usulan penelitian suhandana tanjunguban umrah
Post on 26-Jul-2015
186 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan
Indonesia (1,9 juta km2) tersebar pada sekitar 17.500 buah pulau yang disatukan
oleh laut yang sangat luas (sekitar 5,8 juta km2). Panjang garis pantai yang
mengelilingi daratan tersebut adalah sekitar 81.000 km, yang merupakan garis
pantai tropis terpanjang atau terpanjang kedua setelah Kanada (Dahuri, 2003).
Indonesia yang berada pada pada posisi 60 Lintang Utara – 110 Lintang
Selatan dan 950 Bujur Timur – 1410 Bujur Barat merupakan sebuah Negara
kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.500 buah pulau yang disatukan
dengan laut yang sangat luas (5.8 juta km2). Berbagai potensi sumberdaya yang
terkandung didalamnya baik terbaharui maupun tidak terbaharui. Pemanfaatan
sumber daya kelautan dengan tepat dan benar akan meningkatkan kesejahteraan
kehidupan manusia.
Secara Geografis Provinsi Kepulauan Riau terletak pada 04015’ LU -
0o45’LS dan 103011’ – 109o10’ BT. Provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah
kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan kecil kurang lebih 2.408 buah dimana
sebanyak 366 pulau telah berpenghuni dan 2.042 pulau belum berpenghuni. Luas
total wilayah Provinsi Kepulauan Riau adalah 253.420 km2 terdiri dari luas lautan
242.825 km2 (96%) dan luas daratan 10.595,41 km2 (4%).
Kepulauan Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memiliki luas laut lebih luas daripada daratan yaitu 96% merupakan lautan,
sehingga Kepri memiliki potensi untuk memanfaatkan sumber daya alam yang
terkandung didalamnya untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan
masyarakatnya. Selain potensi sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan tersebut,
perairan Kepri juga dimanfaatkan sebagai jalur transportasi antar Kota dan antar
Negara serta juga dimanfaatkan untuk kegiatan kegiatan-kegiatan lain, seperti
penambangan, tempat pembuangn limbah, pemukiman, dan sebagai sumber mata
pencaharian.
Kelurahan Tanjunguban Kota merupakan bagian dari Kecamatan Bintan
Utara, Kabupaten Bintan. Pengambilan studi kasus di Kelurahan Tanjunguban
Kota ini sebagai lokasi praktik lapang sangatlah tepat, dikarenakan oleh
Kelurahan Tanjunguban kota merupakan salah satu wilayah yang aktifitas
penduduknya sangat padat, didaerah perairan Tanjunguban Kota terdapat jalur
pelayaran yang menghubung Tanjunguban-Batam dan daerah lainnya dan di
Tanjunguban Kota terdapat depot pertamina.
dimana tidak menutup kemungkinan akan terganggunya keseimbangan
biokimia perairan Tanjunguban di masa yang akan datang oleh aktifitas pelayaran
maupun masyarakat itu sendiri.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas adalah:
Bagaimana Keadaan Umum Perairan Laut Kelurahan Tanjunguban Kota
Kecamatan Bintan Kabupaten Bintan Provinsi Kepri, mencakup : kondisi
parameter fisika, kimia dan biologi.
1.3. Tujuan
Tujuan dari praktik lapang ini adalah:
Untuk mengetahui kondisi umum perairan laut kelurahan tanjunguban
kecamatan bintan kabupaten bintan provinsi kepri yang meliputi :
- Parameter Fisika
- Parameter Kimia dan
- Parameter Biologi
1.4. Manfaat
Praktik lapang ini diharapkan dapat memberi manfaat sabagai bahan masukan
bagi pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten Bintan dalam pengelolaan
perairan laut serta pihak-pihak yang membutuhkan untuk mengevaluasi dan
menindaklanjuti kegiatan dan aktifitas masyarakat maupun pembangunan daerah
yang akan berdampak buruk bagi kondisi perairan laut di Kelurahan Tanjunguban
ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perairan Laut
Lingkungan laut sangat luas cakupannya dan sangat majemuk sifatnya.
Karena luasnya dan majemuknya lingkungan tersebut. Tiada satu kelompok biota
laut pun yang mampu hidup disemua bagian lingkungan laut tersebut dan di
segala kondisi lingkungan yang berbeda-beda kedalam lingkungan-lingkungan
yang berbeda pula. Para ahli oseanologi membagi-bagi lingkungan laut menjadi
zona-zona atau yang memintakat-mintakat menurut kreteria-kreteria yang berbeda
(Romimohtarto,2001).
