unsud oke 2
Post on 28-Nov-2015
51 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Varietas unggul baru selalu dikembangkan untuk
menghadapi tantangan zaman. Salah satu terobosan adalah
perakitan padi tipe baru. Padi tersebut memiliki tekstur yang
memungkinkan memiliki potensi hasil maksimal.
Padi yang berkembang di kalangan petani pada saat ini
adalah jenis non hibrida yang benihnya diperoleh dari
persilangan biasa seperti varietas cisadane, IR-64, Memberamo,
Ciherang dan Sintanur. Laju produksi pada dalam beberapa
tahun terakhir telah menunjukkan gejala melandai, bahkan pada
tahun-tahun tertentu mengalami penurunan.
Padi hibrida selalu mempunyai komponen hasil yang lebih
tinggi sehingga produktivitasnya dapat mencapai 8,5 t/ha gabah
kering giling, atau 39% lebih tinggi dibandingkan dengan
Ciherang. Varietas yang bobot 1.000 butirnya lebih tinggi
adakalanya lebih memiliki gabah atau beras yang lonjong
sehingga lebih disukai konsumen (Siregar 1992).
Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan
Litbang Pertanian Departemen Pertanian (2007), benih padi
hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari
1
persilangan antara dua varietas yang berbeda. Varietas hibrida
mempunyai kemampuan berproduksi lebih tinggi dibandingkan
varietas inbrida, karena adanya pengaruh heterosis yaitu
kecenderungan F1 lebih unggul dibandingkan tetuanya.
Fenomena heterosis sudah lama dikenal dan diketahui kurang
lebih 200 tahun yang lalu yaitu pada tahun 1763 oleh seorang
peneliti yang
Bernama J.G Koelruetur. Peneliti tersebut melihat pertumbuhan
yang lebih subur pada tanaman hasil persilangan dua varietas
yang berbeda (Satoto et.al., 2009).
Di Indonesia penelitian mengenai padi hibrida telah
dilakukan sejak tahun 1983 yang diawali dengan pengujian
keragaan Galur Mandul Jantan atau CMS atau Galur A. Namun,
penelitian yang lebih intensif baru dimulai pada tahun 1998,
yaitu dengan menguji persilangan galur-galur tetua hibrida
(Nainggolan, 2007).
Varietas unggul padi hibrida yang dilepas di Indonesia
diproduksi dengan sistem tiga galur, dengan sistem ini padi
hibrida yang tahan terhadap hama penyakit utama dapat
disilangkan jika tetua-tetua yang memiliki gen ketahanan telah
tersedia. Tiga galur yang berbeda tersebut, ialah galur mandul
jantan atau CMS (Cytoplasmic male sterile), galur pelestari atau
2
maintainer, dan galur pemulih kesuburan atau restorer. CMS
(Cytoplasmic male sterile) atau diartikan jantan mandul,
merupakan galur padi yang tidak dapat memproduksi sebuk sari
yang berfungsi (viable) disebabkan adanya interaksi antara gen-
gen sitoplasma dan gen-gen inti, CMS digunakan sebagai tetua
betina dalam produksi benih pada hibrida dan disebut sebagai
galur A. galur pelestari (maintainer line) ialah galur yang mirip
dengan galur-galur mandul jantan, hanya saja mempunyai
serbuk sari yang hidup dan mempunyai biji yang normal. Galur
pelestari tersebut digunakan sebagai pollinator atau penyerbuk
untuk melestarikan galur CMS, galur pelestari disebut galur B.
disilangkan galur pemulih kesuburan (restorer line) ialah kultivar
padi yang bila disilangkan dengan galur CMS dapat memulihkan
kesuburan tepungsari pada F1, restorer disebut juga tetua
penghasil tepungsari, tetua jantan atau galur R dan galur ini
dipergunakan sebagai pollinator untuk tetua CMS dalam produksi
benih (hidajat, 2006).
Untuk menghasilkan turunan pertama (F1), keturunan dari
persilangan CMS dan “maintainer” disilangkan lagi dengan galur
“restorer” atau dapat dituliskan dengan formula persilangan (A x
B) x R. Keturunan dari persilangan inilah yang dikenal sebagai
padi hibrida. Keunggulan teknologi baru yang dimiliki padi
hibrida memang menjanjikan, namun memiliki kendala bagi
3
petani yaitu pada harga benih padi hibrida yang lebih mahal
daripada benih padi inbrida, hasil panen dari benih padi hibrida
tidak bisa digunakan kembali untuk ditanam pada musim tanam
berikutnya, hal ini tentunya akan sangat memberatkan bagi para
petani karena akan menjadi suatu ketergantungan yang tinggi
pada para produsen benih padi. Selain itu, didalam budidaya
padi hibrida memerlukan penanganan yang lebih spesifik, seperti
dibutuhkannya sarana produksi dan infrastruktur pendukung
yang memadai serta membutuhkan pestisida yang lebih tinggi.
Varietas pada hibrida diharapkan memiliki daya hasil lebih
tinggi daripada varietas yang umum ditanam petani saat ini.
