenyamanan bagi pekerja dalam

melaksanaan pekerjaan, dan (6) prinsip fleksibilitas.

E. ANALISA BIAYA DAN FINANSIAL

Analisa finansial adalah suatu analisa yang membandingkan antara biaya-

biaya dengan manfaat (keuntungan) untuk menentukan apakah suatu proyek akan

menguntungkan selama umur proyek (Sutojo, 2002). Menurut Umar (2003),

tujuan menganalisa aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis

adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan

manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan pengeluaran dan pendapatan,

seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar

kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah

proyek akan berkembang terus.

Pengertian modal menurut Bakker dalam Riyanto (1989) adalah barang-

barang kongkrit yang ada dalam rumah tangga perusahaan yang terdapat di neraca

debet, maupun daya beli atau nilai tukar dari barang-barang yang tercatat di

Page 25: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

12

neraca sebelah kredit. Sumber kepemilikan modal menurut Biro Pusat Statistik

(1999) antara lain modal sendiri, hibah atau transfer, dan pihak lain. Menurut

Umar (2003) beberapa sumber-sumber dana yang penting antara lain adalah :

1. Modal pemilik perusahaan yang disetorkan

2. Saham yang diperoleh dari penerbitan saham di pasar modal

3. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dan dijual di pasar modal

4. Kredit yang diterima dari bank

5. Sewa guna (leasing) dari lembaga non-bank

Jumlah dana pembiayaan dibagi menjadi dua yaitu dana modal tetap dan

modal kerja netto. Dana modal tetap meliputi dana pembiayaan dan pengadaan

kegiatan pra-investasi, harta tetap, pengadaan teknologi, biaya produksi

percobaan, dan pembayaran bunga pinjaman selama periode pembangunan

proyek. Dana modal kerja digunakan untuk memutar roda operasi sehari-hari

seperti dana pengadaan bahan baku, bahan pembantu, barang setengah jadi,

barang jadi, piutang dagang, dan sejumlah cadangan uang tunai (Sutoyo, 1996).

Biaya (cost) adalah pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu

barang atau jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang,

melalui tukar menukar, atau melalui pemberian jasa. Ongkos (expense) adalah

pengeluaran untuk memperoleh pendapatan (Rony, 1990).

Jenis biaya menurut Asri dan Adisaputro (1992) dikelompokkan menjadi tiga,

yaitu : biaya produksi, biaya pemasaran, dan biaya administrasi dan umum. Biaya

produksi terdiri dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan

biaya overhead pabrik (Rony, 1990).

Evaluasi kemampuan proyek menghasilkan keuntungan dengan

menggunakan rasio laba atas penjualan, laba atas dana yang ditanam dan laba atas

modal sendiri (Sutoyo, 1996). Menurut Sembiring dan Rivai (1991) analisa laba

kotor adalah penjualan dikurangi dengan biaya-biaya produksi (bahan baku,

tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik) dari barang-barang yang telah laku

terjual. Umar (2003) menambahkan beberapa metode yang dipertimbangkan

untuk menilai aliran kas dari suatu invetasi adalah Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Rate (IRR), dan Payback Period (PBP).

Page 26: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

13

III. METODOLOGI

A. KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian mengenai “Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Ulang Tata Letak

Industri Gula Merah Tebu” dibagi menjadi dua kegiatan utama yaitu analisa

profil usaha industri gula merah tebu dan analisa rancang ulang bangunan industri

gula merah tebu yang berada di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun.

Analisa profil usaha industri gula merah tebu meliputi karakteristik wilayah,

karakteristik industri, dan kontribusi industri terhadap wilayah. Analisa rancang

ulang bangunan industri gula merah tebu meliputi aspek tata letak pabrik dan

aspek finansial.

Kondisi lokasi, kependudukan, dan sarana prasarana merupakan sumber daya

yang dimiliki untuk mengembangkan wilayahnya di semua sektor kehidupan

khususnya pada sektor industri gula merah tebu. Menurut Wijaya (2001)

industrialisasi pedesaan berdasarkan faktor lokasi dapat dikategorikan menjadi

dua, yaitu industri di desa lahan kering dan industri di desa lahan sawah.

Dipandang dari aspek lokasi, industralisasi pedesaan menunjukkan keterkaitan

antara sektor pertanian dengan sektor industri.

Karakteristik industri yang meliputi aspek legalitas, teknis teknologis,

ketenagakerjaan, pemasaran, pembiayaan dan profitabilitas digunakan sebagai

informasi dalam menentukan profil usaha industri gula merah tebu yang ada di

Kecamatan Kebonsari. Hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Manajemen FE

UI tahun 1987 di dalam Sejoedono dan Tiktik (2004) merumuskan profil usaha

kecil di Indonesia sebagai berikut : (1) Hampir setengah perusahaan kecil hanya

mempergunakan 60% kapasitas produksinya, (2) 60% menggunakan teknologi

tradisional, (3) 70% melakukan pemasaran langsung ke konsumen, dan (4) Untuk

memperoleh bantuan perbankan, dokumen-dokumen yang harus disiapkan

dipandang terlalu rumit.

Keberadaan suatu industri di wilayah tertentu memberikan pengaruh terhadap

lingkungannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Analisa kontribusi

industri gula merah tebu terhadap wilayah Kecamatan Kebonsari meliputi

Page 27: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

14

pendapatan daerah, pertumbuhan usaha lain, dan penyerapan tenaga kerja.

Menurut Sejoedono dan Tiktik (2004) dalam pembangunan ekonomi di Indonesia

industri kecil selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang

penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan

hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern.

Industri kecil menyumbang pembangunan dengan berbagai jalan antara lain

menciptakan kesempatan kerja, memperluas angkatan kerja, dan menekan laju

urbanisasi sehingga secara nasional industri kecil memberikan sumbangan

terhadap produk domestik bruto.

Kegiatan pengolahan gula merah tebu dilakukan pada satu lokasi yang tetap

sehingga sebuah industri gula merah memiliki sebuah bangunan pabrik untuk

kegiatan produksi. Salah satu kegiatan rekayasawan industri yang tertua adalah

menata letak pabrik dan menangani perpindahan bahan (Apple, 1990). Menurut

Herjanto (1999) perencanaan tata letak mencakup desain atau konfigurasi dari

bagian-bagian, pusat kerja, dan peralatan yang membentuk proses perubahan dari

bahan mentah menjadi bahan jadi. Rancang ulang bangunan pabrik gula merah

tebu termasuk kegiatan proyek. Menurut Umar (2003) kegiatan proyek adalah

kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka pendek dengan alokasi

sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas dan sasarannya

telah digariskan dengan jelas.

Dalam pengkajian aspek ekonomi dan keuangan diperhitungkan berapa

jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan kemudian mengoperasikan

proyek (Sutoyo, 1996). Lebih lanjut Umar (2003) menambahkan tujuan

menganalisa aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah

untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas proyek bisnis sehingga

dapat diketahui layak atau tidaknya rencana bisnis yang dimaksud. Perusahaan-

perusahaan yang ingin sukses perlu memahami akuntansi baik akuntansi keuangan

(financial accounting) maupun akuntansi biaya (cost accounting). Laporan

keuangan dan pengelolaan keuangan perusahaan yang baik diperoleh dari proses

akuntansi. Aktivitas akuntansi keuangan berkaitan dengan mencatat dan

memeriksa data historis mengenai perubahan modal kerja, perubahan investasi,

dan perubahan posisi keuangan (Kuswadi, 2005)

Page 28: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

15

Gambar 1. Skematis pelaksanaan penelitian

Skematis pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini

termasuk kedalam kelompok penelitian survei dan studi kasus. Penelitian survei

adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan

kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Effendi dan Singarimbun,

1989). Menurut Nasution (2003) penelitian survei bertujuan untuk mengumpulkan

Page 29: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

16

informasi tentang orang yang jumlahnya besar dengan cara mewawancarai

sejumlah kecil populasi itu. Studi kasus (case study) adalah bentuk penelitian

tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya. Supranto

(1991) menambahkan tujuan studi kasus adalah memberikan gambaran secara

mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus

ataupun status individu, yang kemudian sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan hal

yang berifat umum. Dalam studi kasus elemen satu lokasi penelitian tidak terkait

dengan populasi tertentu. Kesimpulan yang diambil tidak bersifat umum, tetapi

hanya tertentu pada kasus yang diteliti.

B. METODE PENELITIAN

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian “Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Ulang Tata Letak

Industri Gula Merah Tebu” dilaksanakan di Desa Pucanganom, Desa

Tambakmas, dan Desa Sidorejo yang termasuk ke dalam Kecamatan Kebonsari,

Kabupaten Madiun, Propinsi Jawa Timur. Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada

tanggal 10 Februari 2006 sampai dengan 19 Mei 2006.

2. Metode Sampling

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan

diduga, sementara unit penelitian adalah unit yang akan diteliti atau dianalisa

(Effendi dan Singarimbun, 1989). Unit analisa dalam penelitian ini adalah unit

usaha pengolahan gula merah tebu dimana populasi adalah semua industri gula

merah tebu yang berada di Kecamatan Kebonsari. Yang menjadi sampel adalah

semua unit usaha yang pada saat penelitian ini sedang beroperasi. Dengan

demikian maka metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-

probability sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive

dan snowball sampling. Purposive sampling dilakukan dengan mengambil orang-

orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh

sampel itu, sementara dalam snowball sampling dimulai dengan salah satu

responden yang kemudian diminta untuk menunjuk kawan masing-masing dan

begitu seterusnya sehingga kelompok semakin besar (Nasution, 2003).

Page 30: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

17

3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan pengukuran langsung yang

dilakukan kepada pengusaha gula merah tebu, Desa Pucanganom, Desa

Tambakmas, Desa Sidorejo, Kecamatan Kebonsari, Dinas Perkebunan Kabupaten

Madiun, Dinas Perindustrian Kabupaten Madiun, dan BPS Kabupaten Madiun.

Data sekunder berasal dari buku, internet, publikasi dan lampiran dari berbagai

badan-badan resmi, dan hasil-hasil studi. Alat bantu yang digunakan dalam

pengumpulan data antara lain kuesioner, meteran, stopwatch, buku tulis, dan alat

tulis.

4. Metode Pengolahan Data

a. Analisa dan interpretasi data

Untuk mendapatkan deskripsi ciri atau karakteristik unit sampel atas dasar

analisa suatu variabel tertentu dilakukan kegiatan analisa terhadap data yang telah

dikumpulkan. Menurut Effendi dan Singarimbun (1989) analisa data adalah

proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan

diinterpretasikan. Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

analisa tabel, grafik, dan diagram. Interprestasi data dilakukan dengan dua cara

yaitu interpretasi secara sempit dan luas. Pada interpretasi secara sempit, peneliti

hanya melakukan interpretasi atas data dan hubungan yang ada dalam

penelitiannya, sedangkan interprestasi secara luas mencoba mencari pengertian

yang lebih luas tentang hasil-hasil yang diperoleh kemudian membandingkan

hasil analisa peneliti dengan kesimpulan peneliti lain.

b. Analisa tata letak

Perencanaan tata letak secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 2.

Menurut Tompkins dan White (1984) ada beberapa prosedur yang berbeda dalam

pelaksanaan perancangan tata letak. Salah satu cara yang umum digunakan adalah

berdasarkan tahapan sebagai berikut :

1. Mendefinisikan tujuan fasilitas

2. Merinci aktivitas utama yang mendukung pencapaian tujuan

3. Menentukan hubungan antar semua aktivitas

Page 31: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

18

4. Menentukan luasan yang diperlukan untuk semua aktivitas

5. Menyusun alternatif tata letak

6. Melakukan evaluasi terhadap alternatif-alternatif

7. Memilih salah satu alternatif

8. Melaksanakan tata letak yang dipilih

9. Memelihara dan menyesuaikan tata letak.

Gambar 2. Perencanaan tata letak secara sistematis (Machfud dan Agung, 1990)

Page 32: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

19

c. Analisa finansial

1. Analisa profitabilitas

Analisa profitabilitas atau laporan laba rugi menggambarkan besarnya jumlah

pendapatan dan biaya dalam satu periode sehingga merupakan informasi yang

mengambarkan keberhasilan atau kegagalan kinerja perusahaan (Kuswadi, 2005)

TCTR −=π

π = Profit (keuntungan)

TR = Total Revenue (pendapatan total)

TC = Total Cost (biaya total)

2. R/C (Return to Cost) Rasio

Komposisi ini pada dasarnya untuk memudahkan apakah suatu usaha telah

mencapai titik impas (Break Even Point) dangan kriteria sebagai berikut :

R/C > 1 � menguntungkan

R/C = 1 � impas (tidak untung dan tidak rugi)

R/C < 1 � rugi 3. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara Present Value (PV) dari

investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa

yang akan datang (Umar, 2003).

on

t tt I

K

CTNPV −

+= ∑

=1 )1(

CFt = Aliran kas pada periode t

Io = Investasi awal pada tahun 0

K = Suku bunga (discount rate)

4. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Umar (2003) Internal Rate of Investment atau IRR adalah metode

yang digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang

dari arus kas yang diharapkan di masa datang.

−−−−=

12

1211 CC

PPxCPIRR

Page 33: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

20

P1 = Tingkat bunga ke-1

P2 = Tingkat bunga ke-2

C1 = NPV ke-1

C2 = NPV ke-2

5. Payback Period (PBP)

Payback Period (PBP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup

kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2003).

)( 11 ++ −−+=

nn

n

BBBnPBP

n = Periode investasi nilai kumulatif Benefit negatif terakhir

Bn = Nilai kumulatif Bt - Ct negatif yang terakhir (Rp)

Page 34: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROFIL INDUSTRI GULA MERAH TEBU

1. Karakteristik Wilayah

a. Kondisi lokasi

Kecamatan Kebonsari merupakan salah satu Kecamatan yang termasuk dalam

wilayah Kabupaten Madiun. Batas wilayah Kecamatan Kebonsari bagian utara

adalah Kecamatan Geger, bagian selatan adalah Kabupaten Ponorogo, bagian

timur adalah Kecamatan Dolopo dan Kecamatan Geger, dan bagian barat adalah

Kabupaten Magetan (Lampiran 1). Kecamatan Kebonsari termasuk dataran rendah

dengan ketinggian 65,36 dari permukaaan laut. Rata-rata curah hujan adalah 1.200

mm dengan rata-rata lamanya musim penghujan adalah 5 bulan/tahun.

Luas wilayah kecamatan Kebonsari adalah 5.102,55 Ha yang terbagi menjadi

14 desa, yaitu Tambakmas, Tanjungrejo, Sukorejo, Pucanganom, Krandegan,

Singgahan, Sidoredjo, Palur, Mojorejo, Kebonsari, Rejosari, Balerejo, Bacem, dan

Kedondong. Lahan yang berada di Kecamatan Kebonsari digunakan petani

sebagai areal pertanian, tanaman obat dan pekebunan. Penggunaan lahan terbesar

di Kecamatan Kebonsari adalah lahan persawahan dengan hasil pertanian utama

berupa padi dan jagung. Tanaman obat yang dibudidayakan oleh petani adalah

jahe dan kunyit, sedangkan tanaman perkebunan berupa tebu, kelapa, kakao,

kapuk randu, dan melinjo.

Berdasarkan Tabel 2 dan 3 mengenai persentase lahan berdasarkan

penggunaan dan produksi beberapa jenis tanaman pada tahun 2004 di Kecamatan

Kebonsari, tanaman tebu termasuk salah satu komoditas utama di Kecamatan

Kebonsari sehingga tebu memberikan kontribusi yang berarti bagi pendapatan

mesyarakat. Selain ditanam di tanah sawah, tanaman tebu dapat ditanam pada

lahan kering sehingga tebu dapat ditanam di tegalan. Sejak awal tahun delapan

puluhan pabrik gula merintis mengembangkan tebu di daerah lahan kering, namun

menurut Soentoro et al., (1999) produktivitas tebu lahan kering jauh lebih rendah

dibandingkan dengan produktivitas tebu lahan sawah. Pada tahun 2004, tanaman

tebu termasuk tanaman yang menggunakan areal lahan terbesar kedua di

Page 35: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

22

Kecamatan Kebonsari. Luas dan persentase penggunaan areal tanaman ini di

Kecamatan Kebonsari adalah 1.127 Ha atau 22,09% untuk tanaman tebu dengan

produktivitas tebu per luas area adalah 100 ton/Ha.

Tabel 2. Luas tanah kecamatan kebonsari berdasarkan penggunaannya Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%) Tanah Sawah

• Teknis 2439,34 47,81 • ½ teknis 542,25 10,63

Tanah Kering • Tadah hujan 140,68 2,76 • Tegal 329,33 6,45 • Mukim 1072,34 21,02

Perkebunan Rakyat 82 1,61 Fasilitas Umum

• Kas desa 365,75 7,17 • Lapangan 8,07 0,16 • Kantor 4,51 0,09 • Lainnya* 118,28 2,32

Jumlah 5102,55 100,00 * Masjid, Puskesmas, Koperasi, Gardu, dan lain-lain.

(Sumber : Kecamatan Kebonsari, 2005)

Tabel 3. Hasil produksi pertanian, tanaman obat, dan perkebunan Kecamatan

Kebonsari tahun 2004 Jenis Tanaman Luas Tanam Jumlah Produksi Pertanian

• Padi 2.074,00 Ha 10.971,46 ton • Jagung 447,41 Ha 4.872,29 ton • Lainnya 60,57 Ha 508,79 ton

Tanaman Obat • Jahe 3,42 Ha 3,11 ton • Kunyit 4,83 Ha 4,15 ton

Perkebunan • Tebu 1.127,00 Ha 112.700,00 ton • Kakao 22,00 Ha - • Kelapa 1.980 batang - • Kapuk randu 1.176 batang 0,58 ton • Melinjo 9.985 batang

(Sumber : Kecamatan Kebonsari, 2005)

b. Kependudukan

Jumlah penduduk Kecamatan Kebonsari adalah 53.781 jiwa dengan 13.895

kepala keluarga, dan tingkat kepadatan penduduk adalah 1.055 jiwa/km2. Jumlah

penduduk buta huruf adalah 374 jiwa. Mata pencaharian sebagian besar penduduk

Page 36: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

23

adalah petani dengan persentase sebesar 83,06%. Jumlah pengangguran di

Kecamatan Kebonsari adalah 4314 jiwa. Komposisi penduduk berdasarkan mata

pencaharian di Kecamatan Kebonsari dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Kebonsari Tahun 2004 Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) Petani* 24.368 83,06 Peternak 209 0,71 Lainnya** 4.761 16,23 29.338 100,00 * Petani pemilik, Petani penyakap, dan Buruh tani ** ABRI/PNS, Pegawai swasta, Wiraswasta, Buruh/Karyawan, dan lain-lain

(Sumber : Kecamatan Kebonsari, 2005)

Sektor pertanian dan perkebunan di Kecamatan Kebonsari mampu menyerap

tenaga kerja sebanyak 24.368 jiwa dari 3.532,60 Ha areal pertanian dan

perkebunan yang ada. Perbandingan antara luas areal dengan tenaga kerja adalah

0,14 Ha/orang. Hasil wawancara dengan petani tebu, pengerjaan lahan

perkebunan tebu di Kecamatan Kebonsari umumnya dilakukan secara individu.

Rata-rata luas areal perkebunan tebu yang digarap berkisar antara 0,14 – 1 Ha

dengan jumlah pekerja sebanyak 1 – 7 orang. Petani dapat menggarap lahan milik

sendiri dan lahan milik orang lain terutama untuk petani penyakap dan buruh tani

karena tidak memiliki lahan milik sendiri untuk digarap.

Hasil penelitian mengenai analisis peluang peningkatan kesempatan kerja dan

pendapatan petani melalui pengelolaan usahatani bersama yang dilakukan oleh

Yusdja et al., (2004) menjelaskan bahwa usaha tani sawah rakyat yang dikelola

secara individu tidak efisien karena terbukti meningkatkan penggunaan biaya,

pupuk dan alokasi lahan. Kerjasama antar petani layak dilakukan karena dapat

meningkatkan produksi sebesar 5 – 10%, meningkatkan keuntungan 18 – 30%,

dan kesempatan kerja bertambah sebesar 20 – 30%.

c. Sarana dan prasarana

Aktivitas penduduk di Kecamatan Kebonsari di bidang perdagangan gula

merah tebu dan komoditas tebu didukung oleh sarana dan prasarana yang ada

Sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Kebonsari antara lain sarana

transportasi, komunikasi, dan irigasi (Tabel 5).

