tp pemeriksaan neurologi
Post on 24-Jul-2015
190 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
PEMERIKSAAN NEUROLOGI
PENDAHULUAN
Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan laboratorium (penunjang).
Pemeriksaan neurologis meliputi: pemeriksaan kesadaran, rangsang selaput otak, saraf otak,
sistem motorik, sistem sensorik refleks dan pemeriksaan mental (fungsi luhur).
Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan berkembang
dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat
penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit.
Saat ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak
melalui pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati
dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.
Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental di sisi ranjang
(bedside) masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahkan dapat meningkatkan
kemampuan pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita
dapat mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat-alat
canggih yang kita miliki.
Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk melihat,
mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan pemeriksaan
anamnesis, fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan diagnosis, dan pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………..2
ISI
Definisi…………………..…………………………………………………………….4
Anamnesis……………..………………………………………………………………4
Status Mental…………………..………………………………………………………6
Tingkat kesadaran………………………..…………………………………………….7
Pemeriksaan nervus kranialis………………………………………………………….8
Sistem motorik……………………………………………………………………….13
Sistem sensorik……………………………………………………………………….16
Tanda rangsang meningeal………………………………………..………………….17
Reflex patologis………………………………………………………….…………..18
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….…….19
2
ISI
Definisi
Pemeriksaan neurologik adalah suatu proses yang membutuhkan ketelitian dan
pengalaman yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan pada fungsi yang sangat spesifik.
Pemeriksaan neurologik dibagi dalam lima komponen yaitu status mental, tingkat
kesadaran,syaraf-syaraf kranial, sistem motorik,refleks, dan sistem sensorik.
Anamnesis
Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting.
Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya.
Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan kadang-
kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa.
Selain itu, ada juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu; jadi, dalam
bentuk serangan. Di luar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat. Jika penderita
datang ke dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis penyakitnya,
kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita (anamnesis) dan orang
yang menyaksikannya (allo-anamnesis).
Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena
perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis kita
perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebabkan oleh
bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit, kita dapat mendekati
diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah
berlebihan bila dikatakan bahwa: “Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah
jalan ke ara diagnosa yang tepat”.
Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan
penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya dilakukan di
3
tempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain. Biasanya pengambilan anamnesis
mengikuti 2 pola umum, yaitu:
1. Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang
dideritanya.
2. Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau kelainannya
dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.
Pengambilan anamnesa yang baik menggabungkan kedua cara tersebut diatas.
Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur,
pekerjaan, alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong
pasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri:
1. Sejak kapan mulai
2. Sifat serta beratnya
3. Lokasi serta penjalarannya
4. Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis
makan dan lain sebagainya)
5. Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut
6. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
7. Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan
8. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang
dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya
Pada tiap penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau
kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Nyeri kepala : Apakah anda menderita sakit kepala? Bagaimana sifatnya, dalam
bentuk serangan atau terus menerus? Dimana lokasinya? Apakah progresif, makin
lama makin berat atau makin sering? Apakah sampai mengganggu aktivitas sehari-
hari?
2. Muntah : Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tiba-tiba,
mendadak, seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?
3. Vertigo : Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak, berputar atau
anda merasa diri anda yang bergerak atau berputar? Apakah rasa tersebut ada
hubungannya dengan perubahan sikap? Apakah disertai rasa mual atau muntah?
Apakah disertai tinitus (telinga berdenging, berdesis)?
4. Gangguan pemglihatan (visus) : Apakah ketajaman penglihatan anda menurun pada
satu atau kedua mata? Apakah anda melihat dobel (diplopia)?
4
5. Pendengaran : Adakah perubahan pada pendengaran anda? Adakah tinitus (bunyi
berdenging/berdesis pada telinga)?
6. Saraf otak lainnya : Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi
(pengeluaran air ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan perasaan di wajah?
Adakah kelemahan pada otot wajah? Apakah bicara jadi cadel dan pelo? Apakah
suara anda berubah, jadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi mengecil/hilang
(afonia)? Apakah bicara jadi cadel dan pelo (disartria)? Apakah sulit menelan
(disfagia)?