Laut merupakan suatu tempat mata pencarian bagi orang-orang asia
tenggara yang telah berumur berabad-abad lamanya. Tidak dimana pun juga hal
ini benar-benar dapat dilihat diIndonesia dimana Negara ini terdiri dari lebih
kurang 13.000 pulau yang tersebar. Kebanyakan penduduk yang berjumlah
140.000.000 bertempat timggal berbatasan dengan lautan. Sejak dahulu lautan
telah memberi manfaat kepada manusia untuk dipergunakan suatu sarana untuk
berpergian, perniagaan dan perhubungan dari suatu tempat ketempat lain. Akhir-
akhir ini diketahui bahwa lautan banyak mengandung sumber-sumber alam yang
berlimpah-limpah jumlahnya dan bernilai berjuta-juta dolar (Hutabarat,1985).
2.2. Parameter Fisika
2.2.1 Suhu
Suhu adalah ukuran derajat panas atau dingin suatu benda,alat yang
digunakan untuk mengukur suhu disebut thermometer. Faktor yang memengaruhi
suhu permukaan laut adalah letak ketinggian dari permukaan laut (Altituted),
intensitas cahaya matahari yang diterima, musim, cuaca, kedalaman air, sirkulasi
udara, dan penutupan awan (Hutabarat dan Evans, 1985).
Secara umum suhu perairan nusantara mempunyai perubahan suhu baik
harian maupun tahunan, biasanya berkisar antara 27°C – 32ºC. Suhu air
merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam pengkajian-pengkajian
kelautan. Data suhu dimanfaatkan untuk mempelajari gejala-gejala fisik didalam
laut serta kaitannya dengan kehidupan hewan atau tumbuhan. (Nontji, 2007)
Suhu air dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi dari lepas pantai. Sinar
matahari yang diserap oleh permukaan laut cenderung memiliki suhu yang panas
hingga kedalaman 200 meter. Pada kedalamam 200-1000 meter akan terjadi
thermocline, dimana suhu perairan turun secara mendadak (Sukandarrumidi,
2009).
Suhu air mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan,
terutama dalam proses metabolisme. Pada perairan alami berkisar antara 25-30oC,
merupakan kisaran yang baik bagi ikan (Nontji, 2007). Sedangkan menurut
Romimohtarto dan Juwana (2005), suhu alami air laut berkisar antara suhu
dibawah 0ºC sampai 33ºC yang membeku pada suhu -1,9ºC.
2.2.2 Arus
Arus adalah pergerakan massa air secara horizontal yang disebabkan oleh
angin yang bertiup terus menerusdipermukaan dan densitas air. ( Sidjabat,1976 ).
Menurut Hadikusumah (1988) Menyatakan system sehingga menuju arus atau
pola sirkulasi merupakan salah satu aspek dinamika air yang sangat penting
karena berpengaruh terhadap lingkungan disekitarnya. Misalnya terdapat sebaran
biologi, kimia, polusi dan sedimen.
Arus juga merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dikarenakan
tiupan angin atau perbedaan densitas/pegerakan gelombang panjang
(Nontji,1987). Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain arah
angin,perbedaan tekanan air,perbedaan densitas air,gaya coriolis dan arus
ekman,topografi dasar laut,arus permukaan,opweling dan downwelling.
Menurut Sahala Hutabarat (1986) Selain angin, arus dipengaruhi oleh paling
tidak tiga faktor yaitu,:
1. Bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada disekitarnya.
2. Gaya coriollis dan arus ekman.
3. Perbedaan densitas serta upwelling dan singking.
Adapun jenis-jenis arus dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
1. Berdasarkan penyebab terjadinya
• Arus ekman yaitu arus yang di pengaruhi oleh angin.
• Arus termohaline yaitu arus yang dipengaruhi oleh densitas dan gravitasi.
• Arus pasut yaitu arus yang dipengaruhi oleh pasut.
• Arus geostropik yaitu dipengaruhi oleh gradient tekanan mendatar dan gaya
coriollis.
2. Berdasakan kedalaman
• Arus permukaan yaitu terjadinya beberapa ratus meter dari permukaan,bergerak
dengan arah horizontal dan dipengaruhi oleh sebaran angin.