Selain keunggulan potensi hasil, padi hibrida juga harus
mempunyai berbagai sifat unggul yang terdapat pada varietas
yang saat ini banyak ditanam petani. Virmani (1994) melaporkan
bahwa berdasarkan penelitian pada MK 1986-MH 1992, padi
hibrida dapat meningkatkan hasil 15-20% daripada varietas non
hibrida atau inbrida
Padi hibrida yang memiliki daya hasil tinggi akan
diekspresikan dengan hasil yang tinggi bila lingkungan
mendukung. Salah satu agar lingkungan mendukung
pertumbuhan dan hasil tinggi padi hibrida, dapat dicapai dengan
memanfaatkan teknologi budidaya yang spesifik.
4
Mengingat adanya varietas yang memiliki ciri yang berbeda,
maka membutuhkan teknologi budidaya berbeda pula.
Berdasarkan hal ini maka teknik budidaya padi hibrida menjadi
kegiatan penting agar diperoleh produksi maksimal.
B. Tujuan dan Sasaran
5
1. Praktik Kerja Lapangan yang dilaksanakan mempunyai
tujuan :
a. Mengetahui cara budidaya padi hibrida
b. Mengetahui jenis-jenis hama pada tanaman padi hibrida
c. Mengetahui beberapa cara pengendalian hama dan
penyakit pada tanaman padi hibrida
2. Sasaran Praktik Kerja Lapangan adalah :
a. Mendapat ketrampilan dan pengalaman dalam bidang
pertanian.
b. Melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan pertanian
sehari-hari untuk mengembangkan kepekaan yang
bernalar terhadap berbagai persoalan yang timbul
c. Mendapat gambaran tentang hubungan antara teori yang
didapat dan penerapannya serta berbagai faktor
dilapangan yang mempengaruhinya.
C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan
Manfaat kegiatan praktik kerja lapangan adalah :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang tanaman padi
hibrida
2. Mendapat bekal dan pengalaman praktik kerja untuk terjun
dalam masyarakat.
6
3. Hasil Praktik Kerja Lapangan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk melaksanakan penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Padi Hibrida
Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam
sistematika tumbuhan diklasifikasikan ke dalam Divisio
Spermatophyta, dengan sub divisio Angiospermae, termasuk ke
dalam kelas Monocotyledoneae, Ordo adalah Poales, Famili
adalah Graminae,Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya
adalah Oryza sativa L.
Padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama
(F1) dari persilangan antara dua varietas yang berbeda. Varietas
hibrida mempuyai kemampuan berproduksi lebih tinggi
dibandingkan varietas inbrida, karena adanya pengaruh
heterosis yaitu kecenderungan F1 lebih unggul dibandingkan
tetuanya. Heterosis tersebut dapat muncul pada semua sifat
tanaman dan untuk padi hibrida diharapkan dapat muncul
terutama pada sifat potensi hasil.
Taksonomi padi adalah sebagai berikut :
7
Kingdom: Plantae
Sub divisi: Angiospermae
Divisi: Spermatophyta
Kelas: Monocotyledon
Ordo: Gramineales
Famili: Gramineae
Genus: Oryza
Species: Oryza Sativa L
B. Morfologi Padi Hibrida
Tanaman padi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu
bagian vegetative dan bagian generative. Bagian vegetative
tanaman padi meliputi akar, batang, dan daun sedangkan bagian
generative meliputi bunga dan biji
1. Bagian vegetatif
a. Akar
Padi merupakan tanaman semusim dengan sistem
perakaran serabut. Terdapat dua macam perakaran padi
yaitu akar seminal yang dari akar primer radikula pada
saat berkecambah dan akar adventatif sekunder yang
bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian
bawah. Akar adventif tersebut menggantikan akar seminal.
Perakaran yang dalam dan tebal, sehat, mencengkeram
tanah lebih luas serta kuat manahan kerebahan
8
memungkinkan penyerapan air dan hara lebih efisien
terutama pada saat pengisian gabah (Suardi, 2002).
b. Batang
Batang padi berbentuk bulat, berongga dan beruas-
ruas. Antar ruas dipisahkan oleh buku. Ruas-ruas sangat
pendek pada awal pertumbuhan dan memanjang serta
berongga pada fase reproduktif. Pembentukan anakan
dipengaruhi oleh unsur hara, cahaya, jarak tanam dan
teknik budidaya. Batang befungsi sebagai penopang
tanaman, mendistribusikan hara dan air dalam tanaman
dan sebagai cadangan makanan. Kerebahan tanaman
dapat menurunkan hasil tanaman secara drastis.
Kerebahan umumnya terjadi akibat melengkung atau
patahnya ruas batang terbawah, yang panjangnya lebih
dari 4 cm (Makarim dan Suhartatik 2009).
c. Daun
Daun padi tumbuh pada batang dan tersusun
berselang-seling pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas
helaian daun, pelepah daun yang membungkus ruas,
telinga daun (auricle) dan lidah daun (ligule). Daun teratas
disbut daun bendera yang posisi dan ukurannya tampak
berbeda dari daun yang lain. Satu daun pada awal fase
9
tumbuh memerlukan waktu 4-5 hari untuk tumbuh secara
penuh, sedangkan pada fase tumbuh selanjutnya
diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu 8-9 hari. Jumlah
daun pada tiap tanaman bergantung pada varietas.
Varietas-varietas baru di daerah tropis memiliki 14-18 daun
pada batang utama (Makarim dan Suhartatik 2009).