7. Fungsi luhur : Bagaimana dengan memori? Apakah anda jadi pelupa? Apakah anda
menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia, afasia motorik) atau
memahami pembicaraan orang lain (disfasia, afasia sensorik)? Bagaimana dengan
kemampuan membaca (aleksia)? Apakah menjadi sulit membaca, dan memahami apa
yang anda baca? Bagaimana dengan kemampuan menulis, apakah kemampuan
menulis berubah, bentuk tulisan berubah?
8. Kesadaran : Pernahkah anda mendadak kehilangan kesadaran, tidak mengetahui apa
yang terjadi di sekitar anda? Pernahkah anda mendada merasa lemah dan seperti mau
pingsan (sinkop)?
9. Motorik : Adakah bagian tubuh anda yang menjadi lemah, atau lumpuh (tangan,
lengan, kaki, tungkai)? Bagaimana sifatnya, hilang-timbul, menetap atau berkurang?
Apakah gerakan anda menjadi tidak cekatan? Adakah gerakan pada bagian tubuh atau
ekstremitas badan yang abnormal dan tidak dapat anda kendalikan (khorea, tremor,
tik)?
10. Sensibilitas : Adakah perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau
ekstremitas? Adakah rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar? Dimana
tempatnya? Adakah rasa tersebut menjalar?
11. Saraf otonom : Bagaimana buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan
nafsu seks (libido) anda? Adakah retensio atau inkontinesia urin atau alvi?
Status mental
Mengevaluasi kemampuan penderita untuk memberi alasan, membuat abstrak,
rencana dan penilaian. Sosial ekonomi,etnis dan status pendidikan penderita perlu diketahui
oleh pemeriksa untuk mengetahui status mental penderita, status mental berhub. Dengan
mood & jalan pikiran pasien.
-Apakah ada tanda-tanda tidak merawat diri?
5
-Apakah pasien berprilaku wajar?
-Bagaimana suasana hati pasien?
-Apakah suasana hati pasien berubah dengan cepat?
Tingkat kesadaran
Ada beberapa metode untuk menggolongkan tingkat kesadaran masing-masing
menggunakan istilah yang sama tapi caranya berbeda (Glasgow Coma Skala), apapun metode
yang digunakan yang terpenting adanya konsistensi serta pemahaman penuh terhadap semua
terminologi yang digunakan.
a. secara kualitatif
1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
1. Menilai respon membuka mata (E)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2): dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan
kuku jari)
(1) : tidak ada respon
6
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang)
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun
tidak dalam satu kalimat.)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3. Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada &
kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) /
Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Nervus Kranialis
a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :
Pasien memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi,
tembakau, parfum atau rempah-rempah)
b.N.II : Optikus (Tajam penglihatan):
Tajam penglihatan : membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan
pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di
buku atau koran.
7
Lapangan pandang : Yang paling mudah adalah dengan munggunakan metode
Konfrontasi dari Donder. Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1
meter dengan pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien
harus ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya.
Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus
selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya
dibidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar
ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus memberitahu,
dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila
sekiranya ada gangguan kampus penglihatan (visual field) maka pemeriksa akan lebih
dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan
dan masing masing mata harus diperiksa.
Refleks Pupil
i. Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus
pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya
terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada
keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
ii. Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil
dengan ukuran yang sama.
