usulan penelitian lca

46
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Tahu merupakan makanan yang banyak dijumpai dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Kandungan gizi yang cukup tinggi dengan harga yang terjangkau membuat tahu banyak diminati, sehingga untuk memenuhi permintaan kebutuhan masyarakat tersebut berkembang pengrajin tahu di berbagai tempat di Indonesia. Proses produksi tahu menghasilkan output berupa produk tahu dan limbah tahu, dimana limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Limbah cair tahu memiliki polutan yang cukup tinggi, sehingga jika dibuang ke lingkungan begitu saja akan mengakibatkan terganggunya kualitas air dan menurunnya daya dukung lingkungan di perairan di sekitar industri tahu. Rosiana (2006) menyebutkan bahwa penurunan daya dukung lingkungan tersebut menyebabkan kematian organisme air dan menyebabkan terjadinya alga blooming, sehingga menghambat pertumbuhan tanaman air dan menimbulkan bau. 1

Upload: mohamad-andi-winoto

Post on 26-Nov-2015

172 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Usulan Penelitian Lca

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tahu merupakan makanan yang banyak dijumpai dan digemari oleh

masyarakat Indonesia. Kandungan gizi yang cukup tinggi dengan harga yang

terjangkau membuat tahu banyak diminati, sehingga untuk memenuhi permintaan

kebutuhan masyarakat tersebut berkembang pengrajin tahu di berbagai tempat di

Indonesia.

Proses produksi tahu menghasilkan output berupa produk tahu dan limbah

tahu, dimana limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Limbah cair

tahu memiliki polutan yang cukup tinggi, sehingga jika dibuang ke lingkungan

begitu saja akan mengakibatkan terganggunya kualitas air dan menurunnya daya

dukung lingkungan di perairan di sekitar industri tahu. Rosiana (2006)

menyebutkan bahwa penurunan daya dukung lingkungan tersebut menyebabkan

kematian organisme air dan menyebabkan terjadinya alga blooming, sehingga

menghambat pertumbuhan tanaman air dan menimbulkan bau.

Dampak dari buruknya pengelolaan limbah cair tahu dapat mengakibatkan

masalah yang lebih serius seperti gangguan kesehatan pada manusia, gangguan

terhadap keseimbangan ekosistem, dan gangguan terhadap estetika seperti warna,

bau, dan rasa. Pengelolaan limbah dengan cara yang tepat akan dapat

meminimalisir terjadinya masalah-masalah akibat limbah tersebut, sehingga perlu

dilakukan kajian guna mengetahui manajemen yang baik untuk mengatasi

masalah yang timbul.

1

Page 2: Usulan Penelitian Lca

Sistem suatu industri terdiri atas input, proses dan output. Input dalam

sistem yakni berupa pengambilan sumberdaya dari lingkungan ke dalam proses

dan output adalah keluaran dari proses. Pengambilan input yang berlebihan akan

menyebabkan berkurangnya ketersediaan sumberdaya dan output yang berupa

limbah akan berdampak negatif terhadap lingkungan.

Dampak buruk terhadap lingkungan akibat penggunaan energi ataupun

sumberdaya harus dikaji dan diteliti, agar nantinya dapat dikembangkan suatu

sistem manajemen yang lebih baik dalam penggunaan energi dan sumberdaya.

Metode yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi dampak

lingkungan akibat penggunaan energi dan sumberdaya dalam suatu proses

produksi adalah metode Life Cycle Assessment (LCA).

LCA adalah suatu metode untuk menganalisis dampak suatu produk atau

proses tertentu terhadap ekosistem atau lingkungan yang dilakukan dengan

mengidentifikasi, mengklasifikasi, mengukur, menilai, dan menginterpretasikan

hasil. LCA disebut juga penakaran siklus hidup. LCA bersifat menyeluruh pada

setiap tahapan siklus hidup, dimana disetiap tahapan tersebut akan mengkonsumsi

sumberdaya atau energi dan menghasilkan emisi atau limbah yang berdampak

pada lingkungan.

LCA diterapkan guna menangani dampak lingkungan dari produk, proses,

atau aktifitas dalam seluruh siklus hidup mulai dari ekstraksi bahan mentah,

pemrosesan, transportasi, penggunaaan, dan pembuangan akhir. Proses produksi

tahu membutuhkan energi untuk menghasilkan produk dalam jumlah tertentu,

namun apabila konsumsi energi tidak dikelola dengan baik maka akan

menurunkan efisiensi penggunaannya. Manajemen yang buruk terhadap

2

Page 3: Usulan Penelitian Lca

penggunaan energi tidak hanya menurunkan nilai efisiensi penggunaan enrgi

tersebut, namun juga akan berdampak negatif terhadap lingkungan.

Metode pada LCA akan mengidentifikasi, menilai, dan mengevaluasi bagian

proses mana yang memiliki dampak paling besar terhadap lingkungan. Haas

(2000) menyatakan bahwa LCA dikembangkan untuk mengkaji dampak

lingkungan yang ditimbulkan oleh pabrik dan proses produksi.

LCA memungkinkan estimasi dampak secara kumulatif dari seluruh tahapan

siklus hidup produk (Pesonen, 2001).Efisiensi bahan dan energi dalam

pemanfaatan, pemrosesan, dan daur ulang akan menghasilkan keunggulan

kompetitif dan manfaat ekonomi (Hambali, 2003).

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana dampak dari konsumsi energi pada tiap tahap proses produksi

terhadap lingkungan.

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi adanya dampak konsumsi energi ke

lingkungan.

C. Tujuan penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jumlah konsumsi energi selama proses produksi tahu.

2. Mengetahui dampak output penggunaan energi terhadap lingkungan dilihat

dari jumlah emisi terhadap udara dan emisi terhadap air.