2. Bagian generative
a. Bunga
Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap
unit bunga pada malai dinamakan spikelet yaitu bunga
yang terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik
dan benang sari serta beberapa organ lainnya yang
bersifat inferior. Tiap unit bunga pada malai terletak pada
cabang-cabang, bulir yang terdiri atas cabang primer dan
sekunder. Tiap unit bunga padi pada hakekatnya adalah
floret yang hanya terdiri atas satu bunga, yang terdiri atas
satu organ betina (pistil) dan enam organ jantan (stamen).
Stamen memiliki dua sel kepala sari yang ditopang oleh
tangkai sari berbentuk panjang, sedangkan pistil terdiri
atas satu ovul yang menopang dua stigma (Makarim dan
Suhartatik, 2009). Malai terdiri atas 8-10 buku yang
menghasilkan cabang-cabang primer yang selanjutnya
menghasilkan cabang sekunder. Tangkai buah (pedicel)
10
tumbuh dari buku-buku cabang primer maupun cabang
sekunder (yoshida, 1981).
b. Buah Padi
Buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau
bulir/gabah, sebenarnya bukan biji melainkan buah padi
yang tertutup lemma dan palea. Buah ini terjadi setelah
selesai penyerbukan dan pembuahan. Lemma dan palea
serta bagian lain akan membentuk sekam atau kulit gabah
(Departemen pertanian, 1983).
C. Syarat Tumbuh Padi Hibrida
Karena memiliki karakter fisiologis yang berbeda
dengan padi inbrida maka padi hibrida memerlukan
kesesuaian tumbuh. Ini sangat penting dicermati sebelum kita
menanamnya karena padi lebih menuntut kondisi yang sesuai
dengan karakternya daripada padi inbrida, juga kondisi lahan,
cuaca, hama penyakit yang heterogen di Indonesia. Syarat
tumbuh yang diperlukan padi hibrida pada dasarnya
mengikuti prinsip pendekatan pengelolaan terpadu
Iklim
Tanaman padi tumbuh didaerah tropis/sub tropis pada
450 LU sampai dengan 450 LS dengan cuaca panas dan
kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata
11
curah hujan yang baik adalah 200 mm/perbulan atau 1500-
2000 mm/tahun.
Tanaman padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa
panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang
baik rata-rata 200 mm/bulan atau lebih, dengan distribusi
selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki pertahun
sekitar 1500-2000 mm
Temperatur sangat mempengaruhi pengisian biji padi.
Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada
waktu pembungaan akan mengganggu proses pembuahan
yang mengakibatkan gabah menjadi hampa. Hal ini terjadi
akibat tidak membukanya bakal biji. Temperatur yang juga
rendah pada waktu bunting dapat menebabkan rusaknya
pollen dan menuwaktu bunting dapat menyebabkan rusaknya
pollen dan menunda pembukaan tepung sari (Luh, 1991).
Tanah
Tanah yang baik untuk pertumbuhan padi adalah tanah
sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam
perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah
yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang
ketebalan lapisan atasnya 18-22 cm dengan PH 4,0-7,0.
Tidak semua jenis tanah cocok untuk areal persawahan.
Hal ini dikarenakan tidak semua jenis tanah dapat dijadikan
12
lahan tergenang air. Padahal dalam sistem tanah sawah,
lahan harus tetap tergenang air agar kebutuhan kebutuhan air
tanaman padi tercukupi sepanjang musim tanam. Oleh karena
itu, jenis tanah yang sulit menahan air (tanah dengan
kandungan pasir tinggi) kurang cocok dijadikan lahan
persawahan. Sebaliknya, tanah sulit dilewati air (tanah
dengan kandungan lempung tinggi) cocok dijadikan lahan
persawahan. Kondisi yang baik untuk pertumbuhan tanaman
padi sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu posisi
topografi yang berkaitan dengan kondisi hidrologi, porisitas
tanah yang rendah dan tingkat keasaman tanah yang netral,
sumber air alam, serta oleh beberapa faktor, yaitu posisi
topografi yang berkaitan dengan kondisi hidrologi, porisitas
tanah yang rendah dan tingkat keasaman tanah yang netral,
sumber air alam, serta kanopinas modifikasi sistem alam oleh
kegiatan manusia (Suprayono dan Setyono, 1997).
D. TEKNIK BUDIDAYA PADI HIBRIDA
1. Pemilihan Varietas
Varietas merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil tanaman. Pada dasarnya hasil gabah
ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu faktor tanah, tanaman
dan lingkungan (iklim). Faktor terakhir merupakan faktor
13
yang tidak dapat dirubah oleh manusia seperti radiasi
matahari, curah hujan, kelembaban nisbi, suhu udara, dan
lain-lain. Sementara itu faktor tanah dapat dimodifikasi
agar cocok untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. Faktor
tanah diupayakan dengan membuat kondisi yang cocok
untuk tanaman padi seperti penambahan bahan organik,
irigasi bersilang sehinngga suplai oksigen untuk
perkembangan perakaran menjadi lebih optimal,
pemberian hara sesuai dengan kebutuhan tanaman, dan
lain-lain. Sementara itu faktor tanaman dimodifikasi
melalui varietas berdaya hasil tinggi, respon terhadap
pemupukan, daun tanaman tegak sehingga dapat
menangkap sinar matahari lebih banyak, dan lain-lain.
