limbah tebu - individu

29
PEMANFAATAN LIMBAH TEBU BERUPA BLOTONG DAN MOLASE MENJADI PUPUK ORGANIK DAN MONOSODIUM GLUTAMAT TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH HASIL PERTANIAN Disusun Oleh : Fitria Dwijayanti A1M011034

Upload: fitria-dwijayanti

Post on 07-Feb-2016

134 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

PEMANFAATAN LIMBAH TEBU BERUPA BLOTONG DAN MOLASE MENJADI PUPUK ORGANIK DAN MONOSODIUM GLUTAMAT

TUGAS TERSTRUKTURTEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH HASIL PERTANIAN

Disusun Oleh :

Fitria Dwijayanti A1M011034

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PURWOKERTO2014

Page 2: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

RINGKASAN

Dalam proses produksinya, selain gula, tanaman tebu juga menghasilkan buangan padat, cair, maupun gas. Buangan padat berupa blotong, abu tungku, abu terbang, sedangkan buangan gas adalah gas cerobong yang keluar dari cerobong dan sulfur dioksida dari pembakaran belerang dan tangki sulfitasi. Sedangakan buangan cair berupa tetes atau molase hasil dari ekstraksi nira tebu. Baik buangan padat, cair maupun gas apabila tidak dikelola secara benar akan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan.

Blotong atau disebut “filtermud” adalah kotoran nira tebu dari proses pembuatan gula yang disebut sebagai byproduct. Kotoran nira ini terdiri dari kotoran yang dipisahkan dalam proses penggilingan tebu dan pemurnian gula. Persentase kotoran nira ini cukup tinggi yaitu 9-18% dari tebu basah, dan sangat cepat terdekomposisi menjadi kompos.

Salah satu limbah yang dihasilkan industri gula adalah blotong, yaitu limbah dalam bentuk padat mengandung air, bertemperatur cukup panas dan berbentuk seperti tanah. Sebenarnya blotong adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari nira. Komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar, gula, total abu, SiO2, CaO, P2O5 dan MgO.

Tetes tebu merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat mudah larut (48-68%), mengandung mineral cukup banyak dan disukai ternak karena baunya manis. Selain itu, tetes juga mengandung vitamin B komplek yang sangat baik untuk sapi anakan. Tetes mengandung mineral kalium sangat tinggi. Selain itu, tetes dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan Monosodim Glutamat.

Kompos blotong yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali untuk perkebunan tebu. Kompos ini dapat memperbaiki fisik tanah di areal perkebunan tebu, khususnya meningkatkan kapasitas menahan air, menurunkan laju pencucian hara, memperbaiki drainase tanah, dan ketersediaan P dalam tanah lebih tersedia.

MSG yang dibuat di Indonesia berasal dari tetes tebu (molase) yang merupakan hasil samping dari penggilingan gula yang banyak terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah dan dari bahan nabati lainnya, seperti tapioka dan sejenisnya. Batang tanaman tebu merupakan sumber gula. Sisa pengolahan batang tebu adalah tetes tebu (molase) yang diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula dan masih mengandung gula 50-60%, asam amino dan mineral.

Nilai ekonomis dari bahan yang dianggap limbah dapat ditingkatkan dengan memberikan masukan ilmu, teknologi, dan masukan lain sehingga dapat bermanfaat. Pemilihan pemanfaatan hasil limbah untuk diubah menjadi produk tertentu yang mempunyai nilai tambah lebih tinggi. Tujuan pemanfaatan limbah adalah untuk mendapatkan hasil guna dan daya guna sebesar mungkin tanpa menggangu kelestarian lingkungan dengan prioritas utama pangan manusia, pakan ternak, dan non pangan.

