anamnesis dan pemeriksaan klinis neurologi

75
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI A NAMNESIS Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting. Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya. Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu, ada juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu; jadi, dalam bentuk serangan. Di luar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat. Jika penderita datang ke dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita (anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo- anamnesis). Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis kita perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebabkan oleh bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit, kita dapat mendekati diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa: “Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke ara diagnosa yang tepat”. 1

Upload: fathul-yasin

Post on 03-Oct-2015

53 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

Semoga bermanfaat

TRANSCRIPT

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGIANAMNESISDalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting. Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya. Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu, ada juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu; jadi, dalam bentuk serangan. Di luar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat. Jika penderita datang ke dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita (anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo-anamnesis). Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis kita perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebabkan oleh bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit, kita dapat mendekati diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa: Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke ara diagnosa yang tepat. Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain. Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu:1. Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang dideritanya.2. Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.Pengambilan anamnesa yang baik menggabungkan kedua cara tersebut diatas. Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri:1. Sejak kapan mulai2. Sifat serta beratnya3. Lokasi serta penjalarannya4. Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis makan dan lain sebagainya)5. Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut6. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya7. Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan8. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam bentuk serangan, dan lain sebagainyaPada tiap penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:1. Nyeri kepala : Apakah anda menderita sakit kepala? Bagaimana sifatnya, dalam bentuk serangan atau terus menerus? Dimana lokasinya? Apakah progresif, makin lama makin berat atau makin sering? Apakah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari?2. Muntah : Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tiba-tiba, mendadak, seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?3. Vertigo : Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak, berputar atau anda merasa diri anda yang bergerak atau berputar? Apakah rasa tersebut ada hubungannya dengan perubahan sikap? Apakah disertai rasa mual atau muntah? Apakah disertai tinitus (telinga berdenging, berdesis)?4. Gangguan pemglihatan (visus) : Apakah ketajaman penglihatan anda menurun pada satu atau kedua mata? Apakah anda melihat dobel (diplopia)?5. Pendengaran : Adakah perubahan pada pendengaran anda? Adakah tinitus (bunyi berdenging/berdesis pada telinga)?6. Saraf otak lainnya : Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi (pengeluaran air ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan perasaan di wajah? Adakah kelemahan pada otot wajah? Apakah bicara jadi cadel dan pelo? Apakah suara anda berubah, jadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi mengecil/hilang (afonia)? Apakah bicara jadi cadel dan pelo (disartria)? Apakah sulit menelan (disfagia)?7. Fungsi luhur : Bagaimana dengan memori? Apakah anda jadi pelupa? Apakah anda menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia, afasia motorik) atau memahami pembicaraan orang lain (disfasia, afasia sensorik)? Bagaimana dengan kemampuan membaca (aleksia)? Apakah menjadi sulit membaca, dan memahami apa yang anda baca? Bagaimana dengan kemampuan menulis, apakah kemampuan menulis berubah, bentuk tulisan berubah?8. Kesadaran : Pernahkah anda mendadak kehilangan kesadaran, tidak mengetahui apa yang terjadi di sekitar anda? Pernahkah anda mendada merasa lemah dan seperti mau pingsan (sinkop)?9. Motorik : Adakah bagian tubuh anda yang menjadi lemah, atau lumpuh (tangan, lengan, kaki, tungkai)? Bagaimana sifatnya, hilang-timbul, menetap atau berkurang? Apakah gerakan anda menjadi tidak cekatan? Adakah gerakan pada bagian tubuh atau ekstremitas badan yang abnormal dan tidak dapat anda kendalikan (khorea, tremor, tik)?10. Sensibilitas : Adakah perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau ekstremitas? Adakah rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar? Dimana tempatnya? Adakah rasa tersebut menjalar?11. Saraf otonom : Bagaimana buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan nafsu seks (libido) anda? Adakah retensio atau inkontinesia urin atau alvi?Disamping data yang bersifat saraf ini, perlu juga dujajaki adanya keluhan lain, yang bukan merupakan keluhan saraf dalam arti kata sempit, namun mungkin ada hubungannya dengan kelainan saraf yang sedang diderita. Misalnya, kelianan jantung, paru, tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.

KESADARANSeseorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Orang normal dapat berada dalam keadaan : sadar, mengantuk, atau tidur. Bila tidur maka dapat dibangunkan oleh rangsang, misalnya nyeri, bunyi atau gerak. Dalam memeriksa tingkat kesadaran, seorang dokter melakukan inspeksi, konversasi, dan bila perlu memberikan rangsang nyeri. Inspeksi, perhatikan apakah pasien berespons secara wajar terhadap stimulus visual, auditoar, dan taktil yang ada disekitarnya. Konversasi, Apakah pasien memberikan reaksi wajar terhadap suara konversasi, atau dapat dibangunkan oleh suruhan atau pertanyaan yang disampaikan dengan suara yang kuat? Nyeri, bagaimana respons pasien terhadap rangsang nyeri?Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa yaitu: Normal: kompos mentis Somnolen: keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai letargi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya pasien dibangungkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri. Sopor (stupor) : Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri pasien tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari pasien. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik. Koma : Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.Delirium, Penderita delirium menunjukkan penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pada keadaan ini pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktifitas motorik meningkat, meronta-ronta. Penyebab delirium beragam, diantaranya ialah kurang tidur, oleh berbagai obat, dan gangguan metabolic toksik. Pada manula, delirium kadang didapatkan waktu malam hari. Penghentian obat anti depresan yang telah lama digunakan dapat menyebabkan delirium-tremens. Demikian juga bila pecandu alcohol mendadak menghentikan minum alcohol.Skala Koma GlasgowUntuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow yang memperhatikan tanggapan (respon) penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai pada respon tersebut. Tanggapan/respon penderita yang perlu diperhatikan adalah:Membuka mata Spontan 4 Terhadap bicara 3 Dengan rangsang nyeri 2 Tidak ada reaksi 1Respon verbal (bicara) Baik dan tidak ada disorientasi5 Kacau (confused)4 Tidak tepat3 Mengerang2 Tidak ada jawaban1Respon motorik (gerakan) Menurut perintah6 Mengetahui lokasi nyeri5 Reaksi menghindar4 Refleks fleksi (dekortikasi)3 Refleks ekstensi (deserebrasi)2 Tidak ada reaksi1Bila kita gunakan skala Glasgow sebagai patokan untuk koma, maka koma = tidak didapatkan respons membuka mata, bicara dan gerakan dengan jumlah nilai = 3, nilai 3-5 dapat sesuai dengan keadaan koma, 6-7 soporokoma, 8-9 sopor. Nilai tertinggi 15 yang berarti sadar.PEMERIKSAAN UMUM.Pemeriksaan harus mencakup :a. Gejala vital, Periksa jalan nafas, keadaan respirasi dan sirkulasi. Pastikan bahwa jalan nafas terbuka dan pasien dapat bernafas. Otak membutuhkan pasokan oksigen yang kontinu, demikian juga glukosa. Tanpa oksigen sel-sel otak akan mati dalam waktu lima menit, karena itu, harus ada sirkulasi darah untuk menyampailkan oksigen dan glukosa ke otak. Jadi waktu untuk memulihkan pernafasan dan sirkulasi darah adalah singkat, dan keadaan kadar dextrose yang diberikan harus cukup untuk nutrisi otak,b. Kulit, perhatikan tanda trauma, stigmata penyakit hati, bekas suntikan, kulit basah karena keringat misalnya pada hipoglikemi dan syok, kulit kering misalnya pada koma diabetic, perdarahan misalnya pada demam berdarah dengue dan DIC.c. Kepala, Perhatikan tanda trauma, hematoma dikulit kepala, hematoma disekitar mata, perdarahan di liang telinga dan hidung.d. Thoraks, jantung, parum abdomen dan ekstremitas.