Pemeriksaan fundus occuli
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan
kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina
sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti
perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus
optikus.
e. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
c. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata):
Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas
akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah
8
satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila
pasien mendongakkan kepala ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik
atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
Gerakan bola mata
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah
medial, atas dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia)
dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada
keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu
sisi. Nervus okulomotorius berperan dalam gerakan mata ke atas, atas dalam, atas
luar, medial, bawah, bawah luar
Pemeriksaan pupil meliputi :
i. Bentuk dan ukuran pupil
ii. Perbandingan pupil kanan dan kiri
iii. Refleks pupil, Meliputi pemeriksaan:
1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2. Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II)
3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):
Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral bawah, strabismus
konvergen, diplopia
e. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan
refleks kedip):
Cabang optalmicus : Memeriksa refleks berkedip
Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah dan gigi
Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan gigi
o Pemeriksaan motorik : membuka dan menutup mulut; palpasi otot maseter dan
temporalis; kekuatan gigitan.
o pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba M. masseter
dan M. temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus
nya sama.
9
o Pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi
rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi.
Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus
simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan, rahang bawah tidak dapat
digerakkan kesamping kiri. Cara lain pasien diminta mempertahankan
rahang bawahnya kesamping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan
rahang bawah keposisi tengah.
o Pemeriksaan sensorik : dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan
suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
o Refleks kornea : Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup
matanya atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
o Refleks masseter : Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada
bagian tengah dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul
dengan ”hammer reflex” normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah
kadang kadang tidak ada. Bila ada gerakan hebat yaitu kontraksi M. masseter, M.
temporalis, M. pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini
disebut refleks meninggi.
f. N.VI : Abducen (deviasi mata ke lateral) :
Pergerakan bola mata ke lateral
g. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):
Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh lipatannya
tidak dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata dengan rapat
dan coba buka dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir,
memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung
tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar
kebagian sisi yang lumpuh).
Pemeriksaan fungsi sensorik :
o 2/3 bagian depan lidah : Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah, kemudian
pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit.
Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas. Bahannya
adalah: glukosa 5 %, NaCl 2,5 %, asam sitrat 1 %, kinine 0,075 %.
10
o Sekresi air mata : Dengan menggunakan Schirmer test (lakmus merah).
Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm. Warna berubah jadi biru; normal: 10–15 mm (lama
5 menit).
h. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) :
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi
vestibuler
1) Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau
obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau
perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik
arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan
tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.
i. Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus
mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan
garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan
norma anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf
anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut
Rinne negatif.
ii. Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal
bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi
dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih
keras pada telinga yang abnormal.
2) Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus
dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes
untuk postural nistagmus.
i. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
11
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya
dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom),
kesulitan menelan dan disartria (khas bernoda hidung / bindeng).
Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan
apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula terletak
ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa
uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen
sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap
sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan
spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan.
Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika
konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X,
kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus
laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada
sepertinya posterior lidah (N. IX).
j. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus)
Memeriksa tonus m. sternocleidomastoideus : Dengan menekan pundak pasien dan pasien
diminta untuk mengangkat pundaknya.
Memeriksa tonus m. trapezius : Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan
ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. sternocleidomastoideus.
k. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah):
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam
didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan
tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.Pasien diminta menjulurkan lidahnya
yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower
motorneuron unilateral.Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah
imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan
pseudobulbar.
Sistem motorik
12
Kinerja motorik tergantung pada otot yang utuh, hubungan neuromuskular yg
fungsional dan traktus saraf kranial & spinal yang utuh.Neuron dibagi atas Upper motorik
neuron (UMN) dan Lower motorik neuron (LMN).
- UMN berasal dari korteks serebri & menjulur kebawah, satu bagian (traktus
kortikobulbaris) berakhir pada batang otak dan bagian yg lainnya (traktus kortikospinalis)
menyilang bagian bawah MO & terus turun ke Medula Spinalis.
-LMN mencakup sel-sel motorik nuklei saraf kranial dan aksonnya serta sel-sel kornu
anteriormedula spinalis dan aksonnya.serabut-serabutnya keluar melalui kurnuanterior
medula spinalis atau motorik medula spinalis.