Page 37: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

24

Tabel 5. Sarana dan prasarana di Kecamatan Kebonsari Sarana dan Prasarana Jumlah Transportasi

• Jalan desa 426 km • Jalan kampung 53 km • Jembatan 64 unit • Sepeda motor 8.733 unit • Mobil 471 unit • Angkutan Desa ada • Ojek ada • Bus ada

Komunikasi • Radio ada • Televisi 11.438 unit • Telepon ada

Irigasi • Primer 23.695 km • Tersier 49.646 km

(Sumber : Kecamatan Kebonsari, 2005)

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan pengamatan langsung yang

dilakukan. Jalan desa yang berada di Kecamatan Kebonsari adalah jalan aspal

yang dilalui angkutan desa. Rata-rata frekuensi angkutan desa yang melintasi

Kecamatan Kebonsari kurang lebih dua jam sekali, namun pada pagi hari

frekunsinya antara 15 – 30 menit sekali karena umumnya mengangkut penumpang

dari pasar. Bus hanya melintasi Desa Tanjungrejo karena letaknya berada di

sebelah selatan dan berbatasan langsung dengan jalan utama yang

menghubungkan Kabupaten Ponorogo.

Tingginya tingkat kepemilikan sepeda motor menyebabkan mobilitas

penduduk di Kecamatan Kebonsari pada umumnya menggunakan sepeda motor

sebagai sarana transportasi. Sebagian kecil menggunakan sepeda, mobil pribadi,

dan jalan kaki sampai jalan desa yang dilalui angkutan desa. Mobilitas yang

dinamis dengan sarana dan prasarana transportasi yang memadai sangat

mendukung mobilitas penduduk, khususnya petani dan pengusaha industri gula

merah tebu untuk menjual produk, membeli bahan baku, dan mencari tenaga

kerja.

Perkembangan sarana dan prasarana komunikasi di Kecamatan Kebonsari

sudah cukup baik. Televisi dan radio merupakan sumber informasi utama petani

dan pengusaha industri gula merah tebu dalam mengetahui perkembangan dunia

usaha. Kegiatan komunikasi dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pada

Page 38: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

25

komunikasi langsung biasanya kedua belah pihak melakukan pertemuan secara

langsung baik disengaja atau tidak, sedangkan komunikasi tidak langsung

dilakukan menggunakan alat komunikasi telepon dan handphone.

Saluran irigasi yang terdapat di Kecamatan Kebonsari terdiri dari irigasi

primer dan tertier. Hasil wawancara dengan Kepala Seksi PMD Kecamatan

Kebonsari dan staf Dinas Perkebunan Kabupaten Madiun, sumber air pada saluran

irigasi primer berasal dari bendungan atau sungai yang bisa mengairi 1 – 2

Kecamatan (irigasi sekunder) dan sebuah saluran irigasi sekunder dapat mengairi

beberapa desa (irigasi tertier). Pengelolaan saluran irigasi primer dan sekunder

diatur oleh Dinas Perairan setempat, sementara pengelolaan dan perawatan

saluran irigasi tertier diserahkan langsung kepada petani. Selain memanfaatkan

saluran irigasi, petani menggunakan sumur pompa diesel untuk mengairi areal

pertanian dan perkebunan.

2. Karakteristik Industri

a. Sejarah dan perkembangan

Industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari sudah dimulai sejak tahun

1930. Menurut Soentoro et al., (1999) masa kejayaan gula berakhir menjelang

tahun tiga puluhan bersamaan dengan terjadinya depresi ekonomi. Penurunan

harga gula yang drastis menyebabkan banyak pabrik gula yang tutup sehingga

produksi gula sangat merosot. Salah satu alternatif yang dilakukan petani tebu

adalah dengan mengolah sendiri tebu menjadi gula merah tebu yang kemudian

dijual di pasar-pasar tradisional sekitar. Dengan demikian industri gula merah tebu

terus tumbuh dan berkembang sebagai salah satu usaha petani tebu untuk

meningkatkan penghasilannya.

Pada awalnya tenaga yang digunakan untuk proses penggilingan tebu adalah

tenaga sapi. Pada saat panen tebu, proses pengolahan gula merah tebu dikerjakan

selama 24 jam penuh untuk menghindari kerusakan nira tebu yang sudah

ditebang. Pengusaha dan keluarga terlibat langsung dalam proses produksi gula

merah tebu pada siang hari, sedangkan pengolahan pada malam hari dilakukan

oleh pihak saudara atau penduduk sekitar.

Pada tahun 1975 mulai dikenal mesin diesel untuk menggerakkan mesin

giling menggantikan sapi. Dengan mesin ini, waktu proses pengolahan menjadi

Page 39: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

26

lebih pendek 10 – 12 jam yang dimulai pada pukul 06.00 pagi untuk

menghasilkan gula merah tebu yang sama dengan menggunakan tenaga sapi.

Setelah adanya teknologi mesin pada industri gula merah tebu, pengusaha tidak

secara langsung terlibat dalam proses pengolahan. Pengolahan gula merah tebu

hanya dilakukan oleh tenaga kerja penggiling.

Sekitar tahun 1990-an pemerintah melalui Dinas Perkebunan melakukan

penyuluhan-penyuluhan pada petani tebu. Materi penyuluhan yang dilakukan

umumnya adalah materi di sektor hulu seperti pengelolaan, perawatan,

pengendalian, serta upaya meningkatkan produktivitas perkebunan tebu. Salah

satu bentuk penyuluhan mengenai industri gula merah tebu adalah adanya materi

pelatihan metode jarak jauh mengenai pengolahan gula merah tebu pada tahun

1997 oleh Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur.

Menurut Hawkins dan Van Den Ban (1999) definisi penyuluhan adalah

keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar

dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa

membuat keputusan yang benar. Petani memanfaatkan berbagai sumber untuk

mendapatkan pengetahuan dan informasi yang diperlukan untuk mengelola usaha

tani mereka dengan baik meliputi :

a) Petani-petani lain

b) Organisasi penyuluhan milik pemerintah

c) Perusahaan swasta yang menjual input, menawarkan kredit, dan membeli

hasil pertanian

d) Agen pemerintahan yang lain, lembaga pemasaran, dan politisi

e) Organisasi petani dan organisasi swasta beserta stafnya

f) Jurnal usaha tani, radio, televisi, dan media massa lainnya

g) Konsultan swasta, pengacara, dan dokter hewan

Pada tahun 1997 industri gula merah tebu yang beroperasi di Kecamatan

Kebonsari berjumlah 70 unit usaha. Setelah reformasi industri gula merah tebu

jumlah industri gula merah tebu yang beroperasi semakin berkurang. Hal tersebut

disebabkan rendahnya modal kerja yang dimiliki, dan sulit dalam mencari tenaga

kerja.

Page 40: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

27

b. Aspek legalitas

Sesuai dengan Undang-Undang No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil,

ditinjau dari tingkat usahanya industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari

merupakan usaha yang tergolong dalam industri kecil. Usaha ini dilakukan secara

perorangan yang bertujuan untuk memproduksi produk gula merah tebu sehingga

termasuk ke dalam kelompok bidang usaha industri pertanian. Berdasarkan

kriteria jumlah tenaga kerja, industri ini termasuk ke dalam kelompok industri dan

dagang mikro kecil karena dalam pengelolaannya melibatkan 4 – 10 orang tenaga

kerja.

Pada dasarnya industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari ini masih

belum memiliki badan hukum. Dalam menjalankan usahanya industri ini belum

mempergunakan surat izin usaha dari Dinas Perindustrian Kabupaten Madiun

sehingga termasuk ke dalam perusahaan non direktori. Menurut BPS (2003)

perusahaan non direktori adalah perusahaan atau usaha yang tidak memiliki status

atau badan hukum dimana kegiatannya dilakukan disuatu bangunan dan tempat

perlengkapannya tidak dipindah-pindahkan. Pada umumnya kelompok usaha ini

hanya mempunyai SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) bahkan ada yang tidak

mempunyai izin sama sekali.

Prosedur pendirian perusahaan di Kabupaten Madiun (Gambar 3) dimulai

dengan pembuatan akte pendirian di notaris, kemudian dilanjutkan dengan

membuat Surat Keterangan Domisili Usaha yang dikeluarkan oleh pihak

Kelurahan setempat. Kegiatan perizinan pendirian perusahaan yang dapat

dilakukan di Kantor Kecamatan Kebonsari adalah pembuatan Surat Izin

Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Gangguan (HO), dan Surat Izin Tempat

Usaha (SITU). Surat IMB yang dikeluarkan untuk industri gula merah tebu

termasuk IMB skala besar (bangunan tempat usaha). Besar retribusi suatu industri

ditetapkan berdasarkan letak bangunan, yaitu di tepi jalur Bina Marga, di tepi jalur

jalan Kabupaten, dan di tepi jalur jalan desa.

Permasalahan dalam perizinan bagi pengusaha adalah sulitnya pengurusan

izin usaha, dan membutuhkan biaya. Beberapa pengusaha menyatakan bahwa

usahanya bersifat musiman dan tidak kontinu sehingga tidak diperlukan izin

usaha. Pengusaha juga menganggap izin usaha tidak mempunyai fungsi yang

Page 41: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

28

nyata. Hambatan lain mengenai permasalahan legalitas industri gula merah tebu di

Kecamatan Kebonsari antara lain belum adanya sikap proaktif dari pemerintahan

mengenai industri gula merah tebu seperti penyuluhan-penyuluhan dan lembaga

khusus untuk industri ini serta kurangnya pengetahuan dan informasi pengusaha

mengenai prosedur pendirian perusahaan.

Gambar 3. Prosedur pendirian perusahaan di Kabupaten Madiun

(Sumber : Kecamatan Kebonsari, 2005) Surat izin usaha sangat penting apabila seorang pengusaha ingin memperoleh

fasilitas-fasilitas dari pemerintah. Dalam hal bantuan permodalan, bank-bank atau

institusi permodalan memerlukan legalitas usaha dan jaminan untuk mengevaluasi

calon nasabah dalam rangka pemberian kredit atau investasi. Surat izin ini juga

dapat digunakan untuk menghindari adanya tuntutan dari pihak lain, seperti

tuntutan terhadap polusi debu dan suara yang ditimbulkan dalam kegiatan

menggiling dan memasak gula merah tebu. Dengan demikian peranan legalitas

sangat diperlukan untuk pengusaha industri gula merah tebu untuk

mempertahankan serta mengembangkan usahanya.

Page 42: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

29

c. Aspek teknis dan teknologis

1. Bahan baku

Bahan baku utama dalam industri gula merah di Kecamatan Kebonsari adalah

tanaman tebu. Sumber bahan baku tebu yang diproses menjadi gula merah tebu

berasal dari hasil tanam sendiri, membeli, dan titip giling. Tebu yang berasal dari

hasil tanam sendiri terbagi menjadi dua kelompok yaitu tebu yang ditanam di

lahan milik dan lahan sewa, sementara tebu yang dibeli berasal dari perkebunan

tebu rakyat bebas (TRB) yang berada di Kecamatan Kebonsari. Pada pengolahan

gula merah titip giling, tebu berasal dari pemilik tebu baik tebu sendiri atau

pemborong tebu yang tidak memiliki pabrik gula merah tebu untuk kemudian

diolah menjadi gula merah tebu. Sumber bahan baku tebu yang digunakan industri

gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Sumber bahan baku untuk industri gula merah

Tebu rakyat bebas (TRB) yang dibeli pengusaha atau pemilik modal berasal

dari desa-desa di Kecamatan Kebonsari. Pembelian tebu umumnya dilakukan

pada antara bulan Februari – April dimana tebu masih berusia 8 – 10 bulan.

Pemilihan tebu yang dibeli dari tebu rakyat bebas (TRB) dilakukan oleh

pengusaha atau pemilik modal dengan memperhatikan pertumbuhan tanaman.

Tebu dipilih berdasarkan bentuk batang, kondisi perkebunan, dan umur tanaman.

Berdasarkan bentuk batang tebu yang baik adalah tebu yang memiliki batang

besar dan lurus. Tebu bengkok atau ambruk, belum cukup umur, dan tidak

memenuhi teknis pemeliharaan tanaman tebu akan menurunkan mutu produk gula

merah tebu yang dihasilkan.

Page 43: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

30

Tabel 6. Harga tebu berdasarkan bulan tahun 2006 Bulan Harga ( kotak) Februari Rp 2.500.000 – 3.000.000 Maret Rp 2.750.000 – 3.100.000 April Rp 2.750.000 – 3.500.000 Mei Rp 2.900.000 – 3.500.000 Juni Rp 2.900.000 – 4.000.000

(Sumber : Data Primer)

Sistem pembelian tebu yang dilakukan pengusaha industri gula merah di

Kecamatan Kebonsari adalah sistem borongan dimana tebu dijual tidak

berdasarkan bobot melainkan per luas areal (dalam terminologi responden adalah

kotak). Rata-rata luas per kotak adalah 0,143 Ha. Harga tebu yang dijual

tergantung umur tebu, pada Tabel 6 dapat dilihat harga tanaman tebu tahun 2006.

Berdasarkan pengalaman petani tebu pada musim panen harga tebu akan terus

meningkat sampai pada puncaknya antara bulan Agustus – September dan setelah

bulan tersebut harga tebu akan menurun. Penurunan harga tebu ini disebabkan

umur tebu sudah terlalu tua dan sudah masuk musim penghujan sehingga

rendemen yang dihasilkan menurun. PERSENTASE AREAL TANAMAN TEBU

KABUPATEN MADIUN

12,41%

9,71%

11,56%

8,81%

10,10%

47,41%

KebonsariDolopoGegerJiwanBalerejoDagangan, Karee, Gemarang, Wungu, Madiun, Mejay an, Saradan, Pil kenceng, Sawahan, W i

Gambar 5. Grafik persentase areal tanaman tebu Kabupaten Madiun

Page 44: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

31

LUAS AREAL TANAMAN TEBU KECAMATAN KEBONSARI

1.2971.120

915 941829 829 798

883

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Tahun

Ha

Gambar 6. Grafik luas areal tanaman tebu Kecamatan Kebonsari

pada periode tahun 1997 – 2004 Gambar 6 menunjukkan rata-rata luas perkebunan tebu di Kecamatan

Kebosari antara 1997 – 2004 adalah 952 Ha. Berdasarkan data dinas perkebunan

Kabupaten Madiun, antara tahun 1997 – 2003 luas area tanaman tebu di

Kecamatan Kebonsari mengalami penurunan dan baru pada tahun 2004 terjadi

kenaikan. Hal tersebut disebabkan karena adanya pertimbangan mengalihkan

usaha perkebunan tebu dengan tanaman alternatif. Menurut Soentoro et al., (1999)

analisa kelayakan finansial usaha tani tebu dan usaha tani non-tebu di daerah

sawah dan tegalan di Jawa Timur menunjukkan bahwa pendapatan bersih usaha

tani tebu di sawah secara keseluruhan tidak berbeda dengan tanaman

alternatifnya.

Tabel 7. Kebutuhan bahan baku dan areal perkebunan tebu industri gula merah

tebu di Kecamatan Kebonsari.

Responden Produksi / Hari (Ton Tebu)

Lama Produksi (Hari)

Kebutuhan Areal (Ha)

A 2,50 150 3,75 B 1,86 120 2,23 C 3,65 210 7,67 D 1,64 120 1,97 E 3,38 240 8,11 F 2,37 180 4,27 G 3,08 210 6,47

Rata-rata 2,64 176 4,92

Page 45: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

32

Produktivitas tebu per luas area adalah 100 ton/Ha sehingga rata-rata dalam

setahun Kecamatan Kebonsari mampu memproduksi tebu sebanyak 952.000 ton

tebu. Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan produksi industri gula

merah tebu adalah 2,64 ton tebu/hari. Kegiatan pengolahan gula merah tebu di

Kecamatan Kebonsari dilakukan pada musim panen tebu yaitu antara bulan Mei –

Oktober. Berdasarkan hasil pengamatan, kegiatan pengolahan gula merah tebu

juga dilakukan sebelum musim panen tebu. Tebu yang diolah sebelum musim

panen merupakan tebu yang ditebang pada umur 8 – 10 bulan dimana pucuk tebu

hasil tebangan digunakan sebagai bibit. Hal tersebut tentu saja dapat

mempengaruhi mutu dan rendemen yang dihasilkan.

2. Bahan tambahan pangan dan penunjang produksi

Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara

alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke

dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan (Himpunan

Alumni Fateta, 2005). Bahan tambahan yang digunakan dalam industri gula

merah tebu di Kecamatan Kebonsari adalah larutan kapur (laru), dan minyak

kelapa (Tabel 8).

Tabel 8. Penggunaan dan harga bahan tambahan pangan

Bahan Tambahan Dosis / wajan (11 – 13 kg gula)

Harga (kg)

Minyak Kelapa 20 gram Rp 4.800 Kapur 100 gram Rp 350 Natrium Metabisulfit 10 gram Rp 8.000 (Sumber : Data Primer)

Menurut Goutara dan Wijandi (1985), larutan kapur telah digunakan sebagai

pengendap kotoran atau pemurnian nira sejak tahun 1685. Kapur tohor yang

digunakan untuk proses pemurnian nira umumnya dilarutkan dahulu di dalam air

menjadi susu kapur (Ca(OH)2). Penambahan larutan kapur dapat menetralkan pH

nira serta mengendapkan kotoran-kotoran yang terlarut dalam nira (Dinas

Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 1997). Menurut Dachlan (1984) minyak kelapa

merupakan senyawa anti buih. Penambahan minyak kelapa dapat menurunkan

Page 46: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

33

tegangan permukaan larutan nira sehingga memperlambat pembentukan buih

sehingga nira tidak meluap.

Bahan tambahan lain yang digunakan oleh pengusaha gula merah tebu adalah

Natrium Metabisulfit. Natrium metabisulfit merupakan bahan pewarna tambahan

yang digunakan untuk memberikan warna kuning pada gula merah tebu.

Penambahan Natrium metabisulfit pada proses pemasakan bertujuan untuk

mengurangi proses pencoklatan agar warna gula yang dihasilkan menjadi lebih

kuning dan cerah. Menurut Buckle (1987) adanya sulfit pada Natrium metabisulfit

dapat menurunkan pH dan mampu menghalangi beraksinya gugus karbon gula

pereduksi agar tidak bereaksi dengan asam amino sehingga warna coklat

kehitaman tidak terbentuk.

Bahan penunjang yang digunakan pada proses produksi gula merah tebu

antara lain bahan bakar diesel, oli, dan aspal padat. Bahan bakar diesel berfungsi

untuk menjalankan diesel penggerak mesin giling. Oli berfungsi untuk

melumaskan gigi (gear) pada mesin giling. Aspal padat berfungsi untuk membuat

sabuk transmisi (belt) yang menghubungkan mesin giling dan diesel tidak licin

dan mudah lepas. Untuk mengolah 25 – 35 kw tebu/hari, rata-rata bahan bakar

diesel dan oli yang digunakan adalah 8 liter dan 0,45 liter. Sebuah aspal padat

dapat digunakan selama ± 2 – 3 bulan. Bahan penunjang produksi lain yang

digunakan pada industri gula merah tebu adalah bahan bakar untuk kendaraan.

Penggunaan bahan bakar untuk kendaraan pengangkut tebu tergantung pada jarak

antara kebun dan pabrik, semakin jauh jarak tersebut akan meningkatkan

penggunaan bahan bakar kendaraan.

3. Mesin dan peralatan

Mesin dan peralatan yang digunakan dalam industri gula merah tebu di

Kecamatan Kebonsari antara lain golok, mesin diesel, mesin penggiling tebu, bak

nira, gerobak, selang dan pipa, tungku masak, penahan (bumbung), serok, ebor,

pengaduk, cetakan gula, ember, dan keranjang. Mesin diesel digunakan sebagai

sumber tenaga penggerak bagi mesin penggiling (Gambar 7).

Mesin diesel termasuk kelompok mesin bakar dalam. Menurut Pratomo dan

Kohar (1983) motor bakar dalam merubah tenaga yang berasal dari

pengembangan gas hasil ledakan campuran bahan bakar dengan udara menjadi

Page 47: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

34

tenaga mekanis. Tenaga yang dihasilkan dari pembakaran mesin diesel akan

mengubah gerak torak yang bolak balik dalam arah lurus menjadi gerak putar.

Besarnya tenaga mesin diesel yang dimiliki oleh pengusaha industri gula merah

tebu di Kecamatan Kebonsari berkisar antara 12 – 14 PK.

Gambar 7. Mesin diesel dan mesin penggiling tebu

Putaran yang dihasilkan mesin diesel akan diteruskan ke roda gila pada mesin

penggiling dengan sabuk transmisi (belt) sebagai alat penyalur putaran. Pratomo

dan Kohar (1983) menyatakan bahwa penggerak berbentuk sabuk transmisi (belt)

bekerja atas dasar gesekan. Tenaga disalurkan dengan cara persinggungan antara

sabuk transmisi (belt) yang menghubungkan puli penggerak dan puli yang

digerakkan. Keuntungan penggunaan sabuk transmisi (belt) sebagai alat

penyaluran tenaga antara lain mudah dirancang, mudah dipasang, menyerap

getaran, mudah dirawat, murah, dan memungkinkan penghentian tenaga dengan

mudah. Beberapa kerugian penggunaan sabuk transmisi (belt) adalah tidak tahan

lama dibanding penggerak lain, tidak dapat meneruskan beban berat, dan tidak

dapat digunakan bila diperlukan ketepatan waktu yang tinggi.

Pada Gambar 8 dapat dilihat mesin penggiling tebu memiliki 3 buah gilingan.