• Arus dalam yaitu terjadi jauh didasar kolam perairan arah pergerakan tidak
dipengaruhi oleh pola sebaran angin dan membawa massa air dari daerah kutub
kedaerah ekuator
2.2.3. Kecerahan
Kecerahan air laut merupakan tinggi rendahnya cahaya matahari yang
menembus di suatu badan perairan. Nilai kecerahan dapat dinyatakan dalam
satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran,
kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan
pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah
(Effendi, 2003).
Kecerahan suatu perairan menetukan sejauh mana cahaya matahari dapat
menembus suatu perairan dan sampai kedalaman berapa proses fotosintesis dapat
berlansung sempurna. Kecerahan yang mendukung apabila Seichi disk mencapai
20-40 cm dari permukaan. ( Chakroff dalam Syukur,2002)
Tinggi rendahnya tingkat kecerahan perairan sangat dipengaruhi intensitas
cahaya matahari yang dapat menembus kedalaman lapisan perairan. Intensitas
cahaya yang masuk ke dalam perairan akan berkurang dengan semakin besarnya
kedalaman perairan (Hutabarat dan Evans, 1985).
2.2.4. Pasang Surut
Pasang surut terjadi karena interaksi gaya tarik (gravitasi) matahari dan
bulan terhadap bumi serta gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh rotasi dan
sistem bulan. Akibat gaya ini, air samudra tertarik keatas naik turunnya
permukaan air laut secara periodik selama satu interval waktu tertentu disebut
pasang surut. Pasang surut merupakan faktor lingkungan yang paling penting
yang mempengaruhi kehidupan di zona intertidal. (Nybakken, 1992).
Berbeda dengan arus yang disebabkan oleh angin yang hanya terjadi pada
air lapisan tipis di permukaan, arus pasang-surut bisa mencapai lapisan yang lebih
dalam. Ekspedisi Snellius I (1929-1930) di perairan Indonesia bagian Timur dapat
menunjukkan bahwa arus pasang-surut masih dapat diukur pada kedalaman lebih
dari 600 m (Nontji dalam Muhammad, 2007).
Menurut wibisoso (2005) ada tiga jenis pokok pasang surut yaitu:
1. Pasang surut tipe harian tunggal (Diurnal Type) yaitu selama 24 jam terdapat
satu kali pasang dan satu kali surut.
2. Pasang surut tipe harian ganda (semi diurnal type) yaitu merupakan dalam
waktu 24 jam terdapat dua kali pasang dan dua kali surut.
3. Pasang surut tipe campuran yaitu dalam waktu 24 jam terdapat bentuk
campuran yang condong ke tipe harian tunggal atau tipe harian ganda.
2.2.5. Gelombang
Gelombang adalah peristiwa naik turunnya permukaan air laut dari ukuran
kecil (tiak) sampai yang paling panjang (pasang surut). Gelombang yang terjadi
diperaiaran teluk pelabuhan ratu merupakan gelombang hasil rambatan yang
terjadi disamudra Indonesia.gelombang ini dipengaruhi oleh kondisi topograpik
dasar laut dan keadaan angin,hasil pengamatan memperlihatkan bahwa keadaan
gelombang tertinggi terjadi pada periode bulan desember sampai februari (musim
barat),ketinggian gelombang mencapai 2.5 m – 5 m.sedangkan pada bulan lainnya
tinggi gelombang yang tercatat kurang dari 1,5 meter (Nurjaya,1993).
Penyebab utama terjadinya gelombang adalah angin.gelombang dipengaruhi
oleh kecepatan angin, lamanya angin bertiup,dan jarak tanpa rintangan saat angin
bertiup (fetch). Gelombang terdiri dari panjang gelombang, tinggi gelombang,
periode gelombang, kemiringan gelombang dan frekuensi gelombang. Panjang
gelombang adalah jarak berturut-turut antara dua puncak atau dua buah lembah.
Tinggi gelombang adalah jarak vertical antara puncak dan lembah gelombang.
Periode gelombang adalah waktu yang dibutuhkan gelombang untuk
kembali pada titik semula.kemiringan gelombang adalah perbandingan antara
tinggi dan panjang gelombang.frekuensi gelombang adalah jumlah gelombang
yang terjadi dalam satu-satuan waktu.
