word pv fix.docx
Post on 29-Dec-2015
51 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
PITIRIASIS VERSIKOLOR
Oleh :
Rahmadiyah Azaria Rahmah 0910710107
Riri Sherly 0910714052
Pembimbing :
dr.Taufiq Hidayat, SpKK (K)
LABORATORIUM / SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR.SAIFUL ANWAR
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial yang kronik pada
stratum korneum kulit. Penyakit ini untuk pertama kali dikenal sebagai penyakit
jamur pada tahun 1846 oleh Eichted. Pada tahun 1853, Robin memberikan nama
pada jamur penyebab penyakit ini dengan nama Microsporum furfur dan pada
1889 oleh Baillon spesies ini diberi nama Mallassezia furfur. Penelitian
selanjutnya dan sampai sekarang menunjukkan bahwaMalassesia
furfur dan Pityrosporum orbiculare merupakan organisme yang sama (Budimulja,
U, 2007; Partogi, D, 2008; Janik M, P and Heffernan M, P, 2008).
Pitiriasis versikolor adalah penyakit universal tetapi lebih banyak dijumpai
di daerah tropis oleh karena tingginya temperatur dan kelembaban. Menyerang
hampir semua usia terutama remaja, terbanyak pada usia 16-40 tahun. Ada
perbedaan antara pria dan wanita, walaupun di Amerika Serikat dilaporkan
bahwa penderita berusia 20-30 tahun dengan perbandingan 1,09% pria dan
0,6% wanita. Insiden yang akurat di Indonesia belum ada namun diperkirakan
40-50% dari populasi di negara tropis yang terkena penyakit ini, sedang di
Negara subtropis yaitu Eropa Tengah dan Utara hanya 0,5-1% dari semua
penyakit jamur (Radiono, S, 2001; Partusuwiryo dkk, 1992; Faegemann JN,
2005).
Pitiriasis versikolor memiliki karakteristik berupa makula yang multipel dan
bercak lesi yang bervariasi mulai dari hipopigmentasi, kekuning-kuningan,
kemerahan sampai kecoklatan atau hiperpigmentasi tergantung dari warna
normal kulit pasien. Bercaknya berbentuk tidak teratur sampai teratur, berbatas
jelas sampai difus, ditutupi skuama halus dengan rasa gatal (ringan), atau
asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan), dan hanya gangguan kosmetik
saja. Pasien sering melaporkan bahwa lesi kulit yang terlibat tidak menjadi gelap
seperti kulit pada bagian tubuh yang lain di musim panas. Keluhan gatal,
meskipun ringan, merupakan salah satu alasan penderita datang berobat.
Bercaknya terutama meliputi badan, dan kadang-kadang dapat menyerang
ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, dan kulit kepala yang
berambut (Budimulja, U, 2007; Burkhart, C,G, 2013; Habif, T, P, 2004; Partogi,
D, 2008; Janik M, P and Heffernan M, P, 2008).
Kondisi-kondisi tertentu menjadi faktor predisposisi adanya infeksi
dari Malassezia sp. antara lain keringat berlebih, suhu yang panas, dan
kelembaban yang tinggi. Penggunaan steroid jangka penjang dan kondisi
imunodefisiensi juga berperan dalam terjadinya infeksi (Budimulja, U, 2007;
Arenas, R, 2001).
Diagnosis klinis pitiriasis versikolor ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
adanya gambaran klinis berupa makula hipopigmentasi atau hiperpigmentasi
yang berbatas tegas, tertutup skuama halus. Serta pemeriksaan penunjang
dengan lapu Wood yang akan menunjukkan hasil adanya pendaran berwarna
kuning keemasan pada lesi yang bersisik, selain itu pemeriksaan mikroskopis
sediaan skuama dengan KOH memperlihatkan adanya gambaran spaghetti and
meatball (Partogi, D, 2008).
Penatalaksanaan pitiriasis versikolor berupa terapi topikal dan sistemik.