Sumbangan faktor varietas, pemupukan dan irigasi
terhadap peningkatan produksi padi bisa mencapai 75%
Tabel 1. Perbedaan sifat kuantitatif dan kualitatif varietas lokal, varietas unggul baru dan varietas hibrida
Sifat Kuantitatif
dan Kualitatif
Varietas LokalVarietas
Unggul BaruVarietas Hibrida
HasilHasil gabah
rendahHasil gabah
tinggi
Lebih tinggi 10-15% daripada varietas
unggul baruUmur Umur tanaman Umur tanaman Umur tanaman
14
panjang genjah sedang
RasaRasa nasi enak dan beraroma
Rasa nasi sedang enak,
ada yang beraroma
Rasa nasi sedang enak
Kebutuhan Pupuk
Hanya perlu sedikit pupuk
Perlu banyak pupuk
Perlu banyak pupuk
Tinggi Tanaman
Tanaman tinggiTanaman rendah
Tanaman rendah sedang
Sifat DaunDaun rebah,
sehingga sedikit sinar matahari
Daun tegak, sehingga menyerap
lebih banyak sinar
Daun tegak, sehingga menyerap
lebih banyak sinar
Kekuatan Tanaman
karena rebah
Tanaman mudah rebah karena
tinggi
Tanaman tahan rebah karena relatif
pendek
Tanaman tahan rebah
karena batang kokoh
Adaptasi Tanaman
Sudah beradaptasi
dengan lingkungan
Belum tentu cocok untuk
semua lingkungan
Belum tentu cocok untuk
semua lingkungan
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007
2. Penyiapan lahan
Penyiapan lahan agar menjadi tempat yang baik
untuk tanaman, sehingga pengolahan tanah sangat
menentukan keberlanjutan pertumbuhan tanaman padi
hibrida. Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan dua kali
agar diperoleh pelumpuran tanah yang baik. Adapun
tahapan dalam pengolahan tanah antara lain :
1) Pengolahan tanah dengan bajak singkal (kedalaman 10-
20 cm), sebelumnya tanah digenangi air selama 1
15
minggu untuk melunakkan tanah. Galengan dibersihkan
dengan cangkul dan dipupuk dengan tanah agar air dan
unsur hara pada petakan tidak hilang melalui rembesan.
2) Setelah tanah diolah, tanah dibiarkan selama 1 minggu
dan digenangi air.
3) Tanah diolah kembali dengan bajak rotari sampai
melumpur dilanjutkan dengan perataan tanah sampai
siap tanam.
3. Persiapan pembibitan
1) Pada waktu pengolahan tanah pertama, dilakukan
pengolahan tanah untuk pembibitan. Luas lahan untuk
pembibitan sebesar 4% dari luas yang akan ditanami.
2) Benih, sehari sebelum ditebarkan direndam dalam air
garam 3% (30 g garam dapur/1 liter air). Benih yang
mengapung tidak digunakan sebagai benih dan
dibuang, sedangkan yang tenggelam dijadikan sebagai
benih yang akan ditebar. Tujuan perendaman dalam air
garam adalah untuk mengetahui kebernasan benih dan
daya tumbuh benih. Kebutuhan benih bila padi ditanam
1 bibit/lubang tanam adalah 15 kg. sedangkan
normalnya 25 kg untuk pertanaman 1 ha bila ditanam 3-
4 bibit/lubang tanam.
16
3) Benih setelah dalam larutan garam kemudian ditiriskan
dan didiamkan selama 24 jam sebelum ditebar ke
tempat persemaian. Tempat persemaian sebaiknya
ditebari dengan pupuk kandang 2 kg/m2 agar pada saat
pencabutan kelak menjadi lebih mudah. Benih ditebar
secara merata dan tidak saling tindih di tempat
bedengan ukuran panjang 10-20 m, lebar 1 - 1,2 m,
tinggi bedengan 5 cm – 10 cm dari permukaan tanah.
Antar bedengan dibuat selokan sedalam 25 cm – 30 cm.
Urea sebaiknya diberikan secara sebar sebanyak 20 g –
40 g/m2 pada waktu 7 hari setelah tebar benih. Pada
saat bibit akan ditanam, bibit dicabut secara diagonal
kemudian dibersihkan dari tanah yang menempel pada
akar secara hati-hati.
4. Tanam Pindah
Tanam pindah sebaiknya dilakukan pada waktu bibit
masih umur muda, dapat 10 hari setelah sebar (HSS), 15
HSS ataupun 21 HSS agar pembentukan anakan menjadi
optimal. Indikator bibit siap untuk ditanam bila daun
tanaman sudah mencapai 4 helai. Cara tanam dapat
dilakukan dengan model tegel (20 cm x 20 cm, 22 cm x 22
cm ataupun 25 cm x 25 cm), legowo 2:1, 3:1 ataupun 4:1
dengan jarak tanam 12,5 cm dalam baris dan 25 cm antar
17
baris. Semua cara tanam di atas berkaitan dengan populasi
tanaman dalam 1 ha.