3

Page 4: Usulan Penelitian Lca

D. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi terhadap produsen tahu tentang dampak terhadap

lingkungan dari proses produksi tahu.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai gagasan atau ide untuk pemerintah,

swasta ataupun pelaku industri lainnya dalam manajemen penggunaan

energi dan manajemen mengenai dampak terhadap lingkungan.

4

Page 5: Usulan Penelitian Lca

II. KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tahu

Tahu adalah salah satu jenis makanan olahan yang terbuat dari kedelai

(Glycine spp) yang paling digemari masyarakat Indonesia selain tempe, tentunya

karena harganya yang terjangkau dan manfaatnya gizi yang terkandung di

dalamnya. Kandungan gizi yang terkandung dalam tahu dan kedelai dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Gizi Tahu dan Kedelai (Berdasarkan Berat Kering)

No Komponen giziKandungan gizi

Kedelai Tahu1 Protein (gram) 0,39 0,492 Lemak (gram) 0,20 0,273 Karbohidrat (gram) 0,36 0,144 Serat (gram) 0,05 0,005 Abu (gram) 0,06 0,046 Kalsium (mg) 2,53 9,137 Natrium (mg) 0,00 0,388 Fosfor (mg) 6,51 6,569 Besi (mg) 0,09 0,1110 Vitamin B1 (mg) 0,01* 0,00111 Vitamin B2 (mg) 0,00112 Vitamin B3 (mg) 0,03

Sumber: Sarwono dan Saragih (2003)(*) : sebagai B kompleks

Permintaan akan tahu di berbagai daerah terus bertambah, sehingga industri

atau pengrajin tahu banyak muncul dimana-mana. Industri tahu sudah banyak

berkembang baik skala industri rumah tangga maupun skala pabrik. Proses

pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 1.

5

Page 6: Usulan Penelitian Lca

Gambar 1. Diagram proses pembuatan tahu.

Proses pembuatan tahu masih sangat tradisional dan banyak memakai tenaga

manusia. Bahan baku utama pembuatan tahu adalah kedelai dan air, dimana air

digunakan untuk mencuci, merendam, dan merebus kedelai. Dasar pembuatan

tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam kedelai dengan

menggunakan air sebaagai pelarutnya. Setelah protein tersebutlarut, diusahakan

untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan pengendap yakni kalsium

sulfat (CaSO4) atau biasa disebut larut sampai terbentuk gumpalan-gumpalan

protein yang akan menjadi tahu.

6

Page 7: Usulan Penelitian Lca

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan tahu antara lain:

1. Ember

2. Tampah (nyiru)

3. Kain Saring atau kain blancu

4. Kain pengaduk

5. Cetakan

6. Keranjang

7. Rak bambu

8. Tungku atau kompor

9. Alat penghancur (alu)

B. Limbah Industri Tahu

Limbah industri tahu ada dua macam yaitu limbah cair dan limbah padat.

Akibat dari banyaknya penggunaan air pada proses pembuatan tahu, limbah cair

yang dihasilkan juga cukup banyak. Sudaryati (2008) menyatakan bahwa air yang

digunakan dalam proses produksi tahu ± 25 liter per 1 kg bahan baku kedelai.

Kedelai sebagai bahan baku tahu mengandung protein (34,9%), karbohidrat

(34,8%), lemak (18,1%), dan bahan-bahan nutrisi lainnya. Akibatnya, limbah cair

yang dihasilkan dapat mengandung bahan organik yang tinggi.Bahan organik

dalam limbah cair merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Oleh

karena itu, limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemar

sehingga dibutuhkan pengolahan limbah yang memadai.

Karakteristik limbah cair industri tahu berupa pH, BOD, COD, TSS,

ammonia, nitrat, dan nitrit. Kajian mengenai ambang batas dari limbah cair

7

Page 8: Usulan Penelitian Lca

industri tahu diatur dalam KEP/MENLH/No.51/II/1995 tentang Baku Mutu

Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri untuk golongan I (Lampiran A), kadar pH,

TSS, COD, BOD5, amonia, nitrit, dan nitrat. Gas yang umumnya ditemukan

dalam limbah cair yang tidak diolah adalah nitrogen (N2), oksigen (O2), metana

(CH4), hidrogen sulfide (H2S), amonia (NH3), dan karbondioksida (CO2).

Limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemar

lingkungan. Karakteristik air buangan yang dihasilkan berbeda karena berasal dari

proses yang berbeda. Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu

karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, padatan

tersuspensi, suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik,

bahan anorganik, dan gas.

Enrico (2008) menyebutkan bahwa sebagian besar limbah cair industri

pangan dapat ditangani dengan mudah baik secara biologis maupun kimia, karena

polutan utamanya berupa bahan organik seperti karbohidrat, lemak, protein, dan

vitamin. Polutan tersebut umumnya dalam bentuk tersuspensi atau terlarut.

Suhu air limbah tahu berkisar 37-45°C, kekeruhan 535-585 FTU, amonia

23,3-23,5 mg/1, BOD 6.000-8.000 mg/1, dan COD 7.500-14.000 mg/1

(Kaswinarni, 2007). Karakteristik limbah cair industri tahu antara lain (Husni,

2011):

1. Temperatur

Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu

yang meningkat dilingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan

biologis, kelarutan oksigen dengan gas lain, kerapatan air, viskositas, serta

tegangan permukaan. Suhu limbah cair yang dihasilkan dari proses

8

Page 9: Usulan Penelitian Lca

pencetakan tahu 30-35°C dan sekitar 80-100°C dari air bekas merebus

kedelai.

2. pH

Nilai pH air digunakan untuk mengekpresikan kondisi keasaman

(konsentrasi ionhidrogen) air imbah. Skala pH berkisar antara 1-14 dimana

kisaran nilai pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa,

dan pH 7 adalah kondisi netral.

3. TSS (Total Suspended Solid)

Padatan-padatan tersuspensi atau TSS (Total Suspended Solid) digunakan

untuk menentukan kepekatan air limbah, efisiensi proses, dan beban unit

proses.