Berdasarkan pengamatan, ukuran gilingan yang digunakan berkisar antara 14 – 18

inci dengan kapasitas 1 – 2 ton tebu/jam. Prinsip kerja mesin penggiling adalah

tebu yang ditekan (press) antara gilingan 1 dan 2 menghasilkan nira dan ampas

tebu (bagase). Ampas tebu (bagase) keluar antara gilingan 1 dan 3, sedangkan

nira yang dihasilkan keluar dari sekat antara gilingan 2 dan 3. Salah satu cara

untuk meningkatkan jumlah nira adalah mengatur jarak antara ketiga gilingan.

Page 48: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

35

Pengaturan jarak yang tepat akan meningkatkan jumlah nira, dan bagase yang

dihasilkan tidak terlalu basah sehingga mempercepat penjemuran. Kesalahan

pengaturan akan menurunkan jumlah nira, bagase terlalu basah, dan apabila jarak

antara ketiga gilingan terlalu rapat menyebabkan kerusakan pada mesin

penggiling.

Gambar 8. Prinsip kerja mesin penggiling tebu

Sebagian besar mesin diesel dan giling yang dimiliki pengusaha gula merah

tebu sudah tua dan mengalami banyak perbaikan. Mesin diesel dan giling yang

digunakan biasanya dibeli bekas pakai atau dari tukang rongsok besi sehingga

harganya jauh lebih rendah dibandingkan membeli mesin baru. Hal tersebut

menyebabkan mesin tidak efisien lagi untuk digunakan. Pengusaha gula merah

tebu lebih memperhatikan perawatan dan pengadaan suku cadang. Ketika tidak

musim giling biasanya mesin diperbaiki (service) sehingga kondisinya baik ketika

akan digunakan. Apabila dalam kegiatan produksi terjadi kerusakan pada salah

satu mesin biasanya digunakan suku cadang yang sudah dipersiapkan, sementara

bagian mesin yang rusak diperbaiki.

Menurut Murdinah et al., (2002) perawatan mesin dan peralatan diperlukan

untuk menjamin kelancaran proses produksi. Perawatan perlu dilakukan secara

periodik untuk mencegah terjadinya kerusakan fatal yang mendadak sehingga

dapat menghambat proses produksi. Perawatan juga berarti menyiapkan mesin

dan peralatan pada kondisi puncak kerja dan memperpanjang umur ekonominya..

Tungku masak merupakan salah satu peralatan utama dalam proses

pengolahan gula merah tebu. Tungku masak yang umumnya dimiliki pengusaha

industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari hanya menggunakan bahan

bakar bagase. Selain bagase, sekam dapat digunakan sebagai bahan bakar tungku

masak. Penggunaan sekam biasanya hanya digunakan ketika cuaca tidak

Page 49: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

36

mendukung untuk menjemur ampas tebu (bagase) sehingga terjadi kekurangan

bahan bakar ampas tebu (bagase).

Sebuah tungku masak terdiri dari tempat memasukkan bahan bakar, tempat

wajan pemasakan, tempat pengambilan abu, dan cerobong pembuangan asap.

Wajan yang digunakan dalam sebuah tungku masak berjumlah 7 – 9 buah dengan

diameter 90 cm. Kapasitas wajan pemasakan adalah 68 liter nira dengan

kemampuan menghasilkan 11 – 13 kg gula merah tebu. Desain tungku masak

seperti pada Gambar 9 dibuat miring agar uap panas lebih cepat dan merata.

Bahan bakar ampas tebu (bagase) dan sekam yang dimasukkan ke tungku akan

dibakar. Api hasil pembakaran akan memanaskan wajan yang terdekat dengan

sumber api, sedangkan wajan yang jauh hanya memanfaatkan uap panas hasil

pembakaran. Hal tersebut menyebabkan hanya wajan terdekat dengan sumber api

yang digunakan untuk menurunkan nira yang sudak masak (gulali).

Gambar 9. Desain tungku pemasakan gula merah tebu

4. Proses Produksi

Secara umum kegiatan proses produksi gula merah tebu di Kecamatan Tebu

masih dilakukan berdasarkan aturan dan cara yang sudah diterapkan secara turun

temurun. Faktor utama yang digunakan untuk membedakan tingkat mutu dan

kualitas produk gula merah tebu yang dihasilkan adalah warna dan kekerasan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurlela (2002) pembentukan

warna gula pada dasarnya sangat bergantung pada dua hal, yaitu kondisi bahan

baku dan proses pengolahan gula merah. Kondisi bahan baku meliputi komposisi

kimia nira (kadar air, protein, asam organik, dan lemak), dan kondisi kesegaran

nira (pH awal sebelum proses pemasakan). Kondisi proses pengolahan meliputi

Page 50: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

37

suhu proses, pengadukan selama pemasakan, serta kondisi kebersihan proses dan

alat-alat yang digunakan. Selama ini kegiatan pengawasan mutu belum dilakukan

secara optimal oleh pengusaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari

sehingga menyebabkan kualitas dan mutu produk gula merah tebu yang dihasilkan

rendah.

Berdasarkan hasil observasi, pengamatan, dan wawancara diketahui bahwa

tahapan dalam proses produksi gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari terdiri

dari penggilingan, pemasakan, pengentalan, pencetakan, pengemasan, dan

penyimpanan. Diagram alir proses produksi pembuatan gula merah tebu dapat

dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Diagram alir proses gula merah tebu

Page 51: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

38

a) Penggilingan

Proses penggilingan adalah proses penghancuran batang tebu untuk

mengekstraksi nira semaksimal mungkin (Gambar 11). Sejak tahun 1975, proses

penggilingan tebu dilakukan menggunakan mesin giling yang digerakkan oleh

mesin diesel dan dihubungkan dengan sabuk transmisi (belt). Tebu sebagai bahan

baku gula merah dipilih yang sudah masak, agar diperoleh hasil gula yang tinggi.

Berdasarkan wawancara dengan para pengusaha, umumnya tebu yang digunakan

industri gula merah tebu adalah tebu yang telah berumur minimal 11 – 12 bulan

dengan rendemen rata-rata 10%.

Gambar 11. Tahapan Proses Penggilingan

Menurut Goutara dan Wijardi (1985) tebu dianggap siap panen jika bunganya

sudah habis, hanya tinggal tangkainya dan ruas batang dibagian pucuk sudah

sangat pendek (umur 11 – 14 bulan). Nira yang diperoleh memiliki kadar gula

yang berbeda, tergantung kandungan gula dalam tebu dan tingkat ekstraksi yang

dilakukan. Kandungan gula dalam nira tebu tergantung pada faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan tebu meliputi curah hujan, jenis tanah, udara, suhu,

dan pupuk yang dgunakan.

Dalam keadaan segar, nira mempunyai rasa manis, berbau harum, dan tidak

berwarna. Nira yang digunakan haruslah bermutu tinggi agar dihasilkan gula

dengan mutu baik. Mutu nira ditentukan oleh kadar gula pereduksi dan

keasamannya. Kadar gula pereduksinya harus lebih kecil atau sama dengan 8%,

sedangkan tingkat keasaman atau pH yang baik adalah pH 6 – 7. Kondisi asam

(pH rendah) pada nira menyebabkan terjadi kerusakan sakarosa (inversi),

Page 52: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

39

sedangkan kondisi basa (pH tinggi) menyebabkan terbentuknya gula reduksi. Gula

reduksi dalam nira terutama adalah heksosa, glukosa, fruktosa, dan manosa dalam

jumlah sedikit.

Kerusakan nira ditandai dengan rasanya yang asam, berbuih, dan berlendir.

Kerusakan ini terjadi karena aktivitas mikroba kontaminan yang menyebabkan

terjadinya fermentasi gula yang terdapat pada nira. Penghambatan kerusakan nira

dapat dilakukan dengan cara memasukkan larutan kapur ke dalam bak penampung

nira dan memanaskan nira segera mungkin setelah digiling.

Kemampuan menggiling industri gula merah tebu yang berada di Kecamatan

Kebonsari berkisar antara 2 – 4 ton tebu/hari sehingga dalam sehari biasanya

hanya dilakukan sekali pengangkutan. Tebu ditempatkan di sekitar mesin

penggiling untuk memudahkan dan mempercepat kegiatan penggilingan atau

pemerahan nira. Tebu dimasukkan dalam mesin penggiling secara bertahap sesuai

dengan kemampuan mesin. Hasil tebangan tebu yang dilakukan termasuk

tebangan bersih karena sebelum masuk penggilingan, kotoran berupa daun kering

tebu dan tanah sudah dibersihkan.

Hasil pemerahan nira dari mesin penggiling akan ditampung dalam bak

penampung nira. Bak penampung yang digunakan terdiri dari bak penampung

pertama dan kedua. Bak pertama berfungsi untuk menampung dan menyaring nira

dari kotoran-kotoran kasar, sedangkan bak kedua hanya berfungsi untuk

menampung nira. Bak penampung kedua ditempatkan dekat tungku masak agar

memudahkan pemindahan nira dari bak penampung menuju wajan-wajan

pemasakan.

b) Pemasakan

Menurut Abbas dan Nirawan (1980) proses pembuatan gula merah pada

prinsipnya adalah proses penguapan nira dengan cara pemanasan sampai nira

mencapai kekentalan tertentu kemudian mencetaknya menjadi bentuk yang

diinginkan. Nira yang sudah ditampung kemudian dialirkan ke wajan pemasakan

untuk segera dimasak. Menurut keterangan pengusaha gula merah tebu, nira harus

segera dimasak untuk menghindari kebusukan yang mengakibatkan gula menjadi

hitam, pahit, dan bahkan tidak bisa mengeras.

Page 53: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

40

Penambahan larutan kapur dilakukan ketika nira dialirkan ke wajan

pemasakan untuk mengendapkan kotoran pada nira. Kotoran yang dihasilkan

biasa disebut untuk. Pada awal pemasakan untuk akan mengapung dibagian atas

nira bersama-sama dengan buih nira yang kemudian harus dibuang (Gambar

12.a). Kegiatan penyaringan ini harus dilakukan secara cepat dan berkali-kali

sampai bersih karena apabila nira sudah hampir matang dan untuk tidak dibuang

atau terlambat dibuang akan menyebabkan gula merah yang dihasilkan menjadi

berwarna hitam.

(a) (b)

Gambar 12. Tahapan proses pemasakan Seiring dengan peningkatan suhu dan lamanya pemasakan menyebabkan nira

menjadi masak dan menghasilkan banyak buih (Gambar 12.b). Untuk

menghindari meluapnya buih yang berlebihan maka wajan ditutup dengan

penahan (bumbung) yang terbuat dari anyaman bambu, selain itu penggunaan

penahan (bumbung) juga bertujuan untuk menghindari bercampurnya buih nira

dari satu wajan ke wajan yang lain.

Pengolahan gula merah tebu dengan pemanasan menyebabkan produk

memiliki warna yang bervariasi dari kuning hingga coklat tua, tetapi pada

umumnya berwarna coklat kemerahan. Menurut Nengah (1990) warna merah

yang terbentuk karena adanya reaksi pencoklatan (browning) selama proses

pemasakan. Suhu awal pemasakan nira berkisar antara 60 – 700C dan semakin

lama suhu akan meningkat sampai 110 – 1200C. Pengaturan suhu pemasakan

tidak dilakukan secara langsung melainkan secara intuisi (feeling) oleh pekerja

pengatur api. Pengaturan suhu bertujuan untuk mengurangi terjadinya reaksi

Page 54: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

41

pencoklatan (browning) karena suhu pemasakan terlalu tinggi. Tingginya suhu

pemasakan dan terlalu lama dalam memasak nira dapat menyebabkan produk gula

yang dihasilkan gosong dan berwarna hitam.

Proses pematangan nira berlangsung pada 2 – 3 wajan yang terdekat pada

sumber api karena panas pada wajan-wajan tersebut lebih tinggi dibandingkan

dengan wajan yang jauh dari sumber api. Nira yang sudah hampir masak

ditambahkan minyak kelapa dan Natrium Metabisulfit. Sebelum nira masak

dipindahkan ke tempat pengentalan biasanya diambil sedikit larutan gula (gulali)

masak dan dicelupkan ke dalam air. Apabila larutan gula (gulali) tersebut

membentuk benang-benang gula atau dapat sedikit mengeras setelah dimasukkan

dalam air maka larutan gula (gulali) siap dipindahkan ke tempat pengentalan.

c) Pengentalan dan Pencetakan

Proses pengentalan larutan gula (gulali) merupakan proses pendinginan dan

pengadukan dalam tempat pengentalan. Tempat pengentalan yang digunakan

terbuat dari wajan dengan diameter 90 cm. Proses pengentalan larutan gula

(gulali) tidak membutuhkan sumber panas sehingga larutan gula (gulali) cukup

diturunkan suhunya dengan pengadukan secara kontinu sampai cukup

kekentalannya (Gambar 13.a). Pengadukan dilakukan selama 10 menit di dalam

wajan pengentalan menggunakan pengaduk yang terbuat dari bambu yang bagian

atasnya diikat pada kayu bagian atap bangunan pabrik.

(a) (b)

Gambar 13. Tahapan proses pengentalan dan pencetakan

Page 55: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

42

Pada proses pembuatan gula merah, proses penggumpalan larutan gula

merupakan proses pembesaran kristal, yatu penempelan sakarosa pada inti kristal

yang ada setelah proses pemasakan. Pendinginan dan pengadukan yang dilakukan

akan menurunkan suhu larutan gula (gulali) yang mengakibatkan naiknya

koefisien kejenuhan. Naiknya koefisien kejenuhan ini mengakibatkan terjadinya

penempelan sakarosa pada inti kristal yang ada sebelumnya. Pengadukan yang

terus menerus akan menyebabkan larutan gula (gulali) menjadi padat.

Larutan gula (gulali) yang mulai dingin dan sedikit mengeras kemudian

dicetak menggunakan cetakan lemper (Gambar 13.b). Cetakan lemper yang

digunakan berbentuk piring berdiameter 18 cm dan terbuat dari tanah liat. Gula

merah tebu yang sudah dicetak disimpan selama 5 – 10 menit untuk

mendinginkan dan mengeraskan gula merah tebu. Gula merah tebu yang telah

dingin dan keras kemudian dilepaskan dari cetakan dan disusun kedalam

keranjang bambu.

d) Pengemasan dan Penyimpanan

Tahap terakhir proses produksi gula merah tebu adalah pengemasan dan

penyimpanan. Pengemasan dan penyimpanan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari proses produksi, khususnya untuk pengawetan bahan pangan,

baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk dijual pada masa yang akan datang.

Pengemasan diperlukan untuk memperpanjang umur simpan dan mencegah

terjadinya penurunan mutu produk gula akibat penyerapan air. Bahan kemasan

produk gula yang digunakan adalah plastik dan dikemas antara 5 – 6 kg/kemasan.

(a) (b)

Gambar 14. Tahapan proses pengemasan dan penyimpanan

Page 56: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

43

Kegiatan pengemasan tidak dilakukan oleh semua pengusaha industri gula

merah tebu yang ada di Kecamatan Kebonsari karena memerlukan biaya

tambahan untuk membeli plastik. Gula merah tebu hanya disimpan dalam

keranjang bambu, dimasukkan dalam karung, ditutupi plastik besar, dan hanya

disimpan di dalam keranjang.

Kegiatan penyimpanan biasanya hanya dilakukan pengusaha pada masa akhir

giling atau ketika harga produk gula merah tebu rendah. Tujuan penyimpanan

gula adalah sebagai tabungan yang akan dijual pada waktu tidak giling. Gula yang

disimpan biasanya berasal dari tebu sendiri yang dimiliki pengusaha baik melalui

pengolahan lahan sewa atau tanah sendiri. Penyimpanan jarang dilakukan

terhadap gula yang dihasilkan dari proses pengolahan dengan tebu yang dibeli dari

Tebu Rakyat Bebas (TRB) karena biasanya uang hasil penjualan produk langsung

digunakan lagi untuk modal kerja. Kendala rendahnya kepemilikan modal kerja

yang dimiliki pengusaha menyebabkan kegiatan penyimpanan produk gula merah

tebu tidak dilakukan untuk jangka waktu lama.

5. Penanganan Limbah dan Sanitasi

Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan gula merah tebu adalah daun

tebu, ampas tebu (bagase), kotoran hasil pemasakan (untuk), abu dan asap hasil

pembakaran bahan bakar bagase dan sekam. Ampas tebu (bagase) yang dihasikan

dari proses penggilingan merupakan bahan bakar utama tungku pemasakan selain

daun tebu kering dan sekam. Ampas tebu (bagase) yang masih basah disimpan 1 –

2 hari di ruang bahan bakar sehingga tidak terlalu basah, kemudian ampas tebu

(bagase) tersebut dijemur sebentar lalu dipisahkan dan disimpan dekat tungku

pemasakan untuk digunakan sebagai bahan bakar.

Limbah abu dan untuk yang dihasilkan pada proses pemasakan belum

dikelola dan dimanfaatkan oleh pengusaha gula merah tebu di Kecamatan

Kebonsari. Selama ini limbah abu hanya digunakan untuk menimbun tanah-tanah

yang rendah, sedangkan limbah untuk hanya dibuang dalam kolam atau disekitar

pabrik. Keterbatasan pengetahuan dan alasan praktis menyebabkan pengusaha

tidak memanfaatkan limbah abu dan untuk yang dihasilkan.

Menurut Silitonga (1985) pakan ternak masih menggantungkan sebagian

besar hijauan limbah pertanian (jerami) dan limbah perkebunan (daun tebu) serta

Page 57: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

44

rumput alam sebagai sumber makanan pokok. Rochiman (1985) menambahkan

pucuk tebu sebagai pakan ternak telah digunakan oleh peternak dan sangat mudah

diperoleh pada saat musim tebu tanpa memerlukan biaya. Penggunaan pucuk tebu

diberikan pada ternak dalam bentuk segar dengan membuang tulang daunnya

memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan ternak.

Secara umum kegiatan sanitasi yang dilakukan dalam industri gula merah

tebu di Kecamatan Kebonsari belum terlaksana dengan baik. Kegiatan sanitasi

hanya dilakukan terhadap peralatan produksi, sedangkan sanitasi terhadap pekerja

belum diterapkan. Pada kegiatan sanitasi rutin yang dilakukan setiap hari,

pembersihan mesin penggiling tebu, tungku masak, dan alat-alat produksi seperti

serok, ebor, penahan, dan cetakan lemper belum optimal dan bahkan tidak

dilakukan. Selama proses produksi tungku masak hanya dibersihkan satu kali

yaitu pada saat awal musim giling. Pembersihan dilakukan dengan cara

mengambil abu hasil pembakaran selama satu musim, kemudian tungku dibakar

sampai membara dan dibiarkan dingin. Setelah dingin tungku masak dibersihkan

dengan air sampai bersih dan siap digunakan untuk memasak nira tebu.

Pada kegiatan produksi para pekerja biasanya hanya mengenakan pakaian

kerja yang sudah kotor dan dipakai berhari-hari. Keringan dan kotoran lain pada

badan pekerja yang mengolah gula merah tebu merupakan sumber kontaminasi

yang sangat besar bagi nira tebu maupun terhadap produk gula merah tebu yang

dihasilkan. Kegiatan sanitasi terhadap mesin dan peralatan produksi seperti mesin

giling, tungku pemasakan, serok, ebor, penahan, dan cetakan lemper sebaiknya

selalu dibersihkan setiap hari atau setelah proses produksi. Salah satu alternatif

penyelesaian masalah santasi pekerja adalah sebaiknya pekerja menggunakan

pakaian kerja yang bersih dan selalu mengganti pakaian kerja setiap hari.

Kegiatan sanitasi yang baik akan mengurangi resiko kontaminasi kotoran terhadap

bahan baku (nira tebu) dan produk gula merah tebu yang dihasilkan.

d. Aspek Pemasaran

Produk yang dihasilkan industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari

adalah gula merah dengan bentuk lemper sehingga sering disebut juga gula

mangkok. Bobot sebuah produk gula merah tebu yaitu antara 400 – 500 gram.

Tidak adanya pengawasan dalam proses pencetakan dan ukuran standar cetakan

Page 58: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

45

lemper menyebabkan bobot satuan produk tidak seragam. Hal tersebut dapat

menjadi kendala ketika akan menjual produk secara eceran.

Tingkatan mutu produk gula merah tebu dibagi menjadi tiga kelompok mutu

yaitu mutu baik, sedang, dan jelek. Penentuan tingkat mutu ini dilakukan secara

subjektif oleh pengusaha berdasarkan warna, rasa, dan kekerasan. Produk gula

merah tebu dengan mutu baik memiliki warna cerah (kuning), rasa manis, dan

tekstur yang keras. Mutu sedang memiliki warna kemerahan, rasa manis, dan

tekstur agak lunak. Mutu jelek memiliki warna gelap (hitam), rasa manis sedikit

pahit, dan tekstur yang lebih lunak.