Tabel 2. Sistem tanam, jarak tanam, dan populasi tiap ha pada
tanaman padi
Sistem Tanam Jarak Tanam Populasi Tiap Ha
Tegel
Tegel
Tegel
Legowo 2:1
Legowo 3:1
Legowo 4:1
Legowo 2:1
Legowo 3:1
Legowo 4:1
20 cm x 20 cm
22 cm x 22 cm
25 cm x 25 cm
10 cm x 20 cm
10 cm x 20 cm
10 cm x 20 cm
12,5 cm x 25 cm
12,5 cm x 25 cm
12,5 cm x 25 cm
250000
206611
160000
333333
375000
400000
213000
240000
256000
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007
Berdasarkan tabel 2 diatas, tampak bahwa cara
tanam legowo dengan jarak tanam yang sama mempunyai
populasi tanaman lebih banyak 33% - 60% dibanding cara
tanam tegel sehingga hasil gabah diperkirakan akan lebih
banyak pula. Beberapa kelebihan cara tanam legowo
dibanding cara tanam tegel adalah (a) hasil gabah lebih
18
tinggi, (b) cara tanam legowo memanfaatkan asas
pengaruh barisan pinggir (border effect) dimana
pertumbuhan tanaman pinggir lebih bagus dibanding
tanaman tengah, (c) tanaman dengan cara tanam legowo
pada tahap awal lebih terang sehingga serangan tikus
pada pertanaman dapat dihindari, (d) memudahkan
penyiangan dan pemupukan, (e) efisiensi pemberian pupuk
lebih besar karena jatuhnya pupuk pada barisan tanaman,
(f) pada saat fase pengeringan gabah, daun bendera pada
pertanaman legowo masih tegak sementara gabah pada
malai sudah merunduk, kondisi demikian tidak disukai oleh
burung, sehingga terhindar dari serangan burung, (g) bila
terjadi hujan lebat pada fase pertumbuhan dan
pengeringan biji, ternyata pertanaman dengan sistem
legowo relatif lebh tahan terhadap kerebahan dibanding
cara tanam tegel.
5. Penyulaman
Penyulaman dimaksudkan untuk mengisi rumpun
yang mati atau kurang baik pertumbuhannya, agar
diperoleh populasi tanaman yang optimum. Penyulaman
dilakukan sebanyak satu kali, yaitu sekitar satu minggu
setelah tanam dengan menggunakan sisa bibit yang masih
ada.
19
6. Penyiangan
Pertanaman diusahakan bebas dari gulma, untuk itu
perlu dilakukan penyiangan. Penyiangan dilakukan dengan
tangan atau dengan menggunakan herbisida. Pemberian
herbisida dilakukan pada saat tanaman berumur 5–7 hari
setelah tanam, diikuti dengan penyiangan tangan
sebanyak dua kali pada saat tanaman berumur tiga dan
lima minggu setelah tanam. Herbisida yang digunakan
dapat berupa Butachlor + 2,4 DEE dan Anilophos + 2,4
DEE. Herbisida dengan bahan aktif MCPA dengan nama
dagang Gramoxone dan Agroxone juga dapat digunakan.
7. Pemupukan
Untuk setiap ton gabah yang dihasilkan, tanaman
padi memerlukan hara N sebanyak 17,5 kg (setara 39 kg
urea), P sebanyak 3 kg (setara 19 kg SP-36) dan K
sebanyak 17 kg (setara 34 kg KCI). Dengan demikian bila
petani menginginkan hasil gabah tinggi tentu diperlukan
pupuk yang lebih banyak pula. Pada dasarnya pupuk
merupakan makanan bagi tanaman. Terdapat 2 jenis
pupuk yaitu pupuk anorganik dan pupuk organik. Untuk
mendapatkan hasil gabah yang tinggi pupuk perlu
dikombinasikan antara pupuk organik dan pupuk
anorganik. Tanaman padi memerlukan banyak hara N
20
dibanding hara P ataupun K. Hara N berfungsi sebagai
sumber tenaga untuk pertumbuhan tanaman,
pembentukan anakan, bahan klorofil untuk proses asimilasi
yang pada akhirnya memproduksi padi untuk pertumbuhan
dan pembentukan gabah. Hara P berfungsi sebagai sumber
tenaga untuk memenuhi kualitas hidup tanaman seperti
keserempakan tumbuh, masak bersamaan, dan lain-lain.
Sementara itu fungsi K sebagai komponen yang berperan
dalam reaksi enzim dalam tanaman. Fungsi kalium dalam
hal ini untuk memperbaiki rendemen gabah, ketahanan
terhadap kekeringan, ketahanan terhadap penyakit gabah,
memperbaiki kualitas gabah, dan lain-lain. Dengan
demikian untuk mendapatkan gabah dengan kualitas
gabah yang baik maka tanaman perlu diberi hara yang
lengkap dan sesuai dengan kebutuhan. Pemberian pupuk
untuk padi hibrida sebaiknya pada umur 7-10 hari setelah
tanam (HST), 21 HST dan 42 HST. Pada 8 HST diberikan
sebanyak 75 kg urea, 100 kg SP-36 dan 50 kg KCI per ha;
pada 21 HST diberikan 150 kg urea per ha dan pada 42
HST diberikan 75 kg urea dan 50 kg KCI per ha. Pupuk urea
perlu diberikan sebanyak 3 kali, agar pemberian pupuk N
menjadi lebih efisien terserap oleh tanaman padi hibrida.