4. Senyawa organik

Air buangan industri tahu mengandung senyawa-senyawa organik berupa

protein, karbohidrat, lemak, dan minyak. Senyawa berupa protein dan

karbohidrat memiliki jumlah yang paling besar yaitu 40%-60% dan 25%-

50% sedangkan lemak 10%. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu

protein (N-total) sebesar 226,06-434,78 mg/l, sehingga masuknya limbah

cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di

perairan tersebut.

5. Gas

Gas yang biasa ditemukan dalam limbah tahu adalah gas nitrogen (N2),

amonia (NH3), Oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S), karbondioksida

(CO2), dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-

bahan organik yang terdapat di dalam air buangan.

9

Page 10: Usulan Penelitian Lca

6. BOD dan COD

Kebutuhan oksigen dalam air limbah ditunjukkan melalui BOD dan COD.

a. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah suatu karakteristik yang

menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh

mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau

mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Metcalf and

Eddy, 2003).

b. COD (Chemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen dalam

proses oksidasi secara kimia. Nilai COD akan selalu lebih besar daripada

BOD karena kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia

daripada secara biologi.

Nilai BOD bermanfaat untuk mengetahui apakah air limbah tersebut

mengalami biodegradasi atau tidak, yakni dengan membuat perbandingan antara

nilai BOD dan COD. Oksidasi berjalan sangat lambat dan secara teoritis

memerlukan waktu tak terbatas. Dalam waktu 5 hari (BOD5), oksidasi organik

karbon akan mencapai 60%-70% dan dalam waktu 20 hari akan mencapai 95%.

COD adalah kebutuhan oksigen dalam proses oksidasi secara kimia.

Pengukuran COD membutuhkan waktu yang jauh lebih cepat, yakni dapat

dilakukan selama 3 jam, sedangkan pengukuran BOD paling tidakmemerlukan

waktu 5 hari. Jika korelasi antara BOD dan COD sudah diketahui, kondisi air

limbah dapat diketahui (Siregar, 2005).

Parameter air limbah tahu yang sesuai dengan Perda Propinsi Jawa Tengah

No. 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Industri dapat dilihat pada

Tabel 2.

10

Page 11: Usulan Penelitian Lca

Tabel 2. Baku Mutu Air Limbah Tahu

No ParameterKadar Max

(mg/lt)Beban Pencemaran

Max (kg/ton kedelai)

1 BOD 150 3

2 COD 275 5,5

3 pH 6,0 – 9,0Sumber: Perda Propinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang

PengelolaanKualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, menyatakan bahwa

diperlukan upaya pemeliharaan kualitas air agar tetap dalam kondisi alamiah dan

kualitasnya sesuai dengan standar baku mutu air. Jasmiyati (2010) menyatakan

bahwa mengingat tingginya potensi pencemaran perairan akibat limbah cair

industri tahu, maka diperlukan strategi pengendalian pencemaran perairan tersebut

dengan mengolah limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan.

Air limbah tahu mempunyai kandungan metana (CH4) > 50%, sehingga

sangat memungkinkan untuk bahan sumber energi biogas. Berdasarkan hasil riset

bahwa produksi tahu dengan kapasitas kedelai 700 kg/hari, dihasilkan biogas

tidak kurang dari 10.500 liter. Kebutuhan satu rumah tangga dengan 4-5 orang

anggota, kurang lebih 1200-2000 liter per hari digunakan untuk sumber energi

misalnya kompor (memasak), lampu, penghangat ruangan, suplai bahan bakar

diesel, dan lain-lain (Dorin, 2008).

Limbah lain dari proses produksi tahu adalah limbah padat atau biasa

disebut dengan ampas tahu. Ampas tahu yang terbentuk besarannya berkisar

antara 25%-35% dari produk tahu yang dihasilkan. Ampas tahu masih

mengandung kadar protein cukup tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan

sebagai bahan pakan ternak dan ikan (Husni, 2011). Limbah padat tahu juga telah

11

Page 12: Usulan Penelitian Lca

dikembangkan menjadi produk olahan seperti kerupuk, kecap ataupun nata de

soya, namun belum sampai skala produksi yang lebih besar.

Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan, limbah

ini kebanyakan oleh pengrajin dijual dan diolah menjadi tempe gembus, kerupuk

ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung ampas tahu yang akan

dijadikan bahan dasar pembuatan roti kering dan cake (Kaswinarni, 2007).

Limbah padat tahu pada perkembangannya masih belum dimanfaatkan secara

optimal, padahal limbah tahu merupakan bahan baku yang sangat prospek untuk

diolah. Asumsi masyarakat pada umunya menganggap ampas tahu sebagai barang

sisa atau buangan, sehingga pemanfaatannya masih kurang optimal karena

minimnya pengetahuan.

Pengetahuan mengenai resiko pencemaran dan tingkat ekonomi yang masih

rendah menjadi beban para produsen tahu untuk membangun sebuah sistem

pengolah limbah secara mandiri (Syamsudin, 2007). Isu-isu lingkungan menjadi

perhatian dunia saat ini dan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce) wajib diterapkan

guna menangani masalah-masalah terkait dampak lingkungan. Selama ini masih

banyak pabrik tahu yang belum memiliki tempat pengolahan limbah cair tahu

(Imran, 2011).

Pemahaman secara luas mengenai pengelolaan limbah masih merupakan

beban dan hanya memboroskan biaya saja, namun seiring perkembangan

teknologi saat ini memungkinkan pengelolaan limbah menjadi suatu keuntungan

atau profit. Limbah jenis organik yang dihasilkan misalnya kotoran ternak, tinja,

limbah tahu, dan limbah organik lainnya saat ini sudah banyak dikembangkan

menjadi biogas dan produk sampingan lain seperti pupuk dan sebagai sumber

12

Page 13: Usulan Penelitian Lca

energi listrik. Dengan demikian, aspek lingkungan bisa dipandang sebagai

peluang dibandingkan sebagai ancaman atau kendala (Brissaud et al. 2006).