Lesi neuron
Lesi UMN
-kehilangan kontrol volunter
-Peningkatan tonus otot
-Tidak ada atropi otot
-Rerfleks hiperaktif dan abnormal
Lesi LMN
-Kehilangan kontrol volunter
-Penurunan tonus otot
-Paralisis flaksid otot
-Atropi otot
-Tidak ada atau penurunan refleks
Tonus dan kekuatan otot
Tonus otot adalah resistensi dengan menggerakkan sendi secara pasif dan sering
terganggu bila ada gangguan. Sistem saraf. Gangguan. UMN meningkatkan tonus otot
dan sebaliknya.kekuatan otot diperiksa dgn membandingkan otot yang satu dgn yang
lainmis; melakukan fleksi & ekstensi ekstremitas kemudian dilakukan penahanan.
Koordinasi dan gaya berjalan
Pengaruh serebelum terlihat pada kontrol keseimbangan dan koordinasi.koordinasi
tangan & ekstremitas atas di kaji dgn cara melakukan gerakan cepat, selang seling,
dan uji menunjuk satu titik ke titik yang lainnya.untuk ekstremitas bawah pasien
diminta meletakkan tumit pada kaki yg satu & turun perlahan kebawah daerah tibia
13
anterior. Gaya berjalan (gait) jg dapat dinilai dengan meminta penderita berjalan dgn
ayunan lengan.
Keseimbangan
Dapat diketahui dengan melakukan tes Romberg; Pasien berdiri dengan menggunakan
satu kaki dgn tangan diturunkan pada sisi yang sama, sementara kaki yang satu
diangkat dan tangan yang satunya dinaikan keatas, mula-mula mata terbuka kemudian
tertutup 20-30 detik.
Refleks
Refleks tendon dalam dapat ditimbulkan dengan mengetukkan palu refleks
secara cepat & kuat pada tendon yg teregang sebagian kemudian berjalan disepanjang
serabut aferen menuju medula spinalis kemudian bersinaps dengan neuron motorik
atau neuron kornu anterior kemudian sinaps dihantarkan kebawah melalui neuron
motorik radiks anterior kemudian diteruskan melalui saraf spinal & saraf perifer,
setelah melampaui batas neuromuskular, otot dirangsang untuk berkontraksi.
-Refleks tendon dalam/ refleks regang otot yang sering diperiksa adalah refleks
biseps, refleks triseps, refleks brahioradialis, refleks patella, dan refleks archilles.
-Refleks superfisial diperiksa dengan menggoreskan kulit dengan benda keras spt
ujung sebuah palu refleks yang menyebabkan otot berkontraksi, refleks tersebut
antara lain refleks abdominal, refleks kremaster, refleks gluteal, & refleks plantar.
Refleks tendon dalam
Refleks biseps
Peregangan tendon biseps pada saat siku dalam keadaan fleksi. Orang yang
menguji menyokong lengan bawah dengan satu tangan sambil menempatkan jari
telunjuk dengan menggunakan palu refleks. Respon normal; fleksi pada siku &
kontraksi biseps.
Refleks triseps
Lengan pasien difleksikan pada siku & diposisikan di depan dada, pemeriksa
menyokong lengan pasien & mengidentifikasi tendon triseps dengan mempalpasi 2,5-
5 cm diatas siku.pemukulan langsung pada tendon normalnya menyebabkan kontraksi
otot triseps & ekstensi siku.
14
Refleks brahioradialis
Penguji meletakkan lengan pasien diatas meja atau disilangkan diatas perut,
ketukan palu dengan lembut 2,5-5 cm diatas siku, pengkajian ini dilakukan dengan
lengan dalam keadaan fleksi dan supinasi.
Refleks patella
Mengetok tendon patella tepat dibawah patella dimana pasien dalam keadaan
duduk atau tidur terlentang. Jika pasien terlentang pengkaji menyokong kaki untuk
memudahkan relaksasi otot. Kontraksi quadriseps dan ekstensi lutut adalah respon
normal.
Refleks Achilles
Buat pergelangan kaki dalam keadaan rileks, kaki dalam keadaan dorsal fleksi
pada pergelangan kaki dan palu diketokkan pada tendon Achilles.