2.2.6. Kedalaman
Menurut Wibisono, (2005) menyatakan bahwa kedalaman suatu perairan
didasari pada relief dasar dari perairan tersebut. Perairan yang dangkal kecepatan
arus relatif cukup besar dibandingkan dengan kecepatan arus pada daerah yang
lebih dalam (Odum dalam Kangkan A.L. pdf, 2006). Semakin dangkal perairan
semakin dipengaruhi oleh pasang surut, yang mana daerah yang dipengaruhi oleh
pasang surut mempunyai tingkat kekeruhan yang tinggi. Kedalaman perairan
berpengaruh terhadap jumlah dan jenis organisme.
Kedalaman dapat mempengaruhi nilai suhu dan kecerahan. Tinggi
rendahnya tingkat kecerahan perairan sangat dipengaruhi intensitas cahaya
matahari yang dapat menembus kedalaman lapisan perairan. Intensitas cahaya
yang masuk ke dalam perairan akan berkurang dengan semakin besarnya
kedalaman perairan (Hutabarat dan Evans, 1985).
2.2.7. Tipe Substrat
Tipe substrat dasar perairan pesisir ditentukan oleh arus dan gelombang dan
kelandaian (slope) pantai. Menurut Sumich (1992), Nybakken (1997), dan Barnes
dan Hughes (1999) substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe,
antara lain: lumpur, lumpur berpasir, pasir, dan berbatu. Daerah pesisir dengan
kecepatan arus dan gelombang yang lemah memiliki subtrat yang cenderung
berlumpur. Daerah ini biasa terdapat di daerah muara sungai, teluk atau pantai
terbuka dengan kelandaian yang rendah, sedangkan pada daerah pesisir yang
mempunyai arus dan gelombang yang kuat disertai dengan pantai yang curam,
substrat cenderung berpasir sampai berbatu.
2.3. Parameter Kimia
2.3.1. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah jumlah oksigen yang ada
dalam kolom air. Dalam lingkungan perairan level oksigen terlarut dipengaruhi
oleh temperatur, salinitas, dan ketinggian. Oksigen terlarut (DO) sangat
dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi (Afrianti, 2000). Sumber
utama oksigen terlarut dalam air menurut Basyarie (1995) adalah difusi udara dan
dari hasil fotosintesis biota berklorofil yang hidup di perairan.
Sutarman (1993) menambahkan bahwa pada suhu perairan yang tinggi, aktifitas
metabolisme perairan akan semakin meningkat dimana pada kondisi tersebut
kadar oksigen yang dikonsumsi semakin bertambah dan kelarutan oksigen dalam
air menurun dengan bertambahnya suhu air, dan sebaliknya pada suhu perairan
rendah, laju metabolisme dan kadar oksigen yang dikonsumsi juga rendah.
Fardiaz (1992) mengemukakan, oksigen terlarut merupakan kebutuhan
dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air, kehidupan makhluk
hidup dalam air tersebut tergantung pada kemampuan air untuk mempertahankan
konsentrasi oksigen, minimal yang dibutuhkan untuk kehidupan. Kandungan
oksigen di dalam air untuk dapat mendukung kehidupan organisme air menurut
Afrianto dan Liviawati (1994) berkisar antara 4-8 mg/liter.
Parameter kualitas air berdasarkan kandungan oksigen terlarut (DO) menurut
(Schmitz, 1971 dalam Alfan, 1995). Semakin besar suhu dan ketinggian
(altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin
kecil (Jeffries dan Mills dalam Effendi, 2003).
2.3.2. Salinitas
Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per
mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung
dalam 1000 gram air laut (Wibisono, 2005). Salinitas dipengaruhi oleh pasang
surut, curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi suatu perairan. Akibatnya,
salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan lainnya,
misalnya perairan darat, laut dan payau. (Nontji 2007) menyatakan bahwa
salinitas diperairan berkisar antara 24‰ - 35 ‰. Sebaran salinitas dilaut
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan
dan aliran sungai.
Nontji (2007) menyatakan bahwa salinitas diperairan berkisar antara 24‰
- 35 ‰. Sebaran salinitas dilaut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Tinggi rendahnya salinitas
air laut salah satu penyebabnya yaitu dipengaruhi oleh faktor cuaca, pada saat
musim panas salinitas akan meningkat dan sebaliknya salinitas dapat turun dratis
apabila tingginya curah hujan yang terjadi. Seperti yang terjadi di laut Mediterania
dan laut merah salinitasnya akan mencapai 390/00 hingga 40 0/00 (Sukandarrumidi,
2009).