Kepala Bidang Analisis Kebutuhan Iptek Akademisi dan Litbang (KNRT)

mengkaji bahwa jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84 ribu unit dengan

kapasitas produksi sekitar 2,56 juta ton per tahun. Diperkirakan potensi reduksi

emisi karbondioksida (CO2) mencapai 1 juta ekivalen per tahun dan limbah cair

yang diprediksi mencapai 20 juta m3per tahun. Berdasar hasil kajian KNRT

tersebut, limbah yang sedemikian banyak dari industri tahu akan mencemari

lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.

Dampak dari proses produksi tahu tidak hanya dari limbah yang dihasilkan,

namun juga dari proses produksi. Penggunaan energi dalam proses produksi juga

menimbulkan emisi yang apabila kapasitasnya melebihi ambang batas dapat

mencemari lingkungan. Penggunaan bahan bakar dalam proses produksi tahu akan

menghasilkan emisi yang dapat mencemari udara jika kapasitasnya melebihi

ambang batas. Gas yang berdampak pada pencemaran emisi udara antara lain

nitrogen (N2), oksigen (O2), metana (CH4), hidrogen sulfide (H2S), amonia (NH3),

dan karbon dioksida (CO2).

Pengembangan berbagai macam pengelolaan limbah dan upaya penurunan

emisi dari industri sudah banyak dikembangkan, namun penerapan dalam skala

besar di Indonesia masih sulit dikarenakan beberapa kendala seperti biaya dan

keterbatasan sumberdaya.

13

Page 14: Usulan Penelitian Lca

C. Industri Tahu Desa Kalisari

Desa Kalisari adalah desa yang dikenal sebagai sentra industri tahu di

Kabupaten Banyumas, pada mulanya merupakan penggabungan dari dua desa

yaitu desa Karangsari dan desa Kalikidang yang dilakukan pada tahun 1912.

Shaffitri (2011) menyebutkan bahwa secara administratif desa Kalisari

termasuk dalam wilayah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, terletak di

Banyumas bagian barat dari Kecamatan Cilongok. Jarak dari pusat Kabupaten

Banyumas dengan Desa Kalisari sekitar 17 km, dengan waktu tempuh sekitar 35

menit. Desa Kalisari terdiri atas dua dusun yaitu dusun I yang terletak di sebelah

timur yang terbagi atas dua RW dan dusun II yang terletak di sebelah barat yang

terbagi atas 2 RW. Luas wilayah desa Kalisari yaitu 204,355 ha dengan batas-

batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Desa Karang Tengah.

2. Sebelah Barat : Desa Cikembulan.

3. Sebelah Selatan : Desa Lesmana.

4. Sebelah Timur : Desa Karanglo.

Industri tahu di desa Kalisari yang sudah berkembang membawa dampak

positif bagi kehidupan masyarakat, tidak hanya dari sisi perekonomiannya tapi

juga dari pengoptimalan potensi desa. Kalisari merupakan desa yang sedang

mempersiapkan diri menuju Desa Mandiri Energi (DME). Limbah cair industri

tahu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biogas. Biogas yang

dihasilkan dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) kemudian disalurkan

kepada industri tahu sesuai dengan kapasitasnya, dimana biogas tersebut

digunakan untuk proses produksi tahu.

14

Page 15: Usulan Penelitian Lca

Desa Kalisari tidak hanya memiliki industri tahu, namun telah berkembang

usaha lain seperti produk kerupuk dari ampas tahu, nata de soya, dan pengrajin

kemasan produk tahu. Industri tahu Kalissari seiring perkembangannya

terintegrasi dengan sektor lain seperti sektor pertanian dan peternakan. Limbah

padat tahu dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan limbah cair tahu dapat

dimanfaatkan menjadi pupuk organik selain sebagai bahan baku biogas. Sistem

yang terintegrasi tersebut saling memberikan sumbangsih keuntungan antar

sektor, sehingga pengoptimalan potensi desa menuju Desa Mandiri Energi

mempunyai peluang yang besar.

D. Life Cycle Assessment (LCA)

Life Cycle Assessment (LCA) merupakan salah satu metode yang dapat

digunakan untuk mengevaluasi dampak suatu produk terhadap lingkungan,

konsep dasar LCA didasarkan pada pemikiran bahwa suatu sistem industri tidak

dapat terlepas dengan lingkungan tempat industri itu berada (Megasari, 2008).

LCA memberikan perkiraan secara kuantitatif aliran materi dan energi yang

terkait dengan realisasi produk (Russo, 2005).

Mattson (2003) menjelaskan bahawa LCA adalah suatu metode yang

digunakan untuk mengevaluasi dampak lingkungan, yang disebabkan oleh suatu

produk selama proses produksi atau aktivitas selama siklus hidupnya dan aliran

bahan yang terjadi di dalam proses produksi tersebut. Pradel1 (2010) menyatakan

bahwa siklus penggunaan energi menguras sumber daya non terbarukan dan

menghasilkan emisi udara, tanah, dan air pada skala yang berbeda (skala lokal,

regional atau global).

15

Page 16: Usulan Penelitian Lca

Data yang dibutuhkan dalam melakukan LCA terdiri dari dampak

lingkungan, limbah yang dihasilkan, konsumsi energi, dan bahan baku yang

digunakan pada setiap proses. Komponen utama LCA dapat dibagi menjadi empat

bagian menurut ISO 14040 (1997), yaitu:

1. Tujuan dan cakupan (Goal and Scoping)

Tujuan dan cakupan atau ruang lingkup perlu dirumuskan untuk dilakukan

inventarisasi kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak

penting yang ditimbulkan oleh proses atau produk tertentu terhadap

lingkungan.