Page 3: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris dengan iklim subtropis. Di sinilah

tumbuh dengan subur tanaman tebu, bahkan Indonesia dikenal dengan

cikal bakal tebu dunia. Tebu adalah bahan baku dalam pembuatan gula

(gula kristal putih, white sugar plantation) di pabrik gula. Dalam

operasionalnya setiap musim giling (setahun), pabrik gula selalu

mengeluarkan limbah yang berbentuk cairan, padatan dan gas.

Dalam proses produksinya, selain gula, industri gula juga

menghasilkan buangan padat, cair, maupun gas. Buangan padat berupa

blotong, abu tungku, abu terbang, sedangkan buangan gas adalah gas

cerobong yang keluar dari cerobong dan sulfur dioksida dari pembakaran

belerang dan tangki sulfitasi. Sedangakan buangan cair berupa tetes atau

molase hasil dari ekstraksi nira tebu. Baik buangan padat, cair maupun

gas apabila tidak dikelola secara benar akan dapat menyebabkan

terjadinya pencemaran lingkungan (Murtinah, 1990).

Blotong atau disebut “filtermud” adalah kotoran nira tebu dari

proses pembuatan gula yang disebut sebagai byproduct. Menurut Leovici

(2012) persentase blotong yang dihasilkan dari tiap hektar pertanaman

tebu yaitu sekitar 4-5%. Kotoran nira ini terdiri dari kotoran yang

dipisahkan dalam proses penggilingan tebu dan pemurnian gula.

Persentase kotoran nira ini cukup tinggi yaitu 9-18% dari tebu basah, dan

sangat cepat terdekomposisi menjadi kompos. Pada umumnya blotong ini

diakumulasi di lapangan terbuka di sekitar pabrik gula, sebelum

dimanfaatkan untuk pertanian (Lahuddin, 1996). Limbah pabrik tersebut

dapat dimanfaatkan menjadi salah satu alternatif solusi sebagai pupuk

Page 4: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

kompos dalam budidaya tanaman tebu di lahan kering guna

meningkatkan pertumbuhan dan hasil tebu itu sendiri.

Tetes (molasses) sebagai limbah di stasiun pengolahan, diproduksi

sekitar 4,5 % tebu atau sekitar 1,5 juta ton (Pratiwi, 2011). Tidak semua

tetes tebu yang dihasilkan dimanfaatkan. Akibatnya tidak sedikit pabrik

gula yang mengalami kendala dalam penyimpanan tetes sampai musim

giling berikutnya, tangki tidak cukup menampung karena tetes kurang

laku, atau memungkinkan terjadinya ledakan dalam penyimpanan di

tangki tetes sehubungan dengan kondisi proses atau komposisi.

Penanganan, pencegahan dan pemanfaatan limbah pabrik gula

perlu dilakukan agar limbah tidak mengganggu lingkungan, dan membuat

pandangan dan bau yang kurang sedap dapat teratasi dengan baik. Secara

umum limbah hasil pertanian dan perkebunan cukup tersedia di berbagai

daerah Indonesia, namun potensi limbah tersebut belum dikembangkan

secara optimal.

B. Tujuan

1. Mengetahui hasil limbah tebu berupa blotong dan tetes tebu (molase)

2. Mengetahui pemanfaatan limbah tebu berupa blotong dan tetes tebu

menjadi pupuk organik dan MSG

Page 5: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

II. STUDI PUSTAKA

Tebu (sugar cane) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku

gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis.

Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak

ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di

Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra.

Berikut merupakan klasifikasi botani tanamaan tebu (Plantamor,

2012) :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil)

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus : Saccharum

Spesies : Saccharum officinarum L.

Tanaman tebu memiliki morfologi yang tidak jauh berbeda dengan

tumbuhan yang berasal dari famili rumput-rumputan. Tanaman ini

memiliki ketinggian sekitar 2-5 meter. Menurut Nadia (2012), morfologi

tanaman tebu secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian,

yaitu :

a. Akar : berbentuk serabut, tebal dan berwarna putih.

b. Batang : berbentuk ruas-ruas yang dibatasi oleh buku-buku,

penampang melintang agak pipih, berwarna hijau kekuningan.