Berdasarkan pengamatan, rata-rata persentase produksi gula mutu baik,

sedang, dan jelek adalah 21%, 51%, dan 28%. Gula mutu baik biasanya dijual ke

pedagang pengumpul pengecer untuk dikonsumsi sebagai pemanis minuman dan

kue, sedangkan gula mutu sedang dan jelek dijual ke pedagang pengumpul besar

untuk digunakan sebagai bahan baku dalam industri kecap.

Harga jual produk gula merah tebu sangat ditentukan oleh mutu dan kualitas

yang dihasilkan. Selisih harga antara produk gula merah tebu bermutu tinggi,

sedang, dan jelek adalah Rp 100 – 300/kg. Harga jual produk gula merah tebu dari

pabrik antara bulan Februari – Juni 2006 menunjukkan adanya penurunan sebesar

Rp 100 – 125/bulan (Tabel 8). Harga tersebut akan terus menurun sampai

puncaknya antara bulan Agustus – September karena produksi gula merah tebu

sangat tinggi antara bulan tersebut. Ketika harga jual produk gula merah tebu

rendah, pengusaha yang memiiki modal besar biasanya melakukan penyimpanan

produk gula merah tebu untuk mengurangi resiko kerugian. Penjualan produk gula

yang disimpan dilakukan ketika sudah tidak musim giling atau ketika harga jual

produk gula merah dirasakan menguntungkan bagi pengusaha.

Tabel 8. Harga jual produk gula merah tebu tahun 2006

Mutu Produk Bulan Baik Sedang Jelek

Februari Rp 4.000 Rp 3.800 Rp 3.600 Maret Rp 3.800 Rp 3.600 Rp 3.500 April Rp 3.700 Rp 3.500 Rp 3.400 Mei Rp 3.600 Rp 3.300 Rp 3.200 Juni Rp 3.600 Rp 3.300 Rp 3.200

(Sumber : Data Primer)

Page 59: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

46

Tingkat harga gula merah tebu sangat ditentukan oleh keseimbangan antara

permintaaan dan penawaran sehingga pada masa di luar panen tebu sampai awal

musim giling harga gula merah tebu lebih tinggi dibandingkan saat panen raya

tebu. Penetapan harga gula merah tebu dari pabrik dilakukan berdasarkan

kesepakatan antara penjual dan pembeli. Adanya permintaan produk gula merah

tebu ketika penawaran sedikit atau belum musim panen tebu menyebabkan harga

produk tinggi, sedangkan ketika penawaran produk gula merah tebu tinggi dengan

jumlah permintaan yang sama akan menurunkan harga.

Pemasaran produk gula merah tebu yang dihasilkan oleh industri gula merah

tebu di Kecamatan Kebonsari menganut sistem bebas, dalam arti produsen dapat

menawarkan dan menjual gula secara bebas tergantung permintaan pasar atau

konsumen. Distribusi produk gula merah tebu sangat sederhana karena pedagang

pengumpul baik besar dan pengecer datang langsung ke pabrik-pabrik pengolahan

gula merah tebu untuk membeli dan sekaligus mengangkutnya. Distribusi produk

gula merah terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu distribusi melalui

pedagang pengumpul pengecer, pedagang pengumpul besar, dan konsumen

industri langsung (Gambar 15).

Industri Gula Merah Tebu

Pedagang Pengumpul Pengecer Konsumen

Pedagang Pengumpul Besar

Pedagang Pengumpul Pengecer Konsumen

Konsumen

Konsumen

Gambar 15. Distribusi Produk Gula Merah Tebu

Secara umum pemanfaatan gula merah sebagai bahan pemanis dapat

digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu permintaan langsung dan permintaan

antara. Permintaan langsung adalah permintaan yang berasal dari sektor rumah

tangga, sedangkan permintaan antara adalah permintaan yang sebagian besar

untuk memenuhi kebutuhan industri (Syukur et al., 1999). Hasil penelitian yang

Page 60: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

47

dilakukan oleh Ade (2005) menunjukkan distribusi produk gula merah terdiri dari

empat pola yaitu :

1. Industri Gula Merah � Pedagang Pengumpul Tingkat Desa � Pedagang

Pengumpul Tingkat Kecamatan � Pedagang Besar � Pedagang Pengecer �

Konsumen

2. Industri Gula Merah � Pedagang Pengumpul Tingkat Desa � Pedagang

Besar � Konsumen

3. Industri Gula Merah � Pedagang Pengecer � Konsumen

4. Industri Gula Merah � Konsumen

Dalam sekali pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengumpul pengecer

berkisar antara 50 – 200 kg produk gula merah tebu. Kegiatan pengangkutannya

dilakukan menggunakan sepeda dan sepeda motor. Pedagang pengumpul pengecer

berasal dari desa setempat dan menjual produk gula merah tebu di pasar-pasar

tradisional di Kecamatan Kebonsari dan Kecamatan Dolopo. Pedagang

pengumpul besar dan konsumen industri (kecap) biasanya membeli 2 – 4 ton

produk gula merah tebu menggunakan kendaraan dan truk. Daerah pemasaran

yang dilakukan oleh pedagang pengumpul besar jauh lebih luas dibandingkan

pedagang pengumpul pengecer yaitu sampai ke Karesidenan Madiun yang

meliputi Ponorogo, Magetan, Madiun, Ngawi, dan Pacitan.

Menurut Ade (2005) 80% distribusi pemasaran dilakukan menggunakan pola

I atau melalui jalur pedagang pengumpul. Rachmat (1992) menambahkan bahwa

peranan pedagang pengumpul dalam seluruh mata rantai pemasaran gula merah

sangat dominan. Bahkan dominasi pedagang pengumpul pada pasar gula merah

telah mengarah pada struktur pasar monopsonistik. Seorang monopsonis dalam

pasar produk adalah pembeli tunggal dari suatu produk (Bellante dan Jackson,

1990).

Struktur pasar yang demikian adalah sebagai akibat skala usaha industri gula

merah tebu yang kecil, modal yang terbatas, dan umumnya produk dipasarkan

secara sendiri-sendiri, belum terkoordinasi dalam bentuk pemasaran kelompok

apalagi dalam bentuk koperasi. Dalam kondisi tersebut posisi tawar menawar

(bargaining possision) para pengusaha gula merah tebu menjadi lemah yang pada

akhirnya berbagai “praktek ijon” tidak dapat dihindari.

Page 61: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

48

e. Aspek Ketenagakerjaan

Tenaga kerja adalah penjual jasa baik pikiran maupun tenaganya dan

mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu (Hasibuan,

2003). Adisaputro dan Marwan (1992) menambahkan tenaga kerja merupakan

salah satu faktor produksi yang utama dan selalu ada dalam perusahaan, meskipun

pada perusahaan tersebut sudah digunakan mesin-mesin. Tenaga kerja dalam

industri gula merah tebu adalah orang atau sekelompok yang bekerja mengolah

tebu menjadi produk gula merah tebu. Tenaga kerja penggiling termasuk kedalam

kelompok tenaga kerja langsung. Menurut Asri dan Adisaputro (1992) yang

dikategorikan sebagai tenaga kerja langsung antara lain adalah para buruh pabrik

yang ikut serta dalam kegiatan proses produksi dari bahan mentah sampai

terbentuk barang jadi.

Sebuah industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari menggunakan 5 –

10 orang sebagai tenaga kerja. Tenaga kerja ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu

tenaga kerja di pabrik dan tenaga kerja di kebun. Satu kelompok tenaga kerja di

pabrik terdiri dari 4 – 5 orang, sedangkan satu kelompok tenaga kerja di kebun

terdiri dari 2 – 3 orang. Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan maka dalam

industri gula merah tebu pekerja dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu :

1. Tukang tebang

Tukang tebang biasanya dilakukan oleh 2 – 3 orang yang bekerja di kebun

selama 7 – 8 jam/hari. Rata-rata dalam sehari tukang tebang mampu menghasilkan

3 – 4 ton tebu yang siap digiling pada hari berikutnya. Pekerjaan yang dilakukan

tukang tebang adalah membersihkan batang tebu dari daun-daun kering,

menebang batang tebu, dan mengangkut tebu dari kebun menuju pabrik.

2. Tukang giling

Sebuah mesin penggiling tebu dikerjakan oleh 2 orang tukang giling.

Pekerjaan yang dilakukan tukang giling adalah menggiling tebu, mengangkut

ampas tebu (bagase) ke ruang bahan bakar, dan menjemur ampas tebu (bagase).

Penggilingan tebu biasanya hanya dilakukan seorang tukang giling, sementara

seorang lagi mengumpulkan dan mengangkut ampas tebu (bagase) ke ruang

bahan bakar.

Page 62: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

49

3. Tukang masak

Sebuah tungku pemasakan biasanya dikerjakan oleh 2 – 3 orang tukang

masak. Pekerjaan yang dilakukan tukang masak antara lain memindahkan nira

dari bak penampungan ke wajan pemasakan, membersihkan nira dari kotoran

untuk, menurunkan larutan gula (gulali) ke wajan pengentalan untuk diaduk,

mencuci cetakan lemper, dan mencetak gula merah. Koordinasi antara tukang

masak dan tukang obor sangat diperlukan untuk mencegah larutan gula (gulali)

tidak gosong.

4. Tukang obor

Tukang obor adalah pekerja yang bertanggung jawab terhadap pengaturan

suhu api. Ampas tebu (bagase) dan sekam yang dimasukkan sebagai bahan bakar

tungku harus diatur sehingga suhu api dapat konstan. Seorang tukang obor harus

selalu siap memantau wajan pemasakan. Pemasukan bahan bakar ampas tebu

(bagase) dan sekam ketika pemasakan dilakukan secara kontinu, tetapi ketika

sudah ada larutan gula (gulali) yang hampir masak pemasukannya dihentikan

sampai larutan gula (gulali) diturunkan ke wajan pengentalan.

Dalam pelaksanaannya kelompok pekerja terutama yang bekerja di pabrik

tidak hanya mengerjakan pekerjaan tertentu. Sebagai sebuah kelompok, setiap

pekerja saling membantu satu sama lain. Sebagai contoh ketika tukang masak

sedang mengaduk larutan gula (gulali) dan mencetak gula merah, tukang obor

akan membantu membuang kotoran untuk apabila diperlukan. Sambil menunggu

ampas tebu (bagase) biasanya tukang giling akan membantu tukang masak

dengan memindahkan nira dari bak penampungan ke wajan pemasakan.

Skala industri gula merah tebu yang kecil menyebabkan tingkat kebutuhan

tenaga kerja tidak terlalu banyak sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut

hanya digunakan tenaga kerja yang berasal dari penduduk setempat dan sedikit

saja yang berasal dari daerah disekitarnya. Berdasarkan pengamatan selama

penelitian, dari 5 – 10 orang tenaga kerja yang bekerja di industri gula merah tebu

80% berasal dari Kecamatan Kebonsari, sedangkan 20% sisanya berasal dari

Kecamatan lain. Tenaga kerja yang berasal dari penduduk setempat biasanya

masih memiliki ikatan persaudaraan dengan pengusaha industri gula merah tebu.

Page 63: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

50

Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja dengan pedoman atas

perjanjian yang disepakati pembayarannya (Hasibuan, 2003). Berdasarkan jenis

penerima upah, upah yang diberikan pada tenaga kerja pengolah gula merah tebu

di Kecamatan Kebonsari termasuk dalam jenis upah kelompok. Menurut Ries

dalam Scheltema (1985) upah kelompok adalah penerima upah berupa

sekelompok pekerja, yang karenanya mencapai prestasi kerja secara bersama-

sama dimana kelompok itu membagi dirinya sesuai dengan pekerjaannya. Upah

diberikan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan tenaga kerja yang

dihitung berdasarkan hasil produksi dan dibayarkan dalam bentuk uang. Besarnya

upah yang diterima satu kelompok tenaga kerja sama dengan 1/6 – 1/5 hasil

produksi gula merah tebu yang dihasilkan.

f. Aspek pembiayaan

Sebuah industri memerlukan modal kerja untuk memutar roda operasi sehari-

hari seperti dana pengadaan bahan baku, bahan pembantu, barang setengah jadi,

barang jadi, piutang dagang, dan sejumlah cadangan uang tunai (Sutoyo, 1996).

Menurut BPS (2003) modal kerja yang dimiliki dapat berasal dari modal sendiri

dan pihak lain. Modal sendiri adalah harta milik usaha sendiri tanpa adanya

kontribusi dari usaha atau pihak lain, sedangkan modal pihak lain merupakan

harta milik pihak lain (bank, koperasi, lembaga keuangan bukan bank, keluarga,

dan perorangan) dimana pengusaha tidak berkontribusi sama sekali.

Berdasarkan keterangan pengusaha gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari,

sumber modal yang digunakan untuk kegiatan operasioanl usaha gula merah tebu

berasal dari modal milik sendiri dan pinjaman dari pihak lain. Sumber modal

yang berasal dari pinjaman kepada pihak lain sebagian besar berasal dari sanak

saudara, perseorangan, dan hanya sedikit yang menggunakan jasa perbankan.

Beberapa alasan pengusaha tidak menggunakan jasa perbankan adalah tidak

memiliki jaminan, prosedur sulit, dan tidak berminat.

Dalam menjalankan usahanya pengusaha gula merah tebu cenderung

menggunakan naluri dalam mengelola usahanya, namun pengusaha tidak

membiasakan diri membuat catatan-catatan tentang kegiatan yang terjadi. Data-

data transaksi, keuangan, janji-janji dagang, harta, persediaan dan sebagainya

sangat terbatas sekali. Tidak jarang terjadi bahwa janji dagang atau pesanan

Page 64: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

51

terlupakan karena tidak tercatat dengan baik. Pengusaha hanya mengandalkan

daya ingat dengan sedikit catatan untuk menunjang kebijaksanaan yang

diambilnya.

Menurut Adiningsih (2004) salah satu kelemahan UKM dalam aspek

keuangan adalah banyaknya UKM yang belum bankable karena belum adanya

manajemen keuangan yang transparan. Murdinah et al., (2002) menambahkan

dalam bidang keuangan, UKM biasanya lemah dalam membuat anggaran, tidak

adanya pencatatan dan pembukuan yang memadai, dan tidak adanya batasan tegas

antara milik pribadi (keluarga) dengan milik perusahaan.

g. Aspek Profitabilitas

Bahan baku tebu yang digunakan dalam industri gula merah tebu di

Kecamatan Kebonsari dibagi menjadi empat pola, yaitu tebu yang berasal dari

lahan milik sendiri (Pola I), lahan sewa (Pola II), beli tebu (Pola III), dan titip

giling (Pola IV).

Tabel 10. Biaya pengadaan bahan baku tebu/kotak (163 kw tebu)

Kuantitas (Kotak) Pola I Pola II Pola III Pola IV

Biaya Bahan Baku 163 kw Rp 1.054.214 Rp 2.061.357 Rp 2.857.143 - Bibit 5.500 potong Rp 275.000 Rp 275.000 - - Irigasi 6 jam Rp 56.000 Rp 56.000 - - Pupuk 79 kg Rp 162.500 Rp 162.500 - -

Za 14 kg Rp 86.429 Rp 86.429 - - KCl 46 kg Rp 15.714 Rp 15.714 - - Urea 14 kg Rp 60.357 Rp 60.357 - -

Sewa Bajak 1 hari Rp 102.857 Rp 102.857 - - Tenaga Kerja 22 HOK Rp 442.857 Rp 442.857 - - Pajak Tanah - Rp 15.000 Rp 15.000 - - Sewa Tanah - - Rp 1.007.143 - -

Tabel 10 menunjukkan perbedaan biaya bahan baku tebu antara Pola I, Pola

II, Pola III, dan Pola IV. Biaya pengadaan bahan baku pada Pola I adalah biaya

pengelolaan areal perkebunan tebu yang meliputi biaya pengadaan bibit, biaya

irigasi, biaya pemupukan, biaya tenaga kerja, dan pajak. Biaya pengelolaan areal

perkebunan tebu Pola II lebih besar dari Pola I karena membutuhkan biaya

tambahan untuk sewa lahan. Biaya pengadaan bahan baku tebu pada Pola III lebih

tinggi dibandingkan Pola I dan II karena tebu berasal dari Tebu Rakyat Bebas

Page 65: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

52

(TRB) dimana harga jual TRB adalah biaya pengelolaan areal perkebunan tebu

ditambah dengan keuntungan yang diharapkan petani tebu. Harga bahan baku tebu

Pola I adalah Rp 6.473/kw, Pola II adalah Rp 12.657/kw, dan Pola III adalah Rp

17.544/kw.

Pola IV tidak membutuhkan biaya pengadaan bahan baku karena tebu berasal

dari orang lain yang sengaja menitipkan tebunya untuk diproses menjadi gula

merah tebu. Hasil penjualan gula merah tebu yang dihasilkan akan dibagi kepada

pengusaha sebesar 40% dari total penjualan gula merah tebu yang dihasilkan.

Sistem bagi hasil yang dterapkan dalam usaha pengolahan gula merah tebu di

Kecamatan Kebonsari adalah bagi hasil murni. Menurut Senduk (2003) dalam

bagi hasil murni, pendapatan yang diterima adalah pembagian sebesar sekian

persen dari keuntungan kotor usaha.

Tabel 11. Analisa profitabilitas berdasarkan bahan baku (264 kg produk/hari)

Pola I Pola II Pola III Pola IV Penerimaan Rp 920.714 Rp 920.714 Rp 920.714 Rp 368.286

Total Penjualan (TR) Rp 920.714 Rp 920.714 Rp 920.714 Rp 920.714 Bagi Hasil (40 % x TR ) - - - Rp 368.286 Gula Baik (56 kg x Rp 3700) Rp 208.786 Rp 208.786 Rp 208.786 Rp 208.786 Gula Sedang (135 kg x Rp 3500) Rp 471.500 Rp 471.500 Rp 471.500 Rp 471.500 Gula Jelek (73 kg x Rp 3300) Rp 240.429 Rp 240.429 Rp 240.429 Rp 240.429

Biaya Produksi Rp 396.847 Rp 560.110 Rp 689.111 Rp 225.953 Biaya Bahan Baku (26,4 kw tebu) Rp 170.894 Rp 334.157 Rp 463.158 - Biaya Bahan Penunjang Rp 62.855 Rp 62.855 Rp 62.855 Rp 62.855

Kapur (2,2 kg x Rp 350) Rp 770 Rp 770 Rp 770 Rp 770 Minyak Kelapa (0,44 kg x Rp 4.700) Rp 2.068 Rp 2.068 Rp 2.068 Rp 2.068 Metabisulfit (0,22 kg x Rp 8.000) Rp 1.760 Rp 1.760 Rp 1.760 Rp 1.760 BBM Diesel (8 lt x Rp 4.300) Rp 33.786 Rp 33.786 Rp 33.786 Rp 33.786 Oli (0,45 lt x Rp 9.000) Rp 4.050 Rp 4.050 Rp 4.050 Rp 4.050 BBM Kendaraan (5 lt x Rp 4.300) Rp 20.271 Rp 20.271 Rp 20.271 Rp 20.271 Aspal padat (Rp 9.000 / 60 hari) Rp 150 Rp 150 Rp 150 Rp 150

Biaya Tenaga Kerja Rp 163.098 Rp 163.098 Rp 163.098 Rp 163.098 Pendapatan Rp 523.867 Rp 360.604 Rp 231.603 Rp 142.333 Pendapatan / kg Rp 1.984 Rp 1.366 Rp 877 Rp 539

R/C Ratio 2,32 1,64 1,34 1,63 Keempat tipe pola usaha gula merah tebu yang dilakukan di Kecamatan

Kebonsari pada tingkat produksi sebesar 264 kg gula/hari dengan harga jual

produk berkisar antara Rp 3.300 – Rp 3.700/kg memberikan keuntungan yang

Page 66: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

53

berbeda bagi pengusaha gula merah tebu. Pada Tabel 11 dapat dilihat Pola I lebih

memberikan pendapatan, pendapatan per kg gula merah, dan nilai R/C rasio lebih

tinggi dibandingkan Pola II, III, dan IV. Besarnya pendapatan, pendapatan per kg

gula dan nilai R/C rasio Pola I adalah Rp 523.867, Rp 1.984, dan 2,32 ; Pola II

adalah Rp 360.604, Rp 1.366, dan 1,64 ; Pola III adalah Rp 231.603, Rp 877, dan

1,34 ; dan Pola IV adalah Rp 142.333, Rp 539, dan 1,63.

Dalam menjalankan usahanya pengusaha tidak hanya menggunakan salah

satu pola tertentu. Bahan baku tebu yang diolah menjadi gula merah dapat juga

hasil kombinasi dari keempat pola. Selama penelitian terdapat 6 kombinasi

sumber bahan baku, yaitu Kelompok 1 (100 % Pola IV), Kelompok 2 (57 % Pola

II, dan 43 % Pola IV), Kelompok 3 (46 % Pola I, dan 54 % Pola II), Kelompok 4

(33 % Pola I, dan 67 % Pola III), Kelompok 5 (100 % Pola II), dan Kelompok 6

(40 % Pola II, 46 % Pola III, dan 16 % Pola IV).