2. Analisis inventori (Inventory Analysis)

Analisis inventori merupakan bagian LCAyang berisi inventori input yang

berupa energi maupun bahan baku dan output emisi maupun limbah. Pada

proses ini dilakukan pengumpulan data kuantitatif, data tersebut digunakan

untuk menentukan level atau tipe input energi maupun material pada suatu

sistem industri dan hasil yang di lepaskan ke lingkungan.

3. Penakaran dampak (Impact Assessment)

Penakaran dampak digunakan untuk menganalisis dampak suatu proses

terhadap lingkungan dan kesehatan manusia yang telah didata secara

kuantitatif pada penakaran inventori. Dalam pengklasifikasian, data

inventori yang dihubungkan dengan efek potensi terhadap ekologi dan

kesehatan manusia ditempatkan dalam kategori-kategori khusus.

4. Interpretasi atau analisis perbaikan (Improvement Analysis)

Pada tahapan ini dilakukan interpretasi hasil, evaluasi, dan analisis terhadap

usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk perbaikan.

16

Page 17: Usulan Penelitian Lca

LCA secara umum merupakan metode untuk mengidentifikasi dan

menghitung penggunaan energi, penggunaan sumber daya alam, dan pembuangan

pada lingkungan, serta mengevaluasi dan menerapkan kemungkinan perbaikan

lingkungan (Singgih, 2009). Fase dari daur hidup suatu produk yang dievaluasi

dan dikaji meliputi ekstrasi dan pengolahan produk, proses produksi, transportasi,

dan distribusi, pemanfaatan, daur ulang, perawatan, serta manajemen limbah.

Semua hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk merumuskan suatu bentuk

produksi dan konsumsi yang berkelanjutan (Searcy, 2000).

Setiap produk mempunyai dampak terhadap lingkungan selama tahap-tahap

daur hidupnya yaitu mulai dari perolehan bahan baku, proses produksi, distribusi,

sampai kepada pembuangan akhir. Dampak potensial lingkungan produk dapat

dikurangi dengan mempertimbangkan isu lingkungan kedalam standar produk

(Suminto, 2011).

LCA merupakan evaluasi dari dampak teknologi, ekonomi, dan lingkungan

yang relevan dari proses, produk atau sektor perekonomian sepanjang siklus hidup

(Schempf, 1999 dan Curran, 1996). Harjanto (2009) menyatakan bahwa hal-hal

yang perlu diperhatikan dalam menjaga kelestarian lingkungan yang berkaitan

dengan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) adalah: dampak penting yang

dipantau, sumber dampak, parameter dampak yang dipantau, tujuan rencana

pemantauan lingkungan, dan metode pemantauan yang digunakan.

LCA merupakan suatu konsep dan metode yang digunakan untuk

mengevaluasi dampak lingkungan sebuah produk dan kemungkinan perbaikan

akibat dampak yang ditimbulkan suatu proses produksi. LCA menganalisis

keseluruhan proses yang meliputi identifikasi serta perhitungan energi dan

17

Page 18: Usulan Penelitian Lca

material yang digunakan, serta limbah yang dibuang ke lingkungan (Mitchell et

al., 2000 dalam Sihyanti, 2000). LCA adalah alat yang tepat untuk membuat

penilaian seperti menilai dampak terhadap pemanasan global, pengasaman,

eutrofikasi, dan tanah berkualitas (Achtenet. all 2010).

Metode LCA memiliki kelemahan dalam hal pengumpulan dan kualitas

data, pendefinisian batas sistem, serta kesulitan dalam penilaian dan interpretasi

hasil. Namun LCA menawarkan kesempatan untuk membantu perusahaan dan

pembuat kebijakan di manajemen lingkungan, karena menyediakan indikator

seperti emisi gas rumah kaca, perubahan iklim, dan penipisan sumberdaya dari

keberlanjutan sistem (Georgakellous, 2002).

Manfaat dilakukannya LCA yaitu dapat membantu dalam:

1. Mengidentifikasi peluang bagi upaya peningkatan aspek lingkungan dari

produk pada beberapa titik daur hidupnya.

2. Pengambilan keputusan bagi industri, lembaga pemerintahan atau lembaga

non pemerintahan (misalnya: perencanaan strategi, penetapan prioritas,

perancangan atau perancangan kembali terhadap produk atau proses).

3. Menyeleksi indikator yang sesuai bagi upaya peningkatan kinerja, termasuk

didalamnya teknik-teknik pengukuran pemasaran (misalnya: klaim masalah

lingkungan, ekolabel atau pernyataan suatu produk lingkungan).

4. Bahan informasi, perencanaan, bahkan alat politik, perbandingan antara

beberapa produk untuk tujuan yang sama serta optimasi produk tunggal

dalam siklus hidup produk tersebut (BAPEDAL, 1999 dalam Rahmi, 2005).

LCA adalah metode yang secara sistematis mengevaluasi aspek lingkungan

dari seluruh siklus hidup produk mulai dari ekstraksi sumber daya, proses

18

Page 19: Usulan Penelitian Lca

produksi, penggunaan produk, sampai dengan umur akhir produk. Penerapan LCA

juga dapat menunjang dalam pengambilan keputusan dan pengaturan kebijakan

terkait isu – isu lingkungan (Bosma, 2011).

19

Page 20: Usulan Penelitian Lca

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober tahun 2012 di

industri tahu desa Kalisari, Kecamatan Cilongok – Banyumas.

B. Variabel pengukuran

Berdasar metode LCA menurut ISO 14040 mengenai tujuan dan ruang

lingkup kajian siklus hidup, maka penelitian akan mengkaji keseluruhan proses

produksi tahu dan dampaknya terhadap lingkungan. Data yang dibutuhkan antara

lain jumlah penggunaan energi dan sumberdaya serta emisi yang dihasilkan.