2.3.3. Derajat Keasaman (pH)
pH merupakan suatu ekspresi dan konsentrasi ion hydrogen (H+) di dalam
air. Besarnya dinyatakan dalam minus logaritma dan konsentrasi ion H. Tidak
semua makhluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH. Untuk itu alam telah
menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi atau terjadi tetapi
dengan cara perlahan. Sistem pertahanan ini dikenal sebagai kapasitas pem-
buffer-an pH sangat penting sebagai parameter kualitas air. Karena ia mengontrol
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah
perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan
petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan
dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota
laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi
antara 6,0-8,5 (Anonymous b, 2009).
Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang sangat asam dan dapat
menyebabkan kematian makhluk hidup, sedangkan pH > 9,5 merupakan perairan
yang sangat basa yang dapat menyebabkan kematian dan mengurangi
produktivitas perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif lebih
stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7 – 8,4.
pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam
karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982; Nybakken, 1992).
pH air yang tidak optimal berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangbiakan ikan, menyebabkan tidak efektifnya pemupukan air di kolam
dan meningkatkan daya racun hasil metabolisme seperti NH3 dan H2S. pH air
berfluktuasi mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola hubungan terbalik,
semakin tinggi kandungan CO2 perairan, maka pH akan menurun dan demikian
pula sebaliknya. Fluktuasi ini akan berkurang apabila air mengandung garam
CaCO3 (Cholik et al., 2005).
2.3. Biota Perairan
Biota laut adalah berbagai jenis organisme hidup di perairan laut yang
menurut fungsinya digolongkan menjadi tiga, yaitu produsen merupakan biota
laut yang mampu mensintesa zat organik baru dari zat anorganik, kedua adalah
konsumen merupakan biota laut yang memanfaatkan zat organik dari luar
tubuhnya secara langsung. Dan yang ketiga adalah redusen merupakan biota laut
yang tidak mampu menelan zat organik dalam bentuk butiran, tidak mampu
berfotosintesis namun mampu memecah molekul organik menjadi lebih
sederhana.
Nontji (2005) menyatakan, plankton adalah organisme renik yang
umumnya melayang-layang dalam air atau kemampuan renangnya lemah
sehingga pergerakannya sangat tergantung dari pergerakan air. Plankton dapat
berupa tumbuhan (fitoplankton) maupun hewan (zooplankton). Kelimpahan
plankton secara terus-menerus berubah pada berbagai tingkatan (skala) sebagai
respon terhadap perubahan kondisi lingkungan, baik yang ada di suatu perairan
mempunyai penyebaran dan aktivitas yang berbeda. Hal ini dipengaruhi berbagai
faktor fisik dan kimiawi perairan (Effendi, 2000). Sedangkan untuk zooplankton
banyak dijumpai di dekat permukaan laut.
BAB III
METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Rencana waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan praktik lapang ini
adalah pada bulan April s/d Juni 2012, dan lokasi pelaksanaan praktik lapang ini
adalah di Kelurahan Tanjunguban Kecamatan Bintan Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau.
3.2. Alat dan Bahan
No Nama Alat Satuan Keterangan
1 GPS xoy’z” Untuk menentukan posisi
2 Thermometer oC Untuk mengukur suhu
3 Secchi disk cm Untuk mengukur kecerahan
4 Tali, Pelampung dan
Stopwatch
m/s Untuk mengukur kecepatan arus
5 Tonggak kayu cm Untuk mengukur pasang surut dan
Gelombang
6 Pemberat dan tali cm Untuk mengukur Kedalaman
7 Refraktometer o/oo Untuk mengukur salinitas
8 Kertas pH indikator Untuk mengukur derajat keasaman
9 DO meter mg/l Untuk mengukur oksigen terlarut
10 Plankton Net Untuk mengambil sampel plankton
11 Perlengkapan Alat Tulis Mencatat hasil
12 Daftar Qusioner mencatat data primer dan hasil wawancara
13 Tabel Data Untuk mencatat data hasil di lapangan
14 Aquades dan Tisu Untuk kalibrasi alat
15 Kamera Dokumentasi
Tabel 1. Alat dan Bahan
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan skunder. Untuk
pengumpulan data primer metode yang digunakan dalam praktik lapang ini adalah
metode survei yaitu pengamatan langsung kelapangan terhadap kondisi perairan
di Kelurahan Tanjunguban Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau, sedangkan untuk data skunder dikumpulkan melalui kantor
camat, kantor lurah dan instansi/ dinas terkait lainnya, serta lembaga-lembaga
pemerintahan maupun non pemerintahan lainnya.