Analisa profitabitas industri gula merah tebu berdasarkan kombinasi sumber

bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 4. Pendapatan Kelompok 1 adalah Rp

360.085, Kelompok 2 adalah Rp 2.450.207, Kelompok 3 adalah Rp 2.272.634,

Kelompok 4 adalah Rp 3.756.693, Kelompok 5 adalah Rp 961.431, dan

Kelompok 6 adalah Rp 2.583.142. Perbedaan pendapatan ini disebabkan karena

adanya perbedaan jumlah produksi dan hari kerja pengolahan gula merah tebu.

Semakin banyak hari kerja yang digunakan untuk pengolahan gula merah tebu

maka semakin tinggi produksi gula merah tebu yang dihasilkan.

Analisa profitabilitas industri gula merah tebu menunjukkan besarnya

pendapatan per kg gula merah pada Kelompok 1 adalah Rp 463, Kelompok 2

adalah Rp 959, Kelompok 3 adalah Rp 1.542, Kelompok 4 adalah Rp 1.389,

Kelompok 5 adalah Rp 1.350, dan Kelompok 6 adalah Rp 933. Nilai R/C rasio

pada Kelompok 1 adalah 1,50, Kelompok 2 adalah 1,82, Kelompok 3 adalah 1,80,

Kelompok 4 adalah 1,66, Kelompok 5 adalah 1,64, dan Kelompok 6 adalah 1,47.

Nilai pendapatan per kg gula merah dan R/C rasio terkecil terjadi pada

Kelompok 1 karena pendapatan yang diterima pengusaha gula merah tebu adalah

40 % total penerimaan dikurangi biaya pengolahan. Kelompok 3 adalah kelompok

dengan pendapatan per kg gula merah dan R/C rasio terbesar karena rendahnya

Page 67: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

54

komponen biaya bahan baku menyebabkan biaya produksi juga rendah sehingga

mampu meningkatkan penerimaan gula merah tebu.

Kegiatan produksi gula merah tebu berkisar antara bulan Mei – Oktober,

tetapi apabila pada periode tersebut harga jual gula merah tebu rendah, maka

pengusaha (Pola I dan II) akan mempertimbangkan alternatif lain pemanfaatan

tebu yang mereka usahakan. Berbagai alternatif lain yang dilakukan pengusaha

antara lain :

1. Menjual langsung tebu batang ke pabrik gula.

2. Menjual tebu batang melalui pedagang perantara (tengkulak).

3. Menyimpan hasil produksi gula merah yang dihasilkan sampai harga jual gula

merah tebu lebih menguntungkan.

Pertimbangan untuk menjual langsung tebu batang yang dihasilkan

pengusaha (Pola I dan II) atau orang yang menitip tebu (Pola IV) harus sebanding

dengan oportunity cost yang harus ditanggung untuk mengolah tebu menjadi gula

merah tebu, antara lain :

1. Tambahan pekerjaan seperti kegiatan pengolahan, mencari dan menghubungi

tenaga kerja, serta mencari dan menghubungi konsumen.

2. Tambahan waktu seperti waktu pengolahan, waktu mencari bahan baku tebu,

dan waktu penyimpanan.

3. Tambahan biaya seperti biaya pengolahan, dan biaya penyusutan.

4. Ketidakpastian terhadap tingkat produksi dan harga jual gula merah tebu.

Menurut Zuraidah (2005) keputusan petani mengolah tebu menjadi gula merah

tebu dipengaruhi oleh faktor pendapatan rumah tangga non tebu, status lahan, dan

pengalaman berusaha tani tebu. Jumlah tanggungan keluarga, dan luas lahan tidak

berpengaruh terhadap keputusan petani untuk mengolah tebu menjadi gula merah

tebu.

3. Kontribusi Industri Terhadap Wilayah

a. Pendapatan daerah

Dalam pemerintahan daerah kabupaten dibentuk pemerintahan desa yang

terdiri dari pemerintahan desa dan badan permusyawaratan desa. Sesuai dengan

ketentuan pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, sumber pendapatan asli daerah terdiri dari :

Page 68: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

55

1. Hasil pajak daerah

2. Hasil retribusi daerah;

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahan; dan

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah;

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, pajak daerah adalah iuran

wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan

langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Retribusi adalah

pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan

jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa

atau kerena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang

berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun

tidak langsung.

Berdasarkan keterangan perangkat desa di Kecamatan Kebonsari, suatu

industri akan memberikan pemasukan bagi daerah melalui hasil pajak dan

retribusi daerah. Belum terdaftarnya industri gula merah tebu di pemerintah

daerah dan masih rendahnya minat pengusaha dalam mengurus kelengkapan

usahanya menyebabkan keberadaan industri gula merah tebu tidak memberikan

kontribusi secara langsung kepada pemerintah daerah. Industri gula merah tebu

yang berada dalam wilayah Kecamatan Kebonsari belum memiliki bentuk hukum

dan izin usaha, selain itu bangunan pabrik gula merah tebu belum dilengkapi

dengan surat izin mendirikan bangunan (IMB). Hal tersebut tentu saja sangat

merugikan bagi pemerintah daerah karena industri gula merah tebu tidak

memberikan kontribusi melalui pajak dan retribusi kepada pemerintahan daerah.

b. Pertumbuhan usaha lain

Gula merah tebu termasuk produk yang dapat dikonsumsi secara langsung

(konsumsi akhir) dan dapat pula digunakan sebagai bahan baku bagi banyak

industri (barang antara). Menurut Simatupang, Nizwar, dan Farida (1999) kaitan

industri gula dengan industri-industri lain pengguna produk industri gula disebut

kaitan ke depan, sedangkan hubungan industri gula dengan industri-industri yang

menunjang kebutuhan sarana dan prasarana industri gula tersebut disebut kaitan

Page 69: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

56

ke belakang. Peningkatan produksi industri gula dapat menarik peningkatan

produksi industri-industri pemasok bahan baku industri gula dan produksi

industri-industri yang menggunakan gula sebagai bahan bakunya.

Dalam kaitan ke belakang peningkatan produksi gula merah tebu akan

meningkatkan permintaan terhadap bahan baku tebu, bahan tambahan dan

penunjang produksi, serta kebutuhan mesin dan peralatan pengolahan.

Peningkatan permintaan bahan baku tebu akan meningkatkan usaha-usaha

penunjang sarana dan prasarana usaha tani tebu seperti industri mesin dan alat

pertanian, industri penyediaan bibit, dan industri pupuk. Peningkatan produksi

gula merah tebu dalam kaitan ke depan akan mempengaruhi permintaan akhir

industri-industri yang secara langsung membutuhkan produk gula merah tebu

sebagai bahan baku seperti industri makanan, industri minuman, dan industri

kecap.

Meningkatnya luas areal perkebunan tebu di Kecamatan Kebonsari sebesar

294 Ha antara tahun 2004 – 2005 sangat menguntungkan bagi industri gula merah

tebu karena pengusaha tidak mengalami kesulitan mencari bahan baku tebu.

Menurut keterangan petani tebu hasil produksi tebu sebagian besar digunakan

sebagai bahan baku industri gula kristal dan hanya sedikit saja yang diolah

menjadi gula merah tebu. Dengan demikian peningkatan produksi tebu belum

memberikan dampak positif terhadap industri gula merah tebu karena harga bahan

baku cenderung tinggi karena adanya persaingan permintaan bahan baku tebu

antara industri gula kristal.

Kegiatan usaha kecil dan menengah di Kecamatan Kebonsari pada tahun

2005 berjumlah 62 unit usaha. Sesuai dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995

tentang usaha kecil, bidang usaha yang ada pada usaha kecil dan menengah

(UKM) di Kecamatan Kebonsari meliputi bidang usaha industri pertanian, bidang

usaha industri non pertanian, dan bidang usaha aneka jasa. Bidang usaha industri

pertanian antara lain penyediaan bibit padi unggul, pupuk, dan ayam petelur.

Bidang usaha industri non pertanian terdiri dari usaha industri makanan (aneka

kerupuk, bakso, tahu, ayam bakar, mancho, wijen, unyu-unyu, tempe, rengginang,

dan jamur tiram) dan kerajinan (pengrajin perlengkapan reog, hiasan dinding, dan

tikar), sementara jasa pembubutan termasuk bidang usaha aneka jasa

Page 70: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

57

Usaha kecil dan menengah yang terkait langsung dengan industri gula merah

tebu di wilayah Kecamatan Kebonsari adalah industri makanan manco. Mutu gula

merah tebu yang digunakan sebagai bahan tambahan produk mancho adalah gula

merah tebu yang berwarna kuning. Nilai investasi, nilai produksi, nilai tambah,

dan nilai bahan baku sebuah industri makanan manco berturut turut adalah Rp

2.560.000, Rp 7.500.000, Rp 3.300.000, dan 4.500.000 (BPS Kabupaten Madiun,

2005). Industri makanan mancho memiliki potensi yang sangat besar untuk

menyerap produk gula merah tebu sehingga peningkatan produksi gula merah

tebu seharusnya dapat merangsang pertumbuhan usaha ini.

Jasa komunikasi, tranportasi, dan warung-warung kecil secara tidak langsung

mempengaruhi industri gula merah tebu. Saat ini peranan wartel dan handphone

sangat membantu kelancaran komunikasi. Tidak terkecuali dalam industri gula

merah tebu, pengusaha memanfaatkan jasa komunikasi untuk membantu

kelancaran usahanya seperti menghubungi tenaga kerja, konsumen, dan supplier.

Jasa transportasi digunakan untuk kegiatan distribusi bahan baku tebu dan produk

gula merah yang dihasilkan, sedangkan keberadaan warung-warung kecil

membantu penyediaan kebutuhan sehari-hari pengusaha dan pekerja gula merah

tebu.

c. Penyerapan tenaga kerja

Sebuah industri gula merah tebu mampu menyerap 5 – 10 orang tenaga kerja.

Sumber tenaga kerja industri gula merah tebu berasal dari Kecamatan Kebonsari

dan daerah lain. 4 – 8 orang tenaga kerja (80%) berasal dari Kecamatan

Kebonsari, sedangkan sisanya berasal dari daerah lain seperti Kecamatan Dolopo.

Jenis kelamin tenaga kerja dalam industri gula merah tebu umumnya laki-laki

berusia 20 – 45 tahun karena pekerjaannya membutuhkan fisik dan stamina yang

tinggi. Perempuan atau istri pengusaha gula merah hanya membantu melayani

pembeli, membungkus gula merah yang dihasilkan, dan membantu administrasi

perusahaan.

Menurut keterangan pengusaha beberapa kendala dalam mencari tenaga kerja

pengolahan gula merah tebu antara lain pekerjaan tebu dirasakan terlalu berat,

ketidakpastian besarnya upah yang diterima pekerja, dan dilarang pihak keluarga.

Upah yang diterima satu kelompok tenaga kerja sama dengan 1/6 – 1/5 hasil

Page 71: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

58

produksi gula merah tebu yang dihasilkan sehingga besar kecilnya pendapatan

tenaga kerja tidak pasti. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan penerimaan

upah tenaga kerja penggiling gula merah tebu adalah persentase bagi hasil upah,

tingkat produksi, harga produk, dan banyaknya tenaga kerja. Pada Lampiran 3

dapat dilihat berdasarkan keempat faktor tersebut menyebabkan upah yang

diterima tenaga kerja penggiling gula merah tebu dapat lebih tinggi atau lebih

rendah.

Industri gula merah tebu secara langsung dapat membuka lapangan pekerjaan,

namun keberadaannya belum mampu mengatasi tingginya pengangguran yang

terjadi di Kecamatan Kebonsari. Tingkat pengangguran di Kecamatan Kebonsari

pada tahun 2005 sebesar 22,83% dengan jumlah angkatan kerja 14.410 jiwa dan

pengangguran 3.026 jiwa. Kegiatan usaha gula merah tebu termasuk usaha

musiman dimana kegiatan pengolahan gula merah tebu hanya dilakukan ketika

musim panen tebu antara bulan Mei – Oktober. Hal tersebut menyebabkan

terjadinya pengangguran musiman bagi tenaga kerja industri gula merah tebu.

Pekerjaan yang dilakukan pekerja penggiling pada saat tidak musim giling antara

lain bekerja menggarap sawah, kerja bangunan, dan lain sebagainya untuk dapat

memenuhi kebutuhan sehari-hari.

B. RANCANG ULANG BANGUNAN INDUSTRI GULA MERAH TEBU

1. Perbaikan Tata Letak Pabrik

a. Spesifikasi dan kondisi pabrik

Kegiatan rancang ulang bangunan industri dilakukan di salah satu pabrik gula

merah tebu yang ada di Kecamatan Kebonsari. Kemampuan produksi produk gula

merah tebu sangat ditentukan dengan tungku pemasakan dan mesin giling.

Diameter wajan yang dimiliki industri ini adalah 90 cm dengan kapasitas 11 – 12

kg gula merah tebu. Dalam satu tungku pemasakan terdapat 9 wajan yang

digunakan untuk proses pemasakan. Mesin giling yang digunakan memiliki

gilingan berukuran 14 inci dengan kapasitas giling 300 – 400 kw tebu/hari. Rata-

rata bahan baku tebu yang digiling adalah 250 – 300 kw/hari dengan rendemen

10% sehingga tingkat produksi industri ini adalah 250 – 300 kg gula merah/hari

atau sebanyak 20 – 25 wajan/hari.

Page 72: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

59

Kondisi awal bangunan pabrik yang akan dilakukan rancang ulang adalah

bangunan dengan atap genting dan tanpa dinding. Tiang-tiang penyangga untuk

ruang produksi adalah beton cor, sedangkan untuk gudang bagase dan ruang

giling adalah tiang kayu dan bambu. Lantai pada pabrik sebagian besar adalah

tanah dan hanya sedikit bagian lantai yang diplester. Pabrik hanya membuang

limbah untuk yang dihasilkan dari proses pemasakan ke selokan, sedangkan

limbah abu hanya digunakan untuk menimbun tanah yang rendah.

Lampiran 5 menunjukkan kondisi awal pabrik gula merah tebu yang akan

dilakukan rancang ulang. Untuk itu pertimbangan rancang ulang industri gula

merah tebu meliputi :

1. Perbaikan bentuk bangunan pabrik gula merah tebu

2. Membuat ruang produksi menjadi lebih bersih

3. Perbaikan aliran proses produksi dan perpindahan bahan

4. Penyediaan tempat untuk pembuangan limbah

Pertimbangan perbaikan bentuk bangunan pabrik gula merah tebu karena

dengan adanya bangunan pabrik yang ideal dapat membuat ruang produksi lebih

bersih sehingga mampu mengurangi kontaminasi kotoran dalam proses

pengolahan gula merah tebu. Aliran proses yang ada saat ini juga memiliki resiko

yang tinggi terhadap kontaminasi kotoran baik terhadap bahan baku dan produk.

Nira sebagai bahan baku utama gula merah tebu adalah salah satu bahan pangan

yang mudah mengalami kerusakan (Puri, 2005). Menurut Indeswari (1987) nira

dikatakan rusak jika sukrosa dalam nira terinversi menjadi gula pereduksi yang

terdiri dari glukosa dan fruktosa dalam perbandingan yang sama. Salah satu

penyebab terjadinya inversi sukrosa dapat disebabkan aktivitas mikroorganisme.

Sukrosa yang sudah terinversi menyebabkan nira menjadi berwarna coklat dan

keruh, sehingga dapat menurunkan mutu produk (Indeswari, 1987). Pengurangan

resiko sumber-sumber kontaminasi kotoran yang dilakukan dalam industri gula

merah tebu diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas gula merah tebu

yang dihasilkan.

Page 73: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

60

b. Analisa tata letak pabrik

Analisa tata letak pabrik gula merah tebu dilakukan sesuai dengan diagram

perencanaan tata letak secara sistematis (Gambar 2). Tahap awal pemasukan data

dan aktivitas menghasilkan aliran bahan dan keterkaitan aktivitas sebagai input

peta dan diagram keterkaitan aktivitas. Analisa diagram aliran bahan (Gambar 10)

dan peta proses operasi pembuatan gula merah tebu (Lampiran 6) menghasilkan

peta diagram keterkaitan aktivitas dalam pengolahan gula merah tebu (Gambar 16

dan 17).

Gambar 16. Peta keterkaitan aktivitas

Page 74: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

61

Keterangan :

Aktivitas

1. Bongkar muat tebu

2. Penyimpanan tebu sebelum giling

3. Penggilingan tebu

4. Penampungan dan penyaringan nira

5. Pemasakan nira dan penambahan bahan tambahan

6. Pengentalan dan pencetakan gula

7. Pendinginan dan penyimpanan sementara gula merah tebu

8. Penyimpanan produk gula merah tebu

9. Penyimpanan ampas tebu (bagase) basah dan sekam

10. Penjemuran ampas tebu (bagase)

11. Tempat memasukkan ampas tebu (bagase) dan sekam

12. Pembuangan limbah abu dan untuk

Derajat kedekatan

A = Mutlak

E = Sangat penting

I = Penting

O = Kedekatan biasa

U = Tidak perlu

X = Tidak diharapkan

Keterkaitan produksi

1 = Urutan aliran kerja

2 = Memudahkan pemindahan bahan

3 = Menggunakan peralatan yang sama

4 = Kemungkinan kontaminasi limbah

5 = Kemungkinan berada dalam satu bangunan

Gambar 17. Diagram keterkaitan aktivitas

Berdasarkan peta dan diagram keterkaitan aktivitas maka dilakukan analisa

kebutuhan dan luas ruang. Analisa kebutuhan ruangan dilakukan sesuai dengan

diagram aliran proses sehingga diketahui ruangan yang diperlukan untuk rancang

ulang tata letak industri gula merah tebu. Sementara analisa luas ruangan

Page 75: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

62

dilakukan dengan membandingkan antara luas yang digunakan pada tata letak

pabrik sebelum dilakukan rancang ulang dengan kebutuhan luas yang diperlukan

untuk mengolah tebu sebanyak 300 – 400 kw/hari. Pengukuran dalam analisa

meliputi luas mesin peralatan dan kebutuhan aktivitas pekerja yang digunakan

untuk menentukan kebutuhan luas ruang pada rancang ulang.

Tabel 12. Analisa kebutuhan dan luas ruang

Dimensi Kelonggaran (*)

p (m) l (m) t (m) L (m2) V (m3) Jumlah Luas

awal Kebutuhan

luas % L (m2) Total

Bongkar muat tebu - - - - - - - - - - -

parkir truk 4 2,5 - 10 - 1 - 10 50% 5 15 Penyimpanan tebu - - - - - - - - - - -

tebu/ton 2,5 2,5 1,5 6,25 9,38 4 - 25 40% 10 35 Penggilingan tebu - - - - - - 15 - - - -

mesin diesel 1 0,5 - 0,5 - 1 - 0,5 - - - mesin giling 1,5 1 - 1,5 - 1 - 1,5 - - - sabuk (belt) 5 0,1 - 0,5 - 1 - 0,5 - - -

Pemasangan belt - mesin 5 1,5 - 7,5 - 1 - 7,5 60% 4,5 12 Penampungan nira - - - - - - 1 -

bak nira 2 1 - 2 - 1 - 2 50% 1 3 Pemasakan - - - - - - 12 - - - -

tungku masak 10 1 - 10 - 1 - 10 20% 2 12

Pengentalan dan pencetakan - - - - - - 4 - - - - wajan pengentalan 1 0,5 - 0,5 - 2 - 1 100% 1 2

cetakan lemper 0,2 0,2 - 0,03 - 40 - 1,3 100% 1,3 3 bak cuci 0,5 0,5 - 0,3 - 1 - 0,25 100% 0,3 0,5

Pendinginan - - - - - - 4 - - - - meja 2,5 2 - 5 - 1 - 5 20% 1 6

Penyimpanan gula - - - - - - 28 15 85% 12,8 28

gula/kw 0,5 0,75 0,75 0,38 0,28 40 - 15 85% 12,8 28 Penyimpanan bagase - - - - - - 30 - - - -

bagase/ton gilingan 2 1,5 2 3 6 16 - 48 25% 12,0 60 Tempat memasukkan bagase - - - - - - - - - - -

bagase 2,5 2 0,5 5 3 1 - 5 50% 3 8

Penjemuran bagase - - - - - - - - - - - bagase/ton gilingan 10 5 - 50 - 1 - 50 - - 50

Pembuangan limbah - - - - - - - - - - - limbah/hari 1 1 1 1 1 40 - 40 - - 40

Analisa kebutuhan dan luas ruang dapat dilihat pada Tabel 12. Sebelum

dilakukan kegiatan rancang ulang, luas awal untuk kegiatan bongkar muat tebu,

penyimpanan tebu sebelum giling, tempat memasukkan ampas tebu (bagase) dan

sekam, penjemuran ampas tebu (bagase), dan tempat pembuangan tidak diketahui

secara pasti. Penyimpanan dan penjemuran tebu dilakukan dengan memanfaatkan

Page 76: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

63

tempat yang tersedia, limbah untuk hanya dibuang ke selokan, dan limbah abu

digunakan untuk menimbun tanah yang rendah.