Batasan ruang lingkup penelitian hanya pada pengukuran dampak dari sisi emisi

udara dan emisi air. Emisi udara akan dibatasi hanya pada pengukuran kadar CO2,

sedangkan pada emisi air hanya pada pengukuran kadar pH, BOD, dan COD.

Perthitungan jumlah penggunaan energi manusia, energi listrik, energi bahan

bakar, dan nilai emisi udara untuk CO2 adalah sebagai berikut:

1. Energi manusia (Stout, 1990)

Etm= JtkNmTJs

………………………………………………. (1)

Keterangan:

Etm : Energi tenaga manusia untuk memproduksi tiap kg tahu (MJ/kg)

Jtk : Jumlah tenaga kerja (Orang)

Nm : Nilai kalor manusia = 0,725 (MJ/Jam) orang (Stout, 1990)

T : Waktu kerja orang (jam)

20

Page 21: Usulan Penelitian Lca

Js : Jumlah produksi (kg)

2. Energi listrik ( Pramudita dan Tambunan, 2011)

P = V × I ……………………………………………………………. (2)

El=P ×t ×1 jam3600 s

…………………………………………... (3)

Keterangan:

El : Energi listrik (MJ)

P : Daya yang terpasang (Watt)

t :Waktu (jam)

I : Arus (Ampere)

V : Tegangan (Volt)

3. Energi bahan bakar (BUWAL 250 1999 dalam Rahmi 2005)

Nilai kalor LPG = 46,1 MJ/kg

Nilai kalor kayu kering udara (kelembaban 10%-20%) = 16 MJ/kg

Nilai kalor gas metana = 55,52 MJ/kg

Ebp = Mb × Nb…………………………………………….... (4)

Keterangan:

Ebp : Energi bahan bakar produksi (MJ)

Mb : Massa bahan bakar (kg)

Nb : Nilai kalor bahan bakar (MJ)

4. Emisi (Sudariyono, 2009)

E= Ai x EFi ………………………………………………………… (5)

Keterangan:

E : Emisi

Ai : Konsumsi bahan jenis i atau jumlah produk i

21

Page 22: Usulan Penelitian Lca

EFi : Faktor Emisi dari bahan jenis i atau produk i

Tabel 3. Faktor Emisi Produk EnergiNo Produk energi Faktor emisi Satuan1 Bensin 69300 kg/TJ2 Solar 74100 kg/TJ3 Minyak tanah 71900 kg/TJ4 Batubara 94600 kg/TJ5 LPG 63100 kg/TJ6 Briket batubara 97500 kg/TJ7 Arang Kayu 112000 kg/TJ8 Kayu Bakar 112000 kg/TJ

Sumber: IPCC Guidence 2006.

Tabel 4. Faktor Emisi CO2 Berdasarkan Jenis Bahan Bakar (kg/TJ)No Fuel Default Lower Upper1 Gasoline 69300 67500 730002 Other Kerosene 71900 70800 736003 Gas/Diesel Oil 74100 72600 748004 Residual Fuel Oil 77400 75500 788005 LPG 63100 61600 656006 Refinery Gas 57600 48200 690007 Paraffin Waxes 73300 72200 744008 White Spirit & SBP 73300 72200 744009 Other Petroleum Products 73300 72200 7440010 Natural Gas 56100 54300 58300

Sumber: IPCC Guidence 2006.

Tabel 5.Energy Content

ElectricityHydro 3,6 MJ/kWhNuclear (typical value) 11,6 MJ/kWh

Steam 2,33 MJ/kgNatural Gas 37,23 MJ/m3Ethane (liquid) 18,36 MJ/lPropane (liquid) 25,53 MJ/l

Coal

Anthracite 27,7 MJ/kgBituminous 27,7 MJ/kgSub-bituminous 18,8 MJ/kgLignite 14,4 MJ/kgAverage domestic use 22,2 MJ/kg

Petroleum products

Aviation gasoline 33,62 MJ/lMotor gasoline 34,66 MJ/lKerosene 37,68 MJ/lDiesel 38,68 MJ/lLight fuel oil (no.2) 38,68 MJ/lHeavy fuel oil (no.6) 41,73 MJ/l

Sumber: Aube,2001 (CANMET Energy Diversification Research Laboratory, 2001).

22

Page 23: Usulan Penelitian Lca

Pengukuran nilai pH, BOD, dan COD akan dilakukan dengan pengambilan

sampel pada 3 titik dilokasi IPAL yang terdapat di desa Kalisari. Limbah cair

yang diambil yakni:

1. Limbah cair yang belum masuk ke IPAL.

2. Limbah cair yang keluar melalui lubang pembuangan IPAL.

3. Sampel air sungai yang berada disekitar lokasi IPAL.

Penentuan lokasi pengambilan sampel tersebut bertujuan untuk mengetahui

efisiensi IPAL dalam mengolah limbah cair industri tahu Kalisari. Nilai pH akan

diukur dengan menggunakan alat pH meter. Penentuan nilai BOD akan dilakukan

dengan terlebih dahulu diukur DOnya (DO 0 hari), sementara sampel yang

lainnya diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C, selanjutnya setelah 5 hari diukur

DO nya (DO 5hari). Kadar BOD ditentukan dengan rumus:

5 x [ kadar { DO(0 hari) - DO (5 hari) }] ppm ........................ (6)

Selama penentuan oksigen terlarut, baik untuk DO maupun BOD,

diusahakan seminimal mungkin larutan sampai yang akan diperiksa tidak

berkontak dengan udara bebas. Khusus untuk penentuan BOD, digunakan botol

sampel BOD dengan volume 250 ml dans emua isinya dititrasi secara langsung.

Perhitungan kadar DO adalah sebagai berikut:

DO ml/L = B/B -2 x 5,6 x 10 x N x V...................................... (7)

Keterangan:

B : volume botol sampel BOD = 250 ml.

23

Page 24: Usulan Penelitian Lca

B – 2: volume air dalam botol sampel setelah ditambah 1 ml larutan MnCl2

dan 1mlNaOH - KI.