Page 6: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

c. Daun : berbentuk pelepah, panjang 1-2 m, lebar 4-8 cm,

permukaan kasar dan berbulu, berwarna hijau kekuningan hingga

hijau tua.

d. Bunga : berbentuk bunga majemuk, panjang sekitar 30 cm.

Berdasarkan sumber atau asal limbah, maka limbah dapat dibagi

kedalam beberapa golongan yaitu :

1) Limbah domestik, yaitu semua limbah yang berasal dari kamar

mandi, dapur, tempat cuci pakaian, dan lain sebagainya, yang

secara kuantitatif limbah tadi terdiri atas zat organik baik padat

maupun cair, bahan berbahaya dan beracun (B-3), garam terlarut,

lemak.

2) Limbah nondomestik, yaitu limbah yang berasal dari pabrik,

industri, pertanian, peternakan, perikanan, dan transportasi serta

sumber-sumber lainnya. Limbah pertanian biasanya terdiri atas

pestisida, bahan pupuk dan lainnya (Kristianto, 2002)

Salah satu limbah yang dihasilkan industri gula adalah blotong,

yaitu limbah dalam bentuk padat mengandung air, bertemperatur cukup

panas dan berbentuk seperti tanah. Sebenarnya blotong adalah serat tebu

yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari nira. Komposisi blotong

terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar, gula, total abu, SiO2,

CaO, P2O5 dan MgO. Blotong merupakan limbah padat produk stasiun

pemurnian nira, diproduksi sekitar 3,8 % tebu atau sekitar 1,3 juta ton.

Limbah ini sebagian besar diambil petani untuk dipakai sebagai pupuk,

sebagian yang lain dibuang di lahan tebuka, dapat menyebabkan polusi

udara, pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar lahan tersebut.

Blotong adalah hasil endapan dari nira kotor (sebelum dimasak dan

dikristalkan menjadi gula pasir) yang disaring di rotary vacuum filter.

Blotong merupakan limbah pabrik gula berbentuk padat seperti tanah

Page 7: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

berpasir berwarna hitam, mengandung air, dan memiliki bau tak sedap

jika masih basah. Bila tidak segera kering akan menimbulkan bau busuk

yang menyengat. Blotong masih banyak mengandung bahan organik,

mineral, serat kasar, protein kasar, dan gula yang masih terserap di dalam

kotoran itu (Hamawi, 2005)

Menurut Nahdodin (2008), rata-rata standar produksi blotong pada

masing-masing pabrik gula umumnya sebesar 2,5% tebu. Pada tahun

2008, lima puluh tujuh pabrik gula di Indonesia diperkirakan

menghasilkan blotong lebih dari satu juta ton dan abu ketel lebih dari tiga

puluh empat ribu ton. Berdasarkan jumlah blotong dan abu yang

dihasilkan di atas maka dapat diperkirakan bahwa dari kedua jenis limbah

tersebut dapat dihasilkan kompos sekitar enam ratus ribu ton. Jumlah

blotong yang besar tersebut berpotensi untuk dijadikan pupuk organik

yang potensial.

Tetes merupakan limbah yang diperoleh dari hasil pemisahan nira

tebu low grade di mana gula dalam nira tersebut tidak dapat dikristalkan

lagi. Tetes yang dihasilkan pada pemrosesan gula sekitar 5-6% dari berat

tebu, sehingga untuk pabrik dengan kapasitas 6.000 ton tebu per hari akan

menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per hari (Pratiwi,

2011). Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk

dikonsumsi karena mengandung kotoran bukan gula yang membahayakan

kesehatan.