Pada umumnya prognosis dari pitiriasis versikolor ini baik bila pengobatan
dilakukan meyeluruh, tekun dan konsisten (Daili, E, dkk 2005).
Dalam laporan kasus ini akan dibahas mengenai pasien dengan pitiriasis
versikolor dan penatalaksanaan baik medikamentosa dan non medikamentosa.
Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk membahas mengenai faktor resiko,
gejala dan tanda klinis serta penatalaksanaan akne vulgaris pada pasien dalam
laporan kasus ini. Dengan harapan laporan kasus ini dapat menambah informasi
dan wawasan mengenai pitiriasis versikolor.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Indentitas Pasien
Nama : Tn. AF
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Status Maritas : Belum Menikah
Alamat : Perum Landungsari Indah, Malang
No RM : 1159xxx
Tanggal Pemeriksaan : 29Januari 2014
2.2 Anamnesis Autoanamnesis
Keluhan utama : bercak putih di punggung
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Syaiful Anwar pada tanggal
29 Januari 2014 dengan keluhan bercak putih di punggung kanan atas sejak ± 1
minggu yang lalu. Awalnya jumlah bercak putih di punggung sedikit. Lama
kelamaan, bercak putih bertambah banyak dan menyebar ke seluruh permukaan
punggung. Pasien juga mengeluhkan bercak putih menjadi bersisik jika digores
dengan jari.Pasien memiliki kebiasaan tidak segera mengganti baju sesampainya
di rumah jika bepergian. Bercak dirasakan tidak gatal.Keluhan bercak putih
merupakan kali kedua pada pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Empat bulan yang lalu, pasien pernah didiagnosa menderita penyakit
panu dan telah diobati hingga sembuh.
Riwayat Pengobatan:
Pasien menggunakan salep 88 selama dua hari. Tidak ada perbaikan dari
keluhan setelah penggunaan salep.
Riwayat Atopi :
Riwayat munculnya reaksi-reaksi setelah meminum obat, mengi jika terkena
udara dingin atau debu, disangkal oleh pasien.
Riwayat Keluarga:
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal.
2.3 Pemeriksaan fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit ringan, kompos mentis, higiene
bersih
Tanda Vital : Nadi : 88 x/menit
TD : 120/80 mmHg
RR : 20 x/menit
Tax : Tidak dilakukan
Kepala
Rambut : Hitam dan distribusi merata
Wajah : Simetris, edema (-)
Mata : Tidak dilakukan
Konjungtiva : Tidak dilakukan
Sklera : Tidak dilakukan
Hidung : Tidak didapatkan abnormalitas
Mulut : Tidak didapatkan abnormalitas
Leher
Simetris
Pembesaran KGB : Tidak ditemukan
Toraks :
Paru-paru : Tidak dilakukan
Jantung : Tidak dilakukan
Abdomen : Skar (-), supel, Bising usus tidak diperiksa, nyeri
tekan (-)
Ekstrimitas : Akral Hangat, edema (-), anemis (-)
Genital : : Tidak dilakukan
2.4 Status Dermatologis
Lokasi : Punggung
Distribusi : Tersebar
Ruam :
Makula hipopigmentasi, multipel,ukuran ± 2-4 mm, batas tegas, bentuk
bulat dan oval, tertutup skuama putih dan tipis.
Makula hiperpigmentasi, multipel, ukuran ± 3-5 mm, batas tegas,
bentuk bulat dan oval.
Gambar 2.1 Penampang Punggung
2.5 Diagnosis Banding
1. Pitiriasis versicolor
2. Vitiligo
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Lampu Wood
Didapatkan lesi makula berwarna kuning keemasan di punggung.
Gambar 2.2 Pemeriksaan Lampu Wood
Gambar 2.3 Pemeriksaan Lampu Wood
Gambar 2.4 Pemeriksaan Lampu Wood
2. Pemeriksaan KOH
Didapatkan hifa yang pendek-pendek dan spora yang berkelompok
seperti bentukan spaghetti dan meatballs.