5,6 : konstanta yang sama dengan ml oksigen ~ 1 mgrek tiosulfat.

10 : volume K2Cr2O 70,01 N yang ditambahkan.

N : normalitas tiosulfat.

V : volume tiosulfat yang dibutuhkan untuk titrasi.

Tabel 6. Tingkat Pencemaran Berdasarkan Nilai DOdan BOD

No Tingkat pencemaranParameter

DO (ppm) BOD1 Rendah >5 0 - 102 Sedang 0 - 5 10 - 203 Tinggi 0 25

Sumber: Wirosarjono (1974).

COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg

O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter

sampel air, dimana pengoksidanya adalah K2Cr2O7 atau KMnO4. Nilai COD

dihitung dengan rumus:

COD=( A−B ) xN FAS x1000 x BeO 2 x P

V sampel........................................ (8)

Keterangan:

A : mL titran blangko

B : mL titrasi sampel

N : Normalitas FAS

BeO2: 8

P : Pengenceran

24

Page 25: Usulan Penelitian Lca

C. Garis Besar Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan dalam beberapa tahap sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Melakukan survei terhadap obyek penelitian yang dalam hal ini adalah

industri tahu desa Kalisari, kecamatan Cilongok, Banyumas. Survei yang

dilakukan bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah

pengrajin tahu, kapasitas produksi tahu, jumlah IPAL serta jumlah pengrajin

tahu yang limbah cairnya disalurkan ke IPAL.

2. Tahap pengumpulan data

Data yang akan diperoleh berupa data primer dan data sekunder.

a. Data primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancaradan data dari variable

pengukuran. Wawancara dilakukan dengan pemerintah desa Kalisari,

pengrajin tahu desa Kalisari, pengrajin kerupuk ampas tahu, dan

kelompok pemelihara biogas (BIOLITA). Data hasil wawancara

meliputi data kapasitas produksi tahu, jumlah bahan baku, jenis-jenis

energi yang digunakan, jumlah konsumsi energi, dan proses produksi

tahu. Data variabel pengukuran meliputi nilai pH, BOD, dan COD pada

sampel air untuk mengetahui tingkat emisi air, sedangkan untuk data

emisi udara diperoleh dari hasil perhitungan pada persamaan (5).

b. Data sekunder

25

Page 26: Usulan Penelitian Lca

Data sekunder diperoleh dari data demografi desa yang meliputi data

kondisi wilayah desa Kalisari, jumlah penduduk, tingkat pendidikan,

mata pencaharian, dan lain-lain.

D. Analisis data

Sesuai dengan metode LCA menurut ISO 14040, data yang telah diperoleh baik

data primer maupun sekunder akan di klasifikasi dan dikuantifikasikan menurut

kategori dampak tertentu, selanjutnya data akan diinterpretasikan untuk ditarik

kesimpulan dan evaluasi perbaikan yang dimungkinkan.

26

Page 27: Usulan Penelitian Lca

IV. JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

Tabel 7. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Jenis KegiatanWaktu (minggu)

I II III IV V

Persiapan

Pelaksanaan

Analisis data

Penyusunan Laporan

27

Page 28: Usulan Penelitian Lca

DAFTAR PUSTAKA

Achten, W. M. J., J. Almeida., P. Vandenbempt., E. Bolle1., V. Fobelets., L. V., Verchot., V. P. Singh., E. Mathijs., and B. Muys. 2010. Life Cycle Assessments Of Biodiesels: Jatropha Versus Palm Oil. Department Earth & Environmental Sciences, Katholieke Universiteit Leuven, Celestijnenlaan 200 E -2411, BE-3001 Leuven, Belgium. P:113.

Aube, F. 2001. Guide for computing CO2 emissions Related to energy use. Research Scientist, CANMET Energy Diversification Research Laboratory. USA.

BAPPEDAL. 2004. Berbagai Jenis Zat Pencemar: Sumber dan Lingkungan. Departemen Lingkungan Hidup.Banyumas.

Bosma, R.,P. T. Anh, and J. Potting. 2011. Life Cycle Assessment Of Intensive Striped Catfish Farming In The Mekong Delta For Screening Hotspots As Input To Environmental Policy And Research Agenda. Aquaculture and Fisheries, Wageningen University, Marijkeweg 40,6709PG Wageningen, The Netherlands. International Journal Life Cycle Assess (2011) 16:903–915.

Brissaud, D., S. Tichkiewitch, dan P. Zwolinski. 2006. Innovation in Life-Cycle Engineering and Sustainable Development. Springers. Netherlands.

Curran, M. A. 1996. Environmental Life-Cycle Assessment. McGraw-Hill. New York.

Dorin, M. 2008. Pengolahan Limbah Tahu Menjadi Biogas, Karya Tulis Ilmiah, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Politeknik Kesehatan Yogyakarta Jurusan Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta.

Enrico, B. 2008. Jurnal: Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus Indica) Sebagai Koagulan Alternative Dalam Proses Penjernihan Limbah Cair Industri Tahu. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Georgakellous, D. A. 2002. LCA As A Tool For Environtmental Management: A Life Cycle Inventory Case Study From The Greek Market. University of Piraeus, Dept. Business Administration 80. Greece. Global Nest: the Int. J. Vol 4, No 2-3, pp 93 -106.

28

Page 29: Usulan Penelitian Lca

Haas, G., Wetterich, F., and Köpke U. 2001. Comparing intensive, extensified and organic grassland farming in southern Germany by process life cycle assessment. Agric. Ecosyst. Environm. 83, 43-53.

Hambali. 2003. Analisis Resiko Lingkungan (Studi Kasus Limbah Pabrik CPO PT Kresna Duta Agroindo Kabupaten Merangin, Jambi). Program Pascasarjana, Program Studi Magister Teknik Lingkungan ITS. Surabaya.