Bila perlu tambahkan urea 50 kg/ha pada saat tanaman
21
10% berbunga. Sedangkan pemberian pupuk KCL
dilakukan 2 kali, agar proses pengisian gabah menjadi
lebih baik dibanding dengan 1 kali pemberian bersamaan
dengan pupuk urea pertama.
Pemberian hara P dan K dapat ditentukan berdasar
hasil analisis tanah atau melihat status hara P dan K dari
peta status hara. Secara umum hara P dan K tidak setiap
musim perlu diberikan. Hara P dapat diberikan tiap 4
musim sekali sedangkan hara K dapat tiap 6 musim sekali.
Hal ini disebabkan pupuk P yang diberikan ke tanah, hanya
± 20% nya terserap tanaman sedang sisanya terakumulasi
ke dalam tanah, sementara itu pupuk K yang diberikan ke
dalam tanah, hanya terserap tanaman ± 30% dari sisanya
terakumulasi ke dalam tanah. Sementara itu sumbangan
hara K dari air irigasi juga cukup tinggi ± 23 kg
K2O/ha/musim atau setara dengan 38 kg KCI/ha/musim.
Sumbangan hara yang berasal dari tanah juga cukup
potensial.
Bila para petani bersedia mengembalikan semua
jerami ke dalam tanah sawah, maka tidak perlu lagi
menambahkan pupuk KCI, karena sebanyak 80% hara K
yang diserap oleh tanaman padi terakumulasi dalam
jerami. Pada pembakaran jerami maka semua N dalam
22
jerami hilang, sedangkan P dan K sebagian hilang. Dampak
negatif lainnya dari pembakaran jerami antara lain
mikroorganisme tanah terganggu, tanah menjadi padat,
kesuburan tanah menurun karena bahan organik tanahnya
ikut terbakar serta terjadi polusi udara.
Sebagai pengganti pupuk organik dapat digunakan
pupuk organik dalam bentuk Azolla, Sesbania, Gliricida,
Orok-orok dan petai cina. Kelebihan pupuk hijau tersebut
adalah mampu menambat N berasal dari udara dalam
jumlah cukup besar serta tumbuh dengan cepat. Sebagai
gambaran, tanaman Azolla mampu menambat N dari udara
sebanyak 60 kg N/ha, Sesbania 267 kg N/ha, Gliricida 42 kg
N/ha, Orok-orok 110 kg /ha dan Petai cina 200 kg N/ha.
Secara umum dikatakan bahwa pupuk hijau mampu
memenuhi kebutuhan hara N sebanyak 80% kebutuhan N
tanaman. Pemberian pupuk hijau dapat dilakukan dengan
cara membenamkan daun-daunnya kedalam tanah pada
waktu pengolahan tanah.
Kombinasi pemberian pupuk organik dan anorganik
untuk padi hibrida sangat dianjurkan. pupuk organik yang
dianjurkan berupa pupuk kandang atau kompos jerami
sebanyak 2 ton per hektar setiap musim, sedangkan pupuk
anorganik yang diperlukan adalah urea, SP-36 dan KCI
23
masing-masing sebanyak 300 kg, 100 kg dan 100 kg per
ha.
8. Pengendalian hama dan penyakit
Strategi pengelolaan hama dan penyakit terpadu
diterapkan dengan mengintegrasikan komponen
pengendali yang kompatibel seperti (a) menggunakan
varietas tahan hama/penyakit, (b) menggunakan bibit
sehat, (c) menerapkan pola tanam yang sesuai, (d) rotasi
tanaman seperti padi-padi kedelai/kacang hijau, (e) waktu
tanam yang sesuai, (f) melakukan pembersihan lapangan
terhadap singgang yang biasanya dijadikan tempat vektor
hama dan sumber inokulum penyakit, (g) pemupukan
sesuai dengan kebutuhan tanaman, (h) penerapan irigasi
berselang, (i) gunakan sistem TBS (trop barier sistem)
untuk pengendalian tikus, (j) pengendalian kelompok telur,
observasi hama dan penyakit secara terus-menerus, (k)
menggunakan lampu perangkap untuk pengendalian hama
ulat grayak, dan penggerak batang, (l) meningkatkan
peran musuh alami seperti laba-laba, (m) gunakan
pestisida sebagai alternatif akhir untuk mengendalikan
hama berdasarkan hasil pengamatan.
24
Bila terjadi serangan penyakit kresek, maka sawah
perlu didrainase agar tidak terjadi genangan air di petakan.
Kelembaban tanah menjadi kurang, menyebabkan
lingkungan mikro di dalam rumpun padi hibrida menjadi
tidak lembab dan perkembangan jamur ataupun
mikroorganisme penyebab penyakit tidak berkembang
secara pesat.
9. Penentuan waktu panen
Penentuan waktu panen merupakan salah satu faktor
penting dalam kaitannya terhadap hasil gabah yang
dihasilkan. Bila tanaman padi dipanen terlalu awal maka
akan banyak terjadi butir hijau akibatnya kualitas gabah
yang dihasilkan menjadi rendah, banyak butir mengapur
dan beras kepala banyak yang patah. Sebaliknya bila
tanaman padi dipanen terlambat maka akan menurunkan
hasil gabah karena banyak terjadi kerontokan gabah,
timbangan gabah menjadi lebih ringan karena kadar air
sudah menurun. Pemanenan gabah yang ideal dilakukan
bila: (a) sudah 90% masak fisiologis, artinya 90% gabah
telah berubah warna dari hijau menjadi kuning, (b) bila
dihitung dari masa berbunga, telah mencapai 30-35 hari,
dan (c) berdasarkan perhitungan dari sejak sebar sampai
umur sesuai dengan deskripsi padi.