Tetes merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat mudah larut

(48-68%), mengandung mineral cukup banyak dan disukai ternak karena

baunya manis. Selain itu, tetes juga mengandung vitamin B komplek

yang sangat berguna untuk sapi anakan. Tetes mengandung mineral

kalium sangat tinggi. Selain itu, tetes dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pembuatan bioetanol. Pembuatan bioetanol dari tetes dilakukan melalui

Page 8: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

tahap pengenceran karena kadar gula dalam tetes tebu terlalu tinggi untuk

proses fermentasi. Kadar gula yang diinginkan kurang lebih adalah 14%.

MSG yang dibuat di Indonesia berasal dari tetes tebu (molase)

yang merupakan hasil samping dari penggilingan gula yang banyak

terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah dan dari bahan nabati lainnya,

seperti tapioka dan sejenisnya. Batang tanaman tebu merupakan sumber

gula. Namun demikian rendemen/presentase gula yang dihasilkan hanya

berkisar 10-15%. Sisa pengolahan batang tebu adalah tetes tebu (molase)

yang diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula dan masih mengandung

gula 50-60%, asam amino dan mineral (Bakrie, 2005).

Monosodium Glutamat (MSG) adalah kristal putih yang biasanya

dibuat sebagai pelengkap bumbu masak yang mempunyai cita rasa yang

kuat. Monosodium Glutamat (MSG), merupakan turunan kimia L-

Glutamic acid monosodium salt, yang jika di-Indonesia-kan menjadi

garam natrium dari asam glutamate (natrium glutamate atau sodium

glutamate). Sodium itu nama lain dari Natrium. Sedangkan ikatan aslinya

adalah asam glutamat atau glutamic acid yang mampu mengikat dua ion

positif karena unsur Na hanya memiliki satu valensi, maka masih ada satu

unsur asam.Karena yang diikat baru satu, maka disebut mono, artinya

satu. Satu sodium asam glutamat alias monosodium glutamat disingkat

menjadi MSG.

MSG memiliki satu karbon asimetrik yaitu karbon empat dari kiri.

Karbon tersebut terikat oleh 4 gugus yang saling berbeda sehingga

merupakan bentuk isomer yang aktif. Bentuk garam yang terikat pada

karbon empat dari kiri ini memiliki kekutan membangkitkan atau

mempertegas citarasa dari daging, ikan atau jenis makanan lainnya.

Page 9: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

III. ANALISIS DAMPAK LIMBAH TEBU

Limbah merupakan buangan hasil produksi yang kehadirannya

pada waktu dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena

akan memberikan pengaruh yang merugikan. Dampak dari limbah tebu

akan berpengaruh pada lingkungan, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat

di sekitar daerah pengolahan tebu baik secara langsung maupun tidak.

Dalam industri pengolahan hasil pertanian seperti pengolahan tebu

dihasilkan beberapa hasil samping berupa limbah yang sudah tidak

digunakan.

Tebu adalah bahan baku dalam pembuatan gula, seperti gula kristal

putih, white sugar plantation, dan sebagainya yang dalam operasionalnya

setiap musim giling (setahun). Pohon tebu akan diolah menjadi beberapa

bagian produk, yaitu pucuk, daun, nira tebu, dan ampas. Bahan utama

untuk pembuatan gula berasal dari nira tebu yang dihasilkan, sedangkan

tebu akan menghasilkan hasil samping berupa limbah molase, blotong,

ampas dan pucuk daun tebu.

Limbah hasil samping dari pengolahan tebu akan berdampak bagi

lingkungan ketika tidak dimanfaatan secara optimal. Limbah molase

ketika tidak dimanfaatkan akan berdampak bagi lingkungan seperti

kualitas tanah, air, dan pemandangan yang tidak indah di daerah

pengolahan. Molase (tetes tebu) yang tidak dimanfaatkan akan mengalir

ke perairan dan ditambah dari hasil limbah cair industri pengolahan tebu

akan mengganggu ekosistem perairan, selain itu limbah tetes dapat

menimbulkan dampak peningkatan COD dan BOD di dalam air sehingga

oksigen (O2) di dalam air menjadi turun (Jauhari, 2013). Kualitas air di

sekitar industri gula dapat menurun dan menyebabkan banyak biota air

yang mati karena kekurangan oksigen. Selain itu, jika hal ini terus

berlanjut maka akan menaikkan tingkat nutrien di dalam air yang dapat

Page 10: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi spesies tertentu yang

mengganggu keseimbangan ekosistem.