Hasil analisa menunjukkan kebutuhan luas untuk tempat bongkar muat tebu

adalah 10 m2 dengan kelonggaran 50% untuk untuk aktivitas bongkar muat oleh

pekerja dan gerak kendaraaan. Kebutuhan luas untuk menyimpan tebu sebanyak

10 kw adalah 6,25 m2 dengan ketinggian 1,5 m, sehingga untuk mengolah tebu

sebanyak 40 kw per hari luas minimum yang dibutuhkan 25 m2. Luas total untuk

mesin giling dan diesel hanya 2 m2, namun karena kedua mesin ini dihubungkan

dengan sabuk (belt) sehingga luas kebutuhan untuk penempatan mesin ini adalah

7,5 m2.

Produk gula sebanyak 1 kw disimpan dalam keranjang yang berukuran 0,5 x

0,75 x 0,75. Kebutuhan luas untuk menyimpan gula merah sebanyak 40 kw

adalah 15 m2 dengan kelonggaran 85% untuk gang, aktivitas pekerja, dan

meningkatkan kapasitas penyimpanan. Ampas tebu (bagase) yang dihasilkan dari

1 ton tebu hasil penggilingan memerlukan luas 50 m2 untuk dijemur. Pada musim

kemarau (ada panas dari energi matahari), waktu yang diperlukan untuk menjemur

ampas tebu (bagase) berkisar antara 1 – 2 jam sehingga. Volume limbah untuk

dan abu yang dihasilkan adalah 1 m3, sehingga volume kolam limbah yang

diperlukan untuk menampung selama satu musim giling (240 hari) adalah 240 m3

atau pada tanah seluas 40 m2 dengan tinggi 6 m.

c. Rancangan Tata Letak Pabrik

Tata letak awal pabrik dapat dilihat pada Lampiran 7. Faktor-faktor pembatas

rancang ulang industri gula merah tebu antara lain :

1. Batas sebelah timur dan selatan pabrik adalah perumahan

2. Luas area yang tersedia berbentuk L

3. Gudang produk menyatu dengan bangunan rumah pemilik

4. Posisi tungku pemasakan tidak berubah

Adanya keempat faktor pembatas menyebabkan rancangan yang dipilih

belum sesuai dengan diagram keterkaitan (Lampiran 8). Penempatan antara ruang

penggilingan, ruang penjemuran, ruang bahan bakar, ruang produksi, dan gudang

produk belum sesuai dengan hasil analisa diagram keterkaitan. Hal tersebut

mempengaruhi aliran limbah ampas tebu (bagase) dan aliran produk jadi,

Page 77: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

64

sementara aliran proses yang dilakukan di ruang produksi tidak berpengaruh.

Kondisi sebelum dan setelah rancang ulang dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Kondisi sebelum dan setelah rancang ulang

Kondisi Sebelum Rancang Ulang Kondisi Setelah Rancang Ulang

1. Bangunan pabrik semi permanen 1. Bangunan pabrik permanen 2. Kondisi pabrik sangat kotor akibat debu,

ranting, daun-daunan, dan ampas tebu (bagase).

2. Hasil rancang ulang mampu mengurangi kotoran sehigga kondisi pabrik lebih bersih

3. Bak nira 1 tidak ditutup sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi kotoran.

3. Bak nira 1 ditutup sehingga mampu mengurangi kotoran pada nira

4. Bak nira 2 hanya berfungsi untuk menampung nira hasil penggilingan sebelum dipindahkan ke wajan pemasakan

4. Selain berfungsi untuk menampung nira, bak nira 2 didesain untuk mengendapkan kotoran hasil penggilingan

5. Hasil limbah untuk yang disaring pada proses pemasakan dibuang pada ember plastik. Setelah ember tersebut penuh, limbah untuk dibuang ke selokan.

5. Limbah untuk yang disaring dibuang pada bak pembuangan semi permanen yang langsung disalurkan ke kolam pembuangan melalui pipa yang tertanam di bawah tanah.

6. Posisi tempat memasukkan ampas tebu (bagase) berada dibagian depan tugku pemasakan atau sama dengan tempat pengentalan dan pencetakan sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi ampas tebu (bagase) pada produk yang dihasilkan.

6. Posisi tempat memasukkan ampas tebu (bagase) dipindahkan pada bagian belakang tungku pemasakan. Pada bagian belakang tungku pemasakan dberi pembatas dinding sehingga mengurangi kontaminasi ampas tebu (bagase) pada produk yang dihasilkan

7. Kegiatan pendinginan dan penyimpanan gula merah tebu yang dihasilkan dilakukan di lantai.

7. Kegiatan pendinginan dan penyimpanan gula merah tebu yang dihasilkan dilakukan di meja.

8. Ampas tebu (bagase) hasil penggilingan dipindahkan dengan cara dipikul

8. Ampas tebu (bagase) hasil penggilingan dipindahkan menggunakan gerobak

9. Persentase gula mutu baik 17%, mutu sedang 48%, dan mutu jelek 36%

9. Persentase gula mutu baik 29%, mutu sedang 42%, dan mutu jelek 29%

Rancang ulang menunjukkan tata letak bangunan pabrik gula merah tebu

lebih baik dan rapi, mampu mengurangi kotoran yang berasal dari debu, daun-

daunan, ranting, dan ampas tebu (bagase) pada ruang produksi sehingga ruangan

menjadi lebih bersih, membuat aliran proses menjadi lebih baik, dan mengurangi

pergerakan pekerja. Rancangan yang dipilih belum ideal karena bahan baku tebu

belum disimpan pada tempat yang terlindungi matahari yang dapat mengurangi

penguapan, dan adanya kegiatan transportasi (perpindahan) akibat gudang produk

terletak agak jauh dari ruang produksi, ruang bahan bakar ampas tebu (bagase)

terletak agak jauh dari ruang penggilingan, serta tempat umpan bahan bakar

ampas tebu (bagase) terletak agak jauh dari ruang penjemuran.

Page 78: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

65

Pada saat implementasi terjadinya kerusakan pada tungku pemasakan

menyebabkan dilakukan perbaikan. Tungku pemasakan awal memiliki kelemahan

terutama pada cara pembuangan limbah untuk yang dihasilkan pada saat proses

pemasakan, sehingga dalam perbaikan dilakukan modifikasi tungku pemasakan.

Selain membuat saluran pembuangan limbah untuk, modifikasi terhadap tungku

pemasakan membuat kapasitas wajan dari 12 kg gula/wajan menjadi 13 kg

gula/wajan. Pada tingkat produksi 26 wajan/hari, modifikasi tungku pemasakan

dapat meningkatkan kemampuan produksi gula merah dari 286 kg gula/hari

menjadi 338 kg gula/hari.

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran, pengurangan resiko sumber-

sumber kontaminasi kotoran melalui rancang ulang industri gula merah tebu

mampu meningkatkan persentase mutu gula merah tebu yang dihasilkan.

Penetapan mutu ini tidak berdasarkan standar SNI melainkan dilakukan secara

subjektif oleh pengusaha berdasarkan kriteria warna, rasa dan kekerasan.

Klasifikasi gula merah tebu dengan mutu baik adalah warna cerah (kuning), rasa

manis, dan tekstur yang keras. Mutu sedang adalah warna kemerahan, rasa manis,

dan tekstur agak lunak. Mutu jelek adalah warna gelap (hitam), rasa manis sedikit

pahit, dan tekstur yang lebih lunak. Sebelum dilakukan rancang ulang rata-rata

produksi adalah 286 kg gula/hari dengan mutu baik 48 kg gula (17%), mutu

sedang 136 kg gula (48%), dan mutu jelek 102 kg gula (36%), namun setelah

dilakukan rancang ulang mengalami perubahan dengan rata-rata produksi sebesar

338 kg gula/hari dengan mutu baik 98 kg gula (29%), mutu sedang 144 kg gula

(42%), dan mutu jelek 97 kg gula (29%).

2. Analisa Finansial

Tujuan menganalisis aspek keuangan dari adalah untuk menentukan rencana

investasi atau usaha melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan

dengan membandingkan pengeluaran dan pendapatan seperti ketersediaan dana,

biaya modal, kemampuan untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu

yang telah ditentukan dan menilai apakah usaha akan berkembang terus (Umar,

2003).

Analisa profitabilitas sebelum dan setelah rancang ulang dilakukan untuk

mengetahui selisih pendapatan yang diterima pengusaha. Perhitungan analisa

Page 79: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

66

profitabilitas dilakukan dengan sumber daya yang sama seperti jam kerja 10

jam/hari, dan tenaga kerja 7 orang. Bahan baku yang tersedia tidak terbatas dalam

arti bahan baku selalu tersedia berapa pun jumlahnya selama musim panen.

Kemampuan atau jumlah (batch) produksi adalah 26 wajan/hari.

Tabel 14. Analisa profitabilitas sebelum rancang ulang

Harga Jumlah Pola I Pola II Pola III Pola IV Total Penerimaan 286 kg Rp 990.200 Rp 990.200 Rp 990.200 Rp 396.080

Gula Baik Rp 3.700/kg 48 kg Rp

177.600 Rp

177.600 Rp

177.600 Rp

177.600

Gula Sedang Rp 3.500/kg 136 kg Rp

476.000 Rp

476.000 Rp

476.000 Rp

476.000

Gula Jelek Rp 3.300/kg 102 kg Rp

336.600 Rp

336.600 Rp

336.600 Rp

336.600 Biaya Produksi Gula Merah Rp 401.509 Rp 540.021 Rp 698.498 Rp 210.616

Biaya Tebu

Lahan Milik Rp 6.224/kw 28,6 kw Rp

177.993

Lahan Sewa Rp 11.518/kw 28,6 kw Rp

329.405

Beli Tebu Rp 17.059/kw 28,6 kw Rp

487.882

Biaya Pengolahan Rp

65.084 Rp

52.184 Rp

52.184 Rp

52.184

Kapur Rp 350/kg 2,60 kg Rp

910 Rp

910 Rp

910 Rp

910

Minyak Kelapa Rp 4.700/kg 0,52 kg Rp

2.444 Rp

2.444 Rp

2.444 Rp

2.444

Na-Metabisulfit Rp 8.000/kg 0,26 kg Rp

2.080 Rp

2.080 Rp

2.080 Rp

2.080

BBM Diesel Rp 4.300/lt 7 lt Rp

30.100 Rp

17.200 Rp

17.200 Rp

17.200

Oli Rp 9.000/lt 0,4 lt Rp

3.600 Rp

3.600 Rp

3.600 Rp

3.600

BBM Kendaraan Rp 4.300/lt 6 lt Rp

25.800 Rp

25.800 Rp

25.800 Rp

25.800

Aspal padat Rp 9.000/bj 0,02 bj Rp

150 Rp

150 Rp

150 Rp

150

Tenaga Kerja Rp

158.432 Rp

158.432 Rp

158.432 Rp

158.432

Total Pendapatan Rp 588.691 Rp 450.179 Rp 291.702 Rp 185.464 Pendapatan / kg Rp 2.058 Rp 1.574 Rp 1.020 Rp 648

R/C Ratio 2,47 1,83 1,42 1,88 Perhitungan analisa profitabilitas sebelum rancang ulang dilakukan pada

kapasitas 12 kg gula/wajan dengan persentase mutu gula baik (17%), mutu sedang

(48%), dan mutu jelek (36%). Perhitungan analisa profitabilitas setelah rancang

ulang dilakukan dengan dua kondisi yaitu : (1) perubahan persentase mutu gula

baik, sedang, dan jelek menjadi 29%, 42%, dan 29%, dan (2) perubahan

persentase mutu gula seperti pada kondisi pertama dan peningkatan kapasitas

wajan pemasakan menjadi 13 kg/wajan karena adanya perbaikan dan modifikasi

tungku pemasakan pada saat rancang ulang. Hasil analisa profitabilitas sebelum

Page 80: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

67

rancang ulang (Tabel 13) dan setelah rancang ulang (Tabel 14) menggunakan 4

pola sumber bahan baku menunjukkan profitabilitas yang diterima pengusaha

mengalami peningkatan untuk kedua kondisi.

Tabel 14. Analisa profitabilitas setelah rancang ulang

A. Kapasitas tetap perubahan % mutu Harga Jumlah Pola I Pola II Pola III Pola IV

Total Penerimaan 286 kg Rp

1.001.000 Rp

1.001.000 Rp

1.001.000 Rp

400.400

Gula Baik Rp 3.700/kg 48 kg Rp

307.100 Rp

307.100 Rp

307.100 Rp

307.100

Gula Sedang Rp 3.500/kg 136 kg Rp

420.000 Rp

420.000 Rp

420.000 Rp

420.000

Gula Jelek Rp 3.300/kg 102 kg Rp

273.900 Rp

273.900 Rp

273.900 Rp

273.900

Biaya Produksi Gula Merah Rp

403.237 Rp

541.749 Rp

700.226 Rp

212.344

Biaya Tebu

Lahan Milik Rp 6.224/kw 28,6 kwRp

177.993

Lahan Sewa Rp 11.518/kw 28,6 kwRp

329.405

Beli Tebu Rp 17.059/kw 28,6 kwRp

487.882

Biaya Pengolahan Rp

65.084 Rp

52.184 Rp

52.184 Rp

52.184

Kapur Rp 350/kg 2,60 kg Rp

910 Rp

910 Rp

910 Rp

910

Minyak Kelapa Rp 4.700/kg 0,52 kg Rp

2.444 Rp

2.444 Rp

2.444 Rp

2.444

Na-Metabisulfit Rp 8.000/kg 0,26 kg Rp

2.080 Rp

2.080 Rp

2.080 Rp

2.080

BBM Diesel Rp 4.300/lt 7 lt Rp

30.100 Rp

17.200 Rp

17.200 Rp

17.200

Oli Rp 9.000/lt 0,4 lt Rp

3.600 Rp

3.600 Rp

3.600 Rp

3.600

BBM Kendaraan Rp 4.300/lt 6 lt Rp

25.800 Rp

25.800 Rp

25.800 Rp

25.800

Aspal padat Rp 9.000/bj 0,02 bj Rp

150 Rp

150 Rp

150 Rp

150

Tenaga Kerja Rp

160.160 Rp

160.160 Rp

160.160 Rp

160.160

Total Pendapatan Rp

597.763 Rp

459.251 Rp

300.774 Rp

188.056

Pendapatan / kg Rp

2.090 Rp

1.606 Rp

1.052 Rp

658

R/C Ratio 2,48 1,85 1,43 1,89

B. Kapasitas meningkat dan perubahan % mutu

Harga Jumlah Pola I Pola II Pola III Pola IV Total Penerimaan 338 kg Rp 1.183.400 Rp 1.183.400 Rp 1.183.400 Rp 473.360

Gula Baik Rp 3.700/kg 98 kg Rp

362.600 Rp

362.600 Rp

362.600 Rp

362.600

Gula Sedang Rp 3.500/kg 144 kg Rp

504.000 Rp

504.000 Rp

504.000 Rp

504.000

Gula Jelek Rp 3.300/kg 96 kg Rp

316.800 Rp

316.800 Rp

316.800 Rp

316.800

Biaya Produksi Gula Merah Rp 474.283 Rp 636.024 Rp 823.316 Rp 246.728 Biaya Tebu

Lahan Milik Rp 6.224/kw 33,8 kg Rp

210.355

Page 81: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

68

Lahan Sewa Rp 11.518/kw Rp

389.296

Beli Tebu Rp 17.059/kw Rp

576.588

Biaya Pengolahan Rp

74.584 Rp

57.384 Rp

57.384 Rp

57.384

Kapur Rp 350/kg 2,60 kg Rp

910 Rp

910 Rp

910 Rp

910

Minyak Kelapa Rp 4.700/kg 0,52 kg Rp

2.444 Rp

2.444 Rp

2.444 Rp

2.444

Na-Metabisulfit Rp 8.000/kg 0,26 kg Rp

2.080 Rp

2.080 Rp

2.080 Rp

2.080

BBM Diesel Rp 4.300/lt 9 lt Rp

38.700 Rp

21.500 Rp

21.500 Rp

21.500

Oli Rp 9.000/lt 0,5 lt Rp

4.500 Rp

4.500 Rp

4.500 Rp

4.500

BBM Kendaraan Rp 4.300/lt 6 lt Rp

25.800 Rp

25.800 Rp

25.800 Rp

25.800

Aspal padat Rp 9.000/bj 0,02 bj Rp

150 Rp

150 Rp

150 Rp

150

Tenaga Kerja Rp

189.344 Rp

189.344 Rp

189.344 Rp

189.344

Total Pendapatan Rp 709.117 Rp 547.376 Rp 360.084 Rp 226.632 Pendapatan / kg Rp 2.098 Rp 1.619 Rp 1.065 Rp 671

R/C Ratio 2,50 1,86 1,44 1,92 Tabel 15. Investasi rancang ulang industri gula merah tebu

Komponen Biaya Jumlah Investasi Umur ekonomis Penyusutan / thn Bangunan + Tungku 1 Rp 38.000.000 10 tahun Rp 3.800.000 Gerobak 1 Rp 215.000 10 tahun Rp 21.500 Rp 38.215.000 Rp 3.821.500

Investasi yang dibutuhkan untuk rancang ulang adalah Rp 38.215.000.

Investasi ini digunakan untuk perbaikan bangunan pabrik, tungku pemasakan, dan

pembelian gerobak (Tabel 15). Investasi untuk perbaikan bangunan dan tungku

pemasakan sebesar Rp 38.000.000, sedangkan investasi untuk gerobak sebesar Rp

215.000. Biaya tetap yang dikeluarkan pengusaha untuk pembelian peralatan

produksi sebesar Rp 355.000/tahun. Peralatan produksi yang selalu dibeli

pengusaha setiap awal musim giling antara lain penahan (bumbung), golok, ebor,

keranjang, serok, ember, dan sodet.

Tabel 16. Biaya tetap peralatan industri gula merah tebu/tahun

Komponen Biaya Jumlah Harga (satuan) Harga (total) Penahan (bumbung) 6 Rp 20.000 Rp 120.000 Golok 6 Rp 15.000 Rp 90.000 Ebor 6 Rp 10.000 Rp 60.000 Keranjang 5 Rp 10.000 Rp 50.000 Serok 2 Rp 5.000 Rp 10.000 Ember 3 Rp 5.000 Rp 15.000 Sodet 2 Rp 5.000 Rp 10.000 Rp 355.000

Page 82: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

69

Analisa finansial rancang ulang industri gula merah tebu dilakukan

berdasarkan sumber bahan baku, perubahan persentase mutu, dan peningkatan

kapasitas wajan. Lampiran 10 menunjukkan laporan laba rugi usaha gula merah

tebu dimana kegiatan produksi dilakukan selama 240 hari atau 8 bulan per tahun.

Biaya pembelian peralatan produksi sebesar Rp 355.000 dihitung sebagai biaya

tetap yang dikeluarkan per tahun.

Pada kondisi kapasitas wajan tetap dan perubahan persentase mutu, laba

bersih per tahun pada Pola I adalah Rp 139.286.860, Pola II adalah Rp

106.043.740, Pola III adalah Rp 68.009.260, dan Pola IV adalah Rp 40.956.940.

Laba bersih per tahun pada kondisi kapasitas wajan meningkat dan perubahan

persentase mutu Pola I adalah Rp 166.011.580, Pola II adalah Rp 127.193.740,

Pola III adalah Rp 82.243.660, dan Pola IV adalah Rp 50.215.180.

Arus kas industri gula merah tebu dapat dilihat pada Lampiran 11. Pada kasus

ini, sumber dana yang digunakan untuk investasi rancang ulang merupakan dana

hibah dimana pengusaha tidak memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana

tersebut, sedangkan biaya operasional (biaya tetap dan biaya variabel) merupakan

modal sendiri.

Tabel 17. Analisa kelayakan finansial rancang ulang

A. Kapasitas tetap perubahan % mutu Pola I Pola II Pola III Pola IV

NPV Rp 653.460.258 Rp 492.788.697 Rp 308.959.403 Rp 178.209.387 IRR 309% 234% 148% 87%PBP 0,27 tahun 0,35 tahun 0,53 tahun 0,85 tahun B. Kapasitas meningkat dan perubahan % mutu

Pola I Pola II Pola III Pola IV NPV Rp 782.626.909 Rp 595.011.458 Rp 377.757.496 Rp 222.956.567 IRR 369% 282% 180% 108%PBP 0,23 tahun 0,29 tahun 0,44 tahun 0,71 tahun

Kriteria kelayakan usaha dilakukan dengan melihat nilai NPV, IRR, dan PBP

masing-masing pola. Analisa kelayakan dilakukan dengan umur proyek selama 10

tahun dan tingkat suku bunga 16%. Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa investasi

rancang ulang menggunakan keempat pola usaha gula merah tebu pada kedua

Page 83: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

70

kondisi karena memberikan nilai NPV yang positif, IRR diatas tingkat suku bunga

yang ditetapkan, dan PBP kurang dari umur proyek.

Pada kondisi kapasitas wajan tetap dan perubahan persentase mutu, nilai NPV

pada Pola I adalah Rp 653.460.258, Pola II adalah Rp 492.788.697, Pola III

adalah Rp 308.959.403, dan Pola IV adalah Rp 178.209.387. Nilai IRR pada Pola

I adalah 309%, Pola II adalah 234%, Pola III adalah 148%, dan Pola IV adalah

87%. Nilai PBP pada Pola I adalah 0,27 tahun, Pola II adalah 0,35 tahun, Pola III

adalah 0,53 tahun, dan Pola IV adalah 0,85 tahun.