25
III. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN
A. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja
Lapangan
Praktik kerja lapangan akan dilaksanakan di PT. Sang Hyang
Seri (persero) Cabang Tegal, Desa Kedungkelor, Warurejo, Kota
Tegal, Provinsi Jawa Tengah selama ± 25 hari antara bulan Juli
sampai Agustus.
B. Materi Praktik Kerja Lapangan
26
Materi Praktik Kerja Lapangan terdiri dari materi umum dan
materi khusus, yaitu:
a. Umum
1. Sejarah dan perkebunan PT. Sang Hyang Seri (Persero)
Cabang Tegal
2. Keadaan umum lokasi yang meliputi:
a) Letak PT Sang Hyang Seri (persero) cabang Tegal
b) Iklim
c) Keadaan fisik dan topografi
3. Sarana dan prasarana umum yang meliputi:
a) Perkantoran
b) Ruang pertemuan
c) Laboratorium
d) Lahan pengujian
e) Gudang
f) Pabrik pengolahan
g) Jalan
b. Khusus
1. Budidaya padi hibrida
2. Hama yang menyerang tanaman padi hibrida
27
3. Berbagai cara pengendalian dan pengelolaan hama dan
penyakit pada tanaman padi hibrida
4. Mempelajari pengaruh serangan hama
C. Metode Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Praktik Kerja Lapangan ini menggunakan metode observasi
partisipasi, yaitu dengan cara melakukan pengamatan secara
langsung dan berperan aktif di lapangan mengenai kegiatan
perusahaan secara umum dan kegiatan pengenalan tanaman
padi hibrida, hama dan penyakit serta pengelolaan dan
pengendalian hama dan penyakit di PT. Sang Hyang Seri
(Persero) cabang Tegal. Upaya pengumpulan data yang akan
dilakukan adalah :
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan
langsung dan wawancara yang dilakukan dengan narasumber
dan pembimbing lapangan di PT. Sang Hyang Seri (Persero)
cabang tegal.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data atau dokumen
(mengambil data dari kantor) di PT. Sang Hyang Seri (persero)
cabang tegal.
3. Partisipasi aktif
28
Berpartisipasi aktif untuk mengetahui setiap tahap
dalam upaya pelaksanaan pengelolaan hama dan penyakit
tanaman padi hibrida dengan mengikuti kegiatan :
a. Budidaya tanaman padi hibrida yang meliputi tentang
pengelolaan tanah, pembibitan, penanaman, dan
pemeliharaan
b. Pengamatan hama pada tanaman padi hibrida
c. Berbagai cara pengendalian hama dan penyakit tanaman
padi hibrida
4. Metode Analisis
Analisis data dilakukan dengan metode analisis SWOT.
Metode ini digunakan untuk mengetahui beberapa faktor yang
penting dalam mendukung perkembangan perusahaan
melalui analisis dan identifikasi sehingga dapat diketahui
keunggulan (strength), kelemahan (weakness), peluang
(opportunity) dan tantangan (threats) yang ada.
D. Analisis SWOT
Analisis SWOT disusun berdasarkan pengamatan dan
data pendukung tentang PT. Sang Hyang Seri(Persero)
Cabang Tegal. Manfaat dari analisis SWOT adalah sebagai
berikut:
29
1. Menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan perusahaan
baik yang mendukung maupun yang menghambat.
2. Mengetahui sumberdaya perusahaan baik internal maupun eksternal.
3. Menemukan strategi untuk mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan
efisien.
Berikut merupakan hasil analisis SWOT yang dilakukan pada PT. Sang
Hyang Seri(Persero) Cabang Tegal yang didasarkan dari kegiatan pengamatan dan
data-data pendukung mengenai perusahaan yang telah diperoleh :
1. Strength (kekuatan)
Kekuatan merupakan faktor dominan dalam sebuah organisasi. Kekuatan inilah
yang menyebabkan PT. Sang Hyang Seri(Persero) Cabang Tegal dapat bertahan
dan berkembang dalam menjalankan usahanya. Kekuatan tersebut antara lain :
a. Memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas.
b. Memiliki fasilitas untuk mendukung keberlangsungan kegiatan perbenihan
yang memadai.
c. Konsisten dalam melakukan penelitian tentang perbenihan.
d. Management kegiatan yang tersusun baik dan rapi sehingga dapat
memenuhi target perusahaan secara optimal.
e. Telah mendapat kepercayaan dari konsumen bahwa PT. Sang Hyang
Seri(Persero) Cabang Tegal merupakan perusahaan BUMN besar yang
dapat dipertanggungjawabkan kualitas barang yang dihasilkan.
2. Weakness (kelemahan)
30
Kekurangan adalah hal yang selalu ada dalam sebuah lembaga atau
organisasi, namun dengan kesadaran adanya kekurangan itu mendorong
sebuah lembaga atau organisasi untuk selalu berusaha memperbaikinya
atau berinovasi untuk menutup kekurangan dengan selalu meningkatkan
kelebihan yang dimiliki lembaga atau organisasi tersebut.