Ketika tetes tebu sebagai produk pendamping tidak dimanfaatkan

secara optimal, akibatnya tidak sedikit pabrik gula yang mengalami

kendala dalam penyimpanan tetes sampai musim giling berikutnya,

tangki tidak cukup menampung karena tetes kurang laku, atau

memungkinkan terjadinya ledakan dalam penyimpanan di tangki tetes

sehubungan dengan kondisi proses atau komposisi.

Limbah cair industri gula berupa tetes apabila langsung dibuang ke

badan air akan menimbulkan bau yang sangat tidak sedap sehingga dapat

meresahkan dan menimbulkan protes masyarakat. Hal yang demikian

pada akhirnya akan menciptakan ketidakselarasian antara pembangunan

industri gula dengan keadaan di sekitar industri.

Penanganan awal untuk sisa blotong (produksi blotong – blotong

yang telah dimanfaatkan petani) perlu ditangani dengan cara menanam ke

dalam lubang pembuangan awal sebelum dimanfaatkan kembali sebagai

pupuk. Hal ini dilakukan untuk menghindari pandangan dan bau yang

tidak sedap. Menurut Kuswurj (2009), di antara limbah pabrik gula yang

lain, blotong merupakan limbah yang paling tinggi tingkat

pencemarannya dan menjadi masalah bagi pabrik gula dan masyarakat.

Limbah ini biasanya dibuang ke sungai dan menimbulkan pencemaran

karena di dalam air bahan organik yang ada pada blotong akan

mengalami penguraian secara alamiah, sehingga mengurangi kadar

oksigen dalam air dan menyebabkan air berwarna gelap dan berbau

busuk. Oleh karena itu, jika blotong dapat dimanfaatkan akan mengurangi

pencemaran lingkungan.

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi

baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai

sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak

Page 11: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis sehingga

perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Berbagai pemanfaatan

limbah industri gula tersebut bukan saja dapat meningkatkan nilai tambah

dan nilai guna limbah tetapi juga dapat mengatasi masalah lingkungan.

Pemanfaatan limbah industri gula perlu terus dikembangkan sehingga

kehadiran pabrik gula tidak menimbulkan dampak yang merugikan

terhadap lingkungan dan gangguan terhadap warga masyarakat di

sekitarnya tetapi justeru memberikan manfaat yang menguntungkan.

Menurut Judoamidjojo (1989) dengan memanfaatkan dan atau

mendaur ulang limbah pertanian menjadi komoditas baru berupa bahan

pangan, pakan ternak, energi, pupuk, bahan konstruksi, pulp kertas, bahan

kimiawi, bahan farmasi, dan hasil kerajinan tangan selain memiliki nilai

ekonomis yang lebih tinggi dari limbah pertanian asalnya juga

mempunyaia keuntungan lain, yaitu : hasil samping dapat diproduksi

menjadi berbagai produk yang berguna untuk masyarakat, keuntungan

petani dan produsen akan lebih besar, masalah pencemaran lingkungan

akibat hasil samping akan berkurang dan terjadi penyerapan tenaga kerja

untuk sektor kegiatan yang dikembangkan.

Nilai ekonomis dari bahan yang dianggap limbah dapat

ditingkatkan dengan memberikan masukan ilmu, teknologi, dan masukan

lain sehingga dapat bermanfaat. Pemilihan pemanfaatan hasil limbah

untuk diubah menjadi produk tertentu yang mempunyai nilai tambah

lebih tinggi. Tujuan pemanfaatan limbah adalah untuk mendapatkan hasil

guna dan daya guna sebesar mungkin tanpa menggangu kelestarian

lingkungan dengan prioritas utama pangan manusia, pakan ternak, dan

non pangan.

Page 12: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

IV. PEMBAHASAN

Pada umumnya, komoditi tebu selain menghasilkan produk utama

berupa gula, tebu juga menghasilkan hasil samping berupa limbah cair

maupun padat. Blotong dan tetes dihasilkan dari proses pemurnian gula

(Santoso, 2009). Jumlah blotong dan tetes yang dihasilkan dari setiap

proses pembatan gula mencapai ratusan ton. Jumlah blotong yang besar

berpotensi digunakan menjadi pupuk organik yang potensial. Saat ini

penggunaan pupuk blotong masih belum maksimal dan penggunaannya

masih terbatas. Hal tersebut terjadi karena pengetahuan petani tebu yang

kurang paham dalam mengolah limbah blotong menjadi pupuk organik.

Blotong harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai pupuk organik tanaman tebu. Pengomposan merupakan suatu

metode untuk mengkonversikan bahan-bahan organik komplek menjadi

bahan yang lebih sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba.

Pengomposan dapat dilakukan pada kondisi aerobik dan anaerobik.

Pengomposan aerobik adalah dekomposisi bahan organik dengan

kehadiran oksigen (udara). Produk utama dari metabolis biologi aerobik

adalah karbondioksida, air dan panas. Pengomposan anaerobik adalah

dekomposisi bahan organik dalam kondisi ketidakhadiran oksigen bebas.

Produk akhir metabolis anaerobik adalah metana, karbondioksida, dan

senyawa intermediate seperti asam-asam organik dengan berat molekul

rendah.

Pada dasarnya pembuatan kompos cukup sederhana, dengan

menumpuk bahan-bahan organik maka bahan-bahan tersebut akan

menjadi kompos dengan sendirinya, namun proses tersebut akan

berlangsung lama. Mengingat adanya perubahan-perubahan yang terjadi

saat pembentukan kompos maka pembentukan kompos dapat lebih

dipercepat, tentunya dengan memperhatikan beberapa faktor yang

Page 13: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

mempengaruhi seperti bahan baku, suhu, nitrogen, dan kelembaban

(Deptan, 2007).

Pengomposan adalah dekomposisi dengan menggunakan aktivitas

mikroba; oleh karena itu kecepatan dekomposisi dan kualitas kompos

tergantung pada keadaan dan jenis mikroba yang aktif selama proses

pengomposan. Kondisi optimum bagi aktivitas mikroba perlu

diperhatikan selama proses pengomposan, misalnya aerasi, kelembaban,

media tumbuh dan sumber makanan bagi mikroba.

Pembuatan kompos dilakukan dengan pencampuran bahan baku

asal limbah pabrik gula, antara lain: serasah, blotong dan abu ketel, serta

menambahkan bahan aktif berupa mikroorganisme yang terdiri dari:

campuran bakteri, fungi, aktinomisetes, kotoran ayam, dan kotoran sapi.

Proses pengolahan ini dilakukan secara biologis karena memanfaatkan

mikroorganisme sebagai agen pengurai limbah.

Kompos blotong yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali

untuk perkebunan tebu. Kompos ini dapat memperbaiki fisik tanah di

areal perkebunan tebu, khususnya meningkatkan kapasitas menahan air,

menurunkan laju pencucian hara, memperbaiki drainase tanah, dan

ketersediaan P dalam tanah lebih tersedia. Selain itu pemberian ke

tanaman tebu sebanyak 100 ton blotong atau komposnya per hektar dapat

meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara signifikan (Nahdodin et

al., 2008).

Adanya pemanfaatan blotong ini diharapkan mampu membantu

mengatasi masalah kelangkaan pupuk kimia dan sekaligus mengatasi

masalah pencemaran lingkungan sehingga dapat dijadikan sebagai salah

satu langkah awal menuju zero waste industry dalam industri gula.

Seorang peneliti pupuk mengungkapkan bahwa terdapat beberapa

mikroba dalam pupuk ini, yaitu Celulotic bacteria, Pseudomonas,

Bacyllus, dan Lactobacyllus. Bakteri tersebut ada yang berfungsi

Page 14: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

melarutkan fosfat. Seperti diketahui, fosfat jika dipakai untuk pupuk

harus dalam keadaan terlarut, dan yang melarutkan itu mikroba. Pupuk

organik ini mampu memperbaiki tekstur dan mampu menyehatkan tanah

kritis akibat pupuk kimia (anorganik).

Monosodium glutamat merupakan asam amino yang terdapat pada

semua buah-buahan, sayuran dan daging. Glutamat secara alami dapat

ditemukan pada jaringan tanaman dan hewan, seperti tomat, brokoli,

jamur, kacang polong, keju, daging, ikan, bahkan pada susu ibu 20 kali

lebih besar dari pada susu sapi (Setiawati, 2008). Monosodium glutamat

juga dapat diperoleh dengan 3 metode yaitu: (1) hidrolisis protein seperti

gluten atau protein yang terdapat pada hasil samping gula bit, (2) sintesis,

3) fermentasi mikrobia. Djati Yuniarto (2006) menyatakan pembuatan

Monosodium Glutamat antara lain melalui proses fermentasi dengan

menggunakan bakteri tertentu sampai akhirnya terbentuk kristal-kristal

bumbu penyedap.

Proses pembuatan diawali dengan pengumpulan bahan dasar, yaitu

bisa berasal dari tebu yang diambil cairan tetesnya. Prinsipnya semua

bahan dasar itu mempunyai gula yang bisa diproses dengan fermentasi.

Setelah itu proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan medium

nutrisi untuk memperbanyak mikroba atau bakteri. Selanjutnya setelah

tumbuh secara hari-hati bakteri tersebut dipindahkan ke media cair.

Kemudian bakteri dalam media cair dipindahkan ke tangki produksi asam

glutamat. Asam glutamat yang dihasilkan setelah melalui proses

pemisahan dan pemurnian serta kristalisasi berubah menjadi MSG.

Pada umumnya organisme-organisme yang digunakan dalam

fermentasi asam glutamat memiliki ciri-ciri umum, yaitu bersel tunggal

coccus atau rod, gram positif, aerobik, tidak bersporulasi, tidak

berflagela, memerlukan biotin untuk faktor pertumbuhan esensialnya,

Page 15: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

pada pembiakan aerobik dapat menghasilkan sejumlah besar asam

glutamat dari karbohidrat (Tjokroadikoesoemo, 1986).

Menurut Kapti Rahayu kepada Bernas (2005), setelah tetes tebu

dan glukosa difermentasi dengan bakteri akan menjadi asam glutamat

cair. Selanjutnya asam glutamat itu ditambah dengan alkali (NaOH) atau

natrium karbonat (Na2CO3) yang kemudian berubah menjadi natrium

glutamat atau yang biasa disebut dengan monosodium glutamat (MSG).

Karena MSG masih berbentuk cairan dan berwarna keruh, maka

diperlukan proses dekolorisasi atau penghilangan warna dengan arang

aktif. Setelah warna MSG menjadi jernih proses selanjutnya adalah

kristalisasi dan pengeringan.

Page 16: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tanaman tebu sebagai bahan baku utama pembuatan gula, tebu juga

menghasilkan hasil samping berupa limbah padat, cair, dan gas.

Buangan padat berupa blotong, sedangakan buangan cair berupa tetes

atau molase hasil dari ekstraksi nira tebu.

2. Pemanfaatan blotong menjadi pupuk kompos harus dikomposkan

terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pupuk organik tanaman tebu.

Pengomposan merupakan suatu metode untuk mengkonversikan bahan-

bahan organik komplek menjadi bahan yang lebih sederhana dengan

menggunakan aktivitas mikroba.

3. Proses pembuatan MSG dengan bahan baku limbah, yaitu bisa berasal

dari tebu yang diambil cairan tetesnya. Prinsipnya semua bahan dasar itu

mempunyai gula yang bisa diproses dengan fermentasi.

B. Saran

Dalam pemanfaatan limbah tebu perlu adanya peran teknologi dalam

engolah hasil limbah untuk memudahkan proses pengolahannya.

Page 17: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

DAFTAR PUSTAKA

Bakrie, Husein. 2005. Monosodium Glutamat/Vetsin/Micin (Aman untuk

dikonsumsi). www.arroyan.com.

Bernasconi, G, H. Gerster, H. Hauser, H. Stauble, E. Schneiter. 1995. Teknologi

Kimia Bagian 2. Diterjemahkan Dr. Ir. Lienda Hardojo, M.Eng. PT.

Pradnya. Jakarta.

Deptan, 2007. Pedoman Teknis Pemanfaatan Limbah Perkebunan Menjadi

Pupuk Organik. Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian,

Jakarta.

Hamawi, 2005. Blotong, Limbah Busuk Berenergi.

<www.agriculturenetwork.org> . Diakses pada tanggal 30 Maret 2014.

 Jauhari, H.A. 2013. Pengelolaan Limbah Industri Gula.

http://k3lhcsr.blogspot.com/2013/05/pengelolaan-limbah-industri-gula.html Online,

diakses pada 28/03/14 pukul 20.00.

Judoamidjojo, R.M., E.G. Said, dan L. Hartot. 1989. Biokonversi. Depdikbud

Dirjen Dikti PAU BioTeknologi. IPB. Bogor.

Kuswurj, R. 2009. Blotong dan Pemanfaatannya.

www.risvank.com/tag/blotong. Diakses pada tanggal 30 maret 2014.

Lahuddin. 1996. Pengaruh Kompos Blotong Tehadap Beberapa Sifat Fisik dan

Kandungan Unsur Hara Tanah. Jurnal Penelitian Pertanian 1 : 13 -18.

Murtinah, S. 1990. Penelitian Air Buangan Industri Gula Proses Sulfitasi.

Buletin Penelitian Pengebangan Industri 12 : 7 - 20

Nahdodin, S. H., I. Ismail, dan J. Rusmanto. 2008. Kiat Mengatasi Kelangkaan

Pupuk untuk Mempertahankan Produktivitas Tebu dan Produksi Gula

Nasional. <www.sugarresearch.org> Diakses pada tanggal 30 Maret 2014.

Page 18: LIMBAH TEBU - INDIVIDU

Pratiwi, Dwi. 2011. Pengolahan Limbah Pabrik Gula. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika

Dan Ilmu Pengetahuan Alam , Universitas Haluoleo Kendari.

Santoso, B. 2009. Proceeding: Limbah Pabrik Gula: Penanganan, Pencegahan,

dan Pemanfaatannya dalam Upaya Program Langit Biru dan Bumi Hijau..

Universitas Brawijaya, Malang.

Triastuti, Ely. 2006. Laporan magang : Sanitasi Industri Proses Produksi MSG

di PT. Palur Raya. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tjokroadikoesoemo, Soebiyanto. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT. Gramedia. Jakarta.

Wikana, Iwan. 2008. Tinjauan Kuat Lentur Panel Menggunakan Bahan Ampas Tebu Dan

Sikacim Bonding Adhesive. Majalah Ilmiah Ukrim Edisi1/th XIII/2008. Jurusan teknik

Spil Fakultas Teknik UKRIM Yogyakarta.