Pada kondisi kapasitas wajan meningkat dan perubahan persentase mutu, nilai

NPV pada Pola I adalah Rp 782.626.909, Pola II adalah Rp 595.011.458, Pola III

adalah Rp 377.757.496, dan Pola IV adalah Rp 222.956.567. Nilai IRR pada Pola

I adalah 369%, Pola II adalah 282%, Pola III adalah 180%, dan Pola IV adalah

108%. Nilai PBP pada Pola I adalah 0,23 tahun, Pola II adalah 0,29 tahun, Pola III

adalah 0,44 tahun, dan Pola IV adalah 0,71 tahun.

Page 84: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

70

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa karakteristik wilayah, Kecamatan Kebonsari merupakan

daerah penghasil tanaman tebu terbesar di Kabupaten Madiun sehingga industri

gula merah tebu tidak mengalami kendala ketersediaan bahan baku. Pada tahun

2005 luas areal perkebunan tebu di Kecamatan Kebonsari adalah 1.127 Ha dengan

hasil produksi tebu sebanyak 112.700.000 ton. Selain ketersediaan bahan baku,

industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari juga didukung dengan

ketersediaan tenaga kerja dan sarana prasarana pendukungnya.

Industri gula merah tebu yang berada di Kecamatan Kebonsari termasuk

kelompok industri rumah tangga skala kecil non formal. Usaha ini dilakukan

secara perorangan. Bahan baku tebu yang diproses menjadi gula merah tebu

berasal dari hasil tanam sendiri dilahan milik, lahan sewa, beli tebu, dan titip

giling. Kegiatan produksi gula merah tebu dilakukan pada musim panen tebu

antara bulan Mei – Oktober dengan rata-rata kemampuan mengolah tebu 2,64

ton/hari. Rendahnya teknologi, pengawasan mutu, dan sanitasi pada proses

pengolahan gula merah tebu menyebabkan mutu produk yang dihasilkan tidak

seragam. Penetapan mutu produk dilakukan secara subjektif oleh pengusaha

berdasarkan kriteria warna dan kekerasan yang diklasifikasikan menjadi mutu

baik, sedang, dan jelek.

Produk gula merah tebu memiliki potensi pasar yang luas mengingat masih

terjadi defisit antara tingkat produksi dengan konsumsi gula secara nasional.

Kuatnya dominasi pedagang pengumpul menyebabkan pemasaran produk gula

merah tebu terbatas. Pemasaran dilakukan melalui pedagang pengumpul pengecer,

pedagang pengumpul besar, dan konsumen industri langsung. Modal kerja yang

dimiliki oleh pengusaha sebagai sumber pembiayaan usaha pengolahan gula

merah tebu juga terbatas karena berasal modal sendiri dan pinjaman ke institusi

non bank. Hasil analisa profititabilitas menunjukkan bahwa usaha ini memberikan

keuntungan yang berbeda-beda tergantung kombinasi sumber bahan baku, jumlah

produksi, jumlah tenaga kerja, dan hari kerja.

Page 85: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

71

Kontribusi industri gula merah tebu terhadap wilayah meliputi pendapatan

daerah, pertumbuhan usaha lain, dan penyerapan tenaga kerja. Keberadaan

industri gula merah tebu belum memberikan kontribusi secara langsung kepada

pemerintah daerah (Kecamatan Kebonsari) berupa pajak dan retribusi.

Keberadaan industri gula merah tebu juga mampu merangsang usaha lain baik

yang terkait secara langsung maupun tidak langsung. Industri makanan “mancho”

yang banyak terdapat di Kecamatan Kebonsari memiliki potensi yang sangat besar

untuk menyerap produk gula merah tebu, sehingga peningkatan produksi gula

merah tebu dapat merangsang pertumbuhan usaha ini. Seperti UKM lain, industri

gula merah tebu memberikan kontibusi terhadap wilayah Kecamatan Kebonsari

melalui penyerapan tenaga kerja dimana usaha ini mampu menyerap 5 – 10 orang

dengan persentase 80% tenaga kerja berasal dari Kecamatan Kebonsari.

Gula merah tebu merupakan kelompok bahan pangan dimana aspek higienis

dan sanitasi dalam ruang produksi dan selama proses produksi menjadi faktor

yang penting, sehingga pertimbangan rancang ulang adalah untuk mengurangi

kontaminasi kotoran yang dapat menurunkan mutu dan kualitas produk gula

merah tebu. Implementasi rancang ulang tidak menggunakan rancangan ideal,

namun rancangan yang diimplementasikan mampu mengurangi sumber

kontaminan sehingga mutu produk gula yang baik meningkat. Perbaikan dan

modifikasi tungku pemasakan pada saat implementasi mampu mengurangi

pergerakan pekerja dalam membuang limbah untuk serta meningkatkan kapasitas

(batch) wajan dari 12 kg gula/wajan menjadi 13 kg gula/wajan.

Nilai investasi untuk rancang ulang industri gula merah tebu adalah Rp

38.215.000. Analisa profitabilitas sebelum dan setelah rancang ulang

menunjukkan adanya peningkatan pendapatan yang diterima pengusaha. Analisa

finansial dengan melihat nilai NPV, IRR, dan PBP sebagai kriteria kelayakan

usaha menunjukkan rancang ulang layak pada kedua kondisi karena memberikan

nilai NPV yang positif, IRR diatas tingkat suku bunga yang ditetapkan, dan PBP

kurang dari umur proyek

Page 86: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

72

B. SARAN

1. Meningkatkan kesadaran pengusaha dalam pembuatan izin usaha industri

gula merah tebu. Izin usaha industri gula merah tebu dapat membantu

pengusaha untuk mengembangkan skala usaha dan menghindari konflik

dengan lingkungan akibat limbah dan polusi yang dihasilkan. Adanya izin

usaha industri gula merah tebu juga berdampak positif bagi pendapatan

pemerintah daerah dari sektor pajak dan restribusi.

2. Meningkatkan kegiatan penyuluhan dan pembinaan industri gula merah tebu.

Kegiatan ini meliputi pengelolaan usaha, peningkatan mutu dan kualitas

produk, serta penanganan dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan.

Penyuluhan dan pembinaan dapat membantu pengusaha industri gula merah

tebu untuk meningkatkan produksi, mutu dan kualitas produk.

3. Meningkatkan pemantauan dan pengawasan pengelolaan pemasaran industri

gula merah tebu. Kegiatan ini meliputi sistem pemasaran, distribusi,

penentuan harga, cara penawaran dan pembayaran, dan kemasan produk.

Pemantauan dan pengawasan pengelolaan pemasaran dapat membantu

pengusaha industri gula merah tebu untuk mencapai sasaran pemasaran yang

dapat meningkatkan keuntungan usaha.

4. Melakukan kerjasama antara pengusaha dengan investor, pemilik modal, dan

jasa perbankan. Kerjasama ini dapat mengatasi permasalahan investasi dan

modal kerja usaha pengolahan gula merah tebu.

5. Mempertimbangkan rancang ulang bangunan pabrik bagi para pengusaha

gula merah tebu karena dapat meningkatkan kapasitas wajan pemasakan dan

persentase produk dengan mutu tinggi.

6. Mencoba untuk melakukan investasi untuk mesin dan peralatan yang

diharapkan dapat meningkatkan rendemen dan secara langsung akan

meningkatkan tingkat produksi gula merah tebu sehingga dapat meningkatkan

pendapatan pengusaha gula merah tebu.

Page 87: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

73

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S. dan I.G.N. Nirawan. 1980. Peningkatan Teknologi Pembuatan Gula Merah Siwalan. Balai Penelitian Kimia Surabaya, Badan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian, Jakarta.

Ade, R.S. 2005. Analisis Pendapatan dan Pemasaran Gula Merah. Skripsi.

Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Adiningsih, S. 2004. Regulasi Dalam Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah di

Indonesia. Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Jakarta. Anonim. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu.

www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/files/0107L-TEBU.pdf. diakses tanggal 22 Agustus 2006.

Apple, J.M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Penerbit ITB,

Bandung. Asri, M. dan G. Adisaputro. 1992. Anggaran Perusahaan Jilid 3. BPFE. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2003. Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak Berbadan

Hukum. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPPPG. 1985. Pergulaan di Indonesia dan Prospeknya di Masa Mendatang.

Prossiding. Pasuruan, Jawa Tengah. Bellante, D dan M. Jackson. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. LPFE UI, Jakarta. Buckle, K.A et al. 1987. Food Science. Universitas Indonesia, Jakarta. Dachlan, M.A. 1984. Proses Pembuatan Gula Merah. Balai Penelitian dan

Pengembangan Industri, BBHIP, Bogor. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur. 1997. Pengolahan Gula Merah Tebu.

Dinas Perkebunan Daerah Propinsi Jawa Timur. Dyanti, Riana. 2002. Studi Komparatif Gula Merah Kelapa dan Gula Merah Aren.

Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Effendi, S dan M. Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta. Goutara dan S. Wijandi. 1985. Dasar Pengolahan Gula I. Agro Industri Press.

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. FATEMETA. IPB. Bogor.

Page 88: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

74

Hasibuan, M.S.P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara,

Jakarta. Hawkins dan Van Den Ban. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius, Jakarta. Herjanto. E. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi Edisi Kedua. Grasindo.

Jakarta. Himpunan Alumni Fateta. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan.

Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Hoos, S., dan G.L. Mehren. 1954. Marketing. The United States Departement of

Agriculture. Washington. Indeswari, S.N. 1987. Penentuan Dosis Kapur dan Belerang pada Proses

Pemurnian Nira Tebu di Pabrik Gula Mini Lawang. Laporan Penelitian. Universitas Andalas. Padang.

Jatmika, A., M.A. Hamzah dan D. Siahaan. 1990. Alternatif Produk Olahan dari

Nira Kelapa. Di dalam Nurlela, Euis. 2002. Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Warna Gula Merah. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kecamatan Kebonsari. 2006. Hasil Pengolahan dan Analisa Profil Desa Tahun

2005 Kecamatan Kebonsari. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Madiun.

Kotler, P. 2004. Manajemen Pemasaran Jilid 2. PT Indeks Kelompok Gramedia,

Jakarta. Kuswadi. 2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan

dan Akuntansi Biaya. Gramedia, Jakarta. Machfud dan Agung Y. 1990. Perencanaan Tata Letak pada Industri Pangan.

Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor Mubyarto. 1984. Masalah Industri Gula di Indonesia. BPFE, Yogyakarta. Muchtadi, T.R., dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU

Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Murdinah, Singgih W., dan Yusro N.F. 2002. Pedoman Mengelola Perusahaan

Kecil. Swadaya, Jakarta. Nasution, S. 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Bumi Aksara, Jakarta.

Page 89: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

75

Nengah, I.K.P. 1990. Kajian Reaksi Pencoklatan Termal pada Proses Pembuatan Gula Merah dari Aren. Tesis. Program Studi Ilmu Pangan. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Nurlela, Euis. 2002. Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan

Warna Gula Merah. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Palungkun, R. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Swadaya, Jakarta. Pratomo, M. dan A. Kohar. 1983. Mesin-Mesin Pertanian 3. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Puri, B.A. 2005. Kajian Pemurnian Nira Tebu dengan Membran Filtrasi dengan

Sistem Aliran Silang (Crossflow). Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rachmat, M. 1992. Pengusahaan Gula Kelapa Sebagai Suatu Alternatif

Pendayagunaan Kelapa. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 1 (9 Juli), Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Riyanto, B. 1989. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan Badan

Penerbit Gadjah Mada, Yogyakarta. Rochiman. 1985. Respon Peternak Terhadap Pemberian Pucuk Tebu Serta

Pengaruhnya Pada Sapi PO. Di dalam Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu untuk Pakan Ternak. Prosiding. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

Rony, H. 1990. Akuntansi Biaya, Pengantar untuk Perencanaan dan

Pengendalian Biaya Produksi. LPFE UI, Jakarta. Santoso, H.B. 1993. Pembuatan Gula Kelapa. Kanisius, Jakarta. Sardjono. 1986. Pengembangan Peralatan untuk Pengembangan Serbuk Gula

Merah. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Bogor.

Schltema, A.M.P.A. 1985. Bagi Hasil Di Hindia Belanda. Yayasan Obor

Indonesia. Jakarta. Sejoedono, A.R. dan Tiktik S.P. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan

Koperasi. Ghalia Indonesia, Bogor. Sembiring, Y dan Rivai W. 1991. Pengendalian Biaya. Pionir Jaya, Bandung. Senduk, S. 2003. Mengenal Dua Jenis Investasi Bagi Hasil dalam Tabloid NOVA

No. 849/XVI

Page 90: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

76

Silitonga, A. 1985. Pemanfaatan Daun Tebu untuk Pakan Ternak di Jawa Timur.

Di dalam Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu untuk Pakan Ternak. Prosiding. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

Simatupang, P., Nizwar S., dan Farida L. 1999. Keterkaitan Antar Industri dan

Peranannya Dalam Perekonomian Nasional. Di dalam Ekonomi Gula di Indonesia. Bibliografi. IPB, Bogor.

Soentoro, Novi I., dan A.M.S. Ali. 1999. Usaha Tani dan Tebu Rakyat

Intensifikasi di Jawa. Di dalam Ekonomi Gula di Indonesia. Bibliografi. IPB, Bogor.

Sudiatso, S. 1982. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian.

IPB, Bogor. Supranto, J. 1991. Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran. LPFE UI,

Jakarta. Sutardjo, E. 2002. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara, Jakarta. Sutoyo, S. 1996. Studi Kelayakan Proyek. PT Pustaka Binaman Pressindo.

Jakarta. Syukur, M., D. Kusnadi, dan R. Andrida. 1999. Industri Gula Merah dan Pemanis

Lainnya. Di dalam Ekonomi Gula di Indonesia. Bibliografi. IPB, Bogor. Tjokrodirdjo,H.S., Lae M.S., dan Bubun S. 1999. Industri Gula di Luar Jawa. Di

dalam Ekonomi Gula di Indonesia. Bibliografi. IPB, Bogor. Tompkins dan White. 1984. Facilities Planning. John Willey & Sons Inc, Canada Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wijaya, M. 2001. Prospek Industrialisasi Pedesaan. Yayasan Pustaka Cakra,

Surakarta. Wirioadmodjo, B. et al. 1984. Pergulaan di Indonesia dan Prospeknya di Masa

Mendatang. Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula, Pasuruan. Yusdja, Y. et al. 2004. Analisis Peluang Peningkatan Kesempatan Kerja dan

Pendapatan Petani Melalui Pengelolaan Usahatani Bersama. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Zuraidah, 2005. Analisis Pendapatan Usaha Tani Tebu dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Keputusan Pengolahan Gula Merah di Tingkat Petani. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Page 91: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

77

Lampiran 1. Peta Lokasi Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun

Page 92: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

78

Lampiran 2. Mesin dan Peralatan Produksi

Mesin / peralatan Keterangan

Golok Digunakan untuk memotong dan membersihkan batang tebu

Mesin diesel Merupakan sumber penggerak gilingan, tenaga mesin yang digunakan berkisar 12 – 18 PK

Mesin penggiling Merupakan mesin pemeras tebu untuk mendapatkan nira. Mesin penggiling ini dihubungkan dengan mesin diesel sebagai penggerak. Ukuran gilingan berkisar 14 – 18 inchi.

Bak nira Digunakan sebagai tempat menampung nira, umumnya berupa kolam yang diplester dengan ukuran yang mampu menampung ± ½ dari total wajan di tungku pemasakan.

Gerobak Digunakan untuk kegiatan pemindahan material seperti bagase, dan limbah

Pipa dan selang Digunakan sebagai saluran nira Tungku masak Merupakan alat pemasakan untuk menguapkan air

yang ada pada nira sampai didapatkan nira yang pekat. Tungku masak dirancang dengan menggunakan bahan bakar bagase dan sekam. Rata-rata setiap tungku menampung 6 – 9 wajan tempat memasak nira tebu.

Wajan (1) Digunakan sebagai tempat memasak nira tebu yang terbuat dari besi baja dengan diameter ± 80 – 90 cm. (2) Digunakan sebagai tempat nira yang sudah pekat untuk proses pembekuan.

Serok Digunakan untuk menghilangkan kotoran yang mengapung pada saat pemasakan nira

Ebor Digunakan untuk memindahkan nira dari satu wajan ke wajan lain

Penahan (bumbung) Digunakan untuk menutupi wajan untuk menghindari meluapnya nira pada saat pemasakan. Bahannya terbuat dari anyaman bambu.

Pengaduk Digunakan untuk mengaduk nira yang sudah pekat agar cepat dingin.

Cetakan Digunakan untuk mencetak gula merah tebu. Cetakan yang digunakan terbuat dari tanah liat berbentuk lemper

Ember (1) Digunakan untuk memindahkan nira tebu dari bak nira ke tungku pemasakan. (2) Digunakan sebagai tempat mencuci cetakan gula

Keranjang Digunakan sebagai tempat menyimpan sementara gula merah tebu sebelum disimpan di gudang produk.

Page 93: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

79

Lampiran 3. Analisa Peningkatan dan Penurunan Tingkat Upah

Page 94: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

80

Lampiran 4. Analisa Profitabilitas Industri Gula Merah Tebu

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6 Harga Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah

Total Penerimaan 778 kg Rp1.083.800 2.555 kg Rp5.423.280 1.474 kg Rp5.105.400 2.705 kg Rp9.469.900 712 kg Rp2.472.200 2.770 kg Rp8.050.460 Lahan Milik 683 kg Rp2.360.100 898 kg Rp3.137.200 Hari Kerja 4 hari 3 hari Gula Baik Rp3.700/kg 88 kg Rp325.600 267 kg Rp987.900 Gula Sedang Rp3.500/kg 355 kg Rp1.242.500 335 kg Rp1.172.500 Gula Jelek Rp3.300/kg 240 kg Rp792.000 296 kg Rp976.800 Lahan Sewa 898 kg Rp3.116.200 791 kg Rp2.745.300 712 kg Rp2.472.200 922 kg Rp3.223.600 Hari Kerja 3 hari 5 hari 3 hari 5 hari Gula Baik Rp3.700/kg 190 kg Rp703.000 136 kg Rp503.200 111 kg Rp410.700 152 kg Rp562.400 Gula Sedang Rp3.500/kg 384 kg Rp1.344.000 403 kg Rp1.410.500 391 kg Rp1.368.500 601 kg Rp2.103.500 Gula Jelek Rp3.300/kg 324 kg Rp1.069.200 252 kg Rp831.600 210 kg Rp693.000 169 kg Rp557.700 Beli Tebu 1.807 kg Rp6.332.700 1.053 kg Rp3.707.700 Hari Kerja 5 hari 3 hari Gula Baik Rp3.700/kg 517 kg Rp1.912.900 237 kg Rp876.900 Gula Sedang Rp3.500/kg 814 kg Rp2.849.000 690 kg Rp2.415.000 Gula Jelek Rp3.300/kg 476 kg Rp1.570.800 126 kg Rp415.800 Titip Giling (40%) 778 kg Rp1.083.800 1.657 kg Rp2.307.080 795 kg Rp1.119.160 Hari Kerja 4 hari 4 hari 2 hari Gula Baik Rp3.700/kg 177 kg Rp653.050 336 kg Rp1.243.200 122 kg Rp451.400 Gula Sedang Rp3.500/kg 358 kg Rp1.251.250 826 kg Rp2.891.000 628 kg Rp2.198.000 Gula Jelek Rp3.300/kg 244 kg Rp805.200 495 kg Rp1.633.500 45 kg Rp148.500