Gambar 2.5 Hasil Pemeriksaan KOH
2.7 Diagnosis
Pitiriasis versicolor
2.8 Terapi
Selenium Sulfida 2,5% losion selama 7 hari
2.9 KIE
Menggunakan losion sesuai instruksi (losion dioleskan di
punggung, kemudian ditunggu selama 10-15 menit kemudian
dibilas dengan air).
Segera mengganti pakaian sesampainya di rumah setelah
bepergian.
Menghindari penggunaan pakaian yang ketat
2.10 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad fuctionam : ad bonam
Quo ad kosmetika : ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Diagnosis Pitiriasis Versikolor pada Pasien
Diagnosis pitiriasis versikolor dapat ditegakkan melalui anamnesis (gejala
yang dirasakan pasien), pemeriksaan fisik, dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
penunjang.
3.1.1 Anamnesis Gejala Klinis
Berdasarkan anamnesis, didapatkan pasien yang berumur 23 tahun
datang dengan bercak putih di punggung sejak 1 minggu yang lalu. Hal ini sesuai
dengan kajian teori bahwa pitiriasis versikolor banyak menyerang individu
dengan kisaran usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea lebih aktif (Burkhart
CG, 2013). Begitu pula dengan jenis kelamin. Menurut penelitian-penelitian yang
dihimpun Burkhart CG (2013), prevalensi pitiriasis versikolor tidak condong ke
salah satu jenis kelamin. Durasi lesi pitiriasis versikolor, menurut Wolff K dan
Johnson RA (2009), bisa memakan waktu bulanan hingga tahunan. Lesi bisa
berlangsung sangat lama karena biasanya lesi tidak menimbulkan kekhwatiran
yang bersifat darurat. Penderita pitiriasis versikolor umumnya datang karena
kekhawatiran yang bersifat kosmetika atau gatal. Pada Tn. AF, pasien datang
memeriksakan diri dalam hitungan minggu karena cepat mendapatkan lesi
makula hipopigmentasi di punggungnya.
Pada pasien di laporan kasus ini, bercak putih ditemukan di punggung.
Bercak putih pada awalnya berjumlah sedikit. Tapi dalam durasi satu minggu
jumlahnya bertambah. Teori bahwa dominasi malassezia furfur sebagai salah
satu jamur penyebab pitiriasis versikolor terbanyak menyerang area punggung,
dapat dijelaskan dengan produksi sebum yang lebih tinggi di punggung
dibandingkan di area lain. Malassezia furfur adalah organisme oportunistik
dimana pada keadaan normal, akan bertempat tinggal di keratin kulit dan folikel
rambut. Malassezia furfur bergantung oleh lipid, yang merupakan sumber nutrisi
yang penting. Pada kondisi yang sesuai untuk konversinya, malassezia furfur
akan berubah dari saprophytic yeast menjadi bentuk morfologis miselial parasitik.
Kondisi yang mendukung perubahan tersebut adalah peningkatan sebum.
Selanjutnya aktivitas malassezia furfur sebagai organisme patologis akan
menyebabkan munculnya lesi kulit hipopigmentasi, hiperpigmentasi atau
eritematous yang disebut dengan pitiriasis versikolor. Bertambahnya jumlah lesi
berhubungan dengan kondisi pada pasien yang memfasilitasi pertumbuhhan
malassezia furfur. Selain di punggung, area lain yang menjadi area predileksi
pitiriasis versikolor adalah daerah dada, abdomen, dan ektremitas proksimal
(Goldstein BG & Goldstein AO, 2010; Janik MP & Heffernan MP, 2008; Wolff K &
Johnson RA, 2009).