Untuk pengambilan sampel qusioner dilakukan dengan metode Purposive
Sampling (sampel dengan maksud / pertimbangan), yaitu Pengambilan sampel
dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang menganggap
unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil
(Rozaini Nasution, 2003).
3.3.1 Penentuan Stasiun Pengamatan
Lokasi atau stasiun yang ditentukan untuk pengamatan parameter perairan
harus mewakili wilayah kajian, dan juga harus dapat mengindikasikan atau
mewakili setiap stasiun wilayah kajian. Selain itu antara stasiun
pengamatan yang satu dengan yang lainnya setidaknya memiliki gambaran
perbedaan keadaan perairan, sehingga keseluruhan hasil akhir yang
diperoleh dapat menggambarkan keadaan umum periran lokasi praktek
lapang secara menyeluruh.
3.4. Pengukuran Kualitas Perairan
3.4.1. Parameter Fisika Perairan
Pengukuran parameter fisika perairan seperti Suhu, Kecerahan, dilakukan
tiga kali (3x) sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari, serta dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali (3x) di setiap pengukurannya, ini dilakukan untuk
mengetahui perbedaaan yang terjadi pada setiap pengukuran baik pagi, siang dan
sore hari. Sedangkan pasang surut dilakukan tiap jam selama 24 jam. Untuk
pengukuran gelombang dan kecepatan arus diukur pada saat pasang dan surut, ini
dilakukan karena gelombang dan kecepatan arus dipengaruhi oleh pasang surut,
dan pada pengukuran gelombang dan kecepatan arus ini juga dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali (3x) di setiap pengukurannya. Selain itu
pengukuran kedalaman di ukur pada setiap titik pengukuran atau pengamatan
sebanyak satu kali saja, sedangkan untuk pengambilan jenis substrat juga
dilakukan pengambilan sampel pada setiap titik pengukuran atau pengamatan saja.
3.4.1.1. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan pada permukaan perairan. Pengukuran suhu
ini dilakukan dengan menggunakan thermometer. Sebelum melakukan
pengukuran, sebaiknya thermometer di kalibrasi dulu dengan cara mengkibas-
kibaskan thermometer sampai 00C. Kemudian celupkan thermometer ke dalam
perairan kemudian dilihat nilai suhu pada thermometer tersebut. Pengukuran suhu
dilakukan pada pagi, siang dan sore hari.
3.4.1.2. Arus
Untuk dan mengukur kecepatan arus permukaan laut dapat dilakukan
secara manual yaitu dengan menggunakan alat yang sederhana yaitu dengan
menggunakan pelampung yang diikat dengan tali. Pelampung yang telah diikat
sepanjang 2 meter kemudian dilemparkan kepermukaan laut dan secara bersamaan
jalankan stopwarch untuk mengukur berapa lama waktu yang dibutuhkan
sehingga talinya menegang. Pengukuran kecepatan arus dilakukan ketika pasang
dan surut. Kecepatan arus dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
Dimana :
V : Kecepatan arus (m/det)
S : Panjang tali yang terulur (m)
t : Waktu yang diperlukan (dtk)
3.4.1.3. Kecerahan
Pengukuran kecerahan perairan diukur dengan menggunakan secchi disc.
Secchi disc diturukan ke dalam perairan secara perlahan sampai tidak kelihatan,
setelah itu ukur panjang tali secchi disc dari permukaan perairan hinggga
kedalaman secchi disc tidak terlihat (jarak hilang). Kemudian secchi disc
diturunkan sampai kedasar perairan dan ditarik perlahan-lahan ke atas sampai
secchi disc kelihatan, kemudian ukur panjang tali secchi disc dari permukaan
hingga kedalamam secchi disc kelihatan (jarak tampak). Pengukuran kecerahan
dilakukan pada pagi dan sore hari, dengan persamaan sebagai berikut :
Kecerahan = jarak hilang + jarak tampak
2
3.4.1.4. Pasang Surut
Pengukuran pasang surut dilakukan dalam waktu 24 jam. Pengukuran ini
dilakukan dengan menggunakan tonggak kayu berskala yang telah diberi tanda
ukuran dan dipancangkan ke dasar perairan, hasil pengukuran dinyatakan dalam
centimeter. Tinggi pasut diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
Tinggi pasut = Pasang tertinggi – Surut terendah.