Adapun kelemahan yang dimiliki oleh PT. Sang Hyang Seri(Persero)
Cabang Tegal antara lain:
a. Kurangnya tenaga pegawai yang berasal dari jurusan pertanian.
b. Kurangnya permodalan yang kadangkala menghambat dalam
produksi benih.
3. Opportunity (kesempatan)
PT.Sang Hyang Seri(Persero) Cabang Tegal memiliki peluang yang cukup
besar untuk terus berkembang, beberapa peluang yang dimiliki oleh
PT.Sang Hyang Seri(Persero) Cabang Tegal adalah :
a. Prospek pasar yang baik dimana komoditas benih padi yang
diproduksi merupakan komoditas yang paling banyak dibutuhkan
oleh petani di indonesia.
b. Kepercayaan konsumen akan mutu produk yang dihasilkan
PT.Sang Hyang Seri(Persero) Cabang Tegal sudah tidak diragukan
lagi sehingga menyebabkan banyak pelanggan yang menjadi
pelanggan tetap dan setia. Hal tersebut merupakan sebuah
kesempatan yang harus dan telah dilaksanakan oleh PT.Sang
Hyang Seri(Persero) Cabang Tegal untuk terus berkembang.
31
4. Threat (ancaman)
Terdapat beberapa hal yang dapat mengancam keberlangsungan usaha PT.
Sang Hyang Seri(Persero) Cabang Tegal antara lain :
a. Kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang labil
Kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang tidak stabil sangat
berpengaruh terhadap stabilitas harga sarana produksi dan daya beli masayarakat.
Sehingga akan memepengaruhi kelancaran proses produksi yang dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan perusahaan.
b. Banyaknya pesaing usaha
Prospek bisnis benih tanaman menyebabkan banyak bermunculan usaha-
usaha sejenis yang dapat mengencam eksistensi PT. Sang Hyang Seri(Persero)
Cabang Tegal. Hal ini menyebabkan pengelola PT. Sang Hyang Seri(Persero)
Cabang Tegal harus terus berinovasi dan meningkatkan pelayanan untuk
mempertahankan eksistensinya dalam bisnis perbenihan.
c. Musim yang sulit dipredisi
Perubahan iklim yang ekstrim akibat dari pemanasan global sangat
menghambat kegiatan produksi PT. Sang Hyang Seri(Persero) Cabang Tegal. Hal
ini karena akibat perubahan iklim yang ekstrim mengakibatkan sulitnya
memprediksi awal musim produksi yang biasanya dimulai pada akhir musim
hujan.
32
IV. Jadwal Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Praktik Kerja Lapangan akan dilaksanakan selama 25 hari
kerja, selama bulan Juli sampai Agustus 2013 dengan kegiatan
seperti disajikan pada tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Jadwal rencana kegiatan praktik kerja lapangan
N
oJenis kegiatan
Minggu ke
1 2 3 4
1 Orientasi lapang *
2 Mengumpulkan data sekunder
a. Sejarah dan latar belakang
berdirinya PT
b. Keadaan fisik dan topografi lahan
*
*
3 Mengikuti budidaya tanaman padi
hibrida* * * *
4 Mengetahui hama yang menyerang
tanaman padi hibrida dan
pengendaliannya
* * * *
5 Evaluasi data. * *
33
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian, 1983, Pedoman Bercocok Tanam Padi Palawija Sayur-sayuran. Departemen Pertanian Satuan Pengendali BIMAS. Jakarta.
Departemen Pertanian, 2007. Daerah Pengembangan dan Anjuran Budidaya Padi Hibrida. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Grist D.H., 1960. Rice Formerly Agricultural Economist, Colonial Agricultural Service, Malaya. Longmans, Green and Co.Ltd. London
Hidajat JR. 2006. Petunjuk Teknis Produksi Benih Padi Hibrida. Bogor: Puslitbangtan-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Luh, B.S., 1991. Rice Production, Volume 1. Published by Van Nostrand Reinhold, New York
Makarim, A.K. dan E Suhartatik, 2009. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. Iptek Tanaman Pangan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukarmandi. 295-330
Nainggolan K. 2007. Perberasan Sebagai Bagian dari Ketahanan Pangan Nasional. Agrimedia Vol 12 No 2: 1-10
Rachim, Djunaedi A. dan Suwardi. 2002. Morfologi dan klasifikasi Tanah. Bogor; Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
34
Satoto, Sutaryo B, Suprihatno B 2009 Prospek Pengembangan Varietas Padi Hibrida. Di dalam Darajat AA. Et al. editor. Padi Inovasi Teknologi Produksi. Sukarmandi; Balai Besar Penelitian Tanaman Padi-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-Kementerian Pertanian. Hlm 29-65
Siregar, H. 1992. Analisis mutu gabah beberapa varietas/galur harapan padi. Jurnal Penelitian Pertanian 12 (1):45-49
Suardi, D. 2002. Perakaran Padi Dalam Hubungan dengan Toleransi Tanaman Terhadap Kekeringan dan Hasil. Jurnal. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian
Suprayono dan A. Setyono, 1997. Mengatasi Permasalahan Budidaya Padi. Cetakan-1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yoshida S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. International Rice Research Institute. Los Banos. Philippines..p. 269
35
top related