Harjanto, N. T. 2009. Studi Proses Amdal Untuk Rencana Pembangunan Dan Pengoperasian Pabrik Bahan Bakar Nuklir. Prosiding Seminar Pengelolaan Perangkat Nuklir Tahun 2009 PTBN-BATAN, Serpong 19 Agustus 2009.

Husni, H dan Esmiralda. 2011. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio Lin). Jurusan Teknik Lingkungan. Universitas Andalas.

Imran, F., Vita. L. F, dan Doni, S. S. 2011. Penggunaan Sistem Anaerob dengan Fixed Bedfreactor dalam Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu Sebagai Penunjang Devisa Negara. IPB. Bogor.

IPCC. 2006. Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. Chapter 3: Mobile Combustion.

ISO 14040. 1997. Environmental Management, Life Cycle Assessment, Principles and Framework. International Standards Organization. Geneva, Switzerland.

Jasmiyati, S. Anita, dan Thamrin. 2010. Bioremediasi Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Efektif Mikroorganisme (Em4). Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau. Hal: 148 – 158.

Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat Dan Cair Industri Tahu. Universitas Diponegoro. Semarang.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.

Mattson, B dan U. Somesson. 2003. Environmentally-Friendly Food Processing. Woohead Publishing Limited. Cambridge. England.

Megasari, K., D. Swantomo, dan M. Christina. 2008. Penakaran Daur Hidup Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara Kapasitas 50 Mwatt. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN. Yogyakarta.

Metcalf and Eddy. 2003. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse. McGraw-Hill, Inc: USA.

29

Page 30: Usulan Penelitian Lca

Peraturan Pemerintah Tahun 2001, Nomor. 82. Tentang Pengelolaan Kualitas Air danPengendalian Pencemaran Air.

Perda Propinsi Jawa Tengah Tahun 2004, Nomor.10. Tentang Baku Mutu Air Limbah Industri.

Pesonen, H.L. 2001. Environmental Management Of Value Chains Promoting Life-Cycle Thinking In Industrial Networks. Greeenleaf Publishing. Finland.

Pradel1, M., M. Rousselet., T. Pacaud., and S. Lacour. 2010. Improving environmental performances of organic spreading technologies through the use of life cycle assessment. Author manuscript, published in "AgEng2010, International Conference on Agricultural Engineering, Clermont-Ferrand: France. P: 1-2.

Pramudita, D dan Tambunan, A. H. 2011. Inventori Data Pascapanen dan Ekstraksi Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.)Mentah. Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University. IPB Darmaga Campus, Bogor, West Java. Indonesia.

Rahmi, L. S. 2005. Life Cycle Assessment (LCA) dan Capaian Nilai Patchouly Alcohol pada Industri Penyulingan Minyak Nilam. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, UNSOED. Purwokerto.

Rossiana, N. 2006. Uji Toksisitas Limbah Cair Tahu Sumedang Terhadap Reproduksi Daphnia carinata KING. Jurnal Biologi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran. Bandung.

Russo, G and G. S. Mugnozza. 2005. LCA Methodology Applied to Various Typology of Greenhouses. PROGESA Department, University of Bari, Italy. P: 837-844

Sarwono, B dan Saragih, Y.P. 2003. Membuat Aneka Tahu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Schempf, N. C. 1999. “Case Study: Economic Input-Output Life-Cycle Assessment of Asphalt versus Steel Reinforced Concrete for Pavement Construction”. Posner Hall.Carnegie Mellon University, Pittsburgh.

Searcy, C. 2000. An introduction to Life Cycle Assessment. http://www.i-clips.com/lca/. (01 Agustus 2012).

30

Page 31: Usulan Penelitian Lca

Shaffitri, L. R. 2011. Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu (Studi Kasus: Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto). IPB. Bogor.

Sihyanti. 2002. Aplikasi Life Cycle Assesment pada Industri Mie Basah. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, UGM. Yogyakarta. 56 hal.

Singgih, M. L. dan Evanindya H. 2009. Pemilihan Alternatif Perbaikan Kinerja Lingkungan Sektor Industri Potensial Di Jawa Timur Dengan Metode Economic Input-Output Life-Cycle Assessment (EIO-LCA) Dan Analytic Network Process (ANP). Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya.

Siregar, A. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius. Yogyakarta.

Stout, B. A. 1990. Handbook of Energy for World Agriculture. Elsevier Applied Science. London and New York. 495 hal.

Sudariyono. 2009. Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Angka. Deputi MENLH Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas. Jakarta.

Sudaryati, N. L. G., I.W. Kasa, dan I. W. B. Suyasa. 2008. Pemanfaatan Sedimen Perairan Tercemar Sebagai Bahan Lumpur Aktif Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. Program Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Udayana. Bali.

Suminto. 2011. The Study of Product Ecolabel Implementation In Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Standardisasi – BSN.

Syamsudin, S. 2007. Efektifitas Ketebalan Saringan Arang Sekam Padi dalam Menurunkan Zat Organik pada Air Limbah Industri Tahu. Jurusan Kesehatan Lingkungan POLTEKKES. Makassar.

Wirosarjono, S. 1974. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Dalam Penyusunan Kriteria Kualitas Air Guna Berbagai Peruntukan. PPMKL-DKI Jaya, Seminar Pengelolaan Sumber Daya Air. Eds. Lembaga Ekologi UNPAD. Bandung, 27 - 29 Maret 1974, Hal 9 – 15.

31

Page 32: Usulan Penelitian Lca

Lampiran. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

Tidak

Ya

32

Mulai

Survei pendahuluan

Pengambilan sampel air

Wawancara

Pengujian sampel

Analisis inventori

Penakaran dampak

Interpretasi hasil

Selesai

1. Kapasitas produksi2. Jenis-jenis energi

yang digunakan3. Jumlah konsumsi

energi4. Jumlah penggunaan

bahan baku5. Proses produksi tahu