Refleks superfusial
Refleks abdominalis
Refleks supersuperfisial yang ada ditimbulkan oleh goresan pada kulit dinding
abdomen
Refleks plantar
Ditimbulkan dengan menggores permukaan lateral telapak kaki dari tumit
sampai kebantalan kaki dan melengkung kearah medial melintasi bantalan kaki,
normalnya terjadi fleksi jari-jari kaki.
Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral
Sistem sensorik
Sistem sensorik memegang peranan penting dalam penghantaran informasi kepada
sistem saraf sentral mengenai lingkungan sekitarnya. Pada waktu memeriksa sistem sensorik,
ada empat daerah yang diperiksa yaitu :Sensasi taktil, Sensasi nyeri dan suhu, Vibrasi dan
propriosepsi, Merasakan posisi, Integrasi sensasi, persepsi nyeri & suhu dihantarkan oleh
15
serabut saraf menuju ganglia radiks dorsal setelah bersinaps dalam kornu dorsalis serabut
menyilang garis tengah & masuk ketraktus spinotalamikus lateralis kemudian berjalan keatas
medula spinalis dan batang otak dan berakhir di talamus.
-Sensasi taktil
Dikaji dengan menyentuh lembut gumpalan kapas pada masing-masing sisi tubuh,
sensivitas daerah ekstremitas bagian proksimal dibandingkan dengan bagian distal.
-Sensasi nyeri dan suhu
-Nyeri superfisial dapat dikaji dengan menentukan sensivitas pasienterhadap obyek yang
tajam, pasien diinstruksikan membedakan antara ujung yang tajam dgn yang tumpul. untuk
suhu dengan tabung yang berisi air panas dan air dingin.
-Vibrasi dan propriosepsi
Getaran & propriosepsi ditransmisi bersama-sama pada bagian posterior medula. Getaran
dapat dievaluasi melalui garpu tala frekuensi rendah(128-256 Hz)
-Merasakan posisi
dapat ditentukan pada saat klien menutup mata klien harus mampu berdiri dengan kedua kaki
rapat tanpa bergoyang-goyang atau kehilangan keseimbangan.
-Integrasi sensasi
Hal ini dapat dilakukan dengan membedakan dua titik, jika klien disentuh oleh dua obyek
tajam bersamaan apakah klien mampu merasakan dua sentuhan tadi.
Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan
pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian
kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan
tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau
berat
Kernig sign : Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai
bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135°
terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut
135°, maka dikatakan Kernig sign positif.
Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
16
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala
pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan
fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai
secara reflektorik.
Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi
lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan
secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini
menandakan test ini postif.
Lasegue sign : Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu
kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus,
dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu
berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70°
sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan
sebelum mencapai 70° maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang
sudah lanjut usianya diambil patokan 60°.
Refleks Patologis
Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari – jari kaki.
Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis dari
posterior ke anterior.
Respons : seperti babinski
Oppenheim
Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal
Respons : seperti babinski
Gordon
Stimulus : penekanan betis secara keras
Respons : seperti babinski
Schaeffer
17
Stimulus : memencet tendon achilles secara keras
Respons : seperti babinski
Gonda
Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat
Respons : seperti babinski
Hoffman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respons : ibu jari, telunjuk dan jari – jari lainnya berefleksi
Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti Hoffman
DAFTAR PUSTAKA
1. Duus, Peter, Diagnosis topik neurologi : anatomi, fisiologi, tanda, gejala,Ed. 2. EGC,
Jakarta,1996.
2. Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
3. Talley, Nicholas J, O’Connor Simon, Pemeriksaan Klinis. Pedoman Diagnosis Fisik,
Binarupa Aksara, Jakarta, 1994.
4. Mardjono, Mahar Prof. Dr, Sidharta Prigura Prof. Dr, Neurologi Klinis Dasar, Dian
Rakyat, Jakarta, 2000.
5. Delf H. Mohlan, Manning T. Robert, Major Diagnosis Fisik. Ed. 9, EGC, Jakarta, 1996.
18
top related