3.4.1.5. Kedalaman
Pengukuran kedalaman dilakukan dengan menggunakan Pemberat yang
telah diikat tali (diberi tanda seperti meteran) disalah satu ujungnya. Pemberat
dicelupkan keperairan hingga kedasar, tali ditegangkan lalu diukur tinggi
permukaan air pada tali. Seetelah itu lakukan pengulangan dan dirata-ratakan.
Pengukuran kedalaman dilakukan ketika pasang dan surut.
3.4.1.6. Tipe Substrat
Untuk menentukan tipe substrat, dapat dilakukan dengan metode
mengambil atau mengangkat substrat dari dasar perairan, artinya dapat diambil
dengan tangan dan masukkan sampel substrat tersebut ke dalam wadah, lalu
kemudian di amati apakah substrat tersebut batu, pasir, lumpur, atau lainnya
3.4.2. Parameter Kimia Perairan
3.4.2.1. Oksigen Terlarut (DO)
Untuk mengukur oksigen terlarut digunakan DO meter, adapun cara
penggunaannya yakni DO meter sebelum digunakan sebaiknya perlu dikalibarasi
terhadap temperatur dan tekanan udara, setelah itu alat perlu diset pada temperatur
dan salinitas , kemudian probe pada DO meter dicelupkan ke dalam perairan dan
setelah itu dibaca hasilnya pada display atau tampilan layar. Pengukuran DO
dilakukan pada pagi dan sore hari.
3.4.2.2. Salinitas
Salinitas perairan laut dapat diukur dengan menggunakan Refraktometer.
Sebelum pengukuran dilakukan tetesi refraktometer dengan aquades bertujuan
untuk mengkalibrasi alat, setelah itu bersihkan dengan kertas tisu sisa aquades
yang tertinggal. Kemudian teteskan air sampel yang ingin diketahui salinitasnya,
lihat ditempat yang bercahaya dan catat hasilnya yang ditunjukkan oleh skala.
Setelah selesai pengukuran bilas kaca prisma dengan aquades, dan keringkan
dengan tisu. Pengukuran salinitas dilakukan ketika pasang dan surut.
3.4.2.3. Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH indikator yang
dicelupkan + 1 detik kedalam perairan, diamkan sampai kering kemudian
dicocokan dengan warna standarnya pada skala pH indikator. Pengukuran pH
dilakukan pada pagi dan sore hari.
3.4.3. Biota Perairan
Metode untuk memperoleh data biota perairan dilakukan dengan cara
hanya melihat secara visual saja akan biota-biota yang ada di daerah atau
dilingkungan sekitar lokasi praktik lapang, kemudian biota-biota yang kita lihat
tersebut dicatat pada tabel yang telah ada.
Sedangkan untuk pengambilan sampel plankton dilakukan dengan
memasukkan plankton net nomor 25 mikron ke bawah permukaan perairan
sampai kedalaman 0,50 meter. Pengambilan air sampel dilakukan pada setiap titik
dua kali serokan dan setiap kali serokan berjarak ± 50 m dengan cara menyerok
sampel berlawanan arah dengan arus air laut lalu air sampel yang tersaring
dimasukkan ke dalam botol sampel dan langsung dibawa ke laboratorium untuk
kemudian di amati dan di identifikasi jenis plankton yang terdapat di dalamnya.
3.5. Analisis Data
Data primer dan data sekunder yang telah diperoleh disajikan dalam
bentuk tabel, skema dan gambar. Data-data tersebut selanjutnya dianalisis secara
deskriptif setelah ditabulasikan serta dilakukan analisis terhadap permasalahan
yang berkaitan dengan kualitas perairan yang dijumpai di Kelurahan
Tanjunguban sehingga dapat diperoleh alternatif pemecahan permasalahannya
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R. 2003.Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Dahuri, M., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan
Sumber Daya Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita.
Jakarta, Indonesia.
Hardjojo B dan Djokosetiyanto. 2005. Pengukuran dan Analisis Kualitas Air.
Edisi Kesatu, Modul 1 - 6. Universitas Terbuka. Jakarta.
Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). 2004. Keputusan Menteri KLH No.
51/2004 Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. KLH, Jakarta.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 201 Tahun 2004.
Kinne, O. 1972. Marine Ecology. John Wiley & Sons Limited, London.
Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Jakarta : PT. Gramedia.