Biaya Produksi Gula Merah Rp723.715 Rp2.973.073 Rp2.832.766 Rp5.713.207 Rp1.510.769 Rp5.467.318 Biaya Tebu Rp1.063.074 Rp1.514.144 Rp3.641.402 Rp931.385 Rp3.004.698 Lahan Milik Rp6.473/kw 68 kw Rp464.440 90 kw Rp558.873 Lahan Sewa Rp12.657/kw 90 kw Rp1.063.074 79 kw Rp1.049.704 71 kw Rp931.385 92 kw Rp1.194.854 Beli Tebu Rp17.544/kw 181 kw Rp3.082.529 105 kw Rp1.809.844 Biaya Pengolahan Rp181.815 Rp429.350 Rp467.722 Rp493.488 Rp167.351 Rp516.780 Kapur Rp350/kg 6,9 kg Rp2.401 21,3 kg Rp7.452 12,3 kg Rp4.299 20,8 kg Rp7.283 5,9 kg Rp2.077 25,2 kg Rp8.814 Minyak Kelapa Rp4.700/kg 1,4 kg Rp6.450 4,3 kg Rp20.014 2,5 kg Rp11.546 4,2 kg Rp19.559 1,2 kg Rp5.577 5,0 kg Rp23.671 Na-Metabisulfit Rp8.000/kg 0,7 kg Rp5.489 2,1 kg Rp17.033 1,2 kg Rp9.827 2,1 kg Rp16.646 0,6 kg Rp4.747 2,5 kg Rp20.145 BBM Diesel Rp4.300/lt 21 lt Rp88.150 59 lt Rp253.700 51 lt Rp219.300 66 lt Rp283.800 21 lt Rp90.300 75 lt Rp322.500 Oli Rp9.000/lt 1,4 lt Rp12.150 4,9 lt Rp44.100 3,1 lt Rp27.900 4,0 lt Rp36.000 1,4 lt Rp12.600 4,6 lt Rp41.400 BBM Kendaraan Rp4.300/lt 16 lt Rp66.650 20 lt Rp86.000 45 lt Rp193.500 30 lt Rp129.000 12 lt Rp51.600 23 lt Rp98.900 Aspal padat Rp9.000/bj 0,1 bj Rp525 0,1 bj Rp1.050 0,2 bj Rp1.350 0,1 bj Rp1.200 0,1 bj Rp450 0,2 bj Rp1.350 Tenaga Kerja Rp541.900 Rp1.480.650 Rp850.900 Rp1.578.317 Rp412.033 Rp1.945.840 Pendapatan Gula Merah Rp360.085 Rp2.450.207 Rp2.272.634 Rp3.756.693 Rp961.431 Rp2.583.142 Pendapatan / kg Rp463 Rp959 Rp1.542 Rp1.389 Rp1.350 Rp933 R/C Ratio 1,50 1,82 1,80 1,66 1,64 1,47

Page 95: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

81

Lampiran 5. Kondisi Awal Pabrik Gula Merah Tebu

Tempat Penyimpanan Tebu

Ruang Giling

Gudang Bahan Bakar

Ruang Produksi (1)

Ruang Produksi (2)

Gudang Produk

Page 96: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

82

Lampiran 6. Peta Proses Operasi Pembuatan Gula Merah Tebu

PETA PROSES OPERASI NAMA OBJEK NOMOR PETA DIPETAKAN OLEH TANGGAL DIPETAKAN

: PEMBUATAN GULA MERAH TEBU : : SANTO PRIYONO :

Ringkasan Kegiatan Jumlah Waktu (jam)

Operasi 16 - Pemeriksaan 2 - Total 18 -

Page 97: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

83

Lampiran 7. Tata Letak Industri Gula Merah Tebu Awal

Page 98: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

84

Lampiran 8. Hasil Rancangan Tata Letak Industri Gula Merah Tebu

Page 99: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

85

Lampiran 9. Kondisi Akhir Industri Gula Merah Tebu

Tempat Penyimpanan Tebu

Ruang Giling

Gudang Bahan Bakar

Ruang Produksi (1)

Ruang Produksi (2)

Gudang Produk

Page 100: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

86

Lampiran 10. Laporan laba rugi rancang ulang tata tetak industri gula merah tebu Kapasitas tetap dan perubahan % mutu

POLA I

Deskripsi Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Total penerimaan Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000

Total Biaya Operasi Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640

Biaya Tetap Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000

Biaya Variabel Rp 96.776.640 Rp 96.776.640 Rp 96.776.640 Rp 96.776.640 Rp 96.776.640 Rp 96.776.640 Rp 96.776.640 Rp 96.776.640 Rp 96.776.640 Rp 96.776.640

Laba Kotor Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360

Penyusutan Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500

Laba Bersih Rp 139.286.860 Rp 139.286.860 Rp 139.286.860 Rp 139.286.860 Rp 139.286.860 Rp 139.286.860 Rp 139.286.860 Rp 139.286.860 Rp 139.286.860 Rp 139.286.860

POLA II

Deskripsi Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Total penerimaan Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000

Total Biaya Operasi Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760

Biaya Tetap Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000

Biaya Variabel Rp 130.019.760 Rp 130.019.760 Rp 130.019.760 Rp 130.019.760 Rp 130.019.760 Rp 130.019.760 Rp 130.019.760 Rp 130.019.760 Rp 130.019.760 Rp 130.019.760

Laba Kotor Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240

Penyusutan Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500

Laba Bersih Rp 106.043.740 Rp 106.043.740 Rp 106.043.740 Rp 106.043.740 Rp 106.043.740 Rp 106.043.740 Rp 106.043.740 Rp 106.043.740 Rp 106.043.740 Rp 106.043.740

POLA III

Deskripsi Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Total penerimaan Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000

Total Biaya Operasi Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240

Biaya Tetap Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000

Biaya Variabel Rp 168.054.240 Rp 168.054.240 Rp 168.054.240 Rp 168.054.240 Rp 168.054.240 Rp 168.054.240 Rp 168.054.240 Rp 168.054.240 Rp 168.054.240 Rp 168.054.240

Laba Kotor Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760

Penyusutan Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500

Laba Bersih Rp 68.009.260 Rp 68.009.260 Rp 68.009.260 Rp 68.009.260 Rp 68.009.260 Rp 68.009.260 Rp 68.009.260 Rp 68.009.260 Rp 68.009.260 Rp 68.009.260

Page 101: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

87

POLA IV

Deskripsi Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Total penerimaan Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000

Total Biaya Operasi Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560

Biaya Tetap Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000

Biaya Variabel Rp 50.962.560 Rp 50.962.560 Rp 50.962.560 Rp 50.962.560 Rp 50.962.560 Rp 50.962.560 Rp 50.962.560 Rp 50.962.560 Rp 50.962.560 Rp 50.962.560

Laba Kotor Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440

Penyusutan Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500

Laba Bersih Rp 40.956.940 Rp 40.956.940 Rp 40.956.940 Rp 40.956.940 Rp 40.956.940 Rp 40.956.940 Rp 40.956.940 Rp 40.956.940 Rp 40.956.940 Rp 40.956.940

Kapasitas meningkat dan perubahan % mutu

POLA I

Deskripsi Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Total penerimaan Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000

Total Biaya Operasi Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920

Biaya Tetap Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000

Biaya Variabel Rp 113.827.920 Rp 113.827.920 Rp 113.827.920 Rp 113.827.920 Rp 113.827.920 Rp 113.827.920 Rp 113.827.920 Rp 113.827.920 Rp 113.827.920 Rp 113.827.920

Laba Kotor Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080

Penyusutan Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500

Laba Bersih Rp 166.011.580 Rp 166.011.580 Rp 166.011.580 Rp 166.011.580 Rp 166.011.580 Rp 166.011.580 Rp 166.011.580 Rp 166.011.580 Rp 166.011.580 Rp 166.011.580

POLA II

Deskripsi Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Total penerimaan Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000

Total Biaya Operasi Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760

Biaya Tetap Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000

Biaya Variabel Rp 152.645.760 Rp 152.645.760 Rp 152.645.760 Rp 152.645.760 Rp 152.645.760 Rp 152.645.760 Rp 152.645.760 Rp 152.645.760 Rp 152.645.760 Rp 152.645.760

Laba Kotor Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240

Penyusutan Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500

Laba Bersih Rp 127.193.740 Rp 127.193.740 Rp 127.193.740 Rp 127.193.740 Rp 127.193.740 Rp 127.193.740 Rp 127.193.740 Rp 127.193.740 Rp 127.193.740 Rp 127.193.740

Page 102: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

88

POLA III

Deskripsi Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Total penerimaan Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000

Total Biaya Operasi Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840

Biaya Tetap Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000

Biaya Variabel Rp 197.595.840 Rp 197.595.840 Rp 197.595.840 Rp 197.595.840 Rp 197.595.840 Rp 197.595.840 Rp 197.595.840 Rp 197.595.840 Rp 197.595.840 Rp 197.595.840

Laba Kotor Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160

Penyusutan Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500

Laba Bersih Rp 82.243.660 Rp 82.243.660 Rp 82.243.660 Rp 82.243.660 Rp 82.243.660 Rp 82.243.660 Rp 82.243.660 Rp 82.243.660 Rp 82.243.660 Rp 82.243.660

POLA IV

Deskripsi Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Total penerimaan Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400

Total Biaya Operasi Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720

Biaya Tetap Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000 Rp 355.000

Biaya Variabel Rp 59.214.720 Rp 59.214.720 Rp 59.214.720 Rp 59.214.720 Rp 59.214.720 Rp 59.214.720 Rp 59.214.720 Rp 59.214.720 Rp 59.214.720 Rp 59.214.720

Laba Kotor Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680

Penyusutan Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500 Rp 3.821.500

Laba Bersih Rp 50.215.180 Rp 50.215.180 Rp 50.215.180 Rp 50.215.180 Rp 50.215.180 Rp 50.215.180 Rp 50.215.180 Rp 50.215.180 Rp 50.215.180 Rp 50.215.180

Page 103: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

89

Lampiran 11. Arus kas rancang ulang tata letak industri gula merah tebu

Kapasitas tetap dan perubahan % mutu POlA I

Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Cash Inflow Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000

Total penerimaan Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000

Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640

Investasi Rp 38.215.000

Biaya Produksi Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640

Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360

Present Value Rp (38.215.000) Rp 123.369.276 Rp 106.352.824 Rp 91.683.469 Rp 79.037.473 Rp 68.135.753 Rp 58.737.718 Rp 50.635.964 Rp 43.651.693 Rp 37.630.770 Rp 32.440.319

Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 104.893.360 Rp 248.001.720 Rp 391.110.080 Rp 534.218.440 Rp 677.326.800 Rp 820.435.160 Rp 963.543.520 Rp 1.106.651.880 Rp 1.249.760.240 Rp 1.392.868.600

POlA II

Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Cash Inflow Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000

Total penerimaan Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000

Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760

Investasi Rp 38.215.000

Biaya Produksi Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760

Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240

Present Value Rp (38.215.000) Rp 94.711.414 Rp 81.647.771 Rp 70.386.009 Rp 60.677.594 Rp 52.308.271 Rp 45.093.337 Rp 38.873.566 Rp 33.511.695 Rp 28.889.392 Rp 24.904.648

Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 71.650.240 Rp 181.515.480 Rp 291.380.720 Rp 401.245.960 Rp 511.111.200 Rp 620.976.440 Rp 730.841.680 Rp 840.706.920 Rp 950.572.160 Rp 1.060.437.400

POlA III

Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Cash Inflow Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000

Total penerimaan Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000

Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240

Investasi Rp 38.215.000

Biaya Produksi Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240

Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760

Present Value Rp (38.215.000) Rp 61.923.069 Rp 53.381.956 Rp 46.018.928 Rp 39.671.489 Rp 34.199.560 Rp 29.482.379 Rp 25.415.844 Rp 21.910.210 Rp 18.888.112 Rp 16.282.856

Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 33.615.760 Rp 105.446.520 Rp 177.277.280 Rp 249.108.040 Rp 320.938.800 Rp 392.769.560 Rp 464.600.320 Rp 536.431.080 Rp 608.261.840 Rp 680.092.600

Page 104: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

90

POlA IV

Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Cash Inflow Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000

Total penerimaan Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000

Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560

Investasi Rp 38.215.000

Biaya Produksi Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560

Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440

Present Value Rp (38.215.000) Rp 38.602.103 Rp 33.277.675 Rp 28.687.651 Rp 24.730.734 Rp 21.319.598 Rp 18.378.964 Rp 15.843.934 Rp 13.658.564 Rp 11.774.624 Rp 10.150.538

Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 6.563.440 Rp 51.341.880 Rp 96.120.320 Rp 140.898.760 Rp 185.677.200 Rp 230.455.640 Rp 275.234.080 Rp 320.012.520 Rp 364.790.960 Rp 409.569.400

Kapasitas meningkat dan perubahan % mutu POlA I

Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Cash Inflow Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000

Total penerimaan Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000

Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920

Investasi Rp 38.215.000

Biaya Produksi Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920

Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080

Present Value Rp (38.215.000) Rp 146.407.828 Rp 126.213.644 Rp 108.804.866 Rp 93.797.298 Rp 80.859.740 Rp 69.706.672 Rp 60.091.959 Rp 51.803.413 Rp 44.658.114 Rp 38.498.375

Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 131.618.080 Rp 301.451.160 Rp 471.284.240 Rp 641.117.320 Rp 810.950.400 Rp 980.783.480 Rp 1.150.616.560 Rp 1.320.449.640 Rp 1.490.282.720 Rp 1.660.115.800

POlA II

Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Cash Inflow Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000

Total penerimaan Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000

Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760

Investasi Rp 38.215.000

Biaya Produksi Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760

Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240 Rp 131.015.240

Present Value Rp (38.215.000) Rp 112.944.172 Rp 97.365.666 Rp 83.935.919 Rp 72.358.551 Rp 62.378.061 Rp 53.774.191 Rp 46.357.061 Rp 39.962.983 Rp 34.450.848 Rp 29.699.007

Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 92.800.240 Rp 223.815.480 Rp 354.830.720 Rp 485.845.960 Rp 616.861.200 Rp 747.876.440 Rp 878.891.680 Rp 1.009.906.920 Rp 1.140.922.160 Rp 1.271.937.400

Page 105: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

91

POlA III

Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Cash Inflow Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000

Total penerimaan Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000

Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840

Investasi Rp 38.215.000

Biaya Produksi Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840

Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160

Present Value Rp (38.215.000) Rp 74.194.103 Rp 63.960.434 Rp 55.138.305 Rp 47.533.022 Rp 40.976.743 Rp 35.324.778 Rp 30.452.395 Rp 26.252.065 Rp 22.631.090 Rp 19.509.561

Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 47.850.160 Rp 133.915.320 Rp 219.980.480 Rp 306.045.640 Rp 392.110.800 Rp 478.175.960 Rp 564.241.120 Rp 650.306.280 Rp 736.371.440 Rp 822.436.600

POlA IV

Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Cash Inflow Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400

Total penerimaan Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400

Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720

Investasi Rp 38.215.000

Biaya Produksi Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720

Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680

Present Value Rp (38.215.000) Rp 46.583.345 Rp 40.158.056 Rp 34.619.014 Rp 29.843.977 Rp 25.727.567 Rp 22.178.937 Rp 19.119.773 Rp 16.482.563 Rp 14.209.106 Rp 12.249.229

Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 15.821.680 Rp 69.858.360 Rp 123.895.040 Rp 177.931.720 Rp 231.968.400 Rp 286.005.080 Rp 340.041.760 Rp 394.078.440 Rp 448.115.120 Rp 502.151.800

Page 106: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

92

Lampiran 12. Kuesioner Responden Pengusaha Industri Gula Merah Tebu

KUESIONER RESPONDEN PENGUSAHA INDUSTRI GULA MERAH TEBU

No. Responden : Tanggal wawancara : Nama responden : Kuesioner ini dibuat untuk menganalisa kondisi usaha industri gula merah dari nira tebu. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan skripsi

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Aspek Legalitas 1. Siapa pendiri / perintis industri gula merah tebu ............................................... 2. Tahun berapa usaha ini mulai dilakukan / dirintis ............................................. 3. Siapa penanggung jawab industri gula merah tebu saat ini ............................... 4. Dimana alamat industri gula merah tebu saat ini ............................................... 5. Apakah industri gula merah tebu yang anda kelola memiliki izin usaha dari

pemerintah daerah .............................................................................................. 6. Apakah bentuk usaha industri gula merah tebu yang anda dikelola .................. 7. Berdasarkan bentuk usahanya, bagaimana pendapat anda mengenai industri

gula merah tebu yang dikelola ........................................................................... 8. Apa saja yang menjadi kendala anda dalam masalah legalitas industri gula

merah tebu ..........................................................................................................

Aspek Teknis dan Teknologis Bahan Baku Tebu 9. Berapa kemampuan produksi gula merah tebu usaha anda / hari ...................... 10. Berdasarkan karakteristik tebu sebagai bahan baku,

a. Berapa umur tebu yang anda gunakan ........................................................ b. Bagaimana bentuk batang tebu yang anda gunakan ................................... c. Bagaimana bentuk daun tebu yang anda gunakan ...................................... d. Bagaimana tingkat kemanisan tebu yang anda gunakan .............................

11. Dari mana anda mendapatkan sumber bahan baku tebu yang anda gunakan untuk diproduksi menjadi gula merah tebu ........................................................

12. Apabila anda menggarap lahan perkebunan tebu, a. Berapa luas arel perkebunan yang anda garap ............................................ b. Berapa tingkat produksi tebu dari lahan yang anda garap ..........................

13. Apabila anda membeli bahan baku tebu, a. Dari daerah mana anda membeli bahan baku tebu ..................................... b. Bagaimana cara pembeian dan pembayaran tebu yang anda beli ............... c. Berapa harga tebu yang anda beli ...............................................................

14. Berapa rincian biaya bahan baku tebu yang anda keluarkan untuk masing-masing sumber ...................................................................................................

15. Apa saja yang menjadi kendala bahan baku tebu untuk industri gula merah tebu yang anda kelola .........................................................................................

Page 107: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

93

Bahan Tambahan dan Penunjang 16. Bahan tambahan apa saja yang anda gunakan dalam proses produksi gula

merah tebu .......................................................................................................... 17. Berapa banyak bahan tambahan yang digunakan untuk produksi ..................... 18. Bahan penunjang apa saja yang anda gunakan dalam proses produksi gula

merah tebu .......................................................................................................... 19. Berapa banyak bahan penunjang yang digunakan untuk produksi .................... 20. Bagaimana cara anda memperoleh bahan tambahan dan penunjang produksi .. 21. Apa saja yang menjadi kendala bahan tambahan dan penunjang untuk industri

gula merah tebu yang anda kelola ...................................................................... Mesin dan Peralatan 22. Mesin dan peralatan apa saja yang anda gunakan dalam industri gula merah

tebu ..................................................................................................................... 23. Apakah fungsi dari masing-masing mesin dan peralatan yang anda gunakan ... 24. Bagaimana spesifikasi dari masing-masing mesin dan peralatan yang anda

gunakan .............................................................................................................. 25. Berapa jumlah mesin dan peralatan yang saat ini anda miliki ........................... 26. Bagaimana kondisi mesin dan peralatan yang saat ini anda miliki .................... 27. Bagaimana cara perawatan mesin dan peralatan yang anda lakukan ................. 28. Apa saja yang menjadi kendala mesin dan peralatan untuk industri gula merah

tebu yang anda kelola ......................................................................................... Proses Produksi 29. Bagaimana proses produksi gula merah tebu yang anda lakukan ...................... 30. Apa saja yang mempengaruhi mutu dan kualitas produk gula merah tebu yang

anda dihasilkan ................................................................................................... 31. Apa saja yang menjadi proses produksi produk gula merah tebu untuk industri

gula merah tebu yang anda kelola ...................................................................... Limbah dan Sanitasi 32. Limbah apa saja yang dihasilkan oleh industri gula merah tebu yang anda

kelola .................................................................................................................. 33. Bagaimana penanganan limbah yang dihasilkan oleh industri gula merah tebu

yang anda kelola ................................................................................................ 34. Bagaimana penanganan sanitasi (kebersihan) pada industri gula merah tebu

yang anda kelola ................................................................................................. 35. Apa saja yang menjadi kendala penanganan limbah dan sanitasi untuk

industri gula merah tebu yang anda kelola ......................................................... Produk dan Pemasaran 36. Berdasarkan karakteristik fisik produk gula merah tebu,

a. Bagaimana bentuk produk gula merah tebu yang anda hasilkan ................ b. Berapa bobot satuan produk gula merah tebu yang anda hasilkan ............. c. Bagaimana kemasan produk gula merah tebu yang anda hasilkan .............

37. Berdasarkan klasifikasi mutu produk gula merah tebu, a. Faktor-faktor apa saja yang membedakan mutu produk gula merah tebu

yang anda hasilkan ......................................................................................

Page 108: ANALISA KONDISI USAHA INDUSTRI GULA MERAH · Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS. ... atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii)

94

b. Bagaimana penentuan klasifikasi mutu produk gula merah tebu berdasarkan faktor-faktor yang telah anda sebutkan sebelumnya ..............

c. Bagaimana pengaruh adanya tingkatan mutu produk gula merah tebu yang anda hasilkan ......................................................................................

38. Berapa harga produk gula merah tebu yang saat ini anda hasilkan ................... 39. Bagaimana kecenderungan harga produk gula merah tebu yang anda hasilkan

selama ini ........................................................................................................... 40. Bagaimana distribusi produk gula merah tebu yang anda hasilkan ................... 41. Apa saja yang menjadi kendala pemasaran produk gula merah tebu pada

industri gula merah tebu yang anda kelola ......................................................... Ketenagakerjaan 42. Dari mana anda mendapatkan sumber tenaga kerja untuk industri gula merah

tebu yang anda kelola ......................................................................................... 43. Siapa saja yang menjadi tenaga kerja dalam industri gula merah tebu yang

anda kelola ................................................................................................ 44. Berapa jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam industri gula merah tebu

yang anda kelola ................................................................................................. 45. Jenis pekerjaaan apa saja yang dilakukan oleh tenaga kerja .............................. 46. Berapa lama jam kerja yang dilakukan tenaga kerja dalam industri anda setiap

harinya ............................................................................................................... 47. Bagaimana sistem pemberian upah yang anda lakukan untuk tenaga kerja ...... 48. Berapa besar upah / hari yang diterima tenaga kerja dalam industri gula

merah tebu yang anda kelola .............................................................................. 49. Apa saja yang menjadi kendala ketenagakerjaan dalam industri gula merah

tebu yang anda kelola .........................................................................................