Tn. AFmengeluhkan bercak putih menjadi bersisik jika digores dengan
jari. Fenomena ini disebut dengan coup d’ongle of Besnier(scratch sign). Menurut
Keddie F (1963), fenomena yang khas terjadi pada pitiriasis versikolor ini dapat
terjadi karena perubahan pada konsistensi lapisan tanduk epidermis, yang telah
diinfiltrasi oleh malassezia furfur. Infiltrasi ini menyebabkan deskuamasi
(pelepasan) lamela. Fenomena coup d’ongle of Besnier biasanya diperiksa jika
skuama tidak nampak secara kasat mata. Hasil negatif palsu dapat terjadi jika
pasien baru saja mandi atau lesi telah diobati, dimana hanya lesi hipopigmentasi
yang didapatkan.
Tn. AF memiliki kebiasaan tidak segera mengganti pakaian setelah
bepergian. Gaya hidup seperti ini merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan perubahan malassezia furfur dari flora normal menjadi flora yang
patogen (Janik MP & Heffernan MP, 2008). Tidak diketahui pasti karakteristik
pada inang apa saja yang menyebabkan pitiriasis versikolor. Yang sejauh in
diketahui adalah kondisi-kondisi yang memicu perubahan sifat malassezia furfur.
Faktor-faktor yang memicu perubahan malassezia furfur antara lain adalah iklim
tropis, kondisi hiperhidrosis, kulit yang berminyak, konsumsi kortikosteroid
sistemik, imunodefisiensi, serta keadaan malnutrisi (Wolff K & Johnson RA, 2009;
Janik MP & Heffernan MP, 2008; Goldstein BG & Goldstein AO, 2010). Pada
kasus Tn. AF kebiasaan yang tidak segera mengganti pakaian akan menciptakan
keadaan lembab serta ditambah dengan keadaan negara Indonesia yang
beriklim tropis akan memicu pertumbuhan malassezia furfur dan konversinya
menjadi bentuk patogenik. Faktor-faktor ini juga memegang peranan pada
rekurensi pitiriasis versikolor. Jika penderita tidak merubah gaya hidup
sebelumnya yang mendukung pertumbuhan malassezia furfur, maka walaupun
diobati pitiriasis versikolor akan tetap muncul.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pitiriasis versikolor banyak terdapat di punggung, dada, abdomen, dan
ektremitas proksimal (Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik MP & Heffernan MP,
2008). Penyakit ini ditandai dengan lesi makula hipopigmentasi, hiperpigmentasi,
atau eritematous. Makula berbatas tegas, dengan bentuk bulat atau oval.
Karakteristik skuama yang menutupi makula dapat terjadi dengan menggores
ringan lesi makula, dan akan didapatkan skuama tipis dan putih yang diistilahkan
dengan dust-like atau furfuraceous(Coup d’ongles of Besnier). Keluhan gatal
biasanya ringan atau tidak ada. Lesi makula hipopigmentasi disebabkan asam
dikarboksilat yang disebabkan oleh oksidasi enzimatik asam lemak pada lipid
permukaan kulit menghambat tirosinase pada melanosit epidermal, sehingga
menyebabkan hipopigmentasi. Enzim yang menyebabkan oksidasi tersebut
terdapat pada malassezia furfur. Sedangkan lesi hiperpigmentasi diduga
disebabkan oleh reaksi inflamasi (Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik MP &
Heffernan MP, 2008).
Dari hasil pemeriksaan status dermatologis pada Tn. AF didapatkan data
sebagai berikut:
Lokasi : Punggung
Distribusi : Tersebar
Ruam :
Makula hipopigmentasi, multipel,ukuran ± 2-4 mm, batas tegas, bentuk
bulat dan oval, tertutup skuama putih dan tipis.
Makula hiperpigmentasi, multipel, ukuran ± 3-5 mm, batas tegas,
bentuk bulat dan oval.
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Lampu ultraviolet dapat digunakan untuk mendapatkan penampakan
fluoresensi kuning keemasan yang merupakan ciri khas pitiriasis versikolor.
Walaupun terkadang pada beberapa kasus, lesi tidak menunjukkan fluoresensi
((Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik MP & Heffernan MP, 2008; Burkhart CG,
2013).Dari pemeriksaan lampu wood pada Tn. AF, didapatkan lesi makula
berwarna kuning keemasan di punggung.