Presetiahadi, K.1994. Kondisi Oseanografi Perairan Selat Makassar pada Juli
1992 (Musim Timur). Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan.
Fakultas Perikanan IPB. Bogor.
Rahayu S. 1991. Penelitian Kadar Oksigen Terlarut (DO) dalam Air bagi
Kehidupan Ikan. BPPT No. XLV/1991. Jakarta.
Tomascik, Tomas et.al. 1997. The Ecology of the Indonesian Seas Part One.
Periplus Editions. Hong Kong.
Nasution, Rozaini. 2003. Teknik Sampling. Penerbit USU Digital Library. Medan.
Romimohtarto,K. dan S. juwana. 2001. biologi laut :Ilmu Pengetahuan Tentang
Biologi Laut. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.
Hutabarat, S dan Evans, S.1985. Pengantar Oseanografi. UI Press – Jakarta.
Sukandarrumidi. 2009. Marine Resources. Yayasan Pustaka Nusatama.
Yogyakarta.
Lampiran 1
ORGANISASI PRAKTIK LAPANG
Pelaksana praktik lapang
Nama : suhandana pahlawan
NIM : 090254241 082
Program Studi : Ilmu Kelautan
Dosen Pembimbing
1. Nama : Ir. Soeharmoko
Jabatan : Pembimbing
Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
UMRAH
Alamat : Jl. Ir.Sutami Gg. Beringin No.6
Lampiran 2
JADWAL PRAKTIK LAPANG
Praktik Lapangan ini membutuhkan waktu sekitar tiga bulan dimulai
dengan persiapan sampai dengan pengolahan dan penyusunan laporan praktik
lapangan. Praktik lapangan ini dimulai bulan April 2012 – Juni 2012.
NO KEGIATANBULAN (tahun 2012)
April Mei Juni
1 Persiapan praktik
2 Pengumpulan data
sekunder
3 Praktik lapangan
4 Pengolahan data
5 Penulisan hasil praktik
Lampiran 3
RINCIAN ANGGARAN BIAYA
No Uraian Kegiatan vol Sat
Biaya /
Satuan
(Rp)
Jumlah
Biaya
(Rp)
1 Biaya Transportasi dan Akomodasi
Sewa pompong 1 Unit 300.000 300.000
2 Biaya Habis Pakai
Kertas
Alat Tulis
Fotocopy dan Jilid
3
1
3
Paket
Paket
paket
35.000
50.000
100.000
105.000
50.000
300.000
3 Biaya Lain-Lain
Konsumsi
Laporan Akhir
1
1
Org
Org
500.000
100.000
500.000
100.000
Total Biaya 1.355.000
Terbilang : Satu Juta Tiga Ratus Lima Puluh Lima Ribu Rupiah.
Lampiran 4
OUTLINE
LAPORAN PRAKTIK LAPANG
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan praktik lapang
1.3 Manfaat praktik lapang
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. METODE PRAKTIK LAPANG
3.1. Waktu dan Tempat Praktik
3.2. Alat dan Bahan
3.3. Metode Praktik
3.4. Analisis data
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil praktik lapang
4.2. Pembahasan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 5. Lembar Data Pengamatan Parameter Fisika Kimia
Nama Lokasi : Desa/Kelurahan :
Tanggal: Pukul: Posisi GPS :
Titik/
Plot
No.
Ulang
an
Parameter Fisik Kimia Perairan Laut
pH
Salinit
as
(PSU)
Suhu
(oC)
Tekstur
Tanah/
Substrat
Kecerahan DO Keterangan
Lampiran 6. Lembar Data Pengamatan Fauna
Nama Lokasi : Desa :
Tanggal: Pukul: Posisi GPS :
No Jalur Plot
Fauna
Teresterial Akuatik
Jenis Famili Jumlah Jenis Famili Jumlah
Lampiran 7.Lembar Data Pengamatan Gelombang
Nama Lokasi : Desa/Kelurahan :
Tanggal: Pukul: Posisi GPS :
Titik/
Plot
No.
Ulanga
n
Pengamatan
Puncak
Gelombang
Lembah
Gelombang
Tinggi
Gelombang
Perioda
5m
(sekon)
Keterangan
Lampiran 8.Lembar Data Pengamatan Pasang Surut
Nama Lokasi : Desa/Kelurahan :
Tanggal: Pukul: Posisi GPS :
Jam pengamatan Ketinggian permukaan air laut
top related