PEMERIKSAAN NEUROLOGITANDA RANGSANG MENINGEALKaku kuduk Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan dengan cara tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.Kernig signPada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135, maka dikatakan Kernig sign positif.Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.Brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign)Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.Brudzinski IIIPenekanan pada simfisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan fleksi secara reflektorik pada kedua tungkai disendi lutut dan panggul.

Lasegue signUntuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70 sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70 maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60.

PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALISN I = N. OlfaktoriusFungsi: untuk indera penciumanSyarat pemeriksaan:1. Bahan yang digunakan bersifat aromatik, tidak merangsang mukosa hidung, dan mudah dikenal.Misalnya: teh, kopi, tembakau, sabun, vanili, dll.2. Bahan yang mudah menguap dan merangsang mukosa hidung tidak dapat dipakai karena akan merangsang juga N.V. misalnya: alkohol, amonia.3. Sebelum pemeriksaan terlebih dulu jalan lintas pernapasan melalui hidung harus baik, bersih, dan lancar. Jadi tidak ada corpus alineum, rhinitis, atau polip.4. Mata penderita sebaiknya ditutup atau dapat tetap terbuka tetapi bahan yang digunakan dimasukkan dalam botol kecil berwarna gelap.

Cara pemeriksaan:1. Penderita diberitahu terlebih dahulu bahwa daya penciumannya akan diperiksa. Kemudian diminta untuk mengidentifikasi apa yang tercium olehnya jika suatu botol didekatkan pada lubang hidungnya.2. Pemeriksaan dilakukan terhadap kedua lubang hidung.3. Pemeriksaan dimulai dengan menyuruh penderita menutup satu lubang hidung. Kemudian bahan pemeriksaan kita dekatkan pada lubang hidung sebelahnya dan penderita diminta untuk menghirup/menciumnya. Setelah itu penderita diminta menyebutkan nama bahan tersebut. Selesai pemeriksaan lubang hidung yang satu dilanjutkan dengan memeriksa lubang hidung sebelahnya.4. Terciumnya bau-bauan secara tepat berarti fungsi penciuman (N.1) kedua belah sisi adalah baik.Kelainan penciuman:Anosmia hilangnya daya penciumanHiposmia daya penciuman berkurangHiperosmia daya penciuman lebih tajam dari normalParosmia rangsangan bau ada tetapi identifikasinya salahHalusinasi olfactorik mencium bau sesuatu tanpa adanya rangsangan

Terganggunya fungsi nervus VII antara lain dapat disebabkan oleh : Tumor yang menekan traktus olfaktorius, paling sering berupa meningioma Trauma kapitis, terputusnya serabut-serabut olfaktorius pada fraktur basis kranii fossa anterior Infeksi, misalnya pada meningitis basal yang mengenai traktus atau serabut olfaktoriusPada keadaan parosmia, hiperosmia, dan halusinasi olfaktorik biasanya ditemukan pada keadaan histeria dan epilepsi.

N.II = N. OptikusFungsi: untuk penglihatan Pemeriksaan meliputi:Ketajaman penglihatan (visual acuity)Syarat pemeriksaan: Ruangan harus cukup terang Tidak ada gangguan/kelainan lensa, kornea, iris Tanyakan apakah penderita buta huruf atau tidak. Jika ya maka dipakai kartu snellen khusus: yaitu huruf E dengan berbagai ukuran dan posisi yang berubah-ubah.Tes ketajaman penglihatan:a. Tes kartu Snellen Penderita duduk di kursi Gantungkan kartu snellen setinggi kedudukan mata penderita pada jarak 6 m (5 m). Mata kanan dan kiri diperiksa bergantian dengan menutup sebelah mata dengan tangan penderita sendiri. Kemudian penderita disuruh membaca huruf-huruf mulai dari atas ke bawah yang ditunjuk oleh pemeriksa pada kartu snellen Kartu snellen yang tersedia di Indonesia mempunyai catatan di samping kanan-kirinya. Catatan di kiri untuk visus yang diperiksa pada jarak 6 m sedangkan yang di kanan untuk jarak 5 m. Pada tiap bagan dicantumkan visus yang sesuai dengan barisan huruf itu sehingga dengan demikian penentuan visus secara kasar mudah dilaksanakan. Nilai ketajaman penglihatan normal adalah 6/6 E. Jika penderita hanya dapat membaca huruf barisan ketiga saja maka visus adalah 6/20 (30%). Bila visus menurun sampai 6/60 (10%) berarti penderita tidak bisa membaca huruf barisan pertama. Maka visus sebaiknya diperiksa dengan menggunakan cara kedua.

Snellen chart

2. Tes hitung jariPenderita diminta menghitung jari-jari tangan pemeriksa yang diperlihatkan padanya. Jika penderita hanya dapat menghitung jari dengan benar pada jarak 3 m, berarti visusnya 3/60. Angka 60 menunjukkan jarak orang normal dapat menghitung jari dengan benar.3. Tes gerakan jariPada penderita dengan visus yang lebih buruk lagi dimana pada jarak 1 m masih belum dapat menghitung jari maka penentuan visus dengan cara meminta penderita melihat gerakan jari tangan pemeriksa.Visus normal dapat melihat gerakan jari pada jarak 300 m. bila penderita hanya dapatmenentukan gerakan jari pada jarak 4 m berarti visusnya adalah 4/300.4. Tes cahayaTes ini dilakukan pada penderita dengan visus sangat buruk dimana pemeriksaanmenggunakan lampu senter. Penderita hanya dapat membedakan cahaya gelap dan terang. Orang normal dapat mengenali cahaya hingga jarak tak terhingga visus 1/~. Visus dikatakan 0 (nol) jika penderita tidak mampu lagi membedakan cahaya terang dan gelap (buta total)

Lapangan penglihatan (kampus visii)1. Tes konfrontasiPenderita duduk berhadapan dengan pemeriksa dengan posisi lutut ketemu lutut (jarak antara keduanya 60-100 cm) dan mata ketemu mata. Sebagai objek bisa dipergunakan jam telunjuk pemeriksa. Untuk pemeriksaan kampus mata kanan, maka mata kiri penderita dan mata kanan pemeriksa harus ditutup, demikian pula sebaliknya. Objek sebelum digerakkan harus berada dalam bidang yang sama jaraknya antara mata penderita dan pemeriksa. Pemeriksaan dimulai dengan menggerakkan objek perlahan dari luar lapangan pandangan ke arah dalam (lateral ke medial) sarnpai penderita melihat objek dengan menyebut "ya".Medan penglihatan pemeriksa digunakan sebagai patokan normal. Jika penderita dan pemeriksa sama-sama dapat melihat jari telunjuk pemeriksa yang bergerak pada jarak yang sama maka lapangan penglihatan penderita dikatakan normal.Pada lesi tertentu lapangan penglihatan ini dapat menyempit atau hanya dapat melihat setengah/seperempat dari lapangan penglihatan atau bahkan menghilang. Keadaan ini dikenal sebagai hemianopsia, quadrant anopsia, atau anopsia.54321

1. Monokuar blindness, lesi pada nervus optikus2. Hemianopsia bitemporal/binasal, lesi pada kiasma optikus3. Hemianopsia homonim, lesi pada traktus optikus4. Dan 5. Anopsia quadrant, lesi pada radiasi optikus

2. Tes kampimetri/perimetriJika dengan tes konfrontasi lapangan penglihatan dinilai secara kasar, maka dengankampimetri dan perimetri hasil yang diperoleh akan lebih terperinci dan akurat. Pemeriksaan ini juga dipakai untuk mencari adanya skotoma. Biasanya alat ini terdapat di bagian mata dan hasil pemeriksaannya diproyeksikan dalambentuk gambar di sebuah kartu.

Fundus oculi (funduskopi) Pemeriksaan dilakukan dengan bantuan oftalmoskop. Yang diperiksa adalah keadaan retina dan diskus optikus atau papila nervi optici. Cara pemeriksaan: Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang telah digelapkan atau ruangan remang-remang. Penderita dalam posisi duduk/berbaring memandang lurus ke depan. Mata penderita diperiksa satu-satu dimana mata kanan penderita diamati oleh mata kanan pemeriksa dan mata kiri penderita diarnati oleh mata kiri pemeriksa. Melalui lubang oftalmoskop yang didekatkan pada mata penderita, pemeriksa mengarahkansinar lampu oftalmoskop ke pupil penderita sehingga terlihat jelas gambaran retina dan papil N.II Kelainan refraksi dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa yang ada pada oftalmoskop Penilaian: Gambaran fundus oculi normal:Retina berwarna merah-oranyePembuluh darah: vena lebih tebal dari arteri dan berpangkal pada pusat papil danmemancarkan cabang-cabangnya keseluruh retina dengan perbandingan a:v = 2:3

Papil N.II: berwarna kuning kemerahan, bentuk bulat, batas tegas dengan sekelilingnya, mempunyai cekungan fisiologis (cupping). Kelainan papil N.II :a. Papil edema, ditandai: Warna: kemerahan (lebih tua clan normal) Batas: tidak tegas/kabur Cekungan fisiologis: datar, kadang sampai menonjol Gambaran pembuluh darah bertambah, melebar, berkelok-kelok (hiperemis), a:v = 2:5 Biasanya ditemukan pada peningkatan tekanan intra krainal dan papilitis

Papil edema

b. Papil atrofi, dibedakan 2 macam: Papil atrofi primer, akibat tekanan langsung pada N.II Papil atrofi sekunder, yang terjadi melalui papil edema lebih duluPapil atrofi ditandai: Warna: pucat (kuning muda sampai putih) Batas: menjadi lebih tegas Cekungan fisiologis: tampak lebih cekung Gambaran pembuluh darah tampak mengecil dan jumlahnya berkurang. Biasanya ditemukan pada, axial miopiaAtrofi papil primerAtrofi papil sekunder

Tes Warna (color vision testing)Tes ini untuk mengetahui adanya buta warna. Cara periksa: penderita disuruhmelihat dan mengenali warna-warna yang ditunjukkan dalam kartu tes.Stilling dan Ishihara.Gangguan pengenalan warna ini sering ditemukan pada kasus neuritis optik, lesi N.II atau lesi khiasma optikum.

N.III, N.IV, N.VI = N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducen.

Ketiga saraf ini dinamakan Nn. Occulares karena bersama-sama mengurus gerakan kedua bola mata. Itulah sebabnya di dalam klinik diperiksa secara bersama-sama. Semua otot bola mata eksterna termasuk Mm. Levator palpebrae dan Mm. Konstriktor pupilae (parasimpatis) dipersarafi oleh N.III, kecuali M. Obliquus superior (untuk gerakan bola mata ke medial bawah) oleh N.IV dan M. Rectus lateralis (untuk aerakan bola mata ke lateral) oleh N.VI.

Pemeriksaan N.III, N.IV, dan N.VI meliputi:1. Celah mata (fissura palpebrae)Pada keadaan istirahat dan mats terbuka lebar dilihat apakah simetris atau sama dan sebangun.2. PtosisKeadaan dimana kelopak mata atas jatuh/menurun karena kelumpuhan M. Palpebra superiornya. Dapat diperiksa dengan menyuruh penderita membuka matanya lebar-lebar atau mengangkat kelopak mata atasnya secara volunter.3. Keadaan bola mata Penderita disuruh melihat jauh ke depan, kemudian dilperhatikan celah mata dan keadaan bola mata dilihat dari samping. Pada exophtalmus mata lebih menonjol dan celah mata tampak melebar, sedangkan enophtalmus mata masuk ke dalam, celah mata tampak menyempit.4. Sikap bola mataBola mata yang lumpuh memperlihatkan sikap yang tidak wajar. Sikap bola mata yangmenyimpang ke arah hidung disebut strabismus konvergens sedangkan sikap bola mata yangmenyimpang ke arah temporal disebut strabismus divergens.

5. Gerakan bola mataKepala penderita difiksir lurus ke depan. Kemudian bola mata penderita diminta mengikuti gerakan objek (pensil) ke enam arah yaitu lateral, medial, lateral atas, medial atas, medial bawah, lateral bawah, atas, dan bawah dan diperhatikan bila penderita tidak mampu melihat ke arah tertentu.

Paralisis N. VI kiri

6. Gerakan bola mata konjugatYaitu kemampuan ke dua bola mata untuk bergerak dan melihat ke satu arah secara bersamaan. Gerakan bola mata konjugat diatur oleh: sentrum kortikal (area 8 lobus frontalis) deviation conjugae cortikalis sentrum pontinal (sebelah medial nucleus N.VI) deviation conjugae pontinal. Kelainannya Disebut juga deviation conjugae yaitu gerakan kedua bola mata involunter ke satu jurusan/arah terus-menerus dan tidak dapat dikembalikan baik secara sadar maupun refleks.

Deviasi konjugat kiri

7. NystagmusAdalah gerakan bola mata bolak-balik involunter yang timbul secara spontan.Nystagmus ini mempunyai arah dan kecepatan. Arah gerakan dapat: horizontal, vertikal, rotatoir (berputar), atau kombinasi.Pemeriksaan: nystagmus dapat terlihat bila penderita diminta melirik ke samping, ke atas,dan ke bawah. Tapi kadang-kadang dapat dilihat tanpa peragaan (spontan).Kecepatan osilasi/getaran bola mata dapat sama/tidak sama cepat, dimana ada komponencepat dan komponen tidak cepat/lambat. Pada getaran bola mata tidak sama cepat ini julukan nystagmus menurut komponen cepatnya.Secara klinik nystagmus dikenal:1. Nystagmus fisiologis 4 dijumpai pada orang sehat, bersifat pendek hanya 1-2 detik saja.2. Nystagmus patologis - dijumpai pada orang dengan kelainan di SSP seperti disfungsi batang otal, cerebellum, dan verstibuler.

8. PupilYang diperiksa adalah: Bentuk pupilNormal bentuknya bulat, batas rata, dan licin. Ukuran pupilDapat berubah-ubah setiap saat tergantung pada penerangan ruang periksa. Umumnya dianggap normal bila diameter 2-6 mm (3,5 mm). Diameter 6 mm disebut midriasis. Normalnya ukuran kedua pupil kanan kiri adalah sama, yang disebut isokor. Sedangkan bila tidak sama besar disebut anisokor. Refleks pupilRefleks cahaya langsungPemeriksaan dilakukan satu persatu dengan cara menyinari salah satu pupil mata dengan senter, usahakan mata yang lainnya tidak ikut terangsang (tutup atau penyinaran dilakukan dari samping lateral). Reaksi yang tampak adalah kontraksi pupil (miosis) homolateral.

Refleks cahaya tidak langsungDisebut juga refleks konsensuil atau crossed light reflex. Cara periksa: antara kedua mata penderita diberi batas penutup dengan tangan/kertas. Kemudian salah satu mata secara bergantian disinari dengan lampu senter. Reaksi yang tampak adalah kontraksi pupil (miosis) mata yang tidak disinari.

Refleks pupil akomodasi dan konvergensi Penderita diminta melihat jauh lurus ke depan, kemudian disuruh melihat dan mengikuti jari tangan pemeriksa yang diletakkan 30 cm di depan hidung penderita. Selanjutnya jari tangan penderita bergerak secara konvergens (ke arah nasal) disertai pupil akomodasi. Pupil Argyll Robertson. Dapat dijumpai pada salah satu atau kedua mata. Ciri-cirinya sebagai berikut: Refleks cahaya langsung dan konsensuil negatif, Refleks akomodasi dan konvergensi positif Pupil miosis (