Diagnosa dikonfirmasi dengan pemeriksaan hidroksida potasium (KOH),
yang akan menunjukkan karakteristik hifa yang pendek-pendek yang muncul
pada kondisi patologis. Temuan spora pada pemeriksaan KOH dengan
mycelium yang pendek diistilahkan sebagai spaghetti dan meatballs untuk
temuan khas pitiriasis versikolor. Sampel diambil dari goresan skuama dan
ditampung pada object glass kemudian diberikan KOH 10%. Alternatif lain adalah
dengan menggunakan selotip pada skuama ((Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik
MP & Heffernan MP, 2008). Dari Tn. AF hasil pemeriksaan KOH menunjukkan
hifa yang pendek-pendek dan spora yang berkelompok seperti bentukan
spaghetti dan meatballs.
3.2 Diagnosa Banding
Terdapat beberapa diagnosis banding untuk pitiriasis versikolor, salah
satunya adalah pitiriasis alba. Pitiriasis alba adalah bentuk ringan dari dermatitis
atopik. Prevalensinya adalah anak dan remaja usia 3-16 tahun. Walaupun juga
dapat terjadi pada dewasa dengan distribusi lesi yang lebih luas. Etiologi dan
patogenesisnya belum diketahui. Pajanan matahari yang berlebihan dan tanpa
perlindungan serta higienitas (mandi yang sering dan mandi dengan air panas)
berhubungan dengan perkembangan pitiriasis alba. Pitiriasis alba biasanya
muncul sebagai patch berwarna merah muda dengan batas meninggi, yang akan
hilang setelah beberapa minggu menjadi bercak pucat yang ditutupi dengan
skuama putih. Lesi ini akan berkembang menjadi makula hipopigmentasi tak
berskuama, dan keadaan ini bertahan selama bulanan atau tahunan. Daerah
predileksi pitiriasis alba adalah wajah, leher, punggung atas, dan ekstremitas
proksimal. Dari pemeriksaan penunjang, pada pemeriksaan lampu wood,
didapatkan lesi hipopigmentasi pada pitiriasis alba (Janik MP & Heffernan MP,
2008; Goldstein BG & Goldstein AO, 2013).
Pasien didiagnosa banding dengan pitiriasis alba karena ruam dan area
predileksi yang hampir sama dengan pitiriasis versikolor. Yaitu makula putih dan
area di punggung. Namun berdasarkan anamnesa, Tn. AF menyangkal riwayat
munculnya lesi setelah pajanan matahari atau jumlah mandi yang berlebihan.
Selain itu riyawat atopi juga disangkal oleh pasien. Dari pemeriksaan klinik,
didapatkan fenomena Coup d’ongle of Besnier yang tidak ditemukan pada
pitiriasis alba. Dari pemeriksaan penunjang, pada pemeriksaan lampu wood pada
pitiriasis versikolor didapatkan florosensi berwarna kuning keemasan, seperti
yang didapatkan pada Tn. AF. Hasil pemeriksaan lampu Wood seperti ini tidak
didapatkan pada pitiriasis alba. Serta dari pemeriksaan KOH didapatkan bentuk
spora yang berkelompok dan hifa yang pendek-pendek, sesuai dengan teori
yang didapatkan pada pitiriasis versikolor.
3.3 Penatalaksanaan
Pitiriasis versikolor dapat diterapi secara sistemik dan topical. Tingginya
angka kekambuhan merupakan suatu masalah, dimana mencapai 60% pada
tahun pertama dan 80% pada tahun kedua. Oleh karena itu diperlukan terapi
profilaksis untuk mencegah rekurensi.
1. Pengobatan Topikal
Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten.
Obat yang dapat digunakan adalah :
- Selenium sulfide 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali seminggu.
Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit
sebelum mandi.
- Turunan azole misalnya mikonazol, ketoconazol, isokonazol dalam
bentuk topical,
- Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%
- Larutan tiosulfas natrikus 25%, dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi
selama 2 minggu.
2. Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus pitiriasis versikolor yang luas
atau jika pemakain obat topical tidak berhasil. Obat yang dapat diberikan adalah :
- Ketoconazol 200 mg/hari selama 10 hari
- Itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari, disarankan untuk kasus
kambuhan atau tidak responsif dengan terapi lainnya.
Untuk pencegahan dapat disarankan pemakain 50% propilen glikol dalam
air atau sistemik ketoconazole 400 mg/hari, sekali sebulan. Pada daerh endemic,
untuk pencegahan penyakit dapat disarankan pemakaian ketoconazole 200
mg/hari selama 3 hari setiap bulan atau pemakain shampoo selenium sulfide
sekali seminggu.
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus pitiriasis versikolor pada seorang pria usia
23 tahun. Dari anamnesis yang menunjang adalah bercak putih di punggung
sejak 1 minggu yang lalu. Bercak putih lama-kelamaan bertambah jumlahnya.
Bercak putih menjadi bersisik jika digores dengan jari dan bercak tidak gatal.
Pasien memiiliki kebiasaan tidak segera mengganti baju di rumah setelah
bepergian. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan lesi makula hipopigmentasi,
multipel, ukuran ±2-4 mm, berbatas tegas, bentuk bulat dan oval, tertutup
skuama tipis dan putih. Ditemukan juga lesi makula hiperpigmentasi, multipel,
ukuran ± 3-5 mm, batas tegas, bentuk bulat dan oval. Didapatkan fenomena
coup d’ongle of Besnier. Dari pemeriksaan penunjang, pada pemeriksaan lampu
wood, didapatkan lesi makula berwarna kuning keemasan. Dan dari
pemeriksaan KOH didapatkan hifa yang pendek-pendek dan spora yang
berkelompok seperti bentukan spaghetti dan meatballs. Diberikan terapi losion
selenium sulfida 2,5% selama 7 hari, dioleskan di punggung, kemudian ditunggu
selama 10-15 menit kemudian dibilas dengan air. Prognosis untuk pasien ini
adalah quo ad vitam ad bonam, quo ad sanam ad bonam, quo ad functionam ad
bonam, dan quo ad kosmetika ad bonam.
Daftar Pustaka
Arenas R. Pityriasis Versicolor. In: Arenas R, Estrada R,eds. Tropical Dermatology. USA. George Town, Texas: Landes Bioscience. 2001. pg. 12-6.
Budimulja U. Pitiriasis Versikolor. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007. hal. 100-1.
Burkhart CG. 2013 (updated). Tinea Versicolor. Edited by Schwarzenberger K, Wells MJ, Chan EF, Quirk CM, Elston DM.(Online). (http://emedicine.medscape.com/article/1091575-overview#showall, diakses 1 Februari 2014, pukul 11.00 WIB).
Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit kulit yang umum di Indonesia. Medical Multimedia Indonesia. Jakarta. 2005:33-4.
Goldstein BG & Goldstein AO. 2013 (updated). Tinea Versicolor. Edited by Dellavalle RP, Levy ML, dan Ofori AO. (Online).
Habif TP. Tinea Versicolor. In: Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th Edition. USA. Mosby. 2004. pg. 451-54.
Janik MP, Heffernan MP. Yeast infection : Candidiasis and Tinea (pityriasis) Versicolor. In : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th Edition. New York : McGraw-Hill. 2008; pg.1828-30.
Keddie F. 1963. Clinical Signs in Tinea Versicolor. Arch Dermatol 1963;87(5):641-642.
Partogi D. Pityriasis Versicolor dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam Bercak Putih Pada Kulit). USU e-Repository. 2008; 2-4. (Online).(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3417/1/08E00851.pdf, diakses 1 Februari 2014, pukul 16.00 WIB).
Wolff K & Johnson RA. 2009. Section 25 - Fungal Infections of The Skin and Hair; Fitzpatrick's Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology, 6th Ed., McGraw Hill Professional